BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori · Teknik Dasar Lompat Jauh Yang menjadi tujuan...

42
10 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori Sejak dimulainya kompetisi olimpiade pada tahun 1896 lompat jauh telah menjadi bagian dari Olimpiade modern. Lompat jauh adalah salah satu nomor perlombaan cabang olahraga atletik yang merupakan kelompok nomor lompat, yaitu; lompat jauh, lompat jauh, lompat tinggi dan lompat tinggi galah. Lompat jauh merpakan perpaduan antara lari dan lompatan atau tolakkan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil lompatan sejauh-jauhnya. Untuk mendapatkan tujuan hasil dari tujuan lompat jauh itu sendiri memerlukan kajian dan latihan yang memadai yang berpegang pada prinsip-prinsip latihan itu sendiri. Untuk itu perlu kajian yang menyeluruh untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 1. Lompat Jauh Lompat jauh adalah suatu akivitas gerakan yang dilakukan dengan menggunakan satu kaki sebagai tumpuan untuk mencapai lompatan yang sejauh-sejauhnya. Tujuan lompat jauh adalah untuk menjangkau suatu jarak horisontal maksimal dengan sekali lompatan (IAAF:2003:33). Menurut Aip Syarifuddin (1992:90) bahwa, ”Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya”. Sedangkan menurut Engkos Kosasih (1985:76), “Lompat jauh adalah lompat untuk mencapai jarak yang sejauh- jauhnya yang mempunyai unsur-unsur pokok meliputi awalan, tolakan, sikap badan ketika berada di udara, sikap badan pada waktu jatuh atau mendarat.

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori · Teknik Dasar Lompat Jauh Yang menjadi tujuan...

10

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

Sejak dimulainya kompetisi olimpiade pada tahun 1896 lompat jauh

telah menjadi bagian dari Olimpiade modern. Lompat jauh adalah salah satu

nomor perlombaan cabang olahraga atletik yang merupakan kelompok nomor

lompat, yaitu; lompat jauh, lompat jauh, lompat tinggi dan lompat tinggi galah.

Lompat jauh merpakan perpaduan antara lari dan lompatan atau

tolakkan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil lompatan sejauh-jauhnya.

Untuk mendapatkan tujuan hasil dari tujuan lompat jauh itu sendiri memerlukan

kajian dan latihan yang memadai yang berpegang pada prinsip-prinsip latihan itu

sendiri. Untuk itu perlu kajian yang menyeluruh untuk mendapatkan hasil yang

maksimal.

1. Lompat Jauh

Lompat jauh adalah suatu akivitas gerakan yang dilakukan dengan

menggunakan satu kaki sebagai tumpuan untuk mencapai lompatan yang

sejauh-sejauhnya. Tujuan lompat jauh adalah untuk menjangkau suatu jarak

horisontal maksimal dengan sekali lompatan (IAAF:2003:33). Menurut Aip

Syarifuddin (1992:90) bahwa, ”Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan

melompat mengangkat kaki ke atas dan ke depan dalam upaya membawa titik

berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan

dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk

mencapai jarak sejauh-jauhnya”. Sedangkan menurut Engkos Kosasih

(1985:76), “Lompat jauh adalah lompat untuk mencapai jarak yang sejauh-

jauhnya yang mempunyai unsur-unsur pokok meliputi awalan, tolakan, sikap

badan ketika berada di udara, sikap badan pada waktu jatuh atau mendarat.

11

Gerakan lompat jauh merupakan perpaduan gerakan lari dan

lompatan atau tolakan yang bertujuan memindahkan titik berat badan untuk

mencapai jarak horisontal sejauh mungkin.

a. Unsur-Unsur Dasar Lompat Jauh

Tujuan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan ke

depan (horisontal) sejauh mungkin. Untuk mencapai jarak lompatan yang

diinginkan diperlukan kondisi fisik dan penguasaan teknik yang memadai.

Menurut Gunter Bernhart (1993:45), “Unsur-unsur dasar bagi suatu

prestasi pada lompat jauh dan pembangunnya adalah:

1) Faktor-faktor jasmani (fisik): terutama kecepatan, tenaga lompat dan

tujuan yang diarahkan pada keterampilan

2) Faktor-faktor teknik: ancang-ancang persiapan lompat dan perpindahan

fase melayang dan mendarat”.

Hasil lompat jauh tergantung pada kecepatan ke depan

(kecepatan horisontal), kekuatan dan kecepatan vertikal. Jess Jarver

(2005:24) mengemukakan bahwa, “Jauhnya lompatan tergantung pada

kecepatan lari, kekuatan dan percepatan pada saat take of (memindahkan

kecepatan horisontal ke gerakan bersudut)”.

Kecepatan horisontal yang dilakukan sewaktu lari awalan dan

daya vertikal hasil dari kekuatan kaki tolak yang optimal akan memberikan

konstribusi positif terhadap hasil lompatan yang sejauh-jauhnya.

b. Teknik Dasar Lompat Jauh

Yang menjadi tujuan dari lompat jauh adalah mencapai jarak

lompatan sejauh-jauhnya dengan memperhatikan unsur-unsur atau teknik-

teknik pokok lompat jauh. Lompat jauh pada dasarnya merupakan

gabungan antara berlari cepat dan kemampuan untuk mendapatkan

ketinggian lompatan. Adapun teknik-teknik pokok dalam lompat jauh

adalah: lari awalan, tumpuan / tolakan, melayang di udara, mendarat.

12

IAAF (1993: 35) menyebutkan bahwa, “lompat jauh terdiri dari empat

tahap: ancang-ancang/awalan, bertolak, melayang, dan mendarat”.

1) Tahap Awalan

Awalan dalam lompat jauh adalah usaha untuk

mendapatkan kecepatan horisontal setinggi-tingginya sebelum kaki

mencapai balok tumpuan. Awalan atau ancang-ancang merupakan

gerakan permulaan dalam bentuk lari untuk mendapatkan kecepatan

horisontal yang akan digabungkan dengan kecepatan vertikal pada

saat melakukan tolakan yang menghasilkan gerakan ke atas dan ke

depan.

Mark Guthrie (2008:150) mengemukakan bahwa, “Tujuan

awalan adalah untuk mengembangkan gerakan naik yang konsisten

sambil mencapai kecepatan maksimum saat bertolak”. Konsistensi

dalam mengembangkan gerakan naik dalam melakukan awalan harus

terjaga dengan baik sehingga pada saat melakukan tolakan, kecepatan

maksimum yang didapat tetap terkontrol sehingga pelompat jauh

dapat mengendalikan lompatan dengan baik untuk mendapatkan

tolakan optimum yang menghasilkan dorongan masa ke depan yang

lebih besar saat badan melayang di udara.

Selain mengembangkan teknik lari awalan perlu

diperhitungkan dengan baik tentang lintasan awalan. Panjang ancang-

ancang/awalan harus disesuaikan dengan masa periode atlet yang

dapat dikategorikan dalam tabel berikut:

13

Tabel 1. Memilih Panjang Ancang-Ancang

Periode Remaja Putri

Remaja Putra

Prestasi top

Persiapan

Dasar

28 – 38 meter

(16 – 22 langkah)

24 – 34 meter

(14 – 26 langkah)

20 – 26 meter (12 – 16 langkah)

32 – 50 meter

(16 – 24 langkah)

28 – 40 meter

(16 – 22 langkah)

20 – 18 meter (12 – 18 langkah)

(Gunter Benhard, 1993: 66)

Dari tabel di atas menjelaskan bahwa untuk atlet putra dan

atlet putri secara periodik mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam

jumlah langkah dalam mengambil awalan/ancang-ancang.

2) Tahap Tumpuan/Tolakan

Gambar 1: Gerakan Menolak pada Lompat Jauh (IAAF, 1993: 37)

Tumpuan adalah perpindahan dari gerakan horisontal ke

gerakan vertikal, perpindahan yang sangat cepat antara gerakan lari

awalan dan gerakan melayang di udara. Tumpuan sendiri mempunyai

arti merubah gerakan lari menjadi lompatan. Jess Jarver (1982:36)

mengemukakan bahwa,”Tumpuan adalah melakukan lompat tegak

lurus sambil mempertahankan kecepatan horisontal”.

14

Tolakan lompat jauh dilakukan dengan menjejakkan salah

satu kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk

mendapatkan tolakan ke depan atas yang besar. Gerakan tolakan harus

dilakukan dengan tungkai yang kuat agar tercapai tinggi lompatan

yang cukup tanpa kehilangan kecepatan maju. Kecepatan maju yang

penuh pelompat harus mengarahkan gerakannya dari balok tolakan ke

atas dengan sudut terbaik 45° (Roji, 1996:41).

3) Tahap Melayang

Gerakan melayang pada saat setelah meninggalkan balok

tumpuan diupayakan keseimbangan tetap terjaga dengan bantuan

ayunan kedua tangan sehingga bergerak di udara. Sikap dan gerakan

badan di udara sangat erat kaitannya dengan kecepatan awalan dan

kekuatan tolakan. Mark Guthrie (2003:154) menyebutkan

bahwa,”Kecepatan saat awalan dan sudut tolakan menentukan jarak

yang ditempuh”.

