BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada...

48
7 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika, antara lain tentang Limit, Turunan, Turunan Fungsi Trigonometri dan Fungsi Hiperbolik, Aturan Rantai pada Turunan, Turunan Parsial, Persamaan Diferensial, Persamaan Diferensial Biasa, Persamaan Diferensial Parsial, Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas, Masalah Sturm- Liouville dan Fungsi Eigen, Deret Fourier, Metode Separasi Variabel, dan Keadaan Steady State. A. Limit Pemikiran tentang limit yang menyatakan bahwa berarti bahwa selisih antara dan dapat dibuat sekecil mungkin dengan mensyaratkan bahwa cukup dekat, tetapi tidak sama dengan (Purcell, 2010). Definisi 2.1 Limit (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 2010) Diberikan yang artinya untuk setiap yang nilainya sangat kecil, terdapat sedemikian sehingga dengan syarat atau dengan kata lain Sebagai ilustrasi dari definisi limit tersebut, perhatikan contoh berikut ini.

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

7

BAB II

KAJIAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan

pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

beberapa kajian matematika, antara lain tentang Limit, Turunan, Turunan Fungsi

Trigonometri dan Fungsi Hiperbolik, Aturan Rantai pada Turunan, Turunan

Parsial, Persamaan Diferensial, Persamaan Diferensial Biasa, Persamaan

Diferensial Parsial, Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas, Masalah Sturm-

Liouville dan Fungsi Eigen, Deret Fourier, Metode Separasi Variabel, dan

Keadaan Steady State.

A. Limit

Pemikiran tentang limit yang menyatakan bahwa berarti

bahwa selisih antara dan dapat dibuat sekecil mungkin dengan

mensyaratkan bahwa cukup dekat, tetapi tidak sama dengan (Purcell, 2010).

Definisi 2.1 Limit (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 2010)

Diberikan yang artinya untuk setiap yang nilainya sangat

kecil, terdapat sedemikian sehingga dengan syarat

atau dengan kata lain

Sebagai ilustrasi dari definisi limit tersebut, perhatikan contoh berikut ini.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

8

Contoh 2.2 Akan dibuktikan bahwa

Analisis Pendahuluan:

Akan ditentukan nilai dari , sebagai berikut

sehingga

Berdasarkan Persamaan (2.1) diperoleh nilai dari

Bukti baku:

Andaikan nilai dari , dan dipilih nilai dari

, sehingga didapatkan

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

9

B. Turunan

Konsep dasar dari turunan adalah perubahan suatu fungsi dalam sesaat.

Gambar (2.1) berikut diilustrasikan tentang konsep dari turunan. Misalkan

terdapat , dan dimana , serta .

Gambar (2.1) Ilustrasi Konsep Turunan

Berdasarkan Gambar (2.1) diperoleh

Apabila nilai diperkecil mendekati nol, sehingga Persamaan (2.2) menjadi

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

10

Jika nilai limit ini ada, maka nilai limit tersebut disebut dengan turunan

(perubahan nilai suatu fungsi sesaat) dari di .

Definisi 2.3 Turunan (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 2010)

Turunan pertama fungsi dinotasikan dengan yang nilainya pada

sebarang adalah

dengan syarat nilai limit dari f(x) ada.

Notasi dari turunan disimbolkan dengan notasi Leibniz

atau notasi

prima atau bisa dinotasikan sebagai

atau

.

Sebagai ilustrasi dari definisi turunan tersebut, perhatikan contoh berikut

ini.

Contoh 2.4 Akan ditentukan turunan pertama dari .

Menurut Definisi (2.3), sehingga

Jadi, turunan pertama dari adalah 3.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

11

C. Turunan Fungsi Trigonometri dan Hiperbolik

Adapun aturan-aturan atau teorema pencarian turunan fungsi trigonometri

adalah sebagai berikut.

Teorema 2.5 Turunan Fungsi Sin (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 2010)

Jika , maka .

Bukti:

Berdasarkan Definisi (2.3), sehingga

Terbukti.

Teorema 2.6 Turunan Fungsi Cos (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 2010)

Jika , maka .

Bukti:

Berdasarkan Definisi (2.3), sehingga

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

12

Terbukti.

Aturan-aturan atau teorema pencarian turunan fungsi hiperbolik adalah

sebagai berikut.

Bentuk lain dari

, sementara

.

