BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

14
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT 2.1.1.1 Model Pembelajaran Joyce dan Weil (dalam Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005:182) menjelaskan model pembelajaran adalah deskripsi dari lingkungan pembelajaran yang bergerak dari perencanaan kurikulum, mata pelajaran, bagian-bagian dari pelajaran untuk merancang material pembelajaran, buku latihan kerja program pembelajaran”. Aunurrahman (2012:146) menjelaskan, “model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk tujuan belajar tertentu”. Menurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar yang akan diberikan untuk mencapai tujuan tertentu”. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis, di dalamnya berisi segala sesuatu yang mendukung dalam kegiatan belajar mengajar, untuk mencapai tujuan belajar tertentu. 2.1.1.2 Pembelajaran Kooperatif Rusman (2012:201) menjelaskan bahwa: teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Teori konstruktivisme lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah-masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian- bagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

2.1.1.1 Model Pembelajaran

Joyce dan Weil (dalam Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005:182)

menjelaskan model pembelajaran adalah “deskripsi dari lingkungan pembelajaran

yang bergerak dari perencanaan kurikulum, mata pelajaran, bagian-bagian dari

pelajaran untuk merancang material pembelajaran, buku latihan kerja program

pembelajaran”. Aunurrahman (2012:146) menjelaskan, “model pembelajaran

dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk tujuan belajar

tertentu”. Menurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model

pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar yang akan diberikan

untuk mencapai tujuan tertentu”.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis, di dalamnya berisi segala sesuatu yang mendukung dalam kegiatan

belajar mengajar, untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

2.1.1.2 Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2012:201) menjelaskan bahwa:

teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori

konstruktivisme. Teori konstruktivisme lebih mengutamakan pada

pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah-masalah

kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-

bagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan.

Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar

konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

7

Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2010:12) cooperative learning adalah”

suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai

enam orang dengan struktur kelompok yang heterogen”. Sunals dan Hans (dalam

Isjoni, 2010:12) mengemukakan “cooperative learning merupakan suatu cara

pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi

dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran”.

Tom V. Savage (dalam Rusman, 2012:203) mengemukakan bahwa “cooperative

learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam

kelompok”.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar yang mendorong siswa

agar saling berinteraksi dan bekerja sama dalam suatu kelompok untuk

menyelesaikan tugas bersama selama proses pembelajaran.

2.1.1.3 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Nuruhayati (dalam Rusman, 2012:204), mengemukakan lima unsur dasar

model cooperative learning, yaitu:

(1) ketergantungan yang positif, (2) pertanggungjawaban individual,

(3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka, dan (5) evaluasi proses

kelompok.

Ketergantungan yang positif adalah suatu bentuk kerja sama yang sangat

erat kaitan antara anggota kelompok. Kerja sama ini dibutuhkan untuk

mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok

tergantung pada kesuksesan anggotanya. Maksud dari pertanggungjawaban

individual adalah kelompok tergantung dari cara belajar perseorangan

seluruh anggota kelompok. Pertanggungjawaban memfokuskan aktivitas

kelompok dalam menjelaskan konsep pada satu orang dan memastikan

bahwa setiap orang dalam satu kelompok siap menghadapi aktivitas lain di

mana siswa harus menerima tanpa pertolongan anggota kelompok.

Kemampuan bersosialisasi adalah sebuah kemampuan bekerja sama yang

bisaa digunakan dalam aktivitas kelompok. Kelompok tidak berfungsi

secara efektif jika siswa tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang

dibutuhkan. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka

dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi

yang menguntungkan semua anggota. Guru menjadwalkan waktu bagi

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

8

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama

mereka agar selanjutnya bisa kerja sama lebih efektif.

Senada dengan penjelasan tersebut Siahaan (dalam Rusman, 2012:205)

mengutarakan lima unsur esensial yang ditekankan dalam pembelajaran

kooperatif, yaitu: “(a) saling ketergantungan positif, (b) interaksi berhadapan

(face-to-face interaction), (c) tanggung jawab individu (individual responbility),

(d) keterampilan social (social skills), (e) terjadi proses dalam kelompok (group

processing)”.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur dasar, yaitu: ketergantungan

yang positif, pertanggungjawaban individual, kemampuan bersosialisasi, tatap

muka, dan evaluasi proses kelompok.

2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Slavin (dalam H. Tukiran Taniredja, dkk, 2012:60) menjelaskan bahwa:.

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok

tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan

individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Tujuan dari

pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana

keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya.

Menurut Ibrahim, et al. (dalam Isjoni, 2010:27) terdapat tiga tujuan

instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif, yaitu:

“(a) hasil belajar akademik, (b) penerimaan terhadap perbedaan individu, dan (c)

pengembangan keterampilan sosial”.

a. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga

memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu

siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah

menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat

meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma

yang berhubungan dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

9

memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok

atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas

dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,

kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi

peluang bagi siswa dari bebagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja

dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur

penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan

kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini

amat penting untuk dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi

bangsa ini dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin

kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam

menghadapi persaingan global.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya. Terdapat tiga tujuan instruksional yang dapat dicapai dengan

pembelajaran kooperatif, yaitu: hasil belajar akademik, penerimaan terhadap

keragaman, pengembangan keterampilan sosial.

2.1.1.5 NHT (Numbered Heads Together)

Model pembelajaran Numbered Heads Together ini adalah salah satu

model dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh Spencer Kagan dan

kawan-kawan pada tahun 1993. Model NHT adalah bagian dari model

pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur

khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan

menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-

kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan

alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

10

dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah

dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para

siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab

pertanyaan.“Model ini melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang

tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pamahaman siswa mengenai

pelajaran tersebut, dibuat semenarik mungkin sehingga siswa dapat belajar dengan

gembira” (Nurhadi, 2004: 67).

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) adalah variasi dari

model pembelajaran berkelompok yang terdiri dari beberapa siswa yang bekerja

sama untuk menyelesaikan tugas bersama dengan ciri khas adanya suatu

penomoran. Bagi nomor yang disebut oleh guru, siswa diminta untuk menjawab.

Adanya ciri tersebut maka siswa akan berusaha terlibat dalam diskusi agar

menguasai materi dan dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

2.1.1.6 Langkah-langkah Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)

Menurut Kagan (dalam Kunandar, 2007:368) sebagai pengganti

pertanyaan secara langsung pada seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah

pembelajaran model NHT (Number Head Together) sebagai berikut:

1) Langkah 1: Penomoran (Numbering), yaitu guru membagi para siswa

menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa dan

memberikan nomor kepada setiap siswa, sehingga setiap siswa dalam

kelompok tersebut memiliki nomor yang berbeda.

2) Langkah 2: Pengajuan Pertanyaan (Questioning), yaitu guru mengajukan

pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang

bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.

3) Langkah 3: Berpikir bersama (Head Together), yaitu para siswa berfikir

bersama untuk menyelesaikan tugas, dan meyakinkan bahwa setiap

anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

4) Langkah 4: Pemberian Jawaban (Answering), yaitu guru menyebut satu

nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama

mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

2.1.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran NHT

Menurut Kagan (2007) “model pembelajaran NHT ini secara tidak

langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

11

cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif

dalam pembelajaran”.

NHT mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagaimana dikemukakan oleh

Suwarno (2010) bahwa pembelajaran model Numbered Head Together (NHT)

memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

Kelebihan

a. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

b. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat

melalui aktifitas belajar kooperatif.

c. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi

pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat

sampai pada kesimpulan yang diharapkan.

d. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat

kepemimpinan.

Kelemahan

a. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat

menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

b. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin

pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.

c. Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang

berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.

2.1.2 Belajar

Pengertian belajar menurut Slameto (2003:2), “belajar ialah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya”. Fontana, dan Bowner dan Hilgard (dalam Udin S.

Winataputra, dkk, 2007:1.8) dengan senada mengartikan,“belajar adalah suatu

proses perubahan perilaku yang relatif tetap, bukan berasal dari proses

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

12

pertumbuhan, insting, kematangan atau kelelahan dan kebisaaan, tetapi perubahan

perilaku sebagai hasil dari pengalaman”. Gagne (dalam Syaiful Sagala, 2011:13)

juga mengartikan belajar adalah “sebagai suatu proses dimana suatu organisme

berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman”.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

belajar itu merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang.

Perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi

pada individukarena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan, dan

perubahan tersebut relatif menetap.

2.1.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2003:54), faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi 2 golongan saja,

yaitu “faktor intern dan faktor ekstern”. Faktor intern adalah faktor yang ada di

dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor

yang ada di luar individu.

1. Faktor dari dalam diri siswa (intern)

Sehubungan dengan faktor intern ini ada 3 faktor yang perlu dibahas yaitu

faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan. Adapun faktor-faktor

itu adalah :

a. Faktor Jasmaniah

Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor

kesehatan dan faktor cacat tubuh.

b. Faktor Psikologis

Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi,

kematangan, kesiapan.

c. Fakor Kelelahan

Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi

dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan

kelelahan rohani (bersifat psikis).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

13

2. Faktor yang berasal dari luar (ekstern)

Faktor ekstrern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat

dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah

dan faktor masyarakat.

a. Faktor keluarga

Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat

mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik,

relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang

tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan

suasana rumah.

b. Faktor Sekolah

Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, metode

pembelajaran, alat-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi

guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan.

c. Faktor Lingkungan Masyarakat

Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain

teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di

lingkungan keluarganya.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar

siswa dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri (intern) dan faktor dari luar

diri (ekstern). Faktor dari dalam diri yang sangat berpengaruh, salah satunya

adalah perhatian dan minat belajar siswa. Faktor dari luar yang juga begitu

berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, yaitu metode mengajar yang

digunakan oleh guru.

2.1.2.2 Hasil belajar

Hasil belajar adalah “kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya” (Nana Sudjana, 2011:22). Hasil belajar mempunyai

peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil

belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam

upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

14

dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan

siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Howard Kingsley (dalam Nana Sudjana, 2011:22) membagi tiga macam

hasil belajar yaitu: “(a) keterampilan dan kebisaaan; (b) pengetahuan dan

pengertian; (c). Sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi

dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah”.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya.

2.1.3 Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan

pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan

suatu proses penemuan”. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi

peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek

pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat

membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat dididentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada

pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

15

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific

inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh

karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman

belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan

proses dan sikap ilmiah.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI

merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta

didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan

pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik

untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang

difasilitasi oleh guru.

2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

16

2.1.3.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek

berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-

benda langit lainnya.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered

Heads Together) berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh Rima Chandra Novitasari

(2011) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Dengan Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan

Perubahan Lingkungan Pada Siswa Kelas IV SDN Tegalrejo 05 Kecamatan

Argomulyo Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2010/2011”. Hasil yang

diperoleh dalam penelitian ini nampak ada peningkatan ketuntasan belajar, yakni

dari 65,6% sebelum siklus, meningkat menjadi 71,8% pada siklus 1 dan 100%

pada siklus 2. Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 66,25 sebelum tindakan,

meningkat menjadi 70,31 pada siklus 1 dan menjadi 82,18% pada siklus 2.

Peningkatan skor minimal dari 40 sebelum siklus, menjadi 50 pada siklus 1, dan

menjadi 70 pada siklus 2. Peningkatan skor maksimal dari 90 sebelum tindakan,

tetap pada siklus 2 sebesar 100 dan menjadi 100 pada siklus 2. Dapat disimpulkan

bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada mata

pelajaran IPA pokok bahasan perubahan lingkungan bagi siswa kelas IV semester

II SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga tahun ajaran

2010/2011 dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV.

Penelitian lain dilakukan oleh Yuni Winarti berjudul Penggunaan Metode

NHT (Numbered Heads Together) untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

17

IPA siswa Kelas V SD Negeri Banyumudal 2 Kabupaten Wonosobo Semester 2

Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang

menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart dengan langkah perencanaan,

tindakan,pengamatan, refleksi yang dilaksanakan dengan dua siklus. Siklus I

terdiri dari dua pertemuan, sedangkan siklus II terdiri dari tiga pertemuan. Teknik

analisis data yang digunakan dengan menggunakan menggunakan teknik analisis

data prosentase. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi

peningkatan keaktifan dan untuk mata pelajaran IPA Kelas V Semester 2 Tahun

Pelajaran 20011/2012. Melalui metode pembelajaran NHT (Numbered Heads

Together) yang akan dilanjutkan oleh peningkatan hasil belajar yang dapat dilihat

pada ketuntasan pada siklus I dan siklus II peneliti memberikan patokan KKM =

65 siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=65) dari 32 siswa

sebanyak 17 siswa atau 53,13% tuntas dan sebanyak 15 siswa atau 46,87 % belum

tuntas. Nilai rata-ratanya adalah 66,25 sedangkan nilai tertinggi adalah 88 dan

nilai terendahnya adalah 52 dan II sebanyak 36 siswa atau 100% dari jumlah

siswa mencapai ketuntasan. Siklus II siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM=65) sebanyak 32 siswa atau 100% dan tidak ada siswa yang

mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Nilai rata-ratanya

adalah 79,75 sedangkan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 68.

Peneliti telah berhasil dalam menerapkan metode pembelajaran NHT (Numbered

Heads Together) dengan memberikan patokan KKM = 65 dan ketuntasan 80%

dari jumlah siswa kelas V SD Negeri Banyumudal 2 dari hasil nilai evaluasi siklus

II didapatkan 100% siswa sudah memenuhi KKM. Dapat disimpulkan bahwa

metode pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dalam proses belajar

mengajar dapat meningkatkan keaktifan siswa yang berdampak meningkatnya

hasil belajar siswa.

Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Alustina Isyuniarsih, berjudul

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Afektif pada Mata Pelajaran IPA

Melalui Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada

Siswa Kelas V SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora

Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

18

dilakukan melalui dua siklus dengan masing siklus 3 kali pertemuan. Subjek

penelitian ini adalah siswa kelas V SD N 03 Ngumbul Kecamatan Todanan

Kabupaten Blora sejumlah 24 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan

yaitu deskriptif komparatif, dengan instrumen pengumpulan data berupa lembar

observasi, butir soal tes, dan angket keaktifan siswa. Hasil yang diperoleh dalam

penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar kognitif siswa dan hasil

belajar afektif siswa (keaktifan belajar) untuk mata pelajaran IPA kelas V

semester II tahun pelajaran 2011/2012 dengan kompetensi dasar proses

pembentukan tanah karena pelapukan. Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa

pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu terjadi peningkatan

hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 8 orang (33,33%) dan

yang tidak tuntas 16 (66,67%) orang. Pada siklus 1 siswa yang tuntas 22 orang

(91,67%) dan yang tidak tuntas 2 orang (8,33%). Sedangkan pada siklus 2, semua

siswa yang terdiri dari 24 orang tersebut sudah memenuhi KKM atau dapat

dikatakan tuntas 100% dari 24 siswa. Untuk peningkatan hasil belajar afektif

(keaktifan belajar siswa) pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2

yaitu pada kondisi awal keaktifan siswa berada pada kategori kurang aktif

(41,67%) , pada siklus 1 menjadi cukup aktif (45,83%), dan pada siklus 2 menjadi

aktif (58%). Keaktifan siswa mengalami peningkatan pada kategori aktif dari

kondisi awal (25%) meningkat pada pembelajaran siklus 1 (33,33%) dan pada

pembelajaran siklus 2 (58%). Dapat disimpulkan bahwa penggunaan model

pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil

belajar kognitif dan hasil belajar afektif siswa kelas V SDN 03 Ngumbul

Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester Genap Tahun Pelajaran

2011/2012.

2.3 Kerangka Berpikir

Keberhasilan proses pembelajaran juga didukung oleh penggunaan model

atau metode pembelajaran yang tepat, sesuai mata pelajaran, materi dan kondisi

siswa secara keseluruhan, selain oleh kemampuan siswa itu sendiri. Salah satu

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3821/3/T1_292009215_BAB II.pdfMenurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model pembelajaran

19

wujud pembelajaran yang dilaksanakan adalah dengan pembelajaran kooperatif

tipeNHT (Numbered Heads Together).

Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah bagian dari model pembelajaran

kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan

menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-

kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan

alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih

dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah

dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para

siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab

pertanyaan.

Penggunaan model NHT memiliki prosedur yang ditetapkan secara

eksplisit, yaitu untuk memberi siswa lebih banyak waktu berpikir menjawab dan

saling membantu satu sama lain, melibatkan siswa lebih banyak dalam menelaah

materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pamahaman siswa

terhadap isi pelajaran tersebut. Jadi, dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

tipe NHT dapat diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa dapat

lebih aktif serta lebih mudah memahami materi pembelajaran.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis dalam

penelitian sebagai berikut:

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas 4

SD Negeri Kaliwungu 05 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun

Pelajaran 2012/2013.