BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perencanaan Pajak Penghasilan...

21
9 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan sumber penerimaan karena termasuk pos yang sangat penting, bahkan bisa merupakan yang terpenting pada anggaran pendapatan pemerintah. Dan pajak bersama kebijakan fiskal lainnya, menjadi kebijakan pengatur perekonomian karena dari sudut yang bersifat makro, hal itu akan berdampak ekspansioner (memperbesar) dan kontaksional (memperkecil) terhadap pendapatan nasional dan dari sudut mikro, pajak merupakan semacam pembebanan tidak langsung atas barang publik serta eksternalitas dan dengan demikian mengarah kepada pemerataan dalam masyarakat. Agar sasaran ini dapat tercapai peraturan pajak harus mempunyai karakteristik kualitatif, yaitu sederhana dan menjamin rasa adil diantara wajib pajak. Mohammad Zain (2003: 10) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggaraan pemerintahan. Waluyo dan Wirawan (2003: 5) mengemukakan ciri-ciri yang yang melekat pada pengertian pajak adalah: (1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan; (2) Dalam pembayaran pajak tidak 9

Transcript of BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perencanaan Pajak Penghasilan...

9

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21

2.1.1 Pengertian Pajak

Pajak merupakan sumber penerimaan karena termasuk pos yang sangat

penting, bahkan bisa merupakan yang terpenting pada anggaran pendapatan

pemerintah. Dan pajak bersama kebijakan fiskal lainnya, menjadi kebijakan

pengatur perekonomian karena dari sudut yang bersifat makro, hal itu akan

berdampak ekspansioner (memperbesar) dan kontaksional (memperkecil)

terhadap pendapatan nasional dan dari sudut mikro, pajak merupakan semacam

pembebanan tidak langsung atas barang publik serta eksternalitas dan dengan

demikian mengarah kepada pemerataan dalam masyarakat. Agar sasaran ini dapat

tercapai peraturan pajak harus mempunyai karakteristik kualitatif, yaitu sederhana

dan menjamin rasa adil diantara wajib pajak.

Mohammad Zain (2003: 10) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran

masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan

tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang

gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung

dengan tugas Negara untuk menyelenggaraan pemerintahan. Waluyo dan

Wirawan (2003: 5) mengemukakan ciri-ciri yang yang melekat pada pengertian

pajak adalah: (1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan

pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan; (2) Dalam pembayaran pajak tidak

9

10

dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; (3) Pajak

dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; (4) Pajak

diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari

pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

investment dan; (5) Pajak mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

Menurut (Regar, 2000: 26) mengatakan bahwa pajak adalah iuran kepada

negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang

langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan.

Sedangkan menurut (Soemitro, 2000: 56) yaitu: pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemungutan pajak

tanggung jawab anggota masyarakat wajib pajak sendiri yang dapat dipaksakan,

pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban

melakukan pemungutan pajak yang sesuai dengan ketentuan perpajakan dan

dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan-pembangunan

nasional dan pengeluaran rutin negara demi tercapainya pemerintahan yang baik.

11

2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan

Pengertian Penghasilan tercantum Undang-undang Nomor 36 tahun 2008

tentang Pajak Penghasilan. Di dalam ketentuan tersebut disebutkan:

Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3) Laba usaha;

4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya

karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau

anggota;

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, atau pengambilalihan usaha;

12

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam

garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan

pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan;

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya;

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

g. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi;

h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

j. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

k. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

l. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

m. Premi asuransi;

n. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

13

tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak

2.1.3 Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Undang-Undang Pasal 17 Tahun 2008, Pasal 2 disebutkan bahwa

yang menjadi subjek pajak adalah:

1. a. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia

ataupun di luar Indonesia.

b. Warisan yang belum terbagi sebagi satu kesatuan merupakan subjek

pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.

Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti

dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari

warisan tersebut tetap dapat dilaksnakan.

2. Badan

Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan modal yang merupkan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang

meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,

Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk

apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang

sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.

3. Bentuk usaha tetap

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang

pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

14

tidak lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu

12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak

berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan

kegitan di Indonesia, yang dapat berupa:

Tempat kedudukan manajemen.

Cabang perusahaan.

Kantor perwakilan.

Gedung Kantor.

Pabrik.

Bengkel.

Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran

yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan.

Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.

Proyek instalasi, konstruksi, perkebunan, atau kehutanan.

Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain

sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka

waktu 12 (dua belas) bulan.

Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukanya tidak

bebas.

Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi

asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.

