BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS -...

28
11 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS 2.1 Kajian Teori dan Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemangku Kepentingan Konsep pemangku kepentingan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari pemikiran manusia dalam seluruh aspek kehidupannya, utamanya dalam upaya pemberdayaan pendidikan. Dalam tradisi lama, pemangku kepentingan atau stakeholder dipahami sebagai orang yang menanamkan investasi atau pemilik sebuah bisnis. Akan tetapi kini pengertian stakeholder tidak semata pada individu tapi bisa juga kelompok. Oleh karena itu akhir-akhir ini dikenal bahwa stakeholder adalah individu atau kelompok yang memiliki satu atau lebih jenis-jenis usaha (bisnis) di mana stakeholder bisa terdiri dari berbagai fungsi, pelaksana, pemegang kebijakan, pengaman dan pela- ku bisnis itu sendiri. Namun secara operasional dapat dikatakan stakeholder adalah kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. Menurut Affandi (2009) walaupun banyak ragam, stakeholder pendidikan dibagi dalam tiga kategori utama, yaitu sekolah, pemerintah dan masyarakat.

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS -...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

11

BAB II

KAJIAN TEORI DAN

KERANGKA TEORETIS

2.1 Kajian Teori dan Kerangka Teoritis

2.1.1 Pemangku Kepentingan

Konsep pemangku kepentingan kini menjadi

bagian tak terpisahkan dari pemikiran manusia dalam

seluruh aspek kehidupannya, utamanya dalam upaya

pemberdayaan pendidikan. Dalam tradisi lama,

pemangku kepentingan atau stakeholder dipahami

sebagai orang yang menanamkan investasi atau

pemilik sebuah bisnis. Akan tetapi kini pengertian

stakeholder tidak semata pada individu tapi bisa juga

kelompok. Oleh karena itu akhir-akhir ini dikenal

bahwa stakeholder adalah individu atau kelompok

yang memiliki satu atau lebih jenis-jenis usaha (bisnis)

di mana stakeholder bisa terdiri dari berbagai fungsi,

pelaksana, pemegang kebijakan, pengaman dan pela-

ku bisnis itu sendiri. Namun secara operasional dapat

dikatakan stakeholder adalah kelompok atau individu

yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan

dan kelangsungan hidup organisasi.

Menurut Affandi (2009) walaupun banyak ragam,

stakeholder pendidikan dibagi dalam tiga kategori

utama, yaitu sekolah, pemerintah dan masyarakat.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

12

Sekolah, termasuk di dalamnya adalah para guru,

kepala sekolah, murid dan tata usaha sekolah.

Pemerintah diwakili oleh para pengawas, penilik, dinas

pendidikan, walikota, sampai menteri pendidikan

nasional. Masyarakat yang berkepentingan dengan

pendidikan adalah orang tua murid, pengamat dan

ahli pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, peru-

sahaan atau badan yang membutuhkan tenaga terdi-

dik, toko buku, kontraktor pembangunan sekolah,

penerbit buku, penyedia alat pendidikan, dan lain-lain.

Warsono, dkk (2009: 20) mengatakan bahwa

istilah 'pemangku kepentingan' merujuk kepada

pihak-pihak atau kelompok yang mempengaruhi

ataupun yang dipengaruhi oleh keputusan, kebijakan,

dan operasi suatu organisasi. Pemangku kepentingan

perusahaan dapat meliputi pelanggan, karyawan,

pemegang saham, media, pemerintah, asosiasi profesi

dan asosiasi perdagangan, aktivitas sosial dan ling-

kungan, dan organisasi-organisasi non pemerintah.

Selanjutnya Jalal (2001) berpendapat bahwa

sosok masyarakat masa depan yang berkepentingan

dalam suatu organisasi adalah masyarakat yang

memiliki kemampuan sendiri untuk menetapkan

idealisasi masa depannya, memilih alternatif kebijakan

yang akan ditempuh, mengelola jalannya kehidupan,

dan mengadakan kontrol sosial sendiri. Semua itu

tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara

bottom-up, dan dalam upaya pemberdayaan masya-

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

13

rakat, perlu dilakukan pembenahan sebagai kebijakan

dasar.

Sejalan dengan beberapa pendapat di atas maka

dalam penelitian ini akan difokuskan pada bagaimana

peran komite sekolah yang merupakan wadah dari

aspirasi masyarakat, dalam hal ini orang tua murid

sebagai salah satu unsur masyarakat yang berkepen-

tingan terhadap dunia pendidikan.

