BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf ·...

30
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Dalam tinjauan studi terdahulu dikaji sejumlah penelitian yang relevan dengan penelitian penulis kerjakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui posisi penelitian yang penulis lakukan diantara penelitian-penelitian yang sejenis. Sejauh penelusuran yang telah dilakukan penulis merumuskan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini akan di paparkan sebagai berikut. Artikel Charlina Mangatur Sinaga Dosen FKIP Universitas Riau (2011) melakukan penelitian mengenai prinsip kerja sama. Judul penelitian tersebut adalah Penerapan Prinsip Kerja Sama dalam Transaksi Jual Beli, Penelitian ini dilatarbelakangi karena ketertarikan penulis pada tindak tutur yang terjadi saat berlangsungnya transaksi jual beli di Pasar Senapelan Pekanbaru. Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana penerapan prisip kerja sama yang terjadi dalam transaksi jual beli. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat empat maksim dalam penerapan prinsip kerja sama. Maksim tersebut adalah maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim hubungan, dan maksim cara. 13

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf ·...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Studi Terdahulu

Dalam tinjauan studi terdahulu dikaji sejumlah penelitian yang relevan

dengan penelitian penulis kerjakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui posisi

penelitian yang penulis lakukan diantara penelitian-penelitian yang sejenis.

Sejauh penelusuran yang telah dilakukan penulis merumuskan beberapa

penelitian yang relevan dengan penelitian ini akan di paparkan sebagai

berikut.

Artikel Charlina Mangatur Sinaga Dosen FKIP Universitas Riau

(2011) melakukan penelitian mengenai prinsip kerja sama. Judul penelitian

tersebut adalah “Penerapan Prinsip Kerja Sama dalam Transaksi Jual Beli”,

Penelitian ini dilatarbelakangi karena ketertarikan penulis pada tindak tutur

yang terjadi saat berlangsungnya transaksi jual beli di Pasar Senapelan

Pekanbaru. Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana

penerapan prisip kerja sama yang terjadi dalam transaksi jual beli. Metode

yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan terdapat empat maksim dalam penerapan prinsip kerja sama.

Maksim tersebut adalah maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim

hubungan, dan maksim cara.

13

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

14

“Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Transaksi Jual Beli Di

Pasar Daya Makassar”. Skripsi oleh Matan Tiara (2015) Fakultas Ilmu

Budaya Universits Hasanuddin Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan pelanggaran prinsip kerja sama dan mengetahui fungsi

pelanggaran prinsip kerja sama. Populasi penelitian ini, yaitu seluruh tindak

tutur yang mengandung pelanggaran prinsip kerja sama dalam transaksi jual-

beli di Pasar Daya Makassar. Adapun sampelnya, yaitu sebagian dari populasi

yang dipilih secara purposif. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode

simak, rekam, dan catat. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan

metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pelanggaran

prinsip kerja sama yang meliputi maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim

relevansi, dan maksim cara. Selain itu, ditemukan pula fungsi dari

pelanggaran prinsip kerja sama, yaitu untuk tujuan-tujuan tertentu, yang

terdiri dari fungsi direktif, fungsi ekspresif, dan fungsi representatif. Fungsi

pelanggaran prinsip kerja sama yang paling dominan pada percakapan

transaksi jual beli, yaitu fungsi representatif yang berupa memberi informasi,

pelanggaran prinsip kerja sama tersebut disebabkan adanya tujuan-tujuan

tertentu dari mitra tutur.

“Prinsip Kerja Sama dalam Wacana Jual Beli di Pasar Tradisional

Perumnas Tlogosari Semarang” jurnal oleh Sri Puji Astuti, Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Diponegoro Semarang. Pasar merupakan tempat

bertemunya penjual dan pembeli. Tawar-menawar dalam pasar tradisional

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

15

merupakan kegiatan yang sering dilakukan antara penjual dan pembeli.

Interaksi antara penjual dan pembeli membutuhkan bahasa sebagai alat

komunikasi. Dalam penelitian ini dipilih pasar yang berlokasi di Suryo

Kusumo karena pasar ini merupakan pasar terbesar di antara ketiga pasar yang

berada di Perumnas Tlogosari Semarang. Pengumpulan data dilakukan

dengan metode simak yang dikembangkan dengan teknik dasar sadap dan

teknik lanjutan berupa teknik catat dan teknik rekam. Hasil penelitian

menunjukan bahwa dalam berinteraksi penjual dan pembeli mematuhi dan

melanggar prinsip kerja sama. Pematuhan terhadap prinsip kerja sama

bermaksud untuk menyampaikan pesan secara jelas, benar dan menghindari

kesalahpahaman Sedangkan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama

dimaksudkan untuk menyakinkan kualitas barang, agar barang dagangan laku,

mencari informasi, penjual dan pembeli akrab, dan memuji barang dagangan.

