BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II...

26
15 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas 1. Pengertian Polisi Polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan, memberikan perlindungan, dan menciptakan ketertiban masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, polisi diartikan: 1) sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar undang-undang dsb.), dan 2) anggota dari badan pemerintahan (pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan, dsb.). Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau disebut dengan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa, Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan.Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa: 1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II...

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

15

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas

1. Pengertian Polisi

Polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara

keamanan, memberikan perlindungan, dan menciptakan ketertiban

masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, polisi diartikan: 1)

sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan

ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar undang-undang

dsb.), dan 2) anggota dari badan pemerintahan (pegawai negara yang

bertugas menjaga keamanan, dsb.).

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia atau disebut dengan Undang-Undang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Pasal 1 Ayat (1)

disebutkan bahwa, “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan

dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.” Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang Kepolisian Negara

Republik Indonesia disebutkan bahwa:

1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya

keamanan dalam negeri.

2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional

yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

16

Sadjijono mengemukakan bahwa polisi adalah organ atau

lembaga pemerintah yang ada dalam negara (Sadjijono, 2008: 53). Istilah

kepolisian sebagai organ dan juga sebagai fungsi. Polisi sebagai organ,

yakni suatu lembaga pemerintah yang terorganisasi dan terstruktur dalam

ketatanegaraan yang oleh undang-undang diberi tugas dan wewenang dan

tanggung jawab untuk menyelenggarakan kepolisian. Sebagai fungsi

menunjuk pada tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang

yakni fungsi preventif dan fungsi represif.

Polisi lalu lintas merupakan unsur pelaksana yang bertugas

menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan,

pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas,

registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor,

penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang

lalu lintas guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu

lintas (repository.usu.ac.id,2013).

Pembagian wilayah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada

dasarnya didasarkan dan disesuaikan atas wilayah administrasi

pemerintahan sipil. Komando pusat berada di Markas Besar Polri

(Mabes) di Jakarta. Pada umumnya struktur komando Polri dari pusat ke

daerah adalah:

a. Pusat

Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)

b. Wilayah Provinsi

Kepolisian Daerah (Polda)

c. Wilayah Kabupaten dan Kota

1) Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes)

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

17

2) Kepolisian Resor Kota (Polresta)

3) Kepolisian Resor Kabupaten (Polres)

d. Tingkat kecamatan

1) Kepolisian Sektor Kota (Polsekta)

2) Kepolisian Sektor (Polsek)

Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada

Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor Pasal 1 angka (5)

disebutkan bahwa, Kepolisian Resort yang selanjutnya disingkan Polres

adalah pelaksana tugas dan wewenang Polri di wilayah kabupaten/kota

yang berada di bawah Kapolda. Sedangkan dalam Pasal 1 angka (20)

disebutkan bahwa, Satuan Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat

Satlantas adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi lalu lintas pada

tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres.

Sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian kedudukan polres

berada di ibukota kabupaten/kota di daerah hukum masing-masing.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian

disebutkan bahwa, Polres terdiri dari:

a. Tipe Metropolitan;

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

18

b. Tipe Polrestabes;

c. Tipe Polresta; dan

d. Tipe Polres.

Tugas polres adalah menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat dan melaksanakan tugas-tugas Polri lainnya dalam daerah

hukum Polres, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Polres

menyelenggarakan fungsi:

a. pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat, dalam

bentuk penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan,

pemberian bantuan dan pertolongan termasuk pengamanan

kegiatan masyarakat dan instansi pemerintah, dan pelayanan

surat izin/keterangan, serta pelayanan pengaduan atas tindakan

anggota Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

b. pelaksanaan fungsi intelijen dalam bidang keamanan guna

terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan

dini (early warning);

c. penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, fungsi identifikasi

dan fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka

penegakan hukum, serta pembinaan, koordinasi, dan pengawasan

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS);

d. pembinaan masyarakat, yang meliputi pemberdayaan masyarakat

melalui perpolisian masyarakat, pembinaan dan pengembangan

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan

kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan

ketentuan peraturan perundang-undangan, terjalinnya hubungan

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

19

antara Polri dengan masyarakat, koordinasi dan pengawasan

kepolisian khusus;

