BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf2.1.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan...
-
Upload
vuongkhanh -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 ... 2.pdf2.1.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan...
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan
per kapita penduduk suatu negara meningkat secara terus menerus dalam jangka
panjang. Sebagian ahli ekonomi mengatakan bahwa pembangunan ekonomi
adalah pertumbuhan ekonomi yang mengalami perubahan yang diikuti oleh
perubahan-perubahan struktur dan corak kegiatan ekonomi. Dengan kata lain,
pembangunan ekonomi tidak hanya membahas mengenai perkembangan
pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, seperti
mulai adanya masalah mengenai pergeseran sektor pertanian menuju kepada
sektor industri, masalah percepatan pertumbuhan ekonomi dan masalah
pemerataan pendapatan (Musfidar, 2012).
Menurut Todaro dalam Arsyad (2010:11) mengatakan bahwa keberhasilan
pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh 3 nilai pokok yaitu berkembangnya
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs),
meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan
meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude)
yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pembangunan ekonomi dapat
juga diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.
2
2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sukirno (2011:9), pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan
kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil
berubah. Namun, perkembangan kegiatan ekonomi tidak akan terjadi apabila
suatu negara menutup diri dari perdagangan luar negeri (Tabassum, 2008).
Sementara itu, Boediono (2009) mengatakan pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanannya pada tiga
aspek yaitu proses, output per kapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi
dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi output totalnya (PDB) dan sisi jumlah
penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.
Di tinjau dari sudut ekonomi, perkembangan ekonomi dunia yang berlaku
semenjak lebih dari dua abad yang lalu menimbulkan dua efek penting yang
sangat menggalakkan yaitu kemakmuran atau taraf hidup masyarakat semakin
meningkat dan dapat menciptakan kesempatan kerja yang baru kepada penduduk
yang terus meningkat jumlahnya (Sukirno, 2010:421).
Menurut Sukirno (2010:429) ada beberapa faktor yang menentukan
pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1) Tanah dan kekayaan alam lainnya
Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan
iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasil laut yang dapat diperoleh,
serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang tersedia. Kekayaan alam
akan dapat mempermudah dalam mengembangkan perekonomian terutama pada
masa permulaan pertumbuhan ekonomi. Pada awal pertumbuhan ekonomi akan
3
terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi.
Apabila suatu negara mempunyai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan
baik maka hambatan pertumbuhan ekonomi akan dapat teratasi dan pertumbuhan
ekonomi akan tumbuh pesat.
2) Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong
bahkan penghambat suatu pertumbuhan ekonomi. Dorongan yang timbul dari
perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari akibat
pertambahan luas pasar. Perkembangan penduduk menyebabkan besarnya luas
pasar dari barang-barang yang dihasilkan perusahaan menjadi besar pula.
Berdasarkan peranan tersebut, maka perkembangan penduduk akan menimbulkan
dorongan kepada pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan
ekonomi. Akibat buruk dari pesatnya pertambahan penduduk kepada pertumbuhan
ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum
tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Suatu negara
dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk
tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia.
3) Barang modal dan tingkat teknologi
Barang modal penting artinya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Barang modal yang bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah bertambah
modern memegang peranan penting di dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.
Kemajuan teknologi menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan
ekonomi yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan ekonomi.
4
4) Sistem sosial dan sikap masyarakat
Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan
pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah masyarakat masih
menggunakan cara tradisional dalam melakukan proses produksi. Sikap
masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar terhadap pertumbuhan
ekonomi diantaranya adalah sikap berhemat dan bertujuan untuk investasi.
Ada beberapa alat pengukur dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1) Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto apabila ditingkat nasional adalah jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan
dalam harga pasar. Ketika PDB meningkat maka terjadi pertumbuhan ekonomi.
2) Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita
Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita dapat digunakan sebagai alat
ukur pertumbuhan yang lebih baik dalam mencerminkan kesejahteraan penduduk
dalam skala daerah. Ketika PDRB per kapita meningkat maka akan terjadi
pertumbuhan ekonomi.
2.1.3 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi
1) Adam Smith
Dalam Arsyad (2010:75), Smith menerangkan ada dua aspek utama dalam
pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a. Pertumbuhan output total, dan
b. Pertumbuhan penduduk
5
Menurut Smith, sumber daya alam yang telah ada di dunia merupakan suatu
hal yang mendasar dari kegiatan produksi masyarakat. Jumlah sumber daya alam
yang telah tersedia merupakan “batas maksimum” bagi pertumbuhan ekonomi
suatu daerah. Maksudnya, jika sumber daya yang telah tersedia belum mampu
digunakan sepenuhnya maka yang mempunyai peranan untuk memberdayakan
sumber daya tersebut adalah jumlah penduduk dan stok modal yang ada di suatu
daerah. Pertumbuhan output tersebut akan berhenti jika semua sumber daya alam
tersebut telah digunakan sepenuhnya. Sumber daya manusia mempunyai peranan
yang pasif dalam proses pertumbuhan output. Meskipun telah disadari bahwa
pertumbuhan ekonomi bergantung kepada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik
lebih mefokuskan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk terhadap
pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ahli ekonomi klasik, hukum hasil
tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Pada mulanya, ketika jumlah penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif banyak,
maka tingkat pengembalian modal dari investasi yang dibuat justru akan
meningkat. Ketika pertumbuhan penduduk semakin tinggi, pertambahan tersebut
akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktifitas setiap penduduk
akan berkurang dan pada saat keadaan tersebut terjadi, maka kemakmuran
masyarakat menurun kembali.
Berdasarkan teori pertumbuhan klasik, dikenal suatu teori yang bernama teori
penduduk optimum. Teori tersebut menjelaskan hubungan antara pendapatan
perkapita dan jumlah penduduk. Apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi
marjinal akan lebih tinggi dan akan diikuti pula dengan kenaikan pendapatan per
6
kapita. Akan tetapi, apabila penduduk semakin banyak. hukum hasil tambahan
yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi
marjinal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional
dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. Penduduk
yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang
tertentu, produksi marjinal telah sama dengan pendapatan per kapita. Pada
keadaan ini pendapatan per kapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah
penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimum.
Gambar 2.1 Teori Pertumbuhan Klasik : Penduduk Optimum
Sumber : Sukirno, 2010
Secara grafik, teori penduduk optimum dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.1.
Kurva 𝑌𝑝𝑘 menunjukkan tingkat pendapatan perkapita pada berbagai jumlah
penduduk dan M adalah puncak kurva tersebut. Maka penduduk optimal adalah
jumlah penduduk sebanyak 𝑁𝑜 , dan pendapatan perkapita yang paling maksimum
adalah 𝑌𝑜 . Efek dari pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh perkembangan
ekonomi dapat menggeser kurva 𝑌𝑃𝐾 bergerak keatas menjadi 𝑌′𝑃𝐾 . Perubahan
tersebut dapat menyebabkan dua hal yakni: (i) penduduk optimum akan bergeser
7
dari 𝑁0 ke kanan menjadi 𝑁1 dan pada penduduk optimum 𝑁1 pendapatan
perkapita lebih tinggi dari 𝑌𝑜menjadi 𝑌1.
Stok modal menurut Smith memegang peranan paling penting dalam
pembangunan ekonomi. Cepat lambatnya pembangunan ekonomi tergantung pada
ketersediaan stok kapital. Selain itu, unsur produksi yang secara aktif menentukan
tingkat output. Peranan stok modal sangat sentral dalam proses pertumbuhan
output. Jumlah dan tingkat pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan
stok modal (sampai batas maksimum dari sumber daya alam).
Smith juga mengemukakan pengaruh stok modal terhadap tingkat output total
bisa secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung tersebut maksudnya
adalah karena pertambahan modal (sebagai input) akan langsung meningkatkan
output. Sementara itu, pengaruh tidak langsung adalah peningkatan produktivitas
tenaga kerja yang dimungkinkan karena adanya spesialisasi.
2) Harrod-Domar
Dalam Arsyad (2010:83), teori Harrod-Domar ini menganalisis syarat-syarat
yang diperlukan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam
jangka panjang. Menurut Harrod-Domar, pembentukan modal merupakan faktor
penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tidak
hanya dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kemampuan suatu
perekonomian untuk menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga akan
meningkatkan permintaan efektif masyarakat.
8
2.1.4 Distribusi Pendapatan
Secara umum menurut Adelman dan Morris (dalam Arsyad 2010:283), ada
delapan penyebab timbulnya ketidakmerataan distribusi pendapatan, yaitu:
1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memicu penurunan pendapatan per
kapita.
2) Inflasi dimana pendapatan atas uang bertambah namun tidak diikuti secara
proporsional oleh pertambahan produksi barang-barang.
3) Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
4) Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital
intensive).
5) Rendahnya mobilitas sosial.
6) Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan
kenaikan harga-harga barang hasil industri.
7) Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara yang masih berkembang
dalam perdagangan dengan negara yang maju.
8) Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri
rumah tangga dan lain-lain.
Distribusi pendapatan sebagai suatu ukuran dibedakan menjadi dua ukuran
pokok, baik untuk tujuan analisis maupun untuk tujuan kuantitatif yaitu:
1) Distribusi pendapatan ”personal” atau distribusi pendapatan berdasarkan
ukuran atau besarnya pendapatan.
Distribusi pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan berdasarkan
besarnya pendapatan paling banyak digunakan ahli ekonomi. Distribusi ini hanya
9
menyangkut orang per orang atau rumah tangga dan total pendapatan yang
diterima, darimana pendapatan yang tersebut diperoleh tidak dipersoalkan.
2) Distribusi pendapatan “fungsional” atau distribusi pendapatan menurut
bagian.
Indikator ini berusaha untuk menjelaskan pangsa pendapatan nasional yang
diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja dan
kewirausahaan). Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya
memfokuskan perhatiannya pada persentase penghasilan tenaga kerja secara
keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha (faktor produksi) yang terpisah, dan
kemudian membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang berwujud
sewa, bunga dan laba (masing-masing merupakan hasil perolehan atas faktor
produksi tanah, modal dan kewirausahaan).
Untuk mengukur suatu ketidakmerataan distribusi pendapatan digunakan
sebuah alat ukur yaitu Koefisien Gini yang diperoleh dengan menghitung luas
daerah antara garis diagonal (ketidakmerataan sempurna) dengan kurva Lorenz
dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana kurva Lorenz
itu berada. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai
selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol
menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati
satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi (Dewangga, 2011). Hal tersebut
ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
10
Gambar 2.2 Perkiraan Koefisien Gini
Sumber: www.studyblue.com
Koefisien Gini untuk negara-negara yang derajat ketimpangannya tinggi
berkisar antara 0,50 hingga 0,75, sedangkan untuk negara-negara yang distribusi
pendapatannya relatif merata, angkanya berkisar antara 0,20 hingga 0,35. Semakin
besar nilai koefisien Gini, maka mengindikasikan semakin tidak meratanya
distribusi pendapatan, sebaliknya semakin kecil nilai koefisien Gini,
mengindikasikan semakin meratanya distribusi pendapatan (Haris, 2014).
2.1.5 Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Ketimpangan pada kenyataannya tidak dapat dihilangkan dalam
pembangunan suatu daerah. Ketimpangan tersebut terjadi karena sektor-sektor
utama daerah hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu saja (Soenandar, 2005).
Fleisher et al. (2007) mengatakan bahwa faktor penentu kesenjangan antar
wilayah meliputi investasi modal fisik, modal manusia, dan modal infrastruktur.
Adanya ketimpangan akan memberikan dorongan kepada daerah yang
terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh
tertinggal dengan daerah sekitarnya. Selain itu, daerah-daerah tersebut akan
bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal
11
ini memberikan dampak positif. Selain memberikan dampak positif, terdapat pula
dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar
wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan
stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya
dipandang tidak adil (Todaro dan Smith, 2004:235). Selain itu, ketimpangan antar
wilayah akan mengakibatkan migrasi penduduk yang bekerja dan berpindahnya
modal dari daerah yang tertinggal menuju daerah yang maju (Cherodian dan
Thirlwall, 2013).
Menurut Kuznets (Arsyad, 2010:293) seorang ekonom Klasik menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin pada awalnya cenderung
menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi
pendapatan. Bila negara-negara miskin tersebut sudah semakin maju, maka
persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun (an
inverse U shaped patern). Beberapa ekonom pembangunan tetap berpendapat
bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan ketimpangan pendapatan
yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari.
Kuznets menjelaskan disparitas dalam pembagian pendapatan cenderung
bertambah besar selama tahap-tahap awal pembangunan, baru kemudian selama
tahap-tahap lebih lanjut dari pembangunan berbalik menjadi lebih kecil, atau
dengan kata lain bahwa proses pembangunan ekonomi pada tahap awal
mengalami kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan, yang
baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih besar dalam pembagian
pendapatan pada tahap pembangunan lebih lanjut. Kuznets juga mengatakan
12
dalam jangka pendek ada korelasi positif antara pertumbuhan pendapatan
perkapita dengan disparitas pendapatan. Namun dalam jangka panjang hubungan
keduanya menjadi korelasi yang negatif.
2.1.6 Penduduk Yang Bekerja
Menurut Smith (dalam Irawan, 2002:23) pertumbuhan penduduk dinilai
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Bertambahnya penduduk akan
memperluas pasar dan perluasan pasar akan mempertinggi tingkat spesialisasi
dalam perekonomian. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa
alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi.
Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk
menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia
yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan
ekonomi.
Tenaga kerja secara umum adalah penduduk yang siap bekerja. Penduduk
yang bekerja adalah seseorang yang melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling
sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut
termasuk pula kegiatan pekerja tidak dibayar yang membantu dalam suatu usaha
atau kegiatan ekonomi.
Undang-undang No. 25 tahun 1997 menyebutkan definisi tenaga kerja yaitu
setiap orang baik laki-laki maupun wanita yang sedang dalam dan atau melakukan
pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara itu, angkatan
13
kerja adalah penduduk usia kerja berumur 15 tahun atau lebih yang selama
seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya pekerjaan yang sementara
tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan (BPS Provinsi Bali, 2014).
Berikutnya, bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang
lalu tidak bekerja hanya sekolah, mengurus rumah tangga, dan mereka yang
tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja, sementara
tidak bekerja atau mencari kerja.
Musfidar (2012) dalam penelitiannya di Provinsi Sulawesi Selatan
mengatakan bahwa jumlah penduduk yang berumur produktif baik yang sudah
bekerja maupun yang belum bekerja, akan meningkatkan angka ketimpangan
distribusi pendapatan. Hal ini dikarenakan proporsi jumlah penduduk yang
bekerja masih belum merata di sejumlah daerah, mereka masih banyak yang
bekerja di pedesaan dibandingkan di perkotaan, sehingga terjadi perbedaan
penghasilan antar mereka yang bekerja di kota dan mereka yang bekerja di desa.
Mereka yang bekerja di perkotaan memiliki tingkat penghasilan yang tinggi jika
dibandingkan dengan mereka yang bekerja di pedesaan.
Todaro (2000:236) mengatakan pengaruh antara ketimpangan distribusi
pendapatan terhadap kemiskinan dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah
penduduk. Pertambahan penduduk cenderung berdampak negatif terhadap
penduduk miskin, terutama bagi mereka yang sangat miskin. Sebagian besar
keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak sehingga kondisi
perekonomian mereka yang berada di garis kemiskinan semakin memburuk
seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan.
14
2.1.7 Investasi
Investasi atau penanaman modal merupakan pengeluaran yang bertujuan
untuk menambah modal serta memperoleh keuntungan pada masa yang akan
datang. Investasi yang terkonsentrasi hanya dibeberapa daerah akan menjadi salah
satu faktor penyebab adanya ketimpangan pendapatan. Hal ini dikarenakan, hanya
daerah-daerah yang dinilai mendapatkan keuntungan yang menjanjikan yang akan
dilirik oleh para investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri.
Menurut Sukirno (2011:255) investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran
atau pengeluaran penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang
modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.
Dalam praktiknya, usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan
dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (atau
pembentukan modal atau pananaman modal) meliputi pengeluaran berikut
(Sukirno, 2011:262):
1) Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan
produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
2) Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor,
bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.
3) Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, barang mentah dan
barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan
pendapatan nasional.
15
Ada dua peran investasi dalam makro ekonomi yakni yang pertama, karena
merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis,
perubahan besar dalam investasi akan sangat mempengaruhi permintaan agregat
dan akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Selain itu,
investasi mendorong terjadinya akumulasi modal. Penambahan stok bangunan
gedung dan peralatan penting lainnya akan meningkatkan output potensial suatu
bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang. Dengan
demikian, investasi memainkan dua peran yakni mempengaruhi output jangka
pendek melalui dampaknya terhadap permintaan agregat dan mempengaruhi laju
pertumbuhan output jangka panjang melalui dampak pembentukan modal
terhadap output potensial dan penawaran agregat. Faktor penentu investasi
menurut Samuelson dan Nordhaus (1990:173) yakni:
1) Hasil penjualan
Suatu kegiatan investasi akan memberikan tambahan hasil penjualan bagi
perusahaan hanya bila investasi ini membuat perusahaan mampu menjual lebih
banyak. Ini berarti faktor penentu yang sangat penting bagi investasi adalah
tingkat output secara keseluruhan. Bila pabrik-pabrik beroperasi dibawah
kapasitas normalnya, perusahaan-perusahaan tidak begitu berkeinginan
membangun pabrik baru, sehingga tingkat investasi akan rendah. Secara umum
investasi akan bergantung pada hasil penjualan yang akan diperoleh dari seluruh
kegiatan ekonomi.
16
2) Biaya/Bunga
Faktor penentu kedua terhadap tingkat investasi adalah biaya investasi.
Karena barang-barang berumur panjang, maka analisa biaya investasi lebih rumit
daripada biaya komuditi lain seperti batubara dan gandum. Bila membeli barang
berumur panjang, kita harus menghitung harga dari modal itu, dalam hal ini
dinyatakan dalam tingkat bunga pinjaman. Investor seringkali menaikkan dana
untuk membeli barang-barang modal dengan melakukan pinjaman.
3) Ekspektasi
Unsur ketiga yang ikut mempengaruhi investasi adalah kadar ekspektasi dan
kepercayaan dunia usaha. Pada hakikatnya investasi boleh dikatakan sebagai
perjudian mengenai masa depan, dengan taruhan bahwa hasil investasi akan lebih
besar daripada biayanya. Jadi keputusan investasi tergantung juga pada ekspektasi
akan situasi masa depan namun seperti banyak dikatakan orang masa depan sangat
sulit untuk diramalkan.
2.1.8 Hubungan Jumlah Penduduk Yang Bekerja Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
Adanya pengaruh positif pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan
ekonomi di mana kondisi dan kemajuan penduduk sangat erat terkait dengan
tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi. Penduduk disatu pihak dapat
menjadi pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat
menjadi sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan (Musfidar, 2012).
Hal yang serupa dikatakan pula oleh Kiguru dkk (2013) pada penelitiannya yang
dilakukan di Kenya bahwa pertumbuhan penduduk baik yang bekerja atau tidak
17
berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan
populasi akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di pihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan kondisi sosial
ekonomi pada wilayah tertentu akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan
berapa banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil
pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu
(Todaro, 2000:204).
2.1.9 Hubungan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kunle et al. (2014), pertumbuhan ekonomi secara langsung
berkaitan dengan arus masuk investasi asing. Pertumbuhan ekonomi yang baik
akan memberikan sinyal positif bagi arus masuk investasi. Ini berarti bahwa
investasi swasta merupakan mesin dari pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu isu paling kontroversial dari
sejarah ekonomi dunia. Sebuah jalur pembangunan yang ramah lingkungan yang
dimulai dengan pertanian diganti revolusi industri. Selama revolusi industri, tak
ada habisnya produksi dan proses inovasi dirangsang, sehingga eksploitasi sumber
daya alam terus meningkat. Investasi modal tetap mengacu pada pembelian
barang modal oleh pemerintah dan swasta termasuk konstruksi perumahan,
konstruksi non-perumahan, mesin dan peralatan. Investasi dapat dijadikan sebagai
sumber teknologi dan pengetahuan yang berharga untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (Alfaro, 2003). Hal tersebut didukung pula oleh pendapat
dari Borensztein et al. (1997) bahwa investasi akan secara langsung berkontribusi
18
terhadap pertumbuhan ekonomi apabila teknologi yang canggih harus mampu di
serap dengan baik oleh penggunanya.
Menurut Sukirno (2011:271) kegiatan investasi memungkinkan suatu
masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran
masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi,
yakni: (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat,
sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan
nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat
investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh
perkembangan teknologi. Investasi sebagai salah satu faktor produksi merupakan
faktor yang sangat penting dalam peningkatan PDRB. Penurunan investasi akan
menyebabkan tingkat pendapatan nasional menurun di bawah kapasitas
pendapatan nasional. Peningkatan investasi masuk ke dalam suatu daerah akan
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi.
2.1.10 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan
Pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan
berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam
pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara
berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan
tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro dalam Hidayat, 2014).
19
Menurut Haris (2014) ketimpangan pada negara sedang berkembang relatif
lebih tinggi karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai, kesempatan
dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah-daerah
yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik sedangkan daerah yang masih
terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan
prasarana dansarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab
itulah, pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisi
yang lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami
kemajuan.
2.1.11 Hubungan Jumlah Penduduk Yang Bekerja Terhadap Ketimpangan
Distribusi Pendapatan
Menurut Barro (1999) pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor pertanian ke
sektor industri mengakibatkan penduduk mengalami perubahan pendapatan yang
akan meningkatkan pula derajat ketimpangan distribusi pendapatan. Pendapatan
penduduk yang bekerja pada sektor industri akan jauh lebih tinggi daripada
penduduk yang bekerja pada sektor pertanian.
Estudillo (1997) melakukan penelitian distribusi pendapatan di Filipina
menggunakan data tahun 1961-1991 dengan hasil bahwa kenaikan proporsi
populasi penduduk di perkotaan berdampak pada memburuknya distribusi
pendapatan penduduk. Distribusi pendapatan seluruh penduduk merupakan
kombinasi dari distribusi pendapatan penduduk perkotaan dan pedesaan.
Peningkatan jumlah penduduk berusia tua akan megurangi pendapatan rumah
20
tangga, karena pendapatan penduduk berusia tua biasanya lebih rendah
dibandingkan pendapatan penduduk usia produktif.
Pangemanan (2001) dalam studinya menggunakan metode GLS dengan
menggunakan fixed effect, dengan hasil sebagai berikut:
1) Kenaikan penduduk usia 60 tahun ke atas secara signifikan menurunkan
distribusi pendapatan, karena penduduk usia lanjut mayoritas berada pada
kelompok rumah tangga berpenghasilan menengah ke atas.
2) Kenaikan proporsi penduduk yang bekerja dan terdidik akan meningkatkan
distribusi pendapatan rumah tangga, karena ketidakmerataan distribusi
pendidikan.
3) Kenaikan proporsi anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri akan
meningkatkan distribusi pendapatan rumah tangga, karena adanya
kesenjangan tingkat upah yang cukup tinggi antar pekerja yang bekerja di
sektor industri pengolahan, dimana sebagian kecil pekerja bekerja sebagai
manajer, teknisi, dan atau yang memiliki keahlian tinggi.
2.1.12 Hubungan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Kesenjangan pendapatan merupakan ketimpangan relatif pendapatan antar
golongan masyarakat yang diukur dengan Gini Ratio. Dari segi penyebabnya,
Todaro dalam Suyana Utama (2008) mengatakan, kesenjangan distribusi
pendapatan di negara yang sedang berkembang disebabkan oleh a) pertumbuhan
penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita, b)
ketidakmerataan pembangunan antar daerah, c) inflasi, dimana pendapatan uang
21
bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi
barang-barang, d) investasi.
Menurut Wahyuni, dkk (2014), investasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesenjangan pendapatan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali
selama 2000-2012 meningkat. Hal ini berarti bahwa semakin besar investasi,
makin besar disparitas atau kesenjangan pendapatan akan semakin timpang.
2.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan teori-teori serta hasil penelitian terdahulu
yang telah dikemukakan, selanjutnya diajukan hipotesis sebagai berikut:
1) Jumlah penduduk yang bekerja dan investasi berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.
2) Jumlah penduduk yang bekerja, investasi dan pertumbuhan ekonomi
berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di
Provinsi Bali.
3) Jumlah penduduk yang bekerja dan investasi berpengaruh tidak langsung
terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Bali.