BAB II KAJIAN TEORI - UMPrepository.ump.ac.id/7438/3/NOVITA WIEKA APRIHATUN_BAB II.pdf · yaitu...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI - UMPrepository.ump.ac.id/7438/3/NOVITA WIEKA APRIHATUN_BAB II.pdf · yaitu...
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Konseptual
1. Berpikir Kritis Matematis
Menurut Alvonco (2012) berpikir adalah proses menterjemahkan
informasi (stimulus) yang masuk melalui panca indra kemudian
menghasilkan arti dan sejumlah konsep. Secara umum, berpikir
didefinisikan sebagai suatu kegiatan mental untuk memperoleh
pengetahuan. Dalam proses belajar mengajar, kemampuan berpikir dapat
dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalui
persoalan pemecahan masalah.Santrock (2014) juga mengemukakan
pendapatnya bahwa berpikir adalah memanipulasi dan mengubah informasi
dalam memori. Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, alasan,
berpikir kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif dan memecahkan
masalah.Sehingga siswa dapat berfikir mengenai hal-hal konkret. Jika
berpikir merupakan bagian dari kegiatan yang selalu dilakukan otak untuk
mengorganisasi informasi guna mencapai suatu tujuan, maka berpikir kritis
merupakan bagian dari kegiatan berpikir yang juga dilakukan otak.Dari
uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah suatu
kegiatan mental yang melibatkan kerja otak untuk memanipulasi, mengubah
informasi, mengolah informasi untuk mendapatkan suatu pengetahuan baru
dan membentuk konsep, alasan, berpikir kritis, membuat keputusan, berpikir
8
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
9
kreatif dan memecahkan suatu masalah.Kemampuan berpikir kritis adalah
salah satu ciri utama keberhasilan dalam pembelajaran, terutama pada
pembelajaran matematika. Pentingnya berpikir terutama berpikir kritis
dalam pembelajaran matematika yaitu agar siswa dapat memahami dan
menguasai matematika. Tidak berkembangnya kemampuan berpikir kritis
akan menghambat siswa dalam menyelesaikan masalah matematis. Ennis
(Kuswana, 2011) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir
wajar dan reflektif yang fokus dalam menentukan apa yang harus dipercaya
atau dilakukan. Ennis (1993) berpendapat bahwa berpikir kritis pada
dasarnya tergantung pada dua disposisi. Pertama, perhatian untuk “bisa
melakukannya dengan benar” sejauh mungkin dan kepedulian untuk
menyajikan posisi jujur dan kejelasan. Kedua, tergantung pada proses
evaluasi (menerapkan kriteria untuk menilai kemungkinan jawaban), baik
secara proses implisit maupun eksplisit. Menurut Ennis (1985) tiga tingkat
teratas taksonomi dari tunjuan pendidikan yaitu analisis, sintetis, dan
evaluasi sering dijadikan sebagai definisi pemikiran kritis.Ennis (1985) juga
menyatakan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran reflektif dan masuk
akal yang terfokus pada penentuan apa yang harus dipercaya atau dilakukan.
McPeck (Kusuwana, 2011) mendefinisikan berpikir kritis sebagai
“ketepatan penggunaan spektis reflektif dari suatu masalah, yang
dipertimbangkan sebagai wilayah permasalahan sesuai dengan disiplin
materi.”
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
10
Sedangkan menurut Glazer (Suwarma,2009) membahas definisi
berpikir kritis matematika dari beberapa literatur. Ia melaporkan bahwa
berpikir kritis matematika tidak didefinisikan secara eksplisit. Menurutnya,
berpikir kritis dapat dirujuk dari kombinasi pemecahan masalah, penalaran,
dan pembuktian matematika. Hal ini diterangi karena beragamnya definisi
berpikir kritis matematika yang digunakan para peneliti. Ia merumuskan
berpikir kritis dalam matematika sebagai kemampuan dan disposisi untuk
menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi
kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan dan mengevaluasi situasi-
situasi matematika yang tidak familiar secara reflektif.
Orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis tidak hanya
mengenal sebuah jawaban. Mereka akan mengembangkan kemungkinan-
kemungkinan jawaban lain berdasarkan analisis dan informasi yang telah
didapat dari suatu permsalahan. Berpikir kritis berarti melakukan proses
penalaran terhadap suatu masalah sampai pada tahap kompleks tentang
“mengapa” dan “bagaimana” proses pemecahannya.
Matematika sebagai suatu disiplin ilmu yang sangat jelas
mengandalkan proses berpikir, dipandang sangat baik untuk diajarkan pada
siswa karena didalamnya terkandung aspek-aspek yang secara langsung
menuntut siswa untuk berpikir secara logis. Selain itu juga dalam
pembelajaran matematika proses berpikir itu merupakan suatu hal yang
penting karena matematika pada hakekatnya berkenaan dengan struktur dan
ide abstrak yang disusun secara sistematis dan logis melalui proses
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
11
penalaran deduktif. Sehingga seringkali tujuan utama dari pembelajaran
matematika tidak lain untuk membiasakan agar siswa mampu berpikir logis,
kritis dan sistematis. Oleh karena itu maka dalam mempelajari matematika
kuarang tepat bila dilakukan dengan cara menghafal, namun matematika
dapat dipelajari dengan baik dengan cara mengerjakan latihan-latihan.
Dalam mengerjakan latihan-latihan tersebut mulai berpikir bagaimana
merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian, mengkaji langkah-
langkah penyelesaian, membuiat dugaan bila data yang disajikan kurang
lengkap maka diperlukan sebuah kegiatan berpikir kritis. Apabila dalam
pembelajaran matematika yang dominan mengandalkan kemampuan daya
pikir maka perlu membina kemampuan berpikir siswa khususnya berpikir
kritis agar mampu mengatasi permasalahan pembelajaran matematika
tersebut yang materinya cenderung bersifat abstrak.
Adapun tahapan-tahapan berpikir kritis menurut Angelo (Santoso,
2009) sebagai berikut :
1. Ketrampilan Menganalisis
Ketrampilan menganalisis merupakan suatu ketrampilan menguraikan
sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui
pengorganisasian struktur tersebut. Dalam ketrampilan tersebut tujuan
pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara
menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang
lebih kecil dan terperinci. Jadi siswa akan menguraikan sebuah
permasalahan agar menjadi lebih jelas dengan cara mengidentifikasi,
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
12
menggabungkan, memilah, mengurutkan, membuat diagram, memilih
alternatif untuk menghitung.
2. Ketrampilan Mensintesis
Ketrampilan mensintesis merupakan ketrampilan yang berlawanan
dengan ketrampilan menganalisis. Ketrampilan mensintesis adalah
ketrampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan yang baru. Untuk mengembangkan ketrampilan mensintesis
berarti adanya sebuah tindakan menggabungkan, menghimpun,
mengorganisir, dan mensistematis sebuah permasalahan sehingga
ditemukan penyelesaian.
3. Ketrampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Ketrampilan ini merupakan ketrampilan aplikasi konsep kepada
beberapa pengertian baru. Ketrampilan ini bertujuan agar siswa mampu
memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau
ruang lingkup baru. Kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah adalah dengan mengamati, mengenali,
identifikasi, memprediksi, dan membuat alternatif jawaban.
4. Ketrampilan Menyimpulkan
Ketrampilan menyimpulkan adalah kegiatan akal pikiran manusia
berdasarkan pengertian/ pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat
beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yag baru.
Kegiatan yang dilakukan dalam ketrampilan menyimpulkan adalah
menafsirkan hubungan sebab akibat dari beberapa permasalahan, mengkaji
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
13
faktor-faktor yang mempengaruhi serta menemukan hal-hal baru
berdasarkan informasi yang dianalisis.
5. Ketrampilan Mengevaluasi dan Menilai
Ketrampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan
nilai sesutau dengan berbagai kriteria yang ada. Ketrampilan ini
menghendaki siswa agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur
dengan menggunakan standar tertentu.
