BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Volume Oksigen Maksimum (VO maks) · 2018. 7. 8. · jenis kelamin VO 2...

43
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Volume Oksigen Maksimum (VO 2 maks) VO 2 maks adalah kemampuan seseorang untuk menghirup, mengedarkan dan menggunakan oksigen (O 2 ) selama kegiatan maksimal. Energi yang dibutuhkan pada saat aktivitas atau berolahraga merupakan energi yang dihasilkan melalui sistem aerobik. Porsi dari masing-masing sistem tergantung dari intensitas latihannya (Powers, 2009). Pada saat melakukan pengerahan tenaga maksimal (melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik dengan intensitas tinggi yang cukup lama hingga lelah), maka energi yang dikeluarkan persatuan waktu merupakan energi maksimum yang dikenal sebagai luaran energi maksimal (Howley, 2014) Daya aerobik maksimal lazim disebut VO 2 maks, yaitu banyaknya ambilan (konsumsi) oksigen persatuan waktu pada saat tubuh melakukan pengerahan tenaga maksimum (Jansen, 1987). Oksigen diperlukan untuk oksidasi karbohidrat maupun lemak menjadi energi yang siap pakai dalam tubuh yaitu Adenosine Tri Phosphate (ATP). Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh jaringan itu bervariasi dan banyak faktor yang mempengaruhinya seperti: jenis kelamin, umur dan tingkat aktivitas seseorang. Pada keadaan istirahat rata-rata oksigen yang dikonsumsi itu sekitar 0,2 - 0,3 liter permenit, dan dapat meningkat menjadi 3 - 6 liter permenit saat latihan yang maksimal. Volume oksigen maksimal yang dapat di - konsumsi oleh jaringan selama melakukan latihan permenit disebut "oxygen consumption" atau volume oksigen maksimal atau VO 2 maks., ”V‖

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Volume Oksigen Maksimum (VO maks) · 2018. 7. 8. · jenis kelamin VO 2...

  • 13

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Volume Oksigen Maksimum (VO2 maks)

    VO2 maks adalah kemampuan seseorang untuk menghirup, mengedarkan dan

    menggunakan oksigen (O2) selama kegiatan maksimal. Energi yang dibutuhkan

    pada saat aktivitas atau berolahraga merupakan energi yang dihasilkan melalui

    sistem aerobik. Porsi dari masing-masing sistem tergantung dari intensitas

    latihannya (Powers, 2009). Pada saat melakukan pengerahan tenaga maksimal

    (melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik dengan intensitas tinggi yang cukup

    lama hingga lelah), maka energi yang dikeluarkan persatuan waktu merupakan

    energi maksimum yang dikenal sebagai luaran energi maksimal (Howley, 2014)

    Daya aerobik maksimal lazim disebut VO2 maks, yaitu banyaknya ambilan

    (konsumsi) oksigen persatuan waktu pada saat tubuh melakukan pengerahan

    tenaga maksimum (Jansen, 1987).

    Oksigen diperlukan untuk oksidasi karbohidrat maupun lemak menjadi

    energi yang siap pakai dalam tubuh yaitu Adenosine Tri Phosphate (ATP).

    Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh jaringan itu bervariasi dan banyak

    faktor yang mempengaruhinya seperti: jenis kelamin, umur dan tingkat

    aktivitas seseorang. Pada keadaan istirahat rata-rata oksigen yang dikonsumsi itu

    sekitar 0,2 - 0,3 liter permenit, dan dapat meningkat menjadi 3 - 6 liter

    permenit saat latihan yang maksimal. Volume oksigen maksimal yang dapat di-

    konsumsi oleh jaringan selama melakukan latihan permenit disebut "oxygen

    consumption" atau volume oksigen maksimal atau VO2 maks., ”V‖

  • 14

    menunjukkan volume, O2 menyatakan oksigen, titik di atas huruf "V"

    menyatakan per satuan waktu biasanya permenit dan maks menyatakan

    jumlah maksimal oksigen yang dikonsumsi jaringan per kilogram berat badan

    permenit (Bompa, 2009)

    Selama otot bekerja akan memerlukan banyak oksigen. Oksigen dapat

    dicukupi melalui dua jalan yaitu meningkatkan jumlah darah yang mengalir ke

    dalam jaringan (curah dan meningkatkan kapasitas ekstraksi oksigen).

    Pada atlet endurance terjadi perubahan biokimia maupun seluler sehingga

    meningkatkan ekstraksi oksigen oleh otot. Seorang atlet endurance untuk

    mencukupi kebutuhan oksigen cukup dengan volume darah yang sedikit dengan

    kemampuan ekstraksi yang tinggi (Fox, 1984). Volume oksigen maksimal juga

    dipengaruhi oleh komposisi tubuh, umur maupun jenis kelamin. Pada kedua

    jenis kelamin VO2 maks mencapai puncaknya sekitar umur 15 - 20 tahun

    dan setelah umur 30 tahun mulai menurun sekitar 10% per dekade. Latihan

    fisik yang dilakukan secara teratur dan terprogram dapat meningkatkan VO2

    maks sekitar 5% - 20% (Foss, 1998).

    2.2 Metode latihan

    2.2.1 Latihan

    Dalam kehidupan modern sekarang ini, orang membutuhkan latihan

    (olahraga) untuk menjaga kondisi fisik (kebugaran jasmaninya). Latihan adalah

    gerakan-gerakan dan kondisi fisik yang melibatkan penggunaan kelompok otot

    besar, seperti kelestenik, permainan dan aktivitas yang lebih formal seperti;

    jogging, berenang dan berlari. Semua aktivitas apa saja yang dapat

    membangkitkan tenaga dengan kegiatan yang dapat meningkatkan kerja otot.

  • 15

    Soekarman dalam Swadesi, (2009) mengatakan bahwa latihan untuk

    meningkatkan VO2 maks, sebaiknya dilakukan dengan latihan yang dapat

    meningkatkan kerja jantung untuk memompakan darah dan kemampuan paru

    untuk menyerap oksigen. Beberapa pendapat mengenai peningkatan VO2 maks,

    ada yang berpendapat bahwa sebaiknya melakukan latihan aerobik, karena pada

    latihan aerobik sudah ada pembebanan yang dapat meningkatkan kerja jantung

    dan paru. Ada juga yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan VO2 maks harus

    dilakukan dengan latihan anaerobik. Latihan fisik aerobik adalah beban latihan

    fisik yang berdasarkan pada respon dosis latihan yang dicerminkan pada kontraksi

    otot yang dilihat melalui peningkatan metabolisme penyediaan energi (ATP) yang

    memerlukan oksigen.

    Selanjutnya dijelaskan bahwa pada dasarnya energi yang digunakan dalam

    olahraga berasal dari ATP-PC (adenosine tri phosphate – phosphocreatine),

    sistem asam laktat dan sistem aerobik. Pada olahraga yang sangat berat dengan

    waktu yang pendek, seperti berlari cepat dan angkat berat, sistem energi yang

    dipakai adalah ATP-PC (adenosine tri phosphate – phosphocreatine), dan asam

    laktat. Sedangkan untuk olahraga yang berat dengan waktu yang agak lama

    mengunakan sistem energi ATP-PC (adenosine tri phosphate – phosphocreatine),

    sistem asam laktat dan sitem aerobik. Pada penelitian ini, program latihan yang

    diberikan selama 6 minggu adalah latihan aerobik, yaitu; metode latihan sirkuit

    (circuit training) dengan 6 pos yaitu: 1) push up; 2) V sit up; 3) back up; 4) squat

    trush; 5) high knee; 6) trap with box. (Klika, 2013).

  • 16

    Pada umumnya dalam latihan terdapat:

    1. Tujuan Latihan.

    2. Batasan Latihan.

    3. Prinsip-Prinsip Dasar Latihan.

    4. Intensitas, Volume dan Densitas/Frekuensi Latihan.

    2.2.2 Metode Latihan Sirkuit (Circuit Training Method)

    Latihan sirkuit (circuit training) merupakan salah satu metode

    pengkondisian yang pada mulanya dipelopori oleh Morgan dan Adamson pada

    tahun 1953 di University of Leeds Inggris. Latihan sirkuit (circuit training) adalah

    program dengan berbagai jenis beban kerja yang dilakukan secara simultan dan

    terus menerus dengan diselingi istirahat pada pergantian jenis beban kerja

    tersebut. Program latihan ini sangat baik, karena dapat membentuk berbagai

    kondisi fisik secara serempak. Latihan sirkuit merupakan bentuk latihan yang

    efisien dan menantang dari pengkondisian. Latihan sirkuit berfungsi dengan baik

    untuk mengembangkan kekuatan, daya tahan (baik aerobik dan anaerobik),

    fleksibilitas dan koordinasi. Tetapi ada beberapa faktor yang harus diperhatikan

    antara lain (Klika, 2013) adalah;

    1. Antara enam (6) sampai lima belas (15) pos yang berbeda yang paling umum.

    Masing-masing latihan perlu memilih untuk potensinya di dalam

    mengembangkan; kualitas, apakah itu untuk kebugaran secara umum dan yang

    berhubungan dengan kekuatan.

    2. Pengorganisasian urutan latihan dan jarak pos untuk menekankan pada otot,

    paru-paru dan peredaran sistem yang akan dilatih.

  • 17

    3. Banyaknya pos dalam latihan yang akan digunakan berhubungan dengan alat

    dan fasilitasnya, sesuai dengan hasil yang diharapkan.

    4. Latihan yang diberikan harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga mampu

    untuk melaksanakan pengulangan sebanyak mungkin dengan kira-kira interval

    60 detik dalam tiap pos sehingga menimbulkan kelelahan yang cukup berarti.

    5. Dalam pemilihan organisasi waktu istirahat (interval) sangat penting guna

    proses pemuliahan proses fisiologis seperti proses sistem energi sepanjang

    latihan.

    6. Sangat memungkinkan menghitung banyaknya pengulangan yang dilakukan

    dalam waktu tertentu dengan batasan waktu yang dilakukan dalam setiap

    penyelesaian antar set dan repetisi di semua pos, sehingga membantu

    monitoring kemajuan dan motivasi dalam pelaksanaan latihan.

    Bentuk latihan sirkuit (circuit training) memiliki tiga karakteristik yaitu;

    1. Meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dan kebugaran otot.

    2. Menerapkan prinsip tahanan progresif.

    3. Memungkinkan banyak individu berlatih dalam waktu yang sama, didasarkan

    pada kemampuan tiap individu, dan memperoleh latihan maksimal dalam

    waktu pendek.

    Pemilihan jenis beban latihan tiap pos tergantung pada aspek yang menjadi

    tujuan atau sasaran utama yang ingin dicapai. Petunjuk umum latihan sirkuit

    sebagai berikut; 1) frekuensi latihan sebaiknya tiga kali perminggu, 2) biasanya

    sirkuit dilakukan 2-3 kali tiap session, 3) berisi 6–15 pos, 4) beban tiap latihan

    antara 40% - 50% dari maksimum ulangan tunggal, 5) jumlah ulangan pada tiap

    pos 75%-100% dari jumlah maksimum yang dapat dicapai dari periode kerja, dan

  • 18

    6) periode kerja selama 15–30 detik dan periode istirahat antara 15-60 detik

    (Furqon,1996). Ada beberapa metode latihan sirkuit, di mana dalam penelitian ini

    yang akan diteliti adalah metode latihan sirkuit berlanjut. Adapun penjelasan dari

    metode latihan sirkuit tersebut adalah sebagai berikut.

    2.2.3 Latihan Sirkuit Berlanjut (Continuous Circuit Training)

    Latihan sirkuit berlanjut (continuous circuit training) adalah merupakan

    salah satu jenis metode latihan sirkuit yang mempunyai beberapa beban kerja

    yang harus dilakukan secara keseluruhan atau berlanjut dalam proses latihan.

    Latihan sirkuit berlanjut mempunyai 6 beban kerja yang harus dilewati atlet dalam

    satu repetisinya. Setelah melewati semua beban kerja maka atlet diperkenankan

    untuk istirahat sesuai dengan rasio kerja-istirahat yang ditentukan sebelumnya.

    Adapun beban kerja dalam latihan sirkuit berlanjut yang dapat dikatakan sebagai

    pos, di mana 6 pos tersebut dapat dijabarkan yaitu;

    1. Push up,

    2. V Sit up,

    3. Squat Trush

    4. Back up,

    5. High Knee

    6. Trap with box

    Setiap metode latihan akan selalu mempunyai kelemahan dan kelebihannya,

    begitu juga dengan metode latihan sirkuit berlanjut ini. Secara teoritis dapat

    dikatakan metode latihan sirkuit mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu:

    1. Kelebihan metode latihan sirkuit berlanjut

    1) Dapat melatih otot secara bersamaan atau secara serempak

  • 19

    2) Dapat mengurangi kejenuhan atlet dalam latihan karena adanya variasi

    gerakan dalam latihan

    3) Lebih mudah dalam mengawasi karena dilakukan oleh satu-persatu atlet

    2. Kelemahan metode latihan sirkuit berlanjut

    1) Memerlukan waktu latihan yang lebih lama dan tidak dapat diprediksi atau

    direncanakan karena melakukan sekaligus beban kerja yang telah

    ditetapkan

    2) Secara keseluruhan waktu yang digunakan akan lama karena hanya satu-

    persatu atlet yang melakukan dalam tiap repetisinya

    3) Tidak dapat melatih kekuatan otot secara spesifik.

    Dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan dari metode latihan ini

    maka kita akan dapat menyesuaikan kondisi latihan baik perencanaan waktu

    ataupun pelaksanaan latihannya.

    2.2.4 Latihan Interval (Interval Training)

    Sistem latihan interval mencakup selang-seling periode kerja dan istirahat.

    Keunggulan sistem latihan ini adalah lebih banyak atlet mengalami pelatihan

    interval tanpa mengalami keletihan yang berlebihan. Latihan interval merupakan

    media utama untuk mewujudkan efek-efek pelatihan yang spesifik. Pelatihan

    interval tidak hanya memungkinkan atlet bekerja pada volume yang lebih besar

    dari suatu intensitas tertentu, tetapi juga memungkinkan atlet berlatih lebih keras

    daripada yang dilakukannya dalam latihan yang berkesinambungan. Variabel

    yang dapat dimanipulasi dalam latihan interval adalah di seputar periode-periode

    kerja maupun pemulihan yaitu;

  • 20

    1. Durasi kerja.

    2. Intensitas kerja.

    3. Durasi periode pulihan.

    4. Jenis aktivitas yang dilakukan selama periode pemulihan, dan

    5. Banyaknya pengulangan selang-seling kerja/pemulihan yang dilakukan dalam

    satu setnya.

    Latihan interval merupakan program latihan yang terdiri dari periode

    pengulangan kerja yang diselingi oleh periode istirahat (Fox, et al 1984) atau

    merupakan serangkaian latihan yang diulang-ulang dan diselingi dengan periode

    istirahat. Latihan ringan biasanya dilakukan pada periode istirahat ini. Untuk

    memahami mengapa latihan ini sedemikian bagusnya, maka akan diuraikan

    mengenai latihan selama latihan fisik.

    Ada beberapa istilah khusus dalam latihan yang harus dipahami dengan

    sebaik-baiknya.

    1. Interval kerja (work interval).

    Bagian dari program latihan interval yang terdiri atas kegiatan dengan

    intensitas tinggi.

    2. Interval pemulihan (relief interval).

    Waktu antar interval kerja serta antara set. Interval pemulihan dapat terdiri

    atas:

    1) Kegiatan ringan (pemulihan dengan istirahat atau rest relief).

    2) Latihan fisik ringan sampai sedang (pemulihan dengan kegiatan atau work

    relief).

  • 21

    3) Gabungan (pemulihan dengan istirahat atau rest relief dengan pemulihan

    dengan kegiatan atau work relief).

    Adapun beberapa jenis Interval pemulihan dinyatakan dalam hubungan

    dengan rasio pemulihan dengan kerja dan dapat dinyatakan sebagai berikut;

    1) 1:½ = mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama

    dengan setengah waktu interval kerja.

    2) 1:1 = mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan

    waktu interval kerja.

    3) 1:2 = mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan

    dua kali waktu interval kerja.

    4) 1:3 = mengisyaratkan bahwa waktu interval pemulihannya sama dengan

    tiga kali waktu interval kerja.

    Dengan interval kerja yang lebih lama, suatu rasio kerja pemulihan 1:½ atau

    1:1 biasanya yang disarankan; pada interval dengan jangka waktu

    menengah/sedang, rasionya adalah 1:2 dan pada kerja yang memakan waktu

    pendek, rasionya 1:3 karena intensitasnya yang tinggi (Fox, et al 1984).

    3. Set adalah serangkaian interval kerja dan pemulihan.

    4. Pengulangan (Repetition) adalah banyaknya interval kerja dalam satu setnya.

    5. Waktu latihan (training time) adalah kecepatan pelaksanaan kegiatan selama

    interval kerja.

    6. Jarak latihan (training dintance) adalah jarak interval kerja.

    7. Frekuensi adalah banyaknya waktu per minggu untuk melakukan latihan.

    8. Resep latihan interval.

  • 22

    Berisi informasi terkait mengenai suatu pelaksanaan latihan interval yang

    biasanya meliputi banyaknya set, pengulangan, waktu pelaksanaan atau jarak

    interval kegiatan, waktu latihan dan waktu interval pemulihan. Cara latihan

    interval untuk atlet dalam melakukan interval kerja disesuaikan dengan

    cabang olahraganya, misalnya bola basket dengan kegiatan bola basket. Tipe

    kegiatan yang dipilih untuk latihan fisik umum berdasarkan atas pilihannya.

    Sebagai ringkasan sistem latihan interval dapat diketengahkan sebagai berikut

    (Fox, et al 1993).

    Sebelum menjelaskan pulih asal (recovery), terlebih dahulu dijelaskan

    tentang kelelahan (fatigue). Proses yang terjadi selama pemulihan dari latihan

    fisik sama pentingnya dengan yang terjadi selama latihan fisik. Kemajuan seorang

    atlet tergantung kepada pemulihan yang cukup sehingga efek-efek latihan dapat

    dimaksimalkan. Berlatih tanpa pemulihan yang akurat setelah suatu kegiatan yang

    meletihkan tidak akan membawa manfaat bagi atlet, karena mereka semata-mata

    hanya belajar menanggulangi keletihan dan bukannya memajukan aspek-aspek

    spesifik dari performance (Bompa, 2015). Prosedur-prosedur pemulihan harus

    merupakan bagian yang integral dari suatu latihan. Bompa (2015) menyatakan

    bahwa; ―kalau latihan aktif digabung dengan pemulihan pasif maka kecepatan

    pemulihannya lebih baik dari pada pemulihan aktif saja‖. Jika intensitas

    pemulihan itu melampaui (> 60% VO2 maks ) maka besar kemungkinan lebih

    banyak asam laktat akan diproduksi dan pemulihan terlambat. Prinsip pemulihan

    harus dianggap sama pentingnya dengan prinsip overload. Bompa (2015)

    menyatakan bahwa pemulihan (recovery) sama pentingya dengan latihan.

    Kelelahan yang terjadi di dalam berolahraga terdiri dari:

  • 23

    1. Kelelahan neoromuscularjuction;

    Kelelahan ini terjadi pada otot cepat (fast twitch fiber) yang disebabkan impuls

    sebagai penghantar kimia menjadi berkurang.

    2. Kelelahan dari mekanisme otot;

    1) Berkurangnya cadangan ATP dan PC. ATP merupakan sumber energi

    yang langsung untuk kontraksi otot dan PC langsung digunakan sebagai

    penggantinya. ATP dapat diresistensi selama 30 detik. Seperti tampak

    pada gambar 2.1.

    Gambar 2.1.

    Proses Interval Kerja dan Interval Istirahat (Foss, 1998)

    2) Penumpukan asam laktat.

    Pembentukan asam laktat akan mengikat konsentrasi ion-ion, sehingga

    mangganggu kontraksi otot dan juga menghambat enzim yang diperlukan

    untuk metabolisme.

    3) Berkurangnya cadangan glycogen.

    Olahraga lama – glycogen habis. Hal ini akan menyebabkan ―Bonking”

    glycogen yang ada dalam salah satu otot tidak dapat dipindahkan ke otot

    ------ : Istirahat (relief ) ATP naik, waktu 30 detik

    ____ : Kerja (work) ATP turun, waktu 10 -15 detik

  • 24

    lain, oleh karena itu otot yang paling banyak kontraksi glycogen menjadi

    habis.

    Program latihan anaerobik atau sprint perbandingan antara kerja dan

    istirahat adalah 1:5 – 1:12, (Bompa, 2009). Selama pulih asal dari latihan tuntutan

    energi sangat berkurang. Tetapi konsumsi oksigen pada periode waktu tertentu

    tetap pada tingkat yang relatif tinggi dan lamanya tergantung pada intensitas

    latihan yang dilakukan. Oleh karena itu interval istirahat harus memudahkan pulih

    asal yang optimal selama LA berkurang dan O2 – debt yang hampir seratus persen

    tersimpan. Pulih asal pada latihan anaerobik atau sprint menurut (Fox, et al 1993)

    minimal memerlukan waktu 2 menit dan maksimal 3 menit.

    2.2.5 Rasio Kerja-Istirahat 1:1

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan

    rasio-kerja istirahat 1:1 adalah mengisyaratkan bahwa waktu interval

    pemulihannya sama dengan waktu interval kerja. Pada interval dengan jangka

    waktu menengah/sedang, rasionya adalah 1:1 dan pada kerja yang istirahatnya

    diimbangi waktu kerja, (Fox, et al 1993).

    Dalam penelitian ini rasio kerja-istirahat 1: 1 akan diberikan pada

    metode latihan sirkuit berlanjut di mana telah direncanakan dan dibuatkan

    program pelatihan yang sesuai dengan prinsip-prinsip latihan.

    2.3 Oksidan dan Antioksidan Dalam Olahraga

    2.3.1 Kondisi Otot

    Kondisi otot adalah perubahan keadaan otot pada waktu otot dalam

    keadaan relaksasi atau otot dalam keadaan kontraksi akibat trauma mekanik atau

  • 25

    stress oksidatif. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan struktur dan fungsi

    otot. Perubahan ini dapat berupa perubahan yang baik misalnya vaskularisasi pada

    otot bertambah banyak, kontraksi otot menjadi lebih kuat, lebih cepat atau struktur

    sel otot menjadi lebih baik. Perubahan yang jelek berupa kerusakan otot secara

    struktural pada sel otot seperti pada Z line, sarkolemma, DNA, enzim,

    mitokhondria, dan sebagainya atau secara fungsional kekuatan dan kecepatan

    kontraksi otot menjadi berkurang. Jadi yang dimaksud dengan kondisi otot adalah

    perubahan yang jelek pada otot berupa kerusakan otot.

    Bergerak merupakan kebutuhan hidup manusia. Untuk bergerak

    diperlukan beberapa alat gerak seperti otot rangka yang merupakan alat gerak

    aktif, tulang sebagai alat gerak pasif, sistem saraf yang memberikan sinyal pada

    otot untuk berkontraksi dan ATP sebagai energi otot yang siap pakai (Guyton,

    1993).

    Otot rangka tersusun dari kumpulan beberapa fasikulus. Fasikulus terdiri

    dari beberapa sel otot. Sel otot mengandung mio filamen kontraktil tipis dan mio

    filamen tebal. Filamen tipis terdiri dari aktin, troponin, dan tropomiosin

    sedangkan filamen tebal mengandung myosin. Kontraksi otot terjadi akibat dari

    peluncuran filamen aktin sepanjang myosin sehingga terjadi pemendekan

    sarkomer. Pemendekan sarkomer otot akan menimbulkan gerak (Ganong, 1998).

    Selama gerak atau selama kontraksi otot akan terjadi peristiwa mekanik, elektrik

    maupun kimiawi sehingga mempengaruhi perubahan kondisi otot.

    Kondisi otot yang jelek adalah perubahan sel otot rangka yang terjadi

    akibat trauma mekanik yang diikuti stress oksidatif akibat serangan radikal bebas

  • 26

    selama dan sesudah aktivitas fisik berupa kerusakan otot. Aktivitas fisik terjadi

    akibat kontraksi otot rangka yang merupakan alat gerak aktif.

    Menurut Ganong (1998), kontraksi otot merupakan rangkaian peristiwa

    mekanik, elektrik, dan kimia yang terjadi pada sel otot rangka. Rangkaian

    peristiwa ini terdiri dari 6 tahap yang disebut siklus cross bridge adalah:

    1) Ion kalsium keluar dari sisterna masuk ke sitosol untuk mendorong troponin.

    2) Binding aktin-myosin.

    3) Power stroke: ialah pukulan kepala jembatan silang (cross bridge) terhadap

    aktin, sehingga terjadi peluncuran (sliding) filamen aktin sepanjang filamen

    myosin.

    4) Disconecting: pelepasan cross bridge dari ikatan filamen aktin.

    5) Hidrolisis ATP.

    6) Pompa kalsium: pengembalian ion kalsium masuk kembali ke dalam sisterna.

    Pemukulan kepala myosin terhadap aktin (power stroke), pergeseran aktin

    sepanjang myosin (sliding), dan pelepasan kepala myosin dari aktin (disconecting)

    merupakan peristiwa mekanik yang dapat menyebabkan perubahan kondisi otot

    atau kerusakan otot pada Z line, sarkolemma, retikulum sarkoplasmik dan

    mitokondria (Len, et al 2002). Sesuai dengan gambar 2.2.

    Gambar 2.2

    Sarkomer otot (Ganong, 1998)

  • 27

    Perubahan kondisi otot yang jelek atau kerusakan otot akibat peristiwa

    mekanik ini menyebabkan terjadinya cedera pada otot. Daerah cedera ini akan

    mengeluarkan chemo atract yang akan menarik sel antibodi tubuh yaitu leukosit

    netrofil dan monosit ke daerah cedera tersebut. Lekosit netrofil dan monosit akan

    membentuk radikal bebas atau oksidan. Oksidan yang terbentuk berfungsi untuk

    membunuh bakteri yang menuju daerah cedera dan untuk membersihkan debris.

    Dalam keadaan normal pembentukan oksidan ini akan diimbangi dengan

    pembentukan antioksidan. Jika terjadi kelebihan oksidan dibandingkan dengan

    terbentuknya antioksidan maka akan terjadi stress oksidatif, oksidan akan

    menyerang asam lemak tak jenuh (Poly Unsaturated Fatty Acid, PUFA) DNA,

    protein termasuk enzim, reseptor mitokondria.

    Asam lemak tak jenuh merupakan komponen utama dari membran sel

    (sarkolemma), serangan oksidan pada PUFA akan membentuk malondialdehid

    (MDA), sehingga MDA masuk ke dalam darah menyebabkan kadarnya dalam

    darah meningkat. Oksidan juga akan menyerang sel-sel sekitarnya sehingga sel

    sekitar menjadi radikal bebas, demikian seterusnya sehingga terjadi reaksi

    berantai akibat stress oksidatif. Dari uraian ini perubahan kondisi otot atau

    kerusakan otot dapat ditimbulkan karena trauma mekanik dan stress oksidatif

    selama dan sesudah aktivitas fisik.

    2.3.2 Kondisi Otot Akibat Trauma Mekanik

    Kerusakan otot atau kondisi otot yang jelek yang terjadi pada olahraga

    dapat disebabkan oleh trauma mekanik maupun radikal bebas. Kerusakan otot

    yang disebabkan oleh trauma mekanik terjadi pada: Z line, sarkolemma, retikulum

  • 28

    sarkoplasmik, dan mitokhondria (Len, et al 2002). Jenis kontraksi otot, jenis otot

    akan berpengaruh terhadap tingkat dan jumlah kerusakan otot.

    Kontraksi otot eksentrik akan menimbulkan keruskan otot yang lebih besar

    dibandingkan dengan kontraksi otot yang konsentrik atau isometrik. Kerusakan

    otot juga dipengaruhi oleh kecepatan perpanjangan otot, lamanya latihan, serta

    tenaga maksimal kontraksi otot (Gomes, EC et al. 2012). Pada pemanjangan otot

    yang lambat, siklus cross brigde mampu mengikuti perubahan (irama)

    pemanjangan otot, sedangkan pada pemanjangan otot yang terjadi secara cepat,

    siklus cross bridge tidak mampu mengikuti sehingga terjadi kerusakan otot. Pada

    kontraksi otot eksentrik melibatkan jumlah motor unit yang lebih kecil dibanding

    kontraksi konsentrik, sehingga stress mekanik yang terjadi pada setiap serabut

    otot pada kontraksi eksentrik lebih besar, sehingga keruskan yang dialami lebih

    besar. Kontraksi otot eksentrik terjadi pada waktu latihan pliometrik, latihan

    dengan otot yang diberi beban. Namun kerusakan otot ini dapat diredam dengan

    pemberian antioksidan sehingga dapat berimbas pada peningkatan prestasi

    (Amstrong, et al. 1990)

    Pada binatang percobaan, jenis otot yang mengalami kerusakan besar

    terjadi pada otot tipe I (tipe lambat, otot merah, slow twitch) sedangkan pada

    manusia kerusakan terbesar terjadi pada otot tipe II (tipe cepat, otot putih, fast

    twitch) (Len, et al 2002). Otot putih pada olahraga digunakan untuk loncat tinggi,

    lompat jauh, lari cepat sehingga pada olahraga ini kemungkinan kerusakan otot

    putih lebih besar. Apabila kerusakan ini bisa dikurangi tentu akan berakibat pada

    peningkatan prestasi. Keruskan otot ini ditandai dengan gejala rasa nyeri atau

    sakit pada otot (soreness), terbatasnya gerak persendian, bengkak dan terasa panas

  • 29

    di otot (Foss, 1998). Gejala kerusakan otot ini akan menyebabkan gerak atlet

    sangat terbatas sehingga menurunkan prestasi olahraga.

    2.3.3 Kerusakan Otot Akibat Radikal Bebas

    Elemen oksigen muncul dalam jumlah yang bermakna dalam atmosfer bumi

    sekitar 2,5x109 tahun yang lalu. Ketika atmosfer bumi berubah dari keadaan

    sangat reduktif (highly reductive state) menjadi keadaan yang kaya oksigen

    (oxygen rich state) seperti yang dikenal sekarang, organisme aerobik yang ada

    pada saat itu harus beradaptasi. Hasil adaptasinya ialah: berhasil, gagal atau mati,

    atau mengundurkan diri dari lingkungan anaerobik (Gutteridge, 1997).

    Organisme yang paling berhasil beradaptasi adalah organisme yang

    berevolusi dan mampu menyusun mekanisme pertahanan antioksidan yang

    memadai. Selain mampu bertahan, organisme tersebut sekaligus juga mampu

    menggunakan oksigen untuk memproduksi energi secara efisien dan

    menggunakan oksigen untuk reaksi oksidasi yang lain (Knight, 1999).

    Sebagian besar oksigen (>95%) mengalami metabolisme yang lengkap,

    sedangkan sisanya (-5%) menghasilkan semi reduced oxygen species yang toksik,

    yang merupakan sumber potensi oxidative damage. Dalam keadaan olahraga

    jumlah molekul oksigen yang digunakan untuk oksidasi protein akan meningkat.

    Sepanjang hidupnya manusia akan menghasilkan 3-5 ton hasil sampingan berupa

    oksigen yang toksik (Giugliano, 1996).

    Elektron dalam atom akan menempati daerah yang dikenal sebagai orbital.

    Setiap orbital maksimum dapat ditempati oleh 2 elektron. Radikal bebas atau

    senyawa oksigen reaktif (Reactive oxygen species, ROS) didefinisikan sebagai

  • 30

    suatu molekul atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak

    berpasangan (Halliwel and Gutteridge, 1996).

    Pada umumnya molekul pada orbital intinya mengandung elektron yang

    berpasangan, namun elektron itu bisa lepas, sehingga elektron itu tidak

    berpasangan dan inilah yang dikenal sebagai radikal bebas. Radikal bebas in

    bersifat independen tetapi sangat reaktif untuk bisa berikatan dengan molekul lain

    yang dapat memberikan elektronnya (Ross and Jenkin, 1998). Dalam kepustakaan

    kedokteran pengertian radikal bebas sering dibaurkan dengan oksidan karena ke

    duanya memiliki sifat yang mirip. Aktivitas ke dua senyawa ini sering

    menghasilkan akibat yang sama. Walaupun ada kemiripan dalam sifat-sifatnya

    namun dipandang dari sudut ilmu kimia, ke duanya harus dibedakan. Oksidan

    dalam pengertian ilmu kimia adalah senyawa penerima elektron, yaitu senyawa

    yang dapat menarik elektron. Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan

    adalah terletak pada kecendrungannya untuk menarik elektron. Jadi sama halnya

    dengan oksidan, radikal bebas adalah penerima elektron. Radikal bebas adalah

    suatu oksidan tetapi tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas. Radikal bebas

    lebih berbahaya dibandingkan dengan oksidan yang bukan radikal bebas. Hal ini

    disebabkan oleh sifat reaktivitasnya yang tinggi dan kecendrungannya untuk

    membentuk radikal bebas yang baru, kemudian bila bertemu dengan molekul lain

    akan membentuk radikal baru sehingga terjadi reaksi berantai (chain reaction).

    Rekasi berantai tersebut baru akan berhenti bila radikal bebas itu dapat diredam.

    Menurut Halliwel dan Gutteridge (1996) senyawa penting yang dirusak oleh

    radikal ialah:

  • 31

    1) Asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen

    penting dari membran sel.

    2) DNA yang merupakan perangkat genetik sel.

    3) Protein yang memegang peranan penting seperti enzym, reseptor, antibody, dan

    pembentuk matriks serta sitoskeleton.

    Radikal bebas secara berkesinambungan dibentuk oleh tubuh melalui (Radak et

    al, 1995):

    1) Sebagai hasil redoks biokimiawi yang melibatkan oksigen sebagai bagian dari

    metabolisme sel normal. Superoksida dibuat dengan menambahkan satu

    elektron pada molekul oksigen. Superoksida ini dibuat secara tidak sengaja,

    dimana banyak molekul dalam tubuh bereaksi langsung dengan oksigen untuk

    membentuk superoksida, seperti katekolamin, tetrahidrofolat. Superoksida ini

    tidak dapat dihindarkan.

    2) Proses fagosit: sebagai bagian dari reaksi proses radang yang terkontrol. Proses

    fagosit akan menghasilkan sejumlah besar superoksida sebagai bagian dari

    mekanisme yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme asing. Pada

    proses radang kronis, mekanisme perlindungan yang normal ini akan bersifat

    merusak.

    3) Sebagai respon terhadap radiasi, sinar ultra violet, polusi lingkungan, merokok,

    olahraga yang berlebihan dan iskemia. Radiasi elektromagnetik dengan

    panjang gelombang rendah (misal sinar gamma) dapat memecah air dalam

    tubuh untuk menghasilkan radikal hidroksil (OHˉ), radikal ini akan menyerang

    semua molekul yang berdekatan dengannya, sehingga dapat menimbulkan

    reaksi berantai. Sekali radikal bebas terbentuk, akan mengakibatkan

  • 32

    terbentuknya radikal bebas yang baru dengan reaksi berantai. Setiap radikal

    bebas yang terbentuk dalam tubuh, akan dapat memulai suatu reaksi berantai

    yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas itu bertemu dengan radikal

    bebas lain dan yang lebih penting radikal bebas itu dapat diredam oleh sistem

    antioksidan tubuh.

    Radikal bebas adalah suatu molekul yang mempunyai jumlah elektron yang

    tidak berpasangan pada lingkaran luarnya. Elektron yang tidak mempunyai

    pasangan tersebut menyebabkan instabilitas dan bersifat reaktif. Hilang atau

    bertambah satu elektron menciptakan radikal bebas baru yang mengakibatkan

    perubahan secara fisik dan kimiawi (Ong dan Chia 2001). Oksidasi adalah proses

    kimia di mana satu molekul yang bereaksi mengambil elektron dari molekul lain.

    Reduksi adalah proses kimia di mana suatu molekul mendapat elektron dari

    molekul lain.

    Radikal bebas diproduksi secara endogen dan diperoleh pula secara

    eksogen. Secara endogen radikal bebas diproduksi oleh mitokhondria, membran

    plasma, lisosom, retikulum endoplasma, inti sel. Secara eksogen radikal bebas

    berasal dari asap rokok, polutan radiasi, obat-obatan, pestisida.

    Sumber utama reaksi radikal bebas pada mammalia adalah pada rantai

    pernafasan mitokondria, fagositosis, sintesis prostaglandin, sistem sitokrom P-

    450, reaksi non ensimatik O2 dan radiasi ion (Landmesser dan Harrison, 2001).

    Reaksi radikal bebas dapat dibagi menjadi tiga tahap adalah:

    Tahap inisiasi: yaitu tahapan yang menyebabkan terbentuknya radikal

    bebas. Cu

    RH+O2 R+

    + HO2+

  • 33

    Tahap propagasi: yaitu tahap di mana radikal bebas cenderung

    bertambah banyak dengan membuat reaksi berantai dengan molekul

    lain.

    R+ + O2 RO2

    +

    RO2+ + RH R

    + + ROOH

    Tahap Terminasi: apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan

    radikal bebas lain atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa

    radikal (scavenger).

    R +

    + R+

    R:R (Halliwell, 1996)

    Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal

    bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel bahkan

    kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas

    adalah DNA, lemak dan protein (Bagchi2000). Radikal bebas yang merusak

    DNA dapat mengganggu beberapa bagian DNA dan menyebabkan pertumbuhan

    sel yang tidak terkontrol, yang dapat mengakibatkan kanker. Radikal bebas yang

    merusak DNA dapat menyebabkan kerusakan oksidasi Low Density Lipoprotein

    (LDL). Radikal bebas juga merusak sel endotel sehingga mengurangi kemampuan

    sel bereaksi cepat dan efisien untuk mempertahankan aliran darah yang optimum

    di organ vital.

    Dalam keadaan fisiologis, radikal bebas yang secara normal terbentuk dari

    reaksi biologi akan dinetralisasi sebelum terjadi perusakan berat pada sel. Radikal

    bebas yang dihasilkan oleh metabolisme aerobik, radiasi, kimiawi dan gas atau

    auto oksidasi molekul sel cenderung mengakibatkan peroksidasi lipid secara in

    vivo. Peroksidasi lipid adalah kerusakan yang terutama dialami oleh asam lemak

  • 34

    tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acid- PUFA) karena oksidasi sel.

    Kerusakan yang diakibatkan radikal peroksida itu merupakan reaksi berantai

    dengan dibentuknya peroksidan dan endoperoksida siklik dan malondialdehid

    (MDA). Lipid peroksida juga dapat mengadakan ikatan silang atau cross link

    dengan DNA sellular, yang mengakibatkan proses yang terjadi di inti sel

    tergganggu (Rao dan Agraval, 2000).

    Contoh radikal bebas dan sifat-sifatnya sebagai berikut:

    1) Radikal hidroksil (OH- ): oksidan paling kuat, masa paruhnya pendek, bereaksi

    di tempat terbentuknya, menyerang kebanyakan molekul biologi, menyebabkan

    reaksi berantai radikal bebas.

    2) Anion superoksid (NO*2): tidak aktif, oksidan lemah, lebih kuat sebagai

    reduktan kompleks Fe, penting sebagai sumber (OH*) dan (H2O2).

    3) Nitrogen monoksida (NO*2 ): radikal fisiologis, mediator tonus pembuluh

    darah.

    4) Peroksi nitrit (NO3) oksidan kuat, dihasilkan NO+O2

    5) Asam hipoklorit (HOCL) diproduksi fagosit aktif dari H2O2.

    Organisme aerobik dapat meredam dampak negatif oksidan dengan senyawa

    antioksidan. Menurut Clarkson (1995) olahraga atau aktivitas fisik dapat

    meningkatkan pembentukan radikal bebas melalui:

    1) Peningkatan reduksi oksigen dalam rantai respirasi dalam mitokondria,

    Kebutuhan energi pada otot kontraksi berlebihan akan meningkat, berarti

    pemasukan elektron kedalam rantai respirasi pada mitokondria juga meningkat.

    Dua sampai empat persen reduksi oksigen pada mitokondria ini tidak sempurna

    100 persen, sehingga terbentuklah senyawa oksigen reaktif (ROS) seperti

  • 35

    superoksida (O2*), hidrogenperoksida (H2O2), radikal peroksil (OOH*), radikal

    hidroksil (OH*).

    Secara singkat reduksi oksigen dalam mitokondria dapat diringkas menjadi

    bertahap seperti berikut (Tarr, dan Samson, 1997):

    O2 + e O2

    O2 + e + H OOH*

    O2 + 2e + 2H H2O2

    O2 + 3e + 3H OH +OH

    O2 + 4e + 4H 2 H2O2

    Sumber utama reduksi oksigen dalam mitokondria terjadi di dalam lapisan

    dalam membrane (inner membran) mitokondria sewaktu terjadi fosforilasi

    oksidatif. Secara singkat timbulnya kebocoran elektron yang membentuk radikal

    bebas pada fosforilasi oksidatif diterangkan sebagai berikut.

    Pada fosforilasi oksidatif sintesa ATP dikaitkan dengan reduksi oksigen atau

    respirasi sel, yang pada dasarnya adalah proses reoksidasi NADH oleh oksigen.

    Sintesis ATP pada fosforilasi oksidatif menggunakan sumber energi gradien

    proton yang terdapat pada dua larutan yang dipisahkan oleh membran dalam

    (inner membrane) mitokondria. Sewaktu ion mengalir dari larutan kadar tinggi

    menuju larutan kadar rendah akan menimbulkan energi dan energi ini digunakan

    untuk sintesis ATP dari ADP. Kadar ion yang tinggi dipertahankan dengan pompa

    ion yang mengalirkan proton dari larutan kadar rendah ke larutan kadar tinggi.

    Aliran proton tersebut memerlukan enrgi yang didapat dari redoks pemecahan

    ATP.

    NADH + H+ + ½O2 NAD

    + + H2O

  • 36

    Energi yang timbul pada proses redoks digunakan untuk transfer ion H+ dari

    cairan intra mitokondria menembus inner membrane ke luar dari mitokondria.

    Lama kelamaan konsentrasi ion H+ di luar mitokondria menjadi lebih tinggi

    dibandingkan dengan konsentrasi ion H+ dalam mitokondria, timbullah gradien

    konsentrasi yang mengakibatkan ion H+ mengalir dari luar mitokondria masuk ke

    dalam mitokondria. Sewaktu terjadi aliran ini akan timbul energi yang digunakan

    untuk sintesis ATP. Dalam mitokondria, setiap satu mol ATP diperlukan tranfer 2

    mol H+.

    Pasangan redoks yang berperan dalam mitokondria adalah:

    1) FMN (Flavin Mono Nukleotida) yang terikat protein.

    2) NHI (Non Heme Iron) Fe S yang terikat pada protein atau Iron Sulfur Protein.

    3) Ko Enzim Q.

    4) Sitokrom: b, c1, c, a, a3. Sitokrom sitokrom ini adalah protein yang

    mengandung Fe terikat pada inti porfirin

    Reaksi redoks pada FMN dan Ko enzim Q melibatkan ion hydrogen dengan

    reaksi sebagai berikut:

    FMN + 2H + 2e FMNH2

    Untuk Ko Enzim Q reaksi berjalan dalam dua tahap:

  • 37

    Q + H+ + e QH

    QH + H+ + e QH2

    Reaksi redoks pada NHI dan sitokrom melibatkan ion Fe

    Fe3+

    + e Fe2+

    Pasangan-pasangan redoks tersebut berada dalam inner membrane

    mitokondria, arus elektron yang terjadi adalah:

    NAD FMN NHI Q/b c1 c a a3 O2

    2) Peningkatan hasil metabolisme epinefrin dan katekolamin yang lain.

    Pada waktu olahraga terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis, sehingga

    terajadi peningkatan metabolisme epinefrin dan katekolamin yang lain dengan O2

    sehingga terbentuk radikal bebas. Pada olahraga waktu panjang katekolamin

    dalam plasma meningkat, sehingga terjadi rangsangan pada reseptor beta

    adrenergic, terjadilah peningkatan metabolisme oksidatif terutama pada otot

    rangka dan otot jantung. Metabolisme ini untuk membentuk energi dari lipid,

    meningkatkan lipolisis melalui jalur beta oksidasi. Jalur beta oksidasi inilah yang

    menghasilkan radikal bebas. Selain itu autooksidasi epinefrin menjadi

    adrenokrom akan terbentuk superoksida (O2*) (Simpson dan Luchesi 1997).

    3) Peningkatan aktivitas makrofag dan leukosit setelah kerusakan otot

    Beberapa jam setelah terjadi kerusakan otot karena trauma mekanik,

    leukosit netrofil akan tertarik ke daerah yang rusak. Jumlah lekosit netrofil makin

    meningkat disertai melepaskan toksin dan radikal bebas. Netrofil tidak akan

    bertahan di daerah ini lebih dari satu hari, tetapi dilanjutkan oleh monosit yang

    tertarik ke daerah otot yang rusak menjadi bentuk makrofag. Makrofag ini juga

    akan melepaskan radikal bebas (Clarkson, 1995).

  • 38

    Netrofil memegang peran yang penting sebagai pertahanan tubuh terhadap

    invasi bakteri atau virus. Sewaktu terjadi inflamasi atau muscle damage akibat

    stretching atau iskemia waktu otot kontraksi, respon pertahanan tubuh yang

    pertama adalah netrofil tertarik ke daerah injury oleh faktor kemotaktik yang

    dilepaskan oleh sel yang rusak (damage). Netrofil kemudian melepaskan dua

    macam zat yaitu lizosym dan radikal bebas superoksida (O2*). Lizosym bertugas

    membersihkan sel debris dan protein yang rusak, superoksida (O*) berfungsi

    untuk memfagosit bakteri dan virus. Gerakan netrofil ke arah injury selain

    bermanfaat mengatasi inflamasi juga nerakibat skunder pembentukan radikal

    bebas superoksida (O2*) (Meydani dan Evans, 1993).

    Superoksida (O2*) dibentuk oleh enzim mieloperoksidase. Sekali radikal

    bebas terbentuk, akan mengakibatkan pembentukan radikal bebas baru dengan

    reaksi berantai (Pincemail et al, 1990).

    4) Peningkatan aktivitas xantin oksidase (XO)

    Xantin oksidase merupakan sumber utama pembentukan radikal bebas

    sewaktu terjadi iskemia dan reperfusi jantung. Sewaktu terjadi iskemia atau

    sewaktu kontraksi otot jantung energi dipenuhi dari pemecahan ATP menjadi

    ADP + AMP + energi untuk kontraksi miokardium. Saat terjadi kekurangan

    oksigen atau iskemia AMP (Adenosin Mono Phospat) diubah menjadi hipoxantin-

    xantin asam urat oleh xantin oksidase melalui rantai reduksi oksigen yang

    menghasilkan superoksida (O2*). Makin lama iskemia, makin banyak terbentuk

    hipoxantin, makin banyak terbentuk radikal superoksida (O2*).

    Hipoxantin dan asam urat kadarnya dalam plasma dapat meningkat 10x

    setelah olahraga intensitas tinggi (Hellsten et al, 1993). Xantin oksidase ini

  • 39

    dilepaskan oleh endotel sel otot yang sedang kontraksi. Demikian juga pada

    olahraga yang berat akan terjadi peningkatan aktivitas enzim xantin oksidase dan

    akan terjadi peningkatan lipidperoksidasi pada sel otot rangka, otot jantung, liver

    (Gomes EC et al, 2012).

    Pada waktu reperfusi atau oksigen tersedia cukup, xantin dehidrogenase

    dioksidasi menjadi xantin oksidase dan akitivitas mitokondria meningkat yang

    akan mengakibatkan meningkatnya radikal bebas. Di sini terlihat xantin

    dehidrogenase memegang peran besar terhadap terjadinya radikal bebas selama

    olahraga. Selama kecukupan oksigen atau suasana aerobik, ATP dibentuk dalam

    mitokondria melalui fosforilasi oksidatif yang menghasilkan radikal bebas dan

    hipoxantin-xantin dikonversi menjadi asam urat melalui xantin dehidrogenase.

    Apabila suasana kekurangan oksigen (iskemia) aktivitas ensim xantinoksidase

    akan meningkat yang mengakibatkan terbentuknya radikal bebas oksigen (Papas,

    2001). Seperti pada proses reaksi gambar 2.3.

    Gambar 2.3

    Alur Pemecahan Adenosin oleh Xantin Oksidase (Gomes,EC et al. 2012)

  • 40

    5) Peningkatan aktivitas NADPH oksidase dan Citokrom p.450

    Apabila cukup tersedia oksigen maka NADPH oksidase mengkatalisis

    transfer satu elektron dari NADPH berpindah ke O2, sehingga terbentuk

    superoksida (O2*) dan O2* selanjutnya melalui dismutase menjadi H2O2.

    Akibat akhir dari reaksi berantai ini adalah terputusnya rantai asam lemak

    tak jenuh (PUFA) menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksis (racun) terhadap

    sel antara lain: aldehida seperti Malondialdehida (MDA), 9-hidroksinonenal

    (HNE). Serta berbagai hidrokarbon seperti etana (C2H6) dan pentana (C5H11)

    (Wijaya, 1996).

    Semuanya ini mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan

    membahayakan kehidupan sel. Berdasarkan inilah maka MDA banyak dipakai

    sebagai marker kerusakan sel akibat serangan radikal bebas pada lipidperoksidasi.

    Metode yang banyak dipakai untuk pemeriksaan MDA ini adalah berdasarkan

    reaksi, satu molekul MDA dengan dua molekul TBA (thiobarbituric acid) akan

    terbentuk TBARS (thibarbituric acidreactive substance) (Wijaya, 1996)

    Kebutuhan energi pada otot yang kontraksi berlebihan akan meningkat,

    yang berarti memerlukan pemasukan oksigen ke dalam jaringan juga meningkat

    dan pemasukan elektron ke dalam rantai respirasi pada mitokondria juga

    meningkat. Keadaan seimbang akan terjadi antara produksi radikal bebas dengan

    pertahanan antioksidan. Keseimbangan ini dapat hilang karena produksi radikal

    bebas yang berlebihan setelah latihan yang berlebihan atau tidak teratur atau

    karena defisiensi pada mekanisme pertahanan antioksidan. Akibat

    ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan ini akan timbul stress

    oksidatif yang dapat merusak sel, DNA, atau protein.

  • 41

    Menurut Foss (1998) jenis kontraksi otot akan berpengaruh besar terhadap

    tingkat dan jumlah kerusakan otot. Kontraksi otot eksentrik akan menimbulkan

    kerusakan otot yang lebih besar dibanding dengan kontraksi otot konsentrik atau

    isometrik. Kerusakan otot juga dipengaruhi oleh kecepatan perpanjangan otot,

    lamanya latihan, serta tenaga maksimal kontraksi. Pada pemanjangan otot yang

    lambat, siklus cross bridge mampu mengikuti perubahan irama pemanjangan otot,

    sedangkan pada pemanjangan otot yang terjadi secara cepat siklus cross bridge

    tidak mampu mengikuti sehingga terjadi kerusakan otot. Pada kontraksi otot

    eksentrik, melibatkan jumlah motor unit yang lebih kecil dibanding kontraksi

    konsentrik, sehingga stress mekanik yang terjadi pada setiap serabut otot pada

    kontraksi eksentrik lebih besar. Pada binatang kerusakan terutama pada otot tipe

    lambat (slow twitch) sedangkan pada manusia terjadi pada otot tipe cepat (fast

    twitch).

    Pada beberapa olahraga akan diikuti dengan peningkatan serum creatin

    kinase (CK) dan serum laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan kadar enzym

    seluler dalam serum ini dapat dipakai sebagai indikator tak langsung dari

    permeabilitas sel karena kerusakan jaringan. Pada pemeriksaan dengan

    menggunakan mikroskop elektron, kerusakan terjadi pada Z-line, sarkolemma,

    sarkoplasmik retikulum, dan mitokondria. Pembentukan radikal bebas

    selanjutnya pembentukan Lipid Peroksidasi (LPO) termasuk peroksidasi PUFA

    meningkat 20x dari normal setelah kenaikan VO2 pada aktivitas dan ada korelasi

    yang positif dengan kerusakan jaringan. Hal ini menunjukkan bahwa

    pembentukan radikal bebas selama aktivitas lebih tinggi dibandingkan waktu

    istirahat. Pada aktivitas fisik terjadi peningkatan VO2 dan ini akan meningkatkan

  • 42

    pembentukan radikal bebas oksigen (ROS). Dua sampai empat persen dari

    oksigen yang dikonsumsi oleh mitokondria akan mengakibatkan terbentuknya

    radikal bebas oksigen (ROS) pada saat terjadinya transport elektron pada

    mitokondria. Pada saat beraktivitas fisik dan kontraksi serta perfusi selama

    relaksasi akan terjadi pembentukan radikal superoksida (Halliwel dan Gutteridge

    1996).

    Olahraga menyebabkan penurunan Nicotinamide Adenin Dinucleotida

    (NADH) dan penurunan kadar Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphat

    (NADPH), keduanya merupakan kofaktor yang diperlukan scavenging enzym

    untuk memakan radikal bebas.

    Pada beban kerja yang maksimal terbentuknya asam laktat dari proses

    glikolitik juga akan menurunkan kadar NAD dan NADP di dalam sel sehingga

    menurunkan fungsi enzym antioksidan. Dari uraian ini aktivitas fisik dengan

    beban maksimal akan meningkatkan radikal bebas yang selanjutnya meningkatkan

    lipid peroksidasi (LPO). Peroksidai membran lipid dapat mengakibatkan

    berubahnya fungsi sel seperti meningkatnya permeabilitas membran sel,

    menurunnya transport calsium dalam sarkoplasmik retikulum, perubahan fungsi

    mitokondria, pembentukan bahan-bahan toksik metabolisme dan perubahan

    metabolisme glutathion intraseluler (Dekkers et al, 2003).

    Efisiensi sistem pertahanan antioksidan tergantung dari kecukupan diet

    vitamin dan intake makro nutrien serta pembentukan antioksidan endogen.

    Aktivitas fisik merupakan pertahanan keseimbangan yang baik pada sistem

    pertahanan tubuh. Beberapa literatur menyebutkan bahwa asam urat, vitamin E,

    dan betacaroten serta asam ascorbat (vitamin C) berperan sebagai protektif

  • 43

    antioksidan. Tocopherol scavenger dapat berubah dengan sendirinya menjadi

    radikal bebas. Asam askorbat dapat mengurangi radikal bebas tochoperol untuk

    membentuk tocopherol. Sedangkan radikal bebas askorbat yang terbentuk dalam

    peristiwa ini diubah kembali menjadi asam ascorbat oleh Nicotinamide

    Dinucleotide atau NAD. Makin tinggi intensitas aktivitas, beban mekanik

    terhadap otot makin tinggi, perubahan kondisi otot karena faktor mekanik maupun

    senyawa radikal bebas amakin tinggi. Keruskan otot yang terjadi selama dan

    segera setelah latihan fisik disebabkan oleh trauma mekanik pada otot, sedangkan

    kerusakan yang terjadi sesudahnya disebabkan oleh radikal bebas (Foss, 1998).

    Kerusakan otot mulai meningkat setelah latihan fisik dan mencapai puncaknya

    setelah 48-72 jam setelah latihan fisik dan kembali normal setelah 168 jam setelah

    latihan fisik (Len et al, 2002).

    2.3.4 Antioksidan

    Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan endogen,

    yaitu enzim yang bersifat antioksidan seperti: Superoksida Dismutase (SOD),

    katalase (Cat), dan glutathion peroksidase (Gpx); serta antioksidan eksogen yaitu

    yang didapat dari luar tubuh/makanan. Berbagai bahan alam asli Indonesia banyak

    mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya antara lain vitamin C, E,

    pro vitamin A, organosulfur, α tokopherol, flavoniod, thymoquinone, statin,

    niasin, phycocyanin, dll. Berbagai bahan alam, baik yang sudah lama digunakan

    sebagai makanan sehari-hari atau baru dikembangkan sebagai suplemen makanan,

    mengandung berbagai antioksidan tersebut.

    Antioksidan dibutuhkan untuk mencegah stress oksidatif. Stress oksidatif

    adalah kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada dengan

  • 44

    jumlah antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas adalah senyawa yang

    mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan dalam orbitnya, sehingga

    bersifat sangat reaktif dan mampu mengoksidasi molekul disekitarnya (lipid,

    protein, DNA dan karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi,

    sehingga radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul

    lain dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen

    reaktif seperti dijelaskan pada gambar 2.4.

    Gambar 2.4

    Mekanisme Antioksidan Endogen (Kurutas,EB. 2016)

    Gambar di atas menerangkan mekanisme pertahanan tubuh yang

    diperankan oleh antioksidan endogen. Enzim superoksida dismutase (SOD) akan

    mengubah radikal superoksida (O2-) yang dihasilkan dari respirasi serta yang

    berasal dari lingkungan, menjadi hidrogen peroksida (H2O2), yang masih bersifat

    reaktif. SOD terdapat di dalam sitosol dan mitokondria. Peroksida dikatalisis oleh

    enzim katalase dan glutathion peroksidase (Gpx). Katalase mampu menggunakan

    satu molekul (H2O2) sebagai substrat elektron donor dan satu molekul (H2O2)

  • 45

    sebagai substrat elektron akseptor, sehingga dua molekul (H2O2) menjadi 2H2O

    dan O2. Di dalam eritrosit dan jaringan lain, enzim glutation peroksidase (Gpx)

    mengkatalisis destruksi (H2O2) dan lipid hidroperoksida dengan menggunakan

    glutation tereduksi (GSH), melindungi lipid membran dan haemoglobin dari

    serangan okidasi oleh (H2O2), sehingga mencegah terjadinya hemolisis yang

    disebabkan oleh serangan peroksida8. GSH akan dioksidasi menjadi GS-SG. Agar

    GSH terus tersedia untuk membantu kerja enzim Gpx, maka GS-SG ini harus

    direduksi lagi menjadi GSH. Fungsi ini diperankan oleh enzim glutation reduktase

    (Gred). (H2O2) yang tidak dikonversi menjadi H2O, dapat membentuk radikal

    hidroksil reaktif (OH) apabila bereaksi dengan ion logam transisi (Fe2+

    /Cu+).OH

    bersifat lebih reaktif dan berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan sel

    melalui peroksidasi lipid, protein, dan DNA. Dipihak lain, tubuh tidak mempunyai

    enzim yang dapat mengubah OH menjadi molekul yang aman bagi sel.

    Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila jumlahnya tidak

    berlebihan, dengan mekanisme pertahanan antioksidan endogen. Bila antioksidan

    endogen tidak mencukupi, tubuh membutuhkan antioksidan dari luar. Berbagai

    tanaman maupun obat sintetis dapat berperan sebagai antioksidan antara lain

    vitamin C, N-asetil sistein, bawang-bawangan dan spirulina dll.

    2.3.5 Peran Antioksidan Bagi Kesehatan

    Antioksidan dapat melawan radikal bebas yang terdapat dalam tubuh yang

    didapat dari hasil metabolisme tubuh, polusi udara, cemaran makanan, sinar

    matahari, dsb. Obat-obatan sintetis yang bersifat sebagai antioksidan adalah

    vitamin C dan N-asetil sistein.

  • 46

    Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun

    molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya atau

    kehilangan elektron, sehingga apabila dua radikal bebas bertemu, mereka bisa

    memakai bersama elektron tidak berpasangan tersebut membentuk ikatan

    kovalen. Molekul biologi pada dasarnya tidak ada yang bersifat radikal. Apabila

    molekul non radikal bertemu dengan radikal bebas, maka akan terbentuk suatu

    molekul radikal yang baru. Dapat dikatakan radikal bebas bersifat tidak stabil dan

    selalu berusaha mengambil elektron dari molekul di sekitarnya, sehingga radikal

    bebas bersifat toksik terhadap molekul biologi/sel. Radikal bebas dapat

    mengganggu produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi

    pembuluh darah, produksi prostaglandin dna protein lain seperti enzim yang ada

    dalam tubuh.

    Radikal bebas yang mengambil elektron dari DNA dapat menyebabkan

    perubahan struktur DNA, sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila mutasi ini terjadi

    berkepanjangan dapat mengakibatkan kanker. Radikal bebas juga berperan dalam

    proses menua, dimana reaksi inisiasi radikal bebas di mitokondria menyebabkan

    diproduksinya Reactive Oksigen Species (ROS) yang bersifat reaktif. Radikal

    bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti

    asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan

    lain.

    Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila jumlahnya tidak

    berlebihan. Mekanisme pertahanan tubuh dari radikal bebas adalah berupa

    antioksidan ditingkat sel, membran dan ekstra sel.

  • 47

    2.3.6 Vitamin C 1000 mg

    Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa beratom karbon 6

    yang dapat larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari

    glukosa dalam hati dari semua jenis mammalia, kecuali manusia. Manusia tidak

    memiliki enzim glukonolakton oksidase, yang sangat penting untuk sintesis dari

    prekursor vitamin C, yaitu 2-keto-1-glukonolakton sehingga manusia tidak dapat

    mensintesis vitamin C dalam tubuhnya sendiri (Padayatti, 2003).

    Di dalam tubuh, vitamin C terdapat di dalam darah (khususnya leukosit),

    korteks anak ginjal, kulit, dan tulang. Vitamin C akan diserap di saluran cerna

    melalui mekanisme transport aktif (Sherwood, 2007).

    Vitamin C merupakan suatu donor elektron dan agen pereduksi. Disebut

    antioksidan karena dengan mendonorkan elektronnya, vitamin ini mencegah

    senyawa lain agar tidak teroksidasi. Walaupun demikian, vitamin C sendiri akan

    teroksidasi dalam proses antioksidan tersebut, sehingga menghasilkan asam

    dehidroaskorbat (Padayatty, 2003). Seperti dijelaskan pada gambar 2.5.

    Reaksinya adalah sebagai berikut:

    Gambar 2.5: Reaksi reduksi dan oksidasi asam askorbat (Papas, 2001)

    Menurut Padayatty (2003), setelah terbentuk, radikal askorbil (suatu

    senyawa dengan elektron tidak berpasangan, serta asam dehidroaskorbat dapat

  • 48

    tereduksi kembali menjadi asam askorbat dengan bantuan enzim 4-

    hidroksifenilpiruvat dioksigenase. Tetapi di dalam tubuh manusia, reduksinya

    hanya terjadi secara parsial, sehingga asam askorbat yang telah teroksidasi tidak

    seluruhnya kembali. Vitamin C dapat dioksidasi oleh senyawa-senyawa lain yang

    berpotensi pada penyakit. Jenis-jenis senyawa yang menerima elektron dan

    direduksi oleh vitamin C, dapat dibagi dalam beberapa kelas, antara lain:

    1) Senyawa dengan elektron (radikal) yang tidak berpasangan, contohnya radikal

    oksigen (superoksida, radikla hidroksil, radikla peroksil, radikal sulfur dan

    radikal nitrogen-oksigen).

    2) Senyawa-senyawa reaktif tapi tidak radikal misalnya asam hipoklorit,

    ntrosamin, asam nitrat dan ozon.

    3) Senyawa yang dibentuk melalui reaksi senyawa pada kelas 1 dan 2 dengan

    vitamin C

    4) Reaksi transisi yang diperantarai logam (ferrum atau cuprum)

    Vitamin C dapat menjadi antioksidan untuk lipid, protein, dan DNA dengan

    cara: 1. Untuk lipid, misalnya Low Density Lipoprotein (LDL), akan bereaksi

    dengan oksigen sehingga menjadi lipidperoksida. Reaksi berikutnya akan

    menghasilkan lipid hidroperoksida, yang akan menghasilkan proses radikal bebas.

    Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga terjadi interaksi antara

    lipid dan oksigen, dan akan mencegah terjadinya pembentukan lipid

    hidroperoksida. 2. Untuk protein, vitamin C mencega reaksi oksigen dan asam

    amino pembentuk peptide atau reaksi oksigen dengan peptida pembentuk protein.

    3. Untuk DNA, reaksi DNA dengan oksigen akan menyebabkan kerusakan pada

    DNA yang akhirnya menyebabkan mutasi (Padayatty, 2003).

  • 49

    Jika asam dehidroaskorbat tidak tereduksi kembali menjadi asam askorbat,

    maka asam dehidroaskorbat akan dihidrolisis menjadi asam 2,3-diketoglukonat.

    Senyawa tersebut melalui rupture irreversibel dari cincin lakton yang merupakan

    bagian dari asam askorbat, radikal askorbil, dan asam dehidroaskorbat. Asam

    2,3—diketoglukonat akan dimetabolisme menjadi xilosa, xilomat, liksonat, dan

    oksalat (Papas, 2001).

    Kerusakan karena oksidan akan menyebabkan penyakit seperti

    aterosklerosis dan diabetes melitus tipe 2. Dan kemungkinan juga memiliki

    peranan dalam terjadinya diabetes komplikata, gagal ginjal kronik, penyakit

    degeneratif neuron, arthritis rhematoid dan pancreatitis (Padayatty, 2003).

    Dosis vitamin C yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1000 mg. Hal

    ini didukung oleh berbagai penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa dosis

    1000 mg tidak menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Seperti yang

    diungkapkan oleh Lobo, (2010) penggunaan vitamin C 1000 mg akan bermanfaat

    khususnya pada atlet yang memiliki risiko defisiensi vitamin seperti pada atlet

    cabang olahraga beladiri yang menggunakan berat badan sebagai parameter

    lomba, maupun yang tidak optimal dalam mengonsumsi makanan. Cumming, et

    al (2014) juga mengungkapkan bahwa penggunaan vitamin C 1000 mg

    dikombinasi dengan 250 mg vitamin E tidak menimbulkan dampak akut pada

    latihan kekuatan untuk meningkatkan kekuatan otot. Namun demikian terdapat

    juga pandangan yang masih meragukan tentang dosis vitamin C. Seperti yang

    dijelaskan oleh Paulsen, et al (2014) bahwa vitamin C 1000 mg tidak berdampak

    pada adaptasi fisiologi pada latihan kekuatan untuk usia muda, namun

    memberikan dampak positif bagi lanjut usia.

  • 50

    2.4 Malondialdehid (MDA)

    Malondialdehid merupakan produk peroksidasi lipid yang merupakan

    aldehid reaktif, dan merupakan spesies elektrofil reaktif yang menyebabkan stress

    toksik pada sel, dan membentuk produk protein kovalen yang dikenal sebagai

    sebutan Advance Lipoxidation End products (ALE). MDA dapat bereaksi dengan

    deoksiguanosin dan deoksiadenosin pada DNA dan membentuk substansi M1G

    yang bersifat mutagenik (Eberhardt, 2001).

    Aldehid, khususnya MDA sering kali digunakan sebagai penanda

    terjadinya stres oksidatif yang terjadi akibat latihan. Proses terbentuknya MDA

    dijelaskan seperti gambar 2.6.

    Gambar 2.6

    Proses terbentuknya MDA (Powers,SK dan Jackson,MJ, 2008)

  • 51

    Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan tidak stabil, sehingga sangat sulit

    mengukurnya secara langsung. Tetapi, terbentuknya peroksida lipid dapat

    digunakan mendeterminasi secara tidak langsung adanya radikal bebas tersebut.

    Marker atau produk peroksida lipid, seperti MDA dapat diukur untuk menentukan

    adanya radikal bebas (Patil et al, 2008). MDA adalah produk dekomposisi dari

    PUFA peroksidasi. Analisis MDA merupakan analisis radikal bebas secara tidak

    langsung dan merupakan analisis yang cukup mudah untuk menentukan jumlah

    radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit

    dilakukan, karena radikal bebas ini sangat tidak stabil dan cenderung merebut

    elektron senyawa lain agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat

    sehingga pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas

    (Winarsi, 2007). MDA menunjukkan deteksi free oxygen radical dalam berbagai

    macam kondisi patologis (Ozkaya, dkk.2008).

    Malondialdehid telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis,

    termasuk pada plasma, urin, cairan persendian, cairan bronkoalveolar, cairan

    empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis, dari berbagai organ, cairan

    amnion, cairan perikardial, dan cairan seminal. Namun plasma dan urin

    merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan

    dan paling tidak invasif (Janero, 2001)

    Kadar serum MDA diukur dengan metode TBARS (Thiobarbituric Acid

    Reactive Substance), yang menggunakan dasar reaksi MDA terhadap asam

    tiobarbiturat dan selanjutnya dinilai menggunakan spektrofotometer (Janero,

    2001). Keunggulan pengukuran MDA dibandingkan produk peroksidasi lipid

  • 52

    yang lain adalah metode yang lebih murah dengan bahan yang lebih mudah

    didapat (Janero, 2001).

    Hingga saat ini MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti, dan

    dianggap sebagai marker peroksidasi lipid in vivo yang baik, baik pada manusia

    maupun binatang yang secara signifikan akurat dan stabil daripada senyawa

    lainnya. Kini MDA telah digunakan secara luas sebagai marker klinis peroksidasi

    lipid (Niki, 2009).

    MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stress oksidatif karena

    beberapa alasan yaitu: (1). Pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres

    oksidatif, (2) Kadarnya dapat diukur secara akurat dengan berbagai metode yang

    telah tersedia, (3) Bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4)

    Pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh

    kandungan lemak dalam diet, (5) Merupakan produk spesifik dari peroksidasi

    lemak, (6) Terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan

    tubuh dan cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menetukan referensi

    interval (Llurba et al, 2004).

    2.5 Sistem Energi

    2.5.1 ATP (Adenosine Tri Phosphate)

    Sumber energi yang sewaktu-waktu harus memenuhi kebutuhan untuk

    aktivitas otot adalah ATP. Bahan ini disimpan dalam jumlah yang terbatas dalam

    otot, dan diisi kembali bila diperlukan, dari bahan-bahan yang ada dalam tubuh

    untuk keperluan energi berikutnya. Seperti dijelaskan pada tabel 2.1.

  • 53

    Tabel 2.1

    Klasifikasi Aktivitas Maksimum pada Berbagai Durasi serta Sistem Penyediaan

    Energi untuk Aktivitas

    Durasi Aerob/Anaerob Energi Observasi

    1 – 4 detik Anaerob, alaktik ATP -

    4 – 20 detik Anaerob, alaktik ATP + PC -

    20 – 45 detik Anaerob, alaktik

    + Anaerob

    ATP + PC

    + glikogen otot

    Dengan meningkatnya

    durasi, produksi laktat

    menurun

    120 – 140 detik Aerob

    + anaerob, laktik Glikogen otot

    Dengan meningkatnya

    durasi, produksi laktat

    menurun

    240 – 600 detik Aerob Glikogen otot

    + asam lemak

    Dengan meningkatnya

    durasi, dibutuhkan andil

    lemak yang tinggi

    Powers SK and Jackson MJ, 2008

    Sumber energi terpenting untuk melakukan olahraga secara intensif adalah

    karbohidrat. Karbohidrat mampu menyediakan energi terbanyak per unit waktu.

    Bilamana intensitas eksersi lebih rendah, pembakaran lemak mulai memegang

    peran penting.

    2.5.2 Sistem ATP-PC (Adenosine Tri Phosphate – Phospo Creatine)

    Untuk energi yang digunakan mendadak, misalnya sampai 10 detik, ATP

    segera diperoleh dari PC, suatu bahan yang tersedia di dalam otot rangka. Latihan

    dapat meningkatkan jumlah ATP dan PC yang dapat dipakai untuk kegiatan

    jangka pendek, kebutuhan energi yang besar dalam ―sprint”. Kerugian sistem ini

    adalah terlalu sedikitnya jumlah simpanan bahan tersebut.

    2.5.3 Sistem LA (Laktic Acid)

    Apabila simpanan ATP dan PC menyusut maka energi untuk jangka

    pendek berikutnya diperoleh dari metabolisme anaerob glikogen. Dalam sistem

    anaerob yang ke dua, glikogen dipecah menjadi asam laktat (Lactic acid). ATP

    untuk kegiatan dengan intensitas tinggi yang berlangsung sampai 3 menit dapat

    dipenuhi oleh sistem LA. Latihan yang dapat meningkatkan produksi ATP dari

  • 54

    sistem anaerob ini akan menghasilkan potensi untuk kegiatan yang berat yang

    berlangsung antara 1-3 menit. Akan tetapi dalam proses ini asam laktat tertimbun

    dalam otot dan darah, yang dapat menimbulkan gejala kelelahan.

    Sistem glikolisis anaerobik lebih rumit dibanding dengan ATP-PC (2

    reaksi). Ciri-cirinya sebagai berikut;

    1. Menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat menyebabkan kelelahan.

    2. Belum membutuhkan 02.

    3. Hanya menggunakan karbohidrat.

    4. Memberikan energi untuk resistensi beberapa molekul ATP saja.

    2.5.4 Sistem Aerob

    Apabila aktivitas dengan intensitas rendah yang dilakukan lebih dari satu

    menit, oksigen digunakan dalam suplai aerobik untuk memproduksi ATP yang

    digunakan untuk kontraksi otot. Efektivitas penggunaan oksigen tergantung pada

    sumber bahan lemak dan dan glikogen di dalam otot. Makin lama aktivitas

    dilakukan suplai aerobik makin penting, dan sumber bahan bakar lemak semakin

    penting.

    Dalam kaitannya dengan sistem energi yang telah diuraikan, kebanyakan

    cabang olahraga menggunakan secara kombinasi. Kegitan fisik dalam jangka

    waktu singkat dan eksplosif sebagian besar energi diperoleh dari sistem anaerobik

    (ATP-PC dan LA), sedangkan kegitan fisik yang dalam jangka waktu yang lama,

    energi dicukupi dari sistem aerobik. Olahraga ketahanan yang tidak memerlukan

    gerakan yang cepat pembentukan ATP terjadi dengan metabolisme aerobik.

    Apabila cukup 02 maka 1 mol glikogen dipecah secara sempurna menjadi C02 dan

    H20, serta mengeluarkan energi yang cukup untuk resintesa 39 mol ATP. Reaksi

  • 55

    tersebut diperlukan beratus-ratus reaksi kimia serta pertolongan beratus-ratus

    enzim, dengan demikian sangat rumit dibandingkan dengan sistem anaerobik.