2.2 Komite Sekolah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 3 menyata-

kan bahwa Komite Sekolah/Madrasah sebagai lemba-

ga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan

mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,

arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,

serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan

pendidikan. Dengan kata lain komite sekolah adalah

badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat

dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan dan

efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan

haik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan

sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah

(Kepmendiknas No. 044/U/2002). Esensi dari partisi-

pasi komite sekolah adalah peningkatan kualitas

pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah

yang dapat mengubah pola pikir, keterampilan, dan

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

14

distribusi kewenangan atas individu dan masyarakat.

Hal tersebut dapat memperluas kapasitas manusia

untuk meningkatkan taraf hidup dalam sistem

manajemen pemberdayaan sekolah.

Menurut Hasbullah (2006: 95), pemberdayaan

komite sekolah secara optimal, termasuk dalam

mengawasi penggunaan keuangan, transparansi

alokasi dana pendidikan lebih dapat dipertanggung

jawabkan. Pengembangan pendidikan secara lebih

inovatif juga akan semakin memungkinkan, disebab-

kan lahirnya ide-ide cemerlang, dan kreatif semua

pihak terkait stakeholder pendidikan.

Konsep pelibatan masyarakat dalam penyeleng-

garaan sekolah yang terkandung di dalamnya memer-

lukan pemahaman berbagai pihak terkait di mana

posisinya dan apa menfaatnya. Posisi komite sekolah

berada di tengah-tengah antara orang tua murid,

murid, guru, masyarakat setempat, dan kalangan

swasta di satu pihak, dengan pihak sekolah sebagai

satu institusi. Kepala sekolah, dinas pendidikan dan

pemerintah berada di pihak lainnya. Komite sekolah

bertugas menjembatani kepentingan' keduanya.

Penyelenggaraan pendidikan adalah pelayanan pendi-

dikan pada satuan pendidikan dengan mengacu ke-

pada standar pelayanan minimal maliputi: kurikulum,

peserta didik, ketenagaan, sarana prasarana, organi-

sasi, pembiayaan, manajemen sekolah, dan peranserta

masyarakat.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

15

Pemberdayaan komite sekolah adalah suatu

pengaturan atau pemanfaatan potensi yang ada pada

badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat

dalam rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan

efisiensi pengelolaan pendidikan pada satuan pendi-

dikan. Sagala (2008: 19) menyatakan peranserta

masyarakat mendukung manajemen sekolah adalah

sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan menjadi

keharusan, agar peranserta masyarakat menjadi

sebuah sistem yang terorganisasi.

Komite sekolah juga menjadi wadah bagi orang

tua atau masyarakat yang peduli pendidikan di

sekolah seperti membantu menyediakan fasilitas pem-

belajaran, meningkatkan kesejahteraan guru. Intinya

tugas komite sekolah dapat membantu mempercepat

atau mengoptimalkan upaya peningkatan mutu pendi-

dikan, dan memberikan pemahaman kepada masya-

rakat sekitar tentang program-program yang akan

dilaksanakan oleh sekolah.

Dalam keputusan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 044/U/2002, tujuan pembentukan komite

sekolah adalah:

Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta pra-karsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan

operasional dan program pendidikan di satuan

pendidikan;

Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

16

Menciptakan suasanan dan kondisi transparan, akuntabel dan demokratis dalam penyelengga-

raan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di

satuan pendidikan.

Sedangkan fungsi Komite Sekolah adalah:

Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidik-

an yang bermutu;

Melakukan kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;

Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan

yang diajukan oleh masyarakat;

Memberikan masukan, pertimbangan, dan reko-mendasi kepada satuan pendidikan mengenai:

kebijakan dan program pendidikan, rencana

anggaran pendidikan dan belanja sekolah, krite-ria kinerja satuan pendidikan kriteria tenaga

pendidikan, kriteria fasilitas pendidikan, hal-hal

lain yang terkait dengan pendidikan;

Mendorong orang tua dan masyarakat berparti-sipasi dalam pendidikan guna mendukung

peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;

Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;

Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan

keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan

Pendidikan dan Komite Sekolah menyebutkan bahwa

keanggotaan Komite Sekolah terdiri dari:

(a) Unsur masyarakat yang dapat berasal dari orang

tua/wali peserta didik; Tokoh masyarakat; Tokoh

pendidikan; dunia usaha/industri; organisasi pro-

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

17

fesi tenaga kependidikan; wakil alumni; serta wakil

peserta didik; (b) Unsur dewan guru, yayasan/

lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertim-bangan Desa.

Gambar 1 berikut menampilkan hubungan

antara Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan, Komite

Sekolah dan Satuan Pendidikan.