Pada tahap melayang, pelompat harus berusaha membuat

sikap tertentu di udara untuk mepertahankan diri supaya tidak cepat

jatuh ke tanah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan sebuah posisi

yang memaksimalkan jarak tempuh lompatan.

Untuk melakukan usaha gerak mempertahankan diri di

udara ini terdapat beberapa teknik, yaitu:

a) Teknik/Gaya Jongkok (sit down in the air)

Gambar 2: Gerakan Teknik Gaya Jongkok (IAAF, 1993: 36)

15

Cara melakukannya yaitu mengangkat lutut kaki ayun

setinggi-tingginya kemudian diikuti oleh kaki tumpu dan sebelum

mendarat kedua kaki di bawa ke arah depan.

b) Teknik/Gaya Menggantung (Hanging inTthe Air/Snapper)

Gambar 3: Gerakan Teknik Gaya Menggantung (IAAF, 1993: 38)

Cara melakukanya yaitu waktu menumpu kaki ayun

dibiarkan tergantung lurus, badan tegak kemudian disusul oleh

kaki tumpu dengan sikap lutut ditekuk sambil pinggul didorong

ke depan yang kemudian kedua lengan direntangkan ke atas.

Keseimbangan badan perlu diperhatikan agar tetap tepelihara

hingga mendarat.

c) Teknik/Gaya Berjalan di Udara (Walking inTthe Air)

Gambar 4: Gerakan Teknik Gaya Berjalan di Udara (IAAF,

1993:40)

Gaya berjalan di udara terlihat seolah-olah atlet

berjalan di udara. Gaya berjalan di udara merupakan suatu transisi

yang lebih alami yaitu dari lari bergerak naik dengan tetap

16

menggerakkan kaki seperti orang berjalan. Kaki terus berputar

seperti berjalan sambil lengan memutar ke atas dan ke bawah

dalam gerak memutar. Atlet mempertahankan posisi/gerakan ini

yang diakhiri dengan menggerakkan kaki ayun belakang ke depan

dijulurkan bersama kaki tumpu dan selanjutnya siap mendarat.

4) Mendarat

Gambar 5: Gerakan Mendarat Lompat Jauh (IAAF, 1993: 41)

Mendarat merupakan gerakan terakhir dari rangkaian gerak

lompat jauh yang ikut menentukan hasil lompatan. Karena kesalahan

dalam melakukan pendaratan akan berakibat tidak optimalnya hasil

lompatan bahkan berakibat gagalnya prestasi yang diharapkan. Jess

Jarver (1982:42) menyebutkan,”Mendarat bertujuan mendapatkan

suatu posisi dengan kedua kaki menyentuh pasir sejauh mungkin di

depan pusat dari gaya berat tubuh pelompat”.

Prinsip dasar pelaksanaan pendaratan adalah menjaga agar

badan tidak jatuh ke belakang. Karena itu, ketika sedang melakukan

pendaratan, atlet perlu melenturkan pinggangnya, yang menyebabkan

kepala, pundak, dan lengan bergerak maju. Gerakan ini menyebabkan

reaksi dengan tubuh bagian bawah, batang kaki, dan bola kaki

menjulur ke depan. Tumit menyentuh pasir dan lutut ditekan untuk

memungkinkan pangkal paha bergerak ke depan sehingga badan akan

terdorong ke depan.

17

c. Peningkatan Prestasi Lompat Jauh

Kecepatan merupakan komponen kondisi fisik yang sangat

esensial dalam berbagai cabang olahraga, karena kecepatan melibatkan

unsur-unsur fisik dasar seperti kekuatan (strength) dan daya tahan

(endurance). Termasuk di dalamya cabang olahraga atletik khususnya

lompat jauh dimana kecepatan lari awalan memegang peranan yang besar

dalam keberhasilan prestasi lompat jauh.

Para pelatih biasanya menganggap bahwa atlet lari yang paling

cepat adalah calon terbaik untuk lompat jauh, tapi sebenarnya nomor ini

tidak sesederhana itu. Perlu waktu dan latihan yang lama bagi atlet untuk

menguasai tahapan lompat jauh. Lompat horisontal yaitu lompat jauh

memerlukan mekanisme lari yang bagus dan juga kecepatan optimal saat

melakukan tolakan.

1) Kecepatan

Faktor penting dalam pencapaian hasil lompatan lompat jauh

adalah kecepatan. Rangkaian gerakan awalan, tolak, melayang di

udara dan mendarat semua mengandalkan kecepatan sebagai salah

satu faktor penentu dalam mencapai prestasi lompatan yang maksimal.

Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan

sesorang olahragawan untuk bereaksi secara cepat bila dirangsang dan

untuk melakukan gerakan secepat mungkin. Menurut Harsono

(1988:216), “kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-

gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya”.

Kecepatan adalah kemampuan untuk berjalan atau bergerak

berpindah tempat pada semua atau bagian dari tubuh dalam waktu

yang sangat cepat. Seperti semua kemampuan biomotorik, kecepatan

dapat dirinci menjadi beberapa tipe/macam, yaitu:

a) Kecepatan lari maksimal; seperti dalam lari sprint

18

b) Kecepatan optimal; seperti dalam lari ancang-ancang pada event

lompat

c) Kecepatan anggota badan, seperti lengan pelempar dalam event

tolak peluru atau lempar cakram, atau kaki menumpu pada event

lompat (IAAF, 1993:73).

Menurut Nossek (1982:65), kualitas kecepatan dibagi

menjadi tiga macam, yaitu;

a) Kecepatan reaksi (reaction speed); adalah kecepatan untuk

merespon suatu rangsangan

b) Kecepatan bergerak (speed of movement); adalah kemampuan

kecepatan kontraksi otot secara maksimal dalam suatu gerakan

yang teputus (gerakan non siklik/gerakan eksplosif)

c) Kecepatan lari cepat (sprinting speed);adalah kemampuan unuk

bergerak maju ke depan dengan kekuatan dan kecepatan

maksimal.

Sedangkan menurut Bomba (1999:368), kecepatan dapat

dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

a) Kecepatan Umum

Adalah kapasitas untuk melakukan beberapa macam

gerakan (reaksi motorik) dengan cara yang tepat. Persiapan fisik

secara umum maupun khusus dapat memperbaiki kecepatan

umum.

b) Kecepatan Khusus

Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan

suatu latihan atau keterampilan pada kecepatan tertentu.

Kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap-tiap cabang olahraga

dan sebagian besar tidak dapat ditransferkan. Kecepatan khusus

hanya mungkin dikembangkan melalui metode khusus, namun

19

demikian perlu dicari bentuk latihan alternatifnya. Seseorang

tidak bisa berharap akan mendapat transfer positif, kecuali jika

memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola

keterampilannya.

2) Analisis Lari Awalan Lompat Jauh

Lari awalan dalam lompat jauh tidak hanya membutuhkan

kecepatan lari yang maksimal saja seperti lari jarak pendek (sprint)

tetapi juga kecepatan yang menguntungkan untuk gerakan lanjutan

yaitu gerakan lompat (take off). “Lari ancang-ancang pada event

lompat dibutuhkan kecepatan optimal”, IAAF (1993:73). Selanjutnya

Mark Guthrie (2008:149) mengemukakan bahwa, “lompat jauh dan

lompat jauh, memerlukan mekanisme lari yang bagus dan kecepatan

yang optimal saat take off (bertolak)”.

Peningkatan kemampuan kecepatan lari awalan/ancang-

ancang yang optimal dalam lompat jauh merupakan perpaduan dari

sekian banyak kemampuan yang dibangun dalam waktu yang cukup

lama melalui proses latihan . Nossek (1982:89) mengemukakan

bahwa, “Dengan menggunakan latihan kecepatan yang berulang-ulang

juga memberikan sumbangan kepada perbaikan kecepatan” .

Menurut Nossek (1982:71), latihan kecepatan asiklik dan

non asiklik berpedoman pada prinsip-prinsip:

a) Otot-otot dipersiapkan dengan baik selama intensitas pemanasan

yang intensif, penguatan dan pengenduran otot-otot berlangsung

30 menit.

b) Latihan kecepatan dilatih di dalam permulaan bagian utama unit

latihan, jika otot-otot belum mengalami kelelahan.

c) Intensitas maksimal dan sub maksimal harus diterapkan. Latihan

dengan intensitas tinggi memerlukan konsentrasi penuh dan

kualitas daya kehendak.

20

d) Jarak antara 30 - 80 meter dipandang menguntungkan untuk

pengembangan kecepatan lari secara umum.

e) Volume berjumlah 10 – 16 ulangan dalam 3 – 4 seri

f) Kekuatan ekspolif dilakukan dengan beban tidak lebih dari 20%

dari beban maksimal, meskipun demikian kekuatan ditingkatkan

dengan mengorbankan kecepatan.

g) Jarak waktu antara ulangan tunggal sampai 3 menit, sedangkan

jarak waktu rekaveri antara seri-seri sampai 6 menit.

h) Interval adalah aktif, agar selalu menjaga organisme dalam

keadaan siap yang efektif untuk bebean berikutnya.

i) Kecepatan dapat dilatih setiap hari, bahkan untuk yang bukan

pelari cepat. Namum demikian, tidak setiap latihan yang berturut-

turut harus dilaksanakan sampai intensitas maksimal. Biasanya

untuk yang bukan spesialis 2 – 3 unit per minggu sudah cukup.

j) Dalam latihan tahunan, prinsip peningkatan kecepatan secara

bertahap harus diikuti dengan dengan tegas.

k) Cara-cara latihan utama adalah metode ulangan dan interval

intensif.

3) Peningkatan Kecepatan Lari Awalan Lompat Jauh

Menurut pendapat beberapa ahli banyak faktor yang

mempengaruhi kecepatan lari seseorang. Menurut Jarver (1974:45),

bahwa faktor yang mempengaruhi kecepatan lari adalah: 1) koordinasi

neuromuskuler, 2) power, 3) elastisitas otot, 4) mobilitas dan kualitas

teknik, dan 5) produksi energi secara biomekanika.

Menurut Rushal & Pyke (1990:269), latihan lari cepat

sebagai metode latihan fisik dapat dibedakan menjadi 3 macam

latihan, yaitu: 1) Ultra short Interval sprint training 2) Short interval

sprint training, dan3) Sustained sprint training. Selanjutnya Rushal

21

&Pyke (1990:269-271) mengemukakan bahwa, untuk meningkatkan

kecepatan lari mengikuti pedoman sebagai berikut:

a) Jika latihan tergolong “Ultra short Interval sprint training”, maka

pedoman yang dipakai adalah:

(1) durasi periode kerja : 3 – 6 detik

(2) intensitas kerja : 100% (maksimal)+

(3) durasi pulih asal : 30 – 45 detik

(4) repetisi : sampai penampilan mulai memburuk

(5) sistem energi : alactacid (ATP-PC)

b) Jika latihan tergolong “Short Interval sprint training”, maka

pedoman yang dipakai adalah:

(1) durasi periode kerja : 6 – 15 detik

(2) intensitas kerja : 100% (maksimal)

(3) durasi pulih asal : 1 – 2 menit

(4) repetisi : sampai lelah atau penampilan

memburuk

(5) sistem energi : alactacid (ATP-PC) dengan sedikit

lactacid pada interval yang lama

c) Jika latihan tergolong “Sustained sprint training”, maka pedoman

yang dipakai adalah:

(1) durasi periode kerja: 20 – 45 detik

(2) intensitas kerja : 95%

(3) durasi pulih asal : 3 – 5 menit

(4) repetisi : 5 - 10

(5) sistem energi : alactacid (ATP-PC), lactacid dan sedikit

aerobic pada interval yang lama.

22

d. Peningkatan Keterampilan Gerak Lari Awalan Lompat Jauh

Kecepatan yang diperlukan dalam awalan lompat jauh adalah

kecepatan optimal. Selain mengembangkan kecepatan maksimal, pelatih

dituntut mengembangkan kecepatan yang terkontrol . Lebih lanjut optimal

bisa diartikan sebagai usaha mengembangkan kecepatan maksimal dan

mengembangkan biomekanika keterampilan gerak yang menguntungkan

untuk gerakan selanjutnya yaitu take off (bertolak).

Dalam pengelompokan keterampilan gerak, lompat jauh

merupakan kelompok keterampilan kombinasi asiklik, dimana

keterampilan teknik ini dihasilkan atas hubungan gerakan siklik (gerakan

lari dalam ancang-ancang) ke gerakan asiklik (gerakan melompat).

Walaupun begitu semua aksi tersebut merupakan sebuah mata rantai

(gerakan yang utuh).

Menurut Sugiyanto, dkk. (1998:289), keterampilan gerak bisa

diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas gerak

tertentu dengan baik. Semakin baik penguasaan gerak keterampilan, maka

pelaksaaanya akan efesien. Dengan kata lain bahwa efesiensi pelaksanaan

diperlukan untuk melakukan gerakan keterampilan, efisiensi pelaksanaan

bisa dicapai apabila secara mekanis gerakan dilakukan dengan benar.

Puncak keterampilan gerak adalah fase otonom, dimana

keterampilan gerak dapat dilakukan walaupun pada saat bersamaan

melakukan aktivitas kognitif yaitu melakukan perencanaan gerak dan

urutan rangkaian gerakan yang akan dilakukan. Gerak otonom ini dapat

terbentuk melalui proses berlatih atau praktik berulang-ulang dalam waktu

yang relatif lama (Sugiyanto, 2007:94).

Peningkatan prestasi lompat jauh akan dapat dicapai dengan

mengembangkan awalan dengan maksimal yaitu selain untuk

mendapatkan kecepatan maksimal pada saat menolak dibutuhkan gerakan

awalan yang mengembangkan gerakan naik yang konsisten.

23

Karena itu perlu dikembangkan metode latihan yang bisa

menghasilkan kecepatan maksimal sekaligus mendapatkan gerakan awalan

yang menguntungkan untuk gerakan selanjutnya.

2. Latihan Fisik

Latihan fisik merupakan kegiatan sistematis yang terencana dan

terukur dalam upaya meningkatkan atau mencapai prestasi yang optimal.

Seperti yang dikemukakan oleh Bompa (1990:3) bahwa, “Latihan merupakan

suatu aktifitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan

secara progresif dan individual, yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis

dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan”.

Melalui latihan kemampuan seseorang dapat meningkatkan sebagian besar

sistem fisiologi, keampuan tersebut sebagai wujud dari adaptasi tubuh

terhadap beban yang diberikan. Selanjutnya Bompa (1990:23)

mengemukakan bahwa, “Secara fisiologi latihan fisik bertujuan untuk

memperbaiki sistem dan fungsi organ tubuh agar dapat menghasilkan kinerja

yang lebi baik, sehingga dapat berprestasi lebih baik”.

Defenisi lain juga dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian

dari latihan, Nosseck (1982:10) menyatakan bahwa, “Latihan adalah suatu

proses atau dengan kata lain periode yang berlangsung selama beberapa tahun

sampai atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi”. Menurut

Harsono (1988:101), “Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau

bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian

menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya”.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, bisa diuraikan bahwa

latihan fisik adalah suatu aktifitas fisik yang dilakukan secara sistematis,

dengan cara berulang-ulang dengan periode yang lama dan berkelanjutan

ditingkatkan secara progresif dan individual dengan tujuan untuk

meningkatkan respon fisiologi terhadap intensitas, durasi dan frekuensi

24

latihan, yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia

dengan pola dan metode tertentu bertujuan memperbaiki sistem dan fungsi

organ tubuh agar dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik untuk mencapai

sasaran yang telah ditentukan yaitu meningkatkan prestasi atlet.

a. Tujuan Latihan Fisik

Upaya latihan seseorang yang maksimal harus memiliki tujuan

yang hendak dicapai baik secara khusus maupun umum. Menurut

Harsono (1988:100) menyebutkan bahwan tujuan serta sasaran utama

dari latihan fisik adalah untuk membantu atlet meningkatkan

keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin.

Keberhasilan dalam penampilan gerak di dalam berlatih tidak

hanya ditentukan oleh pencapaian domain fisik saja, melainkan

mencakup semua aspek baik psikomotor, afektif maupun kognitif.

Secara umum Bompa (2009:4) menjelaskan bahwa tujuan

latihan adalah:

1) Untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik seseorang

secara menyeluruh

2) Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus

3) Untuk memoles dan menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih

4) Mmeperbaiki dan menyempurnakan strategi yang penting yang dapat

diperoleh dari belajar taktik lawan berikutnya

5) Menanamkan kualitas kemauan

6) Untuk mempertahankan keadaan kesehatan setiap atlet

7) Untuk mencegah cidera

8) Untuk menambah pengetahuan setiap atlet

b. Prinsip-Prinsip Latihan

Seluruh program latihan sebaiknya menerapkan prinsip-prinsip

latihan. Dengan mengetahui prinsip-prinsip latihan diharapkan prestasi

seorang atlet akan cepat meningkat. Menurut Fox, Bowers & Foss

25

(1988:286), “prinsip dasar dalam program latihan adalah: 1) mengetahui

sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan suatu aktivitas, dan

2) kemudian, melalui prinsip overload untuk menyusun satu program

latihan yang akan mengembangkan sistem energi yang khusus yang lebih

daripada yang lain”.

IAAF (1993:61) menyebutkan untuk menghasilkan program

jangka panjang yang efektif, memerlukan tiga azas/ prinsip yang paling

penting, yaitu 1) Hukum Beban lebih/Overload 2) Hukum Kompensasi/

Reversibility 3) Hukum kekhususan/specificity.

1) Hukum Beban Lebih (overload)

Latihan beban lebih bisa diterapkan terhadap semua unsur

latihan, yaitu terhadap latihan teknik, taktik, fisik maupun mental.

Prinsip beban lebih merupakan prinsip yang sangat mendasar yang

perlu diketahui dan diterapkan dalam latihan cabang olahraga.

Yusuf Hadisasmita & Aip Syaifuddin (1996:131) mengemukakan

bahwa prinsip beban lebih adalah ”latihan yang menekankan pada

pembebanan latihan yang lebih berat daripada yang mampu

dilakukan oleh atlet”.

Beban latihan berfungsi sebagai suatu stimulus dan

mendatangkan suatu respon dari tubuh atlet. Apabila beban latihan

lebih berat daripada beban normal pada tubuh maka tubuh akan

mengalami kelelahan sehingga tingkat kebugaran akan menjadi lebih

rendah dari tingkat kebugaran normal. Jika pembebanan optimal

(tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat) maka setelah

pemilihan penuh tingkat kebugaran akan meningkat lebih tinggi

daripada tingkat sebelumnya.

Di dalam prinsip beban lebih (overload) terdapat beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan program

26

latihan.Faktor-faktor tersebut menurut Fox, Bowers & Foss

(1988:289) adalah:

a) Intensitas Latihan (Intensity of training)

Intensitas latihan adalah dosis beban latihan yang

harus dilakukan atlet dalam suatu program latihan tertentu.

Intensitas yang diberikan tidak boleh terlalu rendah atau terlalu

ringgi. Apabila intensitas terlalu rendah maka pengaruh latihan

sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya

apabila terlalu tinggi dapat berakibat terjadinya cedara atau

sakit. Jadi dalam menentukan intensitas latihan harus

memperhatikan kemampuan maisng-maing atlet.

Dalam menentukan dosis latihan ada tiga cara yang

bisa dicapai sebagai patokan ambang rangsang, yaitu : denyut

nadi, asam laktat, dan ambang rangsangan anaerobik. Cara yang

temudah adalah dengan pengukuran perhitungan denyut nadi.

b) Frekuensi Latihan (Frequency of training)

Yang dimaksud dengan frekuensi latihan adalah jumlah

latihan intensif yang dilakukan dalam satu minggu. Untuk

menentukan frekuensi latihan harus memperhatikan kemampuan

seseorang, sebab kemampuan setiap orang tidak sama dalam

beradaptasi dengan program latihan. Bila frekuensi latihan

terlebih dapat mengakibatkan cedera, tetapi bila frekuensi

kurang maka tidak memberikan hasil karena otot sudah kembali

pada kondisi semua sebelum latihan

Jumlah frekuensi latihan tergantung pada jenis, sifat dan

karakter olahraga yang dilakukan. Latihan sebaiknya dilakukan

3 kali dalam satu minggu untuk memberikan kesempatan bagi

tubuh beradaptasi dengan beban latihan. Sajoro (1995 : 35)

mengemukakan bahwa : Program yang dilaksanakan 4 kali

27

setiap minggu selama 6 minggu cukup efektif, namun para

pelatih cenderung melaksanakan 3 kali setiap minggu untuk

menghindari terjadinya kelelahan yang kronis, dengan lama

latihan yang dilakukan selama 6 minggu atau lebih.

c) Lama Latihan (Duration of training)

Lama latihan atau durasi latihan adalah beberapa

minggu atau bulan program latihan itu dijalankan, sehingga

seorang atlet dapat mencapai kondisi yang diharapkan. Lama

latihan tertentu berdasarkan kegiatan latihan per minggu, per

bulan atau aktivitas latihan yang dilakukan dalam jangka waktu

per menit atau jam. Lama latihan berbanding terbalik dalam

intensitas latihan. Bila intensitas latihan tinggi maka durasi

latihan lebih singkat, sebaliknya bila intensitas latihan rendah

maka durasi latihan lebih panjang.

Fox dan Sajoto (1995:7) menyatakan bahwa “lama

latihan hendaknya dilakukan 4–8 minggu”. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Pate R.R (1993:318) lama pelatihan 6–8

minggu akan memberikan efek yang cukup baik yang berlatih.

Sedangkan Harsono (1988:117) berpendapat bahwa “ untuk

tujuan olahraga prestasi, lama latihan 45 – 120 menit dan untuk

olahraga kesehatan lama latihan 20 – 30 menit dan “traning

zone”

2) Hukum Kompensasi / Reversibility

Bila atlet tidak melakukan latihan secara teratur maka tidak

ada pembebanan dan tubuh tidak perlu untuk menyesuaikan diri.

Bila pelatih menerapkan beban latihan yang sama terus menerus

kepada seorang atlet maka terjadi penambahan awal dalam

kesegeran/fitness ke suatu tingkat dan kemudian akan tetap pada

tingkat itu.

28

Pemberian beban latihan yang berbeda akan memberikan

pengaruh yang berbeda pula terhadap kondisi fisik seorang atlet.

Peningkatan pembebanan progresif dan dilakukan secara teratur akan

mengarah ke penyesuaian yang progresif dan kompensasi lebih ke

tingkat fitness yang lebih tinggi.

3) Hukum kekhususan / specificity

Hukum kekhususan adalah bahwa beban latihan yang

alami menentukan efek latihan. Latihan harus secara khusus untuk

efek yang diinginkan. Metode latihan yang diterapkan harus sesuai

dengan kebutuhan latihan. Beban latihan menjadi spesifik ketika itu

memiliki rasio latihan (beban terhadap latihan) dan struktur

pembebanan (intensitas terhadap beban latihan) yang tepat.

Intensitas latihan adalah kualitas atau kesulitan beban

latihan. Mengukur intensitas tergantung pada atribut khusus yang

dikembangkan atau diteskan. Kecepatan berlari diukur dalam meter

per detik (m/dtk) atau langkah per detik (m/sec). kekuatan diukur

dalam pound, kilogram, atau ton. Lompat dan lempar diukur oleh

tinggi, jarak, atau jumlah usaha. Intensitas usaha berdasarkan pada

persentase usaha terbaik seseorang, Volume latihan yaitu jumlah

seluruh latihan (dalam istilah) waktu, jarak, akumulasi berat dan

sebagainya ketika durasi beban adalah porsi beban yang disediakan

untuk satu unit atau tipe latihan.

c. Sistem Energi Latihan

Menurut Fox, Bowers & Foss (1988:286), “prinsip dasar dalam

program latihan adalah 1) mengetahui sistem energi utama yang dipakai

untuk melakukan suatu aktivitas, dan 2) kemudian, melalui prinsip

overload untuk menyusun satu program latihan yang akan

29

mengembangkan sistem energi yang khusus yang lebih daripada yang

lain”.

Menurut Fox (1984 : 34-36), sistem energi berdasarkan waktu

penampilan olahgara secara umum dibedakan menjadi 4 (empat) bidang,

yaitu :

1) Bidang I, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan

kurang dari 30 detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-

CP, contoh olahraganya adalah lari 100 m, pukul dalam tenis dan

golf, gerakan lari pemain belakang sepakbola.

2) Bidang 2, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampulan

antara 30 detik sampai 1 ½ menit. Sistem energi utama yang terlibat

adalah ATP-PC dan asam laktat. Contoh olahraganya adalah lari 200

meter dan 400 meter, renang gaya bebas 100 meter.

3) Bidang 3, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan

antara 1 ½ menit sampai 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat

adalah asam laktat dan Oksigen, contoh olahraganya adalah lari 800

meter dan 1500 meter, renang gaya bebas 200 dan 400 meter,

nomor-nomor senam, tinju (3 menit tiap ronde) dan gulat (2 menit

tiap babak)

4) Bidang 4, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih

dari 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah Oksigen.

Contoh olahraganya adalah lari marathon, renang gaya bebas 1500

meter dan jogging.

Berdasarkan pendapat diatas, lompat jauh merupakan olahraga

yang masuk pada bidang I, karena lompat jauh menggunakan

rangkaian aktivitas awalan berupa lari cepat, gerakan menolak dengan

menggunakan power otot tungkai yang cepat dan gerakan selanjutnya

juga dilakukan dengan sangat cepat kurang dari 30 detik, sehingga

sistem energi utama untuk lompat jauh adalah ATP-PC.

30

Sedangkan karakteristik umum dari sistem energi tersebut,

dapat dilakukan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2: Karakterisitik Umum Sistem Energi (Fox, 1984: 22)

Sistem APT-PC Sistem Lactid Acid Sistem Oksigen

Anaerobik

(tanpa oksigen) Anaerobik Aerobik

Sangat cepat Cepat Lambat

Bahan bakar kimia :

PC

Bahan bakar makanan :

Glikogen

Bahan bakar

makanan :

glikogen dan

protein

Produksi ATP

sangat terbatas

Produksi ATP terbatas Produksi ATP

tidak terbatas

Penyimpanan /

penimbunan di otot

terbatas

Dengan memproduksi

Lactid Acid

menyebabkan kelelahan

Dengan

memproduksi,

tidak melelahkan

Menggunakan

aktivitas lari cepat

atau berbagai power

yang tinggi, waktu

aktivitasnya pendek

Menggunakan aktivitas

dengan lama 1-3 menit

Menggunakan

daya tahan atau

aktivitas dengan

durasi panjang

3. Metode Latihan untuk Peningkatan Prestasi Lompat Jauh

Membahas peningkatan prestasi lompat jauh tidak bisa lepas dari

beberapa unsur dasar dan pembangunnya. Kondisi fisik dan penguasaan

teknik yang memadai sangat diperlukan dalam upaya usaha itu. Dari sekian

unsur yang ada, kecepatan memiliki peran yang besar dalam pencapaian

prestasi lompat jauh yang maksimal. Seperti yang dikemumakan oleh Jarver

(1974:52), bahwa: “Kecepatan meyakinkan menyumbang dalam prestasi lari

cepat (sprint) dan lompat horisontal”.

Menurut Edward. L. Fox, Bowers and Foss (1988:315), metode

latihan menurut sistem energi yang digunakan terbagi menjadi beberapa

kelompok menurut jarak yang akan digunakan. Untuk melatih kecepatan lari

jarak pendek, melalui metode: 1) Acceleration Sprints, 2) Hollow Sprints, 3)

Interval Training, 4) Sprint Training.

31

Dari uraian tersebut di atas peneliti menggunakan metode latihan

acceleration sprint dan sprint training sebagai upaya meningkatkan

kecepatan lari yang optimal yaitu untuk mendapatkan kecepatan maksimal

yang terkontrol dalam lari awalan lompat jauh. Kedua metode ini mempunyai

kesamaan dan perbedaan karakteristik. Selain itu keduanya juga mempunyai

kelebihan dan kelemahan, sehingga diharapkan dengan metode latihan ini

akan didapatkan kecepatan awalan yang ideal untuk lari awalan lompat jauh.

a. Metode Latihan Acceleration Sprint

Metode latihan acceleration sprint adalah bentuk latihan lari

yang mengembangkan perpindahan kecepatan lari secepat mungkin

untuk mencapai kecepatan maksimum. “Peningkatan kecepatan yang

secepat mungkin disebut sebagai akselerasi” (Nossek:1982:90).

Menurut Harsono (1998:218), adalah, “Latihan acceleration

sprint adalah latihan lari mulai lambat makin lama makin

cepat“.Sedangkan Fox, Bowers & Foss (1988:314) mendefinisikan

bahwa, “lari cepat akselerasi adalah peningkatan secara bertahap pada

kecepatan lari dari lari lambat (jogging) ke langkah lebih cepat (striding)

kemudian lari cepat (sprinting) yang berjarak 50 yard, 110 yard, atau 120

yard pada masing-masing bagian diikuti berjalan (walking) sebagai

rekaverinya”.

Menurut definisi para ahli tersebut di atas mengemukakan

bahwa metode latihan acceleration sprint memiliki beberapa komponen

yang terdiri dari: Jogging, striding, sprinting, dan walk yang akan

diuraikan sebagai berikut:

Jogging adalah lari dengan peralahan-lahan hampir tanpa

tenaga, dilakukan dengan santai tetapi bukan berjalan

(Syarifudin:1985:51). Joging biasanya dilakukan dalam tempo yang

tenang, langkah kaki tidak dilakukan dengan eksplosif, fase melayang

32

singkat dan kaki mendarat pada seluruh bagian telapak kaki, mulai dari

tumit kemudian menuju ke ujung kaki.

Selain gerakan kaki, faktor lain yang penting dalam joging

adalah gerakan lengan. Gerakan lengan membantu meminimalkan rotasi

batang tubuh. Ayunan lengan harus santai dan bergerak seirama dengan

langkah kaki. Makin cepat seseorang bergerak maju, makin intensif

gerakan lengannya dan ini berlaku sebaliknya, semakin lengan digerakan

kuat dan cepat akan mempengaruhi gerakan kaki bergerak lebih cepat.

Menjaga gerakan lengan penting dilakukan ayunkan lengan keatas dan

kebawah ke arah tulang dada dan pinggang dengan gerakan sedang.

Striding adalah teknik lari dengan menggerakan/mengayunkan

kaki ke depan lebih lebar dengan mengangkat paha lebih tinggi.

Momentum ayunan lutut akan menarik badan ke depan yang akan

meningkatkan kecepatandibanding jogging.

Stridingpada lari dilakukan dengan gerakan melangkahkan kaki,

striding yang baik adalah yang panjang, teratur dan efisien, laju kedepan

tidak terlalu meloncat-loncat, kaki depan dilemparkan dan diayunkan

sedikit kedepan di depan lutut, tidak dibelakang lutut dan tungkai bawah,

dan tidak sampai lurus (Syarifudin, 1985:61). Komponen sprint dan walk

tidak diuraikan di sini karena akan diuraikan di bab berikutnya.

Pada latihan acceleration sprint yang lebih ditekankan adalah

melatih panjang langkah dengan intensitas semakin lama semakin tinggi.

Pendesainan sebuah program pelatihan untuk mengembangkan energi

yang spesifik menjadi satu hal yang perlu diperhatikan, sebuah program

pelatihan harus terseleksi untuk meningkatkan kapasitas fisiologi dari

sistem energi yang dirancang. Prestasi yang meningkat sering hasil dari

suatu program latihan yang direncanakan dengan teliti yang bertujuan

meningkatkan kemampuan dari sistem energi khusus dan otot-otot

(PASI:1993:20)

33

Metode latihan lari cepat akselerasi mengembangkan sistem

energi: 1) ATP-PC dan LA sebesar 90%, 2) LA dan O2 sebesar 5%,3) O2

sebesar 5%. (Fox, Bowers & Foss, 1988:316). Dan menurut Wilt in Falls

(1968:407) bahwa latihan cepat akslerasi mengembangkan: 1) kecepatan

sebesar 90%, 2) daya tahan anaerobik sebesar 5% dan, 3) daya tahan

aerobik 5%.

Selain itu acceleration sprint memiliki dan mngembangkan

karakteristik biomekanika umum, diantaranya adalah:

Tabel 3: Biomekanika Umum Acceleration Sprint

Postur saat berlari Condong ke depan

Lebar langkah

Lebih pendek

Frekuensi lamgkah Sub maksimum

Sudut lutut minimum

mendekati mid support Lebih kecil

Hyperextension pada pinggul Lebih kecil

Waktu kontak dengan

tanah/lantai

Lebih panjang

(KOI-ASCA, 2010: 6)

Penerapan metode acceleration sprint dalam satu unit latihan

memiliki keuntungan dan kelemahan yang antara lain sebagai berikut:

34

Tabel 4: Keuntungan dan Kekurangan Metode Latihan Acceleration

Sprint

Keuntungan Kelemahan

Efektif untuk mengembangkan

langkah (stridle lenght) pada lari

cepat, frekuensi langkah pada lari

cepat dan pengembangan kekuatan

otot.

Kurangnya frekuensi latihan ke-

cepatan dengan intensitas mak-

simal karena dalam pelaksanaan

hanya sekitar sepertiga dari jarak

yang ditempuh yang merupakan

kecepatan denang intensitas

maksimal.

Resiko kemungkinan cedera otot

kecil, karena peningkatan kecepatan

sedikit demi sedikit dari lari pelan

(jogging) ke langkah panjang

(striding) dan akhirnya lari cepat

(sprint).

Penguasaan teknik lebih cepat

tercapai, karena dalam metode

latihan acceleration sprint terdapat

session latihan dengan intensitas

yang berbeda yang mungkin bisa

untuk memperbaiki teknik yang

salah

b. Metode Latihan Sprint Training

Latihan sprint training adalah pengembangan skill yang

dilakukan dengan kecepatan tinggi yang dilakukan dengan teratur dengan

kecepatan maksimum yaitu berlari dengan jarak-jarak pendek dengan

35

sekuat tenaga. Fox, Bowers & Foss (1988:315), mendifinisikan sprint

training adalah lari cepat yang dilakukan dengan kecepatan maksimal,

berulang-ulang dengan diselingi periode pulih asal (recavery) dengan

sempurna diantara ulangan yang dilakukan.

Metode latihan lari sprint training mempunyai pengertian

yang sama dengan Short sprint training yang merupakan salah satu

metode latihan yang mengembangkan kecepatan (sistem ATP-PC) dan

kekuatan otot. Tipe latihan sprint training terdiri dari lari cepat dengan

beberapa ulangan dengan kecepatan maksimal. Metode ini menggunakan

jarak tertentu, kecepatan yang konstan dan periode pulih asal yang

panjang guna mempertahankan bentuk dan tingkat kualitas yang

diperlukan. Durasi ulangan harus dilakukan dengan singkat yaitu 5-10

detik, agar kecepatan maksimal dapat dicapai tanpa terjadi kelelahan dini.

Ada beberapa literatur mengenai pulih asal untuk sprint

training sangat beragam, diantaranya sebagai berikut: 1) Menurut Nossek

(1982:71), lari cepat berulang 10-16 kali ulangan dalam 3-4 seri pada

jarak 30-80 meter dengan kecepatan maksimal dapat diselingi pulih asal

aktif diantara ulangan yang dilakukan, 2) Menurut Hazeldine (1985:103),

lari cepat berulang pada jarak 20-70 meter dengan kecepatan maksimal

dan diselingi pulih asal joging diantara ulangan yang dilakukan, 3)

menurut Fox, Bowers & Foss (1988:315), lari cepat berulang-ulang pada

jarak 60-70 yard dengan pulih asal sempurna diantara ulangan yang

dilakukan.

Metode sprint trainingmengembangkan sistem energi: 1) ATP-

PC dan LA sebesar 90%, 2) LA dan O2 sebesar 6%,3) O2 sebesar 4%.

(Fox, Bowers & Foss, 1988:316). Dan menurut Wilt in Falls (1968:407)

bahwa latihan sprint training mengembangkan: 1) kecepatan sebesar

90%, 2) daya tahan anaerobik sebesar 6% dan, 3) daya tahan aerobik 4%.

36

Sprint training juga memiliki karakteristik sendiri yang

berbeda dengan metode latihan dalam mengembangkan kecepatan,

diantaranya adalah:

Tabel 5: Biomekanika Umum Sprint Training

Postur saat berlari

Tegak

Lebar langkah

Lebih panjang

Frekuensi lamgkah

Maksimum

Sudut lutut minimum mendekati

mid support

Lebih besar

Hyperextension pada pinggul

Lebih besar

Waktu kontak dengan

tanah/lantai

Lebih pendek

(KOI-ASCA, 2010: 6)

Sama dengan acceleration sprint, sprint training juga memiliki

karakteristik sendiri yang berbeda dengan metode latihan dalam

mengembangkan kecepatan,penerapan metode latihan inidalam suatu unit

latihan juga memiliki keuntungan dan kekurangan seperti metode latihan

sebelumnya, yaitu sebagai berikut:

37

Tabel 6: Keuntungan dan Kekurangan Latihan Sprint Training

Keuntungan Kekurangan

Efektif mengembangkan panjang

langkah pada lari awalan lompat

jauh

Kurang efektif mengembangkan

frekuensi langkah pada lari awalan

lompat jauh

Efektif untuk mengembangkan

kecepatan maksimum dan

kekuatan otot

Kurang efektif mengembangkan

kecepatan reaksi terutama pada

saat perpindahan kecepatan

horisontal ke kecepatan vertikal

Resiko cidera otot kaki bagi atlet

pemula tinggi, karena atlet berlari

dengan kecapatan maksimum sejak

awal

4. Power Otot Tungkai

a. Power

Sebagai aktifitas fisik, lompat jauh memerlukan power

sebagai komponen penentu dalam pencapaian prestasi maksimal.

Aktifitas gerak yang dihasilkan merupakan adanya otot, tulang,

persendian, ligamen, tendon yang bekerja secara sinergis melalui tarikan

otot serta jumlah otot yang diaktifkan.

Beberapa pendapat berkaitan dengan power disampaikan oleh

beberapa ahli diantaranya adalah:Harsono (1988:200) menyatakan

bahwa, “Power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan

38

maksimal dalam waktu yang sangat cepat”. Menurut Rushall & Pyke

(1992:252) bahwa, ”Power dideskripsikan sebagai fungsi dari kekuatan

dan kecepatan dari gerakan”. Sedangkan menurut Suharno (1993:59)

bahwa,”Power adalah kemampuan otot atlet untuk mengatasi tahanan

beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal dalam satu gerak yang

utuh”.

Power adalah kekuatan otot yang bekerja dalam waktu singkat.

Menurut Bompa (1999: 61), power adalah kemampuan otot untuk

mengeluarkan kekuatan maksimal dalam waktu yang amat singkat. Rumus yang

digunakan dalam power adalah: power atau daya ledak otot= kerja atau waktu=

kekuatan x jarak tempuh. Kekuatan adalah kemampuan komponen fisik

seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja,

sedangkan Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan yang

sejenisnya secara berturut-turut dalam waktu yang singkat.

Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa power

adalah kemampuan untuk mengerahkan kekuatan otot dan kecepatan otot

dalam waktu singkat. Kualitas power tercermin dari perbaduan dua unsur

komponen fisik yaitu antara kekuatan otot dan kecepatan otot dalam

menghasilkan gerak yang kuat dan cepat. Semakin kuat dan cepat tenaga

yang dimiliki semakin besar daya yang dihasilkan.

b. Otot Tungkai

Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus

yaitu berkontraksi. Gerakan akan terjadi apabila otot-otot pada tubuh

berkontraksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Di dalam tubuh

dikenal ada tiga jenis otot, yaitu:

1) Otot rangka (Skeletal muscle)

Otot rangka merupakan sejenis otot berstria yang

menghubungkan antara satu tulang ke tulang yang lain. Otot rangka

digunakan untuk pergerakan dan menjaga sikap badan.

2) Otot polos (Smooth muscle)

39

Otot polos ditemukan dalam dinding-dinding organ dan

struktur seperti kerongkongan , lambung , usus , bronchi , rahim ,

uretra , kandung kemih , pembuluh darah , dan pili arrector di kulit

Tidak seperti otot rangka, otot polos tidak berada di bawah kendali

kesadaran.

3) Otot jantung (Cardiac muscle)

Otot jantung juga merupakan "otot polos" tapi lebih mirip

dengan struktur otot rangka, dan ditemukan hanya dalam jantung.

Tungkai manusia terdiri dari dua, yaitu: tungkai atas dan

tungkai bawah. Yang dimaksud dengan tungkai adalah anggota gerak

tubuh bagian bawah yang terdiri dari tulang anggota gerak bebas

(sceleton extremitas inferior liberae), yang terdiri dari:

1) Tulang paha (os femur)

2) Tulang tempurung (os patella)

3) Tungkai bawah (crus/crural)

a) Os Tibia

b) Os Fibula

4) Ossa tarsalia, terdiri dari:

a) Os talus

b) Os calcaneus

c) Os cuboideus

d) Os naviculare pedis

e) Os cuneiforme I, II, dan III

5) Ossa metatarsalea; yaitu tulang-tulang telapak kaki yang terdiri

dari 5 buah tulang

6) Ossa palangea digitarium pedis; yaitu tulang jari yang masing-

masing jari terdiri dari 3 ruas tulang kecuali ibu jari hanya terdiri

dari 2 ruas tulang.

40

Sebagai tulang anggota gerak bawah bebas, tungkai bawah

mempunyai tugas penting dalam melakukan aktifitas gerak yang secara

sistematis dalam sistem penggerak yang melibatkan komponen otot,

tulang, sendi dan sistem syaraf.

Otot yang dimaksud adalah otot rangka (Skeletal muscle) yang

berfungsi sebagai penggerak. Terdapat tiga otot penggerak tungkai,

dimana masing-masing penggerak terdiri dari beberapa otot, yaitu:

1) Otot penggerak paha, yaitu:

Gambar 6: Komponen Otot Tungkai Atas Bagian Anterior dan

Posterior, (http://www.infofisoterapi.com/wp. content/

uploads/ 2010/04)

2) Otot penggerak tungkai bawah, yaitu:

Gambar 7: Komponen Otot Penggerak Tungkai Bawah Bagian

Anterior dan Posterior, (http://www.infofisoterapi.com/

wp. content/ uploads/2010/04)

41

3) Otot penggerak telapak kaki, yaitu: tibialis anterios, gastrocnemius,

soleus, peroneus longus, peroneus brevis, tibialis posterior, peroneus

tertius.

Gambar 8: Komponen Otot Penggerak Telapak Kaki Bagian Anterior

dan Posterior, (http://www.infofisoterapi.com/wp.content/

uploads/2010/04)

Kekuatan otot tungkai dan kecepatan otot tungkai memiliki

konstribusi yang besar dalam terciptanya power otot tungkai. Power otot

tungkai dibutuhkan hampir disemua cabang olahraga, seperti lari, lompat,

loncat, renang dan olahraga lain yang melibatkan kerja otot tungkai yang

dikerahkan secara maksimal dan dengan waktu yang singkat.

c. Peranan Power Otot Tungkai dalam Lompat Jauh

Dalam pencapaian prestasi olahraga, power otot tungkai

memiliki konstribusi dan peranan yang sangat besar. Hampir semua

cabang olahraga, dari cabang atletik sampai dengan cabang olahraga

permainan, baik olahraga individu maupun olahraga beregu.

Besarnya power otot tungkai yang diperlukan pada masing-

masing cabang olahraga tentunya berbeda-beda. Tergantung jenis dan

cabang olahraga tersebut dalam melibatkan power otot tungkai. Olahraga

bola voli berbeda dengan bola basket, olahraga badminton tentunya

42

berbeda dengan nomor-nomor cabang olahraga atletik dan seterusnya.

Karena setiap cabang olahraga memiliki karakterikstik yang berbeda-beda

satu dengan yang lainnya dalam penggunaan power otot tungkai.

Menurut Harsono (1988: 48) bahwa “seorang individu yang

mempunyai power adalah orangyang mempunyai: (1) a high decree muscular

strength,(2) a hingh degree ofspeed, (2) a high decree a skill in integrating speed

and muscular strength”. Faktor utama daya ledak otot adalah kekuatan dan

kecepatan, semua faktor yang mempengaruhi kedua hal tersebut diatas akan

mempengaruhi tenaga ledak otot. Power otot juga dipengaruhi oleh ketrampilan

teknik dan koordinasi gerakan yang baik. Power otot tungkai dapat ditingkatkan

dengan memberikan latihan kecepatan dan kekuatan otot serta meningkatkan

efisiensi dan koordinasi gerakan.

1) Fase Awalan

Fungsi fase awalan dalam lompat jauh adalah usaha untuk

mendapatkan kecepatan horisontal yang maksimum dan mengembangkan

gerakan perpindahan dari gerakan horisontal ke gerakan vertikal. Mark

Gutrhrie (2008:150) mengemukakan bahwa, “Tujuan awalan adalah untuk

mengembangkan gerakan naik yang konsisten sambil mencapai kecepatan

maksimum saat bertolak”. Power otot tungkai seorang pelompat juga

merupakan komponen kondisi fisik penting yang ikut menentukan

pencapaian prestasi maksimal bagi seorang pelompat.

Lari awalan lompat jauh pada hakekatnya merupakan

penampilan kecepatan dan kekuatan dari otot tungkai. Meningkatnya

kecepatan dan kekuatan (power) otot tungkai akan menyebabkan

koordinasi kerja neuromuskuler menjadi lebih baik, sehingga peningkatan

frekuensi langkah dalam segi waktu yang disebabkan oleh meningkatnya

kecepatan dan peningkatan panjang langkah yang disebabkan oleh

meningkatnya kekuatan otot tungkai akan menghasilkan kecepatan lari.

2) Fase Lompatan

Dalam lompat jauh fungsi daya ledak otot tungkai sangat

berpengaruh. Dalam melompat, tungkai untuk melangkah lebih lebar

43

kearah depan. Sehingga dalam melompat, seorang pelompat harus

mempunyai daya ledak otot tungkai yang besar. Hal ini karena daya

kekuatan otot tungkai yang besar akan sangat membantu seorang

pelompat untuk dapat mengarahkan tenaga pada saat melakukan awalan,

berakselrasi, kecepatan dan mempertahankan kecepatan sampai tujuan.

Kemampuan seseorang melakukan lompat jauh gaya jongkok dengan jarak

lompatan yang maksimal dipengaruhi oleh kemampuan teknik dan kondisi

fisik.

Untuk melakukan tolakan yang maksimal harus dilakukan

dengan kuat dan cepat. Aip Saifudin (1992: 91) mengemukakan, tolakan

adalah perubahan atau perpindahan gerakan dari gerak horizontal ke

gerakan vertikal yang dilakukan dengan secara cepat, di mana sebelumnya

testee sudah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan sekua-kuatnya

pada langkah yang terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas

melayang di udara. Perpaduan kecepatan dan kekuatan sangat penting

untuk melakukan tolakan yang maksimal mungkin agar tubuh dapat

melayang tinggi dan jauh di udara agar tolakan dapat mencapai hasil nilai

yang maksimal.

3) Fase Melayang di Udara

Pada fase melayang di udara lompat jauh gaya menggantung

membutuhkan keseimbangan badan yang baik agar tetap tepelihara

hingga mendarat. Dibutuhkan power otot tungkai yang dapat

melakukan perubahan gerakan yang cepat setelah meninggalkan balok

tumpuan dari tolakan kaki ke atas depan dengan sudut 45 derajat

kemudian menarik kedua kaki ke belakang untuk mendapat kan

momentum gerakan. Dengan bantuan ayunan kedua tangan kedua kaki

diayunkan ke depan yang selanjutnya bisa mendorong badan kedepan

sejauh mungkin dengan tetap menjaga keseimbangan sehingga badan

tetap melayang dengan posisi yang stabil sehingga bisa melakukan

pendaratan dengan baik.

44

4) Fase Mendarat

Mendarat merupakan gerakan terakhir dari rangkaian gerak

lompat jauh yang ikut menentukan hasil lompatan. Kemampuan teknik

mendarat harus dikuasai. Prinsip dasar pelaksanaan pendaratan adalah

menjaga agar badan tidak jatuh ke belakang. Dibutuhkan power otot

tungkai dan koordinasi yang bagus untuk mengendalikan gerakan

mendarat agar tidak terjadi kesalahan yang menyebabkan hasil lompatan

yang tidak maksimal. Kemampuan power otot tungkai untuk meredam

tahanan badan setelah melayang di udara diperlukan sekaligus kecepatan

reaksi otot tungkai untuk melakukan gerakan dorongan ke depan. Karena

itu, ketika sedang melakukan pendaratan, testi perlu melenturkan

pinggangnya, yang menyebabkan kepala, pundak, dan lengan bergerak

maju. Gerakan ini menyebabkan reaksi dengan tubuh bagian bawah,

batang kaki, dan bola kaki menjulur ke depan. Tumit menyentuh pasir dan

lutut ditekan untuk memungkinkan pangkal paha bergerak ke depan

sehingga badan akan terdorong ke depan.

Kemampuan teknik yang harus dikuasai meliputi awalan,

menolak, melayang dan mendarat. Sedangkan kondisi fisik yang harus

dipunyai dengan baik diantaranya kecepatan, power otot tungkai dan

keseimbangan dinamis. Perpaduan dari unsur-unsur tersebut

dikoordinasikan menjadi gerakan yang baik dan sempurna akan

menghasilkan sesuatu yang diharapkan yaitu hasil yang maksimal. Dengan

melihat karakteristik lompat jauh ini, power tungkai seorang pelompat

juga merupakan salah satu komponen kondisi fisik penting yang ikut

menetukan pencapaian prestasi maksimal bagi seorang pelompat. Dengan

memperhatikan uraian tersebut, maka dapat di tentukan bahwa daya ledak

otot tungkai mempunyai hubungan yang positif dengan prestasi.

Hasil kecepatan lari dan kemampuan menolak pada hakekatnya

merupakan penampilan power dari otot tungkai karena kecepatan

optimum dalam melakukan awalan dan kekuatan tolakan akan menentukan

45

arah lompatan yang sesuai dengan gerak parabola dari titik gravitasi, yang

pada akhirnya akan menghasilkan prestasi lompatan yang maksimal.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan kecepatan lari dan lompat jauh sudah

banyak dilakukan, beberapa hasil temuan penelitian yang menarik dan memiliki

relevansi yang dekat dengan penelitian ini, akan diungkap kembali sebagai

berikut:

1. Drs. Bambang Sujiono, Endang Darajat, dan Darmili (2006), tentang hubungan

antara waktu tempuh lari 40 meter dan daya tolakan terhadap hasil lompat jauh

gaya gantung, yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang berarti

antara waktu tempuh lari 40 meter dengan hasil lompat jauh, terdapat

hubungan yang berarti antara waktu tempuh lari 40 meter dan daya tolakan

terhadap hasil lompat jauh.

2. Rihandoyo (2008), tentang pengaruh metode latihan latihan lari cepat terhadap

peningkatan kecepatan lari, yang menyimpulkan ada perbedaan pengaruh

signifikan antara latihan lari cepat akselerasi dan repetisi dalam meningkatkan

kecepatan lari, terdapat interaksi signifikan antara latihan lari cepat dan tingkat

power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan kerangka berfikir sebagai berikut:

1. Perbedaan pengaruh metode latihan acceleration sprint dengan sprint

training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh.

Kecepatan diyakini memberikan konstribusi positif dalam prestasi

lari cepat dan lompat jauh. Dalam nomor lompat horisontal khususnya lompat

jauh memerlukan mekanisme lari yang bagus dan juga kecepatan optimal saat

46

melakukan take off (bertolak). Dari 4 unsur utama dalam lompat jauh awalan

merupakan unsur dominan dalam pencapaian prestasi yang maksimal

dibanding unsur lainnya. Tujuan awalan lompat jauh adalah untuk

mengembangkan gerakan lari yang konsisten sambil mencapai kecepatan

maksimal saat bertolak. Pengembangan gerakan lari yang konsisten adalah

dalam upaya untuk mendapatkan kecepatan yang optimal dan efektif . Oleh

karena itu diperlukan metode latihan yang tepat.

Metode latihan acceleration sprint dengan sprint training yang

dilakukan secara sistematis, berulang-ulang dan kontinyu akan berakibat pada

perubahan biokimia, biokmekanika, sistem otot rangka, kardiorespirasi dan

perubahan mekanisme organisasi sistem syaraf yang mengarah pada

peningkatan dalam kemampuan kerja yang berpengaruh terhadap peningkatan

prestasi lompat jauh.

Metode latihan acceleration sprint memiliki beberapa komponen

terdiri dari: Jogging, striding, sprinting, dan walking, latihannya lebih

ditekankan adalah melatih frekeunsi langkah dengan intensitas semakin lama

semakin tinggi. Sedangkan metode latihan sprint training adalah

pengembangan skill yang dilakukan dengan kecepatan tinggi yang dilakukan

dengan teratur dengan kecepatan maksimum yaitu berlari dengan jarak-jarak

pendek

Dua metode latihan ini mempunyai karakteristik biomekanik umum

yang berbeda.

47

Tabel 7: Perbedaan Biomekanika Umum

Biomekanika Umum Saat Akselerasi

(Acceleration Sprint)

Kecepatan Maksimal

(Sprint Training)

Postur saat berlari Condong ke depan Tegak

Lebar langkah Lebih pendek Lebih panjang

Frekuensi langkah Sub maksimum Maksimum

Sudut lutut minimum

mendekati mid

support

Lebih kecil Lebih besar

Hyperextension pada

pinggul Lebih kecil Lebih besar

Waktu kontak

dengan tanah/lantai

Lebih panjang

Lebih pendek

(KOI-ASCA, 2010: 6)

Selain perbedaan karakteristik biomekanika umum di atas, latihan

lari cepat acceleration sprint dan sprint training mempunyai beberapa

kesamaan. Kedua latihan tersebut sama-sama mengembangkan kecepatan dan

kekuatan otot. Dengan pemulihan yang mendekati 100% (untuk acceleration

sprint)dan pemulihan 100% (untuk sprint training), latihan ini juga

merupakan latihan kecepatan murni, karena unsur daya tahan (endurance)

dihindari. Sistem energi sama-sama menggunakan 90% ATP-PC and LA,

penggunaan LA and O2 dan O2 keduanya tak jauh berbeda.

Dalam lari awalan lompat jauh tidak hanya dibutuhkan kecepatan

maksimal tetapi diperlukan kecepatan optimal, artinya seorang pelompat jauh

dalam melakukan awalan/ancang-ancang tidak hanya membutuhkan

kecepatan lari yang maksimum tetapi juga membutuhkan kecepatan lari yang

terkontrol untuk mendapatkan momentum yang tepat dalam melakukan

perpindahan kecepatan, dari kecepatan horisontal ke kecepatan vertikal (saat

melakukan tolakkan) dengan maksimal.

48

Dengan beberapa kesamaan dan perbedaan karakteristik metode

latihan tersebut di atas, maka metode latihan acceleration sprint dan sprint

training diduga akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

peningkatan prestasi lompat jauh. Metode latihan acceleration sprint

mempunyai keuntungan efektif untuk mengembangkan langkah (stridle

lenght) dan frekuensi langkah sehingga pengembangan awalan lompat jauh

lebih tercapai dengan baik, karena terdapat session metode latihan dengan

intensitas berbeda bisa memberi kesempatan untuk memperbaiki teknik yang

salah, sedangkan metode latihan sprint training memang mempunyai

kelebihan efektif mengembangkan kecepatan maksimum tetapi kurang efektif

mengembangkan frekuensi langkah dan kecepatan reaksi terutama pada saat

perpindahan kecepatan horisontal ke kecepatan vertical, sehingga metode

latihan acceleration sprin tmemiliki pengaruh yang lebih baik daripada

dengan metode latihan sprint training terhadap peningkatan prestasi lompat

jauh.

2. Perbedaan peningkatan prestasi lompat jauh antara siswa yang memiliki

power otot tungkai baik, power otot tungkai sedang dan power otot

tungkai kurang baik .

Power otot tungkai dibutuhkan hampir disemua cabang olahraga,

seperti lari, lompat, loncat, renang dan olahraga lain yang melibatkan kerja

otot tungkai yang dikerahkan secara maksimal dan dengan waktu yang

singkat. Besarnya power otot tungkai yang diperlukan pada masing-masing

cabang olahraga tentunya berbeda-beda. Tergantung jenis dan cabang

olahraga tersebut dalam melibatkan power otot tungkai.

Lompat jauh adalah serangkaian lari ancang-ancang, tolakan,

melayang, dan mendarat yang dilakukan secara berkesinambungan yang

komponen dasarnya adalah kecepatan dan kekuatan otot tungkai.

Meningkatnya kecepatan lari dan power otot tungkai akan menyebabkan

koordinasi kerja neuromuskuler menjadi lebih baik, sehingga selain

49

menghasilkan kecepatan lari yang optimal akan menambah kekuatan dan

kecepatan daya tolak pada saat melakukan awalan dan tolakan.

Power otot tungkai yang dimiliki seseorang tidaklah sama, ada

yang baik, sedang dan ada kurang baik. Tingkat kemampuan ini tentunya

akan berpengaruh pada kecepatan lari dan kemampuan melakukan tolakan.

Seseorang yang memiliki power otot tungkai yang baik akan mudah

mengembangkan kecepatan lari awalan (kecepatan horisontal) dan melakukan

gerakan tolakan (kecepatan vertikal) dengan baik dibanding dengan seseorang

yang memiliki power otot tungkai sedang, maupun power otot tungkai kurang

baik.

3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan power otot tungkai

terhadap peningkatan prestasi lompat jauh

Kecepatan lari yang optimal yang digunakan dalam awalan yang

merupakan rangkaian gerakan lompat jauh adalah kemampuan seseorang

untuk melakukan gerakan lari yang maksimal sekaligus menguntungkan

untuk aktifitas gerak selanjutnya. Ada bebapa hal harus diperhatikan dalam

usaha meningkatkan kecepatan lari awalan lompat jauh, salah satu

diantaranya adalah dengan menggunakan metode latihan yang tepat sehingga

hasil yang diperoleh akan maksimal.

Metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kecepatan yang optimal lari awalan lompat jauh adalah melalui metode

latihan acceleration sprint dan metode latihan sprint training. Kedua metode

latihan ini sama-sama mengembangkan kecepatan dan kekuatan otot tungkai

selain itu metode latihan acceleration sprint dan metode latihan sprint

training memiliki bentuk yang berbeda baik aktivitas, teknik pelaksanaan,

komponen bentuk aktivitas, dan pengaruh dari bentuk aktivitas yang

dilakukan maupun dalam pengembangan sistem energi yang digunakan.

Power otot tungkai memberikan konstribusi yang sangat besar

dalam pelaksanaan teknik lari awalan yang efesien dan kecepatan seseorang.

50

Peran power otot tungkai dalam kecepatan lari awalan lompat jauh akan

menjadi lebih baik, apabila metode latihan yang digunakan mempunyai efek

adaptasi terhadap otot-otot penunjang gerakan lari awalan. Perbedaan power

otot tungkai yang dimiliki seseorang juga memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap kecepatan lari awalan. Oleh karena itu, diperkirakan

terdapat interaksi antara metode latihan dan power otot tungkai terhadap

peningkatan prestasi lompat jauh. Siswa yang memiliki power otot tungkai

baik dan sedang yang mendapat perlakuan metode latihan sprint training

menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki

power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat metode latihan

acceleration sprint. Sedangkan siswa yang memiliki power otot tungkai

kurang baik yang mendapat perlakuan metode latihan acceleration sprint

memiliki peningkatan prestasi lebih tinggi dibanding siswa yang memiliki

power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat metode latihan sprint

training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan butir-butir dalam kerangka berfikir maka dirumuskan

hipotesis penenlitian sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh antara metode latihan acceleration sprint dengan

sprint training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh. Metode latihan

acceleration sprin tmemiliki pengaruh yang lebih baik daripada dengan

latihan sprint training.

2. Ada perbedaan peningkatan prestasi lompat jauh pada siswa yang memiliki

power otot tungkai baik, power otot tungkai sedang dan power otot tungkai

kurang baik. Siswa yang memiliki power otot tungkai baik memiliki

peningkatan prestasi lompat jauh yang lebih baik daripada siswa yang

memiliki power otot tungkai kurang baik

51

3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan acceleration sprint dengan

sprint training ditinjau dari tinggi rendahnya power otot tungkai terhadap

peningkatan prestasi lompat jauh. Siswa yang memiliki power otot tungkai

baik dan sedang yang mendapat perlakuan metode latihan sprint training

menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki

power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat metode latihan

acceleration sprint. Sedangkan siswa yang memiliki power otot tungkai

kurang baik yang mendapat perlakuan metode latihan acceleration sprint

memiliki peningkatan prestasi lebih tinggi dibanding siswa yang memiliki

power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat metode latihan sprint

training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh.