BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

13
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Mulyono Abdulrahman. 1999). Sedangkan menurut W.S Winkel, (1999) hasil belajar adalah perubahan sikap atau tingkah laku anak melalui proses belajar. Dimyati dan Mudjiono (2006:3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan Tabrani Rusyan (2000:65) menyatakan hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat. Menurut Juliah dan Hamalik (Jihad A dan Haris A, 2008: 15), hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan. Dari pendapat tersebut hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran. Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Syuaeb Kurdi dan Abdul Aziz (2006:27) hasil belajar merupakan perubahan perilaku baik peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap, maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran. Gagne mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar, yakni verbal information, intelektual skill, cognitive strategy, attitude dan motor skill (Nana Sudjana, 2000:28). Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ranah ini terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Enam aspek pada ranah ini yakni, gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif. Hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan atau kapasitas yang dimiliki seseorang, Nana Saudih Sukmadinata (2003:102). Penguasaan hasil belajar dari seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun keterampilan motorik. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Mulyono Abdulrahman. 1999). Sedangkan menurut W.S Winkel, (1999) hasil belajar adalah perubahan sikap atau tingkah laku anak melalui proses belajar.

Dimyati dan Mudjiono (2006:3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan Tabrani Rusyan (2000:65) menyatakan hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat. Menurut Juliah dan Hamalik (Jihad A dan Haris A, 2008: 15), hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan. Dari pendapat tersebut hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran.

Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Syuaeb Kurdi dan Abdul Aziz (2006:27) hasil belajar merupakan perubahan perilaku baik peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap, maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran. Gagne mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar, yakni verbal information, intelektual skill, cognitive strategy, attitude dan motor skill (Nana Sudjana, 2000:28). Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ranah ini terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Enam aspek pada ranah ini yakni, gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.

Hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan atau kapasitas yang dimiliki seseorang, Nana Saudih Sukmadinata (2003:102). Penguasaan hasil belajar dari seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun keterampilan motorik. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

6

siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik, dan psikis (Susianha.2009). Dimyati dan Mudjiono (1999) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi pembimbing. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi pembimbing, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Oemar Hamalik, 2006).

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, dapat simpulkan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan prilaku yang cenderung menetap baik dilihat dari unsur segi kognotif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu, yang dihasilkan dari usaha yang dilakukan dengan cara latihan dan pengalaman belajar. Untuk memperoleh hasil belajar, diperlukan penilaian atau dilakukan evaluasi pada siswa yang merupakn tindak lanjut atau cara yang dilakukan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilakukannya, sehingga dengan evaluasi pendidik juga dapat mengukur tentang perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran. Jadi penilaian atau evaluasi hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil–hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu, (Samsul Hadi dan Rukiyah. 2009).

2. Ranah Hasil Belajar

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (Hamzah, 2007) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

7

a. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

c. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor

dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Slameto (2003:54-72) beberapa faktor yang mempengaruhi belajar adalah : a. Faktor-faktor Internal

1) Jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh). 2) Psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, kesiapan). 3) Kelelahan.

b. Faktor-faktor Eksternal 1) Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan).

2) Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah).

3) Masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

B. Hasil Belajar Matematika Pada hakekatnya matematika adalah kependidikan yang berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan daya nalar serta pembinaan kepribadian siswa dan adanya kebutuhan yang nyata berupa tuntunan perkembangan riel dari kepentingan hidup masa kini dan masa mendatang yang senantiasa berorientasi pada perkembangan pengetahuan seiring dengan kemajuan ilmu dan tehnologi. Belajar yaitu proses kegiatan yang berkesinambungan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku karena pengaruh hasil

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

8

dan pengalaman yang diperoleh. Jadi belajar diarahkan untuk membangun kemampuan berfikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran.

Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Apabila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.

Hasil belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif yang “respons” hasil pengukurannya tergolong pendapat (judgment), yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah (Suryabrata, 2000:19). Sedangkan Soedijarto (1993: 49) menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Hasil belajar yang dimaksud disini adalah hasil belajar yang dilihat dari skolastik maupun non skolastik. Skolastik merupakan hasil belajar yang dicapai siswa secara kuantitatif, berarti hasil belajar yang berupa skolastik dapat dimaknai sebagai prestasi yang dicapai siswa setelah pembelajaran. Non skolastik merupakan hasil belajar yang ditunjukkan dari perubahan perilaku siswa, berarti hasil belajar yang berupa non skolastik dapat dimaknai sebagai perubahan motivasi belajar ke arah yang lebih baik.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat diinterpretasikan bahwa hasil belajar matematika adalah suatu kinerja yang diindikasikan sebagai suatu kemampuan pemahaman matematika yang bersifat menetap atau konstan dimana kemampuan tersebut diperoleh setelah memulai proses belajar matematika.

C. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

1. Sejarah Pembelajaran Matematika Realistik Pada tahun 1973, Prof. Hans Freudenthal memperkenalkan suatu

model baru dalam pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal dengan nama RME (Realistic Mathematics Education) yang di Indonesia di istilahkan dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Hans Freudenthal adalah warga Jeman yang lahir pada tahun 1905 di Luckenwalde. Pada tahun 1930, dia pindah ke Amsterdam, Netherlands dan pada tahun 1946 beliau menjadi profesor di Universitet Utrecht. Pada tahun 1971, Freudenthal mendirikan Instituut Ontwikkeling Wiskunde Onderwijs (IOWO) atau Institut for Development of Mathematics Education, yang sekarang lebih dikenal dengan nama Freudenthal Institut. Freudenthal Institut adalah bagian dari Faculty of Mathematics and Computer Science di Utrecth University, yang merupakan tempat pelaksanaan research tentang pendidikan matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal meninggal pada usia 85 tahun tepatnya tanggal 13 Oktober 1990.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

9

Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82) mengungkapkan Realistic mathematics education is rooted in Freudenthal’s interpretation of mathematics as an activity. Ungkapan Gravemeijer di atas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer (1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi. Terkait dengan konsep pembelajaran matematika realistik di atas Gravemeijer (1994: 91) menyatakan Mathematics is viewed as an activity, a way of working. Learning mathematics means doing mathematics, of which solving everyday life problem is an essential part. Gravemeijer menjelaskan bahwa dengan memandang matematika sebagai suatu aktivitas maka belajar matematika berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan masalah hidup sehari-hari merupakan bagian penting dalam pembelajaran.

Konsep lain dari pembelajaran matematika realistik dikemukakan Treffers (dalam Fauzan, 2002: 33 – 34) dalam pernyataan berikut ini The key idea of RME is that children should be given the opportunity to reinvent mathematics under the guidance of an adult (teacher). In addition, the formal mathematical knowledge can be developed from children’s informal knowledge. Ungkapan Treffers menjelaskan ide kunci dari pembelajaran matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa (guru). Selain itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan (ditemukan kembali) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa. Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara pandang terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang dimilikinya. Dalam pandangan ini matematika disajikan bukan sebagai barang “jadi” yang dapat dipindahkan oleh guru ke dalam pikiran siswa. Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini Horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbol, while vertical mathematization means moving within the world of symbol. Pernyataan di atas menjelaskan bahwa

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

10

matematisasi horisontal menyangkut proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.

2. Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik

Realistik adalah pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan aktifitas matematisasi horizontal (Zulkardi, 2003; 2). Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut Kemudian, dengan menggunakan matematisasi vertikal siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.

Pembelajaran matematika realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia, maksudnya kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata (Sudharta, 2004).

Zulkardi (2001), mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

11

sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun kelompok.

PMR berdasarkan ide bahwa mathematics as human activity dan mathematics must be connected to reality, sehingga pembelajaran matematika diharapkan bertolak dari masalah-masalah kontekstual. Teori ini telah diadopsi dan diadaptasi oleh banyak negara maju seperti Inggris, Jerman, Denmark, Spanyol, Portugal, Afrika Selatan, Brazil, USA dan Jepang. Salah satu hasil positif yang dicapai oleh Belanda dan negara-negara tersebut bahwa prestasi siswa meningkat, baik secara nasional maupun internasional.

Dua pandangan penting Freudenthal (dalam Hartono) tentang PMR adalah:

a. Mathematics as human activity, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam matematika.

b. Mathematics must be connected to reality, sehingga matematika harus dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari.

Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar (Hartono).

PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut : a. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide

matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya. b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk

pengetahuan itu untuk dirinya sendiri. c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan

yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.

d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.

e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

Pada pembelajaran matematika ada dua komponen matematisasi penting, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Pendekatan realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah horizontal. Matematisasi horizontal menunjuk pada proses transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari kebahasa matematika. Matematisasi vertikal adalah proses dalam matematika itu sendiri. Bagian dari matematisasi horizontal

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

12

mencakup tiga tahap yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Tiga tahap itu menurut Bruner yaitu :

a. Tahap Enaktif Pada tahap ini anak terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek.

b. Tahap Ikonik Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.

c. Tahap Simbolik Pada tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terkait dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa keterangan terhadap objek riil (Suherman,dkk.,2003:44).

Pembuktian dalam matematika merupakan bagian dari matematisasi vertikal. Kedua jenis matematisasi memiliki nilai yang sama dalam pendekatan Matematika Realistik, dalam hal ini digambarkan bahwa: Pengembangan Matematika Realistik didasarkan pada pandangan Freudenthal terhadap matematika yaitu sebagai berikut: (1) Matematika harus dikaitkan dengan hal yang nyata bagi murid. (2) Matematika harus dipandang sebagai suatu aktivitas manusia.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika realistik di atas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu membangun interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan lingkungannya. Asikin (2001: 3) berpandangan bahwa guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya melalui presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas. Negosiasi dan evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor belajar yang penting dalam pembelajaran konstruktif ini.

Implikasi dari adanya aspek sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas belajar siswa tersebut maka guru perlu menentukan metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tersebut. Salah satu metode mengajar yang dapat memenuhi tujuan tersebut adalah memasukkan kegiatan diskusi dalam pembelajaran siswa. Aktivitas diskusi dipandang mampu mendorong dan melancarkan interaksi antara anggota kelas. Menurut Kemp (1994: 169) diskusi adalah bentuk pengajaran tatap muka yang paling umum digunakan untuk saling tukar informasi, pikiran dan pendapat. Lebih dari itu dalam sebuah diskusi proses belajar yang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

13

berlangsung tidak hanya kegiatan yang bersifat mengingat informasi belaka, namun juga memungkinkan proses berfikir secara analisis, sintesis dan evaluasi. Selanjutnya perlu pula ditentukan bentuk diskusi yang hendak dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi kelas yang ada. Karena pembelajaran dalam rangka penelitian ini dilaksanakan dalam sebuah kelas yang pada umumnya beranggotakan 40 sampai 44 siswa dengan penempatan siswa yang sulit untuk membentuk kelompok diskusi besar, maka interaksi antar siswa dimunculkan melalui diskusi kelompok kecil secara berpasangan selain diskusi kelas.

Mendasarkan pada kondisi kelas seperti uraian di atas serta beberapa karakteristik dan prinsip pembelajaran matematika realistik, maka langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri atas: a. Memahami masalah kontekstual

Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah itu terlebih dahulu. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat pada penyajian masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran siswa.

b. Menjelaskan masalah kontekstual Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan

memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Sedangkan prinsip guided reinvention setidaknya telah muncul ketika guru mencoba memberi arah kepada siswa dalam memahami masalah.

c. Menyelesaikan masalah kontekstual Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah

kontekstual secara individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berfikir menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya. Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya (scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Pada tahap ini , dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat dimunculkan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

14

adalah guided reinvention and progressive mathematizing dan self-developed models. Sedangkan karakteristik yang dapat dimunculkan adalah penggunaan model. Dalam menyelesaikan masalah siswa mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut.

d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Diskusi ini adalah wahana bagi sepasang siswa mendiskusikan jawaban masing-masing. Dari diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati oleh kedua siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap ini guru menunjuk atau memberikan kesempatan kepada pasangan siswa untuk mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke muka kelas dan mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul di muka kelas. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga antara guru dengan siswa. Dalam diskusi ini kontribusi siswa berguna dalam pemecahan masalah.

e. Menyimpulkan Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik

kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul adalah interaktif serta menggunakan kontribusi siswa.

Keunggulan Pendekatan Matematika Realistik adalah sebagai berikut: a. Siswa membangun sendiri pengetahuannya sehingga siswa tidak

mudah lupa dengan pengetahuannya. b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena

menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat jenuh untuk belajar matematika.

c. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa ada nilainya.

d. Memupuk kerja sama dalam kelompok. e. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya. f. Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan

pendapat. g. Pendidikan budi pekerti, misalnya: saling kerja sama dan

menghormati teman yang sedang berbicara.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

15

D. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Menurut Sri

Subarinah (2007) dalam penelitianya yang berjudul model pembelajaran matematika realistik untuk meningkatkan hasil belajar Sekolah Dasar, bahwa pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.

Aspupah (2010) dengan judul meningkatkan hasil belajar matematika melalui pendekatan PMRI kelas V SDN Parasrejo Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan. Kesimpulan dari makalah ini adalah (1) hasil observasi aktivitas guru siklus I dengan persentase 90,3 % yang mempunyai kategori sangat baik, dan siklus II dengan persentase 94,6 % yang mempunyai kategori sangat baik sehingga terjadi peningkatan aktivitas guru sebesar 4,3 %, (2) hasil observasi aktivitas siswa siklus I dengan persentase 84,7 % yang mempunyai kategori baik, dan siklus II dengan persentase 84,7 % yang mempunyai kategori sangat baik sehingga terjadi peningkatan aktivitas siswa sebesar 5,1 %, (3) kemampuan pemecahan masalah siswa meningkat, karena itu dapat disimpulkan bahwa dengan Pembelajaran Matematika Realistik kemampuan pemecahan masalah siswa kelas V SDN Parasrejo I Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan mengalami peningkatan.

Herawati Sholekhah (2010) dengan judul meningkatkan hasil belajar matematika dengan pendidikan matematika realistik indonesia Kelas II SD 3 Bantul. Kesimpulan dari makalah ini yaitu (a) PMRI dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata tes hasil belajar siswa pada siklus I adalah 71.96 dan pada siklus II adalah 81.83, sehingga selisihnya adalah 9.87. banyaknya siswa yang meningkat hasil belajarnya dari siklus I ke siklus II adalah 20 siswa atau 80%. Banyaknya siswa yang tuntas belajar pada siklus I adalah 25 siswa dari 28 siswa atau 89.29%, sedangkan pada siklus II adalah 26 siswa dari 29 siswa atau 89.65%. (b) kendala-kendala yang dihadapi dengan menggunakan PMRI adalah penggunaan (1) konteks nyata sebagai starting point, beberapa siswa belum dapat mengukur ubin, (2) penggunaan model-model yang didemonstrasikan oleh siswa baik individu maupun kelompok, terdapat beberapa siswa yang belum dapat membedakan antara bangun persegi dan bangun belah ketupat (3) terdapatnya produksi dan konstruksi siswa yang berupa ide secara lisan maupun tulisan, beberapa siswa masih malu mengungkapkan ide secara lisan, (4) interaksi berupa komunikasi antara siswa dengan peneliti dan antarsiswa, interaksi antarsiswa sering menimbulkan kegaduhan yang mengganggu proses belajar mengajar, (5) keterkaitan antara materi dengan pokok bahasan lain dalam matematika hanya materi pengukuran.

Rahmad Ramelan Setia Budi (2008) dengan judul penerapan pendidikan matematika realistik indonesia melalui penggunaan alat peraga praktik miniatur tandon air terhadap hasil belajar siswa di kelas X SMA Negeri 3 Kota Manna. Kesimpulan dari jurnal ini bahwa Hasil belajar

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

16

matematika siswa di kelas kontrol menunjukkan: ketuntasan belajar individual 20 orang, ketuntasan belajar klasikal 62,5 % dan rata-rata kelas 64,8 sedangkan hasil belajar matematika di kelas eksperimen menunjukkan: ketuntasan belajar individual 28 orang, ketuntasan belajar klasikal 87,5% dan rata-rata kelas 75,3. Penerapan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia melalui penggunaan alat peraga praktik miniatur tandon air terbukti lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika bila dibandingkan dengan alat peraga charta rangkaian listrik seri dan paralel.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1855/3/T1_202006047_BAB II.pdf · merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa

17

E. Kerangka Berpikir

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian teori di atas dapat dirumuskan hipotesis Penelitian sebagai berikut: Pembelajaran matematika realistik (PMR) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI-A SMK PGRI 2 Salatiga pada pokok bahasan Barisan dan Deret semester I tahun pelajaran 2011/2012, sesuai dengan KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 70 dan rata-rata kelas untuk hasil belajar pada barisan dan deret lebih besar sama dengan 75%.

KONDISI AWAL

TINDAKAN

KONDISI AKHIR

Pembelajaran dengan metode konvensional,

ceramah, tanya jawab, demonstrasi.

Nilai yang masih dibawah KKM yaitu 70 dan batas ketuntasan yang belum mencapai

75%

Menerapkan Pembelajaran

Matematika Realistik (PMR)

SIKLUS I

Pembelajaran Matematika Realistik

(PMR)

SIKLUS II

Pembelajaran Matematika Realistik

(PMR)

SIKLUS III

Pembelajaran Matematika Realistik

(PMR)

Diduga dengan menerapkan PMR

dapat meningkatkan hasil belajar siswa