BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. Pembelajaran Matematika...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. 1. Pembelajaran Matematika...
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan salah satu bidang yang menduduki peran penting
dalam dunia pendidikan hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah
lebih banyak dibandingkan pelajaran lain. Matematika sebagai ilmu universal,
mengembangkan sikap kritis, kreatif, dan dinamis yang mendasari
perkembangan teknologi modern serta memajukan daya pikir manusia,
memegang peranan penting sebagai alat untuk memecahkan masalah. Menurut
Karso dkk (dalam Ikhanuddin, 2010:13) mengatakan bahwa matematika
adalah: 1) studi atau kajian tentang pola dan hubungan, 2) struktur yang
terorganisasi, 3) seni, digolongkan dengan tata urutan dan kejelasan di
dalamnya, 4) suatu bahasa, yang menggunakan istilah dan simbul tertentu
dengan hati-hati dan, 5) ilmu deduktif.
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang
mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut
adalah belajar dan mengajar. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara
terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara siswa dengan
guru, antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungan disaat
pembelajaran matematika sedang berlangsung. Ahmad Susanto (2013:186)
mengemukakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar
mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir
13
siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.
Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk
berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dalam batasan
pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika
dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk
menciptakan suasana lingkungan (kelas sekolah) yang memungkinkan
kegiatan siswa belajar matematika sekolah. Dari pengertian tersebut jelas
kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran mtematika adalah guru
sebagai perancang proses, proses yang sengaja dirangcang selanjutnya disebut
proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan belajar, dan
matematika sekolah sebagai obyek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah
satu bidang dalam pelajaran.
b. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan
bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis,
logis, sistematis dan memiliki sifat obyektif, jujur dan disiplin dalam
memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain
maupun dalam kehidupan sehari-hari (Muhammad Ikhanuddin, 2010:8).
Berdasarkan Permindikbud No. 22 Tahun 2006 adalah agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut (Ahmad Susanto)
14
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitannya antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau, media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam memperjelas
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan pembelajaran matematika yang tersebut diatas, memberikan
gambaran bahwa belajar tidak hanya pada aspek kognitif saja, tetapi juga
mencakup aspek afektif dan psikomotorik.
c. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD
Berdasarkan Depdiknas No. 20 Tahun 2003 Standar Kompetensi mata
pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek
sebagai berikut:
1) Bilangan
Melakukan dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan
masalah.
Menaksir hasil operasi hitung.
2) Pengukuran dan Geometri
Mengidentifikasi bangun datar dan bangun ruang menurut sifat, unsur, atau
kesebangunannya.
15
Melakukan operasi hitung yang melibatkan keliling, luas, volume, dan satuan
pengukuran.
Menaksir ukuran (misal: panjang, luas, volume) dari benda atau bangun geometri.
Mengaplikasikan konsep geometri dalam menentukan posisi, jarak, sudut, dan
transformasi, dalam pemecahan masalah.
3) Peluang dan Statistika
Mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data
Menentukan dan menafsirkan peluang suatu kejadian dan ketidakpastian.
4) Trigonometri
Menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri dalam
pemecahan masalah.
5) Aljabar
Melakukan operasi hitung dan manipulasi aljabar pada persamaan, pertidaksamaan,
dan fungsi, yang meliputi: bentuk linear, kuadrat, dan suku banyak, eksponen dan
logaritma, barisan dan deret, matriks, dan vektor, dalam pemecahan masalah.
6) Kalkulus
Menggunakan konsep limit laju perubahan fungsi (diferensial dan integral) dalam
pemecahan masalah.
Pada penelitian ini, pembelajaran matematika SD yang akan dikaji yaitu dalam
ruang lingkup pengukuran dan geometri.