e. pelaksanaan fungsi Sabhara, meliputi kegiatan pengaturan,

penjagaan pengawalan, patroli (Turjawali) serta pengamanan

kegiatan masyarakat dan pemerintah, termasuk penindakan

tindak pidana ringan (Tipiring), pengamanan unjuk rasa dan

pengendalian massa, serta pengamanan objek vital, pariwisata

dan Very Important Person (VIP);

f. pelaksanaan fungsi lalu lintas, meliputi kegiatan Turjawali lalu

lintas, termasuk penindakan pelanggaran dan penyidikan

kecelakaan lalu lintas serta registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor dalam rangka penegakan hukum dan pembinaan

keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas;

g. pelaksanaan fungsi kepolisian perairan, meliputi kegiatan patroli

perairan, penanganan pertama terhadap tindak pidana perairan,

pencarian dan penyelamatan kecelakaan di wilayah perairan,

pembinaan masyarakat perairan dalam rangka pencegahan

kejahatan, dan pemeliharaan keamanan di wilayah perairan; dan

h. pelaksanaan fungsi-fungsi lain, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

Polres memiliki beberapa unsur pelaksana tugas pokok yang

berada di bawah Kapolres. Salah satu unsur pelaksana tugas pokok

adalah Satlantas.

2. Tugas dan Fungsi Polisi Lalu Lintas

Satlantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan

masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan

identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan

lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas. Satlantas sesuai

dengan Pasal 59 ayat (3) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Polres

menyelenggarakan fungsi, yaitu:

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

20

a. pembinaan lalu lintas kepolisian;

b. pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas

sektoral, Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu

lintas;

c. pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka

penegakan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban,

kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas);

d. pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor serta pengemudi;

e. pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta

penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan

hukum, serta menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya;

f. pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan; dan

g. perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.

Berdasarkan Pasal 62 Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Polres

Satlantas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

a. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas

melaksanakan pembinaan lalu lintas, melakukan kerja sama lintas

sektoral, pengkajian masalah di bidang lalu lintas, pelaksanaan

operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan

hukum dan Kamseltibcarlantas, perawatan dan pemeliharaan

peralatan dan kendaraan;

b. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas

menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan;

c. Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli

(Unitturjawali), yang bertugas melaksanakan kegiatan Turjawali

dan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas dalam rangka

penegakan hukum;

d. Unit Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa (Unitdikyasa), yang

bertugas melakukan pembinaan partisipasi masyarakat dan

Dikmaslantas;

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

21

e. Unit Registrasi dan Identifikasi (Unitregident), yang bertugas

melayani administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor serta pengemudi; dan

f. Unit Kecelakaan (Unitlaka), yang bertugas menangani kecelakaan

lalu lintas dalam rangka penegakan hukum.

Polantas merupakan bagian dari Polri yang dibutuhkan oleh

masyarakat untuk mencapai ketentraman terutama yang menyangkut lalu

lintas. Pelayanan kepada masyarakat dalam bidang lalu lintas akan

berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat karena dalam kehidupan

masyarakat yang modern seperti saat ini lalu lintas merupakan faktor

utama pendukung produktivitas. Banyaknya masalah atau gangguan

dalam lalu lintas seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan, maupun

tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor merupakan

permasalahan yang mengganggu masyarakat. Terkait dengan pelayanan

tersebut, adapun visi dan misi dari polisi lalu lintas yaitu:

a. Visi Polisi Lalu Lintas

Menjamin tegaknya hukum di jalan yang bercirikan perlindungan,

pengayoman, pelayanan masyarakat yang demokratis sehingga

terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu

lintas (Dit Lantas Polda D.I. Yogyakarta, 2012).

b. Misi Polisi Lalu Lintas

Mewujudkan masyarakat pemakai jalan memahami dan yakin

kepada Polantas sebagai pelindung, pengayoman dan pelayanan

masyarakat bidang lalu lintas, penegakan hukum lalu lintas,

pengkajian masalah lalu lintas, registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor dan pengemudi (Dit Lantas Polda D.I. Yogyakarta, 2012).

