BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Volume Oksigen Maksimum (VO maks) · 2018. 7. 8. · jenis kelamin VO 2...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Volume Oksigen Maksimum (VO maks) · 2018. 7. 8. · jenis kelamin VO 2...
-
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Volume Oksigen Maksimum (VO2 maks)
VO2 maks adalah kemampuan seseorang untuk menghirup, mengedarkan dan
menggunakan oksigen (O2) selama kegiatan maksimal. Energi yang dibutuhkan
pada saat aktivitas atau berolahraga merupakan energi yang dihasilkan melalui
sistem aerobik. Porsi dari masing-masing sistem tergantung dari intensitas
latihannya (Powers, 2009). Pada saat melakukan pengerahan tenaga maksimal
(melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik dengan intensitas tinggi yang cukup
lama hingga lelah), maka energi yang dikeluarkan persatuan waktu merupakan
energi maksimum yang dikenal sebagai luaran energi maksimal (Howley, 2014)
Daya aerobik maksimal lazim disebut VO2 maks, yaitu banyaknya ambilan
(konsumsi) oksigen persatuan waktu pada saat tubuh melakukan pengerahan
tenaga maksimum (Jansen, 1987).
Oksigen diperlukan untuk oksidasi karbohidrat maupun lemak menjadi
energi yang siap pakai dalam tubuh yaitu Adenosine Tri Phosphate (ATP).
Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh jaringan itu bervariasi dan banyak
faktor yang mempengaruhinya seperti: jenis kelamin, umur dan tingkat
aktivitas seseorang. Pada keadaan istirahat rata-rata oksigen yang dikonsumsi itu
sekitar 0,2 - 0,3 liter permenit, dan dapat meningkat menjadi 3 - 6 liter
permenit saat latihan yang maksimal. Volume oksigen maksimal yang dapat di-
konsumsi oleh jaringan selama melakukan latihan permenit disebut "oxygen
consumption" atau volume oksigen maksimal atau VO2 maks., ”V‖
-
14
menunjukkan volume, O2 menyatakan oksigen, titik di atas huruf "V"
menyatakan per satuan waktu biasanya permenit dan maks menyatakan
jumlah maksimal oksigen yang dikonsumsi jaringan per kilogram berat badan
permenit (Bompa, 2009)
Selama otot bekerja akan memerlukan banyak oksigen. Oksigen dapat
dicukupi melalui dua jalan yaitu meningkatkan jumlah darah yang mengalir ke
dalam jaringan (curah dan meningkatkan kapasitas ekstraksi oksigen).
Pada atlet endurance terjadi perubahan biokimia maupun seluler sehingga
meningkatkan ekstraksi oksigen oleh otot. Seorang atlet endurance untuk
mencukupi kebutuhan oksigen cukup dengan volume darah yang sedikit dengan
kemampuan ekstraksi yang tinggi (Fox, 1984). Volume oksigen maksimal juga
dipengaruhi oleh komposisi tubuh, umur maupun jenis kelamin. Pada kedua
jenis kelamin VO2 maks mencapai puncaknya sekitar umur 15 - 20 tahun
dan setelah umur 30 tahun mulai menurun sekitar 10% per dekade. Latihan
fisik yang dilakukan secara teratur dan terprogram dapat meningkatkan VO2
maks sekitar 5% - 20% (Foss, 1998).
2.2 Metode latihan
2.2.1 Latihan
Dalam kehidupan modern sekarang ini, orang membutuhkan latihan
(olahraga) untuk menjaga kondisi fisik (kebugaran jasmaninya). Latihan adalah
gerakan-gerakan dan kondisi fisik yang melibatkan penggunaan kelompok otot
besar, seperti kelestenik, permainan dan aktivitas yang lebih formal seperti;
jogging, berenang dan berlari. Semua aktivitas apa saja yang dapat
membangkitkan tenaga dengan kegiatan yang dapat meningkatkan kerja otot.
-
15
Soekarman dalam Swadesi, (2009) mengatakan bahwa latihan untuk
meningkatkan VO2 maks, sebaiknya dilakukan dengan latihan yang dapat
meningkatkan kerja jantung untuk memompakan darah dan kemampuan paru
untuk menyerap oksigen. Beberapa pendapat mengenai peningkatan VO2 maks,
ada yang berpendapat bahwa sebaiknya melakukan latihan aerobik, karena pada
latihan aerobik sudah ada pembebanan yang dapat meningkatkan kerja jantung
dan paru. Ada juga yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan VO2 maks harus
dilakukan dengan latihan anaerobik. Latihan fisik aerobik adalah beban latihan
fisik yang berdasarkan pada respon dosis latihan yang dicerminkan pada kontraksi
otot yang dilihat melalui peningkatan metabolisme penyediaan energi (ATP) yang
memerlukan oksigen.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pada dasarnya energi yang digunakan dalam
olahraga berasal dari ATP-PC (adenosine tri phosphate – phosphocreatine),
sistem asam laktat dan sistem aerobik. Pada olahraga yang sangat berat dengan
waktu yang pendek, seperti berlari cepat dan angkat berat, sistem energi yang
dipakai adalah ATP-PC (adenosine tri phosphate – phosphocreatine), dan asam
laktat. Sedangkan untuk olahraga yang berat dengan waktu yang agak lama
mengunakan sistem energi ATP-PC (adenosine tri phosphate – phosphocreatine),
sistem asam laktat dan sitem aerobik. Pada penelitian ini, program latihan yang
diberikan selama 6 minggu adalah latihan aerobik, yaitu; metode latihan sirkuit
(circuit training) dengan 6 pos yaitu: 1) push up; 2) V sit up; 3) back up; 4) squat
trush; 5) high knee; 6) trap with box. (Klika, 2013).
-
16
Pada umumnya dalam latihan terdapat:
1. Tujuan Latihan.
2. Batasan Latihan.
3. Prinsip-Prinsip Dasar Latihan.
4. Intensitas, Volume dan Densitas/Frekuensi Latihan.
2.2.2 Metode Latihan Sirkuit (Circuit Training Method)
Latihan sirkuit (circuit training) merupakan salah satu metode
pengkondisian yang pada mulanya dipelopori oleh Morgan dan Adamson pada
tahun 1953 di University of Leeds Inggris. Latihan sirkuit (circuit training) adalah
program dengan berbagai jenis beban kerja yang dilakukan secara simultan dan
terus menerus dengan diselingi istirahat pada pergantian jenis beban kerja
tersebut. Program latihan ini sangat baik, karena dapat membentuk berbagai
kondisi fisik secara serempak. Latihan sirkuit merupakan bentuk latihan yang
efisien dan menantang dari pengkondisian. Latihan sirkuit berfungsi dengan baik
untuk mengembangkan kekuatan, daya tahan (baik aerobik dan anaerobik),
fleksibilitas dan koordinasi. Tetapi ada beberapa faktor yang harus diperhatikan
antara lain (Klika, 2013) adalah;
1. Antara enam (6) sampai lima belas (15) pos yang berbeda yang paling umum.
Masing-masing latihan perlu memilih untuk potensinya di dalam
mengembangkan; kualitas, apakah itu untuk kebugaran secara umum dan yang
berhubungan dengan kekuatan.
2. Pengorganisasian urutan latihan dan jarak pos untuk menekankan pada otot,
paru-paru dan peredaran sistem yang akan dilatih.
-
17
3. Banyaknya pos dalam latihan yang akan digunakan berhubungan dengan alat
dan fasilitasnya, sesuai dengan hasil yang diharapkan.
4. Latihan yang diberikan harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga mampu
untuk melaksanakan pengulangan sebanyak mungkin dengan kira-kira interval
60 detik dalam tiap pos sehingga menimbulkan kelelahan yang cukup berarti.
5. Dalam pemilihan organisasi waktu istirahat (interval) sangat penting guna
proses pemuliahan proses fisiologis seperti proses sistem energi sepanjang
latihan.
6. Sangat memungkinkan menghitung banyaknya pengulangan yang dilakukan
dalam waktu tertentu dengan batasan waktu yang dilakukan dalam setiap
penyelesaian antar set dan repetisi di semua pos, sehingga membantu
monitoring kemajuan dan motivasi dalam pelaksanaan latihan.
Bentuk latihan sirkuit (circuit training) memiliki tiga karakteristik yaitu;
1. Meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dan kebugaran otot.
2. Menerapkan prinsip tahanan progresif.
3. Memungkinkan banyak individu berlatih dalam waktu yang sama, didasarkan
pada kemampuan tiap individu, dan memperoleh latihan maksimal dalam
waktu pendek.