Sumber: Kepmendiknas no.044/U/2002

Gambar 1 Hubungan Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan,

Komite Sekolah dan Satuan Pendidikan

2.3 Manajemen Berbasis Sekolah

Pengertian manajemen berbasis sekolah (MBS)

secara leksikal berasal dari tiga kata yaitu manajemen,

berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses

Walikota

Sekda

Dinas Pendidikan

Satuan Pendidikan

Dewan Pendidikan

Komite Sekolah Institusi lain

Komisi DPRD

DRPD

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

18

menggunakan sumber daya yang efektif untuk men-

capai sasaran; berbasis memiliki kata dasar basis yang

berarti dasar atau azas; sekolah adalah lembaga untuk

belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan

memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal

tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai pengguna-

an sumber daya yang berdasarkan pada sekolah itu

sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran

(Sukmadinata, dkk, 2006:1).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Pasal 51, ayat (1) disebutkan bahwa penge-

lolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berda-

sarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip

manajemen berbasis sekolah/madrasah.

Penjelasan pasal 51, ayat (1) menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan manajemen berbasis

sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen

pendidikan pada satuan pendidikan, dalam hal ini

kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh

komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan

pendidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah

upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai

isyu kebijakan dan melibatkan banyak lini kewenang-

an dalam pengambilan keputusan serta tanggung

jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

19

yang diambil. Oleh sebab itu, semua pihak yang

terlibat perlu memahami benar pengertian MBS,

manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan

yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi

belajar murid.

Slamet P.H. (2002) menegaskan bahwa MBS

adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber

daya yang dilakukan secara mandiri/otomatis oleh

sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk

mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan

nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepen-

tingan yang terkait dengan sekolah secara langsung

dalam pengambilan keputusan (partisipatif) sesuai

standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah

pusat, provinsi dan kaupaten/kota.

Selanjutnya Dikmenum (2005) menyebutkan

bahwa MBS adalah suatu konsep yang menempatkan

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan

pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat

dengan proses belajar mengajar.

Sementara itu Duhou (dalam Relawati, 2004: 19)

mengatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS) merupakan bentuk pengalihan kewenangan dari

pemerintah ke sekolah dan masyarakat untuk menge-

lola sendiri sekolahnya. Asumsinya adalah bahwa

dengan pelimpahan dan tanggung jawab yang mening-

kat ke sekolah, serta proporsi dana lebih besar dalam

mendukung pencapaian tujuan kebijakan sesuai

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

20

dengan serangkaian garis pedoman kebijakan yang

lebih eksplisit, dan meletakkan strategi manajemen

prestasi yang terartikulasi di atas perencanaan

tersebut, akan memudahkan serta mendorong pening-

katan efektivitas dan efisiensi dalam pendidikan

publik.

Sejalan dengan pendapat Duhou, Mulyasa (2006:

24) mendefinisikan manajemen berbasis sekolah

sebagai paradigma baru pendidikan yang memberikan

otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masya-

rakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Otonomi diberikan agar sekolah lebih leluasa menge-

lola sumber daya dan sumber dana dengan mangalo-

kasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta

lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Hasbullah (2007: 80) menyebutkan manajemen

berbasis sekolah pada dasarnya dimaksudkan untuk

mengurangi peran pemerintah dalam penyelenggaraan

pendidikan, tetapi memberikan kesempatan kepada

masyarakat seluas-luasnya memberikan kontribusi

berupa gagasan dan pelaksanaan pendidikan di

tempat mereka masing-masing.

Masyarakat dalam pertisipasinya agar lebih

memahami kompleksitas pendidikan, membantu serta

turut mengontrol pengelolaan pendidikan, dan MBS

menuntut perubahan perilaku kepala sekolah, guru

dan tenaga administrasi menjadi lebih profesional dan

manajerial dalam pengelolaan sekolah.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

21

School-based Management merupakan bentuk

adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi

masyarakat yang tinggi dan dalam kerangka kebijakan

pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah

dapat leluasa mengelola sumber daya dengan menga-

lokasikan dana sesuai dengan prioritas kebutuhan,

serta agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan

setempat. Masyarakat dituntut partisipasinya agar

mereka lebih memahami pendidikan, membantu, serta

mengontrol pengelolaan pendidikan. Kebijakan nasio-

nal yang menjadi prioritas pemerintah harus pula

dilakukan oleh sekolah. Dalam MBS, sekolah dituntut

memiliki "accountability" baik kepada masyarakat,

maupun pemerintah (Tim Teknis, 1999:10).

Menurut Slamet (2000:2) bahwa "manajemen

berbasis sekolah" adalah pengkoordinasian dan penye-

rasian sumber daya yang dilakukan secara otonomi

(mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manaje-

men untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka

pendidikan nasional, dengan melibatkan semua

kelompok dalam kerangka kepentingan yang terkait

dengan sekolah secara langsung dalam proses peng-

ambilan keputusan (partisipatif).

Otonomi sekolah dapat diartikan sebagai kewe-

nangan sekolah untuk mengatur dan mengurus

kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi warga sekolah dengan peraturan

perundang-undangan pendidikan nasional yang ber-

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

22

laku. Pengertian kemandirian adalah harus didukung

oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan meng-

ambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemo-

krasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan

memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara

pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi

yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-

persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif,

kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan ke-

mampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pengertian pengambilan keputusan partisipatif

adalah suatu cara mengambil keputusan melalui

penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik,

dimana warga sekolah didorong untuk terlibat secara

langsung dalam proses pengambilan keputusan yang

akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan

sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika

seseorang dilibatkan/berpartisipasi dalam pengambil-

an keputusan, maka yang bersangkutan akan ada

"rasa memiliki" terhadap keputusan tersebut, dan juga

akan bertanggungjawab serta berdedikasi sepenuhnya

untuk mencapai tujuan sekolah.

Berdasarkan uraian tentang pengertian manaje-

men berbasis sekolah tersebut di atas, maka yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah penger-

tian sesuai dengan penjelasan pasal 51, ayat (1)

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yaitu bahwa yang dimaksud

dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

23

adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada

satuan pendidikan, dalam hal ini kepala sekolah/

madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/

madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.

2.4 Peran Komite Sekolah dalam Manaje-

men Berbasis Sekolah

Mulyasa (2006: 50) menyatakan hubungan seko-

lah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan

suatu sarana yang sangat berperan dalam membina

dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta

didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masya-

rakat bertujuan antara lain untuk memajukan kua-

litas pembelajaran dan pertumbuhan anak, memper-

kokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan

penghidupan masyarakat menggairahkan masyarakat

untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

Jalal (2001) berpendapat bahwa pendidikan

dengan segala persoalannya tidak mungkin diatasi

hanya oleh lembaga persekolahan. Untuk melaksana-

kan program-programnya sekolah perlu mengundang

berbagai pihak (keluarga, masyarakat, dan dunia

usaha/industri) untuk berpartisipasi secara aktif

dalam berbagai program pendidikan. Partisipasi ini

perlu dikelola dan dikoordinasikan secara baik agar

lebih bermakna bagi sekolah terutama dalam mening-

katkan mutu dan efektivitas pendidikannya. Partisi-

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

24

pasi masyarakat tidak seharusnya hanya dalam

bentuk dana, melainkan juga sumbangan pikiran dan

tenaga.

Selanjutnya Mulyasa (2006:151) menyebutkan

bahwa dalam rangka manajemen berbasis sekolah,

hubungan sekolah dengan masyarakat dapat dijalin

melalui dewan sekolah, BP3, rapat bersama, kon-

sultasi, radio dan televisi, surat dan telepon, pameran

sekolah, serta ceramah.

Sementara itu Suparlan dalam Pengantar

Pemberdayaan Komite Sekolah menyatakan bahwa

dalam paradigma lama, hubungan keluarga, sekolah,

dan masyarakat dipandang sebagai institusi yang

terpisah-pisah. Pihak keluarga dan masyarakat dipan-

dang tabu untuk ikut campur tangan dalam penye-

lenggaraan pendidikan di sekolah, apalagi sampai

masuk ke wilayah kewenangan profesional.

Menurut Ihsan (2003: 90) bahwa orang tua anak

meletakkan dasar-dasar pendidikan di dalam rumah

tangga terutama dalam segi pembentukan kepriba-

dian, nilai-nilai luhur moral dan agama sejak kela-

hirannya. Kemudian dilanjutkan dan dikembangkan

dengan berbagai materi pendidikan berupa ilmu dan

keterampilan yang dilakukan oleh sekolah. Orang tua

siswa menilai dan mengawasi hasil didikan yang

dilakukan oleh sekolah. Kemudian pendidikan di

lingkungan masyarakat ikut pula berperanserta

mengontrol, menyalurkan dan membina serta mening-

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

25

katkannya, karena masyarakat adalah lingkungan

pemakai atau the user dari produk pendidikan yang

diberikan oleh rumah tangga dan sekolah.

Hubungan sekolah dengan mayarakat menurut

Mulyasa (2006) bertujuan antara lain untuk:

(1) Memajukan kualitas pembelajaran; (2) Mem-

perkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup

dan penghidupan masyarakat; dan (3) Menggairah-

kan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

Hubungan yang harmonis antara sekolah dengan

masyarakat yang diwadahi dalam organisasi komite

sekolah, sangat diharapkan mampu mengoptimalkan

peranserta orang tua dan masyarakat dalam mema-

jukan program pendidikan dalam bentuk seperti orang

tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas

pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemi-

kiran atau sumbang saran yang diperlukan untuk

kemajuan sekolah. Orang tua perlu memberikan

informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki

anaknya serta memupuk pengertian orang tua dan

masyarakat tentang program pendidikan yang sedang

diperlukan oleh masyarakat.

Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan

terhadap tujuan, program, kebutuhan sekolah atau

pendidikan. Sebaliknya sekolah harus mengetahui

dengan jelas apa kebutuhan, harapan dan tuntutan

masyarakat terhadap sekolah. Dengan kata lain antara

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

26

sekolah dan masyarakat harus dibina suatu hubungan

yang harmonis. Dengan hubungan yang harmonis ini

diharapkan akan terdapat saling pengertian antara

sekolah, orang tua, masyarakat dan lembaga-lembaga

lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja.

Juga akan terjadi saling bantu antara sekolah dan

masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan

pentingnya peranan masing-masing. Terbinanya kerja-

sama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak

masyarakat akan membawa mereka ikut bertang-

gungjawab akan suksesnya pendidikan di sekolah.

Kepada masyarakat harus diberikan kesempatan

untuk ikut berperanserta memajukan sekolah serta

mengikutkan orang tua dan tokoh masyarakat dalam

merencanakan dan mengawasi program sekolah. Jika

hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan

dengan baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi

masyarakat untuk memajukan sekolah akan semakin

tinggi dan semakin baik.

Sementara itu Pantjastuti (2008) berpendapat

bahwa selama ini komite sekolah yang ada masih

meneruskan peran dan fungsi BP3 di masa lalu yang

hanya berfungsi sebagai stempel saja bagi sekolah.

Peranserta masyarakat dalam pendidikan seba-

gaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor

20 tahun 2003, memiliki hak dan kewajiban dalam

penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat berhak ber-

peranserta dalam perencanaan, pelaksanaan, penga-

wasan, dan evaluasi program pendidikan. Lebih lanjut

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

27

partisipasi masyarakat dalam pendidikan bisa meliputi

peran perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi

profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan

dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layan-

an pendidikan. Partisipasi masyarakat dalam pendi-

dikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan

pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan

dan evaluasi program pendidikan. Keikutsertaan

masyarakat ini dapat diwujudkan dalam bentuk

Komite Sekolah atau Dewan Pendidikan.

Dalam konteks manajemen berbasis sekolah

dalam banyak kasus pembentukan komite sekolah

sebagai mitra kepala sekolah dalam mengelola pendi-

dikan dalam rangka kemajuan sekolah, masih belum

dipahami secara proporsional. Akibatnya masih

banyak ketimpangan dalam penyelenggaraan manaje-

men berbasis sekolah. Ada pembentukan komite

sekolah yang hanya merupakan syarat karena itu

perlu ada di sekolah, sementara itu kinerja yang

diharapkan belum ada. Pada sekolah yang memiliki

komite sekolah yang aktif malah terjadi tarik menarik

kepentingan, bahkan persaingan antara komite

sekolah dengan kepala sekolah dalam pengelolaan

pendidikan di sekolah. Singkatnya dapat dikatakan

bahwa Komite Sekolah yang diharapkan dapat mem-

berdayakan sekolah melalui partisipasi masyarakat

masih belum optimal (Sulistyo, 2007).

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

28

Selanjutnya peran komite sekolah secara kon-

tekstual sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 044/U/2002 adalah:

(a) Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam

penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan

di satuan pendidikan; (b) Bandan Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,

pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan

pendidikan di satuan pendidikan; (c) Badan Pengontrol (controling agency) dalam rangka trans-

paransi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan

keluaran pendidikan di satuan pendidikan; (d) Me-diator antara pemerintah dengan masyarakat di

satuan pendidikan.

Departemen Pendidikan Nasional dalam Partisi-

pasi Masyarakat (2001: 17) menguraikan tujuh peran

komite sekolah terhadap penyelenggaraan sekolah,

yakni:

(a) Membantu meningkatkan kelancaran penyeleng-

garaan kegiatan belajar mengajar di sekolah baik

sarana, prasarana maupun teknis pendidikan;

(b) Melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa.

Membantu usaha pementapan sekolah dalam me-wujudkan pembinaan dan pengembangan ketaq-

waan terhadap Tuhan Yang Magha Esa, pendidikan

demokrasi sejak dini (kehidupan berbangsa dan

bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara,

kewarganegaraan, berorganisasi, dan kepemimpin-an), keterampilan dan kewirausahaan, kesegaran

jasmani dan berolahraga, daya kreasi dan cipta

serta apresiasi seni dan budaya; (c) Mencari sumber

pendanaan untuk membantu siswa yang tidak

mampu; (d) Melakukan penilaian sekolah untuk

pengembangan pelaksanaan kurikulum, baik intra-kurikuler maupun ekstrakurikuler dan pelaksanaan

manajemen sekolah, kepala/wakil kepala sekolah,

guru, siswa, dan karyawan; (e) Memberikan peng-

hargaan atas keberhasilan manajemen sekolah;

(f) Melakukan pembahasan tentang usulan Rencana

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

29

Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah; (g) Me-

minta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk

kepentingan tertentu.

Dalam penjabaran kegiatan operasional dari

tujuh peran di atas, Komite Sekolah selaku pemberi

pertimbangan melakukan berbagai kegiatan seperti:

(a) Mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi

keluarga peserta didik dan sumber daya pendidikan

yang ada dalam masyarakat; (b) Memberikan

masukan dan pertimbangan kepada kepala sekolah dalam penyusunan visi, misi, tujuan, kebijakan dan

kegiatan sekolah; (c) Menganalisis hasil pendataan

sebagai bahan pemberian masukan, pertimbangan

dan rekomendasi kepala sekolah; (d) Menyampaikan

masukan, pertimbangan, dan rekomendasi secara tertulis kepada sekolah dengan tembusan Kepada

Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan; (e) Mem-

berikan pertimbangan kepada sekolah dalam

rangka pengembangan kurikulum muatan lokal,

dan meningkatkan proses pembelajaran dan penga-

jaran yang menyenangkan; (f) Memferivikasi RAPBS yang diajukan oleh kepala sekolah, memberikan

pengesahan terhadap RAPBS setelah proses veri-

fikasi dalam rapat pleno komite sekolah.

Sebagai badan pendukung komite sekolah melak-

sanakan beberapa kegiatan seperti:

(a) Memberikan dukungan kepada sekolah untuk

secara preventif dalam memberantas penyebarluas-an narkoba di sekolah, serta pemeriksaan kese-

hatan siswa; (b) Memberikan dukungan kepada

sekolah dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakuri-

kuler; (c) Mencari bantuan dana dari dunia industri

untuk biaya pembebasan uang sekolah bagi siswa

yang berasal dari keluargha kurang mampu; (d) Melaksanakan konsep subsidi silang dalam pena-

rikan iuran dari orang tua siswa.

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

30

Sementara itu dalam peran sebagai badan

pengontrol komite sekolah melakukan beberapa ke-

giatan seperti:

(a) Meminta penjabaran kepada sekolah tentang

hasil belajar siswa; (b) Menyebarkan kuesioner untuk memperoleh masukan, saran, dan ide kreatif

dari masyarakat; (c) Menyampaikan laporan kepada

sekolah secara tertulis tentang hasil pengamatan

komite sekolah terhadap sekolah.

Dalam peran sebagai penghubung/mediator

komite sekolah melaksanakan kegiatan seperti:

(a) Membantu sekolah dalam menciptakan hubung-

an dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat; (b) Mengadakan rapat atau perte-

muan secara rutin atau insidental dengan kepala

sekolah dan dewan guru; (c) Mengadakan kunjung-

an atau silaturahmi ke sekolah, atau dengan dewan

guru di sekolah; (d) Bekerjasama dengan sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni; (e) Membina

hubungan dan kerja sama yang harmonis dengan seluruh stakeholder pendidikan dengan dunia

usaha/dunia industri; (f) Mengadakan penjajakan

kerja sama atau MOU dengan lembaga lain untuk

memajukan sekolah; (g) Mengadakan kegiatan ino-vatif untuk meningkatkan kesadaran dan kemitraan

masyarakat, misalnya panggung hiburan untuk

sekolah dan masyarakat; (h) Mengadakan rapat

atau pertemuan secara berkala dan insidental

dengan orang tua dan anggota masyarakat.

Komite sekolah sesuai dengan peran dan fung-

sinya melakukan akuntabilitads sebagi berikut:

(a) Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder

secara periodik, baik yang berupa keberhasilan

maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan

sasaran program sekolah; (b) Menyampaikan lapor-

an pertanggung jawaban bantuan masyarakat baik

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

31

berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun

bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran)

kepada masyarakat dan pemerintah setempat.

Sejalan dengan Kepmendiknas No:044/U/2002,

Mulyasa (2006) membagi peranserta komite sekolah

dalam penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut:

(a) Memberi pertimbangan dalam menentukan dan

melaksahakan kebijakan pendidikan; (b) Mendu-

kung kerjasama sekolah dengan masyarakat, baik

secara finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan; (c) Mengontrol kerja-

sama sekolah dengan masyarakat dalam rangka

transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan

dan output pendidikan; (d) Mediator antara sekolah,

pemerintah, legislatif dengan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang berkua-

litas; (e) Mendorong orang tua dan masyarakat

untuk secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan

dalam rangka mendukung peningkatan kualitas,

relevansi dan pemerataan pendidikan; (f) Menam-

pung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan masyarakat terhadap pendidik-

an; (g) Melakukan evaluasi dan pengawasan terha-

dap perencanaan, pelaksanaan kebijakan, program,

dan output pendidikan.