15

2.1.4 Obyek Pajak Penghasilan

Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap

tambahankemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak,

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia , yang dapat dipakai

untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorium, komisi,

bonus, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali

ditentukan oleh lain dalam undang-undang ini;

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3. Laba usaha

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

Keutungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal,

apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari

harga atau nilai perolehan maka selisih tersebut merupakan

keuntungan. Dalam hal penjualan harta tersebut terjasi antara badan

usaha dengan pemegang sahamnnya, maka harga jual yang dipakai

sebagai dasar untuk perhitungan keuntungan dari penjualan tersebut

adalah harga pasar.

Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;

16

Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau

penyertaan modal, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar

dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan

pengahasilan.

Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, atau pengambilan usaha, apabila suatu badan dilikuidasi,

keuntungan dari penjualan harta, yaitu selisih antara harga jual

berdasarkan harga pasar dengan nilai sisa buku harta tersebut,

merupakan Objek Pajak. Demikian juga selisih lebih antara harga

pasar dengan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan,

peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilan usaha merupakan

penghasilan.

Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan kecuali yang dapat diberikan kepada keluarga sedarah

dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan, atau

badan pendidikan, atau badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk

koperasi yang ditetapakan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada

hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan

antara pihak-pihak yang bersangkutan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian hutang; Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi

17

dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat

obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan

penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi sedangkan diskonto

merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.

7. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil

usaha koperasi, termasuk dalam pengertian deviden adalah:

Pembagian laba baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan

nama dan dalam bentuk apapun.

Pembayaran kembali karena likuidasi melabihi jumlah modal yang

disetor.

Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk

saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham.

Pembagian laba dalam bentuk saham.

Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.

Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau

diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham

oleh perseroan yang bersangkutan.

Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang

disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,

kecuali jika pembayaran kembali itu adalah pengecilan modal dasar

yang dilakukan secara sah,

18

Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang

diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.

Bagian laba sehubungan dengan pemlikan obligasi

Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis

Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota kopersi.

Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham

yang dibebankan sebagai biaya perusahan.

8. Royalti. Pada dasarnya royalti imbalan berupa royalti terdiri dari tiga

kelompok, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan:

Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, hak paten,

merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan.

Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri,

komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat

industri, komersial,dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang

mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang

digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran

minyak dan sebaginya

Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapan sevara umum,

walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang

industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi yang dimaksud

adalah informasi terserbut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak

perlu lagi melakukan riset unutk menghasilkan informasi tersebut.

Tidak termasuk pengertian informasi di sini adalah informasi yang

19

diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik

sesuai dengan bidang keahlianya, yang dapat diberikan oleh setiap

orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

9. Sewa penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.

12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14. Premi asuransi.

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

2.1.5 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Mardiasmi (2011: 168) pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak

atas penghasilan gaji, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa

pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa kegiatan yang dilakukan oleh

orang pribadi. Suandy (2006: 15) Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan

terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam

tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian

tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam

tahun pajak. Yang dimaksud dengan dalam undang-undang ini adalah takwim,

20

namun Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku tersebut meliputi jangka

waktu 12 (dua belas) bulan.

2.1.6 Subjek dan Objek Pajak PPh Pasal 21

Subjek pajak PPh pasal 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong

PPh pasal 21, terdiri dari:

1. Pegawai (termasuk pegawai negeri sipil, pegawai tetap, dan pegawai lepas

yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja kerja berkala).

2. Penerima pensiun.

3. Penerima honorium.

4. Penerima upah

5. Orang pribadi yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, atau kegiatan dari pemotong pajak.

Sedangkan yang menjadi objek pajak dalam PPh pasal 21 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang

pensiun bulanan, upah, honorium ( termasuk honorium anggota dewan

komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur,

uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan istri, tunjangan

anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus,

tunjangan transpor, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan

pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja,

dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa

produksi gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun

21

baru, bonus, premi tahunan, dan pengahasilan sejenis lainnya yang

sifatnya tidak tetap;

3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;

4. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau

Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis;

5. Honorium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam

bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh

Wajib Pajak Dalam Negeri, terdiri dari:

a) Tenaga ahli;

b) Seniman;

c) Olahragawan;

d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan

sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi,

dan sosial;

g) Agen iklan;

h) Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu

kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam

segala bidang kegiatan;

i) Peserta perlombaan;

j) Petugas penjaja barang dagangan;

22

k) Petugas dinas luar asuransi;

l) Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;

m) Distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling dan

kegitan sejenisnya.

6. Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan

gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, serta uang

pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang

pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda, atau duda, dan atas

anak-anaknya.

7. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama

apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang

dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak

Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).

8. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 adalah imbalan dengan nama dan

dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh orang pribadi dengan

status Wajib Pajak luar negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan

kegiatan.

Untuk keperluan menghitung PPh pasal 21, penghasilan yang diterima

atau diperoleh dalam mata uang asing dihitung beradasarkan nilai tukar (kurs)

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran

penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.

23

2.1.7 Cara Perhitungan PPh Pasal 21

Perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan dengan mengalikan penghasilan kena

pajak dengan tarif pajak. Penghasilan kena pajak adalah Penghasilan netto

dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penghasilan netto

dihitung dengan cara:

Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperbolehkan.

Biaya-biaya yang menurut Undang-Undang diperkenankan untuk menjadi

pengurang dalam menghitung PPh pasal 21 adalah:

Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto setinggi-

tingginya Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp. 500.000,00

(lima ratus ribu rupiah) sebulan. Biaya jabatan adalah biaya yang diberikan

kepada setiap pegawai tetap baik yang mempunyai jabatan maupun tidak.

Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan

penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan

dengan dana pensiun yang pendirianya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Setelah didapatkan penghasilan netto, besarnya Penghasilan Kena Pajak

(PKP) dari seorang pegawai dihitung berdasarkan penghasilan nettonya

dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang jumlahnya atau

setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 setahun dan Rp. 200.000,00 sebulan.

Setelah mengurangi PTKP, akan didapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP).

PKP ini merupakan dasar untuk menentukan besarnya pajak terhutang. Dalam

24

menghitung besarnya PPh pasal 21 yang terhutang, digunakan tarif pajak.

Tarif pajak adalah presentase tertentu yang telah ditentukan oleh Undang-

Undang perpajakan.

Tarif pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang diterapkan

atas Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan Pasal 17 ayat (2) Undang-undang 36

Tahun 2008 tentang PPh.

Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi

Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%

Rp. 50.000.000,00 - Rp. 250.000.000,00 15%

Rp. 250.000.000,00 - Rp. 500.000.000,00 25%

Diatas Rp. 500.000.000,00 30%

Sumber: Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008

Sehingga rumus PPh pasal 21 terutang ialah Pasal 17 dikalikan PKP.

2.1.8 Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21

Pengenaan pajak penghasilan pasal 21 dapat diberdakan menurut wajib

pajak orang pribadi yang menerima penghasilan. Untuk jelasnya dapat pengenaan

pajak penghasilan pasal 21 dapat dilihat pada gambar berikut:

25

Gambar 1

Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21

(Djoko Moljono, 2010: 111)

Pengenaan PPh

Pasal 21

Pada Pegawai Tak Tetap

Pada Pegawai

Tetap

Gaji Bulalan

Pada Penerima

Pensiun

Dengan Iuran Pensiun, Premi Jaminan, Tunjangan Pajak, Dirngung Pemberi Kerja, Bentuk Natura, Dalama Mata

Uang Asing Gaji Mingguan

Rapel

Lembur

Honorarium Pegawai Tetap

Jasa produksi, grafitasi, tantiem, bonus, premi tahunan, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain

Penghasilan

Teratur

Penghasilan Tak

Teratur

Upatah Harian

Upah Satuan

Upah Borongan

Upah Bulanan

Berkala

Permintaan

Jasa Produksi

Pesangon

Honorarium

Hadiah

Distributro MLM

Suami Bekerja

Suamti Tidak Bekerja

Rugi Wanita Kawin

Bidup Berpisah

Pisah Harta

Setahun

Kurang Setahun

Pada Bukan

Pegawai

Wanita Kawin

Menurut Kewajiban

Subjektif

Mulai bekerja awal tahun, Mulai bekerja setelah awal tahunhun

Dimulai permulaan tahun, Berakhir dalam suatu tahun, Pindah kerja tahun berjalan, Pindah Tugas Tahun Berjalan

Tenaga ahli, Tenaga Lepas dibayar bulanan, Pejabat Negara, Tidak Dihitung Jumlah hari, Dihitung Jumlah hari. Komisaris Bukan Pegawai Tetap, Pegawai Tetap, Komisi kepada orang pribadi

Perlombaan, Prestasi, Pekerjaan

26

2.1.9 Perencanaan Pajak

Menurut Suandy (2006: 15) perencanaan pajak adalah langkah awal dalam

manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap

peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang

dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk

meminimumkan kewajiban pajak.

Secara teoretis perencanaan pajak menurut Mohamad Zain (2005) adalah

sebagai berikut:

“Perencanaan pajak adalah suatu proses yang mendeteksi cacat teoretis

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut,

untuk kemudian diolah sedemikian rupa sehingga ditemukannya suatu cara

penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat cacat teoretis

tersebut.”

Menurut Scholes dan Wolfson (1997) dalam Suandy (2006: 15) ada tiga

teknik dalam menerapkan perencanaan pajak yang efektif, yaitu: Cara pertama

dilakukan dengan melakukan suatu perubahan terhadap perlakuan penghasilan

dari suatu bentuk perlakukan tertentu menjadi bentuk lainnya, sehingga Wajib

Pajak dapat menghemat pembayaran pajaknya. Cara yang kedua diterapkan

dengan memindahkan pembayaran yang dipikul perusahaan kepada pihak yang

menerima pembayaran tersebut. Dan suatu periode ke periode lainnya. Dengan

demikian, biaya yang dipikul perusahaan dapat dialokasikan ke beberapa periode.

