BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS...
-
Upload
duongkhuong -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS...
8
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoretis
2.1.1 Hakikat Kemampuan Berbahasa Lisan
Menurut Chaplin ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat,
kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu
perbuatan. Sedangkan menurut Robbins kemampuan bisa merupakan
kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek
(dalam ian.wordpress.com, 2010). Adapula pendapat lain menurut Mohammad
Zain dalam Milman Yusdi (2010 : 10) mengartikan bahwa Kemampuan adalah
kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan berdasarkan
usaha diri sendiri yang melalui hasil latihan atau praktek.
Bahasa adalah pengunaan kode yang merupakan gabungan fonem
sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang
memiliki arti (www.id.wikipedia.org/bahasa Indonesia). Menurut para ahli,
bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan
(pendapat, perasaan, dan lain-lain) dengan menggunakan simbol-simbol yang
disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk
kalimat yang bermakna, dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku
dalam suatu komunitas atau masyarakat (Kurnia, dkk, 2007). Menurut william A.
Haviland (dalam carapedia.com) Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika
8
9
digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat ditangkap oleh
semua orang yang berbicara dalam bahasa itu.
Berdasarkan pengertian bahasa di atas dapat disimpulkan bahasa adalah
suatu sistem bunyi yang digunakan sebagai media komunikasi untuk
menyampaikan pesan yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk
kata dan kemudian dirangkai menjadi kalimat yang menimbulkan arti dan dapat
ditangkap oleh semua orang.
Menurut Bastian (2011) pada artikel pengertian bahasa, fungsi bahasa,
serta ragam bahasa, ragam bahasa lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan
melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan
dapat membantu pemahaman (dalam tugas manajemen.blogspot.com). Menurut
Rytha (2012) pada artikel pengertian ragam bahasa lisan dan ragam bahasa
tulisan, ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap dengan fonem
sebagai unsur dasar (dalam rita-susanti.blogspot.com).
Berdasarkan pengertian bahasa lisan di atas dapat disimpulkan bahwa
bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan alat ucap dan berkaitan dengan ruang
dan waktu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa
kemampuan berbahasa lisan adalah kesanggupan seseorang untuk menggunakan
sistem bunyi dengan baik sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan
dari berupa fonem menjadi kata, kemudian kata menjadi kalimat yang memiliki
arti dan dapat ditangkap oleh semua orang yang dihasilkan oleh alat ucap serta
berkaitan dengan ruang dan waktu.
10
Perkembangan kemampuan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan
kemampuan berpikir seseorang. Komunikasi berarti pertukaran pikiran dan
perasaan. Agar dapat berkomunikasi dengan baik, maka anak harus menggunakan
bahasa yang bermakna bagi orang yang diajak berkomunikasi. Sebaliknya, anak
pun harus memahami bahasa yang digunakan orang lain. Oleh karena itu,
diperlukan kemampuan berbahasa yang jelas dan dapat dipahami oleh orang lain
(Kurnia, dkk, 2007).
Menurut Raka Annurfaida (2011) pada artikel 7 aspek penting pendidikan
anak pada usia dini kemampuan berbahasa adalah aspek terpenting dalam
kehidupan manusia. Tanpa adanya kemampuan bahasa, seseorang tidak akan bisa
berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Kemampuan bahasa seorang anak
juga berkaitan erat dengan kemampuan membacanya. Faktanya, dalam 7 tahun
pertama kehidupan seorang anak, dia memiliki kemampuan fenomenal dalam
mempelajari bahasa. Bahkan seorang balita dapat mempelajari beberapa bahasa
sekaligus secara bersamaan. Oleh karena itu, sangat tidak bijak bagi orang tua jika
tidak memanfaatkan kesempatan yang sangat luar biasa yang hanya datang sekali
dalam seumur hidup ini dan hanya memiliki jangka waktu yang sangat pendek ini.
Untuk melatih kemampuan bahasa pada balita, orang tua harus berbicara sesering
dan sebanyak mungkin. Penting juga bagi orang tua untuk membacakan buku
cerita pada balitanya. Sebuah cerita yang sama tersebut harus dibacakan secara
berulang-ulang setiap hari selama beberapa bulan, sebelum Anda mulai
membacakan cerita baru untuknya. Cerita baru ini juga harus dibacakan berulang-
ulang selama beberapa bulan lamanya. Karena kemampuan berbahasa balita
11
tergantung pada kemampuannya mengulang kata-kata, kalimat dan struktur
bahasa yang sama yang diajarkan kepadanya (dalam ibu dan balita.com).
2.1.2 Unsur Bahasa
Adapun unsur bahasa adalah sebagai berikut (Wikipedia bahasa Indonesia.com) :
1. Fonem yaitu unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk
membedakan arti dari satu kata. Contohnya kata ular dan ulas memiliki
arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /er/ dan /es/. Setiap bahasa
memiliki jumlah dan jenis fonem yang berbeda-beda.
2. Morfem yaitu unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan
dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat
berbentuk imbuhan. Misalnya pada kata praduga memiliki dua morfem
yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan
morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
3. Sintaksis yaitu penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan auran
sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia
terdapat aturan SPO atau Subjek-Predikat-Objek. Aturan ini berbeda pada
bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan
pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua dalam
setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang menjadi kata
kerja diletakkan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat.
4. Semantik; mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk
dalam suatu kalimat.
12
5. Diskurs; mengkaji bahasa pada tahap percakapan, paragraf, bab, cerita
atau literatur.
2.1.3 Karakteristik Bahasa
Bahasa memiliki karakteristik yang menjadikannya sebagai bentuk khas
komunikasi. Ada beberapa karakteristik bahasa seperti berikut (Umar, 2010 : 3 -
4) :
1. Sistematik, artinya bahasa memiliki suatu cara menggabungkan bunyi-
bunyian maupun tulisan yang bersifat teratur, standar dan konsisten.
2. Arbitrari, yaitu bahwa bahasa terdiri dari hubungan-hubungan antara
berbagai macam suara dan visual, objek, maupun gagasan.
3. Flesibel, artinya bahasa dapat berubah sesuai dengan perkembangan
zaman.
4. Beragam artinya dalam hal pengucapan, bahasa memiliki berbagai variasi
dialek atau cara. Perbedaan dialek terjadi dalam pengucapan, kosa kata,
dan sintaks. Semula, perbedaan dialek ditentukan oleh daerah
geografisnya, namun sekarang ini kelompok sosial yang berbeda dalam
suatu masyarakat menggunakan dialek yang berbeda pula.
5. Kompleks yaitu bahwa kemampuan berpikir dan bernalar dipengaruhi oleh
kemampuan menggunakan bahasa yang menjelaskan berbagai konsep, ide
maupun hubungan-hubungan yang dapat dimanipulasi saat berpikir dan
bernalar.
13
Menurut Farichin (2011) pada artikel karakteristik pembelajaran bahasa
indonesia bahwa karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut :
1. Pembelajaran dilakukan secara terintegrasi atau terpadu, mengingat bahasa
merupakan sistem.
2. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan komunikatif.
3. Kegiatan pembelajaran mendasarkan diri pada teori pemerolehan bahasa.
4. Pelaksanaan pembelajaran lebih menekankan pada komponen praktik
berbahasa daripada teori kebahasaan.
5. Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.
6. Dalam pembelajaran, baik “yang diajarkan” maupun “media ajarnya”
sama, yaitu bahasa Indonesia.
2.1.4 Bentuk Bahasa
Bromley menyebutkan empat macam bentuk bahasa yaitu menyimak,
berbicara, membaca dan menulis. Kemampuan berbahasa berbeda dengan
kemampuan kemampuan berbicara. Bahasa merupakan suatu sistem tata bahasa
yang relatif rumit dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan berbicara
merupakan suatu ungkapan dalam bentuk kata-kata. Bahasa ada yang bersifat
reseptif (dimengerti, diterima) maupun ekspresif (dinyatakan). Contoh bahasa
reseptif adalah mendengarkan dan membaca suatu informasi. Yang termasuk
dalam bahasa reseptif adalah keterampilan menyimak dan membaca. Sedangkan
contoh bahasa ekspresif adalah bebicara dan menuliskan informasi untuk
14
dikomunikasikan kepada orang lain. Yang termasuk dalam bahasa ekspresif ilah
berbicara dan menulis (Umar, 2010 : 5).
Menurut Iffah Al Fahima (dalam pelangi-iffah, 2011) pada artikel
pengertian dan manfaat keterampilan berbahasa bahwa aspek-aspek keterampilan
berbahasa yaitu sebagai berikut : 1). Mendengarkan, 2). Berbicara, 3). Membaca,
dan 4). Menulis.
Menyimak, berbicara, membaca dan menulis melibatkan proses kognitif
(berpikir) dan kosa kata yang sama. Namun demikian ada beberapa perbedaan
dari keempat bentuk bahasa tersebut adalah sebagai berikut (Umar, 2010) :
1. Anak menerima dan mengekspresikan bahasa dengan cara yang unik dan
bersifat individual. Perbedaan tersebut meliputi kosa kata dan intonasi
suara yang digunakan anak.
2. Penerimaan dan pengeskpresian bahasa terjadi dengan kecepatan yang
berbeda. Menulis memakan waktu yang lebih lama dibandingkan
menyimak, berbicara dan membaca.
3. Bentuk bahasa berbeda sesuai dengan daya tahan relatifnya. Membaca dan
menulis melibatkan tinta yang dapat dibaca kembali, diperbaiki dan
direfleksikan dalam jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
berbicara. Menyimak dan berbicara bersifat sementara, kecuali direkam
atau difilmkan untuk dapat dipergunakan lagi. Dengan demikian
pemahaman terhadap bahasa ekspresif melalui menyimak berbeda dengan
pemahaman bahasa tertulis melalui membaca.
15
4. Bentuk bahasa berbeda dalam kandungan dan fungsinya. Bahasa yang
digunakan dalam diskusi secara verbal seringkali berbeda dengan bahasa
yang digunakan dalam tulisan. Pilihan kata yang dipakai dalam berbicara
akan berbeda dengan yang dipakai dalam menulis.
2.1.5 Fungsi Bahasa
Bromley menyebutkan lima macam fungsi bahasa (Umar, 2010 : 6 - 8)
sebagai berikut :
1. Bahasa menjelaskan keinginan dan kebutuhan individu.
2. Bahasa dapat merubah dan mengontrol perilaku.
3. Bahasa membantu perkembangan kognitif.
4. Bahasa membantu mempererat interaksi dengan orang lain.
5. Bahasa mengeskpresikan keunikan individu.
2.1.6 Fungsi Pengembangan Kemampuan Berbahasa pada Anak TK
Bahasa sebagai sarana kegiatan berkomunikasi memegang peranan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai ungkapan hasil pemikiran
seseorang kepada orang lain agar dapat dipahami. Depdiknas (2001 : 105) fungsi
pengembangan kemampuan berbahasa pada anak di TK (dalam malpalenisatriana,
2009) pada artikel konsep pemahaman membaca dini dan keterkaitannya dengan
metode bercerita dengan gambar :
a. Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan. Komunikasi sangat
penting dalam tumbuh kembang anak sebab anak yang tak dapat
16
berkomunikasi dengan baik akan mengalami kesulitan saat berkomunikasi
dengan lingkungan. Sehingga sangat diperlukan anak untuk mempelajari
bahasa dengan baik dan benar.
b. Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual anak.
Kemampuan intelektual anak dapat dikembangkan salah satunya dengan
berbahasa. Misalnya dapat diperoleh dengan membaca atau bertukar
pendapat dan pengetahuan dengan orang lain.
c. Sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak. Dengan memiliki
kemampuan berbahasa, anak dapat mengembangkan ekpresinya misalnya
marah, senang, sedih, gembira, ceria, dan lain-lain. Contoh lain yaitu saat
anak mendengarkan cerita atau membaca buku cerita, anak dapat ikut
merasakan dan mengekpresikan perasaan-perasaan yang ia rasakan saat
membaca atau mendengarkan cerita.
d. Sebagai alat untuk mengembangkan perasaan dan buah pikiran kepada
orang lain. Misalnya perasaan senang bisa berubah menjadi riang dan
gembira sesuai dengan kondisi dan keadaan saat itu serta anak pun dapat
mengungkapkan ide-ide kepada orang lain sehingga dapat terjalin tukar
pendapat antara anak dan lawan bicaranya.
2.1.7 Tugas-Tugas Perkembangan Bahasa
17
Menurut Yusuf (2004 dikutip dalam arid wijaya digilib.unimus.ac.id)
dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas
pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Keempat tugas pokok
perkembangan bahasa adalah :
a). Pemahaman. Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Jika
tidak memiliki kemampuan atau tidak mampu memahami makna dari
ucapan orang lain maka tidak akan terjalin komunikasi yang baik.
b). Pengembangan perbendaharaan kata. Perbendaharaan kata anak-anak
berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian
mengalami tempo yang cepat pada usia pra sekolah dan terus meningkat
setelah anak masuk sekolah. Ini disebabkan karena lingkungan pergaulan
anak yang semakin meningkat dan juga materi pelajaran bahasa yang ia
peroleh dari sekolah semakin berkembang serta adanya media yang ada di
lingkungannya seperti koran, majalah, televisi, radio dan lain sebagainya.
c). Penyusunan kata-kata menjadi kalimat. Kemampuan menyusun kata-kata
menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun.
Bentuk kalimat pertama kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai
gesture (bahasa tubuh) untuk melengkapi cara berfikirnya. Misalnya saat
anak hendak meminta air minum kepada orang yang lebih tua dia akan
mengucapkan kata “air” disertai dengan bahasa tubuh dengan arti minum
air.
d). Ucapan. Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar
melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari
18
orang lain (terutama orang tua). Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia
sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara
menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam
huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf hidup (vokal)
a, i, u, e, o dan huruf mati (konsonan) b, m, n, p dan t sedangkan yang sulit
diucapkan adalah huruf mati tunggal : z, w, s, g dan huruf rangkap (diftong)
: st, str, sk dan dr.
2.1.8 Prinsip-Prinsip Pengembangan Kemampuan Bahasa Anak
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru dan orang tua untuk
mengetahui pengembangan dan kemampuan berbahasa anak. Prinsip-prinsip
pengembangan kemampuan bahasa anak sebagaimana tertera dalam depdiknas
(2000 : 14) dikutip oleh malpalenisatriana, 2009 yaitu :
1). Pendidik lebih mengutamakan pengembangan penguasaan kosa kata,
kemampuan menyimak dan berkomunikasi sebelum permainan membaca
diberikan. Alasannya yaitu jika anak lebih dulu diajarkan membaca maka
anak akan mengalami kesulitan dalam berbahasa. Maka dari itu perlunya
mengutamakan penguasaan kosa kata, kemampuan menyimak dan
berkomunikasi agar anak dapat mengekspresikan perasaan-perasaan yang
dimilikinya. Seorang bayi pun saat ia merasakan hal-hal yang tidak
menyenangkan hatinya ia akan menangis.
2). Mendeteksi atau melacak kemampuan awal anak dalam berbahasa. Prinsip
ini dilakukan agar pendidik dapat memperhatikan perkembangan bahasa
19
anak secara individual. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat diperoleh
kemampuan berbahasa anak serta mengelompokkan berdasarkan
kemampuan yang relatif sama.
3). Merencanakan kegiatan bermain dan alat permainan sederhana melalui
kegiatan bercakap-cakap, bercerita atau menyampaikan cerita (story
telling), membacakan cerita (story reading) dan bermain peran (role play).
4). Mengkomunikasikan kegiatan keberbahasaan anak pada orang tua
termasuk kegiatan permainan membaca permulaan.
5). Menentukan sarana permainan yang diambil dari lingkungan sekitar dan
dikenal anak.
6). Menggunakan perpustakaan anak sebagai sarana yang dapat merangsang
dan menumbuhkan minat baca anak.
7). Menata lingkungan kelas dengan berbagai kosa kata dan nama benda yang
memungkinkan anak melihat dan berkomunikasi tentang benda-benda itu.
8). Menggunakan gambar-gambar sederhana yang dikenal anak untuk
mengenalkan berbagai bentuk kata atau kalimat sederhana.
2.1.9 Tahap Perkembangan Bahasa
Menurut Asrori (2009 : 143 - 144) dilihat dari perkembangan umur
kronologis yang dikaitkan dengan perkembangan kemampuan berbahasa individu,
maka tahapan perkembangan bahasa dapat dibedakan ke dalam tahap-tahap
berikut ini :
20
a. Tahap Pralinguistik atau meraban (0,3-1,0 tahun)
Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan
yang mempunyai fungsi komunikatif. Pada umur ini anak mengeluarkan
berbagai bunyi ujaran sebagai reaksi terhadap orang lain yang ada di
sekitarnya sebagai upaya mencari kontak verbal.
b. Tahap Holofrastik atau kalimat satu kata (1,0-1,8 tahun)
Pada usia sekitar 1 tahun anak mulai mengucapkan kata-kata. Satu kata
yang diucapkan oleh anak-anak ini harus dipandang sebagai suatu kalimat
penuh mencakup aspek intelektual maupun emosional sebagai cara untuk
menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu.
c. Tahap kalimat dua kata (1,8-2,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai memiliki banyak kemungkinan untuk
menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat
sederhana yang disebut dengan istilah “kalimat dua kata” yang dirangkai
secara tepat.
d. Tahap pengembangan tata bahasa awal (2,0-5,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai mengembangkan tata bahasa, panjang
kalimat mulai bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin kompleks,
dan mulai menggunakan kata jamak. Penambahan dan pengayaan terhadap
sejumlah dan tiap kata secara berangsur-angsur meningkat sejalan dengan
kemajuan dan kematangan perkembangan anak.
21
e. Tahap pengembangan tata bahasa lanjutan (5,0-10,0 tahun)
Pada tahap ini anak semakin mampu mengembangkan struktur bahasa
yang lebih kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan kalimat-kalimat
sederhana dengan komplementasi, relativasi, dan konjungsi. Perbaikan dan
penghalusan yang dilakukan pada periode ini mencakup belajar mengenai
berbagai kekecualian dari keteraturan-keteraturan tata bahasa dan fonologi
dalam bahasa terkait.
f. Tahap kompetensi lengkap (11,0-dewasa)
Pada akhir masa kanak-kanak, yang kemudian memasuki masa remaja
dan dewasa, perbendaharaan kata terus meningkat, gaya bahasa mengalami
perubahan, dan semakin lancar serta fasih dalam berkomunikasi. Keterampilan
dan performansi tata bahasa terus berkembang ke arah tercapainya kompetensi
berbahasa secara lengkap sebagai perwujudan dari kompetensi komunikasi.
2.1.10 Tujuan Perkembangan Kemampuan Berbahasa Anak
Kuntjojo (2011) dalam Kunt34.blogspot.com masa perkembangan bicara
dan bahasa yang paling intensif pada manusia terletak pada masa usia dini,
tepatnya pada tiga tahun dari hidupnya, yakni suatu periode dimana otak manusia
berkembang dalam proses mencapai kematangan (Siti Aisyah et el, 2007). Masa
usia dini merupakan masa keemasan (golden age) di sepanjang rentang usia
perkembangan manusia. Montessori (Sujiono, 2009) menyatakan bahwa masa
tersebut merupakan periode sensitif (sensitive period), di mana anak secara
khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya.
22
Berdasarkan fakta sebagaimana dikemukakan oleh para ahli di atas maka
harus ada lingkungan yang kondusif, yang mengupayakan pengembangan
berbahasa anak, termasuk anak usia pra sekolah secara intensif. Pengembangan
kemampuan berbahasa anak (Direktorat Pembinaan TK dan SD, 2007) dilakukan
dengan tujuan sebagai berikut :
1). Agar anak dapat mengolah kata secara komprehensif.
2). Agar anak dapat mengekspresikan kata-kata dalam bahasa tubuh yang
dapat dipahami oleh orang lain.
3). Agar anak mengerti setiap kata yang didengar dan diucapkan, mengartikan
dan menyampaikan secara utuh kepada orang lain.
4). Agar anak dapat berargumentasi, meyakinkan orang melalui kata-kata
yang diucapkannya.
2.1.11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Menurut Asrori (2009 : 146 - 147) ada tiga aliran yang menjelaskan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu :
1. Aliran Nativisme; berpandangan bahwa perkembangan kemampuan
berbahasa seseorang ditentukan oleh faktor-faktor bawaan sejak lahir yang
diturunkan oleh orang tuanya. Dengan demikian, jika memang orang
tuanya memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan cepat, maka
perkembangan kemampuan bahasa anaknya pun juga akan baik dan cepat.
Begitu juga sebaliknya.
23
2. Aliran Empirisme atau behaviorisme; berpandangan bahwa perkembangan
kemampuan berbahasa seseorang itu tidak ditentukan oleh bewaan sejak
lahir melainkan ditentukan oleh pross belajar dari lingkungan sekitarnya.
3. Aliran Konvergensi; pandangan bahwa perkembangan kemampuan bahasa
seseorang merupakan konvergensi atau perpaduan dari bawaan dan proses
belajar dari lingkungannya. Faktor bawaan yang kuat pengaruhnya
terhadap perkembangan bahasa seseorang adalah aspek kognitif. Adapun
faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa
seseorang adalah besarnya kesempatan yang diperoleh untuk melakukan
proses belajar dari lingkungannya.
Menurut Asrori (2009 : 147 - 148) secara rinci dapat diidentifikasi
sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu :
1. Kognisi; tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan
mempengaruhi cepat-lambatnya perkembangan bahasa individu tersebut.
2. Pola komunikasi dalam keluarga; dalam suatu keluarg yang pola
komunikasinya banyak arah atau interaksinya relatif demokratis akan
mempercepat perkembangan bahasa anggota keluarganya ketimbang yang
menerapkan pola komunikasi dan interaksi sebaliknya.
3. Jumlah anak atau anggota keluarga; suatu keluarga yang memiliki anak
dengan jumlah yang banyak atau anggota keluarga di dalamnya banyak
akan lebih mempercepat perkembangan bahasa anak karena di dalamnya
akan terjadi komunikasi yang bervariasi daripada keluarga yang hanya
24
memiliki anak tungal dan tidak ada anggota keluarga lainnya selain
keluarga inti.
4. Posisi urutan kelahiran; seorang anak yang posisi urutan kelahirannya di
tengah akan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang anak sulung
atau anak bungsu karena anak tengah memiliki arah komunikasi ke atas
maupun ke bawah, sedangkan anak sulung hanya memiliki arah
komunikasi ke bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah
komunikasi ke atas saja.
5. Kedwibahasaan (bilingualism); anak yang dibesarnkan dalam keluarga
yang menggunakan bahasa lebih dari satu akan lebih bagus dan lebih cepat
perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya menggunakan satu
bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi.
2.1.12 Ciri-Ciri Ragam Bahasa Lisan
Menurut Azul (2012) pada artikel ragam bahasa lisan dan bahasa tulis ada
enam ciri-ciri ragam bahasa lisan yaitu (dalam azul-jellyfish.blogspot.com) :
1. Langsung. Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu
langsung dengan orang yang diajak bicara.
2. Tidak terikat ejaan bahasa Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan.
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat mengetahui situasi
dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang
diajak bicara.
25
3. Tidak efektif. Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan
bahasa sehari-hari sehingga banyak menggunakan kalimat yang bersifat
basa-basi dengan orang yang diajak bicara.
4. Kalimatnya pendek-pendek. Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang
menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui
maksudnya.
5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap. Dalam berkomunikasi,
seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah
mengetahui maksudnya.
6. Lagu kalimat situasional. Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang
harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang diajak bicara atau
keadaan sekitarnya.
2.1.13 Unsur Kemampuan Berbahasa Lisan
Dalam berbahasa lisan tercangkup 2 aspek yaitu menyimak dan
berbicara.seperti yang telah diungkapkan pada latar belakang bahwa
perkembangan bahasa pada peserta didik di TK lebih menekankan pada
mendengar atau menyimak dan berbicara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 710), mengartikan bahwa
menyimak adalah mendengarkan apa yang diucapkan atau dibaca orang lain
secara seksama sedangkan berbicara adalah beromong, bercakap, dan berbahasa.
26
Dalam buku bahan ajar pengembangan kemampuan berbahasa anak oleh
Umar (2010) menurut Bromley ada 3 macam jenis menyimak yang dapat
dikembangkan untuk anak TK yaitu :
1). Menyimak informatif atau mendengarkan informasi untuk
mengidentifikasi dan mengingat fakta-fakta, ide-ide dan hubungan-
hubungan.
2). Menyimak kritis; lebih dari sekedar mengidentifikasi dan mengingat fakta,
ide dan hubungan. Kemampuan ini membutuhkan kemampuan untuk
mengenali apa yang didengar dan membuat sebuah keterangan tentang hal
tersebut dan membuat generalisasi berdasarkan apa yang didengar.
3). Menyimak apersiatif adalah kemampuan untuk menikmati dan merasakan
apa yang didengar.
Menurut Resmini (2005) pada artikel strategi meningkatkan kemampuan
berbicara merupakan proses yang kompleks karena melibatkan berpikir, bahasa,
dan keterampilan sosial. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan merupakan
dasar utama dari pengajaran bahasa karena kemampuan berbahasa lisan (1)
merupakan mode ekpresi yang sering digunakan, (2) merupakan bentuk
kemampuan pertama yang biasanya dipelajari anak-anak, (3) merupakan tipe
kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai (dalam file.upi.edu).
Kemampuan menyimak berkaitan erat dengan kemampuan berbicara.
Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung
atau merupakan komunikasi tatap muka. Dikatakan demikian karena
27
membutuhkan 2 orang yang secara langsung bertatap muka yang saling
mendengarkan dan saling bertukar pendapat.
Menurut Resmini (2005) pada artikel strategi meningkatkan kemampuan
berbicara keterkaitan antara berbicara dan menyimak tersebut dapat terlihat dari
hal-hal berikut (dalam file.upi.edu) :
a. Ujaran (Speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru
(imitasi); oleh karena itu, model atau contoh yang disimak serta direkam
oleh sang anak penting dalam penguasaan serta kecakapan berbicara.
Dengan kata lain memerlukan media yang tepat dalam proses
menyimak.
b. Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya
ditentukan oleh perangsang (stimulus) yang ditemuinya.
Misalnya dalam siaran televisi, radio, percakapan orang dewasa,
cerita yang dibacakan guru atau orang tua, dan media lain yang dapat
menjadi stimulus.
c. Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam
masyarakat tempatnya hidup; hal ini terlihat nyata dalam ucapan, intonasi,
kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat.
Maka dari itu diperlukan penggunaan bahasa yang baik dan benar
oleh orang dewasa yang berada di rumah maupun masyarakat tempatnya
hidup.
d. Anak yang masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh
lebih panjang dan rumit daripada kalimat yang diucapkannya.
28
Ini dibuktikan dalam situasi dimana anak yang sedang
mendengarkan nasihat dari orang tuanya. Ia akan sangat memahami
kalimat yang diucapkan oleh orang tuanya sekalipun kalimat itu sangat
panjang dan rumit.
2.1.14 Proses Pembiasaan Berbahasa Khususnya Menyimak dan Berbicara
Adapun yang menjadi prosesnya yaitu (dalam buku pedoman
pembelajaran bidang pengembangan bahasa di TK, 2010) :
a. Melakukan kontak mata ketika mendengar atau mulai berbicara.
b. Memberi perhatian ketika mendengarkan sebuah cerita.
c. Merespons sumber bunyi atau suara.
d. Menggunakan kata-kata yang sopan ketika berbicara dengan orang lain.
e. Menyampaikan pesan sederhana dengan akurat.
f. Membuat permintaan sederhana.
g. Merespons ketika diajak berbicara atau ditanya.
h. Memulai pembicaraan dengan teman sebaya dan orang dewasa.
i. Berkomunikasi secara efektif dalam situasi tertentu.
j. Menggunakan bahasa untuk menjelaskan tujuan sederhana.
k. Berbicara tentang pengalaman pribadi, perasaan dan ide.
l. Berpartisipasi dalam cerita, lagu dan irama.
m. Berpartisipasi dalam dramatisasi dari cerita yang terkenal.
n. Menceritakan kembali cerita dan peristiwa tertentu secara sederhana.
o. Membuat cerita sendiri dan memerankannya.
29
p. Menggabungkan suara dengan pola irama tertentu.
q. Membedakan antara bunyi suara dan irama dalam kata-kata.
2.1.15 Keuntungan Ragam Bahasa Lisan
Adapun keuntungan dari ragam bahasa lisan ialah sebagai berikut (dalam
wartawarga.gunadarma.ac.id, 2012) :
a. Dapat bertemu langsung. Komunikasi berlangsung antara 2 orang secara
langsung atau bertatap muka tanpa menggunakan perantara.
b. Tidak salah pengertian. Apa yang menjadi maksud dari topik pembicaraan
tidak akan mengalami salah pengeritian karena saling bertatap muka.
c. Situasi pembicaraan santai. Antara pembicara dengan pendengar akan
tercipta suasana yang santai dan tidak tegang ataupun mengalami
kebingungan.
d. Mengetahui situasi yang sebenarnya. Dikarenakan komunikasi dilakukan
secara langsung atau bertatap muka maka yang mendengarkan ucapan
lawan bicaranya dapat mengetahui situasi yang sebenarnya mengenai topik
pembicaraan yang dibicarakan.
2.1.16 Kelemahan Ragam Bahasa Lisan
Adapun kelemahan dari ragam bahasa lisan ialah sebagai berikut (dalam
wartawarga.gunadarma.ac.id, 2012) :
a. Boros, biaya, waktu dan tenaga. Dikatakan demikian karena di pembicara
harus mendatangi lawan bicara untuk menyampaikan pesan, tempat
30
tinggal lawan bicara yang jauh, menghabiskan waktu dan tenaga untuk
dapat menyampaikan pesan secara langsung.
b. Terkadang tidak dapat bertemu langsung. Tidak dapat bertemu langsung
karena orangnya tidak berada di tempat, saling terlewat, dan lain
sebagainya yang dapat menyebabkan tidak dapat bertemu langsung.
c. Banyak basa-basi. Biasanya sebelum membicarakan maksud dan tujuan, si
pembicara harus berbasa-basi dulu sebelum masuk ke inti pembicaraan.
d. Tidak dapat diulang kembali. Bisanya akan terlupakan bagian-bagian yang
menjadi isi pembicaraan atau bahkan dilupakan sama sekali. Sehingga jika
ada orang lain lagi yang hendak membicarakan hal tersebut, tidak dapat di
ulang karena sudah lupa sama sekali atau ada bagian-bagian dari isi
pembicaraan yang tidak di ingat lagi.
e. Harus mengetahui situasi dan kondisi yang ada. Jika hendak
menyampaikan pesan kepada orang lain, kita harus memperhatikan situasi
dan kondisi si lawan bicara apakah memungkinkan untuk di ajak berbicara
mengenai hal tersebut.
2.1.17 Hakikat Kegiatan Bercerita
2.1.17.1 Pengertian Cerita
Menurut Mustakim (2005) bahwa, cerita mempunyai makna yang luas bila
dari segi bentuk dan isi cerita. Dari segi bentuk cerita, dimaknai bahwa cerita
adalah cerita fantasi/hayalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat (folklore),
cerita benar-benar terjadi seperti dalam sejarah (history), cerita dalam imajinasi
31
penulis/pengarang (fiction). Dari segi isi cerita terdapat cerita tentang
kepahlawanan, cerita ilmu pengetahuan, cerita keagamaan, dan cerita suka dan
duka pengarang. Hal ini berarti bahwa cerita sudah sejak dulu ada disampaikan
secara lisan, kemudian berkembang terus menjadi bahan cetakan berupa buku,
kaset, video kaset, dan film/cinema.
Adapun cerita anak, menurut Mustakim (2005) dibedakan dengan cerita
untuk anak. Cerita anak adalah cerita tentang kehidupan anak baik suka dan
dukanya dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan cerita untuk anak adalah
cerita diperuntukkan bagi anak, baik cerita yang menyangkut kehidupan anak
maupun bukan cerita anak, seperti cerita tentang binatang, cerita para tokoh-tokoh
yang berjasa bagi bangsanya, cerita tentang alam, dan cerita tentang kepercayaan.
Kedua cerita ini bermanfaat untuk pendidikan dan pembentukan pribadi anak.
2.1.17.2 Pengertian Bercerita
Menurut Bachri (2005), bercerita adalah menuturkan sesuatu yang
mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan
dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, bercerita dalam konteks komunikasi
dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan
penuturan tentang sesuatu (ide). Sementara dalam konteks pembelajaran anak usia
dini, bercerita dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi
kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya
32
kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap untuk
menyampaikan ide dalam bentuk lisan.
Sejak diakuinya eksistensi Taman Kanak-Kanak di Indonesia tahun 1950,
Kurikulum untuk TK hingga tahun 2003 telah berganti, mulai Kurikulum 1968,
Kurikulum 1975, Kurikulum 1985, Kurikulum 1994, dan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Dari lintasan kurikulum ini, cerita memperoleh porsi yang cukup
signifikan baik sebagaai metode berupa bercerita (storytelling) maupun materi
pendidikan dan pembelajaran berupa cerita atau dongeng (story and folk).
Menurut Musfiroh (2005), bahwa kegiatan bercerita dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi memenuhi kriteria ciri-ciri pembelajaran TK yakni,
memberikan pengalaman psikologis dan linguistik pada anak, sesuai minat anak,
menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak, hasil belajar
(melalui cerita) bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna,
mengembangkan keterampilan berpikir anak dengan permasalahan yang dihadapi,
dan menumbuhkan kepekaan sosial, toleransi, komunikasi, dan tanggapan
terhadap gagasan atau perasaan orang lain.
Sebagai seorang guru yang menggunakan strategi bercerita untuk
pembelajaran, maka perlu memahami berbagai teori belajar yang dapat
dimanfaatkan bagi kegiatan bercerita. Salah satu diantaranya adalah yang
dikemukakan oleh J.J Rousseau, yang memandang bahwa anak perlu diberi
kebebasan untuk berkembang apabila ia mendapatkan kesempatan dan
bimbingan-bimbingan yang tepat. Sebagaimana sebuah biji yang akan tumbuh
dengan baik jika mendapat pupuk yang cukup, iklim yang sesuai, sinar matahari
33
yang cukup serta perawatan yang memadai. Menurut teori ini bahwa
perkembangan fisik, sosial, emosional dan intelektual setiap anak mengikuti
jadwal yang telah ada dalam dirinya sebelum dilahirkan. Setiap anak akan
berkembang secara optimal apabila ia berada dalam lingkungan yang sesuaai.
Dalam hubungannya dengan kegiatan bercerita, teori ini dapat ditampilkan
melalui pemahaman guru terhadap kematangan anak, dengan memperhatikan
sampai dimanakah kemampuan anak meyerap cerita? Sampai dimanakah ia
mampu mengolah pikir dan perasaannya melalui cerita? Sehingga guru dapat
menentukan bentuk, format dan tingkat kompleksitas cerita yang akan
disampaikan.
Selanjutnya B.F Skinner berpendapat bahwa teori yang dikembangkannya
didasarkan pada hubungan antara perilaku yang muncul pada anak dengan
konsekuensi-konsekuensinya. Sebagai contoh, jika sebuah perilaku yang muncul
segera diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan, maka perilaku tersebut akan
lebih sering muncul. Menurut teori ini bahwa penggunaan konsekuensi-
konsekuensi yang menyenangkan dapat digunakan untuk merubah perilaku.
Dalam kegiatan bercerita, teori ini dapat ditampilkan melalui perilaku
yang dimunculkan oleh tokoh-tokoh dalam cerita yang dapat diamati dan diambil
sebagai pelajaran oleh anak. Jika yang dimunculkan dengan sifat positif kemudian
di ikuti konsekuensi bahwa sifat positif itu akan menyenangkan, maka anak akan
dengan mudah meengadopsi sifat dan perilaku tokoh positif tersebut, demikian
pula sebaliknya. Tokoh jahat yang diikuti dengan peemberian konsekuensi berupa
34
hukuman dan penderitaan, maka anak akan cenderung meninggalkan sifat dan
perilaku tokoh tersebut.
Di samping itu, teori perkembangan (developmental theory) yang
dikembangkan oleh Piaget, mengemukakan bahwa anak akan mampu
mengembangkan pengetahuan mereka berdasarkan hasil interaksi dengan
lingkungan. Teori ini memandang anak bukan sebagai subyek yang pasif
melainkan secara aktif meengorganisasikan pengalaman mereka sehingga
akhirnya pengetahuan itu akan menyusun struktur mental dan menjadikannya
semakin kompleks melalui : Konsep asimilasi yaitu menjelaskan proses
menyatukan informasi yang datang dengan skema atau kategori-kategori yang
telah ada sebelumnya pada diri anak. Contoh : informasi tentang anjing laut akan
disatukan oleh anak dengan konsep anjing yang telah dimilikinya dengan ciri
yang sama yakni menggonggong; Konsep akomodasi yaitu menjelaskan skema
baru yang terbentuk sebagai akibat dari masuknya informasi baru dan skema lama
yang telah dimiliki anak. Contoh : konsep anjing yang diterima, membuat skema
baru bahwa anjing tidak hanya terdapat di darat taapi juga di laut; Konsep
equilibrium yaitu keseimbangan dapat terjadi dalam proses menyatukan antara
informasi baru dengaan skema lama yang dimiliki. Contoh : pengakomodasian
konsep anjing akan menjadikan anak memiliki konsep anjing dengan semakin
meluas jika hal tersebut dapat diterima oleh anak. Jika tidak maka akan terjadi
ketidakseimbangan dan informasi awal (asimilassi) menjadi bagian yang akan
dihilangkan anak.
35
Dalam hubungannya dengan bercerita, teori ini dapat ditampilkan melalui
strategi yang dipilih oleh guru dalam menyusun cerita. Perlu diperhatikan logika-
logika yang akan dipakai dalam cerita agar anak dapat menerima pembelajaran
melalui cerita sesuai dengan skema berfikir anak.
Lebih lanjut, Robert M. Gagne (dalam Nasution) berpendapat bahwa
terdapat empat fase dalam belajar yang meliputi : 1) fase Apprehending
(pengenalan), terjadi ketika seorang anak meemperhatikan stimulus tertentu
kemudian menangkap artinya dan memahami maknanya. Dengan demikian
sebuah stimulus dapat dipersepsikan dengan berbagai cara; 2) fase acquistion
(perolehan), terjadi sebagai kelanjutan fase apprehending untuk memberikan
”kesanggupaan” yang diperoleh seseorang untuk melakukan sesuatu yang belum
diketahui sebelumnya setelah makna dan arti diketahui, siswa akan melakukan
sejumlah kalkulasi sebagai akibat dari pemahaman makna sebelumnya; 3) fase
storage (penyimpanan), terjadi apabila kemampuan dan pengalaman baru hasil
fase sebelumnya kemudian disimpan. Penyimpanan ini memiliki dua jenis yakni
penyimpanan ingatan jangka pendek (short term memory) dan penyimpanan
ingatan jangka panjang (long term memory), tergantung pada seberapa besar
informasi yang disimpan dan seberapa besar pula pengaruhnya bagi kehidupan
siswa; 4) fase retreival (penampilan), terjadi jika seandainya ingatan yang telah
disimpannya dibutuhkan dan kemudian dikeluarkan lagi untuk dmanfaatkan
dalam berbagai bentuk, biasanya untuk memberikan jawaban atas pengalaman
hidup yang terjadi.
36
Dalam kegiatan bercerita juga akan mengikuti alur fase-fase dalam belajar
tersebut. Melalui respon yang dimunculkan atas cerita guru sebagai stimulus anak
menangkap arti, makna dan pesan baik terucap maupun yang tersirat sebagai
penangkapan arti dan pemahaman makna dari pendengar cerita (pengenalan),
yang kemudian penangkapan makna ditafsirkan untuk memunculkan persepsi
tertentu. Kemudian anak akan melakukan perhitungan melalui kesanggupan atas
makna yang baru saja berhasil ”diterjemahkannya” (perolehan). Proses
selanjutnya berdasarkan cerita yang disampaikan oleh guru, anak akan melakukan
penyimpanan berdasarkan kemampuan dan kepentingan anak massing-masing.
Kedalaman penyimpanan materi sangat tergantung pada kebutuhan anak untuk
dimanfaatkan kembali kelak jika ia memerlukan proses pengambilan kembali
(penampilan), juga akan sangat bergantung pada kondisi yang sama ketika pesan
itu disimpan.
Teori konstruktivisme berpendapat bahwa anak belajar bahasa secara
individu menemukan dan mentransfer informasi yang ada padanya. Teori ini
menekankan pengajaran terpusat pada anak. Guru membantu mengembangkan,
anak menemukan fakta, konsep atau prinsip. Aplikasi teori ini dalam kegiatan
bercerita bahwa dalam pemahaman cerita melalui melalui kegiatan
mengaapresiasikan cerita, anak menemukan isi cerita melalui pemusatan
perhatian. Sebagai suatu teori dan strategi pembelajaran, maka anak diberi
kesempatan untuk belajar menemukan sendiri dan secara aktif. Hal ini sejalan
dengan pendapat dari Wilcox (1993) dengan strategi pembelajaran penemuan
(dalam Mustakim, 2005).
37
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud dengan
kegiatan bercerita adalah suatu strategi pemberian pengalaman kepada anak
melalui cerita yang disampaikan secara lisan oleh guru dengan menggunakan
buku cerita, gambar, bermain peran, maupun boneka.
2.1.17.3 Startegi Pembelajaran Anak Taman Kanak-Kanak Melalui
Kegaiatan Bercerita
2.1.17.3.1 Pengertian Strategi Pembelajaran
Edward Antahony dalam buku Teaching by Principles, An Interactive
Approach to Lenguange pedagogy karangaan Brown, membedakan antara
Approach, method and technique. Approach atau pendekatan adalah
sekumpulan/set dari asumsi yang berhubungan dengan sifat dasar dari bahasa,
pembelajaran dan pengajaran. Sedangkan method atau metode, diuraikan sebagai
sebuah keseluruhan rencana untuk presentasi sistematik dari bahasa yang
didasarkan atas suatu pendekatan yang dipilih. Serta technique atau teknik
merupakan aktivitas khusus yang nyata di dalam kelas yang merupakan
konsistensi/kesesuaian dengan sebuah metode dan disesuaikan dengan pendekatan
yang diambil.
Westphal (1979) yang dikutip oleh Tarigan (1989) member batasan istilah-
istilah silabus, pendekatan (approach), strategi dan metode sebagai berikut :
Silabus mengacu kepada isi pokok bahasan suatu pelajaran atau rangkaian
pelajaran serta urutan penyajiannya; Pendekatan secara ideal merupakan dasar
teoritis yang menentukan cara-cara memperlakukan atau meembicarakan silabus;
38
Strategi/teknik adalah kegiatan instruksional pribadi seperti yang terjadi di dalam
kelas; Metode merupakan gabungan ketiga faktor di atas, walaupun beberapa
kombinasi memperlihatkan kesamaan yang nyata dalam tujuan pelajaran daripada
yang lain-lainnya. Ketiga unsur tersebut (silabus, pendekatan, strategi/teknik)
digabung dengaan test aktuaal dan bahan pengajaran terpilih serta gaya pribadi
sang guru, dapat dikatakan membangun suatu metode yang utuh. Dengan
perkataan lain, istilah metode seperti yang dimaksud disini mengimplementasikan
suatu hierarki prioritas yang disusun oleh sang guru atau sang perencana.
Khususnya pada strategi pembelajaran, dalam setiap kegiatan yang
dilakukan guru, harus mempertimbangkan secara cermat strategi apa yang akan
digunakan untuk memudahkan anak belajar. Startegi pembelajaran ini sangat
beraneka ragam dalam bentuk kegiatan, tingkat formalitas, tingkat kesulitan dan
pola kegiatannya.
2.1.17.3.2 Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak
Menurut Koestelnik (1999) yang dikutip Masitoh (2005) bahwa, terdapat
berbagai strategi pembelajaran umum yang dapat digunakan di lembaga-lembaga
pendidikan anak usia dini umumnya dan anak Taman Kanak-Kanak khususnya.
Strategi pembelajaran umum tersebut adalah : 1) meningkatkan keterlibatan
indera; 2) mempersiapkan isyarat lingkungan; 3) analisis tugas; 4) bantuan orang
yang lebih berpengalaman (scaffolding); 5) praktik terbimbing; 6) undangan /
ajakan; 7) refleksi tingkah laku; 8) refleksi kalimat; 9) contoh atau modeling; 10)
39
penghargaan efektif; 11) menceritakan/menjelaskan/menginformasikan; 12) do-it-
signal; 13) tantangan; 14) pertanyaan, dan 15) kesenyapan.
Mengacu pada strategi pembelajaran umum, selanjutnya Kostelnik (1999)
mengemukakan tujuh jenis strategi pembelajaran khusus yang dapat dijadikan
dasar untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran pada
pendidikan anak usia dini umumnya dan anak Taman Kanak-Kanak khususnya.
Strategi pembelajaran ini relevan untuk digunakan pada anak-anak yang berusia
3-8 tahun. Jenis-jenis strategi pembelajaran khusus tersebut adalah : a) kegiatan
eksploratori (exploratory activities); b) penemuan terbimbing (guided discovery);
c) pemecahan masalah (problem solving); d) diskusi (discussion); e) belajar
kooperatif (cooperative learning); f) demonstrasi (demonstration) dan; g)
pengajaran langsung (direct instruction).
Kegiatan Eksploratori. Menurut Tylor (1993) yang dikutip Masitoh dkk
bahawa, kegiatan eksploratori memungkinkan anak untuk mengembangkan
penyelidikan langsung melalui langkah-langkah spontan, belajar membuat
keputusan tentang apa yang dilakukan, bagaimana cara melakukannya, dan kapan
melakukannya. Melalui kegiatan eksploratori anak-anak menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan dirinya sendiri dan memilih kegiatan yang sesuai dengan
minatnya. Dalam kegiatan ini anak mengambil prakarsa untuk melakukan
kegiatan.
Penemuan Terbimbing. Tujuannya adalah agar anak-anak dapat membuat
hubungan dan membangun konsep melalui interaksi dengan benda dan manusia.
Guru harus merencanakan pengalaman bagi anak agar mereka dapat menemukan
40
sesuatu. Peranan anak adalah membangun pengetahuan bagi dirinya sendiri,
membuat pilihan dan keputusan, melakukan percobaan, mengalami,
memunculkan pertanyaan dan menemukan jawabannya. Peranan guru adalah
untuk menyediakan alat dan informasi yang diperlukan, yang dapat mendukung
kemajuan belajar anak melalui pengembangan kemampuan yang berkaitan.
Pemecahan Masalah. Melalui strategi ini anak-anak merencanakan,
meramalkan, mengamati hasil-hasil tindakannya dan merumuskan kesimpulan
kesimpulan dari hasil-hasil tindakannya. Peranan guru adalah sebagai fasilitator.
Masalah-masalah yang paling baik untuk dipecahkan anak-anak adalah tentang
hal-hal yang berkaitan dengan dirinya melalui berbagai cara, memberikan peluang
kepada mereka untuk mengumpulkan informasi yang konkret dan mengandung
lebih dari satu kemungkinan untuk memecahkannya.
Diskusi. Metode diskusi adalah salah satu strategi pembelajaran yang
menunjukkan interaksi timbale balik atau berbalas-balasan antara guru dengan
anak; guru berbicara kepada anak; anak berbicara kepada guru; dan anak
berbicara kepada anak lainnya. Peran guru dalam strategi diskusi tidak
membimbing percakapan anak-anak, akan tetapi mendorong mereka untuk
mengemukakan gagasannya sendiri, dan mengkomunikasikannya serta
mengembangkan gagasan tersebut secara lebih luas kepada orang lain, yaitu
teman-teman atau gurunya.
Belajar Kooperatif. Salah satu hal yang memberikan kemudahan bagi guru
untuk mengembangkan strategi ini adalah karena pada anak-anak usia TK aspek
perkembangan sosialnya sedang berkembang dengan pesat. Mereka senang
41
berteman, bermain bersama, dan bekerja dalam kelompok kecil. Dalam
menggunakan strategi belajar kooperatif guru menekankan peningkatan aspek
keterampilan sosial anak dalam mengerjakan tugas-tugas. Keterampilan social
meliputi hal-hal memahami tugas, mendengarkan orang lain sebagai pasangan
atau teman, memanggil pasangan dengan namanya, berbicara denga kata-kata
yang sopan, mengambil giliran, menawarkan bantuan, dan menghargai orang lain.
Demonstrasi. Merupakan strategi pembelajaran yang dilaksanakan dengan
cara memperlihatkan bagaimana proses terjadinya atau cara bekerjanya sesuatu
dan bagaimana tugas-tugas itu dilaksanakan. Ketika guru mendemonstrasikan
sesuatu, arah kegiatan juga diberikan kepada anak. Yang perlu diperhatikan guru
ketika mendemonstrasikan sesuatu, adalah ia harus melakukan pengamatan
terhadap kegiatan yang dilaksanakan anak-anak didiknya.
Pengajaran Langsung. Strategi ini lebih dari sekedar menceritakan atau
menunjukkan sesuatu yang sederhana kepada anak, tetapi merupakan gabungan
dari modeling, analisis tugas, penghargaan yang efektif, menginformasikan, do-it-
signal, dan tantangan. Supaya lebih menarik perhatian anak-anak, pengajaran
langsung harus dilengkapi dengan teknik-teknik yang menarik pula misalnya
menggunakan gerak tubuh, ekpresi dan mimic wajah yang sesuai dengan hal yang
sedang disajikan, membuat kesalahan yang disengaja sebagai humor, kejutan-
kejutan dan kesungguhan atau antusiasme guru. Sebagai implementasi dari
strategi pembelajaran ini di kelas, salah satunya dapat dilakukan melalui bercerita
bagi anak usia dini khusunya anak Taman Kanak-Kanak. Melalui kegiatan ini
anak dilatih memfungsikan alat pendengarannya untuk mendengarkan cerita dari
42
guru hingga diharapkan anak mampu mengkomunikasikan apa yang telah
didengarnya dengan bahasa yang sederhana. Di samping itu, lewat cerita yang
didengarnya anak belajar tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam isi
cerita tersebut hingga menjadi suatu pembelajaran moral yang sangat penting buat
perkembangan hidupnya.
2.1.17.3.3 Kegiatan Bercerita Sebagai Salah Satu Strategi Pembelajaran
Bahasa Anak TK
Aspek pengembangan anak usia dini pada lembaga Taman Kanak-Kanak
sangat luas dan hal tersebut dapat dicapai dengan strategi yang beragam. Salah
satu diantaranya adalah dengan melakukan kegiatan bercerita.
Penggunaan bercerita sebagai salah satu strategi pembelajaran di Taman
Kanak-Kanak haruslah memperhatikan hal-hal berikut ini : (a) Isi cerita harus
berkaitan dengan dunia kehidupan anak TK, sehingga mereka dapat lebih
memahami dan dapat menangkap isi cerita tersebut, karena membahas mengenai
hal-hal yang tidak asing bagi mereka; (b) Kegiatan bercerita diusahakan dapat
memberikan perasaan gembira, lucu, dan mengasyikkan sesuai dengan dunia
kehidupan anak yang penuh suka cita; (c) Kegiatan bercerita harus diusahakan
menjadi pengalaman bagi anak TK yang bersifat unik dan menarik, yang
menggetarkan perasaan anak, serta dapat memotivasi anak untuk mengikuti cerita
itu sampai tuntas.
Menurut Moeslichatoen (1996) yang dikutip oleh Masitoh dkk bahwa, ada
beberapa macam teknik bercerita yang dapat dipergunakan antara lain : guru dapat
43
membaca langsung dari buku gambar, menggunakan papan flannel, menggunakan
boneka, bermain peran dalam suatu cerita. Sebelum melaksanakan kegiatan
bercerita, anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita duduk di lantai
mengelilingi ibu guru yang duduk di kursi kecil. Anak-anak itu akan
mendengarkan ibu guru bercerita. Sedangkan tiga kelompok yang lain duduk di
meja lain dengan kegiatan yang bercerita, misalnya : kelompok yang satu
melakukan kegiatan menggambar, kelompok yang satu lagi melakukan kegiatan
melepas kertas, sedangkan kelompok yang terakhir melakukan kegiatan
membangun atau membentuk palstisin. Dengan demikian masing-masing
kelompok akan memperoleh kesempatan melakukan kegiatan yang sama.
Menurut Masitoh dkk (2005), sebelum melaksanakan kegiatan bercerita,
guru harus terlebih dahulu menetapkan rancangan prosedur/langkah-langkah yang
harus dilalui dalam bercerita. Berikut ini akan diuraikan langkah-langkah yang
haru ditempuh guru dalam menerapkan kegiatan bercerita di kelas. Meliputi : (1)
menetapkan tujuan dan tema cerita. Contoh : Tujuan : Menanamkan kebiasaan
hidup hemat dan tolong menolong sesame teman. Tema : Menabung. Selanjutnya
guru mulai mempelajari isi cerita, memahami urutan cerita serta perwatakan
tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut; (2) meenetapkan bentuk bercerita
yang dipilih. Misalnya, bercerita dengan meembaca langsung dari buku cerita,
menggunakan ilustrasi gambar, menggunakan papan flannel, menceritakan
dongeng, dan sebagainya. Untuk tema cerita menabung ini dipilih bentuk bercerita
dengan membaca buku cerita.guru harus dapat memilih buku cerita yang sesuai
dengan tujuan dan tema yang telah dipilih sebelumnya; (3) menetapkan bahan dan
44
alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita. Sesuai dengan bentuk bercerita
yang telah dipilih yakni bercerita dengan membaca buku, maka guru menyiapkan
buku yang sesuai dengan tema cerita serta memperlihatkan pada anak gambar-
gambar yang ada pada buku tersebut; (4) menetapkan rancangan langkah-langkah
kegiatan bercerita, antara lain : mengkomunikasikan tujuan dan tema cerita,
mengatur tempat duduk, kegiatan pembukaan, pengeembangan cerita, menetapkan
teknik beertutur yang akan digunakan, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan isi cerita; (5) menetapkan rancangan penilaian kegiatan
bercerita. Rancangan penilaian ini mengacu pada rancangan pelaksanaan kegiatan,
serta tujuan dan tema yang telah dipilih sebelumnya. Berkenaan dengan tema
menabung, guru dapat menggali pengalaman anak berkaitan dengan kebiasaan
anak dalam menabung atau apa yang akan mereka lakukan dengan uang tabungan
mereka serta apa yang akan mereka lakukan jika menemui orang yang dalam
kesulitan serta membutuhkan uang segera. Tanggapan dan jawaban mereka
merupakan petunjuk atas pemahaman mereka atas isi cerita.
2.2 Kajian yang Relevan
Hadisetyo dalam PTK dengan judul “Meningkatkan Kemampuan
Berbahasa Lisan Anak Didik Melalui Metode Bercerita Pada Kelompok B Di
Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Vii Purnamandala Kecamatan Wonosobo
Kabupaten Wonosobo Semester I Tahun Pelajaran 2009 – 2010” dengan hasil
peenelitian (hadisetyo, 2009) :
45
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil pada pra siklus : kemampuan
berbahasa lisan 10 anak didik kategori tinggi, 8 anak didik kategori sedang dan 5
anak didik kategori rendah. Siklus I kemampuan berbahasa lisan 14 anak didik
kategori tinggi 5 anak didik kategori sedang dan 4 anak didik kategori rendah.
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa penerapan / penggunaan metode, bercerita dapat
meningkatkan kemampuan berbahasa lisan. Selain hal tersebut ada persepsi dn
kesan siswa yang signifikan terahadap penerapan / penggunaan metode bercerita.
Selain itu sekolah, pengambil kebijakan, peneliti lain dapat menggunakan sebagai
bahan kajian untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang perbaikan
pembelajaran guna meningkatkan kualitas poses belajar mengajar.
2.3 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian kajian teoritis di atas, maka hipotesis tindakan
penelitian ini adalah : Jika menggunakan kegiatan bercerita maka kemampuan
berbahasa lisan pada anak kelompok A TK Negeri Pembina Kecamatan Sipatana
Kota Gorontalo akan berkembang.
2.4 Indikator Kinerja
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila dari jumlah anak 20 memiliki
kemampuan berbahasa dengan baik, berkembang dari 4 orang anak atau 20%
menjadi 18 orang anak atau 90%. Dan sisa 2 orang anak yang berlum berkembang
46
tidak akan dibiarkan begitu saja tetapi akan terus dibimbing dengan perhatian
khusus agar kemampuan berbahasa mereka dapat berkembang dengan baik.