"Tindak Tutur dan Prinsip Kerja Sama dalam Proses Jual Beli di

Pasar Tradisional Surakarta”, Tesis oleh Ririn Linda Tungga Sari (2016),

UNS Pascasarjana Prodi Linguistik. Tujuan penelitian ini adalah (1)

mendeskripsikan bentuk tindak tutur dan menunjukkan tindak tutur yang

dominan beserta alasannya yang terdapat dalam proses jual beli barang di

pasar tradisional Surakarta, (2) mendeskripsikan prinsip kerja sama dan

prinsip kesantunan yang terdapat dalam proses jual beli barang di pasar

tradisional Surakarta. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang

bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

16

pendekatan pragmatik. Sumber data penelitian ini adalah percakapan atau

dialog dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta. Data dalam

penelitian ini adalah tuturan yang mengandung tindak tutur dan menerapkan

prinsip kerja sama beserta konteksnya dalam proses jual beli barang di pasar

tradisional Surakarta. Metode penyediaan data yang digunakan untuk

penelitian ini adalah metode simak. Pada praktiknya metode simak

diwujudkan dengan teknik dasar lanjutan. Adapun teknik dasar dari metode

simak yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap. Teknik

lanjutan dalam penelitian ini dilakukan setelah teknik dasar. Teknik lanjutan

yang digunakan dalam penyediaan data pada penelitian ini berupa teknik

simak libat cakap (SLB), teknik rekam dan teknik catat. Teknik analisis data

dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis means-end. Metode

penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara

informal. Dari analisis data dalam proses jual beli di pasar tradisional

Surakarta ditemukan 5 jenis tindak tutur yang digunakan oleh penjual ataupun

pembeli. Pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam proses jual

beli di pasar tradisional Surakarta menunjukkan keseimbangan, yang

ditujukkan dengan 95 data berupa pematuhan dan 95 berupa bentuk

pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip kerja sama tersebut,

disebabkan karena penjual atau pembeli bermaksud menunjukkan kesantunan

dalam tuturannya supaya tidak menyinggung perasaan lawan tuturnya.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

17

Adanya ruang lingkup pemakaian bahasa yang diteliti berbeda, maka

kemungkinan hasil yang diperoleh pun akan berbeda. Dengan demikian,

penelitian ini membahas prinsip kerja sama dalam bahasa transaksi jual beli

online dengan sumber data penelitian yang berbeda dari penelitian terdahulu.

B. Landasan Teori

1. Pragmatik

Pragmatik adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang

mempelajari makna secara eksternal (Wijana, 2009:4). Selanjutnya, Leech

menerangkan bahwa dalam pragmatik, makna yang dikaji sangat terikat

dengan situasi tutur (Leech, 1983). Pragmatik berbeda dari semantik, yang

hanya mengkaji suatu makna secara linguistik. Ilmu pragmatik muncul

karena adanya rasa ketidakpuasan atas kajian linguistik yang hanya

berpusat pada makna semantis saja, karena ada hal-hal di luar bahasa yang

patut dipertimbangkan. Kajian pragmatik lebih menekankan makna yang

ingin diutarakan oleh penutur. Definisi pragmatik sudah banyak

diperkenalkan oleh para ahli bahasa. Beberapa diantaranya sebagai

berikut.

Pengertian pragmatik dari sudut pandang konteksnya diungkapkan

Levinson (dalam Djajasudarma, 1994: 4) bahwa pragmatik adalah studi

terhadap semua hubungan antara bahasa dan konteks yang

digramatikkalisasikan atau ditandai (terlukiskan) di dalam struktur bahasa.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

18

Pendapat ini dimantapkan dan lebih jelas diuraikan Wijana (1996: 2)

bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur

bahasa secara eksternal, yakni bagaimana kesatuan kebahasaan digunakan

dalam komunikasi. Kedua pendapat ini menegaskan bahwa fokus analisis

dari studi pragmatik adalah konteks yang melatarbelakangi komunikasi.

Bambang Kaswanti Purwo (1990: 14) menjelaskan bahwa analisis

pragmatik meliputi: (1) suatu satuan lingual (atau kalimat) dapat dipakai

untuk mengungkapkan sejumlah fungsi di dalam komunikasi dan (2) suatu

fungsi komunikatif tertentu dapat diungkapkan dengan sejumlah satuan

lingual. Pengertian ini berangkat dari pemahaman bahwa setiap bahasa

berfungsi sebagai alat komunikasi.

Sudut pandang ini sesuai dengan yang diungkapkan bahwa makna

yang dikaji pragmatik adalah makna terlibat konteks (content dependent)

atau dengan kata lain, mengkaji maksud penutur. Pragmatik dapat

dimanfaatkan setiap penutur untuk memahami maksud lawan tutur.

Penutur dan lawan tutur dapat memanfaatkan pengalaman bersama

(background knowledge) untuk memindahkan pengertian bersama.

(Rohmadi, 2004: 2)

Rohmadi berpendapat bahwa pragmatik berlandaskan pada makna

bahasa dalam komunikasi sesuai konteks penutur dan lawan tutur dalam

peristiwa tutur. Berbagai pendapat ahli bahasawan di atas dapat

disimpulkan bahwa substansi pragmatik terletak pada makna yang terikat

konteks dalam suatu wacana, baik tulis maupun lisan. (Rohmadi, 2004)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

19

Parker berpendapat, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa secara

eksternal. Parker membedakan pragmatik dengan studi tata bahasayang

dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal.

Menurutnya, studi bahasa tidak perlu dikaitkan dengan konteks,

sedangkan studi pragmatik mutlak dikaitkan dengan konteks, seperti yang

diutarakan oleh Levinson yakni pragmatik sebagai studi bahasa yang

mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya (dalam Kunjana Rahardi,

2005:48)

Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics (2006:3-4)

mengemukakan empat ruang lingkup yang terdapat dalam pragmatik,

yaitu: (1) Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur, (2) Pragmatik

adalah studi tentang makna kontekstual, (3) Pragmatik adalah studi

tentang bagaimana agar lebih banyak disampaikan daripada yang

dituturkan, (4) Pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak

hubungan.

Leech, dalam buku Prinsip-Prinsip Pragmatik (edisi terjemahan

oleh M. D.D. Oka, 1993), mengatakan “pragmatik adalah studi tentang

makna ujaran didalam situasi-situasi ujar (speech situation)”. Leech

melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang

mempunyai kaitan dengan semantic. Keterkaitan ini ia sebut

semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik;

pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

20

komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua

bidang yang saling melengkapi.

Wijana (1996:6), berpendapat bahwa pragmatik merupakan salah

satu cabang ilmu bahasa (selain sosiolinguistik) yang muncul akibat

adanya ketidakpuasan terhadap penanganan bahasa yang terlalu bersifat

formal yang dilakukan oleh kaum strukturalis. Pragmatik mengungkap

maksud suatu tuturan didalam peristiwa komunikasi, baik secara tersurat

maupun tersirat di balik tuturan. Maksud tuturan dapat dikenali melalui

penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan komponen

situasi tutur.

Menurut Gunarwan (dalam PELLBA 7, 1994:83−84) pragmatik

adalah bidang linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna

kalimat yang diujarkan. Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya

(force) ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yakni untuk apa

suatu ujaran itu dibuat atau diujarkan.

Rustono (1999:17) menjelaskan bahwa pragmatik mengungkapkan

maksud suatu tuturan di dalam peristiwa komunikasi. Oleh karena itu,

analisis pragmatik berupaya menemukan maksud penutur, baik yang

diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat

dibalik tuturan. Maksud tuturan dapat diidentifikasikan dengan

mempertimbangkan komponen situasi tutur yang dapat mencakupi

penutur, mitra tutur, tujuan, konteks, tuturan sebagai hasil aktivitas, dan

tuturan sebagai tindakan verbal.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

21

Berdasarkan beberapa pengertian dari para tokoh di atas, dapat

disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang

mempelajari tentang makna tuturan yang terdapat dari suatu perstiwa

tutur. Tuturan tersebut terikat dengan konteks yang melatarbelakangi

peristiwa tutur. Jadi, dapat dikatakan bahwa hubungan antara maksud

tuturan dalam suatu peristiwa tutur dengan konteks merupakan dasar

dalam pemahaman pragmatik.

2. Aspek-aspek Situasi Tutur

Pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks. Untuk ini,

Leech (1983) mengungkapkan bahwa pragmatics studies meaning in

relation to speech situation. Untuk memperjelas batasan ini terlebih

dahulu dapat disimak kalimat (1) dan (2) berikut.

(1) Letaknya jauh dari kota

(2) Temboknya baru dicat

Secara formal, tanpa mempertimbangkan pemakaiannya, kalimat

(1) dan (2) di atas adalah kalimat deklaratif. Sebagai kalimat deklaratif, (1)

dan (2) berfungsi untuk menginformasikan sesuatu, yakni „tempat yang

bersangkutan jauh dari kota‟ dan „tembok yang sedang dibicarakan itu

baru dicat‟. Akan tetapi, bila kedua kalimat di atas memungkinkan

dipergunakan secara seksama, kedua kalimat di atas memungkinkan

dipergunakan untuk menyatakan berbagai maksud. Misalnya, tuturan

„letaknya jauh dari kota‟ dalam (3) berbeda dengan yang terdapat dalam

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

22

(4) dan (5). Demikian pula tuturan „temboknya baru dicat‟ dalam (6)

berbeda dalam (7).

(3) + Kita berangkat dari Sanur hari Minggu, ya ?

– Letaknya jauh dari kota. Rumahku kosong. Orang tuaku sedang

tidak di rumah.

(4) Telah dibuka warung sate Tegal. Letaknya jauh dari kota. Hawanya

segar. Tempat parkir luas.

(5) + Kamu tinggal dimana ?

- Di Bantul.

+ Naik apa kamu ke fakultas ?

- Naik sepeda motor.

+ Mengapa tidak naik bus saja?

- Letaknya jauh dari kota.

(6) Rumah Ali yang ada di puncak, temboknya baru dicat.

(7) Temboknya baru dicat , lin tadi celananya kotor.

Tuturan „letaknya jauh dari kota‟ dalam (3) berfungsi untuk secara

tidak langsung menolak ajakan lawan tutur, sedangkan dalam (4)

membujuk lawan tutur dalam hal ini calon konsumen dengan secara tidak

langsung mengatakan bahwa warung sate itu tenang, jauh dari keramaian

kota, bebas polusi, dsb. Dalam (5) menginformasikan tanpa potensi untuk

membujuk atau menyuruh lawan tuturnya. Informasi yang disampaikan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

23

dalam dalam (5) bahwa (-) tidak naik bus ke fakultas karena tempat

tinggalnya jauh dari kota, tidak ada bus yang lewat tempat itu. Tuturan

„temboknya baru dicat‟ dalam (6) cenderung berfungsi untuk

menginformasikan sesuatu, tanpa ada pretensi untuk mempengaruhi lawan

tutur, sedangkan dalam (7) berfungsi untuk memberi peringatan kepada

lawan tutur agar jangan menyentuh tembok itu karena tembok itu baru

dicat.

Rustono berpendapat bahwa situasi tutur adalah sebagai berikut:

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Pernyataan

ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat,

sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya. Di dalam

komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Situasi tutur

sangat penting didalam pragmatik. Maksud tuturan yang

sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang

mendukungnya. Tidak selamanya tuturan itu secara langsung

menggambarkan makna yang dikandung oleh unsur-usnurnya

(Rustono, 1999: 25)

Dari apa yang terurai dalam beberapa alinea di atas jelaslah bahwa

sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan potensi langsung elemen

makna unsur-unsurnya, aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam

studi pragmatik adalah sebagai berikut:

a. Penutur dan Lawan Tutur

Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan

pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media

tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

24

ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat

keakraban, dsb.

b. Konteks Tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam

semua aspek fisik atau setting social yang relevan dari tuturan

bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut konteks

(context), sedangkan konteks setting social disebut konteks. Di dalam

pragmatik konteks itu pada hakikatnya dalah semua latar belakang

pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama oleh

penutur dan lawan tutur.

c. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur

dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan. Dalam hubungan itu bentuk-

bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk

menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, sebagai macam

maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di dalam

pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada

tujuan (goal oriented activities). Bentuk-bentuk tuturan „pagi‟,

„selamat pagi‟, dan „met pagi‟ dapat digunakan untuk menyatakan

maksud yang sama, yakni menyapa lawan bicara (teman, guru, kolega

dan sebagainya) yang dijumpai pada pagi hari. Selain itu, selamat pagi

dengan berbagai variasi bila diucapkan dengan nada tertentu, dan

situasi yang berbeda-beda dapat pula digunakan untuk mengecek guru

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

25

yang terlambat masuk kelas, atau kolega (sahabat) yang datang ke

pertemuan dsb. Jadi, ada perbedaan yang mendasar antara pandangan

pragmatik yang bersifat fungsional dengan pandangan gramatika yang

bersifat formal. Di dalam pandangan yang bersifat formal, setiap

bentuk lingual yang berbeda memiliki makna yang berbeda. Selain itu,

dengan kriteria yang ketiga itu kalimat-kalimat anomaly, seperti „Jono

dipermainkan bola‟ dan „Mobil saya hanya gerobak‟ dapat

diterangkan. Kalimat-kalimat ini secara berturut-turut digunakan untuk

mengungkapkan maksud bahwa Jono tidak pandai bermain bola dan

merendahakan diri agar kedengaran sopan di telinga lawan tuturnya.

Tuturan „Mobil saya hanya gerobak‟ dipandang jauh lebih sopan

dalam situasi petuturan berikut ini:

- Mobil saya bagus sekali.

- Mobil saya Mercy.

Di dalam bahasa inggris juga terdapat kalimat anomali My car

is a lemon, atau Golf plays John. Kalimat-kalimat tersebut secara

berturut-turut diutarakan untuk mengungkapkan maksud bahwa

„Mobil saya sangat buruk‟, dan „John tidak pandai bermain golf‟.

Dengan kenyataan ini jelaslah kalimat anomaly melanggar kaidah

semantik unutk menanyakan maksud tertentu.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

26

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai

entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi

dalam studi semantic, dsb. Pragmatik berhubungan dengan tindak

verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam

hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang

lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas

yang konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat

pengutaraanya.

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal

Tuturan yang digunakan dalam rangka pragmatik, seperti yang

dikemukakan dalam kriteria ke empat merupakan bentuk dari tindak

tutur. Oleh karena itu, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari

tindak verbal. Sebagai contoh kalimat, „Apakah rambutmu terlalu

panjang?‟ dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam

hubungan ini dapat ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat

(sentence) dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas

gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat

penggunaannya dalam situasi tertentu.

3. Prinsip Kerja sama

Di dalam komunikasi yang wajar dapat diasumsikan bahwa

seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

27

mengomunikasikan sesuatu kepada lawan bicara, dan berharap lawan

bicaranya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk

itu penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks,

jelas dan mudah dipahami, padat dan ringkas (concise) serta selalu pada

persoalan (straight foward), sehinggga tidak menghabiskan waktu lawan

bicaranya. Misalnya, orang yang menggunakan bentuk tuturan „tolong‟

dan „Dapatkah Anda menolong saya?‟ untuk situasi dan keperluan yang

berbeda. Di dalam keadaan darurat orang akan cenderung menggunakan

bentuk ujaran yang pertama, sedangkan orang yang memohon bantuan

orang lain di dalam situasi yang tidak begitu mendesak, ia akan cenderung

menggunakan ujaran yang kedua. Akan sangat aneh jika seseorang yang

akan tenggelam di kolam renang, misalnya, meminta ujaran yang kedua.

Sebaliknya, orang yang memohon bantuan tidak selayaknya menggunakan

ujaran yang pertama dengan volume suara dan intonasi yang sama dengan

orang yang tenggelam. Bila terjadi penyimpangan ada implikasi-implikasi

tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi itu tidak ada,

maka penutur yang bersangkutan tidak melaksanakan kerja sama atau

tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat diasumsikan bahwa

ada semacam prinsip kerja sama yang harus dilakukan pembicara dan

lawan bicara agar proses komunikasi itu berjalan secara lancar.

Konsepsi prinsip kerja sama oleh Grice diartikan “suatu

percakapan biasanya membutuhkan kerja sama antara penutur dan mitra

tutur untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Prinsip yang mengatur

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

28

kerja sama antara penutur dan mitra tutur dalam suatu percakapan

dinamakan prinsip kerja sama (cooperative principle)”. (Grice, 1975: 45).

Prinsip kerja sama Grice dirumuskan sebagai berikut “Make your

conversational coontibution such as required, at the stage at which it

accurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which

you are engaged!” Buatlah sumbangan informasi Anda seinformatif yang

dibutuhkan pada saat berbicara, berdasarkan tujuan percakapan yang

disepakati atau arah percakapan yang sedang diikuti. Di dalam rangka

melaksanakan prinsip kerja sama, setiap penutur harus menaati empat

maksim percakapan (conversational maxim), yaitu maksim kuantitas

(maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim

relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of

manner).

1. Maksim Kuantitas (Maxim of Quantity)

Dalam maksim kuantitas terdapat dua aturan, yaitu: a. Make

your contribution as informative as required, b. Do not make your

contribution more informative than required (Grice, 2006: 68). Aturan

yang kedua dalam maksim kuantitas Grice tidak perlu, hal ini

dikarenakan tidak ada salahnya kelebihan informasi. Akan tetapi,

selain hal ini membuang waktu, informasi yang berlebihan akan

dianggap sengaja dilakukan untuk mencapai efek tertentu atau tujuan

tertentu, dan dengan demikian bisa terjadi salah pengertian (Nababan,

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

29

1987: 31). Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan

dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan

seinformatif mungkin. Informasi demikian tidak boleh melebihi

informasi yang sebenarnya dibutuhkan mitra tutur. Tuturan yang tidak

mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur,

dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama

Grice. Berhubungan dengan maksim kuantitas, Wijana (2009: 45−46)

memberikan contoh sebagai berikut :

(8) Tetangga saya hamil.

(9) Tetangga saya yang perempuan hamil.

Ujaran (8) di atas disamping lebih ringkas juga tidak

menyimpang dari nilai kebenaran. Setiap orang pasti tahu bahwa

hanya kaum perempuan yang mungkin hamil. Dengan demikian,

elemen yang perempuan dalam tuturan (9) sifatnya berlebih-lebihan.

Kehadiran kata yang perempuan dalam (9) justru menerangkan sesuatu

yang sudah jelas, hal ini bertentangan dengan maksim kuantitas.

Sebagai contoh lain dapat dipertimbangkan wacana berikut :

(10) A : Siapa namamu?

B : Ani.

A : Rumahmu di mana?

B : Klaten, tepatnya di Pedan.

A : Sudah bekerja?

B : Belum, masih mencari-cari

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

30

(11) A : Siapa namamu?

B : Ani, rumah saya di Klaten, tepatnya di Pedan. Saya belum bekerja.

Sekarang saya masih mencari pekerjaan. Saya anak bungsu dari lima

bersaudara. Saya pernah kuliah di UGM, tetapi karena tidak ada biaya,

saya berhenti kuliah.

Bila (10) dan (11) dibandingkan, terlihat (B) dalam (10)

bersifat kooperatif, memberikan kontribusi yang secara kuantitas

memadai pada setiap tahapan komunikasi. Sementara itu, peserta

tuturan (B) dalam (11) tidak kooperatif karena memberikan kontribusi

yang berlebih-lebihan.

2. Maksim Kualitas (Maxim of Quality)

Seperti maksim kuantitas, maksim kualitas juga mempunyai

dua aturan, yaitu: a. Do not say what you belive to be false, b. Do not

say that for which you lack adequate evidence (Grice, 2006: 68).

Dalam maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat

menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di

dalam bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-

bukti yang jelas.

Wijana (2009: 47) mengemukakan bahwa maksim kualitas

mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang

sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

31

bukti-bukti yang memadai. Berhubungan dengan hal ini dapat

diperhatikan wacana sebagai berikut :

(12) Guru : Coba kamu Andi, apa ibu kota Bali?

Andi : Surabaya, Pak guru.

Guru : Bagus, kalau begitu ibu kota Jawa Timur Denpasar ya?

Dalam wacana (12) di atas tampak guru memberikan

kontribusi yang melanggar maksim kualitas karena guru mengatakan

bahwa Ibu Kota Jawa Timur adalah Denpasar, bukan Surabaya.

Jawaban yang tidak mengindahkan maksim kualitas itu diutarakan

sebagai reaksi terhadap jawaban Andi yang salah. Dengan jawaban ini

Andi yang memiliki kompetensi komunikatif akan mencari jawaban

mengapa gurunya membuat pernyataan yang salah jadi ada alasan

pragmatis mengapa guru dalam (12) memberikan kontribusi yang

melanggar maksim kualitas. Rahardi (2005: 55) memberikan contoh

lain mengenai maksim kualitas, yaitu sebagai berikut :

(13) “Silakan menyontek saja biar nanti saya mudah menilainya!”

(14) “Jangan menyontek, nilainya bisa E nanti!”

Tuturan (13) dan (14) dituturkan oleh dosen kepada

mahasiswanya di dalam ruang ujian pada saat dia melihat ada seorang

mahasiswa yang sedang berusaha menyontek. Tuturan (14) jelas lebih

memungkinkan terjadinya kerja sama antara penutur dengan mitra

tutur. Tuturan (13) dikatakan melanggar maksim kualitas kerena

penutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

32

sesuatu yang seharusnya dilakukan seseorang. Akan merupakan suatu

kejanggalan bila di dalam dunia pendidikan terdapat seorang dosen

yang mempersilakan para mahasiswanya untuk menyontek pada saat

ujian berlangsung.

Rahardi (2005: 55) mengemukakan bahwa dalam komunikasi

sebenarnya, penutur dan mitra tutur sangat lazim menggunakan

tuturan dengan maksud yang tidak senyatanya dan tidak disertai

dengan bukti-bukti yang jelas. Bertutur yang terlalu langsung dan

tanpa basa-basi dengan disertai bukti-bukti yang jelas dan apa adanya

justru akan membuat tuturan menjadi kasar dan tidak sopan. Dengan

kata lain, untuk bertutur yang santun maksim kualitas ini seringkali

tidak dipatuhi.

3. Maksim Relevansi (Maxim of Relevance)

Berbeda dengan dua maksim sebelumnya yang terdiri atas dua

aturan, maksim relevansi hanya terdiri atas satu aturan saja, yaitu : “Be

relevant” yang artinya “Perkataan Anda harus relevan” Grice (2006:

68). Sehubungan dengan aturan dalam maksim relevansi, Nababan

(1987: 32) mengemukakan bahwa walaupun aturan ini kelihatan kecil,

namun ia mengandung banyak persoalan, misalnya: apa fokus dan

macam relevansi itu, bagaimana kalau fokus relevansi berubah selama

suatu percakapan, bagaimana menangani perubahan topik percakapan,

dan lain sebagainya. Aturan relevansi sangat penting, karena

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

33

berpengaruh terhadap makna suatu ungkapan yang menjadi inti dari

implikatur dan juga merupakan faktor yang penting dalam

penginterpretasian suatu kalimat atau ungkapan.

Dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjadi kerja

sama yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing

hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu

yang dipertuturkan. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi

yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja

sama. Berhubungan dengan maksim ini, Wijana (2009: 48−49)

memberikan contoh sebagai berikut :

(15) A : Pak ada tabrakan motor lawan truk di pertigaan depan.

B : Yang menang apa hadiahnya?

Dialog di atas adalah percakapan antara seorang ayah dengan

anaknya. Bila sang ayah sebagai peserta percakapan yang kooperatif,

maka tidak selayaknya ia mempersamakan peristiwa kecelakaan

dengan sebuah pertandingan atau kejuaraan. Agaknya, di luar maksud

untuk melucu, kontribusi (B) dalam (15) sulit dicarikan hubungan

implikasionalnya. Untuk itu bandingkan dengan percakapan di bawah

ini :

(16) A : Pukul berapa sekarang, Bu?

B : Tukang Koran baru lewat.

Jawaban (B) dalam (16) di atas bila dilihat sekilas tidak

berhubungan, tetapi bila dicermati ada hubungan implikasional yang

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

34

dapat diterangkan. Jawaban (B) dalam (16) memang tidak secara

eksplisit menjawab pertanyaan (A). Akan tetapi, dengan

memperhatikan kebiasaan tukang koran mengantar surat kabar atau

majalah pada mereka, (A) dalam (16) dapat membuat inferensi pukul

berapa ketika itu. Dalam (16) terlihat bahwa penutur dan lawan tutur

memiliki asumsi yang sama, sehingga hanya dengan mengatakan

tukang koran baru lewat (A) sudah merasa terjawab pertanyaannya.

Fenomena (16) mengisyaratkan bahwa kontribusi peserta tindak ucap

relevansinya tidak selalu terletak pada makna ujarannya, tapi mungkin

pula pada apa yang diimplikasikan ujaran tersebut. Kecenderungan

adanya keterkaitan antara bagian-bagian ujaran di dalam dialog secara

eksplisit ditegaskan oleh Grice sebagai berikut:.

“Our talk exchanges do not normally consist of a succession of

disconnected remarks, and would not be rational if they did. They

are charaacteristycally, or to some degree at least, cooperative

efforts; and each participants recognizes is them” (dalam Wijana,

2009: 49)

4. Maksim Pelaksanaan (Maxim of Manner)

Dalam maksim pelaksanaan, hal yang ditekankan bukan

mengenai apa yang dikatakan, tetapi bagaimana cara mengungkapkan.

Sebagai aturan utama, Grice (2006: 68) menyebutkan “Be

perspicacious” atau “Anda harus berbicara jelas”. Selanjutnya Grice

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

35

menguraikan aturan utama di atas menjadi empat aturan khusus, yaitu

:

a. Avoid obscurity of expression.

b. Avoid ambiguity.

c. Be brief (avoid unnecessary prolixity).

d. Be orderly.

Dalam maksim pelaksanaan, peserta tutur harus bertutur secara

langsung, jelas, dan tidak kabur. Orang yang bertutur dengan tidak

mempertimbangkan hal-hal di atas dapat dikatakan melanggar prinsip

kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.

Berkenaan dengan maksim ini, Rahardi (2005: 57−58) memberikan

contoh sebagai berikut :

(17) A : “Ayo, cepat dibuka!”

B : “Sebentar dulu, masih dingin.”

Wacana (17) di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah,

karena berkadar kejelasan rendah dengan sendirinya kadar

kekaburannya tinggi. Tuturan (A) sama sekali tidak memberikan

kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh si mitra tutur.

Dapat dikatakan demikian karena tuturan itu dimungkinkan untuk

ditafsirkan bermacam-macam. Demikian pula tuturan yang

disampaikan (B) mengandung kadar ketaksaan yang cukup tinggi.

Tuturan-tuturan demikian dapat dikatakan melanggar prinsip kerja

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

36

sama karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan. Berikut ini adalah

contoh lain yang diberikan oleh Wijana :

(18) Nanti kalau di Gardena jangan lewat di tempat b-o-n-e-k-a ya!

Dengan maksim ini seorang penutur diharuskan menafsirkan

kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya secara taksa

berdasarkan konteks-konteks pemakaiannya. Hal ini didasari prinsip

bahwa ketaksaan tidak akan muncul bila kerja sama antara peserta

tindak tutur selalu dilandasi oleh pengamatan yang seksama terhadap

kriteria-kriteria pragmatik. Menurut Wijana (2009: 50-51) dalam

pertuturan yang wajar, percakapan seperti contoh di bawah ini tidak

akan ditemui:

(19) A : Masak Peru Ibu Kotanya Lima… Banyak amat.

B : Bukan jumlahnya, tetapi namanya.

(20) A : Saya ini pemain gitar solo.

B : Kebetulan saya orang Solo. Coba hibur saya dengan lagu-

lagu daerah Solo.

Bila konteks pemakaian dicermati, kata Lima yang diucapkan

(A) tidak mungkin ditafsirkan atau diberi makna „nama bilangan‟ dan

solo yang bermakna tunggal tidak akan ditafsirkan „nama kota di Jawa

Tengah‟ karena di dalam pragmatik konsep ketaksaan atau (ambiguity)

tidak dikenal. Grice (2006: 69) membuat analogi bagi kategori-

kategori maksim percakapannya sebagai berikut:

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

37

a. Quantity. If you are asissting mend a car, I expect your contribution

to be neither more nor less than is required; if, for example, at a

particular stage I need four screws, I expect you to hand me four,

rather than two or six.

b. Quality. I expect your contributions to be genuine and not spurious.

If I need sugar as an ingredient in the cake you are assisting me to

make, I do not expect you to hand me salt, If I need a spoon, I do not

expect a trick spoon made of rubber.

c. Relation. I expect a partners contribution to be appropriate to

immediate needs at each stage of the transaction; if I am mixing

ingredients for a cake, I do not expect to be handed a good book, or

even an oven cloth (though this might be an appropriate contribution

at later stage).

d. Manner . I expect a partner to make it clear what contribution he is

making, and to execute his performance with reasonable dispatch.

Analogi maksim-maksim yang dikemukakan Grice di atas kurang

lebih memiliki arti sebagai berikut :

a. Maksim kuantitas. Jika anda membantu saya memperbaiki mobil,

saya mengharapkan kontribusi anda tidak lebih atau tidak kurang

dari apa yang saya butuhkan. Misalnya, jika pada tahap tertentu

saya membutuhkan empat obeng, saya mengharapkan anda

mengambilkan empat bukannya dua atau enam.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

38

b. Maksim kualitas. Saya mengharapkan kontribusi anda sungguh-

sungguh, bukan sebaliknya. Jika saya membutuhkan gula sebagai

bahan adonan kue, saya tidak mengharapkan anda memberi saya

garam. Jika saya membutuhkan sendok, saya tidak mengharapkan

anda mengambilkan sendok-sendokan atau sendok karet.

c. Maksim relevansi. Saya mengharapkan kontribusi teman kerja

saya sesuai dengan apa yang saya butuhkan pada setiap tahapan

transaksi. Jika saya mencampur bahan-bahan adonan kue, saya

tidak mengharapkan diberikan buku yang bagus, atau bahkan kain

oven meskipun benda yang terakhir ini saya butuhkan pada

tahapan berikutnya.

d. Maksim pelaksanaan. Saya mengharapkan teman kerja saya

memahami kontribusi yang harus dilakukannya dan

melaksanakannya secara rasional.

4. Sejarah Perkembangan Toko Online

Toko online di Indonesia baru mulai populer di tahun 2006. Pada

akhir tahun 2008 jumlah toko online di Indonesia meningkat puluhan

hingga ratusan persen dari tahun sebelumnya. Faktor pendukungnya

adalah makin banyaknya pengguna internet di Indonesia, hanya sekitar

2.000.000 orang pada tahun 2000 menjadi 25.000.000 pengguna pada

tahun 2008 (internetworldstats.com, data hingga Juni 2008). Faktor kedua

yang menyebabkan hal tersebut, karena semakin mudah dan murahnya

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

39

koneksi internet di Indonesia, ketiga semakin banyak pendidikan dan

pelatihan pembuatan toko online dengan harga sangat terjangkau.

Perkembangan online shopping atau belanja online seperti halnya

Tokopedia.com, blibli.com, tokobagus.com, kini semakin ramai dengan

berbagai jenis produk mulai dari fashion, makanan, keperluan rumah

tangga, sampai gadget dll. Saat ini diperkirakan jumlah toko online di

Indonesia telah berjumlah ratusan.

Semakin banyak e-commerce (layanan untuk sarana jual/beli

online) yang berkembang di Indonesia membuat banyak perubahan pola

belanja masyarakat yang awal bersifat konvensional kini berbelanja cukup

dengan memilih produk yang ada di web/blog. Website depkominfo telah

mempunyai halaman sistem informasi pemetaan e-commerce Indonesia,

namun sistem tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa

toko online memiliki data web yang selalu terupdate dan memiliki

informasi kontak yang jelas. Toko online lainnya ada yang datanya tidak

update (informasi terakhir adalah data antara 1 bulan hingga 12 bulan

sebelumnya), ada pula yg tidak memiliki informasi kontak secara jelas,

dan fitur e-commerce yang tidak lengkap.

Saat ini diperkirakan jumlah toko online di Indonesia telah

berjumlah ratusan, Menurut data statistik: jumlah masyarakat online di

seluruh dunia (data tahun 2007) adalah 1,2 milyar dan diperkirakan

bertumbuh menjadi 1,9 milyar pada tahun 2011. Pertumbuhan pengguna

internet yang amat pesat tampak di seluruh benua, benua Asia tertinggi

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

40

dari benua-benua lainnya. Data Jurnal Bisnis Internasional: para pebisnis

kecil yang menggunakan internet marketing bertumbuh 46 % lebih cepat

dibanding mereka yang belum menggunakan internet marketing. Media

digital seperti internet telah merajai seluruh area bisnis dan komunikasi,

mengalahkan media print (cetak).

Toko online sangat indentik dengan UMKM, baik dari segi

permodalan hingga manajemennya, bedanya hanya medianya saja.

UMKM menganut media offline, sedangkan toko online menggunakan

cara online. Namun satu hal yang cukup penting adalah belum adanya

lembaga yang mewadahi dan mampu melindungi toko online Indonesia.

Untuk komunitas toko atau bisnis online sendiri ada beberapa yang sudah

terbentuk diharapkan dapat menumbuhkan bisnis online di Indonesia.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

41

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan sebuah cara kerja yang dilakukan

oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti.

Kerangka pikir terkait dalam penelitian ini secara garis besar dilukiskan

pada bagan di bawah ini.

Sumber data penelitian ini adalah percakapan atau dialog

dalam bahasa transaksi jual beli online di Tokopedia.com. Berdasarkan

hal tersebut dapat diketahui data dalam penelitian ini adalah tuturan

antara penjual dan pembeli beserta konteksnya yang mengandung prinsip

kerja sama. Keseluruhan tuturan beserta konteksnya yang terdiri atas

beberapa pematuhan dan pelanggaran jenis tuturan dianalisis

menggunakan kajian pragmatik yakni teori prinsip kerja sama Grice.

Kemudian setelah diketahui beberapa pematuhan dan pelanggaran yang

terdapat dalam bahasa transaksi jual beli di Tokopedia.com, terlihat

prinsip kerja sama yang mendominasi dan mengapa pelanggaran atau

pematuhan tersebut mendominasi. Setelah itu penulis dapat memperoleh

hasil simpulan dari pembahasan dalam penelitian ini.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212040_bab2.pdf · dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara internal. Menurutnya, studi bahasa

42

Bagan 1. Kerangka Pikir Penelitian

Teori Prinsip Kerja Sama Grice

Pelanggaran

Pembahasan untuk

menghasilkan simpulan

Konteks

Pematuhan

Tuturan Antara Penjual dan

Pembeli dalam Proses Jual

Beli

Pragmatik

Tokopedia.com di media sosial pada bulan

Januari sampai Maret 2015