BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori -...
4
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan
adanya kenyataan bahwa siswa sebagian besar tidak mampu menghubungkan antara apa
yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini
karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu
yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan mereka, baik dilingkungan
sekolah maupun masyarakat.
2.1.1 Pembelajaran IPS
Pembelajaran adalah proses penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan
melalui belajar, mengajar, dan pengalaman (Slameto:2007:4). Pada dasarnya ada lima
prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran, (Sudjana:1989:134). Lima prinsip
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini
mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya
perubahan perilaku dalam diri individu walaupun tidak semua perubahan perilaku
individu merupakan hasil pembelajaran.
b. Hasil pembelajaran di tandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan,
perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek
perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan itu meliputi aspek
kognitif, afektf, dan motorik.
c. Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa
pembelajaran itu merupakan suatu aktvitas yang berkesinambungan. Di dalam
aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.
d. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya
suatu tujuan yang akan di capai. Prinsip ini mengandung makna bahwa
pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus dipuaskan dan
5
adanya tujuan yang ingin di capai. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya
dorongan dan tujuan.
e. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya
adalah kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu.
Pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya
sehingga banyak memberikan pengalaman dari situasi nyata.
Kelima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran tersebut
sebagai kondisi pembelajaran yang berkualitas. (Sudjana:1989:136) mengatakan
bahwa kondisi pembelajaran yang berkualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor
tujuan pengajaran yang jelas, bahan pengajaran yang memadai, metodologi
pengajaran yang tepat dan cara penilaian yang baik.
IPS merupakan ilmu yang berangkat dari fenomena keseharian, dan tidak
bisa dilepaskan dari dinamika perkembangan masyarakat yang senantiasa
berubah, dinamika dan perubahan tersebut memiliki ciri sesuai dengan
lingkungan masyarakat berada. Oleh karena itu, pembelajaran IPS bagi anak
menjadi aktivitas yang selalu dihubungkan dengan konteksnya, sehingga apa
yang diperoleh anak tidak hanya berada dalam pikirannya, melainkan sampai
kepada tataran dunia nyata yang ia jalani sehari-hari.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan yang
baru melalui aspek Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah pembelajaran IPS kelas IV dengan pokok bahasan mengenal
sumber daya alam dan koperasi sebagai kesejahteraan masyarakat.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPS
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut :
a. Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir secara logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial
6
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai - nilai sosial dan
kemanusiaan
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global.
2.1.3 Ruang lingkup IPS
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek- aspek sebagai berikut:
a. Manusia, tempat dan lingkungan
b. Waktu, keberlanjutan dan perubahan
c. Sistem sosial dan budaya
d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
2.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar
kelas IV, semester 2 mata pelajaran IPS di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
Tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
Sekolah Dasar kelas IV semester II Tahun ajaran 2011/ 2012
Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
IV
1. Mengenal sumber daya
alam, kegiatan
ekonomi dan
kemajuan teknologi di
lingkungan kabupaten
/ kota dan provinsi
1. Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan
dengan sumber daya alam dan potensi lain
di daerahnya.
2. Mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3. Mengenal perkembangan teknologi
produksi komunikasi dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya.
4. Mengenal permasalahan sosial di
daerahnya.
Sumber : Kurikulum 2006
7
2.2 Pembelajaran Contekstual, Teaching & Learning
2.2.1. Pengertian
Pembelajaran Contekstual Learning adalah Pembelajaran kontekstual
tersebut berakar dari filosofi yang dikembangkan oleh John Dewey yang
mengemukakan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik, ketika apa yang
dipelajarinya dikaitkan dengan apa yang mereka ketahui dan ketika mereka secara
aktif belajar sendiri. Maka dari hal itu di dapatkan beberapa pengertian dari
pendekatan kontekstual, Sebagai berikut:
1. Pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching and Learning) adalah Suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka ( Sanjaya, 2005)
2. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu sistem atau pendekatan
pembelajaran yang bersifat menyeluruh dan terdiri dari berbagai komponen yang
saling terkait, apabila di laksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai
dengan peranannya. (Sukmadinata: 2004)
3. Menurut Depdiknas (2003:5) CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Dari paparan pengertian CTL di atas dapat peneliti simpulkan sebagai
berikut:
1. Menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya
proses belajar yang menekankan pada proses pengalaman secara langsung.
2. Mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang di pelajari
dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di
masyarakat atau dimana siswa tinggal
8
3. Mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya
pembelajaran kompetensi tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami
materi yang di pelajarinnya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.2 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu komponen
dalam kontekstual yang Menurut DEPDIKNAS dalam penerapannya
CTL mempunyai tujuh komponen utama yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
2. Menemukan (Inquiry)
3. Bertanya (Questioning),
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
5. Pemodelan (Modeling)
6. Refleksi (Reflection)
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
2.2.3 Pemikiran Contextual Teaching and Learning tentang belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan
pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
1.Proses Belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri Anak belajar dari mengalami. Anak
mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi
begitu saja oleh guru. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki
sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam
tentang sesuatu persoalan.
9
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. Siswa
perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
didirinya, dan bergelut dengan ide-ide, Proses belajar dapat mengubah struktur
otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan
organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.
2. Transfer Belajar
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit
demi sedikit). Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
1. Siswa sebagai Pembelajar
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu,
dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal
baru. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang
baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting. Peran
orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang
sudah diketahui. Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna,
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide
mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka
sendiri.
2. Pentingnya lingkungan Belajar
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja
dan berkarya, guru mengarahkan. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana
cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih
10
dipentingkan dibandingkan hasilnya. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang
berasal dari proses penilaian yang benar. Menumbuhkan komunitas belajar dalam
bentuk kerja kelompok itu penting.
2.2.4 Hasil Belajar
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap.(Dr.Purwanto 1999:39).perubahan itu diperoleh melalui usaha( bukan karena
kematangan), menetap dalam waktu yang, relatif lama dan merupakan hasil
pengetahuan.
Hasil belajar dperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah
diajarkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lunandar, 2010:7), hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru
bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya.
Hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui
kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Berdasarkan pengertian
evaluasi hasil belajar kita dapat temukan tujuan utamanya adalah untuk mengetahui
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala
nilai berupa huruf atau kata atau symbol.
Menurut Winkel (1999:53), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan
bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan pendapat lain
disampaikan Arif Gunarso (dalam Lunandar, 2010: 5), yang menyatakan bahwa “hasil
belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan
usaha-usaha belajar”. Jadi hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dari
belajar yang telah dilakukannya.
11
Pendapat berbeda juga disampaikan Nana sudjana (dalam Lunandar, 2010:8)
menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari
proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang
dipeoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa.
Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh mengenai hasil belajar, penulis
mengambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah bukti dari keberhasilan seseorang
dalam belajar. Hasil belajar ini biasanya diwujudkan dalam bentuk angka, nilai,
maupun huruf. Semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa, maka berhasillah
tujuan belajar yang dilakukan siswa tersebut.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian,sikap-sikap,apresiasi dan ketrampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil
belajar berupa:
1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan
masalah, maupun penerapan aturan.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,
kemampuan analisis-sintesis, fakta- konsep dan mengembangkan prinsip-
prinsip keilmuan. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan melakukan
aktivitas kognitif bersifat khas.
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan
nilai – nilai sebagai standar perilaku.
12
2.3 Penerapan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran IPS.
Untuk mengaplikasikan pembelajaran kontekstual dapat digunakan
berbagai metode yang membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran seperti
problem based learning, cooperatif learning, project based learning, servic learning
dan work based learning (Berns,2001: 4). Pendapat tersebut mengatakan bahwa
untuk mewujudkan pembelajaran kontekstual guru harus menggunakan metode
yang banyak melibatkan pengalaman belajar siswa secara langsung.
Cooperatve learning merupakan salah satu alternatif pilihan yang dapat
mewujudkan pembelajaran kontekstual. penerapan model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) dirasa sangat sesuai karena mengkaji permasalahan yang
autentik dan membangun rnasyarakat belajar (learning comunity). Di dalam
pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga
harus mempelajari ketrampilan-ketrampilan khusus yang disebut ketrampilan
kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja
dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan
komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan
membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. Dengan model ini
diharapkan tujuan dan misi pembelajaran IPS yaitu mendidik dan membekali
siswa dengan seperangkat pengetahuan , sikap, nilai, moral dan ketrampilan
untuk memahami lingkungan sosial masyarakat dapat dicapai (Etin
Solihatin,2007;3)
2.4 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Contekstual Learning
Menurut Depdiknas (2004 : 17)
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi sekenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan
topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran,
media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah
pembelajaran, dan ketepatan penilaianya. Dalam konteks ini, program yang
13
dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya
bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program
pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Dalam hal
ini yang membedakannya hanya pada penekannannya. Program pembelajaran
konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas
dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih
menekankan pada skenario pembelajarannya.
Berkaitan dengan pembahasan diatas, saran pokok dalam penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai
berikut.
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi,
Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan ketepatan penilaianya , yaitu dengan data apa siswa dapat diamati
partisipasinya dalam pembelajaran.
2.5 Kajian hasil penelitian yang Relevan
1. Murtono, Tri (2007) “Keefektifan Model Pembelajaran CTL (Contextual
Teaching And Learning) Terhadap Penalaran Matematika Pada Materi
Bangun datar” Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih efektif
mana antara pembelajaran menggunakan model pembelajaran CTL dengan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional terhadap
penalaran matematika pada materi bangun datar siswa kelas Va SD Negeri 1
madiun dengan kelas Vb Tahun Ajaran 2006/2007. Data awal dalam penelitian ini
adalah hasil nilai ulangan blok peserta didik kelas Va semester 2. Dari data
tersebut diperoleh kedua kelompok baik eksperimen maupun kontrol mempunyai
14
variansi dan rata-rata yang sama secara statistik. Setelah kelompok eksperimen
diberi perlakuan dan kelompok kontrol dengan tetap menggunakan pembelajaran
konvensional, maka kedua kelompok diberi tes. Berdasarkan hasil tes pada ke dua
kelompok, diperoleh rata-rata nilai kelompok kontrol adalah 76,315, dan rata-