BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

20
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein yang artinya mempelajari, namun di duga erat kaitannya dengan kata sangsekerta medha dan widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensi. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengaan idea, proses dan penalaran. Ruseffendi dalam Karso (2004:1.39) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsure-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Selanjutnya Karso (2004:1.39-1.40) mengungkapkan beberapa pendapat tentang matematika seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola pengorganisasian pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Ini berarti bahwa matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. 1.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD

2.1.1.1 Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein

yang artinya mempelajari, namun di duga erat kaitannya dengan kata sangsekerta

medha dan widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensi. Jadi,

berdasarkan asal katanya, maka matematika berarti ilmu pengetahuan yang

didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam

dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil

observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang

berhubungan dengaan idea, proses dan penalaran.

Ruseffendi dalam Karso (2004:1.39) menyatakan bahwa matematika itu

terorganisasikan dari unsure-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi,

aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan

kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu

deduktif.

Selanjutnya Karso (2004:1.39-1.40) mengungkapkan beberapa pendapat

tentang matematika seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan

bahwa matematika adalah pola pikir, pola pengorganisasian pembuktian yang

logik; matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan

dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih

berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu

pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada

didalamnya. Ini berarti bahwa matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep,

struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.

1.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

9

Matematika berasal dari bahasa latin mathein atau manthenein yang

berarti belajar atau hal yan dipelajari. Pembelajaran matematika yang diajarkan di

sekolah dasar merupakan matematika yang terdiri dari bagian matematika yang

dipilih untuk menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk

pribadi anak yang berpedoman pada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi. Manusia memerlukan matematika untuk memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari. Karena itu, matematika memegang peranan penting dalam

kehidupan.

Pada dasarnya tujuan pembelajaran matematika yang sesuai dengan

hakikat matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan peran teori-teori belajar

merupakan strategi terhadap pemahaman matematika. Dengan demikian

matematika diharapkan dapat dipahami secara wajar sesuai dengan kemampuan

anak. Tujuan akhir dari pelajaran matematika adalah pemahaman terhadap

konsep-konsep matematika yang relatif abstrak.

Objek pembelajaran dalam matematika adalah abstrak. Menurut teori

Piaget bahwa siswa usia SD belum bisa berfikir formal mereka berada pada

tingkat operasi konkret. Dengan demikian pembelajaran matematika di SD tak

bisa lepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan perkembangan intelektual

siswa yang masih konkret.

Pembelajaran matematika juga harus disesuaikan dengan tingkat

perkembangan siswa. pada teori Bruner(1988) menggambarkan perkembangan

anak-anak melalui tiga tahap, yaitu enactive, iconic, dan simbolic. Tahap enactive

adalah tahap saat anak belajar menggunakan objek secara langsung, tahap iconic

belajar dengan menggunakan gambaran dari objek-objek, dan tahap simbolic

merupakan tahapan memanipulasi symbol secara langsung dan tidak ada

kaitannya dengan objek-objek.

Siswa sekolah dasar umumnya berumur 6 atau 7 tahun hingga 13 tahun.

Pemikirana operasional konkret karena berpikir logiknya berdasarkan atas

manipulasi fisik dari objek-objek. Karena itu, dalam pembelajaran matematika

yang abstrak siswa SD membutuhkan alat bantu berupa media dan alat peraga

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

10

yang bersifat konkret. Pendekatan pembelajaran juga harus sesuai dengan materi

yang diajarkan.

Pada Permendiknas tahun 2006 tentang standar isi, disebutkan bahwa

pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai

berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep matematika secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minta dalam mempelajari

matematika.

1.1.1.3 Karakteristik Matematika di SD

Objek pembelajaran matematika abstrak namun siswa SD belum bisa

berfikir abstrak mereka berada pada tahap operasional kongkrit. Sehingga

diperllukan pemahaman memperhatikan sifst dan karakteristik pembelajaran di

SD. Berikut adalah karakteristik matematika di SD :

1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap) : Matematika dimulai

dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih sukar. Sehingga

pembelaajran matematika harus dimulai dari suatu hal yang kongkrit dan

berakhir ke yang abstrak.