Teorema 2.7 Turunan Fungsi Sinh (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 2010)

Jika , maka .

Bukti:

Karena bentuk lain dari adalah

, sehingga

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

13

Terbukti.

Teorema 2.8 Turunan Fungsi Cosh (Dale Varberg & Edwin J Purcell, 2010)

Jika , maka

Bukti:

Karena bentuk lain dari adalah

, sehingga

Terbukti.

D. Aturan Rantai pada Turunan

Sebelum membahas teorema aturan rantai pada turunan, perlu diketahui

sifat dasar dari suatu turunan. Dalam hal ini akan ditunjukkan hubungan antara

keberadaan turunan suatu fungsi pada titik terhadap kekontinuan suatu fungsi

tersebut pada titik .

Teorema 2.9 Kekontinuan Fungsi (Bartle, 2000)

Jika mempunyai turunan pada maka kontinu pada .

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

14

Bukti:

Diberikan interval , dan berlaku . Akan dibuktikan bahwa

kontinu pada dengan menunjukkan bahwa mendekati ketika

. Untuk setiap , sedangkan , sedemikian sehingga

Karena ada, maka nilai limitnya ada. Sehingga diperoleh

Karena selisih mendekati 0 ketika , dapat disumpulkan bahwa

. Sehingga kontinu pada .

Terbukti.

Pernyataan-pernyataan berikut merupakan ringkasan dari hubungan antara

kekontinuan dan turunan.

(i) Jika suatu fungsi memiliki turunan pada , maka fungsi tersebut

kontinu pada . Sehingga, turunan mengakibatkan kekontinuan.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

15

(ii) Ada kemungkinan suatu fungsi kontinu pada , tetapi tidak

memiliki turunan pada . Sehingga, kekontinuan tidak menjamin

adanya turunan.

Sebagai ilustrasi dari teorema kekontinuan tersebut, perhatikan contoh berikut ini.

Contoh 2.10 Diberikan fungsi

1. untuk

Merupakan fungsi yang memiliki turunan pada , sehingga fungsi

tersebut kontinu pada . Karena jika diambil diperoleh

.

2. untuk .

Merupakan fungsi yang kontinu, tetapi tidak punya turunan pada .

Karena untuk diperoleh,

untuk dan

untuk . Namun untuk nilai limitnya tidak

terdefinisi. Sehingga fungsi tersebut tidak punya turunan pada .

Aturan rantai dapat digunakan untuk mempermudah penurunan suatu

fungsi komposit. Fungsi komposit merupakan suatu fungsi yang variabel

bebasnya adalah suatu fungsi juga.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

16

Teorema 2.11 Aturan Rantai pada Turunan (Dale Varberg & Edwin J

Purcell, 2010)

Misalkan dan . Jika g terdiferensiasikan di dan

terdiferensiasikan di , maka fungsi komposit , yang didefinisikan

oleh adalah terdiferensiasikan di dan

yakni

atau

Bukti:

Misalkan bahwa dan , bahwa terdiferensiasikan di dan

bahwa terdiferensiasikan di Ketika diberikan pertambahan ,

terdapat pertambahan yang berkorespondensi dalam dan yang diberikan oleh

Jadi,

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

17

Berdasarkan Teorema (2.9) yang menyatakan bahwa jika punya turunan di ,

maka kontinu di , sehingga . Hal tersebut mengakibatkan ,

mengingat merupakan fungsi atas . Oleh karena itu,

Terbukti.

Pada penulisan bab III, aturan rantai digunakan dalam proses pengubahan

persamaan Laplace dari koordinat kartesius ke dalam koordinat polar. Sebagai

ilustrasi dari teorema mengenai aturan rantai pada turunan tersebut, perhatikan

contoh berikut ini.

Contoh 2.12 Diberikan fungsi

.

Akan ditentukan turunan pertama dari fungsi sebagai berikut.

Fungsi dapat dinyatakan sebagai dengan dan

. Karena dan

sehingga

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

18

Apabila menggunakan notasi Leibnitz, maka turunan dapat ditentukan sebagai

berikut.

Jika dimisalkan , dengan , maka

dan

. Sehingga

E. Turunan Parsial

Turunan parsial merupakan turunan dari sebuah fungsi dari beberapa

variabel terhadap salah satu variabel bebasnya, dengan menganggap semua

variabel bebas yang lainnya konstan (Spiegel, 1992).

Definisi 2.13 Turunan Parsial (Spiegel, 1992)

Misalkan suatu fungsi merupakan fungsi dari dua variabel dan , turunan

parsial dari terhadap dan berturut-turut dinyatakan oleh

dan

,

dengan definisi:

serta

jika limit-limit itu ada.

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

19

Andaikan bahwa adalah suatu fungsi dua variabel dan , dengan

menganggap konstan, maka adalah fungsi satu variabel .

Turunan fungsi di disebut turunan parsial terhadap di dan

dinyatakan oleh . Jadi

Dengan cara yang sama, turunan parsial terhadap di dinyatakan

dengan dan diberikan oleh

Sebagai ilustrasi dari definisi turunan parsial tersebut, perhatikan contoh berikut

ini.

Contoh 2.14 Akan ditentukan

dan

dari fungsi

Menurut Definisi (2.13) sehingga diperoleh

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

20

dan

F. Persamaan Diferensial

Dalam bagian ini akan dijelaskan tentang persamaan diferensial.

Definisi 2.15 Persamaan Diferensial (Ross, 1984)

Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat turunan dari satu atau

lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

21

Berdasarkan banyaknya variabel bebas, persamaan diferensial dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan

diferensial parsial. Berikut diberikan definisi persamaan diferensial biasa dan

persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.16 Persamaan Diferensial Biasa (Ross, 1984)

Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang memuat turunan

dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas.

Definisi 2.17 Persamaan Diferensial Parsial (Ross, 1984)

Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang memuat

turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu variabel

bebas.

Persamaan diferensial biasa (PDB) dinotasikan dengan notasi Leibniz

atau notasi prima , atau bisa juga

dinotasikan dengan

. Persamaan diferensial parsial (PDP)

dinotasikan dengan

untuk turunan pertama fungsi atas variabel tak bebas

terhadap variabel bebas . Untuk turunan parsial kedua, ketiga dan seterusnya

sampai turunan ke berturut-turut dinotasikan sebagai

.

Persamaan diferensial parsial juga bisa dinotasikan dengan untuk

turunan kedua fungsi atas variabel tak bebas terhadap variabel bebas .

Selanjutnya diberikan definisi order dan derajat persamaan diferensial.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

22

Definisi 2.18 Order Persamaan Diferensial (Ross, 1984)

Order persamaan diferensial adalah order tertinggi dari semua turunan yang

terdapat pada persamaan diferensial tersebut.

Definisi 2.19 Derajat Persamaan Diferensial (Ross, 1984)

Derajat persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari order tertinggi dari

semua turunan pada persamaan diferensial.

Sebagai ilustrasi dari definisi order dan derajat persamaan diferensial parsial

tersebut, perhatikan contoh berikut ini.

Contoh 2.20 Berikut ini contoh persamaan diferensial

(1)

, merupakan persamaan diferensial biasa berorder 2 dan

berderajat 1.

(2)

, merupakan persamaan diferensial parsial

berorder 2 dan berderajat 2.

Berdasarkan hubungan antara variabel tak bebas dan turunan-turunannya,

persamaan diferensial order dibagi menjadi dua yaitu persamaan diferensial

linear dan persamaan diferensial non linear.

Definisi 2.21 Persamaan Diferensial Linear (Ross, 1984)

Persamaan diferensial linear order dengan variabel bebas dan variabel tak

bebas dapat dinyatakan sebagai berikut

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

23

dengan .

Persamaan diferensial dikatakan muncul dalam bentuk linear jika memenuhi

syarat-syarat berikut ini:

(i) derajat dari variabel tak bebas dan turunan-turunannya adalah satu

(ii) tidak ada perkalian antara variabel tak bebas dengan turunan-turunannya

dan perkalian antara turunan dengan turunannya

(iii) tidak ada fungsi transenden dari variabel-variabel tak bebas.

Persamaan diferensial yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut disebut

persamaan diferensial non linear.

Diberikan persamaan diferensial parsial linear order dengan satu

variabel tak bebas dan dua variabel bebas dan yang terdefinisi pada domain

didefinisikan sebagai berikut:

dengan , dan fungsi dan konstanta yang

diberikan dalam variabel dan .

Definisi 2.22 Persamaan Diferensial Homogen (Humi, 1992)

Persamaan (2.3) disebut persamaan diferensial homogen jika .