Unit Lalu Lintas (Unitlantas) merupakan unsur pelaksana tugas

pokok yang bertugas melaksanakan Turjawali bidang lalu lintas,

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

22

penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu

lintas pada tingkat Kepolisian Sektor. Unitlantas dipimpin oleh

Kanitlantas merupakan unsur pelaksana tugas pokok di bawah Kapolsek

yang bertanggung jawab kepada Kapolsek dan dalam pelaksanaan sehari-

hari berada di bawah kendali Wakapolsek (Wakil Kepala Kepolisian

Sektor). Sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 23

Tahun 2010 Pasal 120 ayat (3), dalam melaksanakan tugasnya Unitlantas

menyelenggarakan fungsi:

a. pembinaan partisipasi masyarakat di bidang lalu lintas melalui

kerja sama lintas sektoral dan Dikmaslantas;

b. pelaksanaan Turjawali lalu lintas dalam rangka Kamseltibcarlantas;

dan

c. pelaksanaan penindakan pelanggaran serta penanganan kecelakaan

lalu lintas dalam rangka penegakan hukum.

B. Tinjauan tentang Siswa

Siswa adalah murid (terutama pada tingkat sekolah dasar dan

menengah) (KBBI, 2005: 1077). Siswa/Siswi merupakan istilah bagi peserta

didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Peserta didik adalah

anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui

proses pembelajaran pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu

(Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Angka (4)).

Sekolah menengah pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan dasar

pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar. Sekolah

menengah pertama ini ditempuh dalam waktu 3 tahun seperti pada tingkat

sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan. Saat ini SMP tidak

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

23

lagi menggunakan istilah kelas 1, 2 , dan 3 tetapi kelas 7, 8, dan 9. Bagi siswa

kelas 9 diwajibkan mengikuti Ujian Nasional yang mempengaruhi kelulusan

siswa. Bagi siswa yang mampu lulus ujian nasional sekolah menengah

pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau

sekolah menengah kejuruan, sedangkan bagi siswa yang belum lulus ujian

dapat mengulang ujian nasional tahun berikutnya atau mengikuti program

paket.

Pada umumnya usia siswa sekolah menengah pertama berusia 13-15

tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib

mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar 6 tahun dan sekolah

menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun. Pemerintah juga mengupayakan

agar pendidikan dasar minimal 9 tahun ini dapat terselenggara dengan gratis

secara menyeluruh. Dengan demikian akan mendorong tercapainya salah satu

tujuan nasional Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sekolah menengah pertama diselenggarakan oleh pemerintah maupun

swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan

sekolah menengah pertama negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di

bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab

pemerintah daerah kabupaten/kota, sedangkan Departemen Pendidikan

Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional

pendidikan. Secara struktural, sekolah menengah pertama negeri merupakan

unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

24

Sekolah menengah Atas (disingkat SMA;bahasa Inggris; Senior High

School), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal setelah

lulus Sekolah Menengah Pertama (sederajat) (Wikipedia Bahasa Indonesia,

2014). Sekolah ini ditempuh dalam waktu tiga tahun, mulai dari kelas 10

sampai kelas 12.

Pelajar SMA umumnya berusia 16-18 tahun. SMA tidak termasuk

program wajib belajar pemerintah, sebab pemerintah hanya mewajibkan

pendidikan dasar yaitu SD dan SMP. Meskipun sejak tahun 2005 telah mulai

diberlakukan program wajib belajar 12 tahun yang mengikutsertakan SMA di

beberapa daerah, contohnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

SMA diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak

diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan SMA negeri

di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan

Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah Kabupaten/kota.

Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai

regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural SMA

negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.

