BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa...

29
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Novel Wujud refleksi dari kehidupan masyarakat dapat berbentuk sastra meskipun dalam penyajiannya tidak bisa jauh dari unsur imajinatif. Selain refleksi kehidupan masyarakat, melalui sastra seseorang akan mendapatkan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan tuntunan dan pengalaman. Sejalan dengan pendapat Bronowski (dalam Emzir, 2015: 9) yang menyebutkan bahwa sastra dijadikan sebagai media untuk membuka wawasan dan pengetahuan masyarakat dan menyadarkan masyarakat yang selama ini masih merasa ada di dalam kenyataan yang sesungguhnya padahal sebenarnya hanya berada pada entitas yang mirip dengan kenyataan. Realitas dalam karya sastra adalah wujud dari pengalaman dan pengamatan dari kehidupan yang sebenarnya yang dibawa oleh pengarang berdasarkan apa yang ingin diungkapkan dan apa yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Searah dengan hal tersebut Priyatni (2010: 12) mengemukakan bahwa sastra adalah ungkapan realitas kehidupan masyarakat yang mendapat sentuhan imajinasi atau fiksi kebenaran fiksi yang ditampilkan dalam karya sastra oleh pengarang sesuai dengan keyakinan pengarang. Selain itu latar belakang dan lingkungan hidup pengarang juga mempengaruhi terbentuknya karya sastra. Pada pembahasan masalah karya sastra, secara disadari maupun tidak juga membahas masalah kajian teks. Perbedaan antara teks sastra dan teks yang bukan sastra memang tidak terlihat secara jelas. Hal itu didasari dengan adanya asumsi bahwa media teks adalah bahasa. Persamaan teks sastra dengan bukan teks sastra

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Novel

Wujud refleksi dari kehidupan masyarakat dapat berbentuk sastra meskipun

dalam penyajiannya tidak bisa jauh dari unsur imajinatif. Selain refleksi

kehidupan masyarakat, melalui sastra seseorang akan mendapatkan nilai-nilai

moral yang dapat dijadikan tuntunan dan pengalaman. Sejalan dengan pendapat

Bronowski (dalam Emzir, 2015: 9) yang menyebutkan bahwa sastra dijadikan

sebagai media untuk membuka wawasan dan pengetahuan masyarakat dan

menyadarkan masyarakat yang selama ini masih merasa ada di dalam kenyataan

yang sesungguhnya padahal sebenarnya hanya berada pada entitas yang mirip

dengan kenyataan.

Realitas dalam karya sastra adalah wujud dari pengalaman dan pengamatan

dari kehidupan yang sebenarnya yang dibawa oleh pengarang berdasarkan apa

yang ingin diungkapkan dan apa yang sedang terjadi dalam lingkungan

masyarakat. Searah dengan hal tersebut Priyatni (2010: 12) mengemukakan

bahwa sastra adalah ungkapan realitas kehidupan masyarakat yang mendapat

sentuhan imajinasi atau fiksi kebenaran fiksi yang ditampilkan dalam karya sastra

oleh pengarang sesuai dengan keyakinan pengarang. Selain itu latar belakang dan

lingkungan hidup pengarang juga mempengaruhi terbentuknya karya sastra.

Pada pembahasan masalah karya sastra, secara disadari maupun tidak juga

membahas masalah kajian teks. Perbedaan antara teks sastra dan teks yang bukan

sastra memang tidak terlihat secara jelas. Hal itu didasari dengan adanya asumsi

bahwa media teks adalah bahasa. Persamaan teks sastra dengan bukan teks sastra

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

13

terletak dalam unsur bahasa, yaitu kata, kalimat, dan makna. Hal itu sejalan

dengan pendapat Fananie (2002: 2) bahwa bahasa dalam teks sastra tidaklah

sebagai sarana komunikasi, karena potensi bahasa dapat digunakan tanpa batasan.

Hanya saja, terdapat tiga aspek utama dalam teks sastra yaitu, decore, delectare

dan movere.

Decore berkaitan dengan fungsi teks sastra haruslah memberikan sesuatu

terhadap pembaca. Pemberian itu dapat berupa kesan baik, manfaat, pengalaman,

informasi maupun nilai moral yang dapat diambil oleh pembaca sehingga dapat

menambah wawasannya. Delectare, berkaitan dengan teks sastra yang di

dalamnya terkandung unsur estetik. Movere menuntun untuk pembaca mampu

menggerakkan kreativitas yang dimiliki setelah membaca teks sastra.

Novel adalah sebuah karya sastra tulis di mana terdapat unsur intrinsik dan

ekstrinsik yang mendominasi. Unsur intrinsik yang meliputi, tema, alur, tokoh,

amanat, setting dan sudut pandang. Unsur ekstrinsik atau unsur pembangun

sebuah karya sastra yang di dalamnya terdapat keterkaitan cerita dengan ilmu

psikologi, sosiologi, dan antropologi. Dalam penelitian ini lebih mengarah kepada

adanya unsur pembangun sebuah karya sastra, khususnya pada novel Simple

Miracles Doa dan Arwah Karya Ayu Utami yang didominasi oleh unsur

kebudayaan Jawa.

Menurut Nurgiantoro (1995: 19) novel dibagi menjadi dua jenis yaitu, novel

serius dan novel populer. Novel serius yaitu novel yang ketika membacanya

memerlukan daya konsentrasi yang tinggi dan harus memahaminya dengan baik

untuk mengetahui maksud serta pesan yang disampaikan. Novel serius

memberikan pengalaman berharga dan hiburan pada pembaca. Novel populer

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

14

adalah novel lebih banyak memberikan hiburan dan memiliki masa banyak

penggemar serta memiliki masa untuk tidak digemari lagi. Novel populer

memberikan cerita dan permasalahan yang sedang booming, terlebih mengenai

cinta dan dunia remaja. Novel populer lebih mengikuti zaman daripada novel

serius, karena novel populer hanya menekankan pada mencari kesukaan pembaca

melalui zaman.

2.2 Struktur Novel

Karya sastra memiliki struktur sendiri yang diartikan sebagai susunan,

penegasan, dan gambaran yang membentuk satu kesatuan yang indah.

Selanjutnya, menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995: 36) sebuah karya

sastra, fiksi atau puisi mempunyai unsur pembangun yang koherensif sehingga

merupakan sebuah totalitas. Struktur karya sastra juga mengacu pada hubungan

antar unsur instrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan dan

mempengaruhi, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh jika bersama-sama.

Lain halnya jika unsur tersebut hanya berdiri sendiri maka bagian-bagian tersebut

tidak penting, namun jika berhubungan dengan unsur-unsur yang lain, maka akan

lebih mempunyai makna dan membentuk suatu wacana (Nurgiyantoro, 1995: 36).

Berdasarkan pernyataan tersebut, agar lebih mudah dalam mengkaji novel

Simple Miracles doa dan arwah karya Ayu Utami maka, penelitian dilakukan

dengan menganalisis pada tokoh dan penokohan yang dapat mengungkap sebuah

mitos Jawa, namun dihubungkan dengan unsur instrinsik lain pembangun novel

yaitu tema, alur, latar (setting), dan amanat.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

15

a. Tema

Tema merupakan ide pokok yang terdapat dalam cerita yang dijadikan

sebagai landasan bagi pengarang untuk mengembangkan cerita. Cerita tidak akan

memiliki arah yang jelas tanpa adanya tema. Tema bersifat subjektif dan

mengandung realita. Hal itu sejalan dengan Stanton (2012: 7) yang berpendapat

bahwa terdapat kekuatan dalam tema yang dapat menegaskan kejadian dalam

sebuah cerita. Tema yang memiliki kebebasan penafsiran dan adanya unsur

subjektif dalam penilaian dan penentuan tema dalam karya sastra yang dilakukan

pembaca membuat Nurgiyantoro (1995: 82-83) membagi tema menjadi dua, yaitu

tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah makna pokok cerita yang

menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Sedangkan tema minor adalah

makna-makna tambahan.

b. Alur

Cerita tidak dapat dipisahkan dari unsur yang disebut plot atau alur. Kenny

(dalam Nurgiyantoro, 1995: 113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa

yang ditampilkan dalam cerita yang tidak sederhana, karena peristiwa itu telah

disusun berdasarkan kaitan sebab akibat oleh pengarang. Menambahkan

pengertian di atas, Stanton (2012:26) mengemukakan alur merupakan rangkaian

peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Peristiwa tersebut terhubung secara

kasual, dan peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang dapat menyebabkan atau

menjadi dampak dari peristiwa yang lain. Hal tersebut tidak dapat diabaikan

karena akan berpengaruh pada keseluruhan cerita.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

16

c. Latar/ Setting

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995: 216), latar atau setting disebut

juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,

dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Pendapat lainnya menurut Stanton (2012:35) latar merupakan lingkungan yang

melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan

peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung di dalam sebuah karya sastra. Dalam

novel terdapat hubungan antara latar dengan unsur cerita yang lain, baik secara

langsung maupun tak langsung, khususnya dengan alur dan tokoh. Perbedaan

latar, baik yang menyangkut hubungan tempat, waktu, maupun sosial menuntut

adanya perbedaan pengaluran dan penokohan (Nurgiyantoro, 1995: 223- 225).

d. Sudut Pandang

Sudut pandang menceritakan tentang apa yang dikisahkan. Pada sudut

pandang pengarang menggunakannya sebagai sarana untuk menyajikan cerita

dalam suatu karya sastra, khususnya karya fiksi. Menurut Stanton (2012: 52)

sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu orang pertama-utama,

orang pertama sampingan, orang ketiga terbatas, dan orang ketiga tidak terbatas.

Sudut pandang pertama utama memungkinkan pembaca merasakan tokoh aku

dalam karya sastra dan pembaca dapat menjalani seolah-olah itu nyata dan terjadi

pada dirinya. Sudut pandang orang pertama sampingan memudahkan narator

untuk mendeskripsikan secara lengkap tokoh utama sekaligus mengomentarinya.

Sudut pandang orang ketiga terbatas yang ditawarkan oleh pengarang adalah

sudut pandang yang memungkinkan pembaca untuk mengetahui jalan pikiran

pengarang. Akan tetapi pada sudut pandang ini lebih sering menghalangi pembaca

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

17

untuk memahami dan tidak sejalan antara apa yang dipikirkan karakter tokoh

dengan apa yang dipikirkan oleh pembaca. Pada sudut pandang orang ketiga tidak

terbatas, memberikan keluasan dan kebebasan pengarang untuk pembaca

menafsirkan apa yang dipikirkan melalui karya sastranya.

f. Tokoh dan Penokohan

Istilah “tokoh” menunjuk pada pelaku cerita. Abrams (dalam

Nurgiyantoro,1995: 165) menjelaskan bahwa tokoh (character) merupakan orang-

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca

ditafsirkan mempunyai kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam dialog atau melalui tindakan. Dari segi peranan atau tingkat

pentingnya tokoh, maka oleh Nurgiyantoro (1995: 176) tokoh dibedakan menjadi

tokoh utama cerita dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki

kedudukan penting dalam sebuah cerita, mendominasi cerita, dan memliki peran

penting dalam cerita. Tokoh tambahan adalah tokoh sampingan yang mendukung

tokoh utama dan muncu sesekali dalam cerita.

Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, maka dikenal tokoh protagonis, yaitu

tokoh yang dikagumi, dikenal sebagai hero– tokoh yang sesuai dengan harapan-

harapan pembaca, segala hal yang dirasakan tokoh tersebut seperti yang dirasakan

pembaca. Berlawanan dengan tokoh protagonis, tokoh antagonis adalah tokoh

yang menciptakan konflik dan ketegangan, khususnya terhadap tokoh protagonis

(Nurgiyantoro, 1995: 178-179)

g. Amanat

Amanat atau moral cerita merupakan pesan pengarang yang disampaikan,

tentang kehidupan, nilai-nilai kebenaran, dan hal tersebut ingin disampaikan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

18

kepada pembaca melalui cerita, pengertian tersebut diungkapkan oleh Kenny

(dalam Nurgiyantoro, 2010:321). Melalui amanat tersebut maka dengan melihat

sikap para tokoh, maksud dari kejadian dan peristiwa, serta melalui sikap, cerita

dan tingkah lakunya dapat mengambil hikmah atau pesan dari cerita yang

diamanatkan.

2.3 Teori Antropologi Sastra

Antropologi sastra merupakan ilmu mengenai karya sastra yang berkaitan

dengan manusia dan budayanya. Antropologi sastra mengarah pada pembahasan

lebih terkhusus mengenai kultural atau bisa disebut antropologi kultural. Ciri dari

antropologi kultural dalam sastra adalah dengan masukkan karya-karya yang

dihasilkan oleh manusia, seperti: bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, norma,

adat istiadat, karya seni dan khususnya sastra.

Peneliti antropologi sastra mengenal adanya ‘sastra lisan’. Menurut

Rokhman, dkk (2003: 80) mengemukakan bahwa sastra lisan dapat diperlakukan

sebagai sebuah “pintu masuk” untuk memahami budaya itu sendiri. Sebagaimana

halnya sastra lisan, sastra tulis juga diperlakukan sebagai objek material, baik

sebagai “pintu masuk” untuk memahami kebudayaan yang sedang dipelajari.

Namun sebagai sumber informasi tentang kebudayaan masyarakat penciptanya,

para ahli antropologi melakukan dengan hati-hati, hal ini disebabkan karena

sebuah karya sastra pada dasarnya adalah hasil dari imajinasi penulisnya,

sehingga informasi tentang kebudayaan yang ada di dalamnya tidak harus

dipercaya sepenuhnya sbagai informasi yang akurat.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

19

Dalam penelitian antropologi ada peradigma yang dapat digunakan untuk

memahami karya sastra, salah satunya adalah paradigma fungsionalisme. Menurut

Rokhman, dkk (2003: 88) berpendapat bahwa melalui kacamata fungsional,

peneliti kebudayaan akan berupaya antara lain untuk: (1) memperlihatkan bahwa

unsur-unsur kebudyaan yang masih hidup dalam lingkungan masyarakat pada

dasarnya memenuhi fungsi tertentu, (2) memperlihatkan keterkaitan antara unsur

tertentu dalam masyarakat dengan unsur yang akan diteliti, (3) adanya suatu

perubahan yang terjadi pada satu unsur kebudayaan tertentu akan mengakibatkan

perubahan-perubahan pada pelbagi macam unsur lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, keterkaitan antara antropologi sastra dengan

kehidupan manusia begitu jelas. Pengamatan dari kultur hingga karya yang

dihasilkan menjadi kajian yang terpenting. Meskipun pada antropologi sastra lebih

banyak membahas tentang kemampuan imajinasi dan kreativitas, namun bagi

peneliti itulah yang perlu dikaji. Hal itu sejalan dengan Ratna (2011: 190) yang

mengemukakan bahwa sebagai bagian dari kebudayaan, sastra pada dasarnya

mengolah, tetapi yang diolah adalah tulisan, cara-cara mengolah itu pun dilakukan

dengan menggunakan kemampuan imajinasi dan kreativitas. Selain itu, dalam

antropologi sastra, masa lampau dianggap sebagai energi, kualitas yng

membangkitkan bagi setiap individu untuk bangkit kembali, bahkan dari

kehidupan yang menyakitkan.

2.4 Budaya Jawa

Kata “Kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta, buddhayah, yaitu

bentuk jamak dari buddhi yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’. Dengan demikian

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

20

kebudayaan dapat dikaitkan dan bersangkutan dengan akal (Sapardi, 2008: 119)

Kebudayaan dalam Jawa memiliki nilai kegunaan (utility) yang bermakna bahwa

kebudayaan mengandung unsur guna dan migunani. Kebudayaan Jawa mendapat

gelar adiluhung, sehingga sangat berpengaruh di seluruh nusantara. Tanah Jawa

yang terkenal dengan negeri gemah ripah loh jinawi, didukung oleh tanah yang

subur. Budaya Jawa juga terkenal dengan pengaruh tradisi, mistis, mitos dan

cerita takhayul yang diwariskan nenek moyang. Dengan demikian masyarakat

Jawa percaya dan meyakini bahwa mitos memiliki fungsi dan makna dalam

keberlangsungan hidup.

Kebudayaan Jawa memiliki unsur-unsur yang mengarah pada kategori

yanag khas yang dipengaruhi oleh unsur pemikiran Hindu-Budha Sebagai suatu

sistem pemikiran yang mengarah pada kebudayaan Jawa berkaitan dengan

komologi, mitologi, yang pada dasarnya memiiki konsep dan hakikat mistik.

(Mulder, 1996: 16). Kebudayaan Jawa dikenal dengan kejawaan atau kejawen.

Kejawaan atau kejawen bukan hal yang hanya mengarah pada religi melainkan

menunjuk kepada suatu bagaimana tindakan manusia dan gaya hidupnya. Secara

kosmologi, kehidupan di dunia adalah bagian dari kesatuan eksistensi yang

meliputi segalanya. Kesatuan eskistensi pada pusatnya mengarah pada, “Yang

Maha Tunggal” yang mana semua esksitensi berasal dari yang memberikan hidup.

Dalam pandangan kejawaan praktek keagamaan formal harus dianggap sebagai

suatu persiapan untuk beretmu denagan ketuhanan dalam diri, untuk mneyadarkan

diri bahwa pandangan keagaaman/religi kejawaan tidak menekankan ilmu

akhirat, melainkan lebih mengerah pada suatu kultus kehidupan dalam dimensi

yang lebih dalam: pertumbuhan kehidupan. Religi kejawaan juga memberikan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

21

konsep bahwa cara yang benar dalam menghadapi kehidupan adalah dengan

sungguh-sungguh dan menaruh perhatian kepada yang menciptakan.

Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi

atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia lair yang menggejala dalam inti

batin, pengakuan mengenai alam rasional yang penuh rahasia. Semua itu

tergabung dalam tingkat rasa, di mana secara mistik rasa dapat dilukiskan dengan

perasaan. Dalam pemikiran Jawa rasa sering kali dioertentangkan dengan rasio,

nalar atau akal, akan tetapi akal tidak selalu memahami maksud dari rasa batin

seseorang. Dalam pandangan kejawaan rasa bersifat gaib dan subjektif. Oleh

karena itu, ajaran Jawa penuh dengan simbolis dan ilmu rahasia (ngelmu)

(Mulder, 1996: 24).

Kesatuan eksistensi pada dasarnya mengarah pada rahasia, namun juga

merupakan tatanan yang teratur di mana kehidupan di dunia dipandang semata-

mata sebagai ekspone suatu bayangan dari kebenaran yang Maha Tinggi. Dengan

demikian manusia mempuyai kewajiban moral untuk menghormati tata

kehidupan. Menerima (nrima) yang berarti tahu diri, memahami di mana dirinya

berasa, percaya pada nasibnya sendiri dan bersyukur kepada Tuhan atas nikmat

dan segala takdir yang telah diberikan serta ditetapkan.

Budaya Jawa atau kejawaan yang merupakan jati diri Jawa hadir dalam

dunia mistik, di mana terdapat tradisi yang kompleks yang ada di dalamnya.

Ajaran-ajaran kejawaan menyebar luas diseluruh wilayah, yang biasanya

disebarkan melalui tulisan. Jawa yang memiliki jumlah penduduk terbesar dan

memiliki wilayah dengan pedoman mitos yang berbeda-beda pada setiap daerah.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

22

Setiap daerah atau wilayah memiliki cerita mitos yang memiliki ciri khas

tersendiri yang dijadikan kepercayaan serta ditaati.

Orang Tengger di Jawa Timur memiliki falsasfah mistik tersendiri.

Masyarakat Tengger percaya bahwa nama Tengger berasal dari tokoh mistis Rara

Anteng dan Joko Seger. Kedua tokoh ini dipuja dengan melakukan slametan.

Orang Jawa di Banyuwangi juga memiliki legenda tentang terjadinya kota

tersebut. Masyarakat Ponorogo juga memiliki semboyan mistis, yaitu “Jangan

mengaji di pondok, mengajilah di Ponorogo”. Ponorogo adalah kota yang terkenal

mistisnya di Jawa Timur (Endraswara, 2003: 7)

Menurut Hardjowirogo (1984: 7) menambahkan bahwa masyarakat Jawa

memiliki budaya satu satu, berperasaan dan berpikir sesuai dengan nenek moyang

di masa lampau yang pusatnya di Jawa Tengah, khususnya kota Solo dan

Yogyakarta. Dalam pengahayatan hidup orang Jawa, baik yang tinggal di Jawa

maupun diluar Jawa bahkan di luar negeri sekalipun, orientasi orang Jawa akan

berkiblat pada kota Solo dan Yogyakarta. Oleh sebab itu, Jawa yang memiliki

penduduk terbesar di Indonesia memiliki kendali dalam hal kebudayaan disadari

ataupun tidak, mau atau tidak mempunyai pengaruh besar terhdap kebudayaan

Indonesia.

Menurut Sugiarti dan Sri Handayani (1999: 26) sistem budaya merupakan

ide atau gagasan yang hidup bersama masyarakat dan tidak bisa dipisahkan antara

satu sama lain. Sistem budaya yang merupakan bagian dari kebudayaan dapat

diartikan sebagai adat istiadat yang mencangkup norma-norma yang ada di

masyarakat. Norma-norma yang itulah yang dapat menghidupkan etika, sopan

santun dan dapat membentuk moral suatu masyarakat.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

23

Kusumohamidjojo (2010: 150) juga mempaparkan bahwa nilai akan

menjadi nilai hanya karena makna sebagai akibat dari keputusan yang dibuat oleh

manusia. Nilai budaya yang terlihat derdasarkan pendapat kedua para ahli tersebut

memiliki kesimpulan bahwa dalam nilai budaya dapat mengotrol sikap

masyarakat, menentukan dan sebagai pedoman ukuran baik dan buruknya

perbuatan dan sdapat menjadi hakim dalam kehidupan sosial untuk menghukum

masyarakat jika melanggar etika dan nilai yang dianggap sebagai norma.

Menurut Koentjaraningrat (1990: 190) sistem nilai budaya mengarah pada

suatu konsep abstrak yang hidup di alam pikiran sebagian besar dari warga suatu

masyarakat, mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup.

Seorang ahli antropologi terkenal, C. Kluckhohn (dalam Koentjaraningrat: 1990:

190) berpendapat bahwa, nilai budaya masyarakat dipengaruhi oleh lima masalah

dasar yang menajdi pedoman hidup manusia, pertama, berkaitan dengan masalah

hakikat hidup manusia dengan manusia. Masalah yang berkaitan hakikat dari

hidup manusia. Pada tataran keterkaitan hidup manusia dengan manusia, yang

menjadi pertimbangan adalah manusia harus saling menghargai dan menjaga

hubungan baik dengan sesamanya. Kedua, berkaitan dengan kedudukan manusia

dalam ruang dan waktu. Pada hubungan manusia dalam ruang dan waktu

membahas tentang cara manusia memanfaatkan waktu hidupnya dan

menempatkan dirinya sesuai dengan dirinya berada. Ketiga, berkaitan dengan

karya manusia. Pada hubungan masalah dengan karya manusia, membahas

tentang bentuk karya manusia baik sebagai kesenangan maupun sebagai mata

pencaharian. Keempat, manusia dengan alam sekitarnya. Pada hubungan manusia

dengan alam sekitarnya, membahas tentang penjagaan dan penghargaan manusia

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

24

terhadap alam yang merupakan ciptaan Tuhan, jika manusia dapat menjaganya

dengan baik maka alam akan berbalik baik, akan tetapi ketika manusia melakukan

kerusakan pada alam, maka alampun akan melakukan suatu ynag dapat merugikan

manusia, salah satu contohnya adalah adanya banjir. Kelima, masalah berkaitan

hakikat dari manusia dengan sesamanya. Pada masalah yang kelima ini manusia

dihadapkan pada sesamanya, agar bisa saling menolong dan menegur ketika

melakukan kesalahan sesuai dengan norma dan aturan yang ada.

Dengan adanya nilai budaya juga memberikan kontrol terhadap norma, serta

sebagai penentu baik atau buruknya seseorang. Nilai budaya yang saling berkaitan

erat dengan etika, akan mendorong manusia kuat dan dapat mengatasi masalah

yang terjadi dalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan paparan di atas dapat

disimpulkan bahwa budaya masyarakat Jawa tidak dapat dipisahkan dengan

tradisi, adat, dan folklor. Adanya budaya juga menyebabkan kepercayaan

masyarakat atau kepercayaan rakyat yang mensugesti pikiran, sehingga

masyarakat menganggap bahwa apa yang dipercaya benar terjadi.

2.5 Pengertian Mitos

Mitos mengandung nilai-nilai kebudayaan yang sifatnya turun-temurun dan

dipercaya memiliki makna dan fungsi. Sebelum membahas jauh tentang

pengertian mitos, perlu diketahui terlebih dahulu asal-usul penemu pertama yang

membahas tentang mitos. Mitos berasal dari bahasa Yunani mythos yang berarti

kata yang diucapkan. Pada awalnya, mitos selalu dilawankan dengan kata logos.

Menurut Noth (dalam Ratna, 2011: 110) secara etimologis mitos berasal dari kata,

ucapan, cerita tentang dewa-dewa. Tetapi alam perkembanagn berikut mitos

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

25

diartikan sebagai wacana fiksional dan logos diartikan sebagai wacana rasional.

Mitos juga diartikan sebagai cerita mengenai dewa-dewa, pahlawan-pahlawan dari

zaman lampau.

Pada kehidupan masyarakat modern pun mitos selalu ada. Barthes (dalam

Widada, 2009:62) menyatakan bahwa orang modern selalu dikelilingi oleh mitos-

mitos, orang modern juga produsen sekaligus konsumen mitos. Suatu mitos dari

masa lampau akan tetap berlaku pada masanya. Sekali ditinggalkan pada masa itu,

mitos tidak akan berfungsi lagi. Hal itu sejalan dengan pemikiran Barthes (2006:

178) yang mengemukakan bahwa mitos merupakan sebuah nilai, tidak ada

jaminan tentang kebenarannya, tidak ada yang bisa mencegah terjadi maupun

berubahnya mitos; cukuplah dikatakan bahwa penanda mitos memiliki dua sisi

karena mitos selalu menggunakan ‘sesuatu yang ada di tempat lain’ sesuai

kehendaknya

Berdasarkan pendapat Barthes tersebut, mitos bisa dikatakan lahir dari

historis atau sejarah masa lampau yang siapapun tidak dapat mengubah dan

membuat mitos dengan sendirinya, bahkan menjadikannya suatu ketetapan.

Antropolog budaya dan sastra. Menurut Ratna (2011: 67) mengemukakan bahwa

mitos dalam pengertian tradisional sejajar dengan legenda dan fabel. Masyarakat

primitif memiliki anggapan bahwa mitos adalah suatu sejarah menyingkap adanya

aktivitas supranatural yang memiliki nilai kebenaran dan bermakna hingga saat

ini.

Mitos adalah suatu sistem komunikasi yang mengandung pesan, kenangan

meskipun degan aturan masa lalu. Dengan demikian mitos bukanlah suatu benda,

konsep atau gagasan melainkan sebauh lambang dalam bentuk wacana (discourse)

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

26

(Barthes dalam Widada, 2008: 63). Lambang mitos memang tidak selalu tertulis,

tetapi dapat berupa film, benda atau peralatan-peralatan tertentu, gambar dan lain

sebagainya yang dapat menjadi bukti. Selain Barthes, Levi-Strauss (dalam

Eagleton, 2010: 161) mitos adalah resolusi imajiner dari kontradiksi sosial yang

sesungguhnya. Levi-Strauss memiliki banyak definisi tentang mitos.

Levi Strauss melakukan analisis mitos dengan definisi yang sederhana, yaitu

mitos merupakan sesuatu yang mengisahkan sebuah cerita. Mitos-mitos tersebut

menghubungkan urutan kejadian yang kepentingannya terletak pada kejadian itu

sendiri dan dalam detail yang menyertainya (Rafiek, 2013: 87). Levi-Strauss juga

berpendapat kisah-kisah mitos terlihat bersifat tidak masuk akal, absurb dan tidak

bermakna, akan tetapi mitos selalu muncu berulang kali di seluruh penjru dunia.

Menurut Budiman (dalam Rafiek, 2010: 88), Levi-Strauss terus

mengembangkan pengertian mitos, ada beberapa pengertian yang menyatakan jika

mitos adalah bahasa yang substansinya bukan terletak pada gaya, irama, atau

sintaksisnya melainkan pada cerita yang diungkapkan. Fungsi mitos terletak pada

makna-makna yang terdapat dalam cerita maupun kejadiannya bukan pada

kebahasaanya. Berbeda dengan Levi-Strauss yang hanya mengamati mitos dari

sudut pandang pengertian. Daniel (2011: 168) mengungkapkan dan

menggolongkan mitos menjadi 5 jenis/bentuk, yaitu mitos kosmogonis, mitos

eskatologis, mitos pahlawan budaya, mitos eksplanatoris, dan mitos neptunus.

Mitos kosmogonis berkaitan dan menjelaskan tentang bagaimana dunia ada.

Pada beberapa kisah kosmogonik, dunia diciptakan dari ketiadaan. Mitos

eskatologis menjelaskan tentang akhir dunia. Mitos eskatologis biasanya

meramalkan tentang kerusakan dunia yang disebabkan oleh manusia sendiri.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

27

Mitos pahlawan budaya menjelaskan manusia yang menemukan artefak budaya

atau proses teknologi yang secara radikal mengubah jalannya sejarah. Mitos

eksplanatoris menjelaskan tentang proses atau peristiwa alami. Misalnya mitos

yang terjadi pada orang Yunani Kuno yang percaya bahwa petir adalah senjata

ynag digunakan oleh Dewa Zeus. Mitos neptunus adalah kisah yang diciptakan

untuk menjelaskan keterkaitan fenomena alam, yang memberikan suatu koherensi

metafisika pada dunia.

Mitos merupakan salah satu akar budaya Nusantara. Dengan kata lain, mitos

telah menjadi ideologi bagi orang yang hidup di wilayah kepulauan Indonesia.

Sebagai hasil penggalian budaya, mitos Nusantara dalam karya sastra, khususnya

novel. Secara garis besar mitos adalah sebuah sastra lisan yang memiliki makna

dan pesan dalam lingkungan masyarakat. Mitos dianggap memiliki peran penting

dalam sebuah masyarakat karena dianggap memiliki nilai budaya yang sangat

berharga untuk kehidupan masyarakat. Menurut Abdullah (dalam Endraswara,

2013: 257) mitos memiliki dua kepentingan yaitu kepentingan studi agama dan

kepentingan studi antropologi. Kepentingan studi antropologi berkaitan dengan

manusia dan kebudayaannya, sedangkan untuk kepentingan agama mengarah pada

spiritual yang identik dengan tradisi sepaket dengan makna serta nilai-nilai sakral

yang diarahkan pada Ilahi.

Pada sistem kebudayaan terdapat nilai-nilai kebudayaan yang berharga

untuk kehidupan masyarakat. Nilai budaya baik secara langsung maupun tidak,

dapat mempengaruhi dan mewarnai tindakan-tindakan masyarakat dan

menentukan karakteristik suatu lingkungan. Nilai budaya berkaitan tingkah laku

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

28

masyarakat yang menyangkut baik buruk kehidupan manusia. Bisa dikatakan

bahwa nilai budaya adalah pedoman dalam masyarakat.

Dengan demikian, realitas mitos Jawa diwujudkan melalui upacara ritual

dan berkaitan dengan kepercayaan. Masyarakat Jawa percaya bahwa mitos tidak

hanya cerita atau peristiwa yang tidak bermakana atau hanya memiliki nilai

negatif, akan tetapi mitos memiliki makna dan nilai positif yang sudah ada sejak

nenek moyang. Masyarakat Jawa percaya bahwa mitos bukan hanya tafsiran

belaka, melainkan harus mereka terapkan dan ulang kembali apa yang telah Tuhan

dan alam supranatural kerjakan.

2.6 Bentuk-bentuk Mitos

Mitos yang diperkuat dengan adanya masa lampau yang menyimpan banyak

kejadian menimbulkan adanya rasa penasaran dan menumbuhkan rasa ingin tahu

apa saja bentuk-bentuk yang ada dalam mitos. Menurut Nensilianti (2016: 504)

mengambil kutipan dari beberapa buku dan penelitian karya: Tromp (1966),

Dhavamony (1973), Mawene (2005), dan Rafiek (2008) yang sesuai dengan novel

Simple Miracle doa dan arwa karya Ayu Utami pengklasifikasian mitos lebih

dikategorikan sesuai dengan data dalam novel ke dalam lima golongan, yaitu 1)

mitos teogonik, 2) mitos supranatural, 3) mitos kelahiran, 4) mitos kematian, dan

5) mitos hari keramat.

1) Mitos Teogonik

Mitos teogonik atau mitos kepercayaan adalah penyembahan yang

menggambarkan kepercayaan atau keyakinan tokoh terhadap Tuhan yang

Mahatinggi dan Mahaagung yang menguasai seluruh alam. Menurut Sutiyono

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

29

(2013: 109-110) contoh kegiatan religius dalam masyarakat Jawa, khususnya

orang Jawa kejawen adalah puasa atau siam. Orang Jawa Kejawen mempunyai

kebiasaan berpuasa pada hari-hari tertentu misalnya senin-Kamis atau pada hari

lahir, semuanya itu merupakan asal mula dari tirakat. Dengan tirakat orang akan

menjadi lebih kuat rohaninya dan kelak akan mendapat manfaat.

Orang Jawa Kejawen menganggap bertapa adalah suatu hal yang cukup

penting. Dalam kesusastraan kuno orang Jawa, orang yang berabad-abad bertapa

dianggap sebagai orang keramat karena dengan bertapa orang dapat menjalankan

kehidupan yang ketat ini dengan disiplin tinggi serta mampu menahan hawa nafsu

sehingga tujuan-tujuan yang penting dapat tercapai. Kegiatan orang Jawa

Kejawen yang lainnya adalah meditasi atau semedi. Menurut Koentjaningrat,

meditasi atau semedi biasanya dilakukan bersama-sama dengan tapabrata

(bertapa) dan dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap keramat misalnya di

gunung, makam keramat, ruang yang dikeramatkan dan sebagainya. Pada

umumnya orang melakukan meditasi adalah untuk mendekatkan atau menyatukan

diri dengan Tuhan.

Menurut Suseno (dalam Amin, 2000: 65-66) menegaskan bahwa apa yang

dimaksud dengan pandangan dunia Jawa ialah pandangan secara keseluruhan

semua keyakinan deskriptif tentang realita kehidupan yang dialami oleh manusia,

sangat bermakna, dan diperoleh dari berbagai pengalaman. Selain itu juga

pandangan dunia Jawa adalah realitasnya yang tidak dibagi-bagi dalam berbagai

bidang yang terpisah-pisah dan tanpa ada hubungan satu sama lain, melainkan

dipandang sebagai satu kesatuan. Sebab pada hakikatnya orang jawa tidak pernah

membeda-bedakan antara sikap religius dan bukan religius, menganggap interaksi

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

30

sosial sekaligus merupakan sikap terhadap alam, dan sebaliknya sikap terhadap

alam mempunyai relevansi sosial

Keyakinan deskriptif orang jawa sangat terasa bila dikaitkan dengan

keyakinan pencapaian ketenangan batin, pandangan dunia yang semakin

harmonis, cocok, dan sreg. Jadi bila kita membicarakan masalah pandangan dunia

Jawa, tidak akan menjumpai orang yang hanya membicarakan agama dan mitos

saja, tetapi juga terkait secara kental membicarakan fenomena kehidupan yang

lain, termasuk sarana menghadapi masalah-masalah kehidupan (menanam padi,

panen, keluarga, budaya, seni, mistik, dan doa selamatan).

2) Mitos Supranaturalistik

Mitos supranaturalistik adalah mitos yang berisi kesaktian tokoh dan

keluarga yang kuat, kebal, bisa terbang, mempunyai indra keenam. Kemampuan

ini biasanya didapatkan dengan melakukan tirakat. Tirakat bisa diartikan sebagai

upaya untuk menahan nafsu, mengasingkan diri ke tempat sunyi, upaya batiniah

dengan cara-cara tertentu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan agar

keinginannya terkabul (Bayuadhy, 2015:13). Beberapa cara saat rirakat: puasa,

menyepi, menahan diri untuk makan, minum, melakukan tindakan buruk, dan

mengasingkan diri ke tempat sepi untuk bertapa atau bersemedi ((Bayuadhy,

2015:73)

Etika Jawa bertolak dari pengandaian-pengandaian pandangan dunia yang

berbeda. Bagi orang Jawa tidak ada bidang eksistensi manusiawi yang ditentukan

semata-mata oleh hukum obyektif yang dapat diperhitungkan, melainkan orang

Jawa akan menemukan diri dalam suatu dunia yang selalu dipengaruhi oleh

kekuatan halus (angker), di luar perhitungan manusia. Dari contoh di atas

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

31

mestinya tidak masuk akal untuk bertindak menurut norma moral yang mutlak,

artinya menurut norma yang menuntut suatu kehendak tertentu. Norma-norma

tersebut dapat masuk akal bila ada kemungkinan betul-betul mencapai hasil-hasil

yang dikehendaki dalam dunia. Misalnya prinsip-prinsip moral bahwa manusia

hendaknya selalu bertindak adil, setia, dan suka membantu (Amin, 2000:77).

Akan tetapi dalam novel Simple Miracle: Doa dan Arwa karya Ayu Utami

kemampuan supranaturalistik hadir dengan sendirinya tanpa melalui semedi

ataupun tirakat. Kemampuan itu melekat pada keponakan tokoh Aku yang sudah

mampu melihat roh halus sejak masih kecil. Menurut Haq (2011: 4). Ciri

masyarakat jawa adalah bahwa mereka merupakan masyarakat yang begitu

percaya terhadap sesuatu “kekuatan” di luar alam yang mengaratsi mereka.

Mereka percaya pada suatu hal di balik penampakan fisik yang mereka lihat.

Itulah sebabnya mengapa masyarakat jawa percaya adanya roh, dan hal-hal

spiritual

3) Mitos Kelahiran

Mitos kelahiran adalah mitos yang berisi tentang kehidupan yang diawali

dengan kelahiran. Kelahiran yang membawa saudara gaib meniriginya untuk

menemani hingga anak bisa melihat dan memahami orang sekitarnya. Orang Jawa

memiliki kepercayaan bahwa manusia lahir membawa saudara gaibnya. Hal itu

sejalan dengan pemikiran Endraswara (2014: 54) yang menganggap bahwa pada

kosmis manusia Jawa mempercayai adanya kiblat terkait dengan perjalanan hidup

manusia yang hidupnya selalu ditemani juga oleh kadang papat lima pancer

Kadang papat, yaitu kawah, getih, puser, dan adhi ari-ari. Sedangkan pancer

(ego, atau manusia itu sendiri).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

32

Letak kadang papat sejalan dengan arah kiblat manusia Jawa. Kawah

berwarna putih,berada di sebelah timur ini yang mengawali kelahiran, dia

pembuka jalan. Getih, berwarna merah di sebelah selatan, puser berwarna hitam

di sebelah barat, dan adhi ari-ari berwarna kuning berada di arah utara.

Sedangkan yang berada di tengah adalah pancer. Adanya mitos kelahiran

memberikan pemahaman baru bahwa manusia seharusnya saling menghormati.

Ada makhluk dan ada perjuangan besar yang datang bersama kelahiran. Oleh

karena itu, sudah seharusnya memunculkan kepedulian dan menghargai kepada

semua makhluk meskipun tidak terlihat.

4) Mitos Kematian

Mitos kematian adalah mitos yang berisi tentang kematian manusia dan

adanya proses yang harus diperingati. Sejalan dengan pemikiran Purwadi dan

Dwiyanto (2006: 454) yang mengatakan bahwa dalam ilmu kejawen perisitwa

hidup yang sudah dikenal sejak lama adalah “Sangkan Paraning Dumadi’, yaitu

suatu pandangan hidup mayarakat Jawa asli mengenai asal perkembangan dan

tujuan hidunp pada umumnya Pada konsep mitos kelahiran Orang Jawa percaya

bahwa manusia lahir membawa saudara halus yang perlu dihormati, maka pada

mitos kematian kepercayaan orang Jawa beranggapan bahwa arwah orang yang

mati juga perlu dihormati dan didoakan.

Menurut Sukatman (2009: 74-75) Peristiwa kematian disebut “Nggulung”.

