Bab II Kajian Teori Bk

19
BAB II LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. Landasan Historis Landasan historis bimbingan dan konseling pada bahasan ini dibatasi pada perkembangannya di Indonesia yang dimulai dari tahap rintisan dan penataannya di sekolah dan pergantian istilah BP menjadi BK. Secara singkat dijabarkan sebagai berikut: 1. Tahap Rintisan dan Penataan BP Pada tahun 1960 mulai dirintis pelaksanaan BP di sekolah, namun terbatas pada bimbingan akademis. Sejarah pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di Indonesia menurut Achmad Juntika Nurihsan (2010: 5- 6) adalah sebagai berikut: “(a) Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah mulai dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis; (b) Pada tahun 1964 pada kurikulum SMA sudah diharuskan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan; (c) Pada tahun 60-an dibuka jurusan bimbingan dan penyuluhan di FKIP dan IKIP untuk mengatasi kekurangan tenaga pembimbing profesional”. Kegiatan bimbingan dan konseling mulai dilakukan di sekolah formal mulai tahun 1960, namun lebih terbatas pada bimbingan akademis karena kurangnya tenaga pembimbing. Pada tahun 1963 dibuka jurusan 4

description

Pendidikan

Transcript of Bab II Kajian Teori Bk

LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING

15

BAB II

LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELINGA. Landasan Historis

Landasan historis bimbingan dan konseling pada bahasan ini dibatasi pada perkembangannya di Indonesia yang dimulai dari tahap rintisan dan penataannya di sekolah dan pergantian istilah BP menjadi BK. Secara singkat dijabarkan sebagai berikut:1. Tahap Rintisan dan Penataan BP

Pada tahun 1960 mulai dirintis pelaksanaan BP di sekolah, namun terbatas pada bimbingan akademis. Sejarah pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di Indonesia menurut Achmad Juntika Nurihsan (2010: 5-6) adalah sebagai berikut: (a) Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah mulai dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis; (b) Pada tahun 1964 pada kurikulum SMA sudah diharuskan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan; (c) Pada tahun 60-an dibuka jurusan bimbingan dan penyuluhan di FKIP dan IKIP untuk mengatasi kekurangan tenaga pembimbing profesional.

Kegiatan bimbingan dan konseling mulai dilakukan di sekolah formal mulai tahun 1960, namun lebih terbatas pada bimbingan akademis karena kurangnya tenaga pembimbing. Pada tahun 1963 dibuka jurusan Bimbingan dan Penyuluhan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), dilanjutkan oleh Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) untuk mengatasi kekurangan tenaga pembimbing yang profesional.

Tahap penataan program BP dimulai tahun 1964 sampai pada tahun 1975. Pada tahun 1964 lahir kurikulum SMA gaya baru yang memasukkan program bimbingan dan penyuluhan, namun menghadapi kendala kurangnya tenaga pembimbing yang profesional. Menurut Ahmad Juntika Nurihsan (2010: 5-6) bahwa: Secara resmi bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukan kurikulum 1975. Pada tahun 1975 berdiri ikatan petugas bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang. Organisasi ini membawa pengaruh bagi perluasan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Upaya pemantapan bimbingan dan penyuluhan sejalan dengan penyempurnaan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di dalamnya. Kemudian usaha memantapkan bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 2 Tahun 1989 disebutkan: Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan. Selanjutnya, posisi bimbingan dan penyuluhan semakin kuat dengan dikeluarkannya SK Menpan No.84 tahun 1993 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Dengan demikian, kedudukan bimbingan dan penyuluhan pada tahun 1993 semakin kuat dan tenaga konselor disejajarkan dengan guru mata pelajaran di sekolah.

2. Tahan Perubahan BP menjadi BK

Pada tahun 1995 terjadi pergantian istilah BP menjadi BK. Pergantian istilah tersebut mengacu pada SK Mendikbud No. 025 tahun 1995. Di dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Menurut Ahmad Juntika Nurihsan (2010: 6) bahwa: Keberadaan guru bimbingan dan konseling pada masa pemerintahan orde baru dan orde reformasi sudah diberlakukan sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.

Pengesahan guru BK sebagai profesi berarti bahwa guru BK adalah tenaga pendidik yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing serta mendapat hak seperti halnya guru mata pelajaran lainnya. Hal ini mengandung implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk guru BK harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi serta harus memiliki sertifikasi sebagai guru BK. B.Landasan Filosofis

Landasar filosofis merupakan dasar pemikiran, asumsi, gagasan, pandangan atau kebijaksanaan untuk mencapai suatu kebenaran. Landasan filosofis bimbingan dan konselingmaksudnya adalah asumsi yang dijadikan titik tolak atau dasar dalam melakukan bimbingan dan konseling. Menurut Prayitno dan Erman Amti (2010) bahwa: Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filsafat tentang berbagai hal yang tersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

Landasan filosofis bimbingan dan konseling menurut Tohirin (2008: 96) berkaitan dengan hal-hal berikut: (a) Hakekat manusia dengan berbagai dimensi kehidupannya; serta (b) Segenap tujuan dan tugas kehidupan menjadi landasan bagi konsepsi dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Landasan filosofis bimbingan dan konseling yang disebutkan di atas akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Hakikat Manusia

Memahami hakikat manusia, tugas dan tujuan hidup manusia sebagai landasan utama untuk mengembangkan konsep bimbingan dan penyuluhan. Pada bahasan ini perlu dipaparkan pendapat para ahli tentang hakikat manusia dan hal-hal yang terkait dengan tugas dan tujuan hidup manusia. Hakikat manusia menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:140) antara lain: (a) Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya; (b) Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya; (c) Manusia berusaha mengembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan; (d) Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan keburukan; dan (e) Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalamLandasan filosofis bimbingan dan penyuluhan menurut teori di atas penulis lebih diarahkan pada pengembangan potensi yang dimiliki manusia. Implikasi landasan filosofis bimbingan dan konseling diawali dengan pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk berkembang dan dapat dididik. Manusia memiliki potensi akal untuk berkembang menjadi baik melalui proses bimbingan. Potensi yang ada pada manusia menurut Moh. Haitami Salim dan Erwin Mahrus (2012: 21-22) antara lain: (a) Mahkluk yang mempunyai budi dan berpikir, (b) Makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan melahirkan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun, makhluk yang terampil, (c) Makhluk yang pandai bekerja sama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasikan diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan teori di atas dapat dipahami bahwa dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan dapat meningkatkan potensi peserta didik sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. Fungsi bimbingan menurut Achmad Juntika Nurihsan (2010: 8-9) antara lain: (a) Mengembangkan potensi dan kekuatan yang dimiliki individu; (b) Membantu individu memilih dan memantapkan penguasaan karier yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya; (c) Membantu individu dalam menemukan penyesuaian diri dan perkembangannya secara optimal. Dengan memahami hakikat manusia maka guru konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok individu yang memiliki potensi untuk berkembang sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. 2.Tugas dan Tujuan Hidup ManusiaLandasan filosofis yang kedua yang dijadikan dasar pemikiran dalam melakukan bimbingan kepada peserta didik adalah tugas dan tujuan hidup manusia di dunia ini. Menurut Witney dan Sweeney dalam karya Prayitno dan Erman Amti (2004:142) bahwa: Daya upaya yang keras untuk terciptanya hidup yang sehat merupakan kecenderungan yang bersifat universal dalam kehidupan manusia. Dalam kaitan dengan hal itu semua, Witney dan Sweeney mengajukan suatu model tentang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta berupaya mengembangkan dan mempertahankannya sepanjang hayat. Ciri-ciri hidup sehat sepanjang hayat dalam lima kategori kehidupan yaitu berkenaan dengan spiritualitas, pengaturan diri, pekerjaan, persahabatan dan cinta.Setiap manusia, termasuk peserta didik menginginkan masa depan yang baik, misalnya: memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan hidup, memiliki pekerjaan yang layak dan dicintai oleh orang lain. Menurut aliran filsafat humanisme yang dikemukakan oleh Achmad Juntika Nurihsan (2010: 1) bahwa: Manusia memiliki potensi untuk dikembangkan seoptimal mungkin. Masyarakat yang miskin dapat dikembangkan melalui bimbingan pekerjaan sehingga pengangguran dapat dihapuskan. Sekolah adalah tempat yang baik untuk memberikan bimbingan pekerjaan dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Bimbingan dan konseling pada hakekatnya bertujuan untuk menumbuhkembangkan peserta didik agar dapat membangun dirinya dan orang lain demi mencapai kebahagiaan hidup. C.Landasan Psikologis

Landasanpsikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling. Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 99) bahwa: Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling, sejumlah aspek psikologi yang harus dikuasai oleh para pembimbing, meliputi: (1) motif dan motivasi; (2) pembawaan dasar dan lingkungan, (3) perkembangan individu; (4) belajar, balikan dan penguatan serta (5) kepribadian.1. Motif dan MotivasiMotif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku dan melakukan aktivitas tertentu. Menurut Sardiman AM (2004: 71) bahwa:

Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern. Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.

2.PembawaanDasar dan Lingkungan

Pembawaan dasar dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 158) bahwa: Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan yang mencakup aspek psiko-fisik, minat, bakat khusus, warna kulit, golongan darah, kecerdasan, atau ciri-ciri kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkannya juga tergantung pada lingkungan di mana individu itu berada. Dalam hal ini muncul perbedaan pendapat mengenai faktor yang lebih berperanan antara pembawaan dan lingkungan terhadap kondisi perilaku seseorang. Menurut Akyas Azhari (2006: 33) bahwa:

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologis siswa menurut faham nativisme bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa lahir, sedangkan menurut faham empirisme bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor lingkungan. Adapun menurut aliran confergensi bahwa di dalam perkembangan individu, baik dasar (keturunan) atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat kemungkinan telah ada pada setiap individu, tetapi bakat yang telah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai agar dapat berkembang.

Pembawaan dasar dan lingkungan setiap individu berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan kecerdasan yang rendah, normal dan tinggi. Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang baik dan ada yang buruk. Kondisi yang ideal adalah apabila pembawaan dasar dan pengaruh lingkungan saling mendukung untuk perkembangan peserta didik. Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan menjadi suatu kebutuhan apabila pembawaan dan lingkungan peserta didik atau salah satunya mengalami masalah, misalnya IQ-nya lemah, suka membolos karena pengaruh teman sebayanya.

3.PerkembanganIndividu

Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu sejak masa konsepsi hingga akhir hayatnya. Pengertian perkembangan individu Muhibbin Syah (2003: 42) adalah:

Proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniyah, bukan organ-organ jasmaniyah itu sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan akan berlanjut terus hingga manusia mengakhiri hayatnya.

Guru BK harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan. Aspek-aspek perkembangan individu peserta didik secara umum menurut H.M. Asrori (2003: 3-5) mencakup: (1) Aspek fisik; (2) Aspek intelek; (3) Aspek emosi; (4) Aspek sosial; (5) Aspek bahasa; (6) Aspek bakat khusus; dan (7) Aspek sikap.

4.Belajar, Balikan dan Penguatan

Belajar merupakan aktivitas tertentu yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan. Belajar dapat dilakukan secara perorangan, meminta bantuan orang lain atau seacara kelompok.

Kegiatan pembelajaran di sekolah lebih menitikberatkan pada upaya mendorong dan memberi pengalaman kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Hal itu bermakna bahwa siswa yang lebih aktif memanfaatkan sumber dan situasi belajar serta menambah kegiatan belajar di luar sekolah. Menurut Hallen A (2005: 32) bahwa:

Perbuatan belajar banyak menimbulkan berbagai masalah, baik yang berhubungan dengan para peserta didik maupun pendidik itu sendiri. Masalah yang timbul dari peserta didik, misalnya: masalah pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar yang efektif dan efisien, menggunakan buku referensi, cara belajar kelompok, memilih juran yang sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki dan sebagainya.Salah satu masalah belajar yang perlu mendapat bimbingan yaitu ketidakmampuan siswa mengatur waktu belajar di rumah sehingga mengandalkan belajar di sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut, Thursan Hakim (2005: 33) menjelaskan:

Mengatur waktu belajar bukan hal yang mudah, karena sifatnya sangat individual. Setiap individu mempunyai jumlah dan jenis kegiatan yang beragam. Apalagi bagi individu yang mempunyai kegiatan yang banyak, mengatur waktu belajar tentu saja akan terasa menjadi lebih sulit bagi mereka. Kesulitan mengatur waktu belajar ini akan menjadi semakin sulit lagi bila individu yang bersangkutan tidak bisa menempatkan kegiatan belajarnya sebagai kegiatan yang lebih utama dari pada kegiatan-kegiatan lain.

Kontribusi yang paling mendasar pada perubahan perilaku seseorang adalah usaha belajar yang dilakukan atas dasar kemauan dari dalam diri siswa itu sendiri atau belajar atas inisiatif sendiri tanpa diperintah oleh orang lain. Sebagaimana hal itu dijelaskan oleh Allah dalam Al-Quran surat Ar-radu ayat 11 yang berbunyi:

(((( (((( (( ((((((((( ((( (((((((( (((((( (((((((((((( ((( ((((((((((((( ((((

Artinya: Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri(Depag RI, 2005: 355)Hasil belajar perlu dilakukan umpan balik dan penguatan. Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 166) bahwa: Hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar hendaknya dapat diketahui dan diukur, baik oleh siswa maupun orang lain. Mengetahui hasil belajar yang telah dicapai dapat dijadikan balikan bagi individu yang belajar, terutama tentang sampai seberapa jauh kesuksesannya dalam upaya belajar dan mengkaji proses belajar yang telah dijalaninya serta upaya tindak lanjut apa yang perlu dilaksanakan.Hasil belajar telah dicapai siswa dapat dijadikan umpan balik oleh guru dan siswa itu sendiri. Jika hasilnya belum optimal, maka perlu dikaji bagian-bagian yang belum dikuasai dan mencari tahu penyebabnya misalnya: cara belajarnya, metode dan media yang digunakan atau suasana belajar yang kurang kondusip. Setelah itu perlu dilaksanakan tindak lanjut berupa perbaikan terhadap kekurangan atau kelemahannya.5. KepribadianAspek keperibadian mencakup totalitas sikap atau watak yang melekat pada seseorang yang dapat diamati dari cara bicara dan bertingkah laku. Aspek keperibadian cukup luas sehingga yang perlu diketahui oleh pendidik dan guru BK yaitu karakter sikap peserta didik yang tampak dari gejala-gejala perilaku. Menurut H.M Asrori (2003: 8) bahwa:

Karakteristik sikap siswa dapat diamati dan tampak dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut: (a) Ada anak yang bersikap taat pada norma, tetapi ada yang begitu mudah dan enak saja melanggar norma; (b) Ada anak yang prilakunya bermoral tinggi, tetapi ada anak yang prilakunya tak bermoral dan tak senonoh; dan (c) Ada anak yang penuh sopan santun, tetapi ada yang prilaku dan tutur bahasanya seenaknya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan keperibadian siswa dapat diketahui dari gejala-gejala yang menggambarkan kekhususan sikap misalnya: ada yang bersikap taat dan ada pula yang tidak taat, ada yang berakhlak mulia dan ada yang berakhlak buruk, ada yang sopan serta ada yang tidak sopan. Guru BK harus mampu memahami sikap dan tingkah laku individu dengan mempelajari ciri-ciri khas keperibadian yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain.

D.Landasan Sosial BudayaManusia adalah makhluk sosial yang memiliki keterikatan dengan orang-orang di sekitarnya sehingga cenderung hidup mengelompok dalam suatu wilayah. Dalam kehidupan masyarakat terdapat aturan, norma, adat-istiadat yang merupakan produk yang dihasilkan dari proses sosialisasi. 1.Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya

Unsur-unsur budaya yang berkembang dalam masyarakat dapat mempengaruhi apa yang dilakukan dan dipikirkan oleh individu sebagai hasil dari adaptasi dan sosialisasi. Menurut Tohirin (2008: 99) bahwa:

Klien (siswa) sebagai manusia juga merupakan makluk sosial. Dimensi sosial manusia harus tetap dipertahankan sambil terus dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling. Manusia juga sebagai makhluk berbudaya, di samping memenuhi tuntutan biologis juga harus memenuhi tuntutan budaya di mana ia hidup.

Bimbingan dan konseling harus mempertimbangkan aspek sosial budaya dalam pelayanan kepada peserta didik agar tingkah laku peserta didik sesuai dengan pola-pola budaya yang berlaku di lingkungannya. 2.Bimbingan dan Konseling Antara Budaya

Menurut Pedersen dkk dalam karya Prayitno dan Erman Amti (2004: 172) menjelaskan bahwa: Ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antar budaya yaitu sumber-sumber berkenaan dengan perbedaan bahasa, komunikasi non-verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasanBeberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk dalam karya Prayitno dan Erman Amti (2004: 175-176) tentang berbagai aspek konseling budaya antara lain:

(a) Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil. (b) Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi terbuka, maka makin efektif konseling tersebut. (c) Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil konseling tersebut. (d) Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar budaya makin memudahkan konselor memahami klien. (e) Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor terhadap proses komunikasi. (f) Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut. (g) Makin klien (antar budaya) kurang memahami proses konseling, makin perlu konselor atau program konseling antar budaya memberikan pengarahan/latihan kepada klien (antar budaya) itu tentang keterampilan berkomunikasi, dan pengambilan keputusan.E.Landasan Agama (Religius)Landasan agama atau dalam istilah lain adalah landasan religius berorientasi pada pandangan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan sehingga layanan bimbingan dan penyuluhan diarahkan untuk membantu peserta didik dalam memahami, menghayati serta menerapkan kaidah-kaidah agama. Menurut Tohirin (2008: 97) bahwa:

Dalam landasan religius bagi bimbingan dan konselingdiperlukanpenekanan pada 3 hal pokok, yaitu;(1) Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam adalah mahluk tuhan, (2)Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan (3)Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.Berdasarkan teori di atas bahwa layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok sebagai berikut:

1. Manusia sebagai Mahluk Tuhan

Manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tdiak boleh dibiarkan agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Layanan bimbingan diarahkan pada pelaksanaan tugas manusia selaku hamba Allah yaitu mengabdi kepadanya. Tugas manusia selaku hamba Allah yaitu mengabdi kepada-Nya, sebagaimana hal itu dijelaskan dalam Al-Quran surat Az-Zariyat/51 ayat 56 yang berbunyi:

((((( (((((((( (((((((( ((((((((( (((( ((((((((((((( ((((

Artinya:Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Depag RI, 2005: 417)

Ayat di atas mengandung maksud bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk mengabdi kepada-Nya, termasuk di dalamnya beribadah, mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

2. Sikap Keberagamaan

Agama yang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap keberagamaan. Sikap keberagamaan dapat terbentuk menurut Bambang Syamsul Arifin (2008: 77) disebabkan dua faktor:

(a) Faktor intern. Faktor pertama bahwa manusia adalah homo religius (makhluk beragama), karena manusia memiliki potensi untuk beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia, seperti naluri, akal, perasaan maupun kehendak. (b) Faktor ekstern. Faktor kedua bahwa jiwa keagamaan manusia bersumber dari faktor ekstern. Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh faktor luar dirinya, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah.

E.Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan TeknologiBimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi. Menurut Tohirin (2008: 101) bahwa: Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial artinya disiplin ilmu yang mengambil rujukan dari ilmu-ilmu yang lain seperti: psikologi (psikologi perkembangan, psikologi keperibadian, psikologi anak, psikologi remaja, psikologi orang dewasa dan psikologi komunikasi), ilmu pendidikan, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, antropologi, ilmu ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, ilmu statistik, evaluasi dan lain-lain.

Berdasarkan teori di atas bahwa layanan bimbingan dan penyuluhan memerlukan berbagai disiplin ilmu yang relevan dalam teori dan prakteknya. Hal itu mengisyaratkan bahwa bimbingan dan konseling merupakan profesi yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu-ilmu yang disebutkan di atas tidak hanya bersifat metode dan pendekatan dalam pelaksanaan bimbingan, tetapi juga terkait dengan teknologi yang dipergunakan sebagai sarana bimbingan, misalnya computer dan lain-lain. 4PAGE