Ennis (1993) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir
kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada
pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
Dalam kurikulum berpikir kritis, menurut Ennis (Suwarma, 2009)
terdapat dua belas indikator berpikir kritis yang dikelompokan dalam lima
kemampuan berpikir, yaitu (1) Klarifikasi elementer (elementary
clarification), yang meliputi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis
argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan yang membutukan penjelasan.
(2) Dukungan dasar (basic support), meliputi: mempertimbangkan
kredibilitas sumber dan melakukan pertimbangan observasi. (3) Penarikan
kesimpulan (inference), meliputi: melakukan dan mempertimbangkan
deduksi, induksi, dan nilai keputusan. (4) Klarifikasi lanjut (advanced
clarification), meliputi: mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan
definisi, dan mengidentifikasi asumsi. (5) Strategi dan taktik (strategies and
tactics), meliputi: menentukan suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang
lain.
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
14
Perkins & Murphy (Kurniasih, 2010) membagi indikator berpikir
kritis dalam matematika menjadi 4 indikator sebagai berikut: (1) klarifikasi
(clarification); Tahap ini merupakan tahap menyatakan, mengklarifikasi,
menggambarkan (bukan menjelaskan) atau mendefinisikan masalah. Aktivitas
yang dilakukan adalah menyatakan masalah, menganalisis pengertian dari
masalah, mengidentifikasi sejumlah asumsi yang mendasari, mengidentifikasi
hubungan di antara pernyataan atau asumsi, mendefinisikan atau mengkritisi
definisi pola-pola yang relevan. (2) Asessmen (assesment); Tahap ini
merupakan tahap menilai aspek- aspek seperti membuat keputusan pada
situasi, mengemukakan fakta-fakta argumen atau menghubungkan masalah
dengan masalah yang lain. Pada tahap ini digunakan beragam fakta yang
mendukung atau menyangkal. Aktivitas yang dilakukan adalah menyediakan
atau bertanya apakah penalaran yang dilakukan valid, penalaran yang
dilakukan relevan, menentukan kriteria penilaian seperti kredibilitas sumber,
membuat penilaian keputusan berdasarkan kriteria penilaian atau situasi atau
topik, memberikan fakta bagi pilihan kriteria penilaian. (3) Penyimpulan
(inference); Tahap ini menunjukkan hubungan antara sejumlah ide,
menggambarkan kesimpulan yang tepat, menggeneralisasi, menjelaskan
(bukan menggambarkan) dan membuat hipotesis. Aktivitas yang dilakukan
antara lain membuat kesimpulan yang tepat dan membuat generalisasi. (4)
Strategi/ taktik (strategy/ tactic); Tahap ini merupakan tahap mengajukan,
mengevaluasi sejumlah tindakan, menggambarkan tindakan yang mungkin,
mengevaluasi tindakan dan memprediksi hasil tindakan.
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
15
Berdasarkan uraian diatas maka indikator kemampuan berpikir
kritis matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan menganalisis masalah dengan alasan yang logis
Dalam penelitian ini, kemampuan menganalisis yang dimaksud
yaitu siswa paham akan pokok persoalan yang tersurat maupun tersirat
dan dapat menjelaskan alasan secara logis.
2. Berpikir terbuka dalam mengambil alternatif penyelesaian yang terbaik
Dalam penelitian ini, berpikir terbuka yang dimaksud yaitu siswa
mampu menyusun sebuah konsep dari permasalahan yang ada dan
mampu mencari alternatif lain dari permasalahan yang ada.
3. Kemampuan memecahkan masalah yang rinci dan jelas
Dalam penelitian ini kemampuan yang dimaksud yaitu siswa
mampumemahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam
permasalahan atau ruang lingkup baru. Sehingga siswa dapat
menyelesaikan soal dengan baik dan diperoleh hasil yang tepat
4. Memberikan kesimpulan dengan pembuktian yang tepat
Dalam penelitian ini kesimpulan yang dimaksud yaitu siswa dapat
menilai benar atau salah suatu permasalahan serta dapat
membuktikannya dengan alasan yang tepat.
2. Tipe Kepribadian Ektrovert dan Introvert
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kepribadian diartikan sebagai
“keadaan manusia sebagai perseorangan, keseluruhan sifat-sifat yang
merupakan watak orang.