C. Tinjauan tentang Upaya Menanggulangi Pelanggaran

1. Pengertian Pelanggaran

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia memuat

pembagian atas tindak pidana yaitu buku Kedua mengatur tentang

kejahatan dan buku Ketiga mengatur tentang pelanggaran. Setiap

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

25

perbuatan yang bertentangan dengan buku Kedua disebut kejahatan dan

perbuatan yang bertentangan dengan buku Ketiga disebut sebagai

pelanggaran. Antara kejahatan dengan pelanggaran tersebut pada

hakekatnya tidak ada perbedaan yang tegas karena keduanya sama-sama

delik atau merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

Namun jika dilihat dari hukuman yang diterima orang yang melakukan

kejahatan dan pelanggaran tentu saja berbeda, kejahatan diancam dengan

hukuman yang jauh lebih berat daripada pelanggaran.

Pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggar, tindak pidana

yang lebih ringan dari kejahatan (KBBI, 2005: 1634). Sedangkan

kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma

yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis (KBBI, 2005: 450).

Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaan

ditegaskan dalam Memorie van Toelichting. Kejahatan adalah “delik

hukum” yakni peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-

asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari

undang-undang, sedangkan pelanggaran adalah delik “undang-undang”

yakni peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-

undang sebagai hal yang terlarang (G.W. Bawengan, 1973: 3).

Menurut Utrecht yang dikutip oleh G.W. Bawengan menjelaskan

bahwa kejahatan adalah perbuatan karena sifatnya bertentangan dengan

ketertiban hukum sedangkan pelanggaran adalah perbuatan yang oleh

undang-undang dicap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

26

ketertiban hukum. Sebagai contoh, pembunuhan, pencurian,

pemerkosaan, penganiayaan dan sebagainya, sebelum menjelma ke

dalam KUHP telah lama ada, yaitu tersebut dalam 10 perintah Tuhan

yang diterima oleh Nabi Musa. Perbuatan-perbuatan tersebut selain dicap

sebagai sebuah kejahatan juga menimbulkan reaksi dari masyarakat

terhadap pelakunya. Contoh tersebut hanya sebuah norma agama, namun

keyakinan untuk jangan membunuh atau mencuri bukan saja dimiliki

oleh sebuah agama tertentu, tetapi hidup juga dalam keyakinan setiap

manusia (G.W. Bawengan, 1973: 4).

Sedangkan contoh lain adalah pelanggaran lalu lintas

sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009.

Pengemudi yang mengendarai kendaraan bermotor tanpa memiliki SIM

ditetapkan undang-undang sebagai sebuah pelanggaran karena melanggar

Pasal 77 Ayat (1), padahal reaksi orang lain tidak selalu negatif terhadap

orang yang tidak memiliki SIM. Namun, karena kepemilikan SIM

dianggap sebagai bukti registrasi dan identifikasi seseorang yang telah

memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani,

memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan

bermotor sehingga seseorang yang memiliki SIM dianggap layak

mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak membahayakan atau

mengganggu ketertiban masyarakat.

Secara prinsip perbedaan kejahatan dengan pelanggaran yaitu:

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

27

a. Kejahatan sanksi hukumnya berupa pidana penjara, sedangkan

pelanggaran berupa pidana kurungan.

b. Percobaan dalam melakukan kejahatan akan dikenai hukuman,

sedangkan pada pelanggaran percobaan melakukan pelanggaran tidak

dihukum.

c. Tenggang waktu daluarsa bagi kejahatan lebih lama dari pada

pelanggaran.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelanggaran adalah tindak

pidana yang lebih ringan dari kejahatan dan merupakan perbuatan yang

bertentangan dengan undang-undang.

2. Upaya Menanggulangi Pelanggaran

Sebelum menguraikan bagaimana menanggulangi suatu

pelanggaran perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai tindak pidana.

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana

dilarang dan dipidana bagi barang siapa yang melanggar larangan

tersebut (Bambang Poernomo, 1985: 130).

Tindak pidana merupakan perbuatan yang melanggar suatu aturan

hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai

dengan sanksi pidana bagi yang melanggar. Sanksi yang dijatuhkan

misalnya dapat berupa pidana penjara, pidana kurungan, dan denda.