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika di SD
Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) matematika kelas III
SD semester genap. Adapun SK dan KD matematika kelas III SD semester
genap adalah sebagaimana dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1: SK dan KD Pembelajaran Matematika Kelas III
NO
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1 Pecahan Sederhana
Memahami pecahan sederhana dan
penggunaannya dalam pemecahan
masalah
1.1 Mengenal pecahan sederhana
1.2 Membandingkan pecahan sederhana
1.3 Memecahkan masalah yang
berkaitan dengan pecahan sederhana
2 Unsur dan Sifat Bangun
Datar
Memahami unsur dan sifat-sifat
bangun datar sederhana
2.1 Mengidentifikasi berbagai jenis dan
besar sudut
2.2 Mengidentifikasi berbagai bangun
datar sederhana menurut sifat atau
unsurnya.
3 Keliling dan Luas
Menghitung keliling, luas persegi
dan persegi panjang, serta
penggunaannya dalam pemecahan
masalah
3.1 Menghitung keliling persegi dan
persegi panjang
3.2 Menghitung luas persegi dan persegi
panjang
3.3 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan keliling, luas
persegi, dan persegi panjang.
(Sumber: Bank RPP.com dengan modifikasi peneliti)
16
2. Aktivitas Belajar
Aktivitas dalam proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan
yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang
belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan segala kegiatan
yang dilakukan yang menunjang keberhasilan belajar. Jadi aktivitas belajar
adalah kegiatan-kegiatan siswa yang menunjang keberhasilan belajar.
Aktivitas siswa selama pembelajaran mencerminkan adanya motivasi ataupun
keinginan siswa untuk belajar. Tanpa adanya aktivitas, proses belajar tidak
mungkin terjadi. Aktivitas yang dimaksud yaitu seluruh aktivitas siswa dalam
proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik
maksudnya yaitu siswa ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran atau siswa
mengikuti selama proses pembelajaran berlangsung dan kegiatan psikis
maksudnya yaitu siswa ikut berpikir tentang hal yang dipelajarinya (Ika
Rahmaeta 2012, 12-13)
Menurut Paul B. Diedrich (dalam Nasution, 2012:91) aktivitas belajar
siswa berdasarkan penyelidikannya menyimpulkan terdapat 117 macam
kegiatan siswa yang meliputi aktivitas fisik dan aktivitas psikis, antara lain:
a. Visual activities, seperti membaca, memperhatikan: gambar, demonstrasi,
percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.
b. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan interviu, diskusi, interupsi, dan sebagainya.
c. Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato,
dan sebagainya.
d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes angket, menyalin,
dan sebagainya.
e. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola dan
sebagainya.
f. Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.
g. Mental activities, seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis,
melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
h. Emotional Activities, menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, senang, gugup,
dan sebagainya.
17
Dari pemaparan tentang aktivitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa
aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan siswa yang tampak selama
proses pembelajaran berlangsung yang menandakan bahwa dirinya sedang
belajar.
Aktivitas belajar siswa yang timbul saat berlangsungnya pembelajaran
merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pembelajaran matematika. Aktivitas
belajar siswa yang diamati oleh guru lebih difokuskan pada serangkaian
kegiatan siswa dalam melakukan tahap pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw, yang meliputi keterlibatan siswa dalam belajar
kelompok (dalam kelompok ahli ataupun kelompok asal), keberanian siswa
dalam mempresentasikan hasil kerjanya dalam kelompok, kemampuan siswa
dalam bertanya dan menjawab, mengemukakan pendapat/tanggapan, serta
menunjukkan ekspresi senang dalam pembelajaran.
Adapun lebih jelasnya indikator dari masing-masing jenis aktivitas yang
akan dikaji dalam penelitian ini sebagaimana tersebut pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2. Aktivitas Belajar dan Indikator Pengukuran
No
Jenis Aktivitas
Indikator
1 Aktivitas Lisan (oral activities) a. Kemampuan bertanya atau menjawab
pertanyaan guru
b. Berdiskusi dengan kelompok dalam
belajar
2 Aktivitas Gerak (motor
activities)
Memanipulasi obyek atau melakukan
percobaan
3 Aktivitas Emosi (emotional
activities)
a. Berani dalam mengemukakan
pendapat atau tanggapan, serta berani
dalam mempresentasikan hasil
kerjanya.
b. Menunjukkan ekspresi senang atau
gembira terhadap pembelajaran
18
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Sementara hasil belajar menurut Sudjana (2010:22)
adalah “kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya”. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Rifa’i dan
Anni ( dalam Ika Rahmaeta, 2012:31), yang mengatakan bahwa “hasil belajar
merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami
kegiatan belajar”
Dari ketiga pendapat tentang hasil belajar tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar pada dasarnya adalah hasil yang dicapai dari usaha belajar
yang dilakukan oleh seorang individu yang berupa terjadinya perubahan
perilaku ke arah yang positif. Aspek perubahan tersebut dapat berupa tiga
ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor Bloom (dalam Thobroni,
2016:21). Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut bergantung pada
apa yang dipelajari oleh siswa sebagai pembelajar.
Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono 2009: 10-12), menyatakan bahwa
hasil belajar sebagai kapabilitas, yang berupa (1) informasi verbal yang
merupakan kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis; (2) keterampilan intelektual yang
merupakan kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan
hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang; (3) strategi kognitif yang
merupakan kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya
sendiri, yang meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
19
masalah; (4) keterampilan motorik yang merupakan kemampuan melakukan
serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani; dan (5) sikap yang merupakan kemampuan
menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.
“Hasil belajar tidak mutlak berupa nilai saja, akan tetapi dapat berupa
perubahan atau peningkatan sikap, kebiasaan, pengetahuan, keuletan,
ketabahan, penalaran, kedisiplinan, keterampilan dan sebagainya yang menuju
pada perubahan positif” Septa (dalam Ika Rahmaeta, 2012: 32). Hasil belajar
yang diharapkan tampak dalam diri siswa setelah menerima pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
pembelajaran matematika yaitu dalam aspek kognitif adanya peningkatan
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran matematika yang ditunjukkan
dengan meningkatnya hasil belajar siswa dan dalam aspek, afektif dan
psikomotor ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa selama
mengikuti proses pembelajaran.
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut teori Gestalt, belajar merupakan suatu proses perkembangan.
Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan.
Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu
sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir
atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik
jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana,
kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta
dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan.
20
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (dalam Ahmad
Susanto 2013:12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan
hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal
maupun eksternal, sebagai berikut:
1. Faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari
dalam diri siswa, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor
internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar,
ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan keseahatan.
2. Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (2007:159) bahwa sekolah
merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa.
Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah,
maka semakin tinggi pula hasil belajar.
c. Pengukuran Hasil Belajar
Pengukuran hasil belajar ialah pengumpulan informasi yang relevan, yang
dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka pengambilan keputusan.
Pengukuran atau assesment hasil belajar siswa merupakan satu kesatuan atau
bagian dari pembelajaran. Dalam pengertian lain bahwa pengukuran hasil
belajar adalah suatu kegiatan atau proses untuk membandingkan atau
menentukan kuantitas sesuatu dengan sesuatu lainnya. “ kata sesuatu bisa
berarti siswa, guru, sekolah, meja belajar, papan tulis, dll. Implikasinya jika
kita mengukur hasil belajar siswa (dengan cara interview, observasi,
pemberian tugas, ulangan, atau ujian dengan mempergunakan tes atau non tes.
21
Umumnya pengukuran hasil belajar yang di lakukan ialah dalam bentuk
ujian berupa tes, yaitu pertanyaan yang harus di jawab siswa, dan jawabannya
sudah tersedia. Dengan demikian, pengukuran hasil belajar dapat di
definisikan sebagai suatu kegiatan atau membandingkan suatu objek (hasil
belajar) dengan skala ukuran yang ditetapkan oleh pengukur. (misalnya skala
0-10 atau 0-100) untuk menggambarkan kuantitas hasil belajar (perubahan
tingkah laku).
d. Pelaksanaan Pengukuran Hasil Belajar
Pelaksanaan pengukuran hasil belajar bergantung pada hasil belajar atau
kemampuan apa yang akan diukur. Apabila yang diukur hasil belajar kognitif,
maka pengukuran akan dilakukan dengan mengetes atau menguji siswa.
apabila yang diukur hasil belajar bidang sikap, maka pengukuran di lakukan
dengan menggunakan teknik non tes. Sedangkan dalam bidang psikomotor
diukur dengan tes perbuatan dan non tes. Dengan demikian, di tinjau dari alat
ukurnya, maka pengukuran hasil belajar dapat di pilih menjadi teknik tes dan
non tes.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan cara atau teknik penyajian materi yang
digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Menurut Slavin (2010) mengemukakan bahwa
model pembelajaran sebagai suatu acuan kepada suatu pendekatan
pembelajaran termasuk tujuan, sintaknya, lingkungan dan sistem
pengelolaannya. Sedangkan Amri & Ahmadi (dalam Ika Rahmaeta 2012:40),
22
menyederhanakan bahwa “model pembelajaran pada dasarnya merupakan
bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan
secara khas oleh guru”. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan atau pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran.
Berdasarkan pendapat diatas tentang model pembelajaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran adalah suatu
kerangka/pola gambaran pembelajaran yang akan dilaksanakan yang
didalamnya memuat langkah-langkah-langkah atau prosedur pelaksanaan yang
digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam merangcang dan melaksanakan
kegiatan pembelajaran.
b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal
dengan nama pembelajaran kooperatif. “Cooperative learning berasal dari
kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama
dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu
tim”. (Isjoni, 2010:15).“ model pembelajaran kooperatif ini adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme. Pembelajaran
ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit, jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya” Trianto (dalam Ika Rahmaeta 2012: 41). Hal ini sejalan dengan
pemikiran Muhammad Fathurrohman (2015:44), yang mengatakan bahwa “
model pembelajaran merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
23
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
dilakukan oleh siswa dengan membentuk kelompok kecil untuk bekerjasama
sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan masalah, tugas atau mengerjakan
sesuatu pembelajaran untuk mencapai tujuan bersama.
Johnson dan Johnson (dalam Trianto 2009: 57), menyatakan bahwa
“tujuan pokok belajar kooperatif yaitu memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun
secara kelompok”. Sementara itu, Stahl menambahkan keuntungan belajar
kooperatif yaitu di samping memungkinkan siswa meraih keberhasilan dalam
belajarnya, juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik
ituketerampilan berpikir maupun keterampilan sosial, seperti keterampilan
untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain,
bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku
menyimpang dalam kehidupan kelas (Isjoni 2010: 23).
Asma (dalam Ika Rahmaeta 2012: 41), menyebutkan bahwa model
pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya ciri-ciri seperti berikut:
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan meteri
belajarnya,
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah,
3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis
kelamin berbeda-beda, dan
4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
dilakukan oleh siswa dengan membentuk kelompok kecil untuk bekerjasama
sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan masalah, tugas, atau mengerjakan
sesuatu pembelajaran untuk mencapai tujuan bersama.
24
Menurut Kokom Komalasari (2010:62) model-model pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) meliputi:
a. Numbered Head Together (Kepala Bernomor)
Model pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu
kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
b. Cooperative Script (Skrip Kooperatif)
Model pembelajaran dimana siswa bekerja berpasangan, dan secara lisan bergantian
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
c. Student Teams Achievement divisions (STAD) (Tim siswa Kelompok Prestasi)
Model pembelajaran yang mengelompokkan siswa secara heterogen, kemudian siswa
yang pandai menjelaskan pada anggota lain sampai mengerti.
d. Think Pair and Share (Berpikir Berpasangan)
Model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi
siswa.
e. Snowball Throwing (Melempar Bola Salju)
Model pembelajaran yang menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok
dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu
permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju.
f. Teams Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh
siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya
dan mengandung unsur permainan serta reinforcement.
g. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) (Kooperatif Terpadu
Membaca dan Menulis)
Model pembelajaran untuk melatih kemampuan siswa secara terpadu antara membaca
dan menemukan ide pokok suatu wacana / kliping tertentu dan memberikan tanggapan
terhadap wacana / kliping secara tertulis
h. Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu)
Model pembelajaran ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan
hasil dan informasi dengan kelompok lainnya.
i. Jigsaw ( Model Tim Ahli)
Model pembelajaran ini mengambil pola cara bekerja kelompok “Ahli”, yaitu siswa
melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk
mencapai tujuan bersama.
c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan
dan diuji cobakan oleh Elliot Aronson pada tahun 1971 di Austin, Texas
(Aronson). Arends seperti yang dikutip dalam Amri dan Ahmadi (2010: 94)
mengatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan
suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam
satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar
dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya”.
25
Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini terdapat dua
kelompok, yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal merupakan
kelompok awal di mana terjadi pembagian masing-masing materi yang
berbeda untuk setiap anggota. Selanjutnya kelompok ahli merupakan
kelompok yang terbentuk dari sekumpulan anggota kelompok asal yang
mempunyai materi yang sama.
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan tipe jigsaw ini
dapat meningkatkan hasil belajar, meningkatkan aktivitas belajar siswa,
meningkatkan daya ingat siswa, melatih rasa tanggung jawab yang tinggi,
menumbuh kembangkan masalah dalam diskusi yang menghasilkan tujuan
bersama. Disamping itu siswa akan berlatih untuk mengemukakan gagasan
dan pendapat secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan
menggunakan kemampuan analis dan imajinatif yang ada dalam dirinya untuk
menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.
d. Langkah-Langkah Pembelajaran Tipe Jigsaw
Secara ringkas, langkah-langkah pembelajaran tipe jigsaw dapat
digambarkan sebagai berikut Kokom Komalasari (2010:65).
1. Siswa dikelompokkan kedalam beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3. Tiap orang didalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/ subbab
yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan bab mereka.
26
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali kelompok
asal dan menjelaskan tema satu tim mereka tentang subbab yang mereka
kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan.
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusinya.
7. Guru memberi evaluasi
8. Penutup dan simpulan dari guru dan siswa.
Prosedur penggunaan tipe jigsaw pada pembelajaran matematika ada 9
tahap (1) warning up / pemanasan, (2) penjelasan materi pelajaran, (3)
pembentukan kelompok (asal), (4) pembagian topik/tugas, (5) pembentukan
kelompok ahli, (6) penjelasan cara mengerjakan lembar kelompok (LKK), (7)
pelaksanaan diskusi kelompok, (8) pengkondisian suasana kelompok, (9)
masing-masing kelompok ahli kembali ke kelompok asalnya, (10)
pembahasan hasil diskusi dan evaluasi, dan (11) memberikan pengahargaan.
e. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw
Menurut Dwi Agus Triani (2016:225-226), setiap model pembelajaran
yang digunakan dalam proses belajar mengajar pasti mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih
baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa.
Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari
pada guru. Interaksi yang terjadi dalam bentuk kooperatif dapat memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
27
2. Meningkatkan hasil belajar siswa
3. Meningkatkan rasa tanggung jawab anak
4. Melatih kesiapan siswa untuk menyelesaikan tugas dari guru.
Sedangkan kelemahan yang dapat diperoleh dari model jigsaw dalam
proses belajar antara lain:
1. Terdapat kendala dalam mengkondisikan siswa yaitu adanya siswa
yang krang aktif dalam berdiskusi sehingga memungkinakan
menimbulkan ketidak efektifan saat pembelajaran.
2. Terdapat perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang
akan didiskusikan bersama dengan peserta didik lain.
3. Penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya
membutuhkan waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum
model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
f. Sintaks Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Sintaks model pembelajaran tipe jigsaw ini diambil dari langkah-langkah
pembelajaran model menurut Kokom Komalasari (2010:65).
Tabel: 2.3 Sintaks Pembelajaran
Tahap-Tahap dalam Pembelajaran
Aktivitas Guru
Tahap 1
Warning up (pemanasan)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
dan memperkenalkan model jigsaw pada
siswa yang akan digunakan pada saat
proses pembelajaran
Tahap 2
Penjelasan materi pelajaran
Guru menjelaskan materi yang akan di
pelajari
Tahap 3
Pembentukan kelompok asal
Guru membentuk kelompok heterogen
beranggotakan 4-5 siswa, dan meminta
siswa untuk duduk sesuai kelompoknya.
Kelompok tersebut dinamakan kelompok
asal
28
Tahap 4
Pembagian topik / tugas
Guru membagikan tugas-tugas yang akan
dibahas. Setiap anggota kelompok
mendapat tugas satu topik.
Tahap 5
Pembentukan kelompok ahli
Guru meminta siswa agar anggota
kelompok yang menerima tugas satu topik
membentuk kelompok baru. Kelompok
tersebut dinamakan kelompok ahli.
Tahap 6
Penjelasan cara mengerjakan lembar kerja
kelompok
Guru memberikan penjelasan tentang
prosedur menjawab Lembar Kerja
Kelompok
.
Tahap 7
Pelaksanaan diskusi kelompok
Guru meminta siswa mendiskusikan tugas
satu topik di dalam kelompok ahli dan
membimbing siswa apabila masih
mengalami kesulitan dalam kegiatan
diskusi kelompok
Tahap 8
Pengkondisian suasana diskusi kelompok
Mengkondisikan suasana diskusi kelompok
supaya berjalan dengan tertib
Tahap 9
Masing-masing kelompok ahli kembali ke
kelompok aslnya
Selesai diskusi, guru meminta siswa
kembali ke kelompok asalnya untuk
menjelaskan topik yang dibahas di
kelompok ahli pada asalnya.
Tahap 10
Pembahasan hasil diskusi dan evaluasi
Guru membimbing siswa untuk
menyimpulkan hasil kerja kelompok dan
memberikan soal evaluasi atau tes akhir
Tahap 11
Memberikan penghargaan
Memberikan penghargaan kepada
kelompok yang memperoleh jumlah nilai
tertinggi penghargaan berupa reward dan
bonus nilai.
(Sumber: Kokom Komalasari 2010:65 dengan modifikasi peneliti)
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai
berikut:
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar 2.1 Ilustrasi Pembelajaran Jigsaw
Trianto (dalam M. Fathurrohman, 2015:64)
29
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw telah banyak dilakukan oleh para peneliti:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ika Rahmaeta pada tahun 2012 dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Materi
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di SD Negeri 04 Bulu
Pemalang”.
Dalam penelitian initer dapat dua siklus yaitu siklus 1 dan siklus II.
Pada siklus 1 kehadiran siswa sebesar 94,44%, aktivitas belajar siswa
mencapai 67,05% atau dengan kriteria tinggi rata-rata hasil belajar
siswa 70,88, ketuntasan belajar siswa secara klasikal 64,71%. Padahal
persentase tuntas belajar klasikal minimal 75%. Sedangkan pada siklus
II, kehadiran siswa sebesar 95,37%, aktivitas belajar siswa mencapai
82,65% atau dengan kriteria sangat tinggi, rata-rata hasil belajar siswa
77,06, dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal 88,24%. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan, baik pada aktivitas dan hasil
belajar.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V Pada Materi Perjuangan
Mempertahankan Kemerdekaan di SD Negeri 04 Bulu Pemalang.
2. Penelitian lain yang diambil dari jurnal dilakukan oleh Lailatul
Mufidah pada tahun 2013 dengan judul “Penerapan Model
30
Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Untuk Meningkatkan Aktivitas
Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Matriks”.
Dalam jurnal ini terdapat dua siklus yaitu siklus 1 dan siklus II. Pada
siklus 1 diperoleh data hasil belajar siswa, data hasil pengamatan
aktivitas siswa selama KBM dengan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS diperoleh rata-rata siswa 71,34. Siswa yang tuntas ada 25
siswa dan yang belum tuntas 16 siswa. Pada siklus II terdapat
peningkatan. Diperoleh rata-rata tes adalah sebesar 78,87. Ketuntasan
belajar klasikal sebesar 70,73% atau sebanyak 29 siswa tuntas belajar
dengan mendapatkan nilai > 65, sedangkan di siklus II ini aktivitas
siswa ada peningkatan juga dibanding dengan siklus I, presentase
terbesar ≥ 50% dikarenakan siswa sudah memperhatikan penjelasan
guru, mengerjakan latihan dari guru dengan baik. Sedangkan pada
siklus III terdapat peningkatan lagi. Diperoleh rata-rata hasil tes yang
diberikan adalah sebesar 82,02. Ketuntasan belajar secara klasikal
sebesar 85,36% atau sebanyak 35 siswa memperoleh nilai > 65.
Sedangkan untuk aktivitas siswa lebih meningkat lagi di bandingkan
dengan siklus I dan II. Ditandai dengan perolehan presentase hasil
observasi yang tinggi yaitu rata-rata ≥ 50%.
3. Penelitian lain yang diambil dari jurnal yang dilakukan oleh
Rusmartini pada tahun 2015 dengan judul Penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Jigsaw Dengan Media Gambar Untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Pada Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas IV Sdn 2 Nambahrejo. Dalam jurnal ini
31
terdapat 2 siklus yaitu siklus I dan siklus II. Pada siklus I diperoleh
aktivitas belajar siswa dengan rata-rata 62, 58%, sedangkan nilai hasil
belajar siswa dengan nilai rata-rata kelas 71,31% serta ketuntasan
secara klasikal 70,83%. Sedangkan pada siklus II aktivitas belajar
siswa dengan nilai rata-rata 81,50% dan nilai hasil belajar dengan nilai
rata-rata kelas 91,76% serta ketuntasan secara klasikal 91,67%. Hal ini
adanya peningkatan dari segi aktivitas dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar pada pembelajaran matematika siswa kelas
IV SDN Nambahrejo.
Adapun kesamaan dari judul peneliti terhadap penelitian yang
sebelumnya, untuk penelitian nomer 1 dan 3 ialah menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dengan aktivitas dan hasil
belajar siswa, materi untuk penelitian nomer 3 juga ada kesamaan.
Sedangkan penelitian nomer 2 ialah kesamaannya dengan
menggunakan aktivitas belajar siswa.
Adapun perbedaan dari judul peneliti terhadap penelitian
sebelumnya ialah, untuk penelitian nomer 1 materi pelajaran
menggunakan IPS, sedangkan peneliti menggunakan mteri
Matematika. Untuk penelitian nomer 3 menggunakan media gambar,
sedangkan peneliti tidak menggunakan media. Sedangkan penelitian
nomer 2 model pembelajaran berbeda dari judul peneliti.
32
C. Kerangka Pikir
Harapan
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir
Kondisi Awal
1. Siswa dalam memahami
materi keliling, luas
bangun persegi & persegi
panjang
2. Proses belajar mengajar
secara konvensional
3. Aktivitas siswa di kelas
masih kurang
4. Hasil belajar siswa belum
sepenuhnya memenuhi
KKM yang ditargetkan 65
Kondisi ideal
1. Pemahaman siswa dalam
materi
2. Melakukan inovasi
pembelajaran di dalam kelas
3. Aktivitas siswa di kelas sudah
meningkat
4. Hasil belajar siswa di kelas
sudah memenuhi KKM yang
di tergetkan
Tindakan
Menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw sesuai dengan
langkah-langkah
Kondisi akhir
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dapat
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Matematika