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
16
Menurut Feist (2011) kata kepribadian berasal dari kata personality
(bhs. Latin) yang berarti kedok atau topeng, yang dipakai oleh aktor Romawi
dalam pertunjukan drama Yunani. Para aktor Romawi memakai topeng
(pesona) untuk memainkan peran atau penampilan palsu. Akan tetapi dalam
psikolog istilah “Kepribadian” mengacu kepada suatu yang lebih dari sekedar
peran yang dimainkan seseorang. Menurut Sjarkawi (2009) kepribadian
adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang
bersumber dari bentukan bentukan yang diterima dari lingkungan. Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan
cermin dari karakter seseorang yang paling dominan yang berupa sikap dan
tingkah laku yang khas. Beberapa ahli menggolongkan kepribadian dalam
berbagai macam tipe. Salah satunya Jung (Suryabrata, 2008) menggolongkan
tipe kepribadian dalam dua kelompok besar, yaitu tipe kepribadian ekstrovert
dan introvert. Menurut Zafar & Meenakshi (Hasanah, dkk) ”extrovert
characters tend to be gregorius, while the introverted tend to be private, the
activity of the extrovert is seen as directed towards the external world an that
of the introvert inward upon himself or herself.” Secara umum, orang
ekstrovert mempunyai pikiran, perasaan, dan tindakan yang terutama
ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan
non-sosial. Atau dengan kata lain orang ektstrovert pikirannya tertuju ke luar
sedangkan orang introvert, pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama
ditentukan oleh faktor subjektif dan penyesuaian dengan dunia luar kurang
baik. Djali (Pratiwi; Ismail, 2017) berpendapat bahwa seseorang yang
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
17
berkepribadian ekstrovert tidak sabar menghadapi masalah serta ketika
menyelesaikan persoalan tidak menuliskan secara rinci kesimpulan yang
diperoleh, sedangkan kepribadian introvert lebih sabar dan menyimpulkan
kesimpulan secara rinci.
Eysenck (Pervin,2011) menyebutkan bahwa variasi individu dalam
introvert ekstrovert mencerminkan perbedaan individual dalam pemfungsian
neurofisiologis pada kondisi otak. Mereka mengalami ketergugahan eksternal
yang lebih tinggi dari kejadian-kejadian yang ada di dunia. Perilaku sosial
para introvert lebih terbatas karena besarnya ketergugahan yang mereka
alami. Sebaliknya , para ekstrovert mengalami ketergugahan kortikal lebih
sedikit dibandingkan para introvert. Oleh karena itu mereka mencari lebih
banyak pengalaman sosial yang intens. Eysenck (Pervin, 2011)
mengembangkan bukti yang sangat relevan mengenai biologi dari dimensi
ini, termasuk bukti bahwa para introvert lebih terpengaruh oleh hukuman
dalam proses belajar, sedangkan ekstrovert lebih terpengaruh dalam
pemberian hadiah.
Watson & Clark (Pervin, 2011) suatu penelitian mengenai dimensi
ekstrovert dan introvert melihatkan suatu cakupan yang cukup
mencengangkan. Perbedaan-perbedaan yang ditemukan adalah sebagai
berikut: (1) Para Introvert lebih berprestasi di sekolah dibandingkan
ekstrovert khususnya dalam bidang studi yang lebih sukar. (2) Para ekstrovert
lebih menyukai pekerjaan yang melibatkan interaksi dengan orang lain,
sementara introvert cenderung lebih menyukai pekerjaan individual. (3) Para
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
18
ekstrovert menikmati humor seksual dan agresif eksplisit, sementara para
introvert lebih menyukai bentuk humor yang intelek. (4) Para ekstrovert lebih
aktif secara seksual dalam hal frekuensi dan partner yang bebeda
dibandingkan para introvert. (5) Para ekstovert lebih mudah diberikan
masukan dibandingkan para introvert.