Penggunaan ketiga cara tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi

perusahaan dan jenis pos yang akan direncanakan, mana yang lebih

menguntungkan.

27

Dalam manajemen pajak, perencanaan pajak merupakan tahap pertama,

untuk selanjutnya dikelola dan bagaimana perusahaan itu akhirnya

mengendalikannya. Fungsi perencanaan merupakan titik berat dalam manajemen

pajak karena dalam fungsi ini ditetapkan cara-cara yang akan dilaksanakan untuk

penghematan pajak.

2.1.10 Manfaat Perencanaan Pajak

Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari perencanaan pajak yang

dilakukan secara cermat. Menurut Mardiasmo (2003: 25), manfaat perencanaan

pajak bagi wajib pajak adalah:

1) Penghematan kas keluar, maksudnya perencanaan pajak dapat menghemat

pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan.

2) Mangatur aliran kas (cash flow), maksudnya perencanaan pajak dapat

mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat

pembayaran sehingga dapat menyusun kas secara akurat.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian relevan yang dilakukan oleh Rahman Yudharani Kusuma

(2002) yang berjudul “Evaluasi Terhadap Perhitungan PPh Pasal 21 di PT. SIER

(Persero)”. Diperoleh kesimpulan bahwa penerapan penghitungan PPh 21 yang

dilakukan PT. SIER (Persero) belum memberikan penghematan pajak (tax saving)

pada Pajak Penghasilan Badan yang terutang dan diketahui bahwa, metode gross

up memberikan tax saving yang lebih besar dibandingkan tunjangan pajak. Selain

itu Take Home Pay pada metode tunjangan pajak juga lebih kecil dibandingkan

28

metode gross up. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode

penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Menurut penelitian Yunni Purwanti (2004) yang berjudul “Analisa

Perbandingan Metode Biasa dengan Metode Groos Up berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 Dalam penghitungan PPh Pasal 21 Terhadap

Pegawai Tetap”. Diperoleh kesimpulan bahwa dalam perhitungan Pajak

Penghasilan Badan menggunakan perhitungan metode groos up lebih efisien

dibandingkan dengan menggunakan perhitungan metode biasa pada tingkat Take

Home Pay yang sama. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah

metode penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Tamtono (2006) yang berjudul

“Perencanaan Pajak Dalam Rangka Penghematan Beban Pajak Melalui Pemberian

Tunjangan Pajak Kepada Karyawan (Studi Kasus pada PT. ABC)”. Pada

penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Pajak Penghasilan dapat diperkecil

dengan cara memberikan tunjangan pajak kepada karyawan. Metode penelitian

yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

29

Tabel 2

Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti &

Tahun Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian

Rahman

Yudharani

Kusuma (2002)

Evaluasi Terhadap Perhitungan

PPh Pasal 21 di PT. SIER

(Persero)

Diperoleh kesimpulan bahwa

penerapan penghitungan PPh 21

yang dilakukan PT. SIER (Persero)

belum memberikan penghematan

pajak (tax saving) pada Pajak

Penghasilan Badan yang terutang

dan diketahui bahwa, metode gross

up memberikan tax saving yang

lebih besar dibandingkan tunjangan

pajak. Selain itu take home pay

pada metode tunjangan pajak juga

lebih kecil dibandingkan metode

gross up. Metode penelitian yang

digunakan oleh penulis adalah

metode penelitian deskriptif

kualitatif dan kuantitatif

Yunni Purwanti

(2004)

Analisa Perbandingan Metode

Biasa dengan Metode Groos

Up berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 47 Tahun

2003 Dalam penghitungan PPh

Pasal 21 Terhadap Pegawai

Tetap

Diperoleh kesimpulan bahwa

dalam perhitungan Pajak

Penghasilan Badan menggunakan

perhitungan metode groos up lebih

efisien dibandingkan dengan

menggunakan perhitungan metode

biasa pada tingkat take home pay

yang sama. Metode penelitian yang

digunakan oleh penulis adalah

metode penelitian deskriptif

kualitatif dan kuantitatif

Tamtono (2006) Perencanaan Pajak Dalam

Rangka Penghematan Beban

Pajak Melalui Pemberian

Tunjangan Pajak Kepada

Karyawan (Studi Kasus pada

PT. ABC)

Pada penelitian ini diperoleh

kesimpulan bahwa Pajak

Penghasilan dapat diperkecil

dengan cara memberikan tunjangan

pajak kepada karyawan. Metode

penelitian yang digunakan oleh

penulis adalah metode penelitian

deskriptif kuantitatif.