Tindak pidana baik merupakan kejahatan maupun pelanggaran

pada hakekatnya melekat pada kehidupan dinamis masyarakat yang

antara lain menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi, ideologi, politik,

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

28

dan kemampuan atau efektifitas aparat negara serta masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut dalam menanggulangi tindak pidana

hendaknya dilakukan secara menyeluruh dan dinamis mengikuti

kehidupan masyarakat yang kompleks yaitu dengan upaya preventif,

maupun represif.

Menurut G.W. Bawengan di dalam upaya menanggulangi tindak

pidana dapat dilakukan dengan tindakan preventif maupun represif.

Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah agar

tidak terjadi suatu tindak kejahatan maupun pelanggaran, sedangkan

tindakan represif adalah tindakan untuk memberantas adanya tindak

pidana. Melihat dari pengertian kedua tindakan tersebut sulit untuk

dipisah-pisahkan karena keduanya saling berkaitan. Tindakan represif

sendiri memiliki ciri-ciri preventif, maksudnya tindakan represif terhadap

seseorang yang melakukan tindak pidana dengan pemberian sanksi

pidana akan mempengaruhi orang lain untuk tidak melakukan tindak

pidana (G.W. Bawengan, 1977: 197).

Menurut Bambang Poernomo tindakan hukum pencegahan

(preventif) adalah tindakan untuk melancarkan berlakunya hukum pada

waktu sebelum terjadinya perubahan melanggar hukum secara riil.

Penegakan hukum preventif adalah tindakan yang bersifat pencegahan

oleh petugas hukum baik dengan menggunakan sarana hukum maupun

sarana bukan hukum (sosiologis, psikologis, kriminologis, dan lain-lain).

Dengan kata lain tindakan preventif merupakan pencegahan terhadap

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

29

tindak pidana kejahatan ataupun pelanggaran sehingga orang tersebut

langsung mendapat sentuhan tentang arti pentingnya taat terhadap hukum

bagi kepentingan masyarakat (Bambang Poernomo, 1988: 88).

Bambang Poernomo juga menjelaskan apa yang dimaksud dengan

tindakan represif. Tindakan represif adalah segala tindakan yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya pelanggaran

hukum. Tindakan represif adalah tindakan petugas hukum terhadap

perbuatan seseorang sesudah terjadinya pelangaran hukum.

Penanggulangan tindak pidana secara represif dilakukan untuk

menghukum pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Hukuman

tersebut dapat berupa penjara atau denda atau bahkan keduanya

(Bambang Poernomo, 1988: 90).

Di lingkungan Polri istilah penanggulangan diartikan sebagai

suatu usaha, tindakan maupun kegiatan untuk mencegah dan menindak

suatu kejahatan dan pelanggaran. Selain itu untuk memelihara dan

meningkatkan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.

Penanggulangan dapat meliputi 2 usaha yaitu: usaha pencegahan

dan pembinaan, usaha penindakan. Oleh karena itu penanggulangan

dapat dimaksudkan sebagai segala tindakan yang terkait pada segi

preventif maupun represif dalam upaya meniadakan gangguan terhadap

kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) (Nurdjana, 2009: 28).

Tindakan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak

terjadi pelanggaran norma-norma yang berlaku yaitu dengan

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

30

mengusahakan agar faktor niat dan kesempatan tidak bertemu sehingga

situasi kamtibmas tetap terkendali. Sedangkan tindakan represif

merupakan tindakan yang dimulai dari penyelidikan, penindakan

(pemanggilan, penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan),

pemeriksaan, dan penyerahan perkara penuntut umum untuk dihadapkan

di sidang pengadilan (Nurdjana, 2009: 28-29).