Dari beberapa pendapat, kepribadian ekstrovert adalah individu yang
mempunyai ciri-ciri: tidak suka belajar sendiri, suka mengambil tantangan,
tidak banyak pertimbangan, dan memerlukan umpan balik dari guru pada saat
proses pembelajaran. Sedangkan kepribadian introvert adalah individu yang
mempunyai ciri-ciri: suka belajar sendiri, berhati-hati dalam mengambil
keputusan, tenang dan rajin.
Untuk bisa memahami kepribadian seseorang maka diperlukan suatu
alat pemeriksaan untuk mengukur setiap perbedaan individu. Dalam hal ini,
Eysenck mengembangkan suatu kuesioner yang mengukur kepribadian
ekstrovert dan introvert yang pengaruhnya sangat luas, dalam arti dipakai
oleh banyak pakar untuk melakukan penelitian atau memahami klien, maupun
dalam arti menjadi ide untuk mengembangkan tes yang senada. Kuesioner ini
terdiri dari butir-butir sederhana yang melaporkan keadaan diri. Para
ekstrovert akan menjawab “ya” pada pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah
orang lain memandang anda sebagai orang yang penuh dengan semangat?
Apakah anda akan menjadi tidak bahagia jika anda tidak melihat banyak
orang dalam sebagian besar waktu anda? Apakah anda seringkali merindukan
kesenangan? Sementara untuk para introvert biasanya akan menjawab “ya”
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
19
untuk pertanyaan-pertanyaan seperti: pada umumnya, apakah Anda lebih
senang membaca daripada bertemu dengan orang lain? Apakah anda sering
kali menjadi pendiam jika sedang bersama orang lain? Apakah Anda berhenti
dan berpikir dahulu sebelum melaksanakan sesuatu?
Dari uraian di atas terlihat bahwa karakter orang-orang introvert,
mereka cenderung mempunyai intelegensi yang relatif tinggi. Kuswana
(2011) menjelaskan bahwa berpikir kritis tidak hanya melibatkan logika,
tetapi ada kesiapan antara kecerdasan yang tinggi seperti kejelasan,
kredibilitas, akurasi, presisi, relevansi, kedalaman, keluasan makna, dan
keseimbangan. Ketika kita meningkatkan keterampilan berpikir kritis, maka
kita dapat meningkatkan kecerdasan yang membantu meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah dan berpikir mendalam. Oleh karenanya
kecerdasan yang tinggi sebagaimana karakter orang-orang introvert secara
tidak langsung berkorelasi dengan kemampuan berpikir kritis. Sehingga para
introvert lebih berprestasi di sekolah dibandingkan para ekstrovert khususnya
dalam bidang studi yang lebih sukar seperti pada mata pelajaran matematika.
3. Materi Pelajaran
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi Relasi dan
Fungsi untuk siswa SMP/MTs kelas VIII semester gasal.
Adapun Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator kelas
VIII yang memuat materi Relasi dan Fungsi adalah sebagai berikut:
SK : 1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus
KD : 1.3 Memahami relasi dan fungsi
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
20
1.4 menentukan nilai fungsi
Indikator :
1.3.1 Menjelaskan pengertian relasi dan fungsi
1.3.2 Menjelaskan dengan kata-kata dan menyatakan masalah sehari-hari yang
berkaitan dengan relasi dan fungsi
1.3.3 Menyatakan relasi dan fungsi dengan diagram panah, diagram cartesius
dan himpunan pasangan berurutan
1.4.1 Menentukan nilai fungsi
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayanti (2016) dengan judul Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas IX pada Materi Kesebangunan
memperoleh hasil sebagai berikut, bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada
jenjang SMP tergolong rendah. Hal ini dikarenakan siswa yang memenuhi
masing-masing indikator kemampuan berpikir kritis siswa masih dibawah 50%.
