BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Berpikir Kritis...6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Landasan...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Berpikir Kritis...6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Landasan...
6
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kemampuan dan kesediaan untuk membuat penilain
terhadap sejumlah pernyataan dan membuat keputusan objektif berdasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan yang sehat dan fakta-fakta yang mendukung, bukan
berdasarkan pada emosi dan anekdot (Carole,2015), Berpikir kritis merupakan suatu
aktivitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar/pemikiran. Belajar berpikir
kritis berarti belajar menggunakan proses mental seperti memperhatikan,
mengkategorikan, menyeleksi, menilai/memutuskan (Hidayah,2014). Oleh sebab itu
peserta didik dituntut untuk berpikir kritis karena kita sudah masuk dizaman abab 21
dimana peserta didik lebih aktif berperan, dan guru sebagai fasilitator.
“What are we talking about when we talk about ‘higher-order thinking’? Brookhart
(2010) identifies definitions of higher-order thinking as falling into three categories: (1)
those that define higher-order thinking in terms of transfer, (2) those that define it in
terms of critical thinking, and (3) those that define it in terms of problem solving. The
critical thinking category includes definitions that refer to ‘reasonable, reflective
thinking that is focused on deciding what to believe or do’ (Norris & Ennis, 1989) and
‘artful thinking’, which includes reasoning, questioning and investigating, observing and
describing, comparing and connecting, finding complexity, and exploring viewpoints
(Barahal, 2008)”.(Collins, 2014).
Para ahli mengatakan bahwa, “Apa yang kita bicarakan ketika kita berbicara
tentang 'pemikiran tingkat tinggi'?kataBrookhart dalam Collins (2014) mengidentifikasi
definisi pemikiran tingkat tinggi yang termasuk dalam tiga kategori: (1) yang
mendefinisikan pemikiran tingkat tinggi dalam hal transfer, (2) yang mendefinisikannya
dalam hal pemikiran kritis, dan (3) yang mendefinisikannya dalam hal pemecahan
masalah. Kategori berpikir kritis mencakup definisi yang mengacu pada 'pemikiran
reflektif yang masuk akal yang berfokus pada penentuan apa yang harus dipercaya atau
dilakukan' (Norris & Ennis, 1989) dan 'pemikiran licik', yang mencakup penalaran,
pertanyaan dan penyelidikan, pengamatan dan penggambaran, membandingkan dan
menghubungkan, menemukan kompleksitas, dan mengeksplorasi sudut pandang.
Dari beberapa pendapat diatas mengenai berpikir kritis maka peneliti
menyimpulkan bahwa berpikir kritis selalu berhubungan dengan pengamatan, mengapa
7
demikian karena melalui pengamatan maka muncul suatu pendapat atau masalah,
kemudian dihubungkan maka dari situ muncul suatu kompleksitas yaitu menjadi rumit
dan bagaimana cara memecahkan dengan melakukan ekplorasi dari sudut pandang
peserta didik.Berdasarkan kurikulum 2013 implementasi pembelajaran menggunakan
pendekatan saintifik, karena mengacu pada model pembelajaran inquiry, cooperative
learning, problem based learning, and project based learning pendekatan yang
menggunakan lima M yaitu kemampuan menanya, mengumpulkan informasi, menalar
dan mengkomunikasikan sampai menciptakan tergantung suatu matapelajaran tertentu.
Implementasi kurikulum13 pendekatan saintifik lebih ditekankan untuk mengembangkan
caraberpikir kritis siswa dalam proses mengajarkan peserta didik untuk lebih
kemandiriaan dalam belajar. Berpikir adalah proses aktifitas mencurahkan daya pikir
untuk maksud tertentu, berpikir merupakan identitas yang memisahkan status
kemanusiaan manusia dengan lainnya sebab karena sejauhmana manusia pantas disebut
manusia dapat dibedakan dengan sejauhmana pula menggunakan pikirannya. Belajar
bukanlah kosekuensi yang otomatis dari penuangan informasi kedalam benak peserta
didik, belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja peserta didik sendiri.Otak tidak
sekedar menerima informasi tetapi mengolah informasi tersebut.
2.1.2. Tujuan Berpikir Kritis
Menurut Jhonson (2009:185) tujuan berpikir kritis adalah untuk mencapai
pemahaman yang mendalaman, sedangkan menurut Faiz (2012:2) mengatakan bahwa
tujuan berpikir kritis yaitu untuk menjamin, sejauh mungkin bahwa pemikiran kita valid
dan benar. Melalui pendapat para ahli diatas maka dapat kita artikan bahwa tujuan
berpikir kritis adalah proses untuk mencapai pemahaman yang mendalam sejauh
mungkin bahwa pemikiran peserta didik valid dan benar.
Karakteristik-karakteristik dari Higher order thinking skills (HOTS) yang perlu
kita perhatikan dalam berpikir kritis peserta didik (Ekonomiritonga,2015):
1) Evaluasi dengan kriteria, yaitu proses penilaian di lakukan berdasarkan criteria
yang ditentukan untuk melihat sejauhmana kemampuan berpikir kritis peserta didik
8
2) Menunjukkan skeptisme, peserta didik menujukka suatu permasalahan atau
tantangan yang diberikan dengan mempertanyaakaan atau ragu dengan jawaban
3) Keputusan yang menggantung, sejauhmana peserta didik mengambil keputusan
dalam menjalaskan dan tidak menggantung jawaban kepada teman, lebih aktif dalam
proses kegiatan belajar
4) Menggunakan analisis logis, yaitu dapat dipercaya dan masuk akal proses
berpikir kritis peserta didik
5) Sistematis dimaksudkan untuk melihat sejauh mana peserta didik dapat
menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan urutan.
2.1.3. Langkah- Langkah Berpikir Kritis
Menurut Sihotang (2015) delapan langkah berpikir kritis (critical thinking) yang
perlu diperhatikan:
1. Mengenali masalah adalah langkah pertama yang sangat penting. Identifikasi secara
baik apa masalah dari sebuah argumentasi.
2. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan. Informasi apa yang
dibutuhkan terkait masalah yang dihadapi? Pengetahuan luas dan informasi penting
terkait masalah sangat dibutuhkan untuk menilai sesuatu secara tepat dan akurat.
3. Mengevaluasi data, fakta, serta pernyataan-pernyataan.
4. Mengenali asumsi-asumsi. Asumsi adalah sesuatu yang tidak secara eksplisit
dinyatakan oleh orang lain.
5. Mencermati hubungan logis antara masalah dan jawaban.
6. Menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas. Gunakan istilah-istilah sesuai topik.
Jangan bias.
7. Menemukan cara-cara untuk menangani masalah. Temukan cara-cara kreatif untuk
menangani masalah.
8. Menarik kesimpulan/pendapat dari isu atau persoalan yang dibahas.
9
2.1.4. Indikator Berpikir Kritis.
Menurut Ennis dalam Bahriah (2011) terdapat duabelas indikator keterampilan
berpikir kritis.
No Kelompok Indikator Sub-Indikator
1 Memberikan penjelasan
sederhana
Memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan
Mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria untuk
mempertimbangkan
kemungkinan jawaban
Menjaga kondisi berpikir
Menganalisis Argumen Mengidentifikasi
kesimpulan
Mengidentifikasi kalimat-
kalimat pertanyaan
Mengidentifikasi kalimat-
kalimat bukan pertanyaan
Mengidentifikasi dan
menangani suatu
ketidaktepatan
Melihat struktur dari suatu
argumen
Membuat ringkasan
Bertanya dan menjawab
pertanyaan
Memberikan pesan
sederhana
Menyebutkan contoh
2 Membangun
Kentrampilan Dasar
Mempertimbangkan sumber
dapat dipercaya atau tidak
Mempertimbangkan
keahlian
Mempertimbangkan
kemenarikan konflik
Mempertimbangkan
kesesuaian sumber
Mempertimbangkan
reputasi
Mempertimbangkan
penggunaan prosedur yang
tepat
Mempertimbangkan risiko
untuk reputasi
Kemampuan untuk
memberikan alasan
Kebiasaan berhati-hati
Mengobservasi dan Melibatkan sedikit dugaan
Menggunakan waktu yang
10
mempertimbangkan laporan
observasi
singkat antara observasi
dan laporan
Melaporkan hasil observasi
Merekam hasil observasi
Menggunakan bukti-bukti
yang benar
Menggunakan akses yang
baik
Menggunakan teknologi
Mempertanggungjawabkan
hasil observas
3 Menyimpulkan Mendeduksi dan
mempertimbangkan hasil
deduksi
Siklus logika Euler
Mengkondisikan logika
Menyatakan tafsiran
Menginduksi dan
mempertimbangkan induksi
Mengemukakan hal yang
umum
Mengemukakan
kesimpulan dan hipotesis
mengemukakan hipotesis
merancang eksperimen
menarik kesimpulan sesuai
fakta
menarik kesimpulan dari
hasil menyelidik
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
berdasarkan latar belakang
fakta-fakta
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
berdasarkan akibat
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
berdasarkan penerapan
fakta
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
keseimbangan dan masalah
4 Memberikan Penjelasan
lanjut
Mendefenisikan istilah dan
mempertimbangkan suatu
Membuat bentuk definisi
Strategi membuat definisi
bertindak dengan
memberikan penjelasan
11
defenisi lanjut
mengidentifikasi dan
menangani ketidakbenaran
yang disengaja
Membuat isi definisi
Mengidentifikasi asumsi-
asumsi
Penjelasan bukan
pernyataan
Mengonstruksi argumen
5 Mengatur Strategi dan
Teknik
Menetukan suatu tindakan Mengungkap masalah
Memilih kriteria untuk
mempertimbangkan solusi
yang mungkin
Merumuskan solusi
alternatif
Menentukan tindakan
sementara
Mengulang kembali
Mengamati penerapannya
Berinteraksi dengan orang
lain
Menggunakan argumen
Menggunakan strategi
logika
Menggunakan strategi
retorika
Menunjukkan posisi, orasi,
atau tulisan
Inilah lima indikator menurut Ennis yang digunakan Peneliti sebagai berikut:
Aspek berpikir kritis Indikator berpikir kritis Sub Indikator
Memberikan penjelasan
sederhana
Memfokuskan pertanyaan Menjaga kondisi berpikir
Menganalisa argumen Membuat ringkasan
Bertanya dan menjawab pertanyaan Memberikan
penjelasan
sederhana
Menyebutkan
contoh
Membangun
keterampilan dasar
Mempertimbangkan apakah sumber
dapat dipercaya atau tidak
Kemampuan untuk
memberikan alasan
12
Menyimpulkan Menginduksi dan mempertimbangkan
hasil induksi
Mengemukakan hal yang
umum
Berdasarkan beberapa point tersebut tentang indikator berpikir kritis tersebut
peneliti bisa mengembangkan di SD Kristen 03 Eben Haezer salatiga karena dapat
menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik akan muncul ketika
sedang berada dalam keadaan kritis dimana ia diharuskan memecahkan suatu masalah
yang rumit atau memerlukan cara-cara penyelesaian yang tidak biasa dan membutuhkan
suatu argumen-argumen yang memperkuat suatu jawaban yang tepat dan mampu
mempertanggung jawabkan jawaban tersebut.
2.1.5. Muatan Tematik Dalam Mata Pelajaran PKn
Subroto (2000;9), menjelaskan bahwa pembelajaran tematik adalah sebuah
pembelajaran yang diawali dengan suatu tema tertentu dan didukung oleh subtema-
subtema yang dikaitkan dengan pokok pembahasan, konsep tertentu dikaitkan dengan
konsep lain yang dilaksanakan secara spontan atau direncanakan baik dalam satu bidang
studi atau dengan beragam pengalaman belajar sehingga pembelajaran menjadi semakin
bermakna. Sedangkan menurut Sukmadinata (2004;197) lebih melihat pembelajaran
tematik sebagai suatu model pembelajaran dengan fokus pada bahan ajaran.
Tujuan pelajaran PKn digabungkan dalam tematik adalah untuk mengkaitkan
suatu mata pelajaran dengan pelajaran lain sebab saling berhubungan. Mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan terdiri atas; Pancasila sebagai dasar negara
dan pandangan hidup bangsa diperankan dan dimaknai sebagai entensitas inti yang
menjadi sumber rujukan dan kriteria keberhasilan pencapaian tingkat kompetensi dan
pengorganisasian dari keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan; substansi dan jiwa Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara
Kesatuan Republik Indonesia ditempatkan sebagai bagian integral dari Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, yang menjadi wahana psikologis-pedagogis
pembangunan warganegara Indonesia yang berkarakter Pancasila.
13
Bahan ajaran disusun secara terpadu dan dirumuskan dalam bentuk tema-tema
pembelajaran. Sehingga pelajaran PKn di gabungkan kedalam teman-tema yang
dimaksud adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi inti pembicaraan. Di
SD pelajaran PKn ini digabungkan tidak berdiri sendiri sehingga menjadi tematik
terpadu. Melalui tema-tema yang dikembangkan diharapkan memberikan banyak
keuntungan bagi peserta didik yaitu: (1) siswa gampang memfokuskan minat dengan
sebuah tema tertentu yang dibahas; (2) siswa bisa menunjukkan akal sebuah kompetensi
dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama; (3) Pengertian siswa terhadap materi
pelajaran lebih mendalam dan berkesan; (4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih
baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik;
(5) murid lebih merasakan adanya manfaat dan makna belajar karena materi pelajaran
yang disajikan dalam konteks tema yang jelas; (6) murid aktif dan rasa ingin tahu
tentang belajar karena peserta didik dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain; (7) pengajar dapat menghemat waktu pembelajaran karena beberapa
mata pelajaran.
2.1.6. PKn SD
PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk diajarkan
pada jenjang sekolah dasar. Ruminiati (2007:1.15) menyatakan bahwa pelajaran PKn
merupakan salah satu pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat
dan cenderung pada pendidikan efektif. Pendidikan kewarganegaraan (civic education/
citizenship) atau yang lebih dikenal PKn mempunyai peran strategis dalam
mempersiapkan warga negara yang cerdas dan bertanggung jawab dan berkeadaban.
Undang-Undang Nomor 20 tentang sistem pendidikan nasional telah mengatur
pendidikan kewarganegaraan bagi pendidikan formal mulai dari pendidikan Dasar,
Menengah dan Tinggi dan juga untuk pendidikan non formal (Monteiro, 2015).
Oleh karena itu tujuan pendidikan Kewarganegaraan ditunjukkan pada sekolah-
sekolah formal untuk membentuk karakter menurut Douglas dalam Samawi (2012),
character isn’t incrited, one builds its daily by the way one thinks and acts, thought by
thought, action mempunyai jiwa tanggung jawab dan berpikir kritis, mengapa demikian
karena peserta didik mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk diasah. Tujuan
14
Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan potensi individu yaitu
warga negara Indonesia sehingga memiliki wawasan, sikap, dan ketrampilan yang
memadai, yang memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab
dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia
(Sudarno,2017).
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut: (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi
isu kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
2 serta antikorupsi, (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, (4) Berinteraksi dengan bangsa
bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Hardini,2015).
Melalui pembelajaran PKn SD peserta didik dituntut untuk berpikir kritis dalam
pemecahan soal-soal yang diberikan berdasarkan materi pembelajaran yang diberikan.
Kita tahu bahwa pembelajaran PKn SD adalah pembelajaran yang membosankan karana
banyak ceritanya tetapi sebagai guru kita harus membuat strategi pengajaran yang
menyenangkan sehingga peserta didik tidak bosan dalam proses pembelajaran. Strategi
pembelajaran merupakan spesifikasi untuk memilih dan mengatur urutan kejadian atau
peristiwa dan aktivitas selama pembelajaran berlangsung (Mawardi,2018). Kita tahu
bahwa peserta didik di bangku SD sudah berpikir konkrit terutama kelas besar oleh
karena itu pembelajaran PKn SD ini sangat baik untuk dikembangkan dalam hal berpikir
kritis karena melalui cerita-cerita yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai
dengan paradigma baru tugas PKn yaitu mengembangkan pendidikan demokrasi
mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara (civic
knowledge), membina keterampilan warga negara (civic skill) dan membentuk watak
warga negara (civic disposition) (kamuryan,2014).
15
2.1.7. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger, dkk (1992) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas
pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh salah satu prinsip bahwa pembelajaran
harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok
pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajaran
anggota-anggota yang lain (Huda,2014). Model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran, mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan, dan sebagai pedoman dalam proses
pembelajaran karena berisi langkah-langkah (sintak) pembelajaran yang sistematis
(Mawardi,2018). Model pembelajaran kooperatif merupakan sebuah model pengajaran
yang mengajak peserta didik belajar dalam sebuah kelompok-kelompok kecil yang
memiliki tingkat kemampuan berbeda, dan yang diutamakan adalah kerjasama, yakni
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran
(Depdiknas,2004:1).
Wina (2011:242) pembelajaran kooperatif adalah model Pembelajaran ynag
menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu yang terdiri antara empat sampai
enam orang peserta didik yang memiliki latar belakang kemampuan akademik yang
berbeda, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Menurut Roger, dkk
(dalam Huda 2011:29) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah aktivitas
pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus
didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok
pembelajar yang ada didalamnya setiap peserta didik bertanggung jawab atas
pembelajarannya sendiri dan didorong untuk bekerjasama meningkatkan pembelajaran
anggota-anggota yang lain.
Pembelajaran kooperatif muncul pada konsep bahwa peserta didik lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya. Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu
memecahkan masalah-masalah yang kompleks (Trianto,2007:41). Adanya pembelajaran
kooperatif ini sangat baik untuk diterapkan di kalangan tingkat SD dalam proses kegiatan
16
pembelajaran yang sedang berlangsung. Dari beberapa pendapat menurut para ahli diatas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah
pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerjasama
dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 fase menurut Suprijono
(2009:65) yaitu:
Langkah 1:
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik. Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.
Langkah2:
Menyajikan informasi. Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara
verbal.
Langkah 3:
Mengorganisasikan peserta didik ke dalam tim-tim belajar. Guru memberikan penjelasan
kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien.
Langkah 4:
Membantu kerja tim dan belajar. Membantu tim-tim belajar selama peserta didik
mengerjakan tugasnya.
Langkah 5:
Mengevaluasi. Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi
pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Langkah6:
Memberikan pengakuan atau penghargaan. Guru mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun kelompok.
2.1.8. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Menurut Aroson dalam Huda (2011) hal-hal penting yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai berikut:
17
Selain sebagai teknik, jigsaw juga dikenal sebagai metode pembelajaran
kooperatif.
Dapat diterapkan untuk materi-materi yang berhubungan dengan kentrampilan
membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara
Dapat diterapkan dengan beberapa mata pelajaran
Cocok untuk semua tingkatan kelas
Dalam teknik ini, guru harus memahami kemampuan dan pngalaman siswa dan
membantu siswa mengaktifkan skema pembelajaran lebih bermakna
Memberikan banyak kesempatan pada siswa untuk mengolah infomasi dan
meningkatkan kentrampilan berkomunikasi.
2.1.8.1. Kelebihan dan kekurangan Pembelajaraan Kooperatife Jigsaw
Menurut Rusman (2014:116) kelebihan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah
sebagai berikut:
1) Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam kelompok.
2) Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah.
3) Menerapkan bimbingan sesama teman.
4) Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi.
5) Memperbaiki kehadiran.
6) Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar.
7) Sikap apatis berkurang.
8) Pemahaman materi lebih mendalam.
9) Meningkatkan motivasi belajar.
10) Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif.
11) Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompok.
12) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan
kelompok lain.
13) Setiap siswa saling mengisi satu sama lain.
Sedangkan menurut Rusman (2014:116) kekurangan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
adalah sebagai berikut:
18
1. Keadaan kondisi kelas yang ramai, sehingga membuat siswa bingung dan
pembelajran kooperatif tipe jigsaw merupakan pembelajaran baru;
2. Jika guru tidak meningkatkan agar siswa selalu menggunakan ketrampilan-
ketrampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan
kelompok akan macet.
3. Siswa lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai
4. Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal jika ada
anggota yang hanya membonceng dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pasif
dalam diskusi.
5. Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila ada penataan ruang belum
terkondisikan dengan baik, sehingga perlu waktu merubah posisi yang 17 dapat
juga menimbulkan gaduh serta butuh waktu dan persiapan yang matang sebelum
model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
2.1.8.2. Langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw
Menurut Stepen, et all. diambil Rusman (2014:113), menyampaikan tahap-tahap
kooperatif model jigsaw sebagai berikut:
1. Peserta didik terdiri dari 1 sampai 5 orang group.
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
4. Anggota dari tim yang berbeda telah mempelajari sub bagian yang sama bertemu
dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka.
5. Setelah selesai diskusi, sebagai tim ahli tiap anggota kembali kepada kelompok
asli dan bergantian mengajar teman satu timnya tentang sub bab yang mereka
kuasai, dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama.
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7. Guru memberikan evaluasi.
8. Penutup.
Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan model jigsaw sebagai berikut:
19
1) Melakukan kegiatan membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh
topik-topik permasalahan untuk dibaca, sehingga mendapatkan infornmasi untuk
permasalahan tersebut.
2) Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang
sama bertemu dalam satu kelompok, atau disebut dengan kelompok ahli untuk
membicarakan topik permasalahn tersebut.
3) Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan
hasil yang didapatkan dari diskusi tim ahli.
4) Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi.
5) Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
2.2. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini tentang Penelitian Tindakan kelas yaitu Penerapan Model
Pembelajaran Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV
SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2018/2019, adapun hasil
ekplorasi yang dilakukan peneliti ada beberapa tulisan yang berkaitan mengenai
penelitian ini yaitu:
Pertama penelitian dari Tri Makarti (2012) dengan judul penelitian adalah
Peningkatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Pkn Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Pada Siswa Kelas V Sd Negeri 1 Bentangan Tahun
Pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri 1
Bentangan, sebanyak 40 siswa yang terdiri dari 22 siswa putra dan 18 putri. Tekhnik
Hasil penelitian ini adalah (1) rata-rata kelas pada awal sebelum diadakan PTK adalah
61,00 dan setelah dilaksanakan PTK siklus I nilai rata-rata siswa menjadi 68,00 dengan
KKM 65, rata-rata tersebut sudah berada di atas KKM. Pada siklus II rata-rata menjadi
71,00 dengan KKM 65, rata-rata siswa tersebut sudah berada diatas KKM, namun ada 5
siswa yang nilainya di bawah KKM.
Kedua penelitian Sitti Aminan (2014) dengan judul penelitian yaitu
Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran PKn Melalui Penerapan Kooperatif Tipe
Jigsaw Siswa Kelas IV SD Negeri Sibea. Hasil Penelitian yang dilakukan menunjukkan
hasil tindakan siklus I diperoleh ketuntasan belajar klasikal sebesar 55% dengan nilai
20
rata-rata 6,65. Hasil tindakan Siklus II diperoleh ketuntasan belajar klasikal 90% dengan
nilai rata-rata 7,4. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri
Sibea.
Ketiga penelitian dari Tiningsih (2016) tujuan dari penelitian ini adalah untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn siswa kelas V SDN 1 Tanjungsari melalui
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aktivitas siswa meningkat pada setiap siklusnya. Siklus I nilai rata-rata aktivitas siswa
64,8 dengan ketuntasan klasikal hanya 54,5% dan berada pada kategori kurang. Siklus II
nilai rata-rata meningkat menjadi 71,2, dan ketuntasan klasikal menjadi 77,3% dengan
kategori tuntas. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan disetiap siklus. Hasil
belajar afektif siklus I diperoleh nilai rata-rata 63,2 dengan persentase ketuntasan 54,5%.
Siklus II menjadi 71,8 dengan persentase ketuntasan 86,4%. Hasil belajar psikomotorik
siklus I diperoleh nilai rata-rata 64,2 dengan persentase ketuntasan 59,09%. Siklus II
menjadi 72,0 dengan persentase ketuntasan 81,80%. Hasil belajar kognitif siklus I
diperoleh nilai rata-rata 62,66 dengan persentase ketuntasan 45,45%. Siklus II menjadi
76,2 dengan persentase ketuntasan 81,80%. Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw aktivitas dan hasil belajar PKn
siswa kelas V SDN 1 Tanjungsari Kabupaten Lampung Selatan tahun pelajaran
2015/2016 dapat meningkat.
Keempat penelitian dari Roy Bawe (2015) Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan kerjasama siswa pada mata pelajaran PKn kelas IV melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di SDN Kledokan Depok.Subjek penelitian
Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas IV SDN Kledokan Depok yang berjumlah 26
orang. Objek penelitian ini adalah kerjasama siswa pada mata pelajaran PKn melalui
penerapan model kooperatif tipe Jigsaw. Hasil observasi siklus I kerjasama siswa yang
telah ditunjukkan meliputi komunikasi, menghargai kontribusi, dan mendorong
partisipasi. Hasil observasi siklus II keterampilan siswa telah mencapai hasil baik dari
semua aspek yang diharapkan yaitu komunikasi, memberi sumbangan ide, menghargai
kontribusi, mendorong partisipasi, dan tidak mendominasi kelompok.
21
Kelima penelitian dari Umu Kalsum (2013).Tujuan penelitian meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran PKn melalui model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dikelas IV SDN No.4 Tondo Kec.Sirenja. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian Kemmis dan McTaggart yang terdiri atas dua siklus, Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada tindakan siklus I diperoleh ketuntasan klasikal 64,28% dan
daya serap klasikal 67,85%. Pada tindakan siklus II diperoleh ketuntasan klasikal 100%
dan daya serap klasikal 77,85%. Hal ini berarti pembelajaran pada siklus II telah
memenuhi indikator keberhasilan dengan nilai ketuntasan belajar klasikal minimal 80%
dan daya serap klasikal minimal 65%. Berdasarkan nilai rata-rata daya serap klasikal dan
ketuntasan belajar klasikal pada kegiatan pembelajaran siklus II, maka dapat disimpulkan
bahwa perbaikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran PKn di SDN
No. 4 Tondo Kec. Sirenja.
Keenam penelitian dari Abidin.N.Zainal (2013) tujuan penelitian untuk
meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN 03 Bangsri Karangpandan dalam
pembelajaran PKn melalui strategi Jigsaw. Subyek penelitian siswa kelas IV SDN 03
Bangsri yang berjumlah 20 siswa. Sedangkan obyeknya adalah aktivitas belajar siswa.
Jenis penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Teknik analisis data yang
digunakan adalah teknik analisis interaktif. Teknik pembelajaran menggunakan tipe
pembelajaran kooperatif Jigsaw. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
dengan menggunakan dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Siklus I
menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 68 dan
presentase siswa yang mencapai nilai di atas KKM (75) sebanyak 55% (11 siswa). Pada
Siklus II menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata
76 dan prosentase siswa yang mencapai nilai di atas KKM (75) sebanyak 90% (18 siswa).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi Jigsaw dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar pada mata pelajaran PKn siswa kelas IV SDN 03 Bangsri tahun
pelajaran 2012/2013.
22
2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan tujuan masalah apakah model pembelajaran jigsaw dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kristen 03 Eben Haezer,
maka dari itu peneliti menggunakan model pembelajaran jigsaw untuk menstimulus
apakah model ini cocok digunakan atau tidak pada Pembelajaran PKn, dan disertai
apakah dengan model jigsaw dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik bisa tercapai?
Solusi untuk pemecahan masalah tersebut peneliti menggunakan metode
menggunakan teknik tanya jawab, diskusi, ceramah dan presentasi didalam proses
pembelajaran PKn SD sebab dalam proses pembelajaran berlangsung peneliti bisa
melihat sejauh mana kemampuan berpikir peserta didik, kita tahu bahwa pembelajaran
PKn SD adalah pelajaran yang membosankan, yang banyak alur cerita, peserta didik
jarang aktif untuk bertanya, suasana kelas pasif, guru yang lebih aktif dalam
menyampaikan materi, peserta didik lebih senang belajar individual. Melalui bantuan
metode pengajaran kooperatif jigsaw ini dapat membantu menghilangkan rasa kebosanan,
dan mengajak peserta didik lebih berpikir kritis, kreatif dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan mereka dengan bantuan media pembelajaran, sehingga pelajaran PKn SD
tidak lagi menjadi pelajaran satu arah melainkan ada hubungan saling menjawab antara
peserta didik dan guru didalam ruang kelas.
Hasilnya adalah melalui penerapan model pembelajaran jigsaw peserta didik
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, sebab merupakan suatu komponen yang
di masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan
sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
bisa dilihat dalam bagan kerangka berpikir gambar 2.3. Melalui berpikir kritis ini peserta
didik dipersiapkan untuk aktif dalam belajar secara mandiri dan kelompok serta berani
mengeluarkan pendapat peserta didik. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modificationor strengthening of
behavior through experience). Jadi belajar itu merupakan suatu proses kegiatan dan
bukan dari hasil dan tujuan, kita berharap dari berpikir kritis siswa mampu mengeluarkan
pendapatnya melalui pengalaman yang di alami dalam kehidupan sehari-hari sejalan
dengan materi pembelajaran PKn SD.
23
Gambar: 2.3. Kerangka Pikir
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka hipotesis penelitian ini model
pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV
SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga Semester 1 Tahun Ajaran 2018/2019.
Belum terlihat jelas metode
pengajaran yang digunakan
Cara berpikir kritis siswa
secara kritis belum terlihat
Kondisi Awal
Peneliti menyumbangkan metode
kooperatife tipe jigsaw dalam
kegiatan pembelajaran dalam
berpikir kritis.
Siswa lebih aktif dari sebelumnya,
proses kegiatan pembelajaran sangat
lancar berjalannya.
Kemampuan berpikir kritis siswa
terlihat.
Tindakan
Kondisi akhir Melalui model ini ada keberhasilan
didapat yaitu peningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.