Selanjutnya Akbar (2008) mengatakan peran dan

fungsi Komite Sekolah tidak dapat dipisahkan dari

pelaksanaan manajemen pendidikan di tingkat seko-

lah. Beberapa aspek manajemen yang secara langsung

dapat diserahkan sebagai urusan yang menjadi

kewenangan tingkat sekolah adalah sebagai berikut:

Pertama, menetapkan visi, misi, strategi, tujuan,

logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Kedua, memiliki

kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai

dengan ruang kelas yang tesedia, fasilitas yang ada,

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

32

jumlah guru, dan tenaga administratif yang dimiliki. Ketiga, menetapkan kegiatan intrakurikuler dan

ekstrakurikuler yang akan diadakan dan dilaksana-kan oleh sekolah. Keempat, pengadaan sarana dan

prasana pendidikan, termasuk buku pelajaran

dapat diberikan kepada sekolah, dengan memper-hatikan standar dan ketentuan yang ada. Kelima,

penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan

sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman

yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten. Keenam, proses pengajaran dan pembe-

lajaran. Ini merupakan kewenangan profesional

sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan seko-lah. Ketujuh, urusan teknis edukatif yang lain

sejalan dengan konsep manajemen peningkatan

mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan

yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenangan setiap satuan pendidikan.

Sementara itu Sulaman (2010) mengatakan

bahwa prinsip kemandirian dalam MBS adalah

kemandirian dalam nuansa kebersamaan. Hal ini

merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip yang disebut

sebagai total quality management, melalui suatu meka-

nisme yang dikenal dengan konsepsi total football

dengan menekankan pada mobilisasi kekuatan secara

sinergis yang mengarah pada satu tujuan, yaitu

peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan

pengembangan masyarakat.

Di sisi lain Umaidi (2009) membagi peranserta

masyarakat dalam pendidikan dirinci menjadi tujuh

tingkatan sebagai berikut:

Pertama, peran serta dalam menggunakan jasa

pelayanan yang tersedia; Kedua: peran serta mem-

berikan kontribusi dana, bahan. dan tenaga; Ketiga: peran serta secara pasif; Keempat: peranserta mela-

lui adanya konsultasi; Kelima: peran serta dalam

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

33

pelayanan; Keenam: peran serta sebagai pelaksana

kegiatan; Ketujuh: peran serta dalam pengambilan

keputusan.

Selanjutnya Slamet (1993) menyebutkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi peran masyarakat

adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan

tingkat penghasilan. Peran laki-laki akan berbeda

dengan peran seorang wanita karena kodratnya.

Sementara itu senioritas akan memunculkan golongan

tua dan golongan muda yang sering membeda-beda-

kan hak dalam mengemukakan pendapat. Tingkat

pendidikan juga akan berpengaruh terhadap peran

seseorang karena kemampuannya berkomunikasi, se-

dangkan tingkat penghasilan akan berpengaruh pada

kemampuan finansial masyarakat dalam berinvestasi.

Nurkolis (2008) menjelaskan bahwa komite

sekolah memiliki peran untuk menetapkan kebijakan-

kebijakan yang lebih luas, menyatukan visi, memper-

jelas misi baik untuk pemerintah maupun untuk

sekolah itu sendiri. Komite sekolah menentukan kebi-

jakan sekolah, visi, dan misi mengacu kepada ketentu-

an nasional dan daerah.

Selanjutnya dalam penelitian ini akan digunakan

empat peran Komite Sekolah yang secara kontekstual

sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 044/U/2002 adalah:

(a) badan pertimbangan (advisory agency) dalam

penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

34

di satuan pendidikan, (b) badan pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,

pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan

pendidikan di satuan pendidikan, (c) badan pengon-trol (controling agency) dalam rangka transparansi

dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran

pendidikan di satuan pendidikan, serta (d) mediator

antara pemerintah dengan masyarakat di satuan

pendidikan.

