BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan...

30
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance atau daya regang dinding pembuluh darah yang bersangkutan. Tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk ke dalam arteri selama sistol (tekanan sistolik) rata-rata adalah 120 mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir ke luar ke pembuluh di hilir selama diastol (tekanan diastolik) rata-rata adalah 80 mmHg. Sedangkan tekanan pada nadi adalah perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik (Sherwood, 2006). Terdapat 2 sistem pengaturan tekanan darah di dalam tubuh manusia yaitu: 1. Sistem pengaturan tekanan darah jangka pendek Pengaturan jangka pendek dikendalikan oleh sistem saraf simpatis, terutama melalui efek sistem saraf pada tahanan vaskular perifer total dan kemampuan memompa jantung (Guyton dan Hall, 2006). Mekanisme utama dalam proses pengaturan tekanan darah berjalan sesuai dengan mekanisme umpan balik negatif yaitu mekanisme

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah

terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang

terkandung di dalam pembuluh dan compliance atau daya regang dinding

pembuluh darah yang bersangkutan. Tekanan maksimum yang

ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk ke dalam arteri

selama sistol (tekanan sistolik) rata-rata adalah 120 mmHg. Tekanan

minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir ke luar ke pembuluh di

hilir selama diastol (tekanan diastolik) rata-rata adalah 80 mmHg.

Sedangkan tekanan pada nadi adalah perbedaan antara tekanan darah

sistolik dan diastolik (Sherwood, 2006).

Terdapat 2 sistem pengaturan tekanan darah di dalam tubuh manusia

yaitu:

1. Sistem pengaturan tekanan darah jangka pendek

Pengaturan jangka pendek dikendalikan oleh sistem saraf simpatis,

terutama melalui efek sistem saraf pada tahanan vaskular perifer total

dan kemampuan memompa jantung (Guyton dan Hall, 2006).

Mekanisme utama dalam proses pengaturan tekanan darah berjalan

sesuai dengan mekanisme umpan balik negatif yaitu mekanisme

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

8

perangsangan yang akan mengurangi impuls respon tubuh. Mekanisme

ini membutuhkan sensor/reseptor, neuron aferen, sistem saraf pusat,

neuron eferen dan efektor (Ronny, et al 2009).

Menurut Sherwood (2006), terdapat beberapa sensor yang

mendeteksi perubahan tekanan darah sebagai berikut:

a. Refleks Baroreseptor

Refleks ini berperan pada setiap perubahan tekanan darah

yang diperantarai secara otonom. Baroreseptor terdapat di sinus

karotis dan arkus aorta yang bekerja sangat cepat untuk

mengkompensasi perubahan tekanan darah. Secara kontinu,

baroreseptor menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap

tekanan di dalam arteri. Jika tekanan arteri meningkat, potensial

aksi juga akan meningkat sehingga kecepatan pembentukan

potensial aksi di neuron eferen yang bersangkutan juga akan

meningkat. Begitu juga sebaliknya saat terjadi penurunan tekanan

darah. Di saat tekanan arteri terlalu tinggi, pusat kontrol

kardiovaskuler berespon dengan mengurangi aktivitas simpatis dan

meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen ini

menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan volume

sekuncup, menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena serta

menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga

tekanan darah kembali normal. Begitu juga sebaliknya jika tekanan

darah turun di bawah normal.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

9

b. Osmoreseptor hipotalamus dan reseptor volume pada atrium kiri

Osmoreseptor pada hipotalamus peka terhadap perubahan

osmolaritas darah yang dipengaruhi oleh keseimbangan cairan

tubuh, ke duanya mempengaruhi regulasi jangka panjang tekanan

darah dengan mengontrol volume darah

c. Kemoreseptor pada arteri karotis dan aorta

Kemoreseptor tersebut peka terhadap kadar O2 rendah atau

keasaman tinggi pada darah. Fungsi utamanya adalah secara

refleks meningkatkan aktivitas pernapasan sehingga lebih banyak

O2 yang masuk atau lebih banyak CO2 pembentuk asam yang ke

luar. Apabila kandungan oksigen turun atau kadar karbondioksida

dalam darah meningkat, maka kemoreseptor yang berada di arkus

aorta dan pembuluh-pembuluh darah besar di leher mengirim

impuls ke pusat vasomotor dan terjadilah vasokonstriksi,

selanjutnya peningkatan tekanan darah membantu mempercepat

darah kembali ke jantung dan ke paru. Dengan meningkatnya

tekanan darah akan mengakibatkan peningkatan pada pengiriman

potensial aksi ke pusat pengontrolan kardiovaskuler. Di samping

itu reseptor ini juga akan menyampaikan impuls eksitatorik ke

pusat kardiovaskuler.