Upaya penanggulangan tindak pidana baik kejahatan maupun

pelanggaran secara preventif dan represif merupakan bagian dari politik

kriminil secara umum. Politik kriminal artinya mengadakan pemilihan

dari sekian banyak alternatif penanggulangan yang efektif dalam

menanggulangi masalah kejahatan dan pelanggaran. Politik kriminal

dalam arti sempit diartikan sebagai keseluruhan asas dan metode yang

menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa

pidana. Sedangkan politik kriminal dalam arti yang lebih luas merupakan

keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum termasuk didalamnya

cara kerja dari pengadilan dan polisi. Dalam arti yang paling luas

merupakan keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-

undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan

norma-norma sentral dalam masyarakat (Sudarto, 1986: 114).

Menurut Barda Nawawi upaya untuk menangulangi tindak pidana

dapat ditempuh dengan dua pendekatan yaitu pendekatan integral antara

kebijakan penal dan non penal serta pendekatan kebijakan dan

pendekatan nilai dalam penggunaan sanksi pidana.

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

31

a. Pendekatan integral antara kebijakan penal dan non-penal

Upaya nyata untuk menanggulangi tindak pidana (politik

kriminil) dapat ditempuh dengan memadukan antara sarana penal

(hukum pidana) dengan sarana non-penal. Kegiatan utama dalam

upaya ini adalah mengintegrasikan dan mengharmoniskan kebijakan

penal dan non-penal tersebut ke arah penekanan atau pengurangan

faktor-faktor yang potensial untuk terjadinya tindak pidana. Dengan

upaya ini diharapkan social defance planning dapat berhasil dan

mewujudkan tercapainya tujuan kebijakan sosial.

Usaha-usaha non-penal penal ini meliputi bidang yang cukup

luas dari seluruh sektor kebijakan sosial atau pembangunan nasional.

Usaha-usaha non-penal yang dapat dilakukan misalnya dengan

pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab

masyarakat; penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui

pendidikan moral dan agama; meningkatkan usaha-usaha

kesejahteraan anak dan remaja; serta kegiatan patroli dan

pengawasan lainnya secara berkala oleh polisi dan aparat keamanan

lainnya (Muladi dan Barda Nawawi, 1992: 159).

Adanya sarana non-penal tersebut akan memberikan

pengaruh preventif terhadap adanya tindak pidana (kejahatan dan

pelanggaran) karena mampu memperbaiki kondisi-kondisi sosial

tertentu. Oleh karena itu, apabila dicermati dari segi politik kriminil

seluruh upaya non-penal tersebut memiliki peran yang strategis

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

32

karena merupakan upaya preventif dalam mencegah terjadinya

tindak pidana sehingga perlu diintensifkan dan diefektifkan.

Kegagalan dalam menggarap posisi strategis itu justru akan

berakibat fatal bagi usaha penanggulangan tindak pidana.

b. Pendekatan kebijakan dan pendekatan nilai dalam penggunaan

sanksi pidana

Kebijakan kriminil dalam penggunaan sarana penal (hukum

pidana) menyangkut permasalahan perbuatan apa yang seharusnya

dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya dikenakan

bagi si pelanggar. Hal tersebut harus berorientasi pada kebijakan

(policy aoriented approach) (Barda Nawawi, 2010: 36).

Berdasarkan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan itu,

Sudarto berpendapat bahwa dalam menghadapi masalah sentral

tentang perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana yang

sering disebut masalah kriminalisasi harus diperhatikan hal-hal yang

pada intinya sebagai berikut:

1) Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan

pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil

makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan

Pancasila; sehubungan dengan ini maka penggunaan hukum

pidana bertujuan untuk menaggulangi kejahatan dan mengadakan

pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi

kesejahteraan dan pengayoman masyarakat;

2) Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi

dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak

dikehendaki” yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian

(material dan atau spiritual) atau warga masyarakat;

3) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip

“biaya dan hasil” (cost benefit princiole);

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

33

4) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas

atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum,

yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting)

(Barda Nawawi, 2010: 36-37).

3. Hambatan Dalam Menanggulangi Pelanggaran

Polisi terus berupaya menanggulangi berbagai bentuk tindak

pidana baik kejahatan maupun pelanggaran termasuk pelanggaran lalu

lintas. Hal tersebut untuk melindungi, menciptakan keamanan dan juga

ketertiban di dalam masyarakat. Akan tetapi dalam pelaksanaannya

terkadang polisi mengalami kendala-kendala sehingga menghambat

proses penanggulangan tindak pidana. Menurut Anton Tabah hambatan

yang dialami oleh polisi antara lain:

a. Belum memadainya mutu profesionalisme kepolisian di tubuh Polri,

terutama apabila dihadapkan pada tugas-tugas dalam penyelidikan dan

penyidikan. Kurangnya profesionalisme ini mengakibatkan polisi

sering ragu-ragu dalam bertindak padahal profesionalisme itu sangat

melekat pada fungsi dan tugas polisi.

b. Lemahnya mutu dan kemampuan managerial Polri. Hal ini berakibat

lemah dalam proses pengambilan keputusan dan lemah dalam

mengantisipasi berbagai kendala yang dihadapi termasuk dalam

menempatkan skala prioritas dan selektifitas.

c. Instrumen hukum yang belum memadai. Maksudnya bahwa KUHP

dan berbagai perundang-undangan banyak yang kurang antisipatif

terhadap perkembangan yang terjadi.

d. Sarana dan prasarana yang sangat minim. Maksudnya bahwa dari

berbagai peralatan vital sampai peralatan pendukung, polisi masih

dihadapkan pada kekurangan yang sangat serius. Termasuk biaya

operasional. Hal ini sangat mempengaruhi kinerja dan profesionalisme

polisi.

e. Sumber daya manusia yang belum memadahi.

f. Kesadaran dan disiplin masyarakat yang masih rendah. Hal ini

mempengaruhi mekanisme penegakan hukum dalam masyarakat

(Banurusman, 1995: 78).

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

34

D. Tinjauan tentang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal

26 Mei 2009 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni

2009. Undang-undang ini lebih luas cakupannya dari Undang-undang Nomor

14 Tahun 1992 karena merupakan pengembangan yang signifikan dilihat dari

jumlah clausul yang diaturnya, yakni yang sebelumnya terdiri dari 16 bab dan

74 pasal, menjadi 22 bab dan 326 pasal.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 menyebutkan bahwa untuk

mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila,

transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan

bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada

kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Transportasi merupakan

sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda

perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

semua aspek kehidupan bangsa dan negara.

Berbeda dengan undang-undang sebelumnya, Undang-undang Nomor

22 Tahun 2009 ini melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai

peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional

sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Selanjutnya di

dalam batang tubuh di jelaskan bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh

Undang-Undang ini adalah: terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan modal

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

35

angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan

kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta

mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; terwujudnya etika berlalu lintas

dan budaya bangsa; dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum

bagi masyarakat. Undang-undang ini berlaku untuk membina dan

menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat,

tertib, dan lancar melalui: kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau

barang di Jalan; kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas

pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan kegiatan yang berkaitan

dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,

pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta

penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 secara tegas mengatur tentang

pengemudi yang merupakan bagian dari lalu lintas. Berdasarkan Pasal 77

Ayat (1) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

memiliki surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan

bermotor yang dikemudikan. SIM adalah bukti registrasi dan identifikasi

yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan

administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan

terampil mengemudikan kendaraan bermotor. SIM berfungsi sebagai:

a. Bukti kompetensi mengemudi;

b. Registrasi pengemudi kendaraan bermotor yang memuat identitas

lengkap pengemudi; dan

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

36

c. Media untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan

identifikasi forensik kepolisian.

Adapun jenis SIM yang terdapat di Indonesia adalah SIM kendaraan

bermotor perseorangan dan SIM kendaraan bermotor umum. Sesuai dengan

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 80 SIM untuk kendaraan

bermotor perseorangan digolongkan menjadi:

a. Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil

penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang

diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;

b. Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil

penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang

diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;

c. Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan Kendaraan alat

berat, Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik

kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang

diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000

(seribu) kilogram;

d. Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan Sepeda Motor;

dan

e. Surat Izin Mengemudi D berlaku untuk mengemudikan kendaraan

khusus bagi penyandang cacat.

Sedangkan SIM untuk kendaraan bermotor umum sesuai Pasal 82

digolongkan menjadi:

a. Surat Izin Mengemudi A Umum berlaku untuk mengemudikan

kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang

diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram;

b. Surat Izin Mengemudi B I Umum berlaku untuk mengemudikan

mobil penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang

diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram; dan

c. Surat Izin Mengemudi B II Umum berlaku untuk mengemudikan

Kendaraan penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta

tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk

kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram.

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

37

Untuk medapatkan SIM, calon pengemudi harus memiliki kompetensi

mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan maupun

belajar sendiri. Dalam Pasal 81 dijelaskan mengenai persyaratan seseorang

untuk mendapatkan SIM.

(1) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia,

administratif, kesehatan, dan lulus ujian.

(2) Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling

rendah sebagai berikut:

a. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin

Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;

b. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan

c. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.

(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk;

b. pengisian formulir permohonan; dan

c. rumusan sidik jari.

(4) Syarat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter; dan

b. sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis.

(5) Syarat lulus ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. ujian teori;

b. ujian praktik; dan/atau

c. ujian keterampilan melalui simulator.

(6) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat

(4), dan ayat (5), setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan

mengajukan permohonan:

a. Surat Izin Mengemudi B I harus memiliki Surat Izin Mengemudi A

sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan; dan

b. Surat Izin Mengemudi B II harus memiliki Surat Izin Mengemudi B I

sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan.

E. Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan

Istilah yang dipakai HIR adalah perkara rol, ketentuan tentang acara

pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian

tertentu (Andi Hamzah, 2010: 246). Hal itu dapat dibaca dalam Pasal 210

KUHAP yang mengatakan bahwa ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

38

Kedua, dan Bagian Ketiga bab ini (Bab 16) tetap berlaku sepanjang peraturan

itu tidak bertentangan dengan paragraf ini.

Pemeriksaan cepat dibagi dua menurut KUHAP, pertama Acara

Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan yaitu termasuk delik yang diancam

dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda

sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan.

Kedua Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan yaitu

termasuk pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu

lintas jalan. Jadi, pelanggaran lalu lintas jalan diberlakukan pemeriksaan

cepat.

Penjelasan Pasal 211 KUHAP memberi uraian tentang apa yang

dimaksud dengan “perkara pelanggaran tertentu” sebagai beriku:

1. Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi,

membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas, atau yang mungkin

menimbulkan kerusakan pada jalan.

2. Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan

surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan (STNK), surat

tanda uji kendaraan yang sah, atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia

dapat memperlihatkannya, tetapi masa berlakunya sudah kedaluwarsa.

3. Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan

oleh orang yang tidak memiliki SIM.

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

39

4. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas

jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan

kendaraan, dan syarat penggandengan kendaraan lain.

5. Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat

tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan STNK.

6. Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu

lintas jalan dan/atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu

atau tanda yang ada di permukaan jalan.

7. Pelanggaran terhadap ketentuan ukuran dan muatan yang diizinkan, cara

menaikkan dan menurunkan penumpang, dan/atau cara memuat dan

membongkar barang.

8. Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan

beroperasi di jalan tertentu.

Beberapa hal yang diberlakukan dalam pemeriksaan perkara

pelanggaran lalu lintas jalan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal.

2. Untuk perakara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara

pemeriksaan sesuai dengan Pasal 212 KUHAP.

3. Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di

sidang, hal ini berdasarkan Pasal 213 KUHAP.

4. Pemeriksaan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa atau wakilnya

(verstek atau putusan in absentia). Ini diatur dalam Pasal 214 KUHAP.

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Polisi Lalu Lintas ...eprints.uny.ac.id/18311/4/BAB II 09401241004.pdf · kepolisian khusus; e ... tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan

40

5. Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu

berupa perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan

perlawanan, hal ini berdasarkan Pasal 214 ayat (4) KUHAP.

6. Berdasarkan Pasal 214 ayat (5) KUHAP disebutkan bahwa, dalam waktu

tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia

dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan

putusan itu.