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

24

Contoh 2.23 Berikut ini contoh-contoh persamaan diferensial

(1)

(2)

(3)

(4)

Contoh 2.23 (1) merupakan persamaan diferensial biasa, berorder enam,

berderajat satu, linear, dan homogen.

Contoh 2.23 (2) merupakan persamaan diferensial biasa, berorder tiga, berderajat

dua, non linear, dan non homogen

Contoh 2.23 (3) merupakan persamaan diferensial parsial, berorder tiga,

berderajat satu, linear, dan homogen,

Contoh 2.23 (4) merupakan persamaan diferensial biasa, berorder dua dan

berderajat satu, non linear, dan homogen,

Selanjutnya akan diberikan teorema mengenai prinsip superposisi yang

berlaku untuk persamaan diferensial homogen berorder .

Teorema 2.24 Prinsip Superposisi (Dennis G Zill, 2005)

Jika adalah penyelesaian dari persamaan diferensial homogen

berorde dari Persamaan (2.3) pada interval I, maka kombinasi linearnya

adalah

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

25

dengan untuk adalah konstanta, juga penyelesaian dalam

interval I.

Bukti:

Misalkan didefinisikan sebagai operator diferensial dan

adalah penyelesaian dari persamaan diferensial

homogen, sehingga Jika didefinisikan

, maka linearitas dari adalah

karena nilai dari maka

Terbukti.

Persamaan diferensial parsial linear order dua dengan variabel tak bebas

dan variabel bebas dan , yang terdefinisi pada domain mempunyai bentuk

umum sebagai berikut

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

26

Definisi 2.25 Klasifikasi Persamaan Diferensial Parsial (Humi, 1992)

Persamaan diferensial (2.4) disebut

(i) elliptik jika untuk semua

(ii) parabolik jika untuk semua

(iii) hiperbolik jika untuk semua

Sebagai ilustrasi dari definisi klasifikasi persamaan diferensial parsial linear order

dua tersebut, perhatikan contoh berikut ini.

Contoh 2.26 Persamaan diferensial

(1) Laplace

merupakan persamaan diferensial elliptik,

karena

(2) Panas

merupakan persamaan diferensial parabolik, karena

(3) Gelombang

merupakan persamaan diferensial

hiperbolik, karena

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

27

G. Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian Nilai Awal, Syarat

Batas serta Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas yang menyertai suatu persamaan

diferensial parsial. Mengingat apabila persamaan diferensial diselesaikan, maka

akan diperoleh suatu penyelesaian umum. Namun untuk memperoleh

penyelesaian khusus diperlukan adanya nilai awal dan syarat batas.

Menurut (Humi, 1992) yang dimaksud dengan nilai awal adalah kondisi

yang harus dipenuhi pada awal waktu tertentu . Dalam hal ini persamaan

Laplace merupakan persamaan yang tidak disertai dengan nilai awal, karena

persamaan Laplace tidak bergantung pada waktu. Sebagai contoh dari pengertian

nilai awal tersebut, diberikan suatu persamaan panas dengan nilai awal

. Nilai awal menyatakan bahwa suhu pada posisi

saat waktu adalah

Syarat Batas adalah suatu syarat atau kondisi yang harus dipenuhi pada

batas-batas domain terkait dengan ruang (Humi, 1992). Sebagai ilustrasi,

diberikan suatu persamaan panas dengan syarat batas dan

.

Syarat batas menunjukkan bahwa suhu pada posisi saat waktu

dipertahankan sebesar nol derajat, sedangkan

menunjukkan bahwa

perubahan suhu terhadap posisi saat waktu dipertahankan nol derajat.

Selanjutnya akan diuraikan mengenai jenis-jenis syarat batas untuk

persamaan diferensial parsial order dua. Diberikan domain dengan dan

merupakan titik-titik batas . Bentuk umum syarat batas adalah

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

28

dan

dengan

sebarang konstanta. Dalam (Humi, 1992) syarat batas dikatakan

(i) Dirichlet jika syarat batasnya memberikan nilai dari sebarang fungsi

pada atau dapat ditulis dan

dengan dan fungsi dalam variabel .

(ii) Neumann jika syarat batasnya memberikan nilai turunan terhadap

pada atau dapat ditulis

dan

dengan dan fungsi dalam variabel .

(iii) Robin jika syarat batasnya memberikan relasi linear antara dengan

pada atau dapat ditulis

dan

dengan sebarang konstanta serta dan fungsi dalam variabel .

Sebagai ilustrasi mengenai jenis-jenis syarat batas tersebut, perhatikan

contoh berikut ini.

Contoh 2.27 Diberikan persamaan diferensial

.

Syarat batas

(1) merupakan Syarat Batas Dirichlet.

(2)

merupakan Syarat Batas Neumann.

(3)

merupakan Syarat Batas Robin.

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

29

Selanjutnya akan diuraikan mengenai Masalah Nilai Awal dan Syarat

Batas atau disingkat MNASB. Masalah yang bersesuaian dengan persamaan

diferensial parsial akan rumit jika jumlah penyelesaian independen untuk

persamaan tersebut adalah tak terbatas (Humi, 1992). Sehingga formulasi lengkap

dari sistem fisik dalam hal persamaan diferensial parsial membutuhkan perhatian

tidak hanya untuk persamaan yang mengatur sistem tetapi juga untuk perumusan

yang benar dari kondisi batas maupun kondisi awal. Masalah nilai awal dan syarat

batas adalah masalah yang terdiri dari suatu persamaan diferensial yang

dilengkapi dengan nilai awal dan syarat batas. Kemudian jika masalah nilai awal

dan syarat batas tersebut diselesaikan maka akan diperoleh penyelesaian khusus.

Sebagai ilustrasi mengenai pengertian masalah nilai awal dan syarat batas

tersebut, perhatikan contoh berikut ini.

Contoh 2.28 Diberikan sebuah senar dengan panjang yang diikat pada kedua

ujungnya. Kemudian senar tersebut dipetik. Pergerakan senar pertama kali (saat

) mempunyai fungsi posisi untuk , sehingga diperoleh nilai

awal . Setelah dipetik, pergerakan di kedua ujung senar yang

terikat pada dan dipertahankan nol untuk . Sehingga diperoleh

syarat batas dan

Jadi diperoleh Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas sebagai berikut

dengan nilai awal

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

30

dan syarat batas

H. Masalah Sturm-Liouville dan Fungsi Eigen

Definisi 2.29 Masalah Sturm-Liouville (Dean G. Duffy, 2003)

Diberikan persamaan diferensial linear berorde 2 berikut ini

dengan syarat batas

Dalam hal ini nilai dari dan merupakan fungsi bilangan real

atas sedangkan adalah suatu parameter. Nilai dari merupakan

suatu konstanta real, sedangkan nilai dari dan merupakan suatu fungsi

yang kontinu dan positif yang terletak pada interval Persamaan (2.5)

disebut sebagai persamaan Sturm-Liouville dan bersama-sama dengan syarat

batas pada Persamaan (2.6) dan (2.7), membentuk suatu Masalah Sturm-

Liouville.

Jika diperhatikan pada Persamaan (2.5), masalah tersebut mempunyai

penyelesaian untuk setiap nilai yaitu , . Penyelesaian

tersebut dinamakan dengan penyelesaian trivial. Tetapi akan diperoleh

penyelesaian lain yang tak nol jika mengambil nilai tertentu, maka penyelesaian

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

31

tersebut dinamakan penyelesaian non trivial. Nilai yang bersesuaian dinamakan

nilai eigen dan fungsinya disebut sebagai fungsi eigen.

I. Persamaan Karakteristik

Diberikan persamaan diferensial homogen berorder dua dengan variabel

tak bebas dan variabel bebas yang terdefinisi pada domain sebagai berikut

dengan dan merupakan suatu konstanta. Untuk memudahkan mencari

penyelesaian Persamaan (2.8) diperlukan suatu persamaan karakteristik yang

sepadan dengan persamaan tersebut. Persamaan karakteristik dapat diperoleh

dengan melakukan subtitusi

dan berturut-turut oleh dan .

Sehingga dalam hal ini persamaan karakteristik yang sepadan dengan Persamaan

(2.8) adalah

Persamaan karakteristik yang diperoleh berupa persamaan pangkat biasa

yang dapat diselesaikan dengan melakukan pemfaktoran sehingga diperoleh akar-

akar karakteristik. Secara umum, akar-akar karakteristik dari suatu persamaan

diferensial linear homogen orde 2 menurut (Ross, 1984) dibedakan menjadi tiga,

yaitu

1. Akar-akar karakteristik riil berbeda.

Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.9) adalah

dan dengan , maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.9)

adalah

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

32

2. Akar-akar karakteristik riil kembar.

Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.9) suatu akar

riil kembar yaitu , maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.9) adalah

3. Akar-akar karakteristik bilangan kompleks.

Misalkan akar dari persamaan karakteristik pada Persamaan (2.9) adalah

dan , maka penyelesaian umum dari Persamaan (2.9)

adalah

Sebagai ilustrasi dari definisi persamaan karakteristik dan akar-akar karakteristik

tersebut, perhatikan contoh berikut ini.

Contoh 2.30

1. Akan ditentukan penyelesaian umum dari

Persamaan karakteristik yang sepadan dengan Persamaan (2.13) adalah

dan

Karena diperoleh akar-akar karakteristik riil berbeda, sehingga berdasarkan

Persamaan (2.10) diperoleh penyelesaian umum Persamaan (2.13) sebagai berikut

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

33

2. Akan ditentukan penyelesaian umum dari

Persamaan karakteristik yang sepadan dengan Persamaan (2.14) adalah

.

Karena diperoleh akar-akar karakteristik riil kembar, sehingga berdasarkan

Persamaan (2.11) diperoleh penyelesaian umum Persamaan (2.13) sebagai berikut

J. Deret Fourier

Pada bagian ini akan dibahas mengenai Deret Fourier.

Definisi 2.31 Fungsi Periodik (Humi, 1992)

Diberikan fungsi yang terdefinisi untuk setiap . Fungsi dikatakan

periodik dengan periode jika , dengan

Contoh 2.32

(1) Fungsi adalah fungsi yang periodik dengan periode 2 . Sebab

.

(2) Fungsi adalah fungsi yang periodik dengan periode

.

Sebab

Kemudian diberikan definisi Deret Fourier.

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

34

Definisi 2.33 Deret Fourier (Humi, 1992)

Diberikan fungsi yang terdefinisi pada interval . Deret Fourier

fungsi tersebut adalah

dengan

dan

Contoh 2.34 Akan ditentukan Deret Fourier dari

Berdasarkan Definisi (2.33) tentang Deret Fourier, sehingga diperoleh nilai dari

Page 29: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

35

Jadi, Deret Fourier dari adalah

(Mayer Humi & William B. Miller, 1992).

Kemudian diberikan definisi fungsi genap dan fungsi ganjil.

Definisi 2.35 Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil (Humi, 1992)

Diberikan fungsi terdefinisi pada interval . Fungsi

dikatakan sebagai fungsi genap jika pada interval dan

dikatakan sebagai fungsi ganjil jika pada interval .

Page 30: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

36

Contoh 2.36

1. Fungsi merupakan fungsi ganjil, karena

untuk setiap pada interval .

2. Fungsi merupakan fungsi genap, karena

untuk setiap pada interval .

3. Fungsi bukan merupakan fungsi genap maupun fungsi ganjil

karena

Kemudian dibahas mengenai Deret Fourier sinus dan Deret Fourier

cosinus.

Teorema 2.37 Deret Fourier Sinus (Humi, 1992)

Diberikan fungsi terdefinisi pada interval dan dapat diperluas

sebagai fungsi ganjil pada interval Jika Deret Fourier dari ada,

maka Deret Fourier tersebut berbentuk

dengan

Page 31: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

37

Bukti:

Diketahui fungsi terdefinisi pada interval dan dapat diperluas

sebagai fungsi ganjil pada interval Deret Fourier dari ada,

sehingga Deret Fourier tersebut adalah

dengan

Dimisalkan , sehingga diperoleh

Page 32: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

38

Karena merupakan fungsi ganjil dan merupakan fungsi

genap, sehingga diperoleh

dan

Page 33: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

39

Karena merupakan fungsi ganjil dan merupakan fungsi

ganjil, diperoleh

Jadi terbukti bahwa Deret Fourier untuk adalah

dengan

Deret Fourier ini disebut Deret Fourier sinus fungsi .

Contoh 2.38 Diberikan fungsi

Page 34: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

40

Akan ditentukan Deret Fourier sinus untuk fungsi tersebut.

Berdasarkan Teorema 2.37 maka Deret Fourier sinus dari fungsi adalah

dengan

Jadi, Deret Fourier dari adalah

Page 35: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

41

Teorema 2.39 Deret Fourier Cosinus (Humi, 1992)

Diberikan fungsi terdefinisi pada interval dan dapat diperluas

sebagai fungsi genap pada interval Jika Deret Fourier dari ada,

maka Deret Fourier tersebut berbentuk

dengan

Bukti :

Diketahui fungsi terdefinisi pada interval dan dapat diperluas sebagai

fungsi genap pada interval Deret Fourier dari ada, sehingga Deret

Fourier tersebut adalah

dengan

Page 36: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

42

Dimisalkan , sehingga diperoleh

karena merupakan fungsi genap, maka

Page 37: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

43

Karena dan merupakan fungsi genap, sehingga diperoleh

Jadi terbukti bahwa Deret Fourier untuk adalah

dengan

Torema 2.39 disebut juga deret Fourier cosinus.

Deret Fourier ini disebut Deret Fourier cosinus fungsi .

Page 38: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

44

Contoh 2.40 Diberikan fungsi

Akan ditentukan Deret Fourier cosinus untuk fungsi tersebut.

Berdasarkan Teorema 2.39 maka Deret Fourier cosinus dari fungsi adalah

dengan

dan

Page 39: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

45

Jadi Deret Fourier cosinus dari fungsi adalah

K. Metode Separasi Variabel

Metode Separasi Variabel adalah metode untuk mencari penyelesaian

persamaan diferensial dengan cara mengasumsikan penyelesaian tersebut

merupakan perkalian dari fungsi-fungsi variabel bebas yang ada pada persamaan

diferensial tersebut. Metode separasi variabel bertujuan untuk mereduksi

persamaan diferensial parsial yang diberikan menjadi bentuk persamaan

diferensial biasa. Dengan demikian persamaan diferensial parsial tersebut lebih

mudah untuk dicari penyelesaiannya.

Page 40: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

46

Diberikan persamaan diferensial linear homogen dengan variabel bebas

dan , serta variabel tak bebas yang dilengkapi dengan syarat batas tertentu.

Diasumsikan penyelesaian dari persamaan diferensial tersebut adalah

Langkah-langkah penyelesaian persamaan diferensial tersebut dengan

metode separasi variabel yaitu sebagai berikut (Humi, 1992):

1. Persamaan disubstitusi ke persamaan diferensial.

2. Hasil dari langkah (1) dibagi dengan .

3. Jika hasil dari langkah (2) dapat dinyatakan sebagai jumlahan suku-suku

yang hanya tergantung dari dan suku-suku yang hanya tergantung dari ,

maka dengan konstanta pemisah atau akan didapat sistem dua

persamaan diferensial biasa.

4. Gunakan syarat batas yang diberikan untuk menentukan syarat batas untuk

persamaan diferensial biasa dari langkah (3).

5. Selesaikan persamaan diferensial (Masalah syarat Batas) hasil dari langkah

(3) dan langkah (4).

6. Diperoleh , yang merupakan penyelesaian dari

persamaan diferensial di atas. Kemudian dengan prinsip superposisi

ditentukan penyelesaian umumnya.

7. Gunakan nilai awal yang diberikan, kemudian ditentukan penyelesaian

Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas.

Contoh 2.41 Diberikan persamaan diferensial parsial

Page 41: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

47

dengan syarat batas

dan nilai awal

Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (2.15) sampai (2.17) akan diselesaikan

dengan menggunakan metode Separasi Variabel. Jika diasumsikan

adalah penyelesaian dari MNASB di atas maka langkah-langkah

penyelesaiannya sebagai berikut:

1. Persamaan disubstitusikan ke Persamaan (2.15)

sehingga diperoleh

2. Persamaan (2.18) dibagi dengan sehingga diperoleh

atau

3. Untuk mendapatkan dua persamaan diferensial biasa dari Persamaan (2.19),

digunakan konstanta pemisah – sehingga

Dari Persamaan (2.20) diperoleh dua persamaan diferensial biasa yaitu

Page 42: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

48

dan

4. Jika digunakan syarat batas (2.16) yaitu dengan

pada persamaan maka diperoleh

dan

Berdasarkan Persamaan (2.20) disyaratkan , sehingga

.

5. Diperoleh Masalah Sturm-Liouville sebagai berikut

Selanjutnya dicari penyelesaian non trivial dari Masalah Sturm-

Liouville (2.22a) dan (2.22b) yang dapat ditinjau menjadi tiga

kemungkinan yaitu untuk dan .

Kemungkinan 1 :

Dari persamaan (2.22a) didapat , penyelesaiannya

adalah , dengan A dan B konstanta sebarang. Jika

digunakan syarat batas (2.22b) yaitu , maka diperoleh

. Jadi untuk Masalah Syarat Batas (2.22a) dan (2.22b)

mempunyai penyelesaian trivial.

Page 43: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

49

Kemungkinan 2 :

Persamaan (2.22a) mempunyai persamaan karakteristik

Karena diketahui , persamaan karakteristiknya

menjadi , dan akar-akar karakteristiknya adalah dan – yang

bernilai real. Penyelesaian Persamaan (2.22a) adalah

dengan dan konstanta sebarang. Jika digunakan syarat batas

(2.22b) yaitu , maka diperoleh

dan

Karena , sehingga . Penyelesaian Masalah Sturm-

Liouville (2.22a) dan (2.22b) adalah penyelesaian trivial .

Jadi untuk Masalah Syarat Batas (2.22a) dan (2.22b)

mempunyai penyelesaian trivial.

Kemungkinan 3 :

Page 44: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

50

Persamaan (2.22a) mempunyai persamaan karakteristik

. Karena diketahui , persamaan karakteristiknya menjadi

, dan akar-akar karakteristiknya adalah bilangan kompleks

dan – . Penyelesaian Persamaan (2.22a) adalah

dengan dan konstanta sebarang. Jika digunakan syarat batas

(2.16b) yaitu , maka diperoleh

dan

Agar mempunyai penyelesaian non trivial diambil sehingga

diperoleh

Jadi untuk Masalah Sturm-Liouville (2.22a) dan (2.22b) mempunyai

penyelesaian non trivial

dengan Nilai Eigen

dan konstanta sebarang,

Jadi penyelesaian Masalah Sturm-Liouville (2.22a) dan (2.22b) adalah

Page 45: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

51

dengan Nilai Eigen

dan konstanta sebarang,

Kemudian dicari penyelesaian untuk persamaan (2.21a).

Telah diketahui bahwa

sehingga diperoleh

Persamaan (2.24) diintegralkan terhadap , sehingga diperoleh

dengan .

Page 46: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

52

6. Persamaan (2.23) dan (2.25) disubstitusi ke persamaan ,

sehingga diperoleh

atau

dengan

Kemudian dengan menggunakan prinsip superposisi, diperoleh

penyelesaian dari Masalah Syarat Batas tersebut yaitu

7. Berdasarkan nilai awal (2.17) yaitu , sehingga Persamaan

(2.27) menjadi

Kalikan Persamaan (2.28) dengan fungsi yang orthogonal dengan

yaitu

, sehingga diperoleh

Kemudian integralkan kedua ruas pada Persamaan (2.29) diperoleh

Page 47: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

53

Bentuk orthogonal yang berada di ruas kanan pada Persamaan (2.30)

nilainya akan sama dengan nol, kecuali jika , sehingga Persamaan

(2.30) menjadi

Jadi, penyelesaian Masalah Nilai Awal dan Syarat Batas (2.15) sampai

(2.17) adalah

dengan

I. Keadaan Steady State

Keadaan steady state merupakan kondisi dimana sifat-sifat suatu sistem

tidak berubah dengan berjalannya waktu (Freedman, 2008). Jika dimisalkan

terdapat suatu sistem dengan variabel tak bebas dan variabel bebas dan . Hal

Page 48: BAB II KAJIAN TEORI - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/43488/3/BAB II.pdf · KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan ... Selanjutnya

54

ini berarti untuk setiap nilai dari sistem tersebut, turunan parsial terhadap waktu

adalah nol.

Keadaan ini dapat diekspresikan pada sebuah lempengan logam berbentuk

persegi panjang ataupun berbentuk lingkaran yang diberi sumber panas pada sisi-

sisinya. Sebelum mencapai steady state, suhu pada lempengan logam tersebut

akan merambat dan mengalami perubahan. Perubahan suhu yang terjadi disebut

keadaan transien. Pada hal ini perambatan suhu merupakan jenis perambatan dua

dimensi, dimana perambatan yang terjadi bergantung pada posisi atau

. Proses perambatan ini terjadi karena pada masing-masing sisi telah diberi

sumber panas sehingga pada waktu tertentu akan mencapai keadaan steady state.