2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral : Spiral maksudnya

adalah pembelajaran hari ini berkaitan dengan pembelajaran sebelumnya

dan sesudahnya begitu seterusnya. Sehingga setiap memperkenalkan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

11

konsep atau materi yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Materi yang

baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari siswa

sebelumnya sekaligus mengingatkan kembali. Karena materi sebelumnya

dapat menjadi prasyarat untuk memahami materi selanjutnya.

3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif :

Matematika merupakan ilmu deduktif namun melihat tahap

perkembangan mental siswa maka dalam pembelaajran matematika

digunakan pendekatan induktif.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi : Kebenaran

matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada

pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lain.

Kebenaran suatu pernyataan didasarkan kepada pernyataan-pernyataan

sebelumnya yang telah diterima kebenarannya.

5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna : Pembelajaran

matematika yang berfokus pada pengertian bukan hafalan. Dalam

pembelaajran bermakna konsep matematika ditemukan sendiri oleh siswa

melalui contoh-contoh secara induktif dan berdasarka pengalaman siswa

secara langsung. Tidak hanya menuntut siswa untuk menghafalkan

simbol-simbol dan rumus-rumus yang terdaapt dalam pembelajaran

matematika.

1.1.1.4 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD

Secara garis besar ruang lingkup pokok atau sub pokok pembahasan

matematika di SD meliputi lima point seperti yang tecantum di dalam

Permendiknas No 22 Tahun 2006, yaitu:

1. Unit aritmatika (berhitung) : Unit aritmatika dasar atau berhitung

mendapat porsi dan penekanan utama sebagian besar dari bahan kajian

di SD adalah berhitung yaitu bagian dari matematika.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

12

2. Unit pengantar aljabar : Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas

dari unti aritmatika dasar. Dengan dasar pemahaman tentang bilangan,

dilakukan perintisan pengenalan aljabar.

3. Unit geometri : Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar

dan bangun ruang.

4. Unit pengukuran : Pengukuran diperkenalkan sejak kelas I sampai kelas

VI dan diawali dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku

adapun konsep-konsep pengukuran yang dikenalkan mencakup

pengukuran panjang, keliling, luas, berat, volume, sudut, dan waktu

dengan satuan ukurannya.

5. Unit kajian data : Kajian data adalah pembahasan materi statistic secara

sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data,

menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta membaca data

yang telah disajikan dalam bentuk diagram.

Ruang lingkup pembelajaran Matematika dan tujuan pembelajaran

Matematika mempunyai hubungan dan saling mempengaruhi. Ruang lingkup

dalam mata pelajaran Matematika digunakan untuk tujuan pembelajaran, karena

tanpa adanya ruang lingkup dan tujuan pembelajaran maka dalam proses

pembelajaran tidak akan sikron. Untuk memperjelas ruang lingkup pada mata

pelajaran matematika kemudian pemerintahan menetapkan Standar Kompetensi

(SK) dan Kompetensi Dasar (KD).

Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri

Suruh 02, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Matematika. Adapun

perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan sebagai

materi dalam pelaksanaan penelitian kelas V Semester II sebagai berikut ini :

Tabel 2

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mata Pelajaran Matematika

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

13

Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

5. Mengguanakan

Pecahan dalam

Pemecahan Masalah

5.4 Menggunakan

Pecahan dalam Masalah

Perbandingan dan Skala

5.4.1 Mendeskripsikan arti

Perbandingan

5.4.2 Mendeskripsikan

Pecahan Sebagai

Perbandngan dari dua hal

Dengan adanya Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator

merupakan salah satu unsur dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah dasar,

dengan adanya suatu pembelajaran, maka akan dapat menentukan lulus apa

tidaknya suatu mata pelajaran atau dapat tercapainya suatu pembelajaran sesuai

dengan kriteria kelulusan yang sudah ditentukan.

1.1.2 Model Problem Based Learning

Problem Based Learning (PBL) dikembangkan sekitar tahun 1970-an di

McMaster University di Canada, kini model ini sudah merambah ke berbagai

fakultas di lembaga pendidikan di dunia. Dengan keunggulan model ini, jenjang

pendidikan yang lebih rendah pun sudah menggunakan model ini. Dengan

perkembangannya yang pesat, rumusan yang beragam. Salah satu yang cukup

mewakili, adalah rumusan yang diungkapkan Prof. Howard Barrow dalam

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini menyajikan suatu masalah yang

nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui

penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan model pemecahan masalah

(Taufiq, 2010: 21).

Menurut Dutch (1994) dalam Taufiq (2010: 21). Problem Based Learning

(PBL) adalah metode instruksional yang menantang siswa untuk “belajar untuk

belajar,” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang

nyata. Masalah ini digunakan untuk mengkaitkan rasa keingintahuan serta

kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based

Learning (PBL) mempersiapkan siswa untuk dapat berpikir kritis , analitis, dan

untuk mencari serta menggunakan sumber belajar yang sesuai.

Savery (2006: 12), Problem Based Learning (PBL) merupakan

pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberikan kesempatan pada siswa

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

14

untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek, menerapkan

pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi dalam memecahkan

masalah.

Menurut Dewey dalam Trianto (2011:67) Problem Based Learning (PBL)

adalah interaksi antara stimulus dengan respom, merupakan hubungan antara dua

arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa

berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan

bantuuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,

dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL)

dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan

pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah nyata (real world) untuk

memulai pembelajaran dan merupakan salah satu strategi pembelajaran inovatif

yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat

belajar untuk berpikir kritis, analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara

berkelompok.

2.1.2.1 Ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends (2001: 349) dalam Trianto (2011:93) berpendapat

bahwa Problem Based Learning (PBL). Memiliki karakteristik meliputi:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning

(PBL)dimulai dengan pengajuan masalah, bukannya mengorganisasikan

di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu,

pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di

sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting

dan secara pribadi bermakna untuk siswa. mereka mengajukan situasi

kehidupan nyata, autentik, menghindari jawaban sederhana, dan

memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi tersebut.

2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelaajran

berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA,

Matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

15

dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau

masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik. Problem Based Learning (PBL) mengharuskan

siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata

terhadap masalah nyata.

4. Mengasilkan produk dan memamerkannya. Problem Based Learning

(PBL) menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk

karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili

bentuk penyelesain masalah yang mereka temukan.

5. Kolaborasi atau kerjasama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan

oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering

secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama

memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-

tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk mengembangkan

keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Menurut Tan dalam Taufiq Amir (2010:22) karakteristik yang terdapat

dalam proses PBL adalah:

1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang

disajikan secara mengembang (ill-structured).

3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective).

Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari

beberapa mata pelajaran.

4. Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran

di ranah pembelajaran yang baru.

5. Sangat menutamakan belajar mandiri (self directed learning).

6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak terdiri dari satu

sumber saaj. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi

kunci penting.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

16

7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar

bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching).

Dan melakukan presentasi.

Menurut M. Taufiq (2010: 24). Proses PBL akan dapat dijalankan bila

pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan (masalah, formulir

pelengkap, dan lain-lain). Pembelajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan

telah membentuk kelompok-kelompok kecil. 7 langkah proses PBL yaitu :

1. Langkah 1 : Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas.

2. Langkah 2 : Merumuskan masalah.

3. Langkah 3 : Menganalisis masalah.

4. Langkah 4 : menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya

dengan dalam.

5. Langkah 5 : Memformulasikan tujuan pembelajaran.

6. Langkah 6 : Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar

diskusi kelompok).

7. Langkah 7 : Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan

membuat laporan untuk kelas.

Di tahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas,

mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam

bentuk tulisan. Di sinilah kemampuan menulis (komunikasi tertulis) dan

kemudian mempresentasikan (komunikasi oral) sangat dibutuhkan dan sekaligus

di kembangkan.

Menurut Arends dalam Trianto (2011:94-96) Problem Based Learning

(PBL) memilik tujuan untuk membantu siswa dalam beberapa hal berikut ini :

1. Mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan pemecahan

masalah.

2. Pemodelan peranan orang dewasa, artinya pembelajaran berdasarkan

masalah dapat mendorong terjadinya pengamatan dan dialog antara siswa

siswa dengan narasumber sehingga secara bertahap siswa daapt

memahami peran orang tua yang diamati atau narasumber (ilmuwan,

guru, dokter, dan sebagainya).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

17

3. Pembelajaran yang otonom dan mandiri.

Agar Model Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik, maka

dalam pelaksanaan kegiatan Model Problem Based Learning diperlukan upaya

perencanaan. Menurut Sugiyono (2010, 156-159) dalam merancang Problem

Based Learning harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu :

a. Memutuskan sasaran dan tujuan

Problem Based Learning dirancang untuk membantu mencapai tujuan-

tujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi,

memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi

pembelaajr yang mandiri.

b. Merancang situasi bermasalah yang tepat

Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria penting

yaitu :

1. Situasi yang autentik. Hal ini berarti masalah yang dipaaki harus dikaitkan

dengan pengalaman nyata siswa.

2. Masalah tersebut semestinya menciptakan misteri dan teka-teki.

3. Masalah tersebut seharusnya bermakna bagi ssiwa dan sesuai dengan

perkembangan intelektual.

4. Masalah harus memeiliki cakupan yang luas sehingga memberikan

kesempatan bagi guru untuk memenuhi tujuan instruksionalnya.

5. Masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

c. Mengorganisasikan sumber daya dan merancang logistic

Problem Based Learning mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan dan

alat yang sudah disediakan.

Menurut Endang (2011:221) menyatakan bahwa tahap-tahap pembelajaran

Problem Based Learning meliputi :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberikan suatu

masalah kepada siswa, agar masalah tersebut dapat dipecahkan. Masalah

yang dipecahkan yaitu masalah yang memiliki jawaban kompleks atau luas.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

18

2. Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa

agar lebih aktif.

3. Guru membantu siswa atau membimbing siswa dalam mensun laporan

hasil pemecahan secara sistematis.

4. Guru membantu atau membimbing siswa untuk melakukan evaluasi dan

refleksi proses-proses yang dilakukan untuk menyelasaikan suatu

permasalahan.

1.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning

Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki kelebihan dan

kekurangan (Trianto 2011 :97). Kelebihan Problem Based Learning adalah: (a)

Realistik dengan kehidupan siswa, (b) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (c)

Memupuk sifat inkuiri siswa, (d) Retensi konsep menjadi kuat, (e) Memupuk

kemampuan problem solving.

Sedangkan kelemahan Problem Based Learning adalah sebagai berikut:

(a) Persiapan pembelajaran (alat, problem konsep) yang kompleks, (b) Sulitnya

mencari problem yang relevan, (c) Sering terjadi miss-konsepsi dan (e) Konsumsi

waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.

1.1.2.3 Sintaks Model Problem Based Learning

Sintaks disebut juga langkah-langkah atau prosedur yang harus dilalui

dalam pembelajaran matematika di SD dengan menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011 :97). Sintaks

Problem Based Learning berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan

oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berdasarkan masalah

terdiri dari lima (5) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan

siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis

hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-

langkah pada tabel 3.

Tabel 3

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

19

Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning

Tahap Tingkah Laku Guru Tingkah Laku Siswa

Tahap I

Orientasi siswa pada

masalah

Guru menjelaskan

tujuan pembelajaran,

menjelaskan logistik

yang dibutuhkan,

mengajukan fenomena

atau memunculkan

masalah, memotivasi

siswa untuk terlibat

dalam pemecahan

masalah.

1. Mengajukan

pertanyaan untuk ide

mencari informasi.

2. Menyatakan ide-ide

secara terbuka dan

bebas.

3. Mengajukan pendapat

jawaban berdasarkan

pengetahuan

sebelumnya atau

pengalaman dalam

kehidupan sehari

hari.

Tahap II

Mengorganisasi

siswa untuk belajar

Membantu siswa untuk

mendefinisikan dan

mengorganisasikan

tugas belajar yang

berhubungan dengan

masalah tersebut.

1. Berdiskusi dengan

temana kelompok

dalam menentukan

masalah.

2. Membuat perencanaan

dalam melakukan

penyelidikan.

Tahap 3

Membimbing

penyelidikan

individual maupun

kelompok

Mendorong siswa untuk

mengumpulkan

informasi yang sesuai,

melaksanakan

eksperimen, untuk

mendapatkan

penjelasan dan

pemecahan masalah.

2 Mealakukan

penyelidikan

dengan teman

kelompok.

3 Melaksanakan

perencanaan yang

telah dibuat.

Tahap 4

Mengembangkan

dan menyajikan hasil

karya

Membantu siswa dalam

merencanakan dan

mneyiapkan karya yang

sesuai, seperti laporan,

video dan model serta

membantu mereka

untuk berbagai tugas

dengan temannya.

1. Melakukan presentasi

dengan cara

menjelaskan data

yang diperoleh dari

hasil penyelidikan.

2. Mendengarkan

penjelasan kelompok

lain.

3. Mengajukan

pertanyaan terhadap

penjelasan kelompok

lain.

4. Mendengarkan dan

memahami

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

20

penjelasan/klarifikasi

yang disampaikan

guru (jika ada)

Tahap 5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Membantu siswa untuk

melakukan refleksi

atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka

dan proses-proses yang

mereka gunakan

Mengumpulkan hasil

penyelidikan berdasarkan

data yang telah didapat

dan petunjuk

(penjelasan) dari guru.

Berkaitan dengan tabel diatas, menurut Ibrahim Menurut Ibrahim dalam

Trianto (2011 :99) di dalam kelas Probel Based Learning (PBL) dinyatakan

bahwa peran guru diantaranya adalah :

1. Tahap 1 mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kedalam masalah

autentik, yaitu maslaah kehidupan nyata sehari-hari, dalam hal ini siswa

melakukan identifikasi masalah.

2. Tahap 2 yaitu merumuskan masalah dan merencanakan pengumpulan data.

3. Tahap 3 yaitu mengumpulakn data.

4. Tahap 4 yaitu presentasi, merespon hasil presentasi, dan menyimak hasil

presentasi.

5. Tahap 5 yaitu membuat kesimpulan.

2.1.2.4 Sintaks Pembelajaran Matematika melalui Model Problem Based

Learning

Menurut Nur dalam Trianto (2011:96). Pembelajaran Problem Based

Learning tidak ditujukan untuk guru sebagai pemberi informasi kepada siswa

namun lebih memfasilitasi siswa untuk meperoleh pengalaman sendiri. Problem

Based Learning dirancang untuk proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Pembelajaran dengan model Problem Based Learning dikembangkan untuk

membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan

masalah, dan keterampilan intelektual belajar berbagai peran orang dewasa

melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi

pelajar yang otonom dan mandiri.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

21

Tabel 4

Pemetaan Pembelajaran Matematika melalui Model Problem Based Learning

(PBL) berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

Sintaks PBL Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

Fase 1 : Orientasi

siswa pada masalah

Fase 2 :

mengorganisasi

siswa untuk

belajar.

Fase 3 : Membantu

investigasi kelompok

Fase 4 :

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Fase 5 : Menganalisis

dan mengevaluasi

proses pemecahan

masalah

Manfaaat Problem Based Learning yang akan diperoleh siswa menurut

Smith dalam Amir (2010:27) adalah :

1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. Jika

pengetahuan diperoleh dekat dengan konteks prakteknya, maka akan mudah

diingat. Dengan konteks yang dekat, maka pembelajar akan lebih mudah

memahami materi.

2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Selama ini apa yang

disajikan di dalam kelas jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

22

3. Mendorong untuk berfikir. Pembelajaran dianjurkan agar tidak buru-buru

menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumenya, dan fakta-

fakta yang mendukung. Logika pembelajar dilatih dan kemampuan berfikir

ditingkatkan.

4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial. Karena

dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka Problem Based Learning

dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan

kecakapan sosial.

5. Membangun kecakapan belajar (Life long learning skills). Dengan struktur

masalah yang disajikan, siswa merumuskan serta serta dengan tuntutan

mencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk cakap

dalam belajar.

6. Memotivasi pembelajaran. Dengan Problem Based Learning akan

membangkitkan minat dari dalam diri pembelajar. Karena masalah

diciptakan dengan konteks yang dekat dengan siswa. dengan masalah yang

menantang mereka merasa lebih semangat untuk menyelesaikannya.

Tabel 5

Implementasi melalui model Problem Based Learning dalam

pembelajaran Matematika

Sintaks PBL Langkah dalam Proses

Pembelajaran

Kegiatan Guru

Orientasi siswa pada

masalah

Pendahuluan Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, dan

memotivasi siswa untuk

terlibat dalam pemecahan

masalah.

Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Eksplorasi Guru membentuk siswa

kedalam kelompok, dan

membimbing setiap

kelompok untuk

merancang pembelajaran

dan membantu siswa

untuk mengorganisasikan

tugas belajar yang

berhubungan dengan

masalah tersebut

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

23

Membantu investigasi

kelompok

Eksplorasi, Elaborasi Memfasilitasi dan

mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi

yang sesuai dengan

pemecahan masalah dan

mecari solusi dari masalah

tersebut

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Elaborasi, Konfirmasi Memfasilitasi siswa dan

membimbing siswa dalam

merencanakan dan

menyiapkan karya yang

sesuai seperti membuat

laporan dengan anggota

kelompoknya.

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Elaborasi, Konfirmasi Bersama-sama dengan

siswa melakukan refleksi

atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan

proses-proses yang mereka

gunakan.

2.1.3 Hakikat Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan

siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu,

berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil

belajar setelah dilakukan evaluasi.

Ada beberapa definisi hasil belajar menurut para ahli yaitu sebagai berikut

ini:

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam Suharsimi Arikunto 2009),

hasil belajar dapat dicapai melalui tiga kategori ranah, salah satunya adalah ranah

kognitif. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri

dari aspek yaitu : pengetahuan, pemahaman, penerapam, analisis, sintesis dan

penilaian.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

24

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2008), hasil belajar merupakan hal yang

dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,

hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru

bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya.

Hasil belajar sangat penting karena siswa akan mengalami perubahan

tingkah laku belajar yang lebih baik sebagai akibat dari proses belajar. Hasil

belajar diukur dari tingkat keberhasilan siswa untuk mencapai suatu tujuan

pembelajaran. Hasil ini diwujudkan dalam bentuk nilai yang dapat memberikan

informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dan merupakan bukti dari

keberhasilan siswa dalam pencapaian belajarnya.

Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran apakah proses pembelajaran

yang dilakukan oleh guru dan siswa berhasil atau tidak. Hasil belajar yang

diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh

ssiwa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar

merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2011).

Jadi hasil belajar adalah gambaran umum tentang kemampuan pemahaman

siswa terhadap suatu materi yang telah diajarkan oleh guru.

Berdasarkan kajian tentang hasil belajar menurut peneliti, hasil belajar

adalah usaha pencapaian proses belajar siswa yang merupakan bukti keberhasilan

siswa dalam menempuh suatu pengajaran yang diukur dengan menggunakan tes

tertentu.

2.1.4 Hubungan Pembelajaran Melalui Model Problem Based Learning

dengan Hasil Belajar

Pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning,

dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat mengajukan pendapat jawaban

berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau dalam pengalaman dalam kehidupan

sehari-hari, dapat berpikir secara kritis dan aktif, dan mampu berkomunikasi

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

25

dengan kelompok, serta dapat bekerjasama atau berkolaborasi untuk mencari dan

mengolah data kemudian menyimpulkan bersama dengan teman kelompoknya,

sedangkan peran guru dalam pembelajaran Problem Based Learning ini adalah

sebagai fasilitator dan motivator, dalam proses belajar ini siswa dituntut agar aktif

dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dilakukan dengan adanya

masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta

didik, dalam pembelajaran seperti ini akan lebih efektif karena siswa bekerja

dengan kelompok atau berkolaborasi dengan kelompok. Dengan melalui model

Problem Based Learning diharapkan hasil belajar siswa juga akan meningkat.

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

Berdasarkana telah pustaka yang telah dilakukan, berikut ini dikemukakan

beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan.

Menurut penelitian yang dilakukan Annisa Septiana Mulyasari (2011) dengan

judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Problem Based Learning

(PBL) Materi Gaya Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta

Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Hal ini terbukti adanya

peningkatan tiap siklusnya, dari kondisi awal sebelumnya dilaksanakan tindakan

nilai rata-rata siswa 28,89%, siklus I nilai rata-rata kelas 67,33% dengan

persentase ketuntasan sebesar 53,33%, kemudian meningkat lagi pada siklus II

nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 73,33% dengan persentase ketuntasan

sebesar 82,22%.

Hasil penelitian yang relevan lainnya adalah penelitian yang dilakukan

Febriana (2010), dalam penelitiannya yang berjudul ”Penerapan Problem Based

Learning Pokok Bahasan Bangun Ruang Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Matematika Siswa kelas IV SDN Lauman Lor 01 Kecamatan Pabelan Kabupaten

Semarang” hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan problem based

learning dalam pembelaajran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

dari total nilai yang didapat, siswa dengan nilai > 60 pada kondisi awal ada 15

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

26

siswa (50%), lalu pada siklus I, 28 siswa (93%). Kemudian meningkat pada siklus

II ada 29 ssiwa (97%) dengan nilai diatas KKM yaitu 60. Keberhasilan tersebut

terjadi karena adanya perubahan pada siswa yaitu (1) siswa mampu

mengorientasikan masalah, (2) siswa mampu membentuk kelompok untuk

berdiskusi, (3) siswa mampu menyelidiki masalah baik secara inidividu maupun

kelompok, (4) siswa mampu mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi

kelompok, dan (5) siswa mampu menganalisis dan mengevaluasi proses.

2.3 Kerangka Berpikir

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil pembelajaran.

Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal diperlukan faktor pendukung.

Faktor-faktor pendukung bisa berupa model pembelajaran, alat peraga, serta hal

lain yang mempengaruhi proses pembelajaran.

Sebuah model pembelajaran yaitu problem based learning mampu

mnegkongkritkan matematika yang abstrak, membuat pembelajaran matematika

lebih bermakna. Dengan problem based learning siswa mampu berfikir lebih

kritis dan berlatih untuk bekerjasama dalam kelompok serta siswa dapat

memperoleh pengalaman secara langsung.

Model Problem Based Learning memiliki tahap-tahap pembelajaran yang

diantaranya meliputi : orientasi tentang masalah, mengorganisasikan siswa untuk

mandiri, membantu investigasi mandiri dan kelompok, mengembangkan dan

mempresentasikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah.

Proses pembelajaran sebelum diterapkan model problem based learning

belum memuaskan. Siswa masih sering tidak bisa menyelesaikan masalah tanpa

bantuan guru dan siswa terlihat bosan saat proses pembelajaran. Hal tersebut

mengakibatkan hasil belajar matematika siswa rendah bahkan tidak mencapai

KKM. Proses selanjutnya dilakukan tindakan berupa perlakuan dalam proses

pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning.

Pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning,

dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat mengajukan pendapat jawaban

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16053/2/T1_292011080_BAB II... · berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi

27

berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau dalam pengalaman dalam kehidupan

sehari-hari, dapat berpikir secara kritis dan aktif, dan mampu berkomunikasi

dengan kelompok, serta dapat bekerjasama atau berkolaborasi untuk mencari dan

mengolah data kemudian menyimpulkan bersama dengan teman kelompoknya,

sedangkan peran guru dalam pembelajaran Problem Based Learning ini adalah

sebagai fasilitator dan motivator, dalam proses belajar ini siswa dituntut agar aktif

dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dilakukan dengan adanya

masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta

didik, dalam pembelajaran seperti ini akan lebih efektif karena siswa bekerja

dengan kelompok atau berkolaborasi dengan kelompok. Dengan melalui model

Problem Based Learning diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning diduga

dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi perbandingan siswa

kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang

semester II tahun ajaran 2014/2015.

2. Melalui model problem based learning untuk dapat meningkatkan hasil

belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh

Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2014/2015 dapat dilakukan

dengan lima fase tahapan yaitu dengan melalui tahapan orientasi siswa

pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing

penyelidikan individual kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil

karya, dan menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan masalah.