Peneliti menggunakan 3 indikator analisis, evaluasi dan inferensi, dan semua
indikator terlihat masih tergolong rendah. Presentasi indikator kemampuan
berpikir kritis adalah pada indikator analisis siswa tergolong rendah yaitu
sebanyak 23% siswa yang menganalisis dengan baik, dan pada indikator evaluasi
dan inferensi juga masih rendah karena 100% siswa tidak dapat melakukan
evaluasi dan inferensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2017) dengan judul Profil
Pemecahan Masalah Matematika Konstektual Siswa SMP Ditinjau Dari Tipe
Kepribadian Ekstrovert dan Introvert memperoleh hasil sebagai berikut, pada
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
21
penelitian ini terdapat lima langkah dalam pemecahan masalah matematika
kontekstual, lima langkah tersebut diantaranya adalah membaca masalah,
mengeksplorasi, memilih strategi, menyelesaikan masalah dan merefleksi, dalam
setiap langkah tersebut yang dilakukan oleh siswa berbeda-beda antara siswa
dengan tipe kepribadian ektrovert dan siswa dengan tipe kepribadian introvert.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Hidayanti (2016) dengan
penelitian ini adalah sama-sama memfokuskan pada kemampuan berpikir kritis
siswa, sedangkan perbedaanya yaitu pada penelitian di atas memfokuskan pada
penjenjangan dari keseluruhan siswa dalam kemampuan berpikir kritis, sedangkan
penelitian ini memfokuskan kemampuan berpikir kritis matematis berdasarkan
tipe kepribadian ektrovert dan introvert. Kemudian selanjutnya persamaan
penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2016) dengan penelitian ini adalah sama-
sama meninjau dari tipe kepribadian, yaitu tipe kepribadian ektrovert dan
introvert, sedangkan perbedaanya adalah pada penelitian di atas memfokuskan
siswa dengan kemampuan pemecahan masalah matematika kontekstual ,
sedangkan penelitian ini fokus kepada kemampuan berpikir kritis matematis
berdasarkan tipe kepribadian ektrovert dan introvert.
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir bertujuan untuk memperoleh kejelasan menegenai
variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel yang akan diteliti adalah
kemampuan berpikir kritis matematis dan tipe kepribadian ekstrovert dan
introvert.
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
22
Berpikir kritis matematis adalah kemampuan seseorang untuk berfikir
secara beralasan dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan, mempertahankan
suatu pemikiran dan mengevaluasi keyakinan atau kebenaran yang mendasarinya
dengan membuktikannya untuk menentukan sebuah keputusan yang tepat dan
sistematis dalam menyelesaikan atau memecahkan suatu permasalahan
matematika. Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu ciri utama keberhasilan
dalam pembelajaran, terutama pada pembelajaran matematika. Pentingnya
berpikir terutama berpikir kritis dalam pembelajaran matematika yaitu agar siswa
dapat memahami dan menguasai matematika. Tidak berkembangnya kemampuan
berpikir kritis akan menghambat siswa dalam menyelesaikan masalah matematis.
Sementara itu dalam proses pembelajaran guru akan menemukan beragam
kepribadian siswa. Salah satu tipe kepribadian yang mudah dilihat adalah tipe
kepribadian ekstrovert dan intovert.Secara umum, orang ekstrovet mempunyai
pikiran, perasaan, dan tindakan yang terutama ditentukan oleh lingkungannya,
baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Atau dengan kata lain
orang ekstrovert pikirannya tertuju ke luar sedangkan orang introvert, pikiran,
perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh faktor subjektif dan
penyesuaian dengan dunia luar kurang baik.Singkatnya ekstrovert adalah orang
yang pandangannya objektif dan tidak pribadi, sedang introvert adalah orang yang
pandangannya subjektif dan individualis. Dua hal yang berbeda ini sedikit
banyaknya akan membedakan pola berpikirnya juga. Sehingga, ketika siswa
dihadapkan pada suatu masalah, maka siswa akan berpikir dengan pola pikirnya
masing-masing untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan guru mengetahui
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018
23
proses berpikir siswa dengan masing-masing tipe kepribadian, maka guru dapat
memaksimalkan proses belajar dan mampu memberikan umpan balik serta dapat
melakukan tindakan yang tepat untuk pemahaman siswa.
Kemampuan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kemampuan
berpikir kritis matematis. Materi yang akan digunakan untuk mengukur
kemampuan berpikir kritis matematis adalah materi relasi dan fungsi pada jenjang
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tipe kepribadian yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.
Deskripsi Kemampuan Berpikir... Novita Wieka Aprihatun, FKIP UMP, 2018