2.5 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berhubungan dengan peran

komite sekolah yang dilaksanakan peneliti sebelumnya

di antaranya oleh:

1. Relawati (2004) yang hasil penelitiannya menyim-

pulkan bahwa kerjasama dan partisipasi masya-

rakat dalam manajemen berbasis sekolah adalah

baik, dilakukan dengan peningkatan peran orang

tua siswa/komite sekolah. Pengambilan keputusan

sudah baik, dilakukan secara pertisipatif dan

musyawarah yang demokratis;

2. Suryatriatna (2005) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Partisipasi Perusahaan dan

Kinerja Komite Sekolah terhadap Efektivitas

pengelolan Sekolah”, menyampaikan bahwa variabel

kinerja komite sekolah memiliki pengaruh yang

positif dan signifikan baik secara langsung maupun

tidak langsung terhadap efektivitas pengelolaan tiga

Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Anjasari

Kabupaten Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa

Kinerja Komite Sekolah yang meliputi aspek

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

35

advisor, supporting, controlling dan mediatori, baik

secara langsung maupun tidak langsung memberi-

kan kontribusi terhadap pengeloaan sekolah;

3. Penelitian Heryadi (2007) yang berjudul “Persepsi

Guru Tentang Kemampuan Manajerial Kepala

Sekolah dan Kinerja Komite Sekolah terhadap

Efektivitas Implementasi Manajemen Berbasis

Sekolah (studi kasus pada Sekolah Dasar Negeri di

Kabupaten Lahat)” menyatakan besarnya hubung-

an/korelasi antara variabel komite sekolah terha-

dap implementasi manajemen berbasis sekolah

dengan menggunakan rumus regresi adalah sebesar

0,97, hal ini menunjukkan hubungan yang kuat.

Dengan demikian kinerja komite sekolah memiliki

kontribusi yang kuat terhadap efektivitas imple-

mentasi manajemen berbasis sekolah;

4. Senada dengan Heriyadi, Purwanto (2008) dalam

penelitiannya berjudul “Kontribusi Kinerja Komite

Sekolah dan kemampuan Manajerial Kepala sekolah

terhadap Efektivitas Impelemntasi Berbasis Sekolah

(studi Deskriptif analitik pada SMA di Kabupaten

Purwakarta)” menyatakan bahwa kinerja komite

sekolah memiliki kontribusi yang kuat terhadap

efektivitas implementasi manajemen berbasis seko-

lah. Sementara itu penelitian Arifin (2009) menemu-

kan bahwa hubungan sekolah dengan komite seko-

lah dan masyarakat dilaksanakan secara kekeluar-

gaan, dan sekolah telah melibatkan masyarakat

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

36

dalam hal ini komite sekolah, dalam penyusunan,

pelaksanaan, maupun evaluasi program sekolah;

5. Penelitian Gafur (2010) menemukan bahwa peran

serta masyarakat dalam manajemen berbasis

sekolah masih sebatas pada biaya pendidikan.

Sumbangan pemikiran serta keahlian masih belum

terlihat. Hal ini menjadi penghambat dalam pene-

rapan manajemen berbasis sekolah;

6. Raniati (2010) menemukan bukti empirik bahwa

peranserta masyarakat dalam pengelolaan pendi-

dikan di SMU se-kota Kupang dikategorikan

rendah. Dalam hal merencanakan kegiatan,

dukungan dana dan sumbangan fisik, memberikan

masukan untuk peningkatan kualitas pembelajar-

an. Demikian pula keterlibatan orang tua dalam hal

pengadaan guru dan memilih guru dikategorikan

rendah sekali. Hal ini disebabkan baik di sekolah

negeri maupun swasta pengadaan guru sepenuhnya

ditentukan oleh pemerintah. Sebaliknya peran serta

komite baik di sekolah negeri maupun swasta

dikategorikan tinggi.

Mencermati hasil penelitian di atas, tampak

bahwa terdapat perbedaan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Relawati (2004) dan Arifin (2009) yang

memperoleh data bahwa partisipasi masyarakat dalam

manajemen berbasis sekolah sudah baik, dengan

penelitian yang dilakukan oleh Gafur (2010) dan

Raniati (2010) yang menunjukkan bahwa peran serta

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

37

masyarakat dalam manajemen berbasis sekolah masih

rendah.

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan

nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendi-

dikan dan Komite Sekolah yang bertujuan untuk

menyalurkan aspirasi, meningkatkan tanggungjawab

masyarakat terhadap pendidikan dan menciptakan

suasana dan kondisi yang transparan, akuntabel, dan

demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan

pendidikan yang bermutu.

Peran Komite sekolah sebagai pemberi pertim-

bangan, pendukung, pengontrol, dan mediator diha-

rapkan dapat menciptakan bahkan meningkatkan

mutu layanan pendidikan. Adapun kerangka pemi-

kiran teoritis peran komite sekolah dalam manajemen

berbasis sekolah adalah sebagai berikut:

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORETIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4164/3/T2_942010039_BAB II.pdf · tumbuh tidak secara top-down, melainkan secara bottom-up,

38

PERAN KOMITE

SEKOLAH BADAN PENGONTROL

(Controling Agency)

MEDIATOR/ PENGHUBUNG

(Mediator Agency)

BADAN PENDUKUNG (Supporting Agency)

BADAN PEMBERI PERTIMBANGAN

(Advisory Agency)

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH