BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumeneprints.mercubuana-yogya.ac.id/2082/2/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumeneprints.mercubuana-yogya.ac.id/2082/2/BAB II.pdf ·...
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Konsumen
Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan oleh
konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan
menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan
kebutuhannya (Schiffman dan Kanuk, 2008). Perilaku konsumen adalah studi
bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan,
dan menempatkan barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan keinginan
dan kebutuhan mereka (Kotler dan Keller, 2008).
Menurut Assel yang dikutip Priansa (2017), ada tiga faktor yang
mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan pembelian, yaitu konsumen
individu, lingkungan, dan penerapan strategi pemasaran.
1. Konsumen Individual
Pilihan untuk membeli prouk dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri
konsumen, yaitu kebutuhan, persepsi, sikap, kondisi geografis, gaya hidup,
dan karakteristik kepribadian individu.
2. Pengaruh Lingkungan
Pilihan konsumen terhadap barang/ jasa dipengaruhi oleh lingkungan yang
mengitarinya. Ketika konsumen membeli produk, mereka didasari oleh
banyak pertimbangan yang juga dihasilkan dari interaksi sosial.
11
12
3. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran merupakan stimuli pemasaran yang dikendalikan oleh
perusahaan. Perusahaan berusaha mempengaruhi konsumen dengan
menggunakan stimuli perusahaan, misalnya iklan, dan sejenisnya agar
konsumen bersedia memilih produk yang ditawarkan. Strategi pemasaran
yang lazim dikembangkan perusahaan biasanya berhubungan dengan produk
yang ditawarkan, harga jual produk, strategi pemasaran yang dilakukan, dan
cara pemasar melakukan distribusi produk kepada konsumen.
Menurut Kotler (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen adalah kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis.
1. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar
untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari lembaga-
lembaga penting lainnya. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling
luas dan dalam pada tingkah laku konsumen.
2. Faktor Sosial
Kelas sosial merupakan pembagian masyarakat yang relatif homogeny dan
permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nila-
nilai, minat,, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial ditentukan oleh satu
faktor tunggal seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari
pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variabel lain.
13
3. Faktor Pribadi
Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang
berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif
konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan.
4. Faktor psikologis sebagai bagian dari pengaruh lingkungan dimana ia tinggal
dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh di masa lampau
atau antisipasinya pada waktu yang akan datang.
2.2 Komunikasi Pemasaran
Shimp (2003) menjelaskan komunikasi pemasaran adalah aspek penting
dalam keseluruhan misi pemasaran serta penentu suksesnya pemasaran.
Komunikasi pemasaran merepresentasikan gabungan semua unsur dalam bauran
pemasaran merek, yang memfasilitasi terjadinya pertukaran dengan menciptakan
suatu arti arti yang disebarluaskan kepada pelanggan atau kliennya. Ada enam
bentuk utama dari komunikasi pemasaran antara lain :
1. Penjualan perorangan (personal selling) adalah bentuk komunikasi antar
individu di mana tenaga penjual/ wiraniaga menginformasikan, mendidik, dan
melakukan persuasi kepada calon pembeli untuk membeli produk atau jasa
perusahaan.
2. Iklan (advertising) adalah komunikasi melalui surat kabar, majalah, radio,
televisi, dan media lainnya (billboards, internet, dan sebagainya) atau
komunikasi langsung yang didesain khusus untuk pelanggan antar bisnis
maupun pemakai akhir.
14
3. Promosi penjulan (sales promotion) terdiri dari semua kegiatan pemasaran
yang mencoba merangsang terjadinya aksi pembelian suatu produk yang cepat
atau terjadinya pembelian dalam waktu yang singkat.
4. Pemasaran sponsorship (sponsorship marketing) adalah aplikasi dalam
mempromosikan perusahaan dan merek mereka dengan mengasosiasikan
perusahaan atau salah satu dari merek dengan kegiatan tertentu.
5. Publitasitas (publicity) menggambarkan komunikasi massa, namun juga tidak
seperti iklan. Publisitas biasanya dilakukan dalam bentuk berita atau komentar
editorial mengenai produk atau jasa dari perusahaan yang biasanya dimuat di
televisi atau media cetak secara gratis karena media menganggap informasu
tersebut penting dan layak untuk disampaikan kepada khalayak mereka.
6. Komunikasi di tempat pembelian (point-of-purchase communication)
melibatkan peraga, poster, tanda, dan berbagai materi lain yang didesain untuk
mempengaruhi keputusan untuk membeli dalam tempat pembelian.
Seluruh usaha komunikasi pemasaran diarahkan kepada pencapaian satu
atau lebih tujuan-tujuan dibawah ini:
1. Membangkitkan keinginan akan suatu kategori produk.
2. Menciptakan kesadaran akan merek (brand awareness).
3. Mendorong sikap positif terhadap produk dan mempengaruhi niat (intention).
4. Memfasilitasi pembelian.
15
Semua aktivitas komunikasi melibatkan delapan elemen berikut ini:
1. Sumber
2. Penerjemahan
3. Pesan
4. Saluran
5. Penerima
6. Intepretasi
7. Gangguan
8. Umpan balik
2.3 Periklanan
Lee dan Johnson (2007) mendefinisikan periklanan sebagai komunikasi
yang dikomersilkan secara non-personal mengenai sebuah organisasi beserta
produknya yang ditransmisikan ke target pasar melalui berbagai media massa
(televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar ruang, atau kendaraan).
Iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan,
barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar. Iklan dapat merupakan
cara berbiaya efektif guna menyebarkan pesan, entah untuk membangun
preferensi merek atau untuk mendidik orang (Tjiptono dan Diana, 2016).
Secara sederhana iklan dapat dipahami sebagai segala bentuk pesan tentang
produk perusahaan/ pemasar yang disampaikan oleh perusahaan/ pemasar melalui
berbagai media dan biayai oleh perusahaan/ pemasar yang ditunjukan bagi
16
kalangan tertentu atau masyarakat secara luas. Sedangkan periklanan adalah
keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam penyampaian iklan (Priansa, 2017). Adapun tujuan
perikalanan adalah sebagai berikut:
1. Membuat pasar sasaran menyadari (aware) akan suatu merek baru.
2. Memfasilitasi pemahaman konsumen tentang berbagai atribut dan manfaat
merek yang diiklankan dibandingkan merek-merek pesaing.
3. Meningkatkan sikap-sikap dan mempengaruhi niatan untuk membeli.
4. Menarik sasaran agar mencoba produk.
5. Mendorong perilaku membeli ulang.
Menurut Shimp (2003) Secara umum periklanan dihargai karena dikenal
sebagai pelaksana beragam fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan
bisnis dan organisasi lainnya antara lain:
1. Informing
Perilkanan membuat konsumen sadar akan merek-merek baru, mendidik
mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta memfasilitasi
penciptaan citra merek yang positif.
2. Persuading
Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk
mencoba produk dan jasa yang diiklankan.
3. Reminding
Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen.
17
4. Adding Value
Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi
konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek dipandang sebagai
lebih elegan, lebih bergaya, lebih bergengsi, dan bisa lebih unggul dari
tawaran pesaing.
5. Assiting
Periklanan hanyalah salah satu anggota atau alat dari tim atau bauran
komunikasi pemasaran. Peran utama perikalanan adalah sebaai pendamping
yang memfasilitasi upaya-upaya lain perusahaan dalam proses komunikasi
pemasaran.
Untuk mencapai tujuan tersebut, banyak iklan mendapat dukungan
(endorsement) eksplisit dari berbagai tokoh umum yang populer. Selain dukungan
selebriti, produk-produk juga menerima dukungan eksplisit atau secara
terselubung dari para nonselebriti (Shimp, 2003).
2.4 Celebrity Endorser
Produk-produk di dalam banyak iklan mendapat dukungan (endorsement)
eksplisit dari berbagai tokoh umum yang popular. Selain dukungan kaum selebriti,
produk-produk juga menerima dukungan eksplisit atau secara terselubung dari
para nonselebriti (Shimp, 2003).
Menurut Shimp (2003) para bintang televisi, aktor film, para atlet terkenal,
dan pribadi-pribadi yang telah mati digunakan secara luas di dalam iklan-iklan di
18
majalah, iklan, radio, dan iklan televisi untuk mendukung produk. Menurut
definisi, selebriti adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang dikenal
masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang berbeda dari
golongan produk yang didukung.
Sekarang ini banyak konsumen yang mudah mengidentifikasi diri dengan
para bintang ini, seringkali dengan memandang mereka sebagai pahlawan atas
prestasi, kepribadian, dan daya tarik fisik mereka. Sedangkan para pengiklan
bangga menggunakan selebriti dalam iklan mereka karena atribut popularitas yang
mereka miliki, termasuk kecantikan, keberanian, bakat, jiwa olahraga
(athleticisme), keanggunan, kekuasaan dan daya tarik seksual, seringkali
merupakan pemikat yang diinginkan untuk merek-merek yang mereka dukung.
Asosiasi berulang dari suatu merek dengan seorang selebriti akhirnya membuat
konsumen berpikir bahwa merek tersebut memiliki sifat-sifat menarik yang serupa
dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh selebriti. Para pengiklan dan biro-biro
periklanan bersedia membayar harga yang tinggi kepada kaum selebriti tersebut
yang disukai dan dihormati oleh khalayak yang menjadi sasaran dan yang
diharapkan akan mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap
produk yang didukung (Shimp, 2003).
Pernyataan Shimp tersebut didukung oleh Pontoh (2016) dalam
penelitiannya menyimpulkan terdapat pengaruh yang positif antara attractiveness,
trustworthiness, dan expertise secara parsial maupun simultan mempengaruhi
minat beli konsumen pada produk Garnier BB Cream pada mahasiswi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis di Universitas Lampung. Selain itu, penelitian Dharma dan
19
Iskandar (2016) juga menyimpulkan secara simultan credibility, attractiveness,
dan power (celebrity endorser) yang diperankan JKT48 berpengaruh signifikan
terhadap minat beli kartu IM3 play.
Menurut urutan kepentingannya, faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam menyeleksi selebriti sebagi endorser (Shimp, 2003):
1. Kredibilitas selebriti
Dapat dipercaya dan keahlian seorang selebriti (secara bersama-sama disebut
kredibilitas) merupakan alasan utama untuk memilih selebriti sebagai
pendukung perikalanan. Orang yang dapat dipercaya dan dianggap memiliki
wawasan tentang isu tertentu, seperti keandalan merek akan menjadi orang
yang paling mampu meyakinkan orang lain untuk mengambil suatu tindakan.
2. Kecocokan selebriti dengan khalayak
3. Kecocokan selebriti dengan merek
Para eksekutif periklanan menuntut agar citra selebriti, nilai, dan perilakunya
sesuai dengan kesan yang diinginkan untuk merek yang diiklankan.
4. Daya tarik selebriti
Daya tarik meliputi keramahan, menyenangkan, fisik, dan pekerjaan sebagai
beberapa dimensi penting dari konsep daya tarik.
5. Pertimbangan lainnya
Akhirnya dalam memilih selebriti, para eksekutif periklanan
mempertimbangkan faktor-faktor tambahan seperti, a) Biaya untuk
memperoleh layanan dari selebriti, b) Besar kecilnya kemungkinan bahwa
selebriti akan berada dalam masalah setelah suatu dukungan dilakukan, c)
20
Sulit atau mudahnya ia akan bekerjasama, dan d) Berapa banyak merek-merek
lainnya yang sedang didukung selebriti. Bila seorang selebriti diekspos
berlebihan (mendukung terlalu banyak produk), kredibilitas dan kesukaan
orang padanya dapat berkurang.
Shimp (2003) menjelaskan penelitian secara luas menunjukan bahwa
terdapat atribut dasar yang berpengaruh terhadap efektivitas pendukung yaitu
daya tarik dan kredibilitas.
1. Attractiveness (Daya Tarik)
Daya tarik bukan hanya berarti daya tarik fisik meskipun daya tarik bisa
menjadi atribut yang sangat penting tetapi meliputi sejumlah karakteristik
yang dapat dilihat khalayak dalam diri pendukung seperti kepribadian, gaya
hidup, keatletisan postur tubuh, dan sebagainya. Konsep umum dari daya tarik
terdiri dari tiga ide yang berhubungan yaitu celebrity endorser yaitu:
similarity, familiarity, dan liking.
a. Similarity merupakan persepsi khalayak berkenaan dengan kesamaan yang
dimiliki dengan endorser, kemiripan ini dapat berupa gaya hidup,
kepribadian, masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada
iklan, dan sebagainya.
b. Familiarity adalah pengenalan terhadap narasumber melalui exposure.
Sebagai contoh, penggunaan celebrity endorser dinilai berdasarkan tingkat
keseringan tampil di publik.
c. Liking, adalah kesukaan audiens terhadap narasumber karena penampilan
fisik yang menarik, perilaku yang baik, atau karakter personal lainnya.
21
2. Credibility (Kredibilitas)
Kredibilitas mengacu pada kecenderungan untuk percaya kepada seseorang.
Bila suatu sumber informasi seperti pendukung iklan, dianggap dapat
dipercaya, sikap khalayak berubah melalui suatu proses psikologis yang
disebut internalisasi. Terdapat dua sifat penting dari kredibilitas yaitu keahlian
(expertise) dan kepercayaan (trustwoethiness).
a. Expertise (keahlian) mengacu pada pengetahuan, pengalaman, atau
keterampilan yang dimiliki oleh endorser terhadap topik iklannya
sehingga akan lebih persuasif dibandingkan dengan endorser yang tidak
memiliki keahlian tersebut.
b. Trustworthiness (kepercayaan) mengacu pada kejujuran, integritas, dan
dipercayainya seorang sumber. Sementara keahlian dan kepercayaan tidak
saling berhubungan timbal balik, seringkali seorang pendukung tertentu
dianggap dapat sangat dipercaya padahal bukan orang yang ahli dibidang
tersebut.
VisCap model digunakan untuk mengevaluasi endorser yang potensial
berdasarkan persepsi khalayak terhadap endorser tersebut. Kelman (Butar-Butar
dan Wardhana, 2016) menjelaskan VisCap model ke dalam empat unsur antara
lain:
1. Visibility
Visibility memiliki dimensi seberapa jauh popularitas seorang selebriti.
Apabila dihubungkan dalam pupularitas, maka dapat ditentukan dengan
seberapa banyak penggemar yang dimiliki oleh seorang celebrity endorser
22
(popularity) dan bagaimana tingkat keseringan tampilnya di depan khalayak
(appearances).
2. Credibility
Kredibilitas seorang selebriti lebih banyak berhubungan dengan dua hal, yaitu
keahlian dan objektifitas. Keahlian ini akan bersangkut paut pada pengetahuan
selebritis tentang produk yang diiklankan. Sedangkan objektivitas lebih
merujuk kepada kemampuan selebriti untuk memberi keyakinan atau percaya
diri pada konsumen suatu produk. Selebriti yang memiliki kemampuan yang
sudah dipercaya kredibilitasnya akan mewakili merek yang diiklankan.
Produk yang diiklankan pun akan menjadi pas dengan persepsi yang
diinginkan oleh audience.
3. Attractiveness
Penerimaan pesan tergantung pada daya tarik endorser. Endorser akan
berhasil merubah opini dan perilaku konsumen melalui mekanisme daya tarik,
merasa endorser memiliki sesuatu yang ingin mereka miliki sehingga mereka
bersedia taat pada isi pesan. Menurut Belch dan Belch (2009) yang dikutip
Dharma dan Iskandar (2016) marketer mengenali siapa artis yang cocok untuk
dijadikan model iklan untuk dapat menyampaikan maksud dari iklan tersebut.
Karakteristik dari source yang sering digunakan oleh pihak pengiklan adalah
attractiveness yang terdiri dari similarity, familiarity, dan likability. Similarity
adalah mengira-ngira persamaan antara source dan si penerima pesan.
Familiarity mengacu kepada pengetahuan melalui exposure. Likability adalah
23
pengaruh untuk source sebagai hasil dari penampilan fisik, perilaku atau ciri
personal lainnya.
4. Power
Unsur terakhir dalam model Viscap ini menginformasikan bahwa seseorang
selebriti digunakan dalam iklan harus memiliki kekuatan untuk
“memerintahkan” target audience untuk membeli. Power adalah kemampuan
selebriti dalam menarik konsumen untuk membeli.
2.5 Brand (Merek)
Definisi brand versi American Marketing Association (AMA) yang
dirumuskan pada tahun 1960 menyatakan bahwa merek adalah nama, istilah,
simbol, atau desain maupun kombinasi diantaranya yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasi barang atau jasa seorang penjual atau sekelompok penjual dan
membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Definisi serupa juga ditemukan
dalam Pasal I Undang-Undang No 15 tahun 2000 tentang merek adalah tanda
yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan, warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memilikidaya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono dan Diana, 2016).
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek
berperan penting sebagai sarana identifikasi produk dan perusahaan, bentuk
proteksi hokum, signal jaminan kualitas, sarana menciptakan asosiasi dan makna
unik (diferensiasi), saran keunggulan kompetitif, dan sumber financial returns.
24
Sementara bagi konsumen, merek berperan krusial sebagai identifikasi sumber
produk, penetapan tanggung jawab pada produsen atau distributor spesifik,
pengurang resiko, penekan biaya pencarian internal dan eksternal, janji atau ikatan
khusus dengan produsen, alat simbolis yang memproyeksikan citra diri, dan signal
kualitas (Tjiptono, 2015).
2.6 Brand Equity
Ekuitas merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada
produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir,
merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa
pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan (Kotler dan Keller,
2008).
Aaker (1991) yang dikutip Tjiptono dan Diana (2016) mengatakan bahwa
brand equity adalah serangkaian asset dan kewajiban (liabilities) merek yang
terikat dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan
atau pelanggan perusahaan tersebut. Elemen-elemen ekuitas merek dapat
dikelompokkan ke dalam lima kategori:
1. Brand awareness mencerminkan kemampuan konsumen untuk mengenali atau
mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk
tertentu.
25
2. Asosiasi merek merefleksikan segala sesuatu yang terkait dengan memori
terhadap sebuah merek. Asosiasi merek berkaitan erat dengan citra merek
(brand image), yang didefinsikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan
makna tertentu.
3. Perceived quality merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau
superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality
didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar)
terhadap produk.
4. Loyalitas merek, yitu tingkat ketertarikan (attachment) seorang konsumen
pada sebuah merek tertentu.
5. Proprietary brand assets menyangkut hal-hal lain yang berpotensi menjadi
asset merek, seperti perlindungan hal merek (trademark).
Ekuitas merek dalam perspektif konsumen terdiri dari atas 2 bentuk
pengetahuan tentang merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness) dan citra
merek (Shimp, 2003). Gambar 2.1 menggambarkan dua dimensi pengetahuan
akan merek yaitu kesadaran dan citra merek.
26
Gambar 2.1 Kerangka Ekuitas Merek Berbasis Konsumen
Sumber : Shimp (2003)
2.7 Brand Awareness
Menurut Durianto et al (2004) Brand awareness adalah kesanggupan calon
pembali untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari
suatu kategori produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu
ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk
dengan merek yang dilibatkan. Brand awareness membutuhkan continuum
tanging (jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek
tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk
tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk.
Sedangkan menurut Aaker (1991) dikutip dalam Tjiptono (2011) brand
awareness adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa
sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.
27
Kesadaran merek merupakan elemen ekuitas yang sangat penting bagi
perusahaan karena kesadaran merek dapat berpengaruh secara langsung terhadap
ekuitas merek. Kesadaran merek juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku
konsumen. Melihat fenomena ini, kesadaran merek dapat diartikan sebagai key of
brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi, jika
keadaran merek itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas
mereknya juga rendah (Durianto et al. 2004).
Menurut Kusumastuti dan Priliantini (2016) menyatakan dengan telah
dimilikinya kesadaran merek (brand awareness) oleh konsumen atas suatu produk
tertentu, maka akan membuka kemungkinan untuk menciptakan perilaku
pembelian. Hal tersebut didukung oleh Pradana dan Yuliana (2015) dari
penelitiannya terdapat kesimpulan brand awareness berpengaruh signifikan
terhadap minat beli. Selain itu, penelitian Artaji (2014) menghasilkan kesimpulan
kesadaran merek memiliki pengaruh terhadap minat pembelian dan kesadaran
merek memiliki pengaruh yang paling besar dibandingkan dengan komponen
pada ekuitas merek lainnya.
Shimp (2003) menjelaskan kesadaran merek adalah dimensi dasar dalam
ekuitas merek. Berdasarkan cara pandang konsumen, sebuah merek tidak
memiliki ekuitas hingga konsumen menyadari keberadaan merek tersebut.
Mencapai kesadaran akan merek adalah tantangan utama bagi merek baru.
Gambar 1 menunjukkan dua tingkat kesadaran: kenal akan merek dan mampu
mengingat merek. Kenal akan merek (brand recognition) mencerminkan tngkat
28
kesadaran yang cenderung dangkal, sedangkan kemampuan mengingat merek
(brand recall) mencerminkan kesadaran merek yang lebih dalam.
Menurut Aaker (1997) yang dikutip Rangkuti (2009), terdapat empat
tingkatan kesadaran seorang konsumen terhadap suatu merek yang dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Piramida Kesadaran Merek
Sumber: Aaker (Rangkuti, 2009)
1. Unaware of brand (tidak menyadari merek)
Tingkatan paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen
tidak menyadari adanya suatu merek.
2. Brand recognition (pengenalan merek)
Tingkatan minimal kesadaran merek, di mana pengenalan suatu merek muncul
lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).
3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)
Pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (uaided recall)
29
4. Top of mind (puncak pikiran)
Merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali
muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan
merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.
2.8 Minat Beli
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) minat merupakan salah satu aspek
psikologis yang mempengaruhi cukup besar terhadap sikap perilaku. Minat juga
dapat merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang untuk
melakukan suatu aktivitas dan tindakan. Minat membeli merupakan aktivitas
psikis yang timbul karena adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif)
terhadap suatu barang atau jasa yang diinginkan.
Sulistyari (2012) yang dikutip Kumalasari (2013) mengatakan bahwa
minat beli berbeda dengan niat beli, niat beli adalah suatu tindak lanjut dari minat
beli konsumen dimana keyakinan untuk memutuskan akan membeli sudah dalam
presentase yang besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa niat beli adalah tingkatan
akhir dalam minat beli berupa keyakinan sebelum keputusan pembelian diambil.
Model perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler (1997) menerangkan
bahwa keputusan konsumen dalam pembelian selain dipengaruhi oleh
karakteristik konsumen, dapat dipengaruhi oleh rangsangan perusahaan yang
mencakup produk, harga, tempat, dan promosi. Variabel-variabel diatas saling
mempengaruhi proses keputusan pembelian sehingga menghasilkan keputusan
30
pembelian yang didasarkan pada plihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur,
waktu pembelian, dan jumlah pembelian.
Minat beli adalah perilaku konsumen yang menunjukkan sejauh mana
komitmen dalam melakukan pembelian. Menurut Kotler et al (2014), minat beli
timbul setelah adanya proses evaluasi alternatif. Dalam proses evaluasi evaluasi,
seseorang akan membuat suatu rangkaian pilihan mengenai produk yang hendak
dibeli atas dasar merek maupun minat. Faktor-faktor yang membentuk minat beli
konsumen menurut (Kotler dan Keller, 2008) yaitu:
1. Sikap Orang Lain
Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternative yang disukai seseorang
akan bergantung pada dua hal yaitu, intensitas sifat negatif orang lain terhadap
alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti
keinginan orang lain.
2. Faktor-faktor yang Tidak Terantisipasi
Faktor ini nantinya akan dapat mengubah pendirian konsumen dalam
melakukan pembelian. Hal tersebut tergantung dari pemikiran konsumen
sendiri, apakah dia percaya diri dalam memutuskan akan membeli suatu
barang atau tidak.
Menurut Ferdinand (2002), minat beli dapat diidentifikasi melalui indikator-
indikator sebagai berikut:
1. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk.
2. Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk
kepada orang lain.
31
3. Minat prefensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang
memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat
diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
4. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu
menacari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi
untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
Terdapat 5 Indikator dari minat beli menurut Schiffman dan Kanuk (2008).
1. Tertarik untuk mencari informasi tentang produk
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak.
2. Mempertimbangkan untuk membeli
Melalui pengumpulan informasi, konsumen mempelajari merek-merek yang
bersaing serta fitur merek tersebut. Melakukan evaluasi terhadap pilihan-
pilihan dan mulai mempertimbangkan untuk membeli produk.
3. Tertarik untuk mencoba
Setelah konsumen berusaha memenuhi kebutuhan, mempelajari merek-merek
yang bersaing serta fitur merek tersebut, konsumen akan mencari manfaat
tertentu dari solusi produk dan melakukan evaluasi terhadap produk-produk
tersebut. Evaluasi ini dianggap sebagai proses yang berorientasi kognitif.
Maksudnya adalah konsumen dianggap menilai suatu produk secara sangat
sadar dan rasional hingga mengakibatkan ketertarikan untuk mencoba.
32
4. Ingin mengetahui produk
Setelah memiliki ketertarikan untuk mencoba suatu produk, konsumen akan
memiliki keinginan untuk mengetahui produk. Konsumen akan memandang
produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda
dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan.
5. Ingin memiliki produk
Para konsumen akan memberikan perhatian besar pada atribut yang
memberikan manfaat yang yang dicarinya. Dan akhirnya konsumen akan
mengambil sikap terhadap produk melalui evaluasi atribut dan membentuk
niat untuk membeli atau memiliki produk yang disukai.
2.9 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian
Permasalahan :
Perkembangan bisnis kue milik selebritis
Persaingan produk oleh-oleh di Yogyakarta
Pengaruh Celebrity Endorser dan Brand Awareness terhadap Minat
Beli Konsumen pada Jogja Scrummy
Celebrity Endorser Brand Awareness
Minat Beli Konsumen
Rekomendasi manajerial untuk meningkatkan minat beli konsumen
terhadap produk Jogja Scrummy
33
2.10 Model Penelitian dan Hipotesis
Berdasarkan model penelitian yang ditunjukan pada Gambar 4 penelitian,
yang telah diuraikan dapat disusun beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Celebrity Endorser berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli Konsumen
H2: Brand Awareness berpengaruh signifikan terhadap Minat Beli Konsumen
H3: Celebrity Endorser dan Brand Awareness berpengaruh signifikan secara
bersama-sama (simultan) terhadap Minat Beli Konsumen
Celebrity Endorser
(X1) Minat Beli
Konsumen (Y) Brand Awareness
(X2)
H2
H1
H3
Gambar 2.4 Model Penelitian