BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agency Theory
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agency Theory
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Agency Theory
Teori Keagenan (Agency Theory) yang merupakan implementasi dalam
organisasi modern. Teori Agensi menekankan pentingnya pemilik perusahaan
(pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga
professional yang disebut agen yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-
hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan yaitu agar
pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya
yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga
professional. Teori ini menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara dua pihak
atau lebih yang salah satu pihak disebut prinsipal (principal) yang menyewa pihak
lain yang disebut agen (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik
yang meliputi pendelegasian wewenang (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hal ini
pihak prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada
agen. Prinsipal memberikan tanggung jawab kepada agen sesuai dengan kontrak kerja
yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung jawab agen maupun prinsipal diatur
dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. prinsipal mempekerjakan agen untuk
melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, termasuk dalam pendelegasian otoritas
pengambilan keputusan. Kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba
bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori agensi mempunyai implikasi terhadap
akuntansi.
Menurut Watts dan Zimmerman (1986) hubungan prinsipal dan agen sering
ditentukan dengan angka akuntansi. Hal ini memicu agen untuk memikirkan
bagaimana akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan
kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan yang dapat dilakukan agen adalah
dengan melakukan manajemen laba.
Teori agensi menyatakan bahwa praktek manajemen laba dipengaruhi oleh
konflik kepentingan antara agen dan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak
berusaha mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Seringkali hubungan
antara prinsipal dan agen tercermin dalam hubungan antara pemilik modal atau
investor sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Dalam hal ini agen memiliki
lebih banyak informasi dibanding prinsipal, sehingga menimbulkan adanya asimetri
informasi. Adanya informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu
untuk melakukan tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan pribandinya.
Bagi prinsipal dalam hal ini pemilik modal atau investor akan sangat sulit untuk
mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajer karena hanya
memiliki sedikit informasi. Teori keagenan yang dikembangkan oleh Jensen dan
Meckling (1976) mencoba menjelaskan adanya konflik kepentingan antara
manajemen selaku agen dan pemilik serta entitas lain dalam kontrak (misal kreditur)
selaku prinsipal. Prinsipal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktifitas
manajemen, yang terkait dengan investasi atau dananya dalam perusahaan. Hal ini
dilakukan dengan meminta laporan pertanggungjawababan dari agen (manajemen).
Berdasarkan laporan tersebut, prinsipal dapat menilai kinerja manajemen. Namun
yang seringkali terjadi adalah kecenderungan manajemen untuk melakukan
kecurangan. Untuk mengurangi atau meminimalkan kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen dan membuat laporan keuangan yang dibuat manajemen lebih dapat
dipercaya, maka diperlukan pengujian dan dalam hal itu pengujian tersebut hanya
dapat dilakukan oleh pihak ketiga yaitu auditor independen.
a. Definisi
Auditing adalah pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang informasi
untuk menemukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan
kriteria yang telah ditetapkan. (Arens, Elder, dan Beasley :2015).
Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2012: 4), “Auditing adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang
independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen
beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan
untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut”.
Menurut American Accounting Association yang dikutip oleh Siti Kurnia
Rahayu dan Ely Suhayati (2013:1), “Auditing adalah suatu proses yang sistematis
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai informasi
tingkat kesesuaian antara tindakan atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang
telah ditetapkan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak yang membutuhkan,
dimana auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
Definisi auditing secara umum tersebut memiliki unsur-unsur penting yang
diuraikan berikut ini:
Suatu proses sistematik. Auditing merupakan suatu proses sistematik, yaitu
berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang logis, terangka dan
terorganisasi. Auditing dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang
direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan.
Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif. Proses sistematik
tersebut ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang
dibuat oleh individu atau badan usaha, serta untuk mengevaluasi tanpa memihak
atau berprasangka terhadap bukti tersebut.
Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi. Yang dimaksud dengan
pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi di sini adalah hasil proses
akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran, dan
penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses
akuntansi ini menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan
keuangan, yang umumnya terdiri dari empat laporan keuangan pokok neraca,
laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Laporan
keuangan dapat pula berupa laporan biaya pusat pertanggungjawaban tertentu
dalam porusahaan.
Menetapkan tingkat kesesuaian. Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan
evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk
menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat
dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif. Dengan kata lain, pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap keuangan perusahaan tidak lagi hanya
terbatas pada pemimpin perusahaan saja, tetapi meluas kepada para investor dan
kreditur serta calon-calon investor dan calon kreditur.
Kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar
untuk menilai pernyataan (yang berupa hasil proses akuntansi) dapat berupa:
1) Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif
2) Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen
3) Prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (generally accepted
accounting principles)
Penyampaian hasil. Penyampaian hasil auditing sering disebut dengan atestasi
(attestation). Penyampaian hasil ini dilakukan secara tertulis dalam bentuk
laporan audit (audit report atestasi dalam bentuk laporan tertulis dapat menaikkan
atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai informasi keuangan atas asersi
yang dibuat oleh pihak yang diaudit.
Pemakai yang berkepentingan. Dalam dunia bisnis, pemakai yang berkepentingan
terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan seperti:
pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor dan kreditur, organisasi
buruh, dan kantor pelayanan pajak.
b. Auditor
Jasa audit mencakup pemerolehan dan penilaian bukti yang mendasari
laporan keuangan historis suatu entitas yang berisi asersi yang dibuat oleh
manajemen entitas tersebut. Akuntan publik yang memberikan jasa audit disebut
dengan istilah auditor. Auditor adalah seorang independen dan kompeten yang
melaksanakan audit (Arens, Elder, Beasley, 2015). Dalam penelitian ini auditor
terdiri dari auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan No.17/ PMK.01/2008 dan auditor yang
bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan Undang-undang
No.16 Tahun 2006. Tujuan dilakukannya audit laporan keuangan oleh auditor
adalah untuk memberikan pendapat akuntan atas kelayakan penyajian laporan
keuangan, berkenaan dengan posisi keuangan, hasil operasi dan arus uang dalam
hubungannya dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena
itu, seorang auditor akan memberikan laporan akuntan sebagai perwujudan
pendapatnya dari hasil pemeriksaan keuangan yang telah dilakukannya. Dengan
demikian laporan auditor adalah semacam surat perantara (medium) melalui
bagaimana auditor menyatakan opininya (pendapat) atau jika keadaan
mengharuskan menolak berpendapat tentang laporan keuangan entitas yang
diauditnya untuk pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini berarti auditor
bertanggungjawab terhadap pendapat atau opininya. Pernyataan pendapat adalah
pandangan pribadi yang didasar kan atas keahliannya sebagai seorang profesional.
Auditor yang memberikan pendapat berkenaan dengan kewajaran atau
kelayakannya (fairly state) laporan keuangan merupakan pernyataan fakta
(statement of fact) tentang asersi manajemen, yang didasarkan pada kekhasan.
keahliannya dalam bidang akuntansi termasuk auditing, dalam hal ini sebagai
pandangan yang mewakili profesi akuntan. Dengan perkataan lain, apabila
laporan keuangan yang sama diperiksa oleh akuntan atau auditor yang berbeda,
maka akan menghasilkan pendapat atau opini yang sama. Apabila tidak demikian,
hilang lah arti profesi akuntan karena orang akan mencari auditor dan akuntan
pemeriksaan yang dapat memberikan suatu opini akuntan yang paling
menuntungkan bagi pihak yang ajan menunjuknya atau memberikan penugasan
sebagai auditor. Dalam kenyataan dapat terjadi penyimpangan bahwa dua orang
auditor atau akunan yang melakukan pemeriksaan atau audit laporan keuangan
terhadap perusahaan atau entitas yang sama menghasilkan pendapat atau opini
yang berbeda. Tentu hal semacam ini tidak diinginkan terjadi karena akan
mengurangi, bahkan menghilangkan kepercayaan terhadap profesi akuntan.
Keadaan semacam ini dapat disebabkan tidak adanya tanggungjawab dari para
auditor terkait.
c. Peranan Profesi Auditor
Pekerjaan auditor adalah melaksanakan auditing untuk menghasilkan opini
auditor. Dimaksud dengan audit adalah meningkatkan kredibilitas laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen entitas atau auditee atau auditan.
Dengan demikian terdapat perbedaan peranan manajemen dengan auditor.
Manajemen sebagai auditee atau auditan menyiapkan laporan keuangan yang
akan diaudit oleh auditor. Peranan auditor berkenaan dengan laporan keuangan
terlihat di Gambar 2.1.
Gambar 2.1
Peranan Auditor Independen
Auditing merupakan akumulasi dan melakukan evaluasi bukti tentang
informasi yang dapat diukur dari suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat hubungan informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya (Mathius Thandiotong:2016). Auditing harus dikerjakan oleh seorang
independen yang berkompeten.
d. Auditing ditinjau dari sudut profesi akuntan publik
Ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan
(examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan
dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi : 2014). Ditinjau
dari definisi umum auditing seperti yang telah diuraikan di atas, pemeriksaan
yang dilaksanakan oleh auditor independen ditujukan terhadap pernyataan
mengenai kegiatan ekonomi, yang disajikan oleh suatu organisasi dalam laporan
Manajemen
Auditor
Independen
Laporan
Keuangan
Yang telah
diaudit
Menyiapkan
Laporan Keuangan
Evaluasi Laporan
Keuangan
Pengguna
keuangannya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor independen untuk menilai
kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan keuangan.
Auditor yang melaksanakan audit atas laporan keuangan historis disebut
dengan auditor independen. Auditing bukan merupakan cabang akuntansi, tetapi
merupakan suatu disiplin bebas, yang mendasarkan diri pada hasil kegiatan
akuntansi dan data kegiatan yang lain. Akuntansi merupakan proses pencatatan,
penggolongan, peringkasan, dan penyajian transaksi keuangan perusahaan atau
organisasi lain (Mulyadi : 2014). Hasil akhir proses akuntansi adalah laporan
keuangan yang dipakai oleh manajemen untuk mengukur dan menyampaikan data
keuangan dan data kegiatan yang lain. Di lain pihak, auditing ditujukan untuk
menentukan secara objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh
manajemen dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, auditing harus dilaksanakan
oleh pihak yang bebas dari manajemen dan harus dapat diandalkan ditinjau dari
sudut profesinya.
e. Perbedaan antara auditing dengan akuntansi
Banyak pemakai laporan keuangan dan masyarakat umum yang bingung
antara auditing dan akuntansi. Kebingungan ini timbul karena sebagian besar ilmu
auditing biasanya berkenaan dengan informasi akuntansi, dan banyak auditor
yang sangat menguasai masalah-masalah akuntansi. Kebingungan ini semakin
bertambah dengan diberikannya gelar “akuntan publik bersertifikat” kepada
banyak individu yang melakukan audit.
Akuntansi adalah pencatatan, pengklasifikasian, dan pengiktisaran
peristiwa-peristiwa ekonomi dengan cara yang logis yang bertujuan menyediakan
informasi keuangan untuk mengambil keputusan (Arens, Elder, dan Beasley :
2015). Untuk menyediakan informasi yang relevan, para akuntan harus memiliki
pemahaman yang mendalam atas prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang menjadi
dasar penyiapan informasi akuntansi. Selain itu, akuntan juga harus
mengembangkan suatu sistem untuk memastikan bahwa peristiwa-peristiwa
ekonomi dari entitas yang bersangkutan dicatat secara tepat waktu dan dengan
biaya yang wajar.
Ketika mengaudit data akuntansi, auditor berfokus pada penentuan apakah
informasi yang dicatat itu mencerminkan dengan tepat peristiwa-peristiwa
ekonomi yang terjadi selama periode akuntansi. Karena standar akuntansi
internasional menyediakan kriteria untuk mengevaluasi apakah informasi
akuntansi telah dicatat sebagaimana mestinya, auditor harus benar-benar
memahami standar akuntansi tersebut.
Selain memahami akuntansi, auditor juga harus memiliki keahlian dalam
mengumpulkan dan menginterpretasikan bukti audit. keahlian inilah yang
membedakan auditor dengan akuntan. Menentukan prosedur audit yang tepat,
memutuskan jumlah dan jenis item yang harus diuji, serta mengevaluasi hasilnya
adalah tugas yang hanya dilakukan oleh auditor.
f. Prinsip-prinsip profesi akuntan publik
Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya
harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora dalam Lauw Tjun
Tjun et al. (2012:42) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu:
1) Tanggung Jawab Profesi
Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatas yang dilakukannya.
2) Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.
3) Intergritas
Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesinalnya dengan
intergritas setinggi mungkin.
4) Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitas dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5) Komptensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,
kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional.
6) Kerahasian
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
7) Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8) Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesinalnya dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan.
Sehingga berdasarkan uraian di atas, audit memiliki fungsi sebagai proses
untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manager dan
para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan
pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan
terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan laporan
yang telah dibuat oleh auditor. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting
dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu auditor
harus menghasilkan audit berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidakselarasan
yang terjadi antatra pihak manajemen dan pemilik (Elfrani:2007 dalam Lauw
Tjun Tjun et al., 2012:43).
g. Standar Audit
Standar audit yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia pada tahun 2016 terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan
menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1) Standar Umum
a) Audit harus dilaksanakam oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian
dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor
b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor
c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran rofesionalnya dengan cermat dan sesama.
2) Standar Pekerjaan Lapangan
a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten
harus disupervisi dengan semestinya
b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan
c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pemintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diautir.
3) Standar Pelaporan
a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umu di Indonesia
b) Laporan auditor harus menunjukan, jika ada ketidak konsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode
berjalan dibandingkan dalam penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam
periode sebelumnya
c) Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipadang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit
d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak
dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama
auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus
memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor.
Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal sering berhubungan dan
saling tergantung satu sama lain. Keadaan yang berhubungan erat dengan
penentuan dipenuhi atau tidak atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga
untuk standar yang lain. “Materealitas” dan “Resiko Audit” melandasi penerapan
semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan.
2. Kualitas Audit
a. Definisi
Watkins et al. (2004) mengidentifikasi beberapa definisi kualitas audit. Di
dalam literatur praktis, kualitas audit adalah seberapa sesuai audit dengan standar
pengauditan. Di sisi lain, peneliti akuntansi mengidentifikasi berbagai dimensi
kualitas audit. Dimensi dimensi yang berbeda-beda ini membuat definisi kualitas
audit juga berbeda-beda. De Angelo (1981) menyatakan kualitas audit
merupakan probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan
pelanggaran pada sistem akuntansi klien. De Angelo (1981) setuju dengan
pendapat bahwa kualitas audit harus dilihat dari dua sisi: permintaan atau input
atau berhubungan dengan pihak klien dan pasokan atau output atau berhubungan
dengan pihak auditor.
Poin-poin penting dari pengertian di atas adalah bahwa audit yang
berkualitas adalah audit yang dilaksanakan oleh orang yang kompten dan orang
yang independen. Auditor yang kompten adalah auditor yang memiliki
kemampuan teknologi, memahami dan melaksanakan prosedur audit yang benar,
memahami dan menggunakan metode penyampelan yang benar, dll. Sebaliknya,
auditor yang independen adalah auditor yang jika menemukan pelanggaran, akan
secara independen melaporkan pelanggaran tesebut. Probabilitas auditor akan
melaporkan adanya pelanggaran atau independensi auditor tergantung pada
tingkat kompetensi mereka.
Kualitas audit (Quality Audit), dimaknai sebagai probabilitas seorang
auditor dalam menemukan dan melaporkan suatu kekeliruan atau penyelewengan
yang terjadi dalam suatu sistem akuntansi klien. Menurut DeAngelo (1981).
Kualitas audit diukur dengan menggunakan indikator kualitas yang seimbang
(keuangan dan non keuangan) dari empat kategori: input, proses, hasil dan
konteks.
Kualitas audit (Audit Quality) merupakan probabilitas seorang auditor
dalam menemukan dan melaporkan suatu kekeliruan atau penyelewengan yang
Sterjadi dalam suatu system akuntansi klien (Mathius Tandiotong : 2016).
Kualitas audit ini tercermin dari (1) Orientasi masukan (Input Orientation),
meliputi: Penugasan personel oleh KAP, untuk melaksanakan perjanjian,
Konsultasi, Supervisi, Pengangkatan, Pengembangan profesi, Promosi dan
Inspeksi; Orientasi Proses (Processes Orientation), meliputi: Independensi,
Kepatuhan pada standar audit, Pengendalian Audit, dan Kompetensi Auditor;
Orientasi Keluaran (Output Orientation), meliputi: Kinerja auditor, Penerimaan
dan kelangsungan kerjasama dengan klien; dan due professional care; Tindak
lanjut atas rekomendasi audit, meliputi: jajaran managemen klien mendukung
implementasi rekomendasi Auditor, Peraturan internal klien memungkinkan untuk
mengimplementasikan rekomendasi audit; Sistem di perusahaan klien
memungkinkan untuk mengimplementasikan rekomendasi audit; budaya di
perusahaan klien memungkinkan untuk mengimplementasikan rekomendasi dari
auditor; dan fasilitas fisik di perusahaan klien memungkinkan untuk
mengimplementasikan rekomendasi dari auditor.
Kualitas audit (Audit Quality) sebagai probabilitas dimana seorang auditor
menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem
akuntansi kliennya. Akuntan publik merupakan pihak yang dianggap mampu
menjembatani kepentingan pihak investor dan kreditor dengan pihak manajemen
dalam mengelola keuangan perusahaan. Sebagai perantara dalam kondisi yang
transparan maka akuntan harus dapat bertindak jujur, bijaksana, dan profesional.
Akuntan publik harus mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan
informasi secara lengkap dan jujur mengenai kinerja perusahaan kepada pihak
yang mempunyai wewenang untuk memperoleh informasi tersebut.
b. Atribut Kualitas Audit
Terdapat dua belas atribut kualitas audit menurut Carcella et al (1992),
dalam Sri Hastuti:2010) yaitu:
1) Pengalaman melakukan audit (client experience)
Pengalaman merupakan atribut yang penting yang harus dimiliki oleh auditor.
Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak
berpengalaman lebih banyak daripada auditor berpengalaman.
2) Memahami industri klien (industry expertise)
Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri
tempat operasi suatu usaha seperti kondisi ekonomi, peraturan pemerintah
serta perubahan teknologi yang berpengaruh terhadap auditnya.
3) Responsif atas kebutuhan klien (responsiveness)
Atribut yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP
adalah kesungguhan KAP tersebut memperhatikan kebutuhan kliennya.
4) Taat pada standar umum (technical competence)
Kredibilitas auditor tergantung kepada kemungkinan auditor mendeteksi
kesalahan yang material dan kesalahan penyajian serta kemungkinan auditor
akan melaporkan apa yang ditemukannya. Kedua hal terse but mencerminkan
terlaksananya stan dar urnum.
5) Independensi (independence)
Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk
tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Bersikap independen
artinya tidak mudah dipengaruhi.
6) Sikap hati-hati (due care)
Auditor yang bekerja dengan sikap kehati-hatian akan bekerja dengan cermat
dan teliti sehingga menghasilkan audit yang baik, dapat mendeteksi dan
melaporkan kekeliruan serta ketidakberesan.
7) Komitmen yang kuat terhadap kualitas audit (quality commitment)
IAI sebagai induk organisasi akuntan publik di Indonesia mewajibkan para
anggotanya untuk mengikuti program pendidikan profesi berkelanjutan dan
untuk menjadi anggota baru harus mengikuti program profesi akuntan (PPA)
agar kerja auditnya berkualitas hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari
IAI dan para anggotanya.
8) Keterlibatan pimpinan KAP
Pemimpin yang baik perlu menjadi local point yang mampu memberikan
perspektif dan visi luas atas kegiatan perbaikan serta mampu memotivasi,
mengakui dan menghargai upaya dan pre stasi perorangan maupun kelompok.
9) Melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat (field work conduct)
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan
saat pekeIjaan yang harus dilaksanakan dan membuat suatu program audit
secara tertulis, dengan tepat dan matang akan membuat kepuasan bagi klien.
10) Keterlibatan komite audit
Komite audit diperlukan dalam suatu organisasi bisnis dikarenakan
mengawasi proses audit dan memungkinkan terwujudnya kejujuran pelaporan
keuangan.
11) Standar etika yang tinggi (Ethical Standard)
Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor harus
menegakkan etika profesional yang tinggi agar timbul kepercayaan dari
masyarakat.
12) Tidak mudah percaya
Auditor tidak boleh menganggap nanajemen sebagai orang yang tidak jujur,
tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa manajer adalah orang yang tidak
diragukan lagi kejujurannya, adanya sikap tersebut akan memberikan hasil
audit yang bennutu dan akan memberikan kepuasan bagi klien..
c. Indikator-indikator kualitas audit
Behn et al (1997) dalam Mathius Thandiotong (2016) mengukur kualitas
audit dengan menggunakan 2 (dua) dimensi, yaitu
1) Client demand (Defond and Zhang, 2013), dengan Indikator:
a) Komite audit
b) Internal audit
2) Dimensi Auditor supply, dengan Indikator :
a) Expertise
b) Education
c) Sharing
d) Pengendalian Mutu
3. Etika Profesi
a. Definisi
Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Dina Purnamasari dan Erna
Hernawati (2013) mendefinisikan etika sebagai: “seperangkat aturan atau norma
atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan
manusia atau masyarakat atau profesi”. Menurut Elder, dkk (2015), etika
merupakan: etika secara umum didefinisikan sebagai perangkat prinsip moral atau
nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai tersebut antara lain:
kejujuran, integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan, kepedulian kepada orang
lain, menghargai orang lain, menjadi warga yang bertanggung jawab, mencapai
yang terbaik, dan lain-lain. Memahami peran perilaku etis seorang auditor dapat
memiliki efek yang luas pada bagaimana bersikap terhadap klien mereka agar
dapat bersikap sesuai dengan aturan akuntansi berlaku umum.
Etika (ethics) secara garis besar dapat didefinisikan sebagai rangkaian
prinsip atau nilai moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai seperti itu,
meskipun kira memperhatikan atau tidak memeperhatikan secara eksplisit. Para
ahli filsafat, organisasi keagamaan, serta kelompok lainnya telah mendefinisikan
serangkaian prinsip dan nilai moral yang telah ditentukan adalah UU dan
peraturan, doktrin gereja, kode etik bisnis bagi kelompok profesi seperti akuntan
publik, serta kode perilaku dalam organisasi.
Menurut Murwanto, et al., (2008: 93) dalam Hasbullah dkk (2014) kode
etik adalah seperangkat nilai, norma, atau kaidah yang digunakan untuk mengatur
perilaku moral dari suatu profesi, melalui ketentuan-ketentuan yang bersifat
tertulis serta harus dipenuhi dan ditaati bagi setiap anggota profesi didalamnya.
b. Perlunya Etika Profesional Bagi Organisasi Profesi
Dasar pikiran yang melandasi penyusunan etika profesional setiap profesi
adalah kebutuhan profesi tersebut kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa
yang diserahkan oleh terlepas dari tentang menyediakan anggota profesi yang
menyerahkan jasa tersebut. Setiap profesi yang jasanya kepada masyarakat
memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. oleh suatu profesi
masyarakat sangat awam mengenai pekerjaan yang dilakukan karena pekerjaan
yang dilaksanakan oleh profesi. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang
menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota
profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh
jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan Jika masyarakat
pemakai jasa tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi akuntan publik, dokter,
atau pengacara maka layanan profesi tersebut kepada klien dan masyarakat pada
umumnya menjadi tidak efektif. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit
akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik menerapkan standar mutu
yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit yang dilakukan oleh anggota
rofesi tersebut.
c. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Etika profesi akuntan diindonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat
dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI
disisi launya. Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari tiga
bagian (Prosiding Kongres VIII, 1998), yaitu:
1. Kode Etik Umum. Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan
landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan
Etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota,
yang meliputi: Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Umum, Integritas,
Obyektifitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesionalnya, Kerahasiaan,
Perilaku Profesional dan Standar Teknis.
2. Kode Etik Akuntan Kompartemen. Kode Etik Akuntan Kompartemen
disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen dan mengikat selurus anggota
Kompartemen yang bersangkutan.
3. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen. Interpretasi Kode Etik
Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan
Kompartemen.
4. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai
interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya Aturan dan
Interpretasi baru untuk menggantikannya.
Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya
enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review
Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen
Akuntan Publik – IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan
RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode
Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pemimpin KAP.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi
anggota IAI.
d. Prinsip-Prinsip Etika Profesional
Terdapat enam prinsip etika yang merupakan landasan perilaku etika
professional menurut Arens dkk (2015:99). Prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, akuntan harus
berusaha menjadi professional yang peka serta memiliki pertimbangan moral
atas seluruh aktivitas mereka.
2) Kepentingan Publik
Para akuntan harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa
agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepergian publik, serta
menunjukan komitmennya pada profesionalisme.
3) Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para anggota
harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat
integritas tertinggi.
4) Objektivitas dan Independensi
Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik
kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesionalnya. Anggota yang
berpraktik bagi public harus independen baik dalam fakta maupun dalam
penampilan dalam menyediakan jasa audit dan jasa atestasi lainnya.
5) Keseksamaan
Seorang akuntan harus selalu memperhatikan standar teknik dan etika profesi,
selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa yang
diberikannya, serta melaksanakan tanggung jawab profesional sesuai dengan
kemampuan terbaiknya.
6) Ruang Lingkup dan Sifat Jasa
Anggota Anggota yang berpraktik sebagai publik harus memperhatikan
Prinsip-Prinsip Kode Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan
sifat jasa yang akan disediakannya.
4. Profesionalisme
a. Definisi
Menurut Hudiwinarsih (2010) dalam Ida dkk (2015) sikap profesional
sering dinyatakan dalam literatur, profesionalisme berarti bahwa orang bekerja
secara profesional sedangkan profesionalisme auditor merupakan sikao dan
perilaku seorang auditor dalam menjalankan profesinya dengan jesungguhan dan
tanggung jawab agar mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur dalam
organisasi profesi (Komang dkk : 2014). Profesionalisme mengacu pada perilaku,
tujuan, atau kualitas yang memberi karakteristik atau menandai suatu profesi atau
orang yang profesional.
Profesionalisme adalah sebuah konsep untuk mengukur bagaimana
para profesional memandang profesi mereka yang tercermin melalui
sikap dan perilaku mereka sebagai seorang auditor.
Arti istilah profesional tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekedar
memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan
masyarakat. Akuntan publik sebagai profesional mengakui adanya tanggung
jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi, termasuk perilaku yang
terhormat meskipun itu berarti pengorbanan diri. Alasan utama mengharapkan
tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan
kepercayaan publik atas kualitas jasa yang diberikan oleh profesi, tanpa
memandang individu yang menyediakan jasa tersebut. Bagi akuntan publik,
kepercayaan klien dan pemakai laporan keuangan eksternal atas kualitas audit dan
jasa lainnya sangatlah penting. Jika para pemakai jasa tidak memiliki kepercayaan
kepada para dokter, hakim, atau akuntan publik, maka kemampuan para
profesional itu untuk melayani klien serta masyarakat secara efektif akan hilang.
Eksternal audior yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan memberikan
kontribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan. Untuk memenuhi
perannya yang membutuhkan tanggung jawab yang besar, eksternal auditor harus
mempunyai wawasan yang luas dan pengalaman yang memadai sebagai eksternal
auditor (Kurniawanda :2013)
b. Indikator-Indikator Profesionalisme
Hall (1968:93) mengembangkan suatu konsep profesionalisme yang
digunakan oleh peneliti-peneliti utnuk mengukur bagaimana para profesional
memandang profesinya yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka. elemen-
elemen profesional dalam penelitian ini yang dikembangkan oleh Hall (1968),
yaitu
1) Afiliasi Komunitas ( Community Affilition )
Afiliasi komunitas yaitu keikutsertaan seseorang secara aktif dalam komunitas
professional mereka baik dalam bentuk formal maupun informal. Kaum
professional biasanya menjadi anggota dari suatu ikatan profesi dan ikatan
profesi tersebut berfungsi sebagai acuan bagi para anggotanya dalam
melaksanakan pekerjaannya.
2) Kebutuhan untuk mandiri ( Autonomy Demand )
Kebutuhan untuk mandiri merupakan suatu pandangan bahwa seseorang yang
professional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari
pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi).
3) Keyakinan terhadap peraturan sendiri / profesi ( Belief self regualation)
Keyakinan terhadap peraturan sendiri / profesi, maksudnya yang paling
berwenang dalam menilai pekerjaan professional adalah rekan sesame profesi,
nukan ‘orang luar’ yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan
pekerjaan mereka. Hal ini mengingatkan bahwa suatu profesi mengijinkan
untuk mengatur pekerjaannya secara efisien sehingga masyarakat mempunyai
kesan bahwa profesi adalah tanggung jawab dan harus mampu untuk
menyelesaikan tugasnya secara tepat.
4) Dedikasi pada profesi (Dedication)
Dedikasi merupakan pengabdian mengerjakan suatu pekerjaan dengan
menggunakan kemampuan serta pengetahuannya, walaupun imbalan yang
diperoleh lebih sedikit. Dedikasi pada profesi dicerminkan dari dedikasi
profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.
Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap
pekerjaan, yang juga mencerminkan tanggung jawab terhadap pekerjaan dari
seseorang yang professional. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas
ini sudah menjadi komitmen pribadi sehingga kompensasi utama yang
diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi.
5) Kewajiban Sosial (Social Obligation)
Kewajiban social merupakan pandangan tetang pentingnya profesi serta
manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun professional karena
adanya pekerjaan tersebut.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian Restu Agusti dan Nastia Putri Pertiwi
Tahun Penelitian 2013
Obyek Studi empiris pada kantor akuntan publik se sumatera
Judul Pengaruh kompetensi, independensi dan profesionalisme terhadap
kualitas audit
Variabel Kompetensi, Independensi, Profesionalisme dan Kualitas Audit
Hasil Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel Kompetensi,
Independensi dan Profesionalisme memiliki pengaruh terhadap kualitas
audit
Penelitian Rudi Lesmana dan Nera Marinda Machdar
Tahun Penelitian 2015
Obyek Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Tangerang
Judul Pengaruh Profesionalisme, Kompetensi, dan Independensi Auditor
Terhadap Kualitas Audit
Variabel Profesionalisme, Kompetensi, Independensi Auditor dan Kualitas
Audit
Hasil Terdapat pengaruh profesionalisme, kompetensi dan independensi
terhadap kualitas audit
Penelitian Dina Purnamasari dan Erna Hernawati
Tahun Penelitian 2013
Obyek Semua auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta
Pusat
Judul Pengaruh Etika Auditor, Pengalaman, pengetahuan dan perilaku
disfungsional terhadap kualitas audit
Variabel Etika Auditor, Pengalaman, pengetahuan, perilaku disfungsional dan
kualitas audit
Hasil Etika auditor, pengalaman, pengetahuan dan perilaku disfungsional
secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas
audit para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di Jakarta
Pusat. Hasil pengujian secara parsial Etika Auditor dan pengetahuan
memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan
pengalaman dan perilaku disfungsional memiliki pengaruh tidak
signifikan terhadap kualita audit.
Penelitian Hasbullah, Ni Luh Gede Erni Sulindawati, Nyoman Trisna Herawati
Tahun Penelitian 2014
Obyek Seluruh aparat pemerintah yang bekerja pada Inspektorat Pemerintah
Kota Denpasar dan Inspektorat Pemerintah Kabupaten Gianyar
Judul Pengaruh keahlian audit, kompleksitas tugas, dan etika profesi
terhadap kualitas audit
Variabel keahlian audit, kompleksitas tugas, etika profesi dan kualitas audit
Hasil keahlian audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. etika
profesi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. secara simultan
keahlian audit, kompleksitas tugas, dan etika profesi berpengaruh
terhadap kualitas audit.
C. Kerangka Pemikiran
1. Profesionalisme
Perusahaan sangat membutuhkan laporan untuk dapat mengambil
keputusan. Untuk itu maka informasi akuntansi harus dapat dipercaya dan bisa
dipertanggung jawabkan kebenarannya, disinilah peran penting dari para auditor
untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan standar
akuntansi keuangan di Indonesia. Akuntan publik harus memiliki kompetensi,
profesionalisme dan independesi dalam melaksanakan tugas sehingga dapat
menghasilkan hasil audit yang baik dan berkualitas agar terwujudnya kualitas
audit yang baik tentunya seorang auditor harus memperhatikan beberapa faktor
penting yang menunjang serta Pengaruh Profesionalisme, Kompetensi, dan
Independensi (Rudi Lesmana, Nera Marinda Machdar, 2015). Eksternal audior
yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan memberikan kontribusi yang
dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan. Untuk memenuhi perannya yang
membutuhkan tanggung jawab yang besar, eksternal auditor harus mempunyai
wawasan yang luas dan pengalaman yang memadai sebagai eksternal auditor
(Kurniawanda :2013)
2. Etika Profesi
Menjunjung tunggi aturan etika profesi dalam menjalankan tugas pemeriksaan
sebagai auditor, juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
audit. Di dalam profesi akuntan publik, nilai-nilai atau norma-norma yang dijadikan
sebagai pedoman dalam tugas profesionalnya telah ditetapkan dan diatur oleh
pemerintah dalam kode etik profesi akuntan. Melihat kode etik dipandang sebagai
wujud dari komitmen moral organisasi, kode etik wajib berisikan aturan dari suatu hal
yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi, bagaimana suatu
kondisi yang harus didahulukan dan mengenai apa yang dikorbankan oleh profesi
ketika dalam menghadapi situasi dalam suatu konflik atau dilematis, cita-cita luhur
profesi, tujuan dari profesi, serta berisikan sanksi yang akan diberikan kepada bagian
anggota profesi yang melanggarnya. (Hasbullah, Ni Luh Gede Erni Sulindawati, dan
Nyoman Trisna Herawati, 2014)
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka
pemikiran dapat digambarkan dalam gambar 2.2.
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Pemikiran
Etika Profesi
Profesionalisme
Kualitas Audit