BAB II Kajian Pustaka
-
Upload
vbry-azzam -
Category
Documents
-
view
833 -
download
4
description
Transcript of BAB II Kajian Pustaka
6
6 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau dengan badan beruas-ruas
berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuhnya ditutupi oleh
kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di
pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut dan payau, hanya sebagian kecil saja
yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa
dekat pantai.
Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonid,
sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid,
sedangkan udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, biasa disebut dengan
udang penaeid. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein
hewani yang bermutu tinggi, sehingga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
(DKP) Jawa Timur, optimis ekspor ikan akan naik 15 persen hingga 20 persen
pada tahun 2009 mendatang. Adapun saat ini Indonesia sudah bisa menembus
pasar Inggris (Atjo, 2009).
Walaupun udang vannamei merupakan komoditas unggulan bagi sektor
budidaya perikanan, namun harus diakui bahwa kemajuan teknologi tambak
udang di Indonesia hampir selalu tertinggal, berbagai permasalahan dan kendala
yang terus merebak lebih cepat, mulai dari penyakit vibriosis (disebabkan oleh
7
bakteri Vibrio harveyi), penyakit virus bercak putih atau Systemic Ectodhermal
Mesodhermal Bacculo Virus (SEMBV), hingga Taura syndrom yang merupakan
pendatang dari benua Amerika. Akibatnya budidaya udang vannamei menjadi
terpuruk dan tidak mudah untuk bangkit kembali (Arifin dkk, 2007)
Selain itu semakin besarnya beban pencemaran di wilayah pantai,
merebaknya berbagai jenis penyakit hingga faktor sosial-ekonomi yang tidak
kondusif, sehingga semakin menempatkan usaha budidaya udang pada posisi yang
kian labil. Tidak kurang dari 80% lahan tambak udang yang pada era tahun 80-an
sangat produktif, kini menjadi lahan kosong, atau dialihkan menjadi tambak
garam tradisional (Mudjiman, 1988)
Masa kelam industri udang Tanah Air sejak tahun 2003 membawa sektor
budidaya udang tertatih-tatih menapak kebangkitan. Kini budidaya udang mulai
memasuki babak baru dalam upaya memutus rantai persoalan di tingkat hulu.
Sejak Februari 2009, pemerintah mengoperasikan pusat perbanyakan pemuliaan
(multiplication broodstock center) udang vaname di Desa Gelung, Kecamatan
Panarukan, Situbondo, Jawa Timur. Pusat perbanyakan pemuliaan itu dibuat
untuk menghasilkan induk udang vaname yang unggul, dilakukan dengan metode
perkawinan silang induk asal Hawai, Florida, dan lokal yang bebas penyakit,
Specific Phatogen Free (SPF) dan tahan penyakit, Specific Phatogen Resistant
(SPR). Persilangan itu diikuti dengan metode seleksi individu untuk memperoleh
induk unggulan. Pusat pemuliaan induk udang vaname di Gelung memiliki 12 bak
pengembangan calon induk berukuran 60 meter kubik, enam bak sudah
dioperasikan dan diisi 600.000 ekor benih udang, sedangkan pusat pemuliaan
8
serupa juga akan beroperasi di Karangasem, Bali, tahun 2009.
(http://Kompas.Com, 25 Februari 2009)
Metode pemuliaan udang dilakukan dengan pola resirkulasi pengairan
secara tertutup. Air buangan dari bak pemuliaan induk akan diolah dengan
menggunakan teknik penyaringan (filterisasi) bakteri, pengendapan, penetralan
amoniak, dan penyaringan kotoran, lalu dimasukkan kembali ke dalam bak.
Metode resirkulasi tertutup bertujuan menghindari kondisi air yang kurang
bagus dan mempertahankan parameter kualitas air. Kestabilan kualitas air
diharapkan meningkatkan produksi udang (Mudjiman, 1988). Walaupun masih
banyak kendala, namun hingga sampai saat ini banyak negara produsen udang
yang terus bermunculan dan akan menjadi pesaing bagi ekspor udang Indonesia.
B. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
1. Taksonomi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Udang Vannamei digolongkan ke dalam genus Penaeid pada filum
Arthropoda dan ada ribuan spesies di filum ini. Namun, yang mendominasi
perairan berasal dari sub filum Crustaceae yaitu memiliki 3 pasang kaki berjalan
yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo Decapoda, seperti Litopenaeus
chinnensis, Litopenaeus indicus, Litopenaeus monodon, dan Litopenaeus
vannamei. Udang vaname memiliki tata nama ilmiah menurut ilmu taksonomi
yang dituliskan dari urutan kingdom sampai tingkat spesies adalah sebagai berikut :
9
2. Morfologi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Tubuh udang vaname dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite
dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti
kulit luar eksoskeleton secara periodik (moulting). Morfologi tubuh udang
Gambar 1. Litopenaeus vannamei
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobranchiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
(Sumber : Dian dan Rubiyanto, 2005)
Gambar 2. Morfologi Litopenaeus vannamei
skopocherit
maxilla
coxa
basis
ischium
merus
carpus
cropus
10
vannamei terdiri dari antena, rustrum, mata, carapace, ruas perut sejumlah enam,
lima pasang kaki berjalan (peripoda), lima pasang kaki berenang (pleopoda),
sepasang sirip ekor (uropods), dan telson.
Kepala (Thorax) udang vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula,
dan 2 pasang maxilla. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan 3 pasang
maxilipied dan 5 pasang kaki berjalan (Peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda).
Maxillipied sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk
makan. Endopoditeka berjalan menempel pada cephalothorax yang dihubungkan
oleh coxa. Bentuk peripoda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus.
Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki-1, kaki-2, kaki ke-3) dan tanpa capit
(kaki ke-4 dan ke-5). Di antara coxa dan Dactylus, terdapat ruang yang berturut-
turut disebut basis, iscium, merus, carpus, dan cropus. Pada bagian ischium
terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies
Pennaeid dalam taksonomi (Dian dan Rubiyanto, 2005).
Perut (Abdomen) udang vannamei terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen
terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang
membentuk kipas bersama-sama telson. Bagian tubuh udang vannamei sudah
mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut :
1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).
2. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.
3. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula (Dian dan Rubiyanto, 2005).
11
C. Persiapan Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Persiapan tambak merupakan langkah awal budi daya udang vaname
sehingga pemeliharaan dan produktivitasnya bisa optimal. Hal-hal yang perlu
dipersiapkan yaitu pemilihan lokasi, konstruksi tambak, persiapan tambak, dan
persiapan media pertumbuhan udang.
1. Pemilihan Lokasi
Menurut Dian dan Rubiyanto (2005), lokasi tambak udang vannamei
memiliki syarat secara teknis sebagai berikut :
1. Terletak di daerah pantai dengan fluktuasi air pasang dan surut 2-3 m.
2. Jenis tanah sebaiknya liat berpasir untuk menghindari kebocoran air.
3. Lokasi tambak harus memiliki green-belt yang berupa hutan mangrove di
lokasi tambak dan pantai.
Persiapan Tambak Baru
Persiapan tambak baru dilakukan dengan membuang semua jenis kotoran
yang membahayakan kelangsungan hidup udang, diantaranya lumpur hitam
terbentuk dari sisa pakan dan bahan lain yang tidak terdekomposisi atau terurai
secara sempurna. Lumpur hitam biasanya menyebabkan timbulnya senyawa
beracun, seperti gas rawa (H2S) dan ammonia. Pembersihan dapat dilakukan
dengan cara mengeruk dan dimasukkan ke dalam karung.dan dibuang ke luar
tambak (Dian dan Rubiyanto, 2005).
12
Persiapan sarana tambak
1. Memeriksa pH tanah dasar tambak, apabila pH kurang dari 6 maka
dilakukan pengapuran hingga pH netral = 7
2. Menebar saponin ke dalam tambak untuk mengantisipasi predator
3. Mengisi tambak dengan air laut sampai kedalaman 130-150 cm apabila
lahan sudah siap digunakan (Anonim, 2000)
2. Persyaratan Lokasi Tambak Udang Vaname (Litopenaeus vannamei):
a. Lokasi yang cocok untuk tambak udang vannamei adalah pada daerah
sepanjang pantai (beberapa meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-
rata 26-280
C.
b. Tanah yang ideal untuk tambak udang vannamei adalah bertekstur liat atau
liat berpasir, karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah
dipadatkan dan tidak pecah-pecah.
c. Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir,
dengan kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous
(ngrokos).
d. Jenis perairan yang dikehendaki oleh udang vaname adalah air payau.
Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah daerah pasang surut
dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
e. Parameter fisik: suhu air = 26-300
C; kadar garam/salinitas= 0-35 permil dan
optimal 10-30 permil (diukur dengan salinometer); kecerahan air 25-30 cm
(diukur dengan secchi disk)
13
f. Parameter kimia : pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1
mg/liter; H2S< 0,1 mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3)= 0,5
mg/liter; Mercuri (Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter;
Seng (Zn)=0-0,02 mg/liter; Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter;
Kadmiun (Cd)=0-0,01 mg/liter; Timbal (Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-
1 mg/liter; Selenium (Se)=0-0,05 mg/liter; Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter;
Sulfida (S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5 mg/liter; dan Klorin bebas
(Cl2)=0-0,003 mg/liter (Anonim, 2000)
D. Teknik Pembuatan Tambak
Teknik pembuatan tambak berdasarkan letak, biaya dan teknik pelaksanaan
meliputi : Tambak Ekstensif/Tradisional, Semi Intensif, dan Insentif.
1). Tambak Ekstensif atau Tradisional
a. Dibangun di lahan pasang surut, umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau
rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan
b. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur
c. Luasnya antara 3-10 ha per petak, dengan isi 10-20 benur setiap 1m2.
d. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di
sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat
caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman air di atas pelataran dengan
caren 30-50 cm, bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
14
e. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk
mengipuk nener yang baru datang selama 1 bulan.
f. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan
tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.
g. Pada tambak ini tidak ada pemupukan (Darmono, 1991)
2) Tambak Semi Intensif
a. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3
ha/petakan, dengan isi 20-40 benur setiap 1m2.
b. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran
(outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam
sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
c. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet
ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk
memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen
Gambar 3. Tambak Tradisional atau Ekstensif dengan tipe taman, yang
Caren
Pelataran
Pematang
terdapat caren dan pelataran
15
d. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran
e. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm (Darmono, 1991)
3) Tambak Intensif
Intensifikasi diartikan sebagai peningkatan hasil dengan menambah input
produksi tanpa adanya perluasan lahan. Dengan perkataan lain intensifikasi adalah
peningkatan hasil produksi dengan memaksimalkan daya dukung lahan yang ada.
Terdapat sebuah relevansi yang erat antara produksi dengan daya dukung
lingkungan (carrying capacity).
Daya dukung lingkungan (atau hasil produksi), dapat diperbesar sampai
pada tahap tertentu (bukan tanpa batas). perlu diketahui bahwa daya dukung lahan
adalah sesuatu yang dinamis dan akan berubah setiap saat.
Gambar 4. Tambak Semi Intensif
Caren diagonal
Pematang
Dinding tambak
Pengapuran pada dinding tambak
16
a. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan
pengawasannya lebih mudah
b. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari
tanah seperti biasa. Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah
c. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan
pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan
konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.
d. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul
biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak
pencampur sebelum masuk dalam tambak.
e. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati
di sudut petak.
f. Diberi aerasi dan kincir air untuk menambah kadar O2 dalam air.
Gambar 5. a. Kincir air yang dipakai pada tambak Intensif, b. Pintu
(a) (b) Pengait kincir Pelampung Kincir Air Pintu Outlet Jembatan
pembuangan untuk mempermudah pengaturan level/lapisan
air yang akan dibuang pada pintu yang berdimensi besar
17
g. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa
(Darmono, 1991)
4) Tambak Super Intensif
Pada budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) dengan
menggunakan pola super intensif terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
Berikut ini adalah beberapa faktor yang harus dipenuhi :
a. Sistem yang digunakan adalah sistem open (terbuka), yaitu
mengandalkan ketersediaan air dari lingkungan (aliran sungai) secara penuh
dengan kualitas air yang memenuhi syarat, akibatnya air buangan menjadi relatif
besar sehingga berpeluang mencemari lingkungan. Sebagai antisipasinya, harus
disediakan tandon pembuangan sehingga air yang dibuang berkurang daya
cemarnya.
Gambar 6. Air buangan dari Tambak Intensif
Pipa pembuangan
air
Air buangan
18
b. Perairan tidak tercemar limbah industi/domestik, penyakit dan virus. Pantai
Selatan Jawa umumnya lebih bersih dari patogen dibanding Pantai Utara.
c. Inlet dan outlet tidak berdekatan. Saluran pembuangan harus terpisah dan tidak
merembes ke petak-petak yang berada dalam satu jalur. Ini sangat penting untuk
menghindari menyebarnya penyakit ke petak yang lain saat dilakukan flushing
(pengurasan tambak).
d. Mesin pompa cukup untuk mengganti air 25-30 % per hari, terutama pada saat
udang cukup besar.
e. Kincir tersedia untuk mencapai DO diatas 3,5 ppm dan bisa dioperasikan
sepanjang hari.
f. Selain memasok oksigen, kincir juga berfungsi untuk mengumpulkan
kotoran dan sisa pakan ke pusat saluran agar mudah dibuang ke luar
petakan. Untuk itu, pemasangan kincir harus memenuhi keperluan tersebut.
g. Petak berukuran 3000 sampai 4000 m2 disarankan mendekati bujur sangkar
agar kincir lebih mudah mengumpulkan kotoran ke pusat saluran dan
kemudian dibuang dengan cara sirkulasi.
h. Benur harus benar-benar Filial 1 (F1), Specific Phatogen Free (SPR)
dengan lolos uji PCR dan dalam kondisi sehat.
i. Kepadatan sebaiknya 200-250 ekor/m2. Dengan kepadatan ini produktivitas
bisa mencapai setidaknya 25 ton/ha (Darmono, 1991)
19
E. Pengolahan Lahan Tambak Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Pengolahan lahan tambak udang menurut Anonim (2000) meliputi :
a. Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya udang pasti meninggalkan sisa
budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan
udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun
yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan
cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air.
b. Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak
atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak)
yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan
membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet.
Tambak super intensif
Dinding beton
Inlet
Kincir
Tandon
Gambar 7. Tambak Super Intensif, tandon, dan kincir air.
20
c. Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh
bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan
dosis masing-masing 1 ton/ha.
d. Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering
dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit (Anonim, 2000)
F. Pemasukan Air pada Tambak Udang
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air pertama
setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari tujuannya untuk memberi
kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah itu
air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk
membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum
benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha
(Anonim,1988)
Gambar 8 .a. Pembalikan tanah dasar tambak, b.Pengapuran setelah di lakukan proses
a b
pembalikan tanah
21
G. Kualitas Air
Kualitas air sangat menentukan kelangsungan hidup udang vannamei, baik
kesehatannya ataupun pertumbuhannya, terutama untuk tambak intensif. Air yang
berkualitas baik adalah air yang mengandung cukup oksigen dan sifat fisik juga
sifat kimia yang memadai. Kualitas air yang tidak memenuhi syarat dapat
menyebabkan penurunan produksi metabolisme udang vannamei sehingga
pertumbuhannya akan terhambat dan akibatnya keuntungan yang diperoleh akan
menurun dan bahkan menyebabkan kerugian (Kristanto, 2002)
Tabel 1. Parameter kualitas air pemeliharaan budidaya udang vaname
(Litopenaeus vannamei)
No Parameter Satuan Kisaran
1 Salinitas ppt 5 - 25
2 Suhu
0
C
28,5 – 31,5
3 pH air - 7,5 – 8,5
4 DO ppm 3 – 7,5
5 Alkalinitas ppm 120 -160
6 Nitrit ppm 0,01 – 0,05
7
NH3
ppm 0,05 – 0,1
8 H
2S ppm 0,01 – 0,05
22
9 Kecerahan cm 30 - 40
Sumber: Dian dan Rubiyanto, 2005
1. Salinitas
Menurut Nontji (1986) salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam
garam) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00
(per mil, gram per liter/ppm). Perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam
penguapan dan presipitasi. Udang vannamei dapat hidup pada kadar garam
berkisar 5 0/00 – 35
0/00 kadar optimum 10 – 35
0/00 sangat baik untuk pertumbuhan
udang vannamei. Perubahan kadar garam secara mendadak dapat menyebabkan
angka kematian yang tinggi. Udang perlu menyesuaikan diri terhadap perubahan
salinitas, udang akan mengalami kematian dalam waktu 8 hari jika perairan
terdapat 15 mg Cd/l dengan salinitas air 0,0005 0/00 dan dalam konsentrasi 30 mg
Cd/l dengan salinitas 35 0/00 pada suhu 20
0C. Jika nilai salinitas tinggi dan suhu
rendah (5 0C) sedangkan dalam perairan terlarut 30 mg Cd/l maka akan
meningkatkan jumlah kematian biota di dalamnya.
2. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam lingkungan,
suhu juga dapat mengontrol proses kimia yang terjadi dalam lingkungan. Selain
itu suhu mempunyai peranan penting dalam menentukan jenis makhluk hidup
yang berada di perairan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelambaban,
udara, kecepatan angin dan intensitas sinar (Nontji, 1986. Menurut Hutabarat dan
Evans (1985), suhu merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi
23
kehidupan organisme air karena suhu sangat mempengaruhi baik aktifitas
metabolisme maupun perkembangbiakan organisme perairan.
3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen = DO)
Oksigen adalah gas tak berbau, tak berasa dan hanya sedikit larut dalam air.
Untuk mempertahankan hidupnya, makhluk yang tinggal di dalam air baik
tumbuhan maupun hewan, bergantung pada oksigen yang terlarut ini. Selebihnya
bergantung kepada ketahanan organisme, derajat keefektifannya, kehadiran bahan
pencemar, suhu air dan sebagainya (Kristanto, 2002)
Oksigen terlarut (DO) merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan
tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut
tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen
minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Ketersedian oksigen dalam air
sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang. Oksigen terlarut
yang baik untuk kehidupan udang berkisar antara 4 – 8 ppm.
Rendahnya kandungan oksigen terlarut di dalam tambak sering terjadi pada
musim kemarau yang tidak berangin. Selain itu, penurunan kadar oksigen
dipengaruhi oleh suhu rendah di bawah 20% pada malam hari, yang akan diikuti
dengan meningkatnya aktivitas fitoplankton. Keadaan ini ditandai dengan naiknya
udang ke permukaan air. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan aerator agar
kandungan oksigen terlarut di dalam tambak naik. Jika dalam perairan terlarut
0,01 mg Cd/l dengan DO 0,004 ppm maka udang akan mengalami kematian
dalam waktu 4 – 40 hari (Kristanto, 2002)
24
4. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demmand = BOD)
Kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme di dalam air untuk menguraikan, memecah, mendegradasi dan
mengoksidasi limbah organik yang terdapat di perairan. Analisis BOD dilakukan
untuk menentukan beban pencemaran akibat buangan/limbah secara biologis
BOD juga merupakan indikator pencemaran organik yang paling banyak
digunakan untuk mengendalikan kualitas air atau untuk menilai kepekaan limbah
(Kristanto, 2002).
5. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuh-
tumbuhan dan hewan air, sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya keadaan air. Nilai pH normal untuk vannamei adalah
6-9. Nilai pH di bawah 5 dapat menghambat pertumbuhan udang sedangkan nilai
pH di atas 10 mengakibatkan kematian pada udang (Dian dan Rubiyanto,2005).
6. Karbondioksida (CO2) Bebas
Proses dekomposisi bahan organik serta pernafasan tumbuhan air dan hewan
memberikan sumbangan pada CO2 yang ada. CO2 bergabung secara kimiawi
dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3) yang mempengaruhi pH air dan
berdisosiasi sebagian menghasilkan ion-ion hidrogen (H+) dan bikarbonat (HCO3
-) .
Karbondioksida dapat juga terbentuk sehingga hasil metabolisme pada
proses fotosintesis banyak digunakan CO2 dan dikeluarkan O2. Hal ini akan
25
mempengaruhi konsentrasi CO2 dalam air, yang bergantung pada ke dalaman air
tersebut respirasi oleh hewan dan tumbuhan menghasilkan CO2 (Kristanto, 2002).
7. Kekeruhan
Air yang tidak terlampau keruh dan tidak terlampau jernih baik untuk
kehidupan udang. Zat atau material terlarut (tersuspensi) seperti lumpur, senyawa
organik dan anorganik, plankton dan mikroorganisme diduga kuat sebagai
penyebab kekeruhan. Kekeruhan menyebabkan sinar matahari yang sampai ke air
lebih banyak dihamburkan dan diserap daripada ditransmisikan ke sekelilingnya.
Padahal sinar matahari yang ditransmisikan ini sangat diperlukan oleh plankton.
Oleh karena itu kondisi air tambak diusahakan tidak terlalu keruh, sedangkan
tingkat kecerahan yang diharapkan untuk budidaya udang vannamei 25-40 cm
(Darmono, 1991)
H. Pemilihan Benur Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Persyaratan kualitatif benur yang dapat dilihat dan diuji adalah :
Warna : warna tubuh transparan, kecoklatan atau kehitaman, punggung
tidak berwarna keputihan atau kemerahan.
Gerakan : gerakan berenang aktif, menentang arus, cenderung mendekat ke
arah cahaya (fototaksis positif).
Kesehatan dan kondisi tubuh : kondisi tubuh benur yang sehat setelah
mencapai ukuran PL 10, organ tubuhnya lengkap, maxilla, mandibula,
antenulla dan ekor membuka, hepatopankreas transparan, usus penuh dan
gelap.
26
Responsif terhadap rangsangan : benur akan menjentik menjauh dengan
adanya kejutan atau jika wadah sampel benur diketuk, dan akan berenang
mendekati sumber cahaya jika ada rangsangan cahaya, serta responsif
terhadap pakan yang diberikan (Dian dan Rubiyanto, 2005)
I. Penebaran Benur Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Benur udang bisa di dapat secara langsung dengan menangkap dari laut
maupun diperoleh dari tempat pembibitan benur udang.
Menurut Dian dan Rubiyanto (2005), benur sebelum ditebar ke dalam
tambak, perlu dilakukan aklimatisasi (adaptasi) terhadap lingkungan baru. Secara
umum, ada 2 aklimatisasi yang bisa dilakukan, yaitu aklimatisasi terhadap suhu
dan salinitas air pada petakan tambak.
1. Aklimatisasi Suhu
Aklimatisasi suhu air pada petakan tambak udang vannamei dilakukan
dengan cara meletakkan plastik pengemas yang berisi benur ke dalam petakan
tambak. Tindakan tersebut dilakukan hingga suhu air dalam kemasan plastik
Gambar 9. Benur yang telah dipilih dan siap di
Benih (benur) udang vaname
tebar
27
mendekati atau sama dengan suhu air petakan yang dicirikan dengan munculnya
embun di dalam plastik kemasan (Dian dan Rubiyanto, 2005)
2. Aklimatisasi Salinitas
Aklimatisasi salinitas air petakan tambak dilakukan setelah aklimatisasi
suhu selesai. Aklimatisasi salinitas dilakukan dengan cara air tambak di masukkan
sebanyak 1-2 liter ke dalam kemasan plastik benur udang vannamei. Tindakan
tersebut di hentikan hingga salinitas air dalam kemasan plastik mendekati atau
sama dengan salinitas air petakan tambak. Perkiraan aklimatisasi benur
berdasarkan perbedaan salinitas dan suhu antara tambak dan air hatchery di sajikan
pada tabel 2.
Gambar 10. Aklimatisasi benur pada suhu tambak
Benur dalam wadah plastik Benur yang mulai ditebar
28
Tabel 2. Perkiraan Aklimatisasi Benur Berdasarkan Perbedaan Salinitas dan
Suhu Antara Air Tambak dan Air Hatchery.
Sumber : Dian dan Rubiyanto, 2005
Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh
ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan
dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan
yang baru. Tahap penebaran benur (Anonim, 2000) adalah :
Adaptasi suhu, plastik wadah benur direndam selama 15-30 menit, agar
terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik.
Adaptasi udara, plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya dibiarkan
terbuka dan terapung selama 15-30 menit agar terjadi pertukaran udara dari
udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
Beda salinitas (ppt) Beda suhu (o C)
Waktu aklimatisasi
(menit)
<5 >3 15-30
<3 30-45
5-10 >3 30-45
<3 30-45
10-15 >3 30-45
<3 30-45
>15 >3 30-45
<3 45-60
29
Adaptasi kadar garam/salinitas, dilakukan dengan cara memercikkan air
tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi
percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat
menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
Pengeluaran benur dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik
ke air tambak, benur dibiarkan keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang
tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke dalam tambak dengan hati-
hati/perlahan.
J. Pemeliharaan Udang
Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan
waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat
diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat
dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan adalah kualitas air harus selalu
stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang
masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis.
Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi perlakuan
Tambak Organik Nusantara (TON) dengan dosis 1 - 2 botol TON/ha untuk
menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan
beracun dari luar tambak.
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui perkembangan
udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari
sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling
30
dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik terlarut yang berasa dari
kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu sebaiknya air diberi
perlakuan kapur zeolit setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada
setiap pergantian atau penambahan air baru tetap diberi perlakuan Tambak
Organik Nusantara (TON).
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen
kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap kondisi air menunjukkan
jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan
pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi bahan organik
dalam tambak semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang
juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, ditandai dengan
tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, kondisi ini dapat
menyebabkan terjadinya kanibalisme (Anonim, 2000)
K. Manajemen Pakan
Pakan merupakan sumber nutrisi terdiri dari protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral. Nutrisi digunakan untuk tumbuh dan berkembang biak.
Pakan yang diberikan harus mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan hidup
udang vannamei. Nutrisi yang dibutuhkan udang vannamei antara lain protein,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan asam amino essensial. Nutrisi tersebut
digunakan untuk aktivitas pertumbuhan dan reproduksi udang (Mudjiman, 1988)
31
L. Panen
Pada umumnya pemanenan udang vaname dilakukan setelah umur
pemeliharaan lebih dari 100 hari, namun tetap memperhatikan harga udang
dipasaran. Perlakuan dan teknik yang dilakukan sebelum panen adalah
pengapuran dengan dosis 10 – 20 ppm (dilakukan 2 – 3 hari sebelum panen), serta
memperhatikan volume air (tidak ada pergantian air) selama 2 – 4 hari. Tujuan
tidak dilakukan penggantian air menjelang panen adalah supaya udang tidak
mengalami ganti kulit (moulting) menjelang dan pada saat pemanenan.
Alat yang digunakan dalam pemanenan adalah jaring kantong yang
dipasang pada pintu monik, jaring udang (krikit), branjang (left net), sodo dan jala
tebar (falling gear) serta alat lainnya. Teknik panen yang sering dilakukan adalah
dengan cara menurunkan volume air secara bertahap sesuai dengan menggunakan
pompa air, bersamaan dengan itu dilakukan penangkapan udang secara bertahap.
Pemanenan dilakukan pada pagi hari atau malam hari, yang bertujuan untuk
mengurangi resiko kerusakan mutu udang (Atjo, 2009).
M. Pascapanen
Menurut Mudjiman (1988) terdapat beberapa hal yang penting yang perlu
diperhatikan dalam penanganan pascapanen adalah:
1. Alat-alat yang digunakan harus bersih.
2. Penanganan harus cepat, cermat, dan hati-hati.
3. Hindarkan terkena sinar matahari langsung.
4. Cucilah udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
32
5. Masukkan ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air
bersih.
6. Selalu menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan
udang.
7. Selain didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm
untuk mengawetkan udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh
bakteri pembusuk (Salmonella, Vibrio, Staphylococcus).
8. Kelompokan menurut jenis dan ukurannya.
N. Pemasaran
Pemasaran merupakan rantai berikutnya dalam siklus kegiatan perikanan,
serta memegang peranan penting dalam usaha penyampaian hasil produksi kepada
pada konsumen. Peningkatan produksi dengan tidak disertai perbaikan cara
pemasarannya tidak akan banyak memberikan manfaat, baik terhadap petambak
sendiri maupun konsumen dan pemerintah.
Hasil perikanan kadang-kadang mengalami kerusakan yang fatal yang
terjadi pada saat bersamaan, dengan demikian proses pemasaran benar-benar
memegang peranan penting dalam usahamenyampaikan dan penyelamatan hasil
produksi perikanan dari produsen ke konsumennya.
Penyampaian hasil produksi dari produsen sampai dapat dimanfaatkan oleh
konsumen pada umumnya masih berlangsung melalui berbagai macam rantai.
Rantai yang paling sederhana biasanya nelayan langsung menjual hasil
produksinya kepada konsumen. Namun kejadian ini sedikit sekali dan hanya
33
berlangsung dalam usaha yang kecil atau volume yang kecil pula. Proses
pemasaran yang sederhana biasanya berlangsung secara insidentil selama jumlah
ikan dapat ditampung oleh sejumlah konsumen yang terbatas. Apabila ikan dalam
jumlah yang besar hendak dijual oleh nelayan dengan cara langsung, biasanya
nelayan akan menghadapi jalan buntu. Selain dari pada itu mereka akan terdesak
pada posisi yang lemah karena beberapa faktor yaitu :
a. Sifat ikan yang mudah busuk.
b. Nelayan tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memasarkan ikan
setelah lama tinggal dalam penagkapan ikan.
c. Nelayan tidak mempunyai fasilitas alat pemasaran yang cukup, seperti
kamar pendingin atau alat angkutan.
d. Nelayan tidak memiliki modal yang cukup.
Mengingat akan sifat-sifat tersebut diatas tadi, pada akhirnya nelayan harus
menjual ikan dengan harga yang sangat murah daripada ikan itu menjadi busuk.
Menurut Kattenberg (1978) nelayan dapat menjual ikannya melalui empat saluran
pemasaran, yaitu melalui :
1. Tempat pelelangan ikan :
Ikan dijual kepada para pembeli melalui sistim pelelangan, sehingga terjadi
persaingan harga yang terbuka dan bebas.
2. Bakul ikan :
Ikan dijual oleh nelayan kepada bakul yang mereka senangi.
34
3. Bakul ikan khusus :
Ikan selalu dijual kepada bakul yang tertentu dan tetap. Mereka ini biasanya
terdiri dari para pembeli kredit liar kepada para nelayan sehingga terdapat ikatan
yang khusus.
4. Konsumen :
Ikan dibawa dan dijual ke pasar yang terdekat atau langsung dijual ke
rumah-rumah konsumen.