Pemilihan jenis beban latihan tiap pos tergantung pada aspek yang menjadi
tujuan atau sasaran utama yang ingin dicapai. Petunjuk umum latihan sirkuit
sebagai berikut; 1) frekuensi latihan sebaiknya tiga kali perminggu, 2) biasanya
sirkuit dilakukan 2-3 kali tiap session, 3) berisi 6–15 pos, 4) beban tiap latihan
antara 40% - 50% dari maksimum ulangan tunggal, 5) jumlah ulangan pada tiap
pos 75%-100% dari jumlah maksimum yang dapat dicapai dari periode kerja, dan
-
18
6) periode kerja selama 15–30 detik dan periode istirahat antara 15-60 detik
(Furqon,1996). Ada beberapa metode latihan sirkuit, di mana dalam penelitian ini
yang akan diteliti adalah metode latihan sirkuit berlanjut. Adapun penjelasan dari
metode latihan sirkuit tersebut adalah sebagai berikut.
2.2.3 Latihan Sirkuit Berlanjut (Continuous Circuit Training)
Latihan sirkuit berlanjut (continuous circuit training) adalah merupakan
salah satu jenis metode latihan sirkuit yang mempunyai beberapa beban kerja
yang harus dilakukan secara keseluruhan atau berlanjut dalam proses latihan.
Latihan sirkuit berlanjut mempunyai 6 beban kerja yang harus dilewati atlet dalam
satu repetisinya. Setelah melewati semua beban kerja maka atlet diperkenankan
untuk istirahat sesuai dengan rasio kerja-istirahat yang ditentukan sebelumnya.
Adapun beban kerja dalam latihan sirkuit berlanjut yang dapat dikatakan sebagai
pos, di mana 6 pos tersebut dapat dijabarkan yaitu;
1. Push up,
2. V Sit up,
3. Squat Trush
4. Back up,
5. High Knee
6. Trap with box
Setiap metode latihan akan selalu mempunyai kelemahan dan kelebihannya,
begitu juga dengan metode latihan sirkuit berlanjut ini. Secara teoritis dapat
dikatakan metode latihan sirkuit mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu:
1. Kelebihan metode latihan sirkuit berlanjut
1) Dapat melatih otot secara bersamaan atau secara serempak
-
19
2) Dapat mengurangi kejenuhan atlet dalam latihan karena adanya variasi
gerakan dalam latihan
3) Lebih mudah dalam mengawasi karena dilakukan oleh satu-persatu atlet
2. Kelemahan metode latihan sirkuit berlanjut
1) Memerlukan waktu latihan yang lebih lama dan tidak dapat diprediksi atau
direncanakan karena melakukan sekaligus beban kerja yang telah
ditetapkan
2) Secara keseluruhan waktu yang digunakan akan lama karena hanya satu-
persatu atlet yang melakukan dalam tiap repetisinya
3) Tidak dapat melatih kekuatan otot secara spesifik.
Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan dari metode latihan ini
maka kita akan dapat menyesuaikan kondisi latihan baik perencanaan waktu
ataupun pelaksanaan latihannya.
2.2.4 Latihan Interval (Interval Training)
Sistem latihan interval mencakup selang-seling periode kerja dan istirahat.
Keunggulan sistem latihan ini adalah lebih banyak atlet mengalami pelatihan
interval tanpa mengalami keletihan yang berlebihan. Latihan interval merupakan
media utama untuk mewujudkan efek-efek pelatihan yang spesifik. Pelatihan
interval tidak hanya memungkinkan atlet bekerja pada volume yang lebih besar
dari suatu intensitas tertentu, tetapi juga memungkinkan atlet berlatih lebih keras
daripada yang dilakukannya dalam latihan yang berkesinambungan. Variabel
yang dapat dimanipulasi dalam latihan interval adalah di seputar periode-periode
kerja maupun pemulihan yaitu;
-
20
1. Durasi kerja.
2. Intensitas kerja.
3. Durasi periode pulihan.
4. Jenis aktivitas yang dilakukan selama periode pemulihan, dan
5. Banyaknya pengulangan selang-seling kerja/pemulihan yang dilakukan dalam
satu setnya.
Latihan interval merupakan program latihan yang terdiri dari periode
pengulangan kerja yang diselingi oleh periode istirahat (Fox, et al 1984) atau
merupakan serangkaian latihan yang diulang-ulang dan diselingi dengan periode
istirahat. Latihan ringan biasanya dilakukan pada periode istirahat ini. Untuk
memahami mengapa latihan ini sedemikian bagusnya, maka akan diuraikan
mengenai latihan selama latihan fisik.
Ada beberapa istilah khusus dalam latihan yang harus dipahami dengan
sebaik-baiknya.
1. Interval kerja (work interval).
Bagian dari program latihan interval yang terdiri atas kegiatan dengan
intensitas tinggi.
2. Interval pemulihan (relief interval).
Waktu antar interval kerja serta antara set. Interval pemulihan dapat terdiri
atas:
1) Kegiatan ringan (pemulihan dengan istirahat atau rest relief).
2) Latihan fisik ringan sampai sedang (pemulihan dengan kegiatan atau work
relief).
-
21
3) Gabungan (pemulihan dengan istirahat atau rest relief dengan pemulihan
dengan kegiatan atau work relief).
Adapun beberapa jenis Interval pemulihan dinyatakan dalam hubungan
dengan rasio pemulihan dengan kerja dan dapat dinyatakan sebagai berikut;
1) 1:½ = mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama
dengan setengah waktu interval kerja.
2) 1:1 = mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan
waktu interval kerja.
3) 1:2 = mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan
dua kali waktu interval kerja.
4) 1:3 = mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan
tiga kali waktu interval kerja.
Dengan interval kerja yang lebih lama, suatu rasio kerja pemulihan 1:½ atau
1:1 biasanya yang disarankan; pada interval dengan jangka waktu
menengah/sedang, rasionya adalah 1:2 dan pada kerja yang memakan waktu
pendek, rasionya 1:3 karena intensitasnya yang tinggi (Fox, et al 1984).
3. Set adalah serangkaian interval kerja dan pemulihan.
4. Pengulangan (Repetition) adalah banyaknya interval kerja dalam satu setnya.
5. Waktu latihan (training time) adalah kecepatan pelaksanaan kegiatan selama
interval kerja.
6. Jarak latihan (training dintance) adalah jarak interval kerja.
7. Frekuensi adalah banyaknya waktu per minggu untuk melakukan latihan.
8. Resep latihan interval.
-
22
Berisi informasi terkait mengenai suatu pelaksanaan latihan interval yang
biasanya meliputi banyaknya set, pengulangan, waktu pelaksanaan atau jarak
interval kegiatan, waktu latihan dan waktu interval pemulihan. Cara latihan
interval untuk atlet dalam melakukan interval kerja disesuaikan dengan
cabang olahraganya, misalnya bola basket dengan kegiatan bola basket. Tipe
kegiatan yang dipilih untuk latihan fisik umum berdasarkan atas pilihannya.
Sebagai ringkasan sistem latihan interval dapat diketengahkan sebagai berikut
(Fox, et al 1993).
Sebelum menjelaskan pulih asal (recovery), terlebih dahulu dijelaskan
tentang kelelahan (fatigue). Proses yang terjadi selama pemulihan dari latihan
fisik sama pentingnya dengan yang terjadi selama latihan fisik. Kemajuan seorang
atlet tergantung kepada pemulihan yang cukup sehingga efek-efek latihan dapat
dimaksimalkan. Berlatih tanpa pemulihan yang akurat setelah suatu kegiatan yang
meletihkan tidak akan membawa manfaat bagi atlet, karena mereka semata-mata
hanya belajar menanggulangi keletihan dan bukannya memajukan aspek-aspek
spesifik dari performance (Bompa, 2015). Prosedur-prosedur pemulihan harus
merupakan bagian yang integral dari suatu latihan. Bompa (2015) menyatakan
bahwa; ―kalau latihan aktif digabung dengan pemulihan pasif maka kecepatan
pemulihannya lebih baik dari pada pemulihan aktif saja‖. Jika intensitas
pemulihan itu melampaui (> 60% VO2 maks ) maka besar kemungkinan lebih
banyak asam laktat akan diproduksi dan pemulihan terlambat. Prinsip pemulihan
harus dianggap sama pentingnya dengan prinsip overload. Bompa (2015)
menyatakan bahwa pemulihan (recovery) sama pentingya dengan latihan.
Kelelahan yang terjadi di dalam berolahraga terdiri dari:
-
23
1. Kelelahan neoromuscularjuction;
Kelelahan ini terjadi pada otot cepat (fast twitch fiber) yang disebabkan impuls
sebagai penghantar kimia menjadi berkurang.
2. Kelelahan dari mekanisme otot;
1) Berkurangnya cadangan ATP dan PC. ATP merupakan sumber energi
yang langsung untuk kontraksi otot dan PC langsung digunakan sebagai
penggantinya. ATP dapat diresistensi selama 30 detik. Seperti tampak
pada gambar 2.1.
Gambar 2.1.
Proses Interval Kerja dan Interval Istirahat (Foss, 1998)
2) Penumpukan asam laktat.
Pembentukan asam laktat akan mengikat konsentrasi ion-ion, sehingga
mangganggu kontraksi otot dan juga menghambat enzim yang diperlukan
untuk metabolisme.
3) Berkurangnya cadangan glycogen.
Olahraga lama – glycogen habis. Hal ini akan menyebabkan ―Bonking”
glycogen yang ada dalam salah satu otot tidak dapat dipindahkan ke otot
------ : Istirahat (relief ) ATP naik, waktu 30 detik
____ : Kerja (work) ATP turun, waktu 10 -15 detik
-
24
lain, oleh karena itu otot yang paling banyak kontraksi glycogen menjadi
habis.
Program latihan anaerobik atau sprint perbandingan antara kerja dan
istirahat adalah 1:5 – 1:12, (Bompa, 2009). Selama pulih asal dari latihan tuntutan
energi sangat berkurang. Tetapi konsumsi oksigen pada periode waktu tertentu
tetap pada tingkat yang relatif tinggi dan lamanya tergantung pada intensitas
latihan yang dilakukan. Oleh karena itu interval istirahat harus memudahkan pulih
asal yang optimal selama LA berkurang dan O2 – debt yang hampir seratus persen
tersimpan. Pulih asal pada latihan anaerobik atau sprint menurut (Fox, et al 1993)
minimal memerlukan waktu 2 menit dan maksimal 3 menit.
2.2.5 Rasio Kerja-Istirahat 1:1
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan
rasio-kerja istirahat 1:1 adalah mengisyaratkan bahwa waktu interval
pemulihannya sama dengan waktu interval kerja. Pada interval dengan jangka
waktu menengah/sedang, rasionya adalah 1:1 dan pada kerja yang istirahatnya
diimbangi waktu kerja, (Fox, et al 1993).
Dalam penelitian ini rasio kerja-istirahat 1: 1 akan diberikan pada
metode latihan sirkuit berlanjut di mana telah direncanakan dan dibuatkan
program pelatihan yang sesuai dengan prinsip-prinsip latihan.
2.3 Oksidan dan Antioksidan Dalam Olahraga
2.3.1 Kondisi Otot
Kondisi otot adalah perubahan keadaan otot pada waktu otot dalam
keadaan relaksasi atau otot dalam keadaan kontraksi akibat trauma mekanik atau
-
25
stress oksidatif. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan struktur dan fungsi
otot. Perubahan ini dapat berupa perubahan yang baik misalnya vaskularisasi pada
otot bertambah banyak, kontraksi otot menjadi lebih kuat, lebih cepat atau struktur
sel otot menjadi lebih baik. Perubahan yang jelek berupa kerusakan otot secara
struktural pada sel otot seperti pada Z line, sarkolemma, DNA, enzim,
mitokhondria, dan sebagainya atau secara fungsional kekuatan dan kecepatan
kontraksi otot menjadi berkurang. Jadi yang dimaksud dengan kondisi otot adalah
perubahan yang jelek pada otot berupa kerusakan otot.
Bergerak merupakan kebutuhan hidup manusia. Untuk bergerak
diperlukan beberapa alat gerak seperti otot rangka yang merupakan alat gerak
aktif, tulang sebagai alat gerak pasif, sistem saraf yang memberikan sinyal pada
otot untuk berkontraksi dan ATP sebagai energi otot yang siap pakai (Guyton,
1993).
Otot rangka tersusun dari kumpulan beberapa fasikulus. Fasikulus terdiri
dari beberapa sel otot. Sel otot mengandung mio filamen kontraktil tipis dan mio
filamen tebal. Filamen tipis terdiri dari aktin, troponin, dan tropomiosin
sedangkan filamen tebal mengandung myosin. Kontraksi otot terjadi akibat dari
peluncuran filamen aktin sepanjang myosin sehingga terjadi pemendekan
sarkomer. Pemendekan sarkomer otot akan menimbulkan gerak (Ganong, 1998).
Selama gerak atau selama kontraksi otot akan terjadi peristiwa mekanik, elektrik
maupun kimiawi sehingga mempengaruhi perubahan kondisi otot.
Kondisi otot yang jelek adalah perubahan sel otot rangka yang terjadi
akibat trauma mekanik yang diikuti stress oksidatif akibat serangan radikal bebas
-
26
selama dan sesudah aktivitas fisik berupa kerusakan otot. Aktivitas fisik terjadi
akibat kontraksi otot rangka yang merupakan alat gerak aktif.
Menurut Ganong (1998), kontraksi otot merupakan rangkaian peristiwa
mekanik, elektrik, dan kimia yang terjadi pada sel otot rangka. Rangkaian
peristiwa ini terdiri dari 6 tahap yang disebut siklus cross bridge adalah:
1) Ion kalsium keluar dari sisterna masuk ke sitosol untuk mendorong troponin.
2) Binding aktin-myosin.
3) Power stroke: ialah pukulan kepala jembatan silang (cross bridge) terhadap
aktin, sehingga terjadi peluncuran (sliding) filamen aktin sepanjang filamen
myosin.
4) Disconecting: pelepasan cross bridge dari ikatan filamen aktin.
5) Hidrolisis ATP.
6) Pompa kalsium: pengembalian ion kalsium masuk kembali ke dalam sisterna.
Pemukulan kepala myosin terhadap aktin (power stroke), pergeseran aktin
sepanjang myosin (sliding), dan pelepasan kepala myosin dari aktin (disconecting)
merupakan peristiwa mekanik yang dapat menyebabkan perubahan kondisi otot
atau kerusakan otot pada Z line, sarkolemma, retikulum sarkoplasmik dan
mitokondria (Len, et al 2002). Sesuai dengan gambar 2.2.
Gambar 2.2
Sarkomer otot (Ganong, 1998)
-
27
Perubahan kondisi otot yang jelek atau kerusakan otot akibat peristiwa
mekanik ini menyebabkan terjadinya cedera pada otot. Daerah cedera ini akan
mengeluarkan chemo atract yang akan menarik sel antibodi tubuh yaitu leukosit
netrofil dan monosit ke daerah cedera tersebut. Lekosit netrofil dan monosit akan
membentuk radikal bebas atau oksidan. Oksidan yang terbentuk berfungsi untuk
membunuh bakteri yang menuju daerah cedera dan untuk membersihkan debris.
Dalam keadaan normal pembentukan oksidan ini akan diimbangi dengan
pembentukan antioksidan. Jika terjadi kelebihan oksidan dibandingkan dengan
terbentuknya antioksidan maka akan terjadi stress oksidatif, oksidan akan
menyerang asam lemak tak jenuh (Poly Unsaturated Fatty Acid, PUFA) DNA,
protein termasuk enzim, reseptor mitokondria.
Asam lemak tak jenuh merupakan komponen utama dari membran sel
(sarkolemma), serangan oksidan pada PUFA akan membentuk malondialdehid
(MDA), sehingga MDA masuk ke dalam darah menyebabkan kadarnya dalam
darah meningkat. Oksidan juga akan menyerang sel-sel sekitarnya sehingga sel
sekitar menjadi radikal bebas, demikian seterusnya sehingga terjadi reaksi
berantai akibat stress oksidatif. Dari uraian ini perubahan kondisi otot atau
kerusakan otot dapat ditimbulkan karena trauma mekanik dan stress oksidatif
selama dan sesudah aktivitas fisik.
2.3.2 Kondisi Otot Akibat Trauma Mekanik
Kerusakan otot atau kondisi otot yang jelek yang terjadi pada olahraga
dapat disebabkan oleh trauma mekanik maupun radikal bebas. Kerusakan otot
yang disebabkan oleh trauma mekanik terjadi pada: Z line, sarkolemma, retikulum
-
28
sarkoplasmik, dan mitokhondria (Len, et al 2002). Jenis kontraksi otot, jenis otot
akan berpengaruh terhadap tingkat dan jumlah kerusakan otot.
Kontraksi otot eksentrik akan menimbulkan keruskan otot yang lebih besar
dibandingkan dengan kontraksi otot yang konsentrik atau isometrik. Kerusakan
otot juga dipengaruhi oleh kecepatan perpanjangan otot, lamanya latihan, serta
tenaga maksimal kontraksi otot (Gomes, EC et al. 2012). Pada pemanjangan otot
yang lambat, siklus cross brigde mampu mengikuti perubahan (irama)
pemanjangan otot, sedangkan pada pemanjangan otot yang terjadi secara cepat,
siklus cross bridge tidak mampu mengikuti sehingga terjadi kerusakan otot. Pada
kontraksi otot eksentrik melibatkan jumlah motor unit yang lebih kecil dibanding
kontraksi konsentrik, sehingga stress mekanik yang terjadi pada setiap serabut
otot pada kontraksi eksentrik lebih besar, sehingga keruskan yang dialami lebih
besar. Kontraksi otot eksentrik terjadi pada waktu latihan pliometrik, latihan
dengan otot yang diberi beban. Namun kerusakan otot ini dapat diredam dengan
pemberian antioksidan sehingga dapat berimbas pada peningkatan prestasi
(Amstrong, et al. 1990)
Pada binatang percobaan, jenis otot yang mengalami kerusakan besar
terjadi pada otot tipe I (tipe lambat, otot merah, slow twitch) sedangkan pada
manusia kerusakan terbesar terjadi pada otot tipe II (tipe cepat, otot putih, fast
twitch) (Len, et al 2002). Otot putih pada olahraga digunakan untuk loncat tinggi,
lompat jauh, lari cepat sehingga pada olahraga ini kemungkinan kerusakan otot
putih lebih besar. Apabila kerusakan ini bisa dikurangi tentu akan berakibat pada
peningkatan prestasi. Keruskan otot ini ditandai dengan gejala rasa nyeri atau
sakit pada otot (soreness), terbatasnya gerak persendian, bengkak dan terasa panas
-
29
di otot (Foss, 1998). Gejala kerusakan otot ini akan menyebabkan gerak atlet
sangat terbatas sehingga menurunkan prestasi olahraga.
2.3.3 Kerusakan Otot Akibat Radikal Bebas
Elemen oksigen muncul dalam jumlah yang bermakna dalam atmosfer bumi
sekitar 2,5x109 tahun yang lalu. Ketika atmosfer bumi berubah dari keadaan
sangat reduktif (highly reductive state) menjadi keadaan yang kaya oksigen
(oxygen rich state) seperti yang dikenal sekarang, organisme aerobik yang ada
pada saat itu harus beradaptasi. Hasil adaptasinya ialah: berhasil, gagal atau mati,
atau mengundurkan diri dari lingkungan anaerobik (Gutteridge, 1997).
Organisme yang paling berhasil beradaptasi adalah organisme yang
berevolusi dan mampu menyusun mekanisme pertahanan antioksidan yang
memadai. Selain mampu bertahan, organisme tersebut sekaligus juga mampu
menggunakan oksigen untuk memproduksi energi secara efisien dan
menggunakan oksigen untuk reaksi oksidasi yang lain (Knight, 1999).
Sebagian besar oksigen (>95%) mengalami metabolisme yang lengkap,
sedangkan sisanya (-5%) menghasilkan semi reduced oxygen species yang toksik,
yang merupakan sumber potensi oxidative damage. Dalam keadaan olahraga
jumlah molekul oksigen yang digunakan untuk oksidasi protein akan meningkat.
Sepanjang hidupnya manusia akan menghasilkan 3-5 ton hasil sampingan berupa
oksigen yang toksik (Giugliano, 1996).
Elektron dalam atom akan menempati daerah yang dikenal sebagai orbital.
Setiap orbital maksimum dapat ditempati oleh 2 elektron. Radikal bebas atau
senyawa oksigen reaktif (Reactive oxygen species, ROS) didefinisikan sebagai
-
30
suatu molekul atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan (Halliwel and Gutteridge, 1996).
Pada umumnya molekul pada orbital intinya mengandung elektron yang
berpasangan, namun elektron itu bisa lepas, sehingga elektron itu tidak
berpasangan dan inilah yang dikenal sebagai radikal bebas. Radikal bebas in
bersifat independen tetapi sangat reaktif untuk bisa berikatan dengan molekul lain
yang dapat memberikan elektronnya (Ross and Jenkin, 1998). Dalam kepustakaan
kedokteran pengertian radikal bebas sering dibaurkan dengan oksidan karena ke
duanya memiliki sifat yang mirip. Aktivitas ke dua senyawa ini sering
menghasilkan akibat yang sama. Walaupun ada kemiripan dalam sifat-sifatnya
namun dipandang dari sudut ilmu kimia, ke duanya harus dibedakan. Oksidan
dalam pengertian ilmu kimia adalah senyawa penerima elektron, yaitu senyawa
yang dapat menarik elektron. Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan
adalah terletak pada kecendrungannya untuk menarik elektron. Jadi sama halnya
dengan oksidan, radikal bebas adalah penerima elektron. Radikal bebas adalah
suatu oksidan tetapi tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas. Radikal bebas
lebih berbahaya dibandingkan dengan oksidan yang bukan radikal bebas. Hal ini
disebabkan oleh sifat reaktivitasnya yang tinggi dan kecendrungannya untuk
membentuk radikal bebas yang baru, kemudian bila bertemu dengan molekul lain
akan membentuk radikal baru sehingga terjadi reaksi berantai (chain reaction).
Rekasi berantai tersebut baru akan berhenti bila radikal bebas itu dapat diredam.
Menurut Halliwel dan Gutteridge (1996) senyawa penting yang dirusak oleh
radikal ialah:
-
31
1) Asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen
penting dari membran sel.
2) DNA yang merupakan perangkat genetik sel.
3) Protein yang memegang peranan penting seperti enzym, reseptor, antibody, dan
pembentuk matriks serta sitoskeleton.
Radikal bebas secara berkesinambungan dibentuk oleh tubuh melalui (Radak et
al, 1995):
1) Sebagai hasil redoks biokimiawi yang melibatkan oksigen sebagai bagian dari
metabolisme sel normal. Superoksida dibuat dengan menambahkan satu
elektron pada molekul oksigen. Superoksida ini dibuat secara tidak sengaja,
dimana banyak molekul dalam tubuh bereaksi langsung dengan oksigen untuk
membentuk superoksida, seperti katekolamin, tetrahidrofolat. Superoksida ini
tidak dapat dihindarkan.
2) Proses fagosit: sebagai bagian dari reaksi proses radang yang terkontrol. Proses
fagosit akan menghasilkan sejumlah besar superoksida sebagai bagian dari
mekanisme yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme asing. Pada
proses radang kronis, mekanisme perlindungan yang normal ini akan bersifat
merusak.
3) Sebagai respon terhadap radiasi, sinar ultra violet, polusi lingkungan, merokok,
olahraga yang berlebihan dan iskemia. Radiasi elektromagnetik dengan
panjang gelombang rendah (misal sinar gamma) dapat memecah air dalam
tubuh untuk menghasilkan radikal hidroksil (OHˉ), radikal ini akan menyerang
semua molekul yang berdekatan dengannya, sehingga dapat menimbulkan
reaksi berantai. Sekali radikal bebas terbentuk, akan mengakibatkan
-
32
terbentuknya radikal bebas yang baru dengan reaksi berantai. Setiap radikal
bebas yang terbentuk dalam tubuh, akan dapat memulai suatu reaksi berantai
yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas itu bertemu dengan radikal
bebas lain dan yang lebih penting radikal bebas itu dapat diredam oleh sistem
antioksidan tubuh.
Radikal bebas adalah suatu molekul yang mempunyai jumlah elektron yang
tidak berpasangan pada lingkaran luarnya. Elektron yang tidak mempunyai
pasangan tersebut menyebabkan instabilitas dan bersifat reaktif. Hilang atau
bertambah satu elektron menciptakan radikal bebas baru yang mengakibatkan
perubahan secara fisik dan kimiawi (Ong dan Chia 2001). Oksidasi adalah proses
kimia di mana satu molekul yang bereaksi mengambil elektron dari molekul lain.
Reduksi adalah proses kimia di mana suatu molekul mendapat elektron dari
molekul lain.
Radikal bebas diproduksi secara endogen dan diperoleh pula secara
eksogen. Secara endogen radikal bebas diproduksi oleh mitokhondria, membran
plasma, lisosom, retikulum endoplasma, inti sel. Secara eksogen radikal bebas
berasal dari asap rokok, polutan radiasi, obat-obatan, pestisida.
Sumber utama reaksi radikal bebas pada mammalia adalah pada rantai
pernafasan mitokondria, fagositosis, sintesis prostaglandin, sistem sitokrom P-
450, reaksi non ensimatik O2 dan radiasi ion (Landmesser dan Harrison, 2001).
Reaksi radikal bebas dapat dibagi menjadi tiga tahap adalah:
Tahap inisiasi: yaitu tahapan yang menyebabkan terbentuknya radikal
bebas. Cu
RH+O2 R+
+ HO2+
-
33
Tahap propagasi: yaitu tahap di mana radikal bebas cenderung
bertambah banyak dengan membuat reaksi berantai dengan molekul
lain.
R+ + O2 RO2
+
RO2+ + RH R
+ + ROOH
Tahap Terminasi: apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan
radikal bebas lain atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa
radikal (scavenger).
R +
+ R+
R:R (Halliwell, 1996)
Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal
bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel bahkan
kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas
adalah DNA, lemak dan protein (Bagchi2000). Radikal bebas yang merusak
DNA dapat mengganggu beberapa bagian DNA dan menyebabkan pertumbuhan
sel yang tidak terkontrol, yang dapat mengakibatkan kanker. Radikal bebas yang
merusak DNA dapat menyebabkan kerusakan oksidasi Low Density Lipoprotein
(LDL). Radikal bebas juga merusak sel endotel sehingga mengurangi kemampuan
sel bereaksi cepat dan efisien untuk mempertahankan aliran darah yang optimum
di organ vital.
Dalam keadaan fisiologis, radikal bebas yang secara normal terbentuk dari
reaksi biologi akan dinetralisasi sebelum terjadi perusakan berat pada sel. Radikal
bebas yang dihasilkan oleh metabolisme aerobik, radiasi, kimiawi dan gas atau
auto oksidasi molekul sel cenderung mengakibatkan peroksidasi lipid secara in
vivo. Peroksidasi lipid adalah kerusakan yang terutama dialami oleh asam lemak
-
34
tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid- PUFA) karena oksidasi sel.
Kerusakan yang diakibatkan radikal peroksida itu merupakan reaksi berantai
dengan dibentuknya peroksidan dan endoperoksida siklik dan malondialdehid
(MDA). Lipid peroksida juga dapat mengadakan ikatan silang atau cross link
dengan DNA sellular, yang mengakibatkan proses yang terjadi di inti sel
tergganggu (Rao dan Agraval, 2000).
Contoh radikal bebas dan sifat-sifatnya sebagai berikut:
1) Radikal hidroksil (OH- ): oksidan paling kuat, masa paruhnya pendek, bereaksi
di tempat terbentuknya, menyerang kebanyakan molekul biologi, menyebabkan
reaksi berantai radikal bebas.
2) Anion superoksid (NO*2): tidak aktif, oksidan lemah, lebih kuat sebagai
reduktan kompleks Fe, penting sebagai sumber (OH*) dan (H2O2).
3) Nitrogen monoksida (NO*2 ): radikal fisiologis, mediator tonus pembuluh
darah.
4) Peroksi nitrit (NO3) oksidan kuat, dihasilkan NO+O2
5) Asam hipoklorit (HOCL) diproduksi fagosit aktif dari H2O2.
Organisme aerobik dapat meredam dampak negatif oksidan dengan senyawa
antioksidan. Menurut Clarkson (1995) olahraga atau aktivitas fisik dapat
meningkatkan pembentukan radikal bebas melalui:
1) Peningkatan reduksi oksigen dalam rantai respirasi dalam mitokondria,
Kebutuhan energi pada otot kontraksi berlebihan akan meningkat, berarti
pemasukan elektron kedalam rantai respirasi pada mitokondria juga meningkat.
Dua sampai empat persen reduksi oksigen pada mitokondria ini tidak sempurna
100 persen, sehingga terbentuklah senyawa oksigen reaktif (ROS) seperti
-
35
superoksida (O2*), hidrogenperoksida (H2O2), radikal peroksil (OOH*), radikal
hidroksil (OH*).
Secara singkat reduksi oksigen dalam mitokondria dapat diringkas menjadi
bertahap seperti berikut (Tarr, dan Samson, 1997):
O2 + e O2
O2 + e + H OOH*
O2 + 2e + 2H H2O2
O2 + 3e + 3H OH +OH
O2 + 4e + 4H 2 H2O2
Sumber utama reduksi oksigen dalam mitokondria terjadi di dalam lapisan
dalam membrane (inner membran) mitokondria sewaktu terjadi fosforilasi
oksidatif. Secara singkat timbulnya kebocoran elektron yang membentuk radikal
bebas pada fosforilasi oksidatif diterangkan sebagai berikut.
Pada fosforilasi oksidatif sintesa ATP dikaitkan dengan reduksi oksigen atau
respirasi sel, yang pada dasarnya adalah proses reoksidasi NADH oleh oksigen.
Sintesis ATP pada fosforilasi oksidatif menggunakan sumber energi gradien
proton yang terdapat pada dua larutan yang dipisahkan oleh membran dalam
(inner membrane) mitokondria. Sewaktu ion mengalir dari larutan kadar tinggi
menuju larutan kadar rendah akan menimbulkan energi dan energi ini digunakan
untuk sintesis ATP dari ADP. Kadar ion yang tinggi dipertahankan dengan pompa
ion yang mengalirkan proton dari larutan kadar rendah ke larutan kadar tinggi.
Aliran proton tersebut memerlukan enrgi yang didapat dari redoks pemecahan
ATP.
NADH + H+ + ½O2 NAD
+ + H2O
-
36
Energi yang timbul pada proses redoks digunakan untuk transfer ion H+ dari
cairan intra mitokondria menembus inner membrane ke luar dari mitokondria.
Lama kelamaan konsentrasi ion H+ di luar mitokondria menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi ion H+ dalam mitokondria, timbullah gradien
konsentrasi yang mengakibatkan ion H+ mengalir dari luar mitokondria masuk ke
dalam mitokondria. Sewaktu terjadi aliran ini akan timbul energi yang digunakan
untuk sintesis ATP. Dalam mitokondria, setiap satu mol ATP diperlukan tranfer 2
mol H+.
Pasangan redoks yang berperan dalam mitokondria adalah:
1) FMN (Flavin Mono Nukleotida) yang terikat protein.
2) NHI (Non Heme Iron) Fe S yang terikat pada protein atau Iron Sulfur Protein.
3) Ko Enzim Q.
4) Sitokrom: b, c1, c, a, a3. Sitokrom sitokrom ini adalah protein yang
mengandung Fe terikat pada inti porfirin
Reaksi redoks pada FMN dan Ko enzim Q melibatkan ion hydrogen dengan
reaksi sebagai berikut:
FMN + 2H + 2e FMNH2
Untuk Ko Enzim Q reaksi berjalan dalam dua tahap:
-
37
Q + H+ + e QH
QH + H+ + e QH2
Reaksi redoks pada NHI dan sitokrom melibatkan ion Fe
Fe3+
+ e Fe2+
Pasangan-pasangan redoks tersebut berada dalam inner membrane
mitokondria, arus elektron yang terjadi adalah:
NAD FMN NHI Q/b c1 c a a3 O2
2) Peningkatan hasil metabolisme epinefrin dan katekolamin yang lain.
Pada waktu olahraga terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis, sehingga
terajadi peningkatan metabolisme epinefrin dan katekolamin yang lain dengan O2
sehingga terbentuk radikal bebas. Pada olahraga waktu panjang katekolamin
dalam plasma meningkat, sehingga terjadi rangsangan pada reseptor beta
adrenergic, terjadilah peningkatan metabolisme oksidatif terutama pada otot
rangka dan otot jantung. Metabolisme ini untuk membentuk energi dari lipid,
meningkatkan lipolisis melalui jalur beta oksidasi. Jalur beta oksidasi inilah yang
menghasilkan radikal bebas. Selain itu autooksidasi epinefrin menjadi
adrenokrom akan terbentuk superoksida (O2*) (Simpson dan Luchesi 1997).
3) Peningkatan aktivitas makrofag dan leukosit setelah kerusakan otot
Beberapa jam setelah terjadi kerusakan otot karena trauma mekanik,
leukosit netrofil akan tertarik ke daerah yang rusak. Jumlah lekosit netrofil makin
meningkat disertai melepaskan toksin dan radikal bebas. Netrofil tidak akan
bertahan di daerah ini lebih dari satu hari, tetapi dilanjutkan oleh monosit yang
tertarik ke daerah otot yang rusak menjadi bentuk makrofag. Makrofag ini juga
akan melepaskan radikal bebas (Clarkson, 1995).
-
38
Netrofil memegang peran yang penting sebagai pertahanan tubuh terhadap
invasi bakteri atau virus. Sewaktu terjadi inflamasi atau muscle damage akibat
stretching atau iskemia waktu otot kontraksi, respon pertahanan tubuh yang
pertama adalah netrofil tertarik ke daerah injury oleh faktor kemotaktik yang
dilepaskan oleh sel yang rusak (damage). Netrofil kemudian melepaskan dua
macam zat yaitu lizosym dan radikal bebas superoksida (O2*). Lizosym bertugas
membersihkan sel debris dan protein yang rusak, superoksida (O*) berfungsi
untuk memfagosit bakteri dan virus. Gerakan netrofil ke arah injury selain
bermanfaat mengatasi inflamasi juga nerakibat skunder pembentukan radikal
bebas superoksida (O2*) (Meydani dan Evans, 1993).
Superoksida (O2*) dibentuk oleh enzim mieloperoksidase. Sekali radikal
bebas terbentuk, akan mengakibatkan pembentukan radikal bebas baru dengan
reaksi berantai (Pincemail et al, 1990).
4) Peningkatan aktivitas xantin oksidase (XO)
Xantin oksidase merupakan sumber utama pembentukan radikal bebas
sewaktu terjadi iskemia dan reperfusi jantung. Sewaktu terjadi iskemia atau
sewaktu kontraksi otot jantung energi dipenuhi dari pemecahan ATP menjadi
ADP + AMP + energi untuk kontraksi miokardium. Saat terjadi kekurangan
oksigen atau iskemia AMP (Adenosin Mono Phospat) diubah menjadi hipoxantin-
xantin asam urat oleh xantin oksidase melalui rantai reduksi oksigen yang
menghasilkan superoksida (O2*). Makin lama iskemia, makin banyak terbentuk
hipoxantin, makin banyak terbentuk radikal superoksida (O2*).
Hipoxantin dan asam urat kadarnya dalam plasma dapat meningkat 10x
setelah olahraga intensitas tinggi (Hellsten et al, 1993). Xantin oksidase ini
-
39
dilepaskan oleh endotel sel otot yang sedang kontraksi. Demikian juga pada
olahraga yang berat akan terjadi peningkatan aktivitas enzim xantin oksidase dan
akan terjadi peningkatan lipidperoksidasi pada sel otot rangka, otot jantung, liver
(Gomes EC et al, 2012).
Pada waktu reperfusi atau oksigen tersedia cukup, xantin dehidrogenase
dioksidasi menjadi xantin oksidase dan akitivitas mitokondria meningkat yang
akan mengakibatkan meningkatnya radikal bebas. Di sini terlihat xantin
dehidrogenase memegang peran besar terhadap terjadinya radikal bebas selama
olahraga. Selama kecukupan oksigen atau suasana aerobik, ATP dibentuk dalam
mitokondria melalui fosforilasi oksidatif yang menghasilkan radikal bebas dan
hipoxantin-xantin dikonversi menjadi asam urat melalui xantin dehidrogenase.
Apabila suasana kekurangan oksigen (iskemia) aktivitas ensim xantinoksidase
akan meningkat yang mengakibatkan terbentuknya radikal bebas oksigen (Papas,
2001). Seperti pada proses reaksi gambar 2.3.
Gambar 2.3
Alur Pemecahan Adenosin oleh Xantin Oksidase (Gomes,EC et al. 2012)
-
40
5) Peningkatan aktivitas NADPH oksidase dan Citokrom p.450
Apabila cukup tersedia oksigen maka NADPH oksidase mengkatalisis
transfer satu elektron dari NADPH berpindah ke O2, sehingga terbentuk
superoksida (O2*) dan O2* selanjutnya melalui dismutase menjadi H2O2.
Akibat akhir dari reaksi berantai ini adalah terputusnya rantai asam lemak
tak jenuh (PUFA) menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksis (racun) terhadap
sel antara lain: aldehida seperti Malondialdehida (MDA), 9-hidroksinonenal
(HNE). Serta berbagai hidrokarbon seperti etana (C2H6) dan pentana (C5H11)
(Wijaya, 1996).
Semuanya ini mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan
membahayakan kehidupan sel. Berdasarkan inilah maka MDA banyak dipakai
sebagai marker kerusakan sel akibat serangan radikal bebas pada lipidperoksidasi.
Metode yang banyak dipakai untuk pemeriksaan MDA ini adalah berdasarkan
reaksi, satu molekul MDA dengan dua molekul TBA (thiobarbituric acid) akan
terbentuk TBARS (thibarbituric acidreactive substance) (Wijaya, 1996)
Kebutuhan energi pada otot yang kontraksi berlebihan akan meningkat,
yang berarti memerlukan pemasukan oksigen ke dalam jaringan juga meningkat
dan pemasukan elektron ke dalam rantai respirasi pada mitokondria juga
meningkat. Keadaan seimbang akan terjadi antara produksi radikal bebas dengan
pertahanan antioksidan. Keseimbangan ini dapat hilang karena produksi radikal
bebas yang berlebihan setelah latihan yang berlebihan atau tidak teratur atau
karena defisiensi pada mekanisme pertahanan antioksidan. Akibat
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan ini akan timbul stress
oksidatif yang dapat merusak sel, DNA, atau protein.
-
41
Menurut Foss (1998) jenis kontraksi otot akan berpengaruh besar terhadap
tingkat dan jumlah kerusakan otot. Kontraksi otot eksentrik akan menimbulkan
kerusakan otot yang lebih besar dibanding dengan kontraksi otot konsentrik atau
isometrik. Kerusakan otot juga dipengaruhi oleh kecepatan perpanjangan otot,
lamanya latihan, serta tenaga maksimal kontraksi. Pada pemanjangan otot yang
lambat, siklus cross bridge mampu mengikuti perubahan irama pemanjangan otot,
sedangkan pada pemanjangan otot yang terjadi secara cepat siklus cross bridge
tidak mampu mengikuti sehingga terjadi kerusakan otot. Pada kontraksi otot
eksentrik, melibatkan jumlah motor unit yang lebih kecil dibanding kontraksi
konsentrik, sehingga stress mekanik yang terjadi pada setiap serabut otot pada
kontraksi eksentrik lebih besar. Pada binatang kerusakan terutama pada otot tipe
lambat (slow twitch) sedangkan pada manusia terjadi pada otot tipe cepat (fast
twitch).
Pada beberapa olahraga akan diikuti dengan peningkatan serum creatin
kinase (CK) dan serum laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan kadar enzym
seluler dalam serum ini dapat dipakai sebagai indikator tak langsung dari
permeabilitas sel karena kerusakan jaringan. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elektron, kerusakan terjadi pada Z-line, sarkolemma,
sarkoplasmik retikulum, dan mitokondria. Pembentukan radikal bebas
selanjutnya pembentukan Lipid Peroksidasi (LPO) termasuk peroksidasi PUFA
meningkat 20x dari normal setelah kenaikan VO2 pada aktivitas dan ada korelasi
yang positif dengan kerusakan jaringan. Hal ini menunjukkan bahwa
pembentukan radikal bebas selama aktivitas lebih tinggi dibandingkan waktu
istirahat. Pada aktivitas fisik terjadi peningkatan VO2 dan ini akan meningkatkan
-
42
pembentukan radikal bebas oksigen (ROS). Dua sampai empat persen dari
oksigen yang dikonsumsi oleh mitokondria akan mengakibatkan terbentuknya
radikal bebas oksigen (ROS) pada saat terjadinya transport elektron pada
mitokondria. Pada saat beraktivitas fisik dan kontraksi serta perfusi selama
relaksasi akan terjadi pembentukan radikal superoksida (Halliwel dan Gutteridge
1996).
Olahraga menyebabkan penurunan Nicotinamide Adenin Dinucleotida
(NADH) dan penurunan kadar Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphat
(NADPH), keduanya merupakan kofaktor yang diperlukan scavenging enzym
untuk memakan radikal bebas.
Pada beban kerja yang maksimal terbentuknya asam laktat dari proses
glikolitik juga akan menurunkan kadar NAD dan NADP di dalam sel sehingga
menurunkan fungsi enzym antioksidan. Dari uraian ini aktivitas fisik dengan
beban maksimal akan meningkatkan radikal bebas yang selanjutnya meningkatkan
lipid peroksidasi (LPO). Peroksidai membran lipid dapat mengakibatkan
berubahnya fungsi sel seperti meningkatnya permeabilitas membran sel,
menurunnya transport calsium dalam sarkoplasmik retikulum, perubahan fungsi
mitokondria, pembentukan bahan-bahan toksik metabolisme dan perubahan
metabolisme glutathion intraseluler (Dekkers et al, 2003).
Efisiensi sistem pertahanan antioksidan tergantung dari kecukupan diet
vitamin dan intake makro nutrien serta pembentukan antioksidan endogen.
Aktivitas fisik merupakan pertahanan keseimbangan yang baik pada sistem
pertahanan tubuh. Beberapa literatur menyebutkan bahwa asam urat, vitamin E,
dan betacaroten serta asam ascorbat (vitamin C) berperan sebagai protektif
-
43
antioksidan. Tocopherol scavenger dapat berubah dengan sendirinya menjadi
radikal bebas. Asam askorbat dapat mengurangi radikal bebas tochoperol untuk
membentuk tocopherol. Sedangkan radikal bebas askorbat yang terbentuk dalam
peristiwa ini diubah kembali menjadi asam ascorbat oleh Nicotinamide
Dinucleotide atau NAD. Makin tinggi intensitas aktivitas, beban mekanik
terhadap otot makin tinggi, perubahan kondisi otot karena faktor mekanik maupun
senyawa radikal bebas amakin tinggi. Keruskan otot yang terjadi selama dan
segera setelah latihan fisik disebabkan oleh trauma mekanik pada otot, sedangkan
kerusakan yang terjadi sesudahnya disebabkan oleh radikal bebas (Foss, 1998).
Kerusakan otot mulai meningkat setelah latihan fisik dan mencapai puncaknya
setelah 48-72 jam setelah latihan fisik dan kembali normal setelah 168 jam setelah
latihan fisik (Len et al, 2002).
2.3.4 Antioksidan
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan endogen,
yaitu enzim yang bersifat antioksidan seperti: Superoksida Dismutase (SOD),
katalase (Cat), dan glutathion peroksidase (Gpx); serta antioksidan eksogen yaitu
yang didapat dari luar tubuh/makanan. Berbagai bahan alam asli Indonesia banyak
mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya antara lain vitamin C, E,
pro vitamin A, organosulfur, α tokopherol, flavoniod, thymoquinone, statin,
niasin, phycocyanin, dll. Berbagai bahan alam, baik yang sudah lama digunakan
sebagai makanan sehari-hari atau baru dikembangkan sebagai suplemen makanan,
mengandung berbagai antioksidan tersebut.
Antioksidan dibutuhkan untuk mencegah stress oksidatif. Stress oksidatif
adalah kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada dengan
-
44
jumlah antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas adalah senyawa yang
mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan dalam orbitnya, sehingga
bersifat sangat reaktif dan mampu mengoksidasi molekul disekitarnya (lipid,
protein, DNA dan karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi,
sehingga radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul
lain dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen
reaktif seperti dijelaskan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4
Mekanisme Antioksidan Endogen (Kurutas,EB. 2016)
Gambar di atas menerangkan mekanisme pertahanan tubuh yang
diperankan oleh antioksidan endogen. Enzim superoksida dismutase (SOD) akan
mengubah radikal superoksida (O2-) yang dihasilkan dari respirasi serta yang
berasal dari lingkungan, menjadi hidrogen peroksida (H2O2), yang masih bersifat
reaktif. SOD terdapat di dalam sitosol dan mitokondria. Peroksida dikatalisis oleh
enzim katalase dan glutathion peroksidase (Gpx). Katalase mampu menggunakan
satu molekul (H2O2) sebagai substrat elektron donor dan satu molekul (H2O2)
-
45
sebagai substrat elektron akseptor, sehingga dua molekul (H2O2) menjadi 2H2O
dan O2. Di dalam eritrosit dan jaringan lain, enzim glutation peroksidase (Gpx)
mengkatalisis destruksi (H2O2) dan lipid hidroperoksida dengan menggunakan
glutation tereduksi (GSH), melindungi lipid membran dan haemoglobin dari
serangan okidasi oleh (H2O2), sehingga mencegah terjadinya hemolisis yang
disebabkan oleh serangan peroksida8. GSH akan dioksidasi menjadi GS-SG. Agar
GSH terus tersedia untuk membantu kerja enzim Gpx, maka GS-SG ini harus
direduksi lagi menjadi GSH. Fungsi ini diperankan oleh enzim glutation reduktase
(Gred). (H2O2) yang tidak dikonversi menjadi H2O, dapat membentuk radikal
hidroksil reaktif (OH) apabila bereaksi dengan ion logam transisi (Fe2+
/Cu+).OH
bersifat lebih reaktif dan berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan sel
melalui peroksidasi lipid, protein, dan DNA. Dipihak lain, tubuh tidak mempunyai
enzim yang dapat mengubah OH menjadi molekul yang aman bagi sel.
Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila jumlahnya tidak
berlebihan, dengan mekanisme pertahanan antioksidan endogen. Bila antioksidan
endogen tidak mencukupi, tubuh membutuhkan antioksidan dari luar. Berbagai
tanaman maupun obat sintetis dapat berperan sebagai antioksidan antara lain
vitamin C, N-asetil sistein, bawang-bawangan dan spirulina dll.
2.3.5 Peran Antioksidan Bagi Kesehatan
Antioksidan dapat melawan radikal bebas yang terdapat dalam tubuh yang
didapat dari hasil metabolisme tubuh, polusi udara, cemaran makanan, sinar
matahari, dsb. Obat-obatan sintetis yang bersifat sebagai antioksidan adalah
vitamin C dan N-asetil sistein.
-
46
Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya atau
kehilangan elektron, sehingga apabila dua radikal bebas bertemu, mereka bisa
memakai bersama elektron tidak berpasangan tersebut membentuk ikatan
kovalen. Molekul biologi pada dasarnya tidak ada yang bersifat radikal. Apabila
molekul non radikal bertemu dengan radikal bebas, maka akan terbentuk suatu
molekul radikal yang baru. Dapat dikatakan radikal bebas bersifat tidak stabil dan
selalu berusaha mengambil elektron dari molekul di sekitarnya, sehingga radikal
bebas bersifat toksik terhadap molekul biologi/sel. Radikal bebas dapat
mengganggu produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi
pembuluh darah, produksi prostaglandin dna protein lain seperti enzim yang ada
dalam tubuh.
Radikal bebas yang mengambil elektron dari DNA dapat menyebabkan
perubahan struktur DNA, sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila mutasi ini terjadi
berkepanjangan dapat mengakibatkan kanker. Radikal bebas juga berperan dalam
proses menua, dimana reaksi inisiasi radikal bebas di mitokondria menyebabkan
diproduksinya Reactive Oksigen Species (ROS) yang bersifat reaktif. Radikal
bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti
asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan
lain.
Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila jumlahnya tidak
berlebihan. Mekanisme pertahanan tubuh dari radikal bebas adalah berupa
antioksidan ditingkat sel, membran dan ekstra sel.
-
47
2.3.6 Vitamin C 1000 mg
Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa beratom karbon 6
yang dapat larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari
glukosa dalam hati dari semua jenis mammalia, kecuali manusia. Manusia tidak
memiliki enzim glukonolakton oksidase, yang sangat penting untuk sintesis dari
prekursor vitamin C, yaitu 2-keto-1-glukonolakton sehingga manusia tidak dapat
mensintesis vitamin C dalam tubuhnya sendiri (Padayatti, 2003).
Di dalam tubuh, vitamin C terdapat di dalam darah (khususnya leukosit),
korteks anak ginjal, kulit, dan tulang. Vitamin C akan diserap di saluran cerna
melalui mekanisme transport aktif (Sherwood, 2007).
Vitamin C merupakan suatu donor elektron dan agen pereduksi. Disebut
antioksidan karena dengan mendonorkan elektronnya, vitamin ini mencegah
senyawa lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin C sendiri akan
teroksidasi dalam proses antioksidan tersebut, sehingga menghasilkan asam
dehidroaskorbat (Padayatty, 2003). Seperti dijelaskan pada gambar 2.5.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.5: Reaksi reduksi dan oksidasi asam askorbat (Papas, 2001)
Menurut Padayatty (2003), setelah terbentuk, radikal askorbil (suatu
senyawa dengan elektron tidak berpasangan, serta asam dehidroaskorbat dapat
-
48
tereduksi kembali menjadi asam askorbat dengan bantuan enzim 4-
hidroksifenilpiruvat dioksigenase. Tetapi di dalam tubuh manusia, reduksinya
hanya terjadi secara parsial, sehingga asam askorbat yang telah teroksidasi tidak
seluruhnya kembali. Vitamin C dapat dioksidasi oleh senyawa-senyawa lain yang
berpotensi pada penyakit. Jenis-jenis senyawa yang menerima elektron dan
direduksi oleh vitamin C, dapat dibagi dalam beberapa kelas, antara lain:
1) Senyawa dengan elektron (radikal) yang tidak berpasangan, contohnya radikal
oksigen (superoksida, radikla hidroksil, radikla peroksil, radikal sulfur dan
radikal nitrogen-oksigen).
2) Senyawa-senyawa reaktif tapi tidak radikal misalnya asam hipoklorit,
ntrosamin, asam nitrat dan ozon.
3) Senyawa yang dibentuk melalui reaksi senyawa pada kelas 1 dan 2 dengan
vitamin C
4) Reaksi transisi yang diperantarai logam (ferrum atau cuprum)
Vitamin C dapat menjadi antioksidan untuk lipid, protein, dan DNA dengan
cara: 1. Untuk lipid, misalnya Low Density Lipoprotein (LDL), akan bereaksi
dengan oksigen sehingga menjadi lipidperoksida. Reaksi berikutnya akan
menghasilkan lipid hidroperoksida, yang akan menghasilkan proses radikal bebas.
Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga terjadi interaksi antara
lipid dan oksigen, dan akan mencegah terjadinya pembentukan lipid
hidroperoksida. 2. Untuk protein, vitamin C mencega reaksi oksigen dan asam
amino pembentuk peptide atau reaksi oksigen dengan peptida pembentuk protein.
3. Untuk DNA, reaksi DNA dengan oksigen akan menyebabkan kerusakan pada
DNA yang akhirnya menyebabkan mutasi (Padayatty, 2003).
-
49
Jika asam dehidroaskorbat tidak tereduksi kembali menjadi asam askorbat,
maka asam dehidroaskorbat akan dihidrolisis menjadi asam 2,3-diketoglukonat.
Senyawa tersebut melalui rupture irreversibel dari cincin lakton yang merupakan
bagian dari asam askorbat, radikal askorbil, dan asam dehidroaskorbat. Asam
2,3—diketoglukonat akan dimetabolisme menjadi xilosa, xilomat, liksonat, dan
oksalat (Papas, 2001).
Kerusakan karena oksidan akan menyebabkan penyakit seperti
aterosklerosis dan diabetes melitus tipe 2. Dan kemungkinan juga memiliki
peranan dalam terjadinya diabetes komplikata, gagal ginjal kronik, penyakit
degeneratif neuron, arthritis rhematoid dan pancreatitis (Padayatty, 2003).
Dosis vitamin C yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1000 mg. Hal
ini didukung oleh berbagai penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa dosis
1000 mg tidak menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Seperti yang
diungkapkan oleh Lobo, (2010) penggunaan vitamin C 1000 mg akan bermanfaat
khususnya pada atlet yang memiliki risiko defisiensi vitamin seperti pada atlet
cabang olahraga beladiri yang menggunakan berat badan sebagai parameter
lomba, maupun yang tidak optimal dalam mengonsumsi makanan. Cumming, et
al (2014) juga mengungkapkan bahwa penggunaan vitamin C 1000 mg
dikombinasi dengan 250 mg vitamin E tidak menimbulkan dampak akut pada
latihan kekuatan untuk meningkatkan kekuatan otot. Namun demikian terdapat
juga pandangan yang masih meragukan tentang dosis vitamin C. Seperti yang
dijelaskan oleh Paulsen, et al (2014) bahwa vitamin C 1000 mg tidak berdampak
pada adaptasi fisiologi pada latihan kekuatan untuk usia muda, namun
memberikan dampak positif bagi lanjut usia.
-
50
2.4 Malondialdehid (MDA)
Malondialdehid merupakan produk peroksidasi lipid yang merupakan
aldehid reaktif, dan merupakan spesies elektrofil reaktif yang menyebabkan stress
toksik pada sel, dan membentuk produk protein kovalen yang dikenal sebagai
sebutan Advance Lipoxidation End products (ALE). MDA dapat bereaksi dengan
deoksiguanosin dan deoksiadenosin pada DNA dan membentuk substansi M1G
yang bersifat mutagenik (Eberhardt, 2001).
Aldehid, khususnya MDA sering kali digunakan sebagai penanda
terjadinya stres oksidatif yang terjadi akibat latihan. Proses terbentuknya MDA
dijelaskan seperti gambar 2.6.
Gambar 2.6
Proses terbentuknya MDA (Powers,SK dan Jackson,MJ, 2008)
-
51
Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan tidak stabil, sehingga sangat sulit
mengukurnya secara langsung. Tetapi, terbentuknya peroksida lipid dapat
digunakan mendeterminasi secara tidak langsung adanya radikal bebas tersebut.
Marker atau produk peroksida lipid, seperti MDA dapat diukur untuk menentukan
adanya radikal bebas (Patil et al, 2008). MDA adalah produk dekomposisi dari
PUFA peroksidasi. Analisis MDA merupakan analisis radikal bebas secara tidak
langsung dan merupakan analisis yang cukup mudah untuk menentukan jumlah
radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit
dilakukan, karena radikal bebas ini sangat tidak stabil dan cenderung merebut
elektron senyawa lain agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat
sehingga pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas
(Winarsi, 2007). MDA menunjukkan deteksi free oxygen radical dalam berbagai
macam kondisi patologis (Ozkaya, dkk.2008).
Malondialdehid telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis,
termasuk pada plasma, urin, cairan persendian, cairan bronkoalveolar, cairan
empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis, dari berbagai organ, cairan
amnion, cairan perikardial, dan cairan seminal. Namun plasma dan urin
merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan
dan paling tidak invasif (Janero, 2001)
Kadar serum MDA diukur dengan metode TBARS (Thiobarbituric Acid
Reactive Substance), yang menggunakan dasar reaksi MDA terhadap asam
tiobarbiturat dan selanjutnya dinilai menggunakan spektrofotometer (Janero,
2001). Keunggulan pengukuran MDA dibandingkan produk peroksidasi lipid
-
52
yang lain adalah metode yang lebih murah dengan bahan yang lebih mudah
didapat (Janero, 2001).
Hingga saat ini MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti, dan
dianggap sebagai marker peroksidasi lipid in vivo yang baik, baik pada manusia
maupun binatang yang secara signifikan akurat dan stabil daripada senyawa
lainnya. Kini MDA telah digunakan secara luas sebagai marker klinis peroksidasi
lipid (Niki, 2009).
MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stress oksidatif karena
beberapa alasan yaitu: (1). Pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres
oksidatif, (2) Kadarnya dapat diukur secara akurat dengan berbagai metode yang
telah tersedia, (3) Bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4)
Pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh
kandungan lemak dalam diet, (5) Merupakan produk spesifik dari peroksidasi
lemak, (6) Terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan
tubuh dan cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menetukan referensi
interval (Llurba et al, 2004).
2.5 Sistem Energi
2.5.1 ATP (Adenosine Tri Phosphate)
Sumber energi yang sewaktu-waktu harus memenuhi kebutuhan untuk
aktivitas otot adalah ATP. Bahan ini disimpan dalam jumlah yang terbatas dalam
otot, dan diisi kembali bila diperlukan, dari bahan-bahan yang ada dalam tubuh
untuk keperluan energi berikutnya. Seperti dijelaskan pada tabel 2.1.
-
53
Tabel 2.1
Klasifikasi Aktivitas Maksimum pada Berbagai Durasi serta Sistem Penyediaan
Energi untuk Aktivitas
Durasi Aerob/Anaerob Energi Observasi
1 – 4 detik Anaerob, alaktik ATP -
4 – 20 detik Anaerob, alaktik ATP + PC -
20 – 45 detik Anaerob, alaktik
+ Anaerob
ATP + PC
+ glikogen otot
Dengan meningkatnya
durasi, produksi laktat
menurun
120 – 140 detik Aerob
+ anaerob, laktik Glikogen otot
Dengan meningkatnya
durasi, produksi laktat
menurun
240 – 600 detik Aerob Glikogen otot
+ asam lemak
Dengan meningkatnya
durasi, dibutuhkan andil
lemak yang tinggi
Powers SK and Jackson MJ, 2008
Sumber energi terpenting untuk melakukan olahraga secara intensif adalah
karbohidrat. Karbohidrat mampu menyediakan energi terbanyak per unit waktu.
Bilamana intensitas eksersi lebih rendah, pembakaran lemak mulai memegang
peran penting.
2.5.2 Sistem ATP-PC (Adenosine Tri Phosphate – Phospo Creatine)
Untuk energi yang digunakan mendadak, misalnya sampai 10 detik, ATP
segera diperoleh dari PC, suatu bahan yang tersedia di dalam otot rangka. Latihan
dapat meningkatkan jumlah ATP dan PC yang dapat dipakai untuk kegiatan
jangka pendek, kebutuhan energi yang besar dalam ―sprint”. Kerugian sistem ini
adalah terlalu sedikitnya jumlah simpanan bahan tersebut.
2.5.3 Sistem LA (Laktic Acid)
Apabila simpanan ATP dan PC menyusut maka energi untuk jangka
pendek berikutnya diperoleh dari metabolisme anaerob glikogen. Dalam sistem
anaerob yang ke dua, glikogen dipecah menjadi asam laktat (Lactic acid). ATP
untuk kegiatan dengan intensitas tinggi yang berlangsung sampai 3 menit dapat
dipenuhi oleh sistem LA. Latihan yang dapat meningkatkan produksi ATP dari
-
54
sistem anaerob ini akan menghasilkan potensi untuk kegiatan yang berat yang
berlangsung antara 1-3 menit. Akan tetapi dalam proses ini asam laktat tertimbun
dalam otot dan darah, yang dapat menimbulkan gejala kelelahan.
Sistem glikolisis anaerobik lebih rumit dibanding dengan ATP-PC (2
reaksi). Ciri-cirinya sebagai berikut;
1. Menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat menyebabkan kelelahan.
2. Belum membutuhkan 02.
3. Hanya menggunakan karbohidrat.
4. Memberikan energi untuk resistensi beberapa molekul ATP saja.
2.5.4 Sistem Aerob
Apabila aktivitas dengan intensitas rendah yang dilakukan lebih dari satu
menit, oksigen digunakan dalam suplai aerobik untuk memproduksi ATP yang
digunakan untuk kontraksi otot. Efektivitas penggunaan oksigen tergantung pada
sumber bahan lemak dan dan glikogen di dalam otot. Makin lama aktivitas
dilakukan suplai aerobik makin penting, dan sumber bahan bakar lemak semakin
penting.
Dalam kaitannya dengan sistem energi yang telah diuraikan, kebanyakan
cabang olahraga menggunakan secara kombinasi. Kegitan fisik dalam jangka
waktu singkat dan eksplosif sebagian besar energi diperoleh dari sistem anaerobik
(ATP-PC dan LA), sedangkan kegitan fisik yang dalam jangka waktu yang lama,
energi dicukupi dari sistem aerobik. Olahraga ketahanan yang tidak memerlukan
gerakan yang cepat pembentukan ATP terjadi dengan metabolisme aerobik.
Apabila cukup 02 maka 1 mol glikogen dipecah secara sempurna menjadi C02 dan
H20, serta mengeluarkan energi yang cukup untuk resintesa 39 mol ATP. Reaksi
-
55
tersebut diperlukan beratus-ratus reaksi kimia serta pertolongan beratus-ratus
enzim, dengan demikian sangat rumit dibandingkan dengan sistem anaerobik.