Dalam peristiwa “nggulung” (kematian) terjadi proses pengguguran jasad yang

memiliki tujuh tahapan. Proses perjalanan arwah kembali ke Tuhan dalam tujuh

tahapan tersebut dalam adat Jawa diterjemahkan dalam acara selametan

mendoakan arwah orang yang meninggal, yaitu (1) selamatan satu hari, (2)

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

33

selamatan 3 hari, (3) selametan tujuh hari, (4) selamatan 40 hari, (5) selamatan

seratus hari, (6) selamatan satu tahun (pendhak), dan (7) selamatan seribu hari.

Makna selamatan tersebut adalah mendoakan arwah dalam proses “nggulung”

sebanyak tujuh tahapan. Mulai saat jasad kasar dan halus manusia digugurkan

lewat kematian sampai roh bertemu Tuhan dalam singgahsana alam ghaib. Pada

tahapan ke tujuh ditandai dengan selamatan seribu hari yang merupakan

selamatan penghabisan. Pada tahap itulah yang dimaksud bahwa kehidupan

manusia di dunia hanya sementara dan semu, karena sebenarnya dunia hanyalah

gambara ilmu Tuhan.

5) Mitos Hari Keramat

Mitos hari keramat adalah jenis mitos yang menggambarkan tentang

kepercayaan oran Jawa tentang peringatan hari akan kehadiran makhluk halus

atau roh yang dipercaya membawa pesan tersendiri. Pada mitos hari keramat

biasanya dilakukan slametan yang dilakukan hari tertentu sebagai upacaya untuk

memberikan sesaji kepada roh halus.

Kepercayaan pada hari tertentu ini begitu kuat karena orang Jawa percaya

bahwa manusia terkepung dengan kekuatan gaib di sekelilingnya. Hal itu sejalan

dengan pedapat Peursen (dalam Siswanto, 2013: 48) mengemukakan tiga tahapan

sikap manusia terhadap alam: mistis, ontologis, dan fungsional. Tahap mistis ialah

sikap manusia yang merasa dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan ghaib

sekelilingnya, yaitu kekuasaan dewa, alam raya, atau kesuburan. Tahap ontologis

adalah sikap manusia yang tidak lagi hidup dalam kepungan kekuasaan mistis,

melainkan secara bebas ingin meneliti secara ikhwal, untuk menyusun ajaran atau

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

34

teori. Tahap fungsional adalah sikap dan alam pikiran yang makin tampak dalam

manusia modern. Tahap ini lebih mementingkan relasi, bukan distansi.

Orang Jawa lebih banyak pada tahap mistis yang merasa bahwa dirinya

terkepung oleh makhluk dan segala hal yang gaib, oleh karena itu pentingnya

diadakan peringatan atau upacara pada hari tertentu agar tidak ada yang

mengganggu kenyamanan hidupnya, meski beberapa orang Jawa saat ini sudah

mampu berpikiran modern.

Kelima bentuk mitos tersebut sekaligus sebagai pembatas ruang lingkup

penelitian ini. Menurut Mulder (1998: 22) kesatuan eksistensi kejawen berprinsip

pada Tuhan, rasa, tatanan, dan slametan. Dalam pemikiran Jawa, rasa sering kali

dipertentangkan dengan rasio atau akal. Akan tetapi dalam pandangan kejawen

pengetahuan yang sebenarnya berifat gaib. Oleh karena itu, ajaran-ajaran Jawa

penuh dengan simbolik dan ilmu rahasia yang penuh dengan angan dan renungan.

Melalui ajaran Jawa juga dapat menumbuhkan kebijaksanaan. Adanya tatanan

dalam kehidupan orang Jawa juga mengatur bahwa setiap orang memiliki

kewajiban moral untuk menghormati tata kehidupan.

Hal itu sejalan dengan pemikiran Suseno (2003: 86) yang menganggap

bahwa bagi orang Jawa alam empiris berhubungan dengan alam mempiris (alam

gaib), mereka saling meresapi. Manusia hidup berdampingan dengan makhluk

lain yang gaib, oleh karena itu untuk menunjukkan rasa saling menghormati dan

penjagaan diri dengan melakukan ritual di hari tertentu. Selain itu orang Jawa juga

mengaggap bahwa makhluk gaib bisa mempengaruhi atau membahayakan

keamanan hidup manusia, oleh karena itu diadakan ritual guna menghindari

ancaman tersebut.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

35

2.7 Fungsi Mitos Jawa

Peursen (dalam Ratri, 2010: 22-23) menjelaskan bahwa mitos adalah sebuah

cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang.

Cerita itu dapat dituturkan tetapi juga dapat diungkapkan lewat tari-tarian atau

pementasan wayang misalnya. Melaui mitos manusia dapat turut serta mengambil

bagian dari kejadian-kejadian sekitarnya, dapat menanggapi daya-daya kekuatan

alam. Fungsi mitos menurut Van Peursen (dalam Ratri, 2010: 23) yaitu sebagai

berikut.

1) Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos itu

tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan itu, tetapi

membantu manusia agar dapat mengahayati daya-daya itu sebagai suatu

kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya.

2) Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Pada musim semi misalnya pada

ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng. Namun juga dapat

diperagakan dalam tarian, bagaimana jaman dulu para dewa mulai menggarap

sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah. Cerita itu seolah-olah

mementaskan kembali peristiwa yang dulu pernah terjadi. Dengan demikian,

dijamin keberhasilan usaha serupa dewasa ini.

3) Mitos memberikan pengertian tentang dunia. Artinya fungsi ini mirip dengan

fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran modern, misalnya

cerita-cerita terjadinya langit dan bumi. (Peursen 1988:37).

Dari penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mitos merupakan

sebuah tradisi yang menjadi pedoman dan diyakini dalam masyarakat. Mengingat

ketiga fungsi mitos tersebut juga sangat berpengaruh dalam masyarakat, tentu

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

36

keberadaan mitos merupakan sesuatu yang penting yang dapat menjadi pelajaran

dalam masyarakat.

Kepercayaan yang sudah mendarah daging pada masyarakat menimbulkan

kepuasan tersendiri jika tetap tumbuh dan dilestarikan serta tanggung jawab

terhadap apa yang menjadi kepercayaan itu. Kepercayaan masyarakat yang sering

kali dianggap sebagai takhayul, akan tetapi tanpa dipungkiri sering pula dijumpai

dan “betul-betul terjadi”. Kepercayaan seperti itu menjadi nyata karena orang

terlalu mempercayainya atau adanya faktor kebentulan yang dihubungkan dengan

kepercayaan.

Sukatman (2009: 38) mengemukakan bahwa kepercayaan masyarakat bukan

tumbuh begitu saja, namun juga memiliki tujuh jenis struktur yang menjadikannya

memiliki fungsi dan makna, yaitu (1) petanda + akibat negatif, (2) petanda +

pantangan + akibat, (3) penanda+ akibat negatif + penetral, (4) penanda + akibat

tidak tentu, (5) penanda + akibat positif, (6) petanda + fungsi positif, (7) penanda

simbolik + deskripsi makna simbolik. Akan tetapi, dalam novel Simple Miracles :

doa dan arwah makna mitos hanya pada petanda yang menghasilkan akibat

positif.

1) Pertanda + Akibat Positif

Ungkapan kepercayaan dengan struktur pertanda + akibat positif. Jika

biasanya kepercayaan itu hanya memiliki dampak negatif, maka pada strukur ini

memiliki akibat positif dan menyenangkan. Adapun contohnya seperti di bawah

ini.

(1) Yen jaka oleh randha bisa nyuwuk wong lara untu. (kalau perjaka

mendapatkan istri janda, bisa mengobati orang sakit gigi)

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

37

(2) Yen budhal dagang menyang pasar wengi-wengi diwedeni memedi,

dagangane bakal laris. (Kalau pedagang berangkat berjualan ke pasar pada

malam hari ketemu hantu, dagangannya akan laris)

2) Pertanda + Fungsi Positif

Ungkapan kepercayaan ini berbeda dengan jenis sebelumnya. Fungsi positif

ini berfungsi untuk menjelaskan fungsi petanda yang ada pada ungkapan tersebut,

dan biasanya fungsi tersebut mengarah pada fungsi positif. Adapun contohnya

sebagai berikut.

(1) Sapa isa nemu galihe kankung kena kanggo jimat. (Barang siapa bisa

menemukan terasnya kayu kangkung, bisa dijadikan jimat)

(2) Yen nganggo sandhangan kewalik, petandha arep oleh rejeki. (Jika memakai

pakaian kebalik, itu petanda yang akan mendapat rejeki)

Sejalan dengan pendapat Peursen, Joseph Campbell (dalam Mufiani, 2010:

31) membagi mitos menjadi empat fungsi yaitu:

1) Fungsi Mistik

Fungsi mistik yaitu menyadari betapa menakjubkannya alam semesta dan

manusia. Mitos membuka dimensi misteri. Pada masyarakat Jawa fungsi mistis

lebih mengarah pada alam dan firasat. Hal itu sejalan dengan pendapat Sukatman

(2009: 54) yang menganggap bahwa firasat atau isyarat alam sering dikaitkan

dengan tanda-tanda misalnya kedutan, bunyi burung hantu waktu malam atau

mimpi kejatuhan bintang

Sukatman memberi contoh ungkapan dalam bahasa Jawa tentang adanya

kepercayaan rakyat atau masyarakat yang sesuai dengan isyarat alam atau firasat.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

38

(1) Yen wayah bengi krungu suarane manuk, kolik/tuwu, penanda ana maling

nyedak omah. (kalau malam hari mendengar suara burung hantu, petanda ada

pencuri mendekat)

(2) Yen ketiban cecak, petandha arep oleh rejeki (jika kejatuhan cicak, itu

tandanya akan mendapat rejeki)

2) Fungsi Kosmologi

Fungsi kosmologi yaitu menunjukkan seperti apa alam semesta. Menurut

Sukatman (2009: 51) kepercayaan Jawa tentang mitos kosmologi atau kosmis ini

terkait dengan gejala alam seperti, gempa bumi, bintang berekor, komet, pelangi,

gerhana bulan, dan petir bukan sekedar gejala yang sesuai dengan penjelasan ilmu

pengetahuan tetapi memiliki penjelasan tersendiri yang umumnya bersifat mitos.

Misalnya, adanya gempa bumi bukanlah gejala alam karena gunung meletus,

melainkan ada naga raksasa yang mendukung bumi dan naga itu sedang

menggerakkan ekornya, gerakkan itu dengan maksud apakah masih ada manusia

di bumi atau tidak ada. Sukatman juga memberikan contoh ungkapan dalam

bahasa Jawa yang menguatkan pendapatnya seperti di bawah ini.

(1) Yen ana lindhu iku mergane naga gedhe sing ana njero bumi ngobahake

buntute kanggo ndeleng apa isih ana manungsa sing ana bumi sing urip.

(Jika ada gempa bumi itu karena naga besar yang ada di dalam bumi

menggerakkan ekornya untuk melihat masih ada atau tidak manusia di bumi)

(2) Yen anan gerhana rembulan, kothekana lesung, supaya reseksa sing nguntal

mbulan njoget banjur lali ora sido ngutal rembulan. (Jika ada gerhana bulan,

bunyikan lesung agar raksasa yang akan menelan bulan lupa dan tidak jadi

menelan bulan)

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

39

(3) Yen ono kluwung iku ana midadari sing arep mudhun teko langit. (jika ada

pelangi itu berarti ada bidadari yang akan turun dari langit)

(4) Yen ana lintang kemukus, iku pratandha yen arep ana gara-gara. (jika ada

bintang berekor, itu pertanda akan ada tragedi sosial yang besar) (2009: 53)

3) Fungsi Sosiologis

Fungsi sosiologis, yaitu mendukung dan mensahkan tatanan sosial

tertentu. Pada fungsi sosiologis masyarakat pada umumnya memiliki kepercayaan

terhadap mitos dan membawa makna tersediri. Hal itu sejalan dengan pemikiran

Sukatman (2009: 54) bahwa fungsi dari kepercayaan rakyat Jawa adalah untuk (1)

menahan kantuk ketika sedang begadang atau hajatan (“cegah lek” atau menahan

rasa kantuk), (2) melestarikan ajaran dan paham yang diwariskan oleh nenek

moyang untuk dipegang teguh, (3) menggiring pemikiran dan perasaan generasi

muda agar sejalan dengan generasi tua, (4) bahan lelucon, (5) menebar isu dan

mengacau ketenangan masyarakat.

4) Fungsi Pendidikan atau Pedagogis

Fungsi pendidikan, yaitu mengajarkan manusia tentang bagaimana cara

manusia agar tetap hidup dalam kondisi dan keadaan seperti apapun. Menurut

Endraswara (2013: 216) berpendapat bahwa agar manusia tetap hidup dan

mengharagi kehidupan hendaknya memiliki rasa hormat kepada sesama, baik

dalam bertuur dan bertindak, dan tanggung jawab. Biasanya pada fungsi

pendidikan mitos dihadirkan melalui peribahasa.

Hal itu sejalan dengan pendapat Sukatman (2009: 83) yang menjelaskan

bahwa peribahasa dalam budaya Jawa memiliki nilai dan fungsi yang dekat

dengan kehidupan manusia, karena melalui peribahasa manusia akan mempelajari

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA Noveleprints.umm.ac.id/38823/3/BAB II.pdf · Pada esksistensi budaya Jawa atau kejawen, selain mengarah pada religi atau ketuhanan, juga berkaitan dengan dunia

40

tentang kerealistisan hidup, kesederhanan hidup, kejujuran, kesembadaan hidup,

teguh pendirian dan memiliki kewaspadaan hidup yang tinggi.