d. Sistem saraf pusat

Sistem saraf akan mempengaruhi tekanan darah melalui

perangsangan simpatis dan parasimpatis. Emosi dan perilaku

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

10

tertentu mempengaruhi kerja simpatis yang berefek pada respon

kardiovaskular.

e. Olahraga

Perubahan mencolok pada sistem kardiovaskular terjadi

saat berolahraga, termasuk peningkatan besar aliran darah otot

rangka, peningkatan curah jantung, penurunan resistensi perifer

total.

f. Kontrol hipotalamus terhadap arteriol kulit

Tekanan darah dapat turun pada saat pembuluh kulit

mengalami dilatasi menyeluruh untuk mengeluarkan kelebihan

panas dari tubuh.

2. Sistem pengaturan tekanan darah jangka panjang

Pengaturan jangka panjang berkaitan dengan homeostatis volume

cairan tubuh, yang ditentukan oleh keseimbangan antara asupan dan

keluaran cairan. Bila tubuh mengandung banyak cairan ekstrasel,

volume darah dan tekanan arteri akan meningkat. Peningkatan tekanan

ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan

cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal

(Guyton and Hall, 2006).

Pengaturan tekanan darah intermitten dan jangka panjang

dipengaruhi secara vasoaktif, meliputi:

a. Epinefrin, berasal dari medula adrenal, berikatan dengan reseptor

α1 (vasokonstriksi) dan reseptor β2 (vasodilatasi), juga berikatan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

11

dengan β1 (meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi)

(Ronny, et al., 2009)

b. Serotonin 5-hidroksitriptamin, biasanya terdapat pada saraf

terminal, trombosit dan sel mast. Zat ini menyebakan

vasokonstriksi (Ronny, et al., 2009)

c. Histamin, biasanya dikelurkan saat terjadi luka atau inflamsi yang

dapat menyebabkan pembuluh darah di otot polos vasodilatasi,

tetapi otot polos viseral berkontraksi (Ronny, et al., 2009)

d. Angiotensin II, merupakan bagian dari sistem renin angiotensin

aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang sangat

kuat. Walaupun hanya berada dalam darah 1 atau 2 menit dalam

darah, tetapi angiotensin II mempunyai pengaruh utama yang dapat

meningkatkan tekanan arteri, yaitu sebagai vasokonstriksi di

berbagai daerah tubuh serta menurunkan ekskresi garam dan air

oleh ginjal.

2.2 Pre-Hipertensi

2.2.1 Definisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik

secara intermitten atau terus menerus. Umumnya adalah tekanan darah

systolik secara intermitten 139 mm Hg atau lebih atau tekanan darah

diastolik 89 mm Hg atau lebih mengindikasikan hipertensi. Prehipertensi

nampaknya menjadi sebuah precursor dari hipertensi (Cooper, et al.,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

12

2009). Vasan et al., (2001) melaporkan bahwa konversi prehipertensi

menjadi hipertensi selama waktu 4 tahun adalah 30%.

Adapun empat kategori definisi tekanan darah menurut The

Seventh Report of the Joint National Committee on the Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNCVII,

2013):

1. Tekanan darah normal : Tekanan darah sistolik <120 mmHg da

tekanan darah diastolik <80 mmHg

2. Prehipertensi : Tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau

tekanan darah diastolik 80-89 mmHg

3. Hipertensi tahap I : Tekanan darah sistolik ≥140-159 mmHg

atau tekanan darah diastolik 90-99 mmHg

4. Hipertensi tahap II : Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau

tekanan darah diastolik ≥100 mmHg

Dari ke-empat kategori di atas, terdapat kategori tekanan darah

baru yaitu "prehypertension" untuk tekanan darah systolik dan diastolik

120 -139 mm Hg dan 85 sampai 89 mm Hg (Chonabian, et al., 2003).

Prehipertensi cenderung berkembang menjadi hipertensi dari pada orang

yang mempunyai tekanan darah normal (normotensive) (Quresi, et al.,

2005). Pada tahun 1999-2000 lebih dari 88% orang dengan prehipertensi

mempunyai sedikitnya 1 faktor resiko kardiovaskuler (Greenlund, et al.,

2004).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

13

Prevalensi faktor risiko penyakit jantung dan stroke pada orang

dengan prehipertensi adalah:

1. Cenderung lebih banyak laki-laki dari pada perempuan (40% vs

23%).

2. Orang dengan Overweight lebih cenderung mempunyai

prehipertensi dari pada orang yang mempunyai berat badan

normal.

3. BMI lebih dari 25 kg/m2 atau lebih berhubungan dengan resiko

prehipertensi yang meningkat 50%

4. BMI 30 kg/m2 atau lebih berhubungan dengan 2 kali peningkatan

resiko prehipertensi.

Toikka et al., (2000) mendemonstrasikan bahwa prehipertensi

berhubungan dengan penebalan intima-media brakhilais dan karotis.

Sementara itu, Washio et al., (2004) menemukan bahwa ada peningkatan

resiko stenosis karotis pada pasien dengan prehipertensi. Penemuan

tersebut menunjukkan bahwa perubahan patologi telah dimulai bahkan

pada kondisi prehipertensi. Berkaitan dengan faktor risiko penyakit arteri

koroner, di antara pasien prehipertensi, menunjukkan risiko 2,9 kali pada

orang berumur 45 sampai 64 tahun dan 4,4 kali pada orang yang berumur

65 tahun atau lebih dibandingkan dengan orang yang berumur di bawah 45

tahun, dan lebih tinggi pada laki-laki (2,5 kali), orang dengan diabetes (2,1

kali), dan pasien dengan hypercholesterolemia (1,5 kali) (Qureshi, et al.,

2005).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

14

2.2.2 Jenis Hipertensi

Menurut Gray, et al., (2005), hipertensi dibagi berdasarkan

penyebabnya menjadi dua jenis:

a. Hipertensi primer

Disebut juga sebagai hipertensi esensial atau idiopatik dan

merupakan 95% dari kasus-kasus hipertensi. Tekanan darah

merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular, sehingga

tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat,

resistensi vaskular bertambah atau ke duanya. Meskipun

mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi

melibatkan perubahan-perubahan tersebut, hipertensi sebagai

kondisi klinis biasanya diketahui beberapa tahun setelah

kecenderungan tersebut dimulai. Dan pada saat itu terjadi

beberapa mekanisme fisiologis kompensasi sekunder, sehingga

kelainan curah jantung atau resistensi perifer tidak diketahui

dengan jelas.

b. Hipertensi sekunder

Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya,

dan dapat dikelompokkan menjadi:

1. Penyakit parenkim ginjal (3%), setiap penyebab gagal ginjal

yang dapat menyebabkan kerusakan parenkim ginjal, akan

cenderung menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu

sendiri akan mengakibatkan kerusakan ginjal.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

15

2. Penyakit renovaskular (1%), terdiri dari penyakit yang

menyebabkan gangguan pasokan darah ginjal, yaitu

arterosklerosis dan fibrodisplasia. Penurunan pasokan darah

ginjal akan memacu produksi renin ipsilateral dan

meningkatkan tekanan darah.

3. Endokrin (1%), pertimbangkan aldosteronisme primer

(sindrom Conn) jika terdapat hipokalemia bersama

hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan renin yang

rendah akan mengakibatkan kelebihan natrium dan air.

Biasanya disebabkan adenoma jinak soliter atau hiperplasia

adrenal bilateral.

4. Sindrom cushing, disebabkan oleh hiperplasia adrenal yang

disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan

ACTH (adenocorticotrophic hormone) pada dua per tiga

kasus dan tumor adrenal primer pada sepertiga kasus.

5. Hiperplasia adrenal kongenital, merupakan penyebab

hipertensi pada anak namun kejadian ini masih sangat

jarang ditemui.

6. Feokromositosoma, disebabkan oleh sel tumor sel kromafin

asal neural yang mensekresikan katekolamin, 90 % berasal

dari kelenjar adrenal dan 10 % lainnya terjadi di tempat

lain. Hipertensi pada kehamilan, terjadi sekitar 10% pada

kehamilan pertama dan lebih sering terjadi pada ibu muda.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

16

Diperkirakan karena aliran uretroplasental yang kurang baik

dan umumnya terjadi pada trimester terakhir atau awal

periode postpartum.

7. Hipertensi akibat obat, yang paling banyak menyebabkan

hipertensi adalah penggunaan pil kontrasepsi oral (OCP),

dengan 5% perempuan mengalami hipertensi dalam 5 tahun

sejak mulai penggunaan.

2.2.3 Epidemiologi

Peningkatan tekanan darah menjadi bagian yang normal

dari proses degeneratif. Menurut American Heart Association

(AHA), penduduk Amerika yang berusia di atas 20 tahun menderita

hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun

hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya.

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi

pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia

adalah sebesar 31,7%. Sedangkan, pada tahun 2013 terjadi

penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%). Sama halnya

pada provinsi Bali, terjadi penurunan yang sekitar 10% dari tahun

2007 sampai tahun 2013. Provinsi Bali masuk ke dalam peringkat

2 dari 5 provinsi dengan prevalensi hipertensi terendah dengan

jumlah 840.851 jiwa dari 4.225.384 juta jiwa (Pusdatin, Kemenkes

2013).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

17

2.2.4 Patofisiologi

Terdapat empat sistem kontrol yang berperan dalam

mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor

arteri, pengaturan volume cairan, sistem renin angiotensin dan

autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).

Sistem baroreseptor merupakan monitor derajat tekanan

arteri dan meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui

mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi

parasimpatis) dan vasodilatasi.

Terdapat banyak mekanisme pengatur saraf khusus yang

bekerja sepanjang waktu dan bersifat bawah sadar untuk

mempertahankan tekanan arteri pada atau tekanan normal. Sejauh

ini, mekanisme saraf untuk mengatur tekanan arteri yang paling

diketahui ialah refleks baroreseptor yang terletak pada titik-titik

spesifik di dinding beberapa arteri sistemik besar. Peningkatan

tekanan arteri akan meregangkan baroreseptor dan menyebabkan

menjalarnya sinyal menuju sistem saraf pusat. Sinyal “umpan

balik” kemudian dikirim kembali melalui sistem saraf otonom ke

sirkulasi untuk mengurangi tekanan arteri kembali ke nilai normal

(Guyton dan Hall, 2006).

Baroreseptor merupakan ujung saraf tipe memancar (spray-

tipe) yang terletak di dalam dinding arteri; baroreseptor terangsang

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

18

bila teregang. Pada hampir semua arteri besar yang terletak di

daerah toraks dan leher, dapat dijumpai sejumlah kecil

baroreseptor; tetapi, jumlah baroreseptor berlimpah di dalam (1)

dinding setiap arteri karotis interna yang terletak sedikit di atas

bifurkasio karotis, suatu daerah yang dikenal sebagai sinus karotis

dan (2) dinding arkus aorta (Guyton dan Hall, 2006).

Gambar 2.1 Sistem Baroreseptor untuk mengendalikan

tekanan arteri (Guyton dan Hall, 2006)

Gambar di atas menunjukkan bahwa sinyal dari

“baroreseptor karotis” dijalarkan melalui saraf Hering yang sangat

kecil menuju saraf glosofaringeus di leher bagian atas dan

kemudian ke traktus solitarius di daerah medula batang otak.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

19

Sinyal dari “baroreseptor aorta” di arkus aorta dijalarkan melalui

nervus vagus menuju traktus solitarius yang sama di medula

(Guyton dan Hall, 2006).

Refleks sirkulasi terhadap perubahan tekanan darah diawali

oleh baroreseptor di mana setelah sinyal baroreseptor memasuki

traktus solitarius medula, sinyal sekunder menghambat pusat

vasokonstriktor di medula dan merangsang pusat parasimpatis

vagus. Efek yang terjadi adalah (1) vasodilatasi vena dan arteriol di

seluruh sistem sirkulasi perifer dan (2) berkurangnya frekuensi

denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung. Oleh karena itu,

perangsangan beroreseptor akibat tekanan tinggi di dalam arteri

secara refleks menyebabkan penurunan tekanan arteri akibat

penurunan tahanan perifer dan penurunan curah jantung.

Sebaliknya, tekanan yang rendah mempunyai efek berlawanan,

yang secara refleks menyebabkan tekanan meningkat kembali

menjadi normal (Guyton dan Hall, 2006).

2.2.5 Faktor Resiko

Sampai saat ini penyebab hipertensi primer tidak diketahui

dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor

tunggal dan khusus tetapi oleh berbagai faktor yang saling

berkaitan (Anggraini et al, 2009). Menurut faktor pemicunya,

faktor resiko hipertensi dibagi menjadi dua yaitu yang dapat

dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

20

a. Faktor genetik

Terdapat banyak hasil penelitian yang menyebutkan bahwa

orang yang mempunyai riwayat atau silsilah keluarga memiliki

riwayat hipertensi, maka kecenderungan untuk terjadinya

hipertensi juga besar (Sudarmoko, 2010). Hal ini berhubungan

dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya

rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang

tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu

didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat

hipertensi dalam keluarga (Anggraini et al, 2009).

b. Usia

Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring

dengan bertambahnya usia seseorang. Individual yang berumur

di atas 60 tahun, sekitar 50-60% mempunyai tekanan darah

lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini

merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang

bertambah usianya (Susilo dan Wulandari, 2011).

c. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita

cenderung sama, hanya saja wanita terlindungi dari penyakit

kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang belum

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

21

mengalami menopause dilindunngi oleh hormone estrogen yang

dapat meningkatkan jumlah High Density Lipoprotein (HDL).

Kadar HDL yang tinggi mampu mencegah terjadinya

aterosklerosis (Anggraini et al, 2009). Namun dari hasil

penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah terserang

hipertensi dibandingkan dengan wanita, hal itu mungkin

dikarenakan gaya hidup pria yang kebanyakan lebih tidak

terkontrol dibandingkan wanita, misalnya kebiasaan merokok,

bergadang, stres, kerja, hingga pola makan yang tidak teratur

(Sudarmoko, 2010)

d. Etnis

Hipertensi banyak terjadi pada orang berkulit hitam

daripada yang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti

penyebabnya, namun pada orang yang berkulit hitam

ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas

terhadap vasopresin yang lebih besar (Susilo dan Wulandari,

2011).

e. Obesitas

Dalam penelitian Anggraini, et al (2009) dipaparkan bahwa

menurut National Institutes for Health USA, Prevalensi tekanan

darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

>30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,

dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

22

wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal

menurut standar internasional) (Anggraini et al, 2009).

f. Asupan garam

Asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran

berlebihan dari hormon natriuretik yang secara tidak langsung

akan meningkatkan tekanan darah (Susilo dan Wulandari,

2011). Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan

konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.

Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,

sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Dengan

meningkatnya cairan ekstraseluler maka terjadi peningkatan

volume darah dan berdampak kepada timbulnya hipertensi

(Anggraini et al, 2009).

WHO merekomendasikan pola konsumsi garam dengan

kadar sodium tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram

sodium atau 6 gram garam) perhari (Anggraini et al, 2009).

g. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor penyebab dan faktor

resiko yang dapat dimodifikasi untuk terjadinya hipertensi.

Nikotin dalam rokok dan obat seperti kokain menyebabkan

peningkatan tekanan darah dengan segera dan tergantung

dengan dosis. Kebiasaan mengkonsumsi substansi ini

mempunyai implikasi di dalam insiden hipertensi. Pasien

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

23

hipertensi dengan kebiasaan merokok mempunyai risiko lebih

besar mengalami penyakit kardiovaskular dan stroke.

h. Stress

Stress dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah

perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas

saraf simpatis. Peningkatan simpatis akan meningkatkan kerja

jantung dan meningkatkan tekanan darah (Susilo dan

Wulandari, 2011).

i. Kafein

Konsumsi kafein dalam jumlah yang berlebihan juga dapat

menjadi faktor resiko terjadi hipertensi. Kafein dapat

menimbulkan perangsangan saraf simpatis, yang pada orang-

orang tertentu dapat menimbulkan gejala jantung berdebar-

debar, sesak napas dan lain-lain (Susilo dan Wulandari, 2011)

j. Kolesterol tinggi

Kandungan lemak yang berlebihan dalam darah dapat

menyebabkan penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh

darah, sehingga pembuluh darah akan menyempit dan

akibatnya tekanan darah akan meningkat (Susilo dan

Wulandari, 2011)

2.2.6 Pencegahan

Untuk menghindari faktor-faktor penyebab dan faktor resiko

timbulnya hipertensi haruslah memiliki pola hidup yang sehat dan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

24

teratur. Berikut yang dapat dilakukan untuk mencegah hipertensi

(Susilo dan Wulandari, 2011):

1. Pola makan sehat yaitu makan makanan yang mengandung

kalori dan kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan.

a. Kurangi konsumsi garam dalam makanan sehari-hari

b. Konsumsi makanan yang mengandung kalium,

magnesium dan kalsium karena dapat mengurangi

hipertensi seperti pisang dan alpukat

c. Kurangi minuman beralkohol dan bersoda

d. Makan sayuran dan buah-buahan berserat tinggi seperti

sayuran hijau, pisang, tomat, wortel, melon dan jeruk

e. Kendalikan diabetes bila ada

f. Hindari konsumsi obat yang dapat meningkatkan

tekanan darah

g. Tidur cukup antara 6-8 jam setiap hari.

h. Konsumsi minyak ikan, karena mengandung omega-3

yang dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan

i. Puasa yang rutin juga sangat baik untuk mengendalikan

tekanan darah

2. Pola hidup sehat

a. Melakukan olahraga teratur. pada penderita hipertensi

dapat melakukan olahraga ringan seperti berjalan kaki,

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

25

bersepeda, lari santai dan berenang. Dilakukan selama

30 hingga 45 menit sehari sebanyak tiga kali seminggu.

b. Mengendalikan emosi dan mengurangi kecemasan

c. Berhenti merokok. Selain dapat meningkatkan faktor

resiko terkena hipertensi, merokok juga dapat

menyebabkan komplikasi pada penyakit paru dan

kardiovaskular yang lain.

2.3 Sistem Pernapasan

2.3.1 Fisiologi Pernapasan

Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen

(O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentrasnpor

karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke

atmosfer (Sloane, 2004). Proses respirasi adalah sebagai berikut:

1) ventilasi pulmonal (pernapasan) adalah jalan masuk dan ke

luar udara dari saluran pernapasan dan paru-paru.

2) Respirasi eksternal adalah difusi O2 dan CO2 antara udara

dalam paru dan kapilar pulmonal.

3) Respirasi internal adalah difusi O2 dan CO2 antara sel darah

dan sel-sel jaringan.

4) Respirasi selular adalah penggunaan O2 oleh sel-sel tubuh

untuk produksi energi dan pelepasan produksi oksidasi (CO2

dan air) oleh sel-sel tubuh.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

26

Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang

menghubungkan tempat berlangsungnya pertukaran gas dengan

lingkungan luar. Juga terdapat suatu mekanisme ventilasi yang

terdiri atas rangka toraks, otot interkostal, diafragma dan unsur

elastis serta kolagen paru penting dalam memindahkan udara

melalui bagian konduksi dan respirasi paru. Sistem pernapasan

dibagi dalam 2 bagian utama yaitu 1) bagian konduksi yang terdiri

atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan

bronkiolus terminalis; 2) bagian respirasi (tempat berlangsungnya

pertukaran gas), terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus

alveolaris, dan alveolus (Jonueira, et al., 1997).

2.3.2 Pengaturan Aktivitas Pusat Pernapasan

Pernapasan bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi

oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen yang sesuai dalam

jaringan. Pengaturan aktivitas pernapasan diatur oleh pusat

pernapasan di sistem saraf pusat pada medulla oblongata dan pons

pada batang otak. Kelebihan karbondioksida atau kelebihan ion

hidrogen dalam darah terutama bekerja langsung pada pusat

pernapasan itu sendiri, menyebabkan kekuatan sinyal motorik

inspirasi dan ekspirasi ke otot-otot pernapasan sangat meningkat.

Oksigen, sebaliknya, tidak mempunyai efek langsung yang

bermakna terhadap pusat pernapasan di otak dalam pengaturan

pernapasan. Justru, oksigen bekerja hampir seluruhnya pada

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

27

mekanisme lain yang mengatur pernapasan yaitu sistem

kemoreseptor perifer. Reseptor kimia saraf khusus (kemoreseptor)

penting untuk mendeteksi perubahan oksigen dalam darah, sedikit

berespon terhadap perubahan konsentrasi karbon dioksida dan ion

hidrogen. Kemoreseptor berperan membantu mengatur aktivitas

pernapasan dengan mentrasmisikan sinyal saraf ke pusat

pernapasan di otak. Kemoreseptor ini terletak di beberapa area di

luar otak. Sebagian besar terletak di badan karotis. Namun, dalam

jumlah yang sedikit terletak juga di badan aorta dan dalam jumlah

yang sangat sedikit terletak di tempat lain yang berkaitan dengan

arteri-arteri lainnya dari regio toraks dan regio abdomen tubuh.

Badan karotis terletak bilateral pada percabangan arteri karotis

komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus hering ke

nervus glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan dorsal di

medula. Badan aorta terletak di sepanjang arkus aorta; serabut

aferennya berjalan melalui nervus vagus, juga ke area pernapasan

dorsal medula. Tiap-tiap badan kemoreseptor ini menerima suplai

darah khususnya miliknya sendiri melalui arteri kecil secara

langsung dari arteri besar yang berdekatan. Darah yang mengalir

melalui badan-badan ini bersifat ekstrem, yaitu 20 kali berat

badannya sendiri setiap menit. Oleh karena itu, persentase

pemindahan oksigen dari darah yang mengalir sebetulnya nol. Hal

ini berarti bahwa kemoreseptor setiap saat terekspos dengan darah

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

28

arteri, bukan dengan darah vena, dan PO2-nya merupakan PO2

arteri (Guyton dan Hall, 2006).

Gambar 2.2 Pengaturan pernapasan oleh kemoreseptor perifer

di dalam badan karotis dan badan aorta (Guyton dan Hall,

2006)

2.3.3 Pengaruh Aktivitas Respirasi

Aktivitas fisik yang berhubungan dengan respirasi di mana

terjadi inspirasi dan repirasi mempunyai efek besar pada aliran

darah balik dan curah jantung (cardiac output). Selama inspirasi

normal, tekanan intratoraks berkisar 7 mmHg, di mana diafragma

berkontraksi dan rongga dada mengembang. Tekanan ini

meningkat dengan jumlah yang sama selama ekspirasi. Selama

pernapasan berlangsung, tidak hanya pergerakan udara ke luar

masuk paru yang terjadi, namun tekanan yang dihasilkan juga

ditransmisikan ke dinding-dinding vena besar di rongga dada dan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

29

mempengaruhi aliran balik vena dari perifer ke jantung. Fenomena

ini disebut juga dengan pompa respirasi (Mohrman and Jane,

2006).

Gambar 2.3 Pengaruh inspirasi respirasi terhadap

kardiovaskular (Mohrman and Jane, 2006)

Selama inspirasi, tekanan intratoraks berkurang sehingga

tekanan di vena sentral juga berkurang. Hal ini menyebabkan aliran

balik vena dan volume vena sentral meningkat sehingga pengisian

jantung kanan meningkat. Sesuai hukum starling, keadaan ini juga

meningkatkan stroke volume dan cardiac output di jantung kiri.

Hal ini akan meningkatkan tekanan darah arteri dan merangsang

baroreseptor arterial. Proses inspirasi yang mengurangi tekanan

intratoraks juga merangsang baroreseptor di pembuluh darah dan

dinding jantung. Rangsangan yangg diterima oleh kedua reseptor

akan mengaktivasi medullary cardiovascular centers untuk

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

30

menurunkan tekanan darah yaitu dengan meningkatkan kerja

parasimpatis dan menurunkan kerja simpatis (Mohrman and Jane,

2006).

2.4 Slow Deep Breathing

Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk

mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan

efek relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan sehari-

hari untuk dapat mengatasi berbagai masalah misalnya stres, ketegangan

otot, nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi

secara umum merupakan keadaan menurunnya kognitif, fisiologi, dan

perilaku (Potter and Perry, 2006). Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan

serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya

aktivitas otak, dan fungsi tubuh yang lain. Karakteristik dari respon

relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan,

penurunan tekanan darah, dan peningkatan konsumsi oksigen (Potter and

Perry, 2006).

Penelitian oleh Astin, dalam buku Potter (2006), menunjukkan

bahwa relaksasi dapat menurunkan nyeri dan mengontrol tekanan darah.

Napas dalam lambat dapat mensimulasi respon saraf otonom melalui

pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan

respon saraf simpatis dan peningkatan respon parasimpatis. Stimulasi saraf

simpastis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respon saraf

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

31

parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh atau relaksasi

sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik (Velkumary &

Madanmohan, 2004).

2.4.1 Mekanisme Fisiologi Slow Deep Breathing

Pernapasan dengan metode latihan slow deep breathing

akan menyebabkan rileksasi sehingga menstimulasi pengeluaran

hormon endorphine yang berefek langsung terhadap sistem saraf

otonom dan menyebabkan penurunan kerja sistem saraf simpatis

dan peningkatan kerja sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi

penurunan tekanan darah (Lovastatin, 2005). Selain itu, dengan

ekshalasi yang panjang daripada metode latihan slow deep

breathing akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan

intratoraks di paru selama inspirasi yang akan menyebabkan

peningkatan kadar oksigen di dalam jaringan tubuh. Oksigen yang

meningkat akan mengaktivasi refleks kemoreseptor yang banyak

terdapat di badan karotis, badan aorta dan sedikit pada rongga

toraks dan paru. Aktivasi kemoreseptor ini akan mentransmisikan

sinyal saraf ke pusat pernapasan tepatnya di medula oblongata

yang juga menjadi tempat medullary cardiovascular centre. Sinyal

yang di kirim ke otak akan menyebabkan aktivitas kerja saraf

parasimpatis meningkat dan menurunkan aktivitas kerja saraf

simpatis sehingga akan menyebabkan penurunan tekanan darah.

Peningkatan tekanan intratoraks di paru tidak hanya menyebabkan

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

32

peningkatan oksigen jaringan, namun juga menyebabkan

penurunan tekanan di vena sentral yang mengakibatkan aliran balik

vena dan peningkatan volume vena sentral sehingga curah jantung

dan stroke volume akan meningkat di jantung kiri. Hal ini

mengaktivasi refleks baroreseptor melalui peningkatan tekanan

arteri di pembuluh akibat terjadinya peningkatan stroke volume

dan curah jantung di jantung kiri sehingga terjadi penurunan

tekanan darah dari aktivasi refleks baroreseptor yang mengirimkan

sinyal ke medullary cardiovascular centre di medula oblongata

yang menyebabkan peningkatan kerja saraf parasimpatis dan

penurunan kerja saraf simpatis (Joohan,2000).

2.4.2 Metode Latihan Slow Deep Breathing

Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi

bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang

panjang (Breathesy, 2006). Slow deep breathing adalah gabungan dari

metode napas dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga

dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan napas dalam frekuensi

kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit.

Langkah-langkah dalam latihan slow deep breathing, menurut

University of Pittsburgh Medical Center, (2003).

1. Atur pasien dengan posisi duduk

2. Kedua tangan pasien diletakkan di atas abdomen

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

33

3. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui

hidung dan tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen

mengembang saat menarik napas

4. Tahan napas selama 3 detik

5. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas

secara perlahan selama 6 detik. Rasakan abdomen bergerak ke

bawah

6. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit

7. Latihan slow deep breathing dilakukan dengan frekuensi 2 kali

sehari.

2.5 Deep Breathing

Deep breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan

teknik bernapas secara perlahan dan dalam menggunakan otot diagfragma,

sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada

mengembang penuh (Smeltzer, et al., 2008). Tujuan deep breathing

exercise yaitu untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien

serta mengurangi kerja pernapasan; meningkatkan inflasi alveolar

maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan ansietas; mencegah pola

aktivitas otot pernapasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi

pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja

bernapas (Smeltzer, et al., 2008).

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

34

Latihan pernapasan dengan teknik deep breathing membantu

meningkatkan compliance paru untuk melatih kembali otot pernapasan

berfungsi dengan baik serta mencegah distress pernapasan (Ignatavicius, et

al, 2006). Pemulihan kemampuan otot pernapasan akan meningkatkan

compliance paru sehingga membantu ventilasi lebih adequat sehingga

menunjang oksigenasi jaringan (Westerdahl, et al., 2005). Tujuan latihan

deep breathing adalah untuk meningkatkan volume paru, meningkatkan

dan redistribusi ventilasi, mempertahankan alveolus tetap mengembang,

meningkatkan oksigenasi, membantu membersihkan sekresi, mobilisasi

torak dan meningkatkan kekuatan dan daya tahan serta efisiensi dari otot-

otot pernapasan (Nurbasuki, 2008).

2.5.1 Mekanisme Fisiologi Deep Breathing

Selama metode inspirasi dengan deep breathing

berlangsung, akan menyebabkan abdomen dan rongga dada terisi

penuh mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intratoraks

di paru. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar oksigen di dalam

jaringan tubuh. Oksigen yang meningkat akan mengaktivasi

kemoreseptor yang peka terhadap perubahan kadar oksigen di

dalam jaringan tubuh, kemudian kemoreseptor akan

mentransmisikan sinyal saraf ke pusat pernapasan tepatnya di

medula oblongata yang juga menjadi tempat medullary

cardiovascular centre. Sinyal yang ditransmisikan ke otak akan

menyebabkan aktivitas kerja saraf parasimpatis meningkat dan

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

35

menurunkan aktivitas kerja saraf simpatis sehingga akan

menyebabkan penurunan tekanan darah. Peningkatan tekanan

intratoraks di paru tidak hanya menyebabkan peningkatan oksigen

jaringan, namun juga mampu mengaktivasi refleks baroreseptor

melalui peningkatan tekanan arteri di pembuluh akibat terjadinya

peningkatan stroke volume dan curah jantung di jantung kiri.

Akibatnya adalah terjadi penurunan tekanan darah dari aktivasi

refleks baroreseptor yang mengirimkan sinyal ke medullary

cardiovascular centre di medula oblongata yang menyebabkan

peningkatan kerja saraf parasimpatis dan penurunan kerja saraf

simpatis (Joohan, 2000).

2.5.2 Metode Latihan Deep Breathing

Deep breathing exercise merupakan bagian dari fisioterapi

khususnya dalam kasus yang berhubungan dengan sistem

kardiorespirasi. Latihan pernapasan ini bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan otot-otot pernapasan yang berguna

untuk meningkatkan compliance paru untuk meningkatkan fungsi

ventilasi dan memperbaiki oksigenasi. Teknik deep breathing

exercise yang dipublikasikan oleh Smeltzer, et al., (2008) adalah

sebagai berikut:

1. mengatur posisi klien dengan semi fowler/fowler di tempat

tidur/kursi;

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · ini kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengekskresikan kelebihan cairan ekstrasel, sehingga pengembalian tekanan kembali normal (Guyton and Hall, 2006).

36

2. meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah

iga) dan tangan lainnya pada tengah dada untuk merasakan

gerakan dada dan abdomen saat bernapas;

3. menarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai

dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap

tertutup selama inspirasi, tahan napas selama 2 detik;

4. menghembuskan napas melalui bibir yang dirapatkan dan

sedikit terbuka sambil mengontraksikan otot- otot abdomen

dalam 4 detik;

5. melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik

setiap pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2

menit;

6. melakukan latihan dalam 5 siklus selama 15 menit, 2 kali

sehari.