BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Buku 1. Pengertian...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Buku 1. Pengertian...
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Buku
1. Pengertian, Sejarah, dan Peran Buku
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan bahwa,
buku merupakan lembar kertas berjilid, berisi karya tulis yang dikomposisikan
memiliki fungsi untuk memberikan informasi bagi orang yang membacanya.
Buku bacaan memiliki tujuan untuk menyajikan keseluruhan cerita secara
berurutan dengan kualitas yang maksimal, yang ditunjukkan dari aspek verbal
dan visualnya.
Pengertian buku dalam buku Layout Dasar dan Penerapannya karangan
Surianto Rustan, S.Sn menuliskan buku, berisi lembaran halaman yang cukup
banyak sehingga lebih tebal daripada booklet. Berbeda dengan booklet yang
bisa hanya dijilid dengan strapless atau juga tidak dijilid karena cuma terdiri
dari beberapa lembar, pada buku penjilidan yang baik merupakan keharusan
agar lembar-lembar kertasnya tidak tercerai-berai.
Sejarah dunia perbukuan menurut Joko D. Muktiono, dalam bukunya
Aku Cinta Buku menyebutkan bahwa adanya buku telah dimulai sejak lama
sebelum Johann Guttenberg menemukan mesin cetaknya yang pertama pada
pertengahan abad 15. Kedudukan buku menjadi tak tergoyahkan karena
hubungannya erat dengan agama. Suatu agama dapat mencapai pemeluknya
11
tentunya dengan adanya sebuah kitab dalam bentuk buku. Maka tidak heran
apabila buku mendapatkan kehormatan yang luar biasa sebagai dokumen yang
berisi ajaran agaman dan buku selanjutnya sering dianggap sebagai sumber
kebenaran. Sejarah mencatat kesan positif yang ditimbulkan oleh buku Books
That Changed The World, seperti karya Albert Einstein Secial Theory of
Relativity yang telah mengubah pandangan khalayak tentang ruang dan waktu,
zat dan energi. Implikasi dari buku tersebut telah menjungkirbalikkan
anggapan lama dan menunjukkan arah baru dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. (Mustafa,Pulat, Industrial ergonomics case studies,
1992)
Pemanfaatan buku sebagai media informasi sudah sangat umum.
Menurut Surianto Rustan, S.Sn dalam buku Layout Dasar dan Penerapannya,
menyatakan bahwa fungsi buku adalah menyampaikan informasi, berupa
cerita, sejarah, oengetahuan, laporan, dan lain-lain. Buku dapat menampung
banyak informasi tergantung jumlah halaman yang dimilikinya.
Buku mempunyai peran yang tidak penting dalam mendorong
perkembangan sosial, budaya, teknologi, politik, dan ekonomi. Buku bacaan
tersebut bermanfaat untuk menumbuhkembangkan masyarakat yang semakin
cerdas, mengembangkan intelektualitasnya, juga kreatifitas serta membentuk
pola pikir dan budaya masyarakat. Namun, buku juga dapat menjadi tidak
berguna apabila berorientasi pada kepentingan pribadi dan tidak berorientasi
kepada kepentingan dan manfaatnya bagi masyarakat umum sehingga buku
bacaan harus memperhatikan segmennya, tujuan apa yang dikehendaki dan
metode apa yang dipergunakan serta apakah dengan metode tersebut segmen
konsumennya dapat menyerap dengan baik isi buku. ( Roebuck J, 1995)
2. Buku Sebagai Wahana Pelestarian Budaya.
Mengutip pengantar redaksi Ar-Ruzz Media (Suwarno,2010)
bahwa peradaban manusia memang selalu sekelindan dengan perjalanan
12
sejarah manusia. Ia tidak akan terbina tanpa tradisi “budaya ilmu” yang
meliputi tradisi kehidupan perpustakaan, tulis menulis, dan buku. Dengan kata
lain, peradaban sebuah bangsa akan ditulis dengan tinta emas bila budaya ilmu
tersebut mendapat prioritas utama di dalamnya. Dari situlah muara peradaban
terbentuk.
Sebagai entitas ilmu kebudayaan, eksistensi buku sangatlah penting.
Buku bukan sekedar karya kreasi manusia dalam menginterpretasikan
peradaban dan kebudayaan yang ada, tetapi juga mengusung peradaban baru.
Bila kita hidup tanpa buku, tentu sejarah diam, sastra bungkam, saint lumpuh
dan seni kebudayaan tenggelam. Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia,
“ mercusuar yang dipancangkan di samudra waktu” (Barbara Tuchman)
Pada era perkembangan teknologi yang amat canggih dewasa ini pun ,
dimana kemajuan peradaban pikir juga semakin tinggi terdapat berbagai
sarana untuk mendokumentasikan informasi , namun tidak dapat kita
pungkiri bahwa buku merupakan dokumen paling sederhana dan paling
familiar bagi masyarakat dan mungkin salah satu sarana yang tidak dapat
sepenuhnya tergantikan oleh sarana penyimpan informasi yang lain. (Barbara
Tuchman)
Pada hakekatnya buku bukan hanya sekedar suatu benda berupa
kumpulan kertas tempat menitipkan hasil pemikiran, ide atau gagasan orang
dalam karya tulis/cetak lain, karya rekam atau sumber informasi elektronik
yang tertata rapi di atas rak-rak mati yang pasif, namun buku merupakan ruang
yang dinamis, aktif, hidup dan berdaya guna mengkonstruksi sikap budaya
manusia dari masa ke masa. (Barbara Tuchman)
Buku dari masa ke masa memang tidak lepas dari perkembangan budaya
umat manusia, karena itu buku sangat erat kaitannya dengan kebudayaan dan
masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa buku merupakan produk dari
kebudayaan itu sendiri dan keberadaannya untuk melayani masyarakat.
(Barbara Tuchman)
13
Buku sebagai wahana pelestarian budaya sejalan dengan penjelasan
dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, bahwa
keberadaan buku tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat
manusia. Buku sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran ,
pengalaman dan pengetahuan manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan
hasil budaya umat manusia tersebut, khususnya yang berbentuk dokumen karya
cetak dan karya rekam. Kemudian melalui bukulah penyampaian gagasan,
pemikiran, pengalaman dan pengetahuan tersebut kepada generasi selanjutnya.
( Roebuck J, 1995)
Oleh karena itu sudah sewajarnya buku ditempatkan sebagai institusi
budaya yaitu suatu media dimana seseorang berkunjung untuk
mengembangkan dan memelihara budayanya melalui kegiatan membaca ,
mengumpulkan informasi dan mampu menulis atau menciptakan lagi sesuatu
yang berguna untuk dirinya maupun untuk meningkatkan pengetahuan orang
lain. ( Roebuck J, 1995)
Kegiatan membaca salah satunya tentu saja berhubungan dengan buku
yang merupakan rekaman hasil pemikiran manusia yang sampai saat ini masih
merupakan komponen yang paling dominan dalam koleksi perpustakaan.
Menurut Purwono, sejak dulu buku telah membuktikan fungsinya yang sangat
efektif sebagai wadah memori manusia dan pranata ilmu pengetahuan. Buku
merupakan wadah untuk menampilkan dan memelihara warisan budaya bangsa
dan juga alat ampuh untuk menyebarkan budidaya tersebut kepada masyarakat.
Ditemukannya buku menjadi langkah penting dalam perkembangan cara
berfikir. Munculnya tradisi tulis dengan media buku membuat sistem
pewarisan ilmu pengetahuan berlangsung di lingkungan masyarakat. Buku
yang memungkinkan tulisan dalam komunitas besar disatukan dan disimpan
serta pengetahuan abstrak universal struktural dapat berkembang. Buku adalah
prasyarat untuk muncul dan berkembangnya ilmu pengetahuan dalam semua
dimensi. ( Roebuck J, 1995)
14
3. Keterkaitan Bahasa dan Kebudayaan
Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada
yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada
pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang
berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat
dipisahkan.
Ada yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan,
sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam
bahasa. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat
dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat
penuturnya.
Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan Leonie
dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi,
hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang
subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. Namun
pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai
hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang
kedudukannya sama tinggi.
Masinambouw menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan
dua sistem yang melekat pada manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem
yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan
adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu.
Dengan demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar
siam, dua buah fenomena sangat erat sekali bagaikan dua sisi mata uang, sisi
yang satu sebagai sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem
kebudayaan.
15
4. Buku sebagai Coffee Table Book
Ada berbagai teori mengenai coffee table book. Menurut Abdul Chaer
dan Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik, Coffee Table Book adalah lembar
kertas berjilid, berisi karya tulis yang dikomposisikan memiliki fungsi untuk
memberikan informasi (dalam hal ini kebanyakan adalah sejarah atau
dokumentasi sebuah perjalanan budaya) bagi orang yang membacanya. Coffee
Table book memiliki tujuan untuk menyajikan keseluruhan cerita/ kronologi/
sejarah suatu budaya secara berurutan dengan kualitas yang maksimal, yang
ditunjukkan dari aspek verbal dan visualnya.
Kedudukan coffee table book menjadi tak tergoyahkan karena
hubungannya erat dengan pelestarian suatu budaya. Suatu sejarah budaya dapat
mencapai masyarakat tentunya dengan adanya sebuah sajian rekam dalam
bentuk buku. Maka tidak heran apabila coffee table book mendapatkan
kehormatan yang luar biasa sebagai dokumen yang berisi sejarah budaya dan
buku selanjutnya sering dianggap sebagai saksi dan dokumenter budaya yang
paling sederhana.
B. Tinjauan Bilingual / Dwi Bahasa
1. Kontak Bahasa
Manusia dalam hidup bermasyarakat memerlukan bahasa, karena hampir
semua kegiatannya manusia memerlukan bahasa. Jika tidak mempunyai
bahasa, manusia akan kehilangan kesanggupannya dalam hidup sebagai
makhluk sosial. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya fungsi bahasa dalam
kehidupan bermasyarakat. Komunikasi antarpemakai bahasa itulah yang dapat
menimbulkan kontak bahasa.
Mackey (dalam Suwito, 1983:39) memberikan pengertian kontak bahasa
sebagai pengaruh bahasa yang satu kepada bahasa yang lain, baik langsung
maupun tidak langsung, sehingga menimbulkan perubahan bahasa yang
16
dimiliki oleh ekabahasawan. Penutur yang ekabahasawan menjadi
dwibahasawan, yaitu orang yang menguasai satu bahsa menjadi lebih dari satu
bahasa.
Menurut Suwito (1983:39) pengertian kontak bahasa meliputi segala
peristiwa persentuhan antara beberapa bahasa yang berakibat adanya
kemungkinan pergantian pemakaian oleh penutur dalam konteks sosialnya.
Peristiwa atau gejala semacam itu antara lain nampak dalam ujud
kedwibahasaan dan diglosia. Pendapat Suwito ini identik dengan pendapat
Kushartanti (2005:58) yang menyatakan bahwa terjadinya kontak bahasa
disebabkan adannya kedwibahasaan atau keanekabahasaan.
2. Kedwibahasaan
Bahasa Indonesia pada saat ini dalam taraf pertumbuhan dan
perkembangan yang memerlukan perbendaharaan kata, sehingga wajar apabila
bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur bahasa daerah, karena
bahasa Indonesia belum cukup mempunyai konsep dan tanda yang dapat
mewakili pengertian yang lengkap. Pengaruh unsur bahasa tersebut dapat
memperkaya kosa kata bahasa Indonesia.
Kedwibahasaan timbul akibat adanya kontak bahasa ini sesuai dengan
pendapat Weinreich (dalam Suwito, 1983:39) yang menyatakan bahwa kontak
bahasa terjadi apabila dua bahasa atau lebih dipakai secara bergantian,
sehingga mengakibatkan terjadinya tranfer yaitu pemindahan atau peminjaman
unsur dari bahasa satu ke bahasa lain, sehingga dapat menimbulkan
kedwibahasaan. Kedwibahasaan berkaitan dengan kontak bahasa karena
kedwibahasaan merupakan pemakaian dua bahasa yang dilakukan oleh penutur
secara bergantian dalam melakukan kontak sosial.
Dalam hal kedwibahasaan, dwibahasawan tidak harus menguasai dua
bahasa secara aktif, tetapi dapat pula secara pasif. Penggunaan secara aktif
dalam arti menggunakan dua bahasa yang sama baiknya, sedangkan secara
17
pasif apabila dia cukup mampu memahami apa yang dituturkan atau ditulis
dalam bahasa kedua.
Jenis kedwibahasaan berdasarkan tingkat pendidikannya menurut
Samsuri (1994:55) ada dua macam, sebagai berikut:
a) Kedwibahasaan sejajar, yaitu kedwibahasaan yang dipakai oleh
pemakai yang terpelajar dan mempunyai penguasaan yang sama
terhadap kedua bahasa. Penutur dapat menggunakan secara
bergantian tanpa menimbulkan dislokasi;
b) Kedwibahasaan bawaan, kedwibahasaan yang dipakai oleh pemakai
yang kurang terpelajar. Semakin kurang terpelajarnya semakin besar
pengaruh bahasa pertama atau bahasa ibunya.
Orang yang belajar menyatakan diri dalam dua bahasa ialah apabila
penguasaan bahasa yang satu tidak bergantung kepada yang lain dan tidak
meminta bantuan pada orang lain. Kejadian semacam ini hanya dipakai pada
orang-orang yang belajar bahasa dalam situasi yang berlainan, misalnya di
rumah dengan orang tua, sedangkan di luar rumah dengan orang teman-
temannya. Seberapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung
pada sering tidaknya dia menggunakan kedua bahasa itu.
3. Konsep dan Kategori Pemilihan Bahasa
Masyarakat dwibahasa (bilingual) yang berbicara menggunakan dua
bahasa harus memilih bahasa yang digunakan dalam bertutur. Pemilihan
bahasa menurut Fasold (dikutip Chaer dan Agustina, 2004:203) tidak
sesederhana yang kita bayangkan, yakni memilih sebuah bahasa secara
keseluruhan (whole language) dalam suatu peristiwa komunikasi. Kita
membayangkan seseorang yang menguasai dua bahasa atau lebih harus
memilih bahasa mana yang akan ia gunakan. Misalnya, seseorang yang
menguasai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia harus memilih salah satu di
18
antara kedua bahasa itu ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa
komunikasi. Dalam pemilihan bahasa terdapat tiga kategori pemilihan.
Pertama, dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama (intra language
variation). Apabila seorang penutur bahasa Jawa berbicara kepada orang lain
dengan menggunakan bahasa Jawa krama, misalnya, maka ia telah melakukan
pemilihan bahasa kategori pertama ini.
Kedua, dengan melakukan alih kode (code switching), artinya
menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa yang
lain pada keperluan lain dalam satu peristiwa komunikasi. Dengan kata lain,
konsep alih kode terjadi saat dimana kita beralihdari ragam santai ke ragam
formal. Ketiga, dengan melakukan campur kode (code mixing), artinya
menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-serpihan dari
bahasa lain. Di Indonesia, campur kode sering sekali digunakan saat orang
berbincang-bincang yang dicampur ialah bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Peristiwa alih kode dapat terjadi karena dua faktor utama, yakni faktor
pertama menyangkut situasi seperti kehadiran orang ketiga dalam peristiwa
tutur yang sedang berlangsung dan perubahan topik pembicaraan. Faktor kedua
menyangkut penekanan kata-kata tertentu atau penghindaran terhadap kata-
kata yang tabu.
Alih kode yang pertama terjadi karena perubahan situasi dan alih kode
yang kedua terjadi karena bahasa atau ragam bahasa yang dipakai merupakan
metafor yang melambangkan identitas penutur. Campur kode merupakan
peristiwa percampuran dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu
peristiwa tutur. Di Indonesia, Nababan (1993:7) menyebutnya dengan istilah
bahasa gado-gado untuk pemakaian bahasa campuran antara bahasa Indonesia
dan bahasa daerah.
19
4. Faktor Pemilihan Bahasa
Pemilihan bahasa dalam interaksi sosial masyarakat
dwibahasa/multibahasa disebabkan oleh berbagai faktor
sosial dan budaya. Evin-Tripp (dikutip Rokhman, 2007:3)
mengidentifikasikan empat faktor utama sebagai penanda pemilihan
bahasa penutur dalam interaksi sosial, yaitu (1) latar (waktu dan tempat) dan
situasi; (2) partisipan dalam interaksi, (3) topik percakapan, dan (4) fungsi
interaksi. Faktor pertama dapat berupa hal-hal seperti makan pagi di
lingkungan keluarga, rapat di kelurahan, selamatan kelahiran di sebuah
keluarga, kuliah, dan tawar-menawar barang di pasar.
Faktor kedua mencakup hal-hal seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan,
status sosial ekonomi, dan perannnya dalam hubungan dengan lawan tutur.
Hubungan dengan lawan tutur dapat berupa hubungan akrab dan berjarak.
Faktor ketiga dapat berupa topik tentang pekerjaan, keberhasilan anak,
peristiwa-peristiwa aktual, dan topik harga barang di pasar. Faktor keempat
berupa fungsi interaksi seperti penawaran, menyampaikan informasi,
permohonan, kebiasaan rutin (salam, meminta maaf, atau mengucapkan terima
kasih).
Dari paparan berbagai faktor di atas, yang perlu diperhatikan bahwa tidak
terdapat faktor tunggal yang dapat mempengaruhi pemilihan bahasa seseorang.
Hal ini membuktikan bahwa karakteristik penutur dan lawan tutur merupakan
faktor yang paling menentukan dalam pemilihan bahasa dalam suatu
masyarakat, sedangkan faktor topik dan latar merupakan faktor yang kurang
menentukan dalam pemilihan bahasa dibanding faktor partisipan.
5. Pendekatan Pemilihan Bahasa
20
Kajian pemilihan bahasa menurut Fasold (dikutip Chaer dan Agustina,
1995:205) dapat dilakukan berdasarkan tiga pendekatan, yaitu pendekatan
sosiologi, pendekatan psikologi sosial, dan pendekatan antropologi. Ketiga
pendekatan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Pendekatan Sosiologi
Pendekatan sosiologi berkaitan dengan analisis ranah (domain).
Pendekatan ini pertama dikemukakan oleh Fishman (1964). Pendekatan
sosiologi melihat adanya konteks institutional tertentu (domain) yang terkait
dengan dwibahasa yang terdiri dari domain formal dan domain informal.
Ranah (domain) didefinisikan sebagai konsep sosiokultural yang
diabstraksikan dari topik komunikasi, hubungan peran antar komunikator,
tempat komunikasi di dalam keselarasan lembaga masyarakat dan bagian
dari aktivitas masyarakat.
Di sisi lain, ranah juga adalah konsep teoretis yang menandai satu
situasi interaksi yang didasarkan pada pengalaman yang sama dan terikat
oleh tujuan dan kewajiban yang sama, misalnya keluarga, ketetanggaan,
agama, dan pekerjaan. Sebagai contoh, apabila penutur berbicara di rumah
dengan seorang anggota keluarga mengenai sebuah topik, maka penutur itu
dikatakan berada pada ranah keluarga. Pendek kata, bahasa rendah (low)
yang cenderung dipilih dalam domain keluarga, sedangkan bahasa tinggi
dipergunakan dalam domain yang lebih formal, seperti pendidikan dan
pemerintahan.
b) Pendekatan Psikologi Sosial
Berbeda dengan pendekatan sosiologi, pendekatan psikologi sosial
lebih tertarik pada proses psikologis manusia daripada kategori dalam
masyarakat luas. Pendekatan ini lebih berorientasi pada individu, seperti
motivasi individu, daripada berorientasi pada masyarakat. Pendekatan
psikologi sosial melihat proses psikologi manusia, seperti motivasi dalam
21
memilih suatu bahasa atau ragam dari suatu bahasa untuk digunakan pada
keadaan tertentu.
Herman (dikutip Rokhman, 2007:7) mengemukakan teori situasi
tumpang tindih yang mempengaruhi seseorang di dalam pemilihan bahasa.
Menurut Herman seorang penutur dwibahasa berada pada lebih dari satu
situasi psikologis. Herman membicarakan tiga jenis situasi. Situasi pertama
berhubungan dengan kebutuhan personal penutur (personal needs), kedua
situasi lain berhubungan dengan pengelompokkan sosial (social grouping),
yaitu situasi latar belakang (background situation) dan situasi sesaat
(immediate situation).
Pertama, satu situasi yang berkaitan dengan kebutuhan yang ada pada
pribadi, yaitu keinginan untuk berbicara dalam bahasa tertentu (bahasa yang
paling dikuasainya); situasi lain berkaitan dengan norma-norma
kelompoknya yang memungkinkan dia memaksa diri menggunakan bahasa
lain (bahasa itu mungkin belum dikuasainya secara baik). Di sini terjadi
konflik antara kebutuhan pribadi dan tuntutan kelompok. Kedua, dalam
penentuan bahasa yang akan digunakan muncul kekuatan yang tidak hanya
dari situasi yang bersemuka (face to face), akan tetapi juga dari situasi yang
lebih besar.
Dengan kata lain, seorang penutur mungkin tidak mengalami kesulitan
sama sekali dalam memilih bahasa atau variasi bahasa untuk menyesuaikan
dengan orang lain, dan ada penutur yang dengan sengaja memilih bahasa
atau variasi bahasa yang tidak sesuai dengan orang yang diajak berbicara.
Hal di atas terjadi ketika penutur ingin menekankan loyalitasnya pada
kelompoknya sendiri dan membedakan dirinya dari kelompok lawan bicara.
Satu contoh yang jelas adalah ketika seorang Amerika kulit hitam yang
berbicara dengan orang berkulit putih dengan menggunakan bahasa Inggris
dialek hitam untuk menunjukkan jati dirinya.
c) Pendekatan Antropologi
22
Dari pandangan antropologi, pilihan bahasa
bertemali dengan perilaku yang mengungkap nilai-nilai sosial budaya.
Seperti juga psikologi sosial, antropologi tertarik dengan bagaimana seorang
penutur berhubungan dengan struktur masyarakat. Perbedaannya adalah jika
psikologi sosial memandangnya dari sudut kebutuhan psikologis penutur.
Pendekatan antropologi memandangnya dari bagaimana seseorang
menggunakan pemilihan bahasanya untuk mengungkapkan nilai
kebudayaannya (Fasold dikutip Rokhman, 2007:9).
Pendekatan antropologi dapat memberikan perspektif penjelasan atas
pemilihan bahasa berdasarkan persepsinya sebagai penutur dalam sebuah
kelompok. Implikasi dari pendekatan ini, yang mengarah kepada peneliti
sebagai instrumen penelitian relevan untuk mengungkap secara alamiah
gejala pemilihan bahasa dalam masyarakat multibahasa di Indonesia.
C. Kota Solo (Surakarta)
Solo adalah sebuah desa kecil yang terletak di provinsi Jawa Tengah.
Sebelum bergabung dengan Indonesia, Solo dipimpin oleh seorang sultan. Semasa
dikuasai oleh Belanda, Solo dikenal sebagai sebuah Vorstenland atau kerajaan.
Solo memiliki dua keraton yakni Keraton Kasunanan yang diperintah oleh
Pakubuwono XIII dan Keraton Mangkunegaran yang diperintah
oleh Mangkunegara IX. Kedua raja ini tidak memiliki kekuasaan politik di
Surakarta.
Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Solo. Secara de
facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Solo yang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus
kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.
Solo memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan
Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan
23
pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java
sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Selain itu
Kota Solo juga memiliki beberapa julukan, antara lain Kota Batik, Kota Budaya,
Kota Liwet. Penduduk Solo disebut sebagai wong Solo, dan istilah putri Solo juga
banyak digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki karakteristik mirip
wanita dari Solo.
Solo, kota yang juga masyhur karena “Bengawan Solo”, baik arti harafiah
sebagai sungai, maupun sebagai lagu populer dari seorang maestro bernama
Gesang. Solo merupakan kota yang penuh sejarah, dari Mataram, sampai
reformasi, dari “gegeran” Pajang, sampai “gegeran” 98. Dengan sejarahnya yang
panjang, disertai berbagai intrik dan kekerasan, masyarakat Solo pernah terkenal
dengan sebutan kota “sumbu pendek”. Sebutan ini bukan tanpa alasan, balaikota
Solo pernah menjadi saksi, karena dua kali pernah di bakar massa.
Solo dahulu dan sekarang sudah sangat berbeda, banyak hal yang berubah
dari kota di pinggiran sungai Bengawan ini. Perubahan itu dibawa oleh sosok
juragan mebel yang berhasil menjadi walikota, Joko Widodo atau lebih dikenal
dengan Jokowi. Mendapat tentangan dan cibiran di awal kepemimpinannya,
Jokowi berhasil membawa nama Solo tidak hanya di tingkat Nasional, namun
sampai ke kancah internasional dengan masuknya Solo sebagai salah satu World
Heritage Cities.
D. Tinjauan Internasional
1. Pengertian Internasional
Menurut Achmad Suparman (dikutip Rokhman, 2007:9) pengertian kata
internasional bisa dipadankan dengan pengertian globalisasi. Menurut asal
katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.
Achmad Suparman menyatakan globalisasi adalah suatu proses menjadikan
sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa
24
dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali
sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana
orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau
proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa
dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan
kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas
geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang
diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki
pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi
tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-
negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan
negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab,
globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore
Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi
pada tahun 1985.
Jan Aart Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan
orang dengan globalisasi:
a) Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan
internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan
identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu
sama lain.
b) Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan
batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas
devisa, maupun migrasi.
25
c) Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya
hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu
lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
d) Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi
dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga
mengglobal.
e) Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda
dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-
masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian
yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar
gabungan negara-negara.
2. Internasionalisasi Kebudayaan
Internasionalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada
di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat
diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun
persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik
nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis,
yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi
penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan.
Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian,
yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Internasionalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-
nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau
world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya
dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke
berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
26
Namun, perkembangan internasionalisasi kebudayaan secara intensif
terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak
melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi
antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih
mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan
internasionalisasi kebudayaan.
3. Ciri Berkembangnya Internasionalisasi Kebudayaan
a) Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
b) Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan
akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
c) Berkembangnya turisme dan pariwisata.
d) Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
e) Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain
lain.
f) Bertambah banyaknya event-event berskala internasional, seperti Solo
International Performing Arts.
g) Persaingan bebas dalam bidang ekonomi.
h) Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media
massa.
E. Tinjauan Seni Pertunjukan
Secara umum istilah seni pertunjukan diambil dari bahasa
inggris Performance Art. Beberapa definisi seni pertnjukan juga masih
berdasarkan penafsiran masing-masing. Ada yang membagi seni pertunjukan
27
menjadi seni teater, seni musik,, dan seni tari. Menurut definisi ini, seni
pertunjukan adalah seni yang dipertunjukkan kepada penonton.
Sedangkan dalam bahasa inggris, performance art ini lebih mengacu pada
mempertunjukkan hasil seni yang berbentuk apapun kepada penonton. Hampir
semua jenis karya seni bisa dipadukan dalam performance art. Tari yang
dilatarbelakangi lukisan atau photo, dengan dekorasi dari hasil seni kriya, disertai
musik yang menggugah. Bersamaan dengan itu, interaksi dengan penonton juga
terbangun melalui masuknya imajinasi penonton ke dalam larutan performance
art.
Salah satu seni pertunjukan kuno di Indonesia adalah wayang kulit. Di sana
diperlihatkan seni musik yang adiluhung, seni suara dan vokal yang bernyawa,
seni tari yang brilian, seni kriya yang menawan, dan seni seni lainnya yang sangat
berperan dalam khasanah kebudayaan. Seni pertunjukan wayang kulit ini dulu
sangat mudah ditemui di hampir setiap kecamatan. Namun seiring dengan
munculnya seni yang diusung oleh televisi langsung ke hadapan pemirsanya,
maka geliat seni pertunjukan kuno ini semakin terpinggirkan.
Sementara itu, seni pertunjukan modern sudah bisa merumuskan faktor
terjadinya sebuah pertunjukan seni atau seni pertunjukan. Faktor itu ada
empat. Ruang, Waktu, Tubuh, dan Interaksi dengan penonton. Seni pertunjukan
yang dimaksud di sini adalah seni pertunjukan yang dikonsep sebagai satu
kesatuan pertunjukan yang mempunyai tema dan tujuan tertentu, baik untuk
kepentingan orang banyak, maupun bagi seni itu sendiri.
F. Kajian Desain
1. Pengertian Desain
Secara harafiah kata desain adalah rancangan; motif; kerangka bentuk
(Pius Abdullah, Danu Prasetya, 2007:59). Sedangkan dalam lingkup ilmu,
desain berarti suatu elemen visual yang dikembangkan dengan dalih tertentu
28
dan diolah sesuai dengan keperluan pengiklanan atau pengemasan, Merupakan
suatu usaha deskripsi gagasan mengenai bentuk, rupa, ukuran, warna, dan tata
letak beserta unsur-unsurnya yang membentuk wajah suatu benda (Nuradi,
1996:52)
Tahapan lima hukum desain menurut Frank Jefkins diantaranya adalah:
a. Hukum Kesatuan (Law of Unity)
Semua bagian dari suatu layout harus menyatu guna membentuk
keseluruhan layout. Kesatuan bagian layout ini dapat dikacaukan oleh
suatu batasan yang mengganggu, terlalu banyak jenis huruf yang berbeda
dan berlawanan, warna yang didistribusikan dengan sembarangan, unsur-
unsur yang kurang proporsional, atau layout yang “semarak” dengan
bagian-bagian yang membingungkan.
b. Hukum Keberagaman
Meskipun demikian, dalam suatu layout harus ada suatu perubahan
dan pengontrasan seperti menggunakan jenis huruf tebal (bold) dan
medium, atau juga memanfaatkan ruang kosong dalam keseluruhan
layout, iklan selayaknya tidak menimbulkan kesan monoton, serta kesan
keabu-abuan dari huruf yang tercetak mesti diimbangi dengan subjudul
(sub-heading). Keberagaman juga dapat dihasilkan dengan pemanfaatan
gambar.
c. Hukum Keseimbangan
Adalah mendasar sekali bahwa suatu iklan harus menampilkan
keseimbangan. Kesembangan optis adalah sepertiga bagian bawah suatu
iklan, bukan setengahnya, Suatu gambar/ headline (judul) mungkin
memakan tempat sepertiga, dan teks iklan dua pertiganya, sehingga
memenuhi syarat keseimbangan optis. Keseimbangan simetris dapat
29
dicapai dengan perbandingan, shingga suatu rancangan (desain) dapat
dibagi menjadi dua bagian yang sama, seperempat bagian, dan tidak
membagi suatu iklan menjadi dua bagian mengesankan mirip iklan yang
terpisah.
d. Hukum Ritme
Meski iklan cetak bersifat statis, namun masih memungkinkan
untuk menimbulkan kesan gerak sehingga mata pembaca dapat dibawa
dan diarahkan ke seluruh bagian iklan. Suatu perangkat sederhana adalah
memasukkan teks pada setiap awal paragraf (seperti dalam buku atau
laporan surat kabar), sehingga mata pembaca di arahkan dari paragraf
yang satu ke paragraf yang berikutnya. Namun demikian, aliran secara
keseluruhan terhadap desain mesti menyiratkan irama yang nyaman.
e. Hukum Harmoni (Law of Harmony)
Dalam rancangan atau layout suatu iklan selayaknya tidak ada
kekontrasan yang menyolok, membosankan, serta menyetakkan kecuali
barangkali hal itu merupakan hal yang sengaja dilakukan seperti dalam
iklan beberapa jenis toko tertentu atau iklan yang mengharapkan respon
secara langsung yang biasanya menggunakan taktik yang mengejutkan
atau bombastis.
2. Unsur Warna
Warna memiliki banyak kegunaan selain dapat mengubah rasa, bisa juga
mempengaruhu cara pandang, dan bisa menutupi ketidaksempurnaan serta bisa
membangun suasana atau kenyamanan untuk semua orang. Masalah warna ini
adalah masalah psikologis, tepatnya psikologis teksnik atau disebut juga
psikologi kognitif.
30
Warna adalah spectrum tertentu yang terdapat didalam suatu cahaya
sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang
gelombang cahaya tersebut. Warna sendiri adalah suatu inspirasi paling
berharga yang paling mudah didapat. Ilmu tentang warna seringkali disebut
juga dengan Chromarics (Eko Nugroho, 2008:1)
Warna memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan banyak hal pada
para pembeli prospektif, termasuk kualitas, rasa, serta kemampuan produk
untuk memuaskan berbagai kebutuhan psikologis. Berbagai penelitian telah
mendokumentasikan peran penting bahwa bahan warna berperan dalam
mempengaruhi panca indra kita.Strategi pemanfaatan warna ini cukup efektif
karena warna mempengaruhi orang secara emosiaonal (Terence A. Shimp,
2003:308)
3. Unsur Tipografi
Salah satu aktifitas yang sangat penting dalam kehidupan manusaia
adalah berkomunikasi. Kelancaran dan keberhasilan aktivitas komunikasi
ditentukan oleh perangkat yang menjebatani antara si pengirim pesan dan si
penerima pesan. Dapat dikatakan bahwa bahasa tulis merupakan representasi
fisik dari struktur pemikiran yang ada di otak kita yang tidak dapat dilihat
secara kasat mata. Huruf merupakan bagian terkecil dari struktur bahasa tulis
dan merupakan elemen dasar untuk membangun sebuah kata/ kalimat. Huruf
memiliki perpaduan nilai fungsional dan nilai estetik. Pengetahuan mengenai
huruf dapat dipelajari dalam sebuah disiplin seni yang disebut tipografi
(Danton Sihombing, 2001:2-3)
Tipografi adalah seni memilih jenis huruf, dari ratusan jumlah rancangan/
desain jenis huruf yang tersedia; menggabungkan dengan jenis huruf yang
berbeda; menggabungkan sejumlah kata yang sesuai dengan ruang yang
tersedia; dan menandai naskah untuk proses typesetting, menggunakan
ketebalan dan ukuran huruf yang berbeda (Frank Jefkins, 1994:248).
31
G. Layout Sebagai Salah Satu Unsur Desain
1. Pengertian Serta Prinsip Layout
Pada dasarnya layout dapat dijabarkan sebagai tata letak elemen-elemen
desain terhadap suatu bidang dalam media tertentu untuk mendukung konsep
atau pesan yang dibawanya. Me-layout adalah salah satu proses/tahapan kerja
dalam desain. Desain dan layout yang kita lihat di masa kini sebenarnya adalah
hasil perjalanan dari proses eksplorasi kreatif manusia yang tiada henti di masa
lalu (Surianto Rustan, 2008:0-2).
Prinsip dasar layout adalah prinsip dasar desain grafis, antara lain:
sequence/urutan, emphasis/penekanan, balance/keseimbangan, unity/kesatuan
yakni,
a. Sequence/urutan
Banyak juga yang menyebutnya dengan istilah:
hierarki/flow/aliran. Diperlukan adanya urutan, karena bila semua
informasi itu ditampilkan sama kuatnya, pembaca akan kesulitan
menangkap pesannya. Dengan adanya sequence akan membuat
pembaca secara otomatis mengurutkan pandangan matanya sesuai
dengan yang kita harapkan (Surianto Rustan, 2008:74).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, di wilayah-wilayah
pengguna bahasa latin, orang membaca dari kiri ke kanan dan dari atas
ke bawah. Karena itu pada materi-materi publikasi, urutan/alur
32
pembaca kebanyakan didesain berdasarkan kecenderungan tersebut
(Surianto Rustan, 2008:76).
b. Emphasis/penekanan. Emphasis dapat diciptakan dengan berbagai
cara, antara lain:
1) Memberi ukuran yang jauh lebih besar dibandingka elemen-
elemen layout lainnya pada halaman tersebut.
2) Warna yang kontras atau berbeda sendiri dengan latar belakang
dan elemen lainnya.
3) Letaknya di posisi yang strategis atau yang menarik perhatian.
Bila pada umumnya, kebiasaan orang membaca dari atas ke
bawah dan dari kiri ke kanan, maka posisi yang paling pertama
dilihat orang adalah sebelah kiri atas.
4) Penggunaan bentuk atau style yang berbeda dengan sekitarnya
(Surianto Rustan, 2008:74-75).
c. Balance/keseimbangan
Pembagian berat yang merata pada suatu bidang layout. Bukan
berarti seluruh bidang layout harus dipenuhi dengan elemen, tetapi
lebih pada menghasilkan kesan seimbang dengan menggunakan
elemen-elemen yang dibutuhkan dan meletakkannya pada tempat
yang tepat.
Tak hanya pengaturan letak, tapi juga ukuran, arah, warna, dan
atribut-atribut lainnya. Ada dua macam keseimbangan suatu layout,
yaitu: keseimbangan yang simetris (symmetrical balance/formal
balance): keseimbangan yang dapat dicapai dengan pencerminan dan
dapat dibuktikan secara matematis, dan keseimbangan yan tidak
simetris (assymmetrical balance/informal balance): keseimbangan
yang bersifat optis atau “kelihatannya seimbang” (Surianto Rustan,
33
2008:75). Keseimbangan asimetris memiliki keunggulan, secara optis
keseluruhan penampilannya jauh lebih efektif daripada simetris,
memiliki kesan adanya movement atau dinamis dan tidak statis
(Surianto Rustan, 2008:80-82).
d. Unity/kesatuan.
Prinsipnya sama dengan pengaturan atau padu-padan antar
elemen desain. Semua elemen harus saling berkaitan dan disusun
secara tepat. Tidak hanya dalam hal penampilan, kesatuan di sini juga
mencakup selarasnya elemen-elemen yang terlihat secara fisik dan
pesan yang ingin disampaikan dalam konsepnya (Surianto Rustan,
2008:74).
2. Elemen yang Terdapat dalam Suatu Layout
Adapun elemen dalam layout yang bertujuan menyampaikan informasi
dengan lengkap dan tepat serta kenyamanan dalam membaca termasuk
didalamnya kemudahan mencari informasi, navigasi, dan estetika yang
digunakan dalam promosi kali ini antara lain:
a. Elemen Teks
1) Judul
Suatu artikel biasanya diawali oleh sebuah atau beberapa kata
singkat yang disebut judul. Judul diberi ukuran besar untuk
menarik perhatian pembaca dan membedakannya dari elemen
layout lainnya. Selain ukuran, pemilihan sifat yang tercermin dari
jenis huruf tersebut juga harus menarik perhatian, karena untuk
judul segi estetis lebih diprioritaskan (Surianto Rustan, 2008:28)
2) Deck
34
Merupakan gambar tentang topik yang dibicarakan di bodytext.
Letaknya bervariasi, tetapi biasanya antara Judul dan Bodytext,
deck sering disalah artikan sebagai subjudul. Fungsi deck sendiri
adalah sebagai pengantar sebelum orang membaca bodytext, karena
itu perbedaan fungsi ini harus diungkap oleh pembaca secara jelas,
antara lain melalui:
a) Ukuran hurufnya rata-rata lebih kecil dari judul, tapi tidak
sekecil bodytext.
b) Jenis/style huruf yang dipakai berbeda dengan yang digunakan
untuk judul.
c) Warna deck yang dibedakan dengan judul dan bodytext (Surianto
Rustan, 2008:32).
3) Subjudul
Subjudul berfungsi sebagai judul segmen-segmen dalam
artikel yang cukup panjang. Segmen yang dimaksud disini bukan
paragraf melainkan satu topik/pokok pikiran yang sama, satu
segmen bisa saja terdiri dari beberapa paragraf (Surianto Rustan,
2008:36)
4) Caption
Merupakan keterangan singkat yang menyertai elemen-
elemen visual dan inzet. Biasanya dicetak dalam ukuran kecil dan
dibedakan gaya atau jenis hurufnya dengan bodytext dan elemen
teks lainnya.
Apabila hanya terdapat satu elemen visual yang harus
diterangkan, kita hanya memerlukan satu caption sederhana.
35
Namun bila elemen visualnya lebih dari satu, kita dapat mendesain
caption dengan cara:
a) Caption yang saling terpisah letaknya dan masing-masing berada
didekat elemen visualnya. Ada yang disertai dengan tanda panah
mengarah ke elemen visualnya.
b) Caption yang dijadikan satu dan merujuk pada elemen visualnya
masing-masing dengan cara menggunakan petunjuk arah (kiri,
kanan, atas, bawah), dengan tanda panah atau angka dan angka
yang sama terdapat pada elemen visualnya masing-masing
(Surianto Rustan, 2008:40).
5) Callouts
Pada dasarnya sama seperti caption, kebanyakan callouts
menyertai elemen visual yang memiliki lebih dari satu keterangan,
misalnya pada diagram. Callouts biasanya memiliki garis-garis
yang menghubungkannya dengan bagian-bagian dari elemen
visualnya. Balloon adalah salah satu bentuk callouts (Surianto
Rustan, 2008:42)
6) Kickers
Kickers adalah salah satu atau beberapa kata pendek yang
terletak diatas judul, fungsinya untuk memudahkan pembaca
menemukan topik yang diinginkan dan mengingatkan lokasinya
saat membaca artikel persebut. Berbeda dengan running head,
kickers tidak berulang-ulang ada di setiap halaman. Ada juga yang
mendesain kickers tidak menggunakan tulisan tetapi memakai
unsur lain seperti warna atau gambar (Surianto Rustan, 2008:43).
7) Initial Caps
36
Merupakan salah satu penanda antar paragraf berupa huruf
awal yang berukuran besar dari kata pertama pada paragraf. Karena
lebih bersifat estetis, tidak jarang hanya terdapat satu initial caps di
dalam suatu naskah. Initial caps dapat juga berfungsi sebagai
penyeimbang komposisi suatu layout (Surianto Rustan, 2008:44)
8) Running Head
Judul buku, bab/topik yang sedang dibaca, nama pengarang,
dan informasi lainnya yang berulang-ulang ada pada tiap halaman
dan posisinya tidak berubah. Yang letaknya di footer seringkali
tetap disebut running head, bukan running feet (Surianto Rustan,
2008:47).
b. Elemen Grafis
1) Foto
Kekuatan terbesar dari fotografi pada media periklanan
khususnya adalah kredibilitasnya atau kemampuannya untuk
membeli kesan sebagai „dapat dipercaya‟. Menurut penelitian
Poynter Institute sebuah sekolah jurnalisme di Amerika: orang
lebih tertarik pada foto berwarna dibandingkan hitam putih. Foto
berwarna mendapat perhatian 20% lebih besar dibandingkan foto
hitam putih (Surianto Rustan, 2008:54-55).
2) Artworks
Untuk menyajikan informasi yang lebih akurat, kadang
pada situasi tertentu ilustrasi menjadi pilihan yang lebih tepat dan
dapat diandalkan dibandingkan bila memakai teknik fotografi.
Sedang artwork sendiri adalah segala jenis karya seni bukan
fotografi baik itu berupa ilustrasi, kartun, sketsa, dan lain-lain yang
dibuat secara manual maupun dengan komputer (Surianto Rustan,
2008:56)
37
3) Garis
Merupakan elemen desain yang dapat menciptakan kesan
estetis pada suatu karya desain. Di dalam suatu layout, garis
mempunyai sifat yang fungsional antara lain membagi suatu area,
penyeimbang berat dan sebai elemen pengikat sistem desain supaya
terjaga kesatuannya (Surianto Rustan, 2008:60).
4) Kotak
Berisi artikel yang bersifat tambahan/suplemen dari artikel
utama. Bila letaknya di pinggir halaman disebut sebagai sidebar.
Elemen visual juga sering diberi kotak supaya terlihat lebih rapi.
Dengan adanya kotak, tiap informasi tambahan baik itu teks
maupun visual dapat dibedakan dengan jelas oleh pembaca
(Surianto Rustan, 2008:60).
5) Inzet (inline graphics)
Elemen visual berukuran kecil yang diletakkan di dalam
elemen visual yang lebih besar. Fungsinya memberi informasi
pendukung. Banyak terdapat pada informational graphic. Inzet
kadang juga disertai dengan caption maupun callouts. Inzet juga
berfungsi seakan-akan memperbesar gambar (zoom) untuk
menunjukkan detail struktur (Surianto Rustan, 2008:61).
c. Invisible Element
1) Margin
Margin menentukan jarak antara pinggir kertas dengan
ruang yang akan ditempati oleh elemen-elemen layout. Berfungsi
38
mencegah agar elemen-elemen layout tidak terlalu jauh kepinggir
halaman (Surianto Rustan, 2008:64)
2) Grid
Grid adalah alat bantu yang sangat bermanfaat dalam me-
layout. Grid mempermudah kita menentukan di mana harus
meletakkan elemen layout dan mempertahankan konsistensi dan
kesatuan layout terlebih untuk karya desain yang mempunyai
beberapa halaman. Dalam membuat grid, kita membagi halaman
menjadi beberapa kolom dengan garis-garis vertikal, dan ada juga
yang horisontal. Sedangkan untuk merancangnya harus
mempertimbangkan faktor-fakrot berikut: berapa ukuran dan
bentuk bidangnya, apa konsep dan style desainnya, berapa ukuran
huruf yang akan dipakai, berapa banyak isinya/informasi yang
ingin dicantumkan (Surianto Rustan, 2008:68).