BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agency Theory

31
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agency Theory Teori Keagenan (Agency Theory) yang merupakan implementasi dalam organisasi modern. Teori Agensi menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga professional yang disebut agen yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari- hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga professional. Teori ini menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara dua pihak atau lebih yang salah satu pihak disebut prinsipal (principal) yang menyewa pihak lain yang disebut agen (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi pendelegasian wewenang (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hal ini pihak prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agen. Prinsipal memberikan tanggung jawab kepada agen sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung jawab agen maupun prinsipal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, termasuk dalam pendelegasian otoritas pengambilan keputusan. Kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Agency Theory

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Agency Theory

Teori Keagenan (Agency Theory) yang merupakan implementasi dalam

organisasi modern. Teori Agensi menekankan pentingnya pemilik perusahaan

(pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga

professional yang disebut agen yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-

hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan yaitu agar

pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya

yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga

professional. Teori ini menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara dua pihak

atau lebih yang salah satu pihak disebut prinsipal (principal) yang menyewa pihak

lain yang disebut agen (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik

yang meliputi pendelegasian wewenang (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam hal ini

pihak prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada

agen. Prinsipal memberikan tanggung jawab kepada agen sesuai dengan kontrak kerja

yang telah disepakati. Wewenang dan tanggung jawab agen maupun prinsipal diatur

dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. prinsipal mempekerjakan agen untuk

melakukan tugas demi kepentingan prinsipal, termasuk dalam pendelegasian otoritas

pengambilan keputusan. Kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba

bersih, sehingga dapat dikatakan bahwa teori agensi mempunyai implikasi terhadap

akuntansi.

Menurut Watts dan Zimmerman (1986) hubungan prinsipal dan agen sering

ditentukan dengan angka akuntansi. Hal ini memicu agen untuk memikirkan

bagaimana akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan

kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan yang dapat dilakukan agen adalah

dengan melakukan manajemen laba.

Teori agensi menyatakan bahwa praktek manajemen laba dipengaruhi oleh

konflik kepentingan antara agen dan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak

berusaha mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Seringkali hubungan

antara prinsipal dan agen tercermin dalam hubungan antara pemilik modal atau

investor sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Dalam hal ini agen memiliki

lebih banyak informasi dibanding prinsipal, sehingga menimbulkan adanya asimetri

informasi. Adanya informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu

untuk melakukan tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan pribandinya.

Bagi prinsipal dalam hal ini pemilik modal atau investor akan sangat sulit untuk

mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajer karena hanya

memiliki sedikit informasi. Teori keagenan yang dikembangkan oleh Jensen dan

Meckling (1976) mencoba menjelaskan adanya konflik kepentingan antara

manajemen selaku agen dan pemilik serta entitas lain dalam kontrak (misal kreditur)

selaku prinsipal. Prinsipal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktifitas

manajemen, yang terkait dengan investasi atau dananya dalam perusahaan. Hal ini

dilakukan dengan meminta laporan pertanggungjawababan dari agen (manajemen).

Berdasarkan laporan tersebut, prinsipal dapat menilai kinerja manajemen. Namun

yang seringkali terjadi adalah kecenderungan manajemen untuk melakukan

kecurangan. Untuk mengurangi atau meminimalkan kecurangan yang dilakukan oleh

manajemen dan membuat laporan keuangan yang dibuat manajemen lebih dapat

dipercaya, maka diperlukan pengujian dan dalam hal itu pengujian tersebut hanya

dapat dilakukan oleh pihak ketiga yaitu auditor independen.

a. Definisi

Auditing adalah pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang informasi

untuk menemukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan

kriteria yang telah ditetapkan. (Arens, Elder, dan Beasley :2015).

Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2012: 4), “Auditing adalah suatu

pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang

independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen

beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan

untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan

tersebut”.

Menurut American Accounting Association yang dikutip oleh Siti Kurnia

Rahayu dan Ely Suhayati (2013:1), “Auditing adalah suatu proses yang sistematis

untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai informasi

tingkat kesesuaian antara tindakan atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang

telah ditetapkan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak yang membutuhkan,

dimana auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”.

Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh

dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat

kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah

ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang

berkepentingan.

Definisi auditing secara umum tersebut memiliki unsur-unsur penting yang

diuraikan berikut ini:

Suatu proses sistematik. Auditing merupakan suatu proses sistematik, yaitu

berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang logis, terangka dan

terorganisasi. Auditing dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang

direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan.

Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif. Proses sistematik

tersebut ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang

dibuat oleh individu atau badan usaha, serta untuk mengevaluasi tanpa memihak

atau berprasangka terhadap bukti tersebut.

Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi. Yang dimaksud dengan

pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi di sini adalah hasil proses

akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran, dan

penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses

akuntansi ini menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan

keuangan, yang umumnya terdiri dari empat laporan keuangan pokok neraca,

laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Laporan

keuangan dapat pula berupa laporan biaya pusat pertanggungjawaban tertentu

dalam porusahaan.

Menetapkan tingkat kesesuaian. Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan

evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk

menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat

dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif. Dengan kata lain, pihak-

pihak yang berkepentingan terhadap keuangan perusahaan tidak lagi hanya

terbatas pada pemimpin perusahaan saja, tetapi meluas kepada para investor dan

kreditur serta calon-calon investor dan calon kreditur.

Kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar

untuk menilai pernyataan (yang berupa hasil proses akuntansi) dapat berupa:

1) Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif

2) Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen

3) Prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (generally accepted

accounting principles)

Penyampaian hasil. Penyampaian hasil auditing sering disebut dengan atestasi

(attestation). Penyampaian hasil ini dilakukan secara tertulis dalam bentuk

laporan audit (audit report atestasi dalam bentuk laporan tertulis dapat menaikkan

atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai informasi keuangan atas asersi

yang dibuat oleh pihak yang diaudit.

Pemakai yang berkepentingan. Dalam dunia bisnis, pemakai yang berkepentingan

terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan seperti:

pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor dan kreditur, organisasi

buruh, dan kantor pelayanan pajak.

b. Auditor

Jasa audit mencakup pemerolehan dan penilaian bukti yang mendasari

laporan keuangan historis suatu entitas yang berisi asersi yang dibuat oleh

manajemen entitas tersebut. Akuntan publik yang memberikan jasa audit disebut

dengan istilah auditor. Auditor adalah seorang independen dan kompeten yang

melaksanakan audit (Arens, Elder, Beasley, 2015). Dalam penelitian ini auditor

terdiri dari auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) sesuai

dengan Peraturan Menteri Keuangan No.17/ PMK.01/2008 dan auditor yang

bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan Undang-undang

No.16 Tahun 2006. Tujuan dilakukannya audit laporan keuangan oleh auditor

adalah untuk memberikan pendapat akuntan atas kelayakan penyajian laporan

keuangan, berkenaan dengan posisi keuangan, hasil operasi dan arus uang dalam

hubungannya dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena

itu, seorang auditor akan memberikan laporan akuntan sebagai perwujudan

pendapatnya dari hasil pemeriksaan keuangan yang telah dilakukannya. Dengan

demikian laporan auditor adalah semacam surat perantara (medium) melalui

bagaimana auditor menyatakan opininya (pendapat) atau jika keadaan

mengharuskan menolak berpendapat tentang laporan keuangan entitas yang

diauditnya untuk pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini berarti auditor

bertanggungjawab terhadap pendapat atau opininya. Pernyataan pendapat adalah

pandangan pribadi yang didasar kan atas keahliannya sebagai seorang profesional.

Auditor yang memberikan pendapat berkenaan dengan kewajaran atau

kelayakannya (fairly state) laporan keuangan merupakan pernyataan fakta

(statement of fact) tentang asersi manajemen, yang didasarkan pada kekhasan.

keahliannya dalam bidang akuntansi termasuk auditing, dalam hal ini sebagai

pandangan yang mewakili profesi akuntan. Dengan perkataan lain, apabila

laporan keuangan yang sama diperiksa oleh akuntan atau auditor yang berbeda,

maka akan menghasilkan pendapat atau opini yang sama. Apabila tidak demikian,

hilang lah arti profesi akuntan karena orang akan mencari auditor dan akuntan

pemeriksaan yang dapat memberikan suatu opini akuntan yang paling

menuntungkan bagi pihak yang ajan menunjuknya atau memberikan penugasan

sebagai auditor. Dalam kenyataan dapat terjadi penyimpangan bahwa dua orang

auditor atau akunan yang melakukan pemeriksaan atau audit laporan keuangan

terhadap perusahaan atau entitas yang sama menghasilkan pendapat atau opini

yang berbeda. Tentu hal semacam ini tidak diinginkan terjadi karena akan

mengurangi, bahkan menghilangkan kepercayaan terhadap profesi akuntan.

Keadaan semacam ini dapat disebabkan tidak adanya tanggungjawab dari para

auditor terkait.

c. Peranan Profesi Auditor

Pekerjaan auditor adalah melaksanakan auditing untuk menghasilkan opini

auditor. Dimaksud dengan audit adalah meningkatkan kredibilitas laporan

keuangan yang disajikan oleh manajemen entitas atau auditee atau auditan.

Dengan demikian terdapat perbedaan peranan manajemen dengan auditor.

Manajemen sebagai auditee atau auditan menyiapkan laporan keuangan yang

akan diaudit oleh auditor. Peranan auditor berkenaan dengan laporan keuangan

terlihat di Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Peranan Auditor Independen

Auditing merupakan akumulasi dan melakukan evaluasi bukti tentang

informasi yang dapat diukur dari suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan

melaporkan tingkat hubungan informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya (Mathius Thandiotong:2016). Auditing harus dikerjakan oleh seorang

independen yang berkompeten.

d. Auditing ditinjau dari sudut profesi akuntan publik

Ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan

(examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau

organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan

tersebut menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan

dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi : 2014). Ditinjau

dari definisi umum auditing seperti yang telah diuraikan di atas, pemeriksaan

yang dilaksanakan oleh auditor independen ditujukan terhadap pernyataan

mengenai kegiatan ekonomi, yang disajikan oleh suatu organisasi dalam laporan

Manajemen

Auditor

Independen

Laporan

Keuangan

Yang telah

diaudit

Menyiapkan

Laporan Keuangan

Evaluasi Laporan

Keuangan

Pengguna

keuangannya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor independen untuk menilai

kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan keuangan.

Auditor yang melaksanakan audit atas laporan keuangan historis disebut

dengan auditor independen. Auditing bukan merupakan cabang akuntansi, tetapi

merupakan suatu disiplin bebas, yang mendasarkan diri pada hasil kegiatan

akuntansi dan data kegiatan yang lain. Akuntansi merupakan proses pencatatan,

penggolongan, peringkasan, dan penyajian transaksi keuangan perusahaan atau

organisasi lain (Mulyadi : 2014). Hasil akhir proses akuntansi adalah laporan

keuangan yang dipakai oleh manajemen untuk mengukur dan menyampaikan data

keuangan dan data kegiatan yang lain. Di lain pihak, auditing ditujukan untuk

menentukan secara objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh

manajemen dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, auditing harus dilaksanakan

oleh pihak yang bebas dari manajemen dan harus dapat diandalkan ditinjau dari

sudut profesinya.

e. Perbedaan antara auditing dengan akuntansi

Banyak pemakai laporan keuangan dan masyarakat umum yang bingung

antara auditing dan akuntansi. Kebingungan ini timbul karena sebagian besar ilmu

auditing biasanya berkenaan dengan informasi akuntansi, dan banyak auditor

yang sangat menguasai masalah-masalah akuntansi. Kebingungan ini semakin

bertambah dengan diberikannya gelar “akuntan publik bersertifikat” kepada

banyak individu yang melakukan audit.

Akuntansi adalah pencatatan, pengklasifikasian, dan pengiktisaran

peristiwa-peristiwa ekonomi dengan cara yang logis yang bertujuan menyediakan

informasi keuangan untuk mengambil keputusan (Arens, Elder, dan Beasley :

2015). Untuk menyediakan informasi yang relevan, para akuntan harus memiliki

pemahaman yang mendalam atas prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang menjadi

dasar penyiapan informasi akuntansi. Selain itu, akuntan juga harus

mengembangkan suatu sistem untuk memastikan bahwa peristiwa-peristiwa

ekonomi dari entitas yang bersangkutan dicatat secara tepat waktu dan dengan

biaya yang wajar.

Ketika mengaudit data akuntansi, auditor berfokus pada penentuan apakah

informasi yang dicatat itu mencerminkan dengan tepat peristiwa-peristiwa

ekonomi yang terjadi selama periode akuntansi. Karena standar akuntansi

internasional menyediakan kriteria untuk mengevaluasi apakah informasi

akuntansi telah dicatat sebagaimana mestinya, auditor harus benar-benar

memahami standar akuntansi tersebut.

Selain memahami akuntansi, auditor juga harus memiliki keahlian dalam

mengumpulkan dan menginterpretasikan bukti audit. keahlian inilah yang

membedakan auditor dengan akuntan. Menentukan prosedur audit yang tepat,

memutuskan jumlah dan jenis item yang harus diuji, serta mengevaluasi hasilnya

adalah tugas yang hanya dilakukan oleh auditor.

f. Prinsip-prinsip profesi akuntan publik

Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya

harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora dalam Lauw Tjun

Tjun et al. (2012:42) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu:

1) Tanggung Jawab Profesi

Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional

dalam semua kegiatas yang dilakukannya.

2) Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka

pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukan

komitmen atas profesionalisme.

3) Intergritas

Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesinalnya dengan

intergritas setinggi mungkin.

4) Objektivitas

Setiap anggota harus menjaga objektivitas dan bebas dari benturan

kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

5) Komptensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati,

kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk

mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional.

6) Kerahasian

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh

selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau

mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

7) Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang

baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8) Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesinalnya dengan standar teknis

dan standar profesional yang relevan.

Sehingga berdasarkan uraian di atas, audit memiliki fungsi sebagai proses

untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manager dan

para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan

pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan

terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan laporan

yang telah dibuat oleh auditor. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting

dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu auditor

harus menghasilkan audit berkualitas sehingga dapat mengurangi ketidakselarasan

yang terjadi antatra pihak manajemen dan pemilik (Elfrani:2007 dalam Lauw

Tjun Tjun et al., 2012:43).

g. Standar Audit

Standar audit yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan

Indonesia pada tahun 2016 terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan

menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

1) Standar Umum

a) Audit harus dilaksanakam oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian

dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor

b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor

c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran rofesionalnya dengan cermat dan sesama.

2) Standar Pekerjaan Lapangan

a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten

harus disupervisi dengan semestinya

b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk

merencakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang

akan dilakukan

c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, pemintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diautir.

3) Standar Pelaporan

a) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umu di Indonesia

b) Laporan auditor harus menunjukan, jika ada ketidak konsistenan

penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode

berjalan dibandingkan dalam penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam

periode sebelumnya

c) Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipadang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit

d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan

demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak

dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama

auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus

memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang

dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh

auditor.

Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal sering berhubungan dan

saling tergantung satu sama lain. Keadaan yang berhubungan erat dengan

penentuan dipenuhi atau tidak atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga

untuk standar yang lain. “Materealitas” dan “Resiko Audit” melandasi penerapan

semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar

pelaporan.

2. Kualitas Audit

a. Definisi

Watkins et al. (2004) mengidentifikasi beberapa definisi kualitas audit. Di

dalam literatur praktis, kualitas audit adalah seberapa sesuai audit dengan standar

pengauditan. Di sisi lain, peneliti akuntansi mengidentifikasi berbagai dimensi

kualitas audit. Dimensi dimensi yang berbeda-beda ini membuat definisi kualitas

audit juga berbeda-beda. De Angelo (1981) menyatakan kualitas audit

merupakan probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan

pelanggaran pada sistem akuntansi klien. De Angelo (1981) setuju dengan

pendapat bahwa kualitas audit harus dilihat dari dua sisi: permintaan atau input

atau berhubungan dengan pihak klien dan pasokan atau output atau berhubungan

dengan pihak auditor.

Poin-poin penting dari pengertian di atas adalah bahwa audit yang

berkualitas adalah audit yang dilaksanakan oleh orang yang kompten dan orang

yang independen. Auditor yang kompten adalah auditor yang memiliki

kemampuan teknologi, memahami dan melaksanakan prosedur audit yang benar,

memahami dan menggunakan metode penyampelan yang benar, dll. Sebaliknya,

auditor yang independen adalah auditor yang jika menemukan pelanggaran, akan

secara independen melaporkan pelanggaran tesebut. Probabilitas auditor akan

melaporkan adanya pelanggaran atau independensi auditor tergantung pada

tingkat kompetensi mereka.

Kualitas audit (Quality Audit), dimaknai sebagai probabilitas seorang

auditor dalam menemukan dan melaporkan suatu kekeliruan atau penyelewengan

yang terjadi dalam suatu sistem akuntansi klien. Menurut DeAngelo (1981).

Kualitas audit diukur dengan menggunakan indikator kualitas yang seimbang

(keuangan dan non keuangan) dari empat kategori: input, proses, hasil dan

konteks.

Kualitas audit (Audit Quality) merupakan probabilitas seorang auditor

dalam menemukan dan melaporkan suatu kekeliruan atau penyelewengan yang

Sterjadi dalam suatu system akuntansi klien (Mathius Tandiotong : 2016).

Kualitas audit ini tercermin dari (1) Orientasi masukan (Input Orientation),

meliputi: Penugasan personel oleh KAP, untuk melaksanakan perjanjian,

Konsultasi, Supervisi, Pengangkatan, Pengembangan profesi, Promosi dan

Inspeksi; Orientasi Proses (Processes Orientation), meliputi: Independensi,

Kepatuhan pada standar audit, Pengendalian Audit, dan Kompetensi Auditor;

Orientasi Keluaran (Output Orientation), meliputi: Kinerja auditor, Penerimaan

dan kelangsungan kerjasama dengan klien; dan due professional care; Tindak

lanjut atas rekomendasi audit, meliputi: jajaran managemen klien mendukung

implementasi rekomendasi Auditor, Peraturan internal klien memungkinkan untuk

mengimplementasikan rekomendasi audit; Sistem di perusahaan klien

memungkinkan untuk mengimplementasikan rekomendasi audit; budaya di

perusahaan klien memungkinkan untuk mengimplementasikan rekomendasi dari

auditor; dan fasilitas fisik di perusahaan klien memungkinkan untuk

mengimplementasikan rekomendasi dari auditor.

Kualitas audit (Audit Quality) sebagai probabilitas dimana seorang auditor

menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem

akuntansi kliennya. Akuntan publik merupakan pihak yang dianggap mampu

menjembatani kepentingan pihak investor dan kreditor dengan pihak manajemen

dalam mengelola keuangan perusahaan. Sebagai perantara dalam kondisi yang

transparan maka akuntan harus dapat bertindak jujur, bijaksana, dan profesional.

Akuntan publik harus mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan

informasi secara lengkap dan jujur mengenai kinerja perusahaan kepada pihak

yang mempunyai wewenang untuk memperoleh informasi tersebut.

b. Atribut Kualitas Audit

Terdapat dua belas atribut kualitas audit menurut Carcella et al (1992),

dalam Sri Hastuti:2010) yaitu:

1) Pengalaman melakukan audit (client experience)

Pengalaman merupakan atribut yang penting yang harus dimiliki oleh auditor.

Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak

berpengalaman lebih banyak daripada auditor berpengalaman.

2) Memahami industri klien (industry expertise)

Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri

tempat operasi suatu usaha seperti kondisi ekonomi, peraturan pemerintah

serta perubahan teknologi yang berpengaruh terhadap auditnya.

3) Responsif atas kebutuhan klien (responsiveness)

Atribut yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP

adalah kesungguhan KAP tersebut memperhatikan kebutuhan kliennya.

4) Taat pada standar umum (technical competence)

Kredibilitas auditor tergantung kepada kemungkinan auditor mendeteksi

kesalahan yang material dan kesalahan penyajian serta kemungkinan auditor

akan melaporkan apa yang ditemukannya. Kedua hal terse but mencerminkan

terlaksananya stan dar urnum.

5) Independensi (independence)

Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk

tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang

bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Bersikap independen

artinya tidak mudah dipengaruhi.

6) Sikap hati-hati (due care)

Auditor yang bekerja dengan sikap kehati-hatian akan bekerja dengan cermat

dan teliti sehingga menghasilkan audit yang baik, dapat mendeteksi dan

melaporkan kekeliruan serta ketidakberesan.

7) Komitmen yang kuat terhadap kualitas audit (quality commitment)

IAI sebagai induk organisasi akuntan publik di Indonesia mewajibkan para

anggotanya untuk mengikuti program pendidikan profesi berkelanjutan dan

untuk menjadi anggota baru harus mengikuti program profesi akuntan (PPA)

agar kerja auditnya berkualitas hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari

IAI dan para anggotanya.

8) Keterlibatan pimpinan KAP

Pemimpin yang baik perlu menjadi local point yang mampu memberikan

perspektif dan visi luas atas kegiatan perbaikan serta mampu memotivasi,

mengakui dan menghargai upaya dan pre stasi perorangan maupun kelompok.

9) Melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat (field work conduct)

Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan

saat pekeIjaan yang harus dilaksanakan dan membuat suatu program audit

secara tertulis, dengan tepat dan matang akan membuat kepuasan bagi klien.

10) Keterlibatan komite audit

Komite audit diperlukan dalam suatu organisasi bisnis dikarenakan

mengawasi proses audit dan memungkinkan terwujudnya kejujuran pelaporan

keuangan.

11) Standar etika yang tinggi (Ethical Standard)

Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor harus

menegakkan etika profesional yang tinggi agar timbul kepercayaan dari

masyarakat.

12) Tidak mudah percaya

Auditor tidak boleh menganggap nanajemen sebagai orang yang tidak jujur,

tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa manajer adalah orang yang tidak

diragukan lagi kejujurannya, adanya sikap tersebut akan memberikan hasil

audit yang bennutu dan akan memberikan kepuasan bagi klien..

c. Indikator-indikator kualitas audit

Behn et al (1997) dalam Mathius Thandiotong (2016) mengukur kualitas

audit dengan menggunakan 2 (dua) dimensi, yaitu

1) Client demand (Defond and Zhang, 2013), dengan Indikator:

a) Komite audit

b) Internal audit

2) Dimensi Auditor supply, dengan Indikator :

a) Expertise

b) Education

c) Sharing

d) Pengendalian Mutu

3. Etika Profesi

a. Definisi

Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Dina Purnamasari dan Erna

Hernawati (2013) mendefinisikan etika sebagai: “seperangkat aturan atau norma

atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan

maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan

manusia atau masyarakat atau profesi”. Menurut Elder, dkk (2015), etika

merupakan: etika secara umum didefinisikan sebagai perangkat prinsip moral atau

nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai tersebut antara lain:

kejujuran, integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan, kepedulian kepada orang

lain, menghargai orang lain, menjadi warga yang bertanggung jawab, mencapai

yang terbaik, dan lain-lain. Memahami peran perilaku etis seorang auditor dapat

memiliki efek yang luas pada bagaimana bersikap terhadap klien mereka agar

dapat bersikap sesuai dengan aturan akuntansi berlaku umum.

Etika (ethics) secara garis besar dapat didefinisikan sebagai rangkaian

prinsip atau nilai moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai seperti itu,

meskipun kira memperhatikan atau tidak memeperhatikan secara eksplisit. Para

ahli filsafat, organisasi keagamaan, serta kelompok lainnya telah mendefinisikan

serangkaian prinsip dan nilai moral yang telah ditentukan adalah UU dan

peraturan, doktrin gereja, kode etik bisnis bagi kelompok profesi seperti akuntan

publik, serta kode perilaku dalam organisasi.

Menurut Murwanto, et al., (2008: 93) dalam Hasbullah dkk (2014) kode

etik adalah seperangkat nilai, norma, atau kaidah yang digunakan untuk mengatur

perilaku moral dari suatu profesi, melalui ketentuan-ketentuan yang bersifat

tertulis serta harus dipenuhi dan ditaati bagi setiap anggota profesi didalamnya.

b. Perlunya Etika Profesional Bagi Organisasi Profesi

Dasar pikiran yang melandasi penyusunan etika profesional setiap profesi

adalah kebutuhan profesi tersebut kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa

yang diserahkan oleh terlepas dari tentang menyediakan anggota profesi yang

menyerahkan jasa tersebut. Setiap profesi yang jasanya kepada masyarakat

memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. oleh suatu profesi

masyarakat sangat awam mengenai pekerjaan yang dilakukan karena pekerjaan

yang dilaksanakan oleh profesi. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang

menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota

profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh

jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan Jika masyarakat

pemakai jasa tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi akuntan publik, dokter,

atau pengacara maka layanan profesi tersebut kepada klien dan masyarakat pada

umumnya menjadi tidak efektif. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit

akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik menerapkan standar mutu

yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit yang dilakukan oleh anggota

rofesi tersebut.

c. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia

Etika profesi akuntan diindonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan

Indonesia. Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat

dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI

disisi launya. Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari tiga

bagian (Prosiding Kongres VIII, 1998), yaitu:

1. Kode Etik Umum. Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan

landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan

Etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota,

yang meliputi: Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Umum, Integritas,

Obyektifitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesionalnya, Kerahasiaan,

Perilaku Profesional dan Standar Teknis.

2. Kode Etik Akuntan Kompartemen. Kode Etik Akuntan Kompartemen

disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen dan mengikat selurus anggota

Kompartemen yang bersangkutan.

3. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen. Interpretasi Kode Etik

Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan

Kompartemen.

4. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai

interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya Aturan dan

Interpretasi baru untuk menggantikannya.

Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya

enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review

Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen

Akuntan Publik – IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan

RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode

Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pemimpin KAP.

Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan

Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi

anggota IAI.

d. Prinsip-Prinsip Etika Profesional

Terdapat enam prinsip etika yang merupakan landasan perilaku etika

professional menurut Arens dkk (2015:99). Prinsip-prinsip tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Tanggung Jawab

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, akuntan harus

berusaha menjadi professional yang peka serta memiliki pertimbangan moral

atas seluruh aktivitas mereka.

2) Kepentingan Publik

Para akuntan harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa

agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepergian publik, serta

menunjukan komitmennya pada profesionalisme.

3) Integritas

Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para anggota

harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat

integritas tertinggi.

4) Objektivitas dan Independensi

Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik

kepentingan dalam melakukan tanggung jawab profesionalnya. Anggota yang

berpraktik bagi public harus independen baik dalam fakta maupun dalam

penampilan dalam menyediakan jasa audit dan jasa atestasi lainnya.

5) Keseksamaan

Seorang akuntan harus selalu memperhatikan standar teknik dan etika profesi,

selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa yang

diberikannya, serta melaksanakan tanggung jawab profesional sesuai dengan

kemampuan terbaiknya.

6) Ruang Lingkup dan Sifat Jasa

Anggota Anggota yang berpraktik sebagai publik harus memperhatikan

Prinsip-Prinsip Kode Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan

sifat jasa yang akan disediakannya.

4. Profesionalisme

a. Definisi

Menurut Hudiwinarsih (2010) dalam Ida dkk (2015) sikap profesional

sering dinyatakan dalam literatur, profesionalisme berarti bahwa orang bekerja

secara profesional sedangkan profesionalisme auditor merupakan sikao dan

perilaku seorang auditor dalam menjalankan profesinya dengan jesungguhan dan

tanggung jawab agar mencapai kinerja tugas sebagaimana yang diatur dalam

organisasi profesi (Komang dkk : 2014). Profesionalisme mengacu pada perilaku,

tujuan, atau kualitas yang memberi karakteristik atau menandai suatu profesi atau

orang yang profesional.

Profesionalisme adalah sebuah konsep untuk mengukur bagaimana

para profesional memandang profesi mereka yang tercermin melalui

sikap dan perilaku mereka sebagai seorang auditor.

Arti istilah profesional tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekedar

memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan

masyarakat. Akuntan publik sebagai profesional mengakui adanya tanggung

jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi, termasuk perilaku yang

terhormat meskipun itu berarti pengorbanan diri. Alasan utama mengharapkan

tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan

kepercayaan publik atas kualitas jasa yang diberikan oleh profesi, tanpa

memandang individu yang menyediakan jasa tersebut. Bagi akuntan publik,

kepercayaan klien dan pemakai laporan keuangan eksternal atas kualitas audit dan

jasa lainnya sangatlah penting. Jika para pemakai jasa tidak memiliki kepercayaan

kepada para dokter, hakim, atau akuntan publik, maka kemampuan para

profesional itu untuk melayani klien serta masyarakat secara efektif akan hilang.

Eksternal audior yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan memberikan

kontribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan. Untuk memenuhi

perannya yang membutuhkan tanggung jawab yang besar, eksternal auditor harus

mempunyai wawasan yang luas dan pengalaman yang memadai sebagai eksternal

auditor (Kurniawanda :2013)

b. Indikator-Indikator Profesionalisme

Hall (1968:93) mengembangkan suatu konsep profesionalisme yang

digunakan oleh peneliti-peneliti utnuk mengukur bagaimana para profesional

memandang profesinya yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka. elemen-

elemen profesional dalam penelitian ini yang dikembangkan oleh Hall (1968),

yaitu

1) Afiliasi Komunitas ( Community Affilition )

Afiliasi komunitas yaitu keikutsertaan seseorang secara aktif dalam komunitas

professional mereka baik dalam bentuk formal maupun informal. Kaum

professional biasanya menjadi anggota dari suatu ikatan profesi dan ikatan

profesi tersebut berfungsi sebagai acuan bagi para anggotanya dalam

melaksanakan pekerjaannya.

2) Kebutuhan untuk mandiri ( Autonomy Demand )

Kebutuhan untuk mandiri merupakan suatu pandangan bahwa seseorang yang

professional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari

pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi).

3) Keyakinan terhadap peraturan sendiri / profesi ( Belief self regualation)

Keyakinan terhadap peraturan sendiri / profesi, maksudnya yang paling

berwenang dalam menilai pekerjaan professional adalah rekan sesame profesi,

nukan ‘orang luar’ yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan

pekerjaan mereka. Hal ini mengingatkan bahwa suatu profesi mengijinkan

untuk mengatur pekerjaannya secara efisien sehingga masyarakat mempunyai

kesan bahwa profesi adalah tanggung jawab dan harus mampu untuk

menyelesaikan tugasnya secara tepat.

4) Dedikasi pada profesi (Dedication)

Dedikasi merupakan pengabdian mengerjakan suatu pekerjaan dengan

menggunakan kemampuan serta pengetahuannya, walaupun imbalan yang

diperoleh lebih sedikit. Dedikasi pada profesi dicerminkan dari dedikasi

profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.

Sikap ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap

pekerjaan, yang juga mencerminkan tanggung jawab terhadap pekerjaan dari

seseorang yang professional. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas

ini sudah menjadi komitmen pribadi sehingga kompensasi utama yang

diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi.

5) Kewajiban Sosial (Social Obligation)

Kewajiban social merupakan pandangan tetang pentingnya profesi serta

manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun professional karena

adanya pekerjaan tersebut.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian Restu Agusti dan Nastia Putri Pertiwi

Tahun Penelitian 2013

Obyek Studi empiris pada kantor akuntan publik se sumatera

Judul Pengaruh kompetensi, independensi dan profesionalisme terhadap

kualitas audit

Variabel Kompetensi, Independensi, Profesionalisme dan Kualitas Audit

Hasil Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel Kompetensi,

Independensi dan Profesionalisme memiliki pengaruh terhadap kualitas

audit

Penelitian Rudi Lesmana dan Nera Marinda Machdar

Tahun Penelitian 2015

Obyek Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Tangerang

Judul Pengaruh Profesionalisme, Kompetensi, dan Independensi Auditor

Terhadap Kualitas Audit

Variabel Profesionalisme, Kompetensi, Independensi Auditor dan Kualitas

Audit

Hasil Terdapat pengaruh profesionalisme, kompetensi dan independensi

terhadap kualitas audit

Penelitian Dina Purnamasari dan Erna Hernawati

Tahun Penelitian 2013

Obyek Semua auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta

Pusat

Judul Pengaruh Etika Auditor, Pengalaman, pengetahuan dan perilaku

disfungsional terhadap kualitas audit

Variabel Etika Auditor, Pengalaman, pengetahuan, perilaku disfungsional dan

kualitas audit

Hasil Etika auditor, pengalaman, pengetahuan dan perilaku disfungsional

secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas

audit para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di Jakarta

Pusat. Hasil pengujian secara parsial Etika Auditor dan pengetahuan

memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan

pengalaman dan perilaku disfungsional memiliki pengaruh tidak

signifikan terhadap kualita audit.

Penelitian Hasbullah, Ni Luh Gede Erni Sulindawati, Nyoman Trisna Herawati

Tahun Penelitian 2014

Obyek Seluruh aparat pemerintah yang bekerja pada Inspektorat Pemerintah

Kota Denpasar dan Inspektorat Pemerintah Kabupaten Gianyar

Judul Pengaruh keahlian audit, kompleksitas tugas, dan etika profesi

terhadap kualitas audit

Variabel keahlian audit, kompleksitas tugas, etika profesi dan kualitas audit

Hasil keahlian audit berpengaruh positif terhadap kualitas audit.

kompleksitas tugas berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. etika

profesi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. secara simultan

keahlian audit, kompleksitas tugas, dan etika profesi berpengaruh

terhadap kualitas audit.

C. Kerangka Pemikiran

1. Profesionalisme

Perusahaan sangat membutuhkan laporan untuk dapat mengambil

keputusan. Untuk itu maka informasi akuntansi harus dapat dipercaya dan bisa

dipertanggung jawabkan kebenarannya, disinilah peran penting dari para auditor

untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal material, posisi

keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan standar

akuntansi keuangan di Indonesia. Akuntan publik harus memiliki kompetensi,

profesionalisme dan independesi dalam melaksanakan tugas sehingga dapat

menghasilkan hasil audit yang baik dan berkualitas agar terwujudnya kualitas

audit yang baik tentunya seorang auditor harus memperhatikan beberapa faktor

penting yang menunjang serta Pengaruh Profesionalisme, Kompetensi, dan

Independensi (Rudi Lesmana, Nera Marinda Machdar, 2015). Eksternal audior

yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan memberikan kontribusi yang

dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan. Untuk memenuhi perannya yang

membutuhkan tanggung jawab yang besar, eksternal auditor harus mempunyai

wawasan yang luas dan pengalaman yang memadai sebagai eksternal auditor

(Kurniawanda :2013)

2. Etika Profesi

Menjunjung tunggi aturan etika profesi dalam menjalankan tugas pemeriksaan

sebagai auditor, juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas

audit. Di dalam profesi akuntan publik, nilai-nilai atau norma-norma yang dijadikan

sebagai pedoman dalam tugas profesionalnya telah ditetapkan dan diatur oleh

pemerintah dalam kode etik profesi akuntan. Melihat kode etik dipandang sebagai

wujud dari komitmen moral organisasi, kode etik wajib berisikan aturan dari suatu hal

yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota profesi, bagaimana suatu

kondisi yang harus didahulukan dan mengenai apa yang dikorbankan oleh profesi

ketika dalam menghadapi situasi dalam suatu konflik atau dilematis, cita-cita luhur

profesi, tujuan dari profesi, serta berisikan sanksi yang akan diberikan kepada bagian

anggota profesi yang melanggarnya. (Hasbullah, Ni Luh Gede Erni Sulindawati, dan

Nyoman Trisna Herawati, 2014)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka

pemikiran dapat digambarkan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2

Bagan Kerangka Pemikiran

Etika Profesi

Profesionalisme

Kualitas Audit

D. Hipotesis Masalah

Berdasarkan perumusan masalah yang pada Bab I dan kerangka pemikiran diatas,

maka hipotesis penelitian yang diambil oleh penulis yaitu:

H1: Etika Profesi berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit

H2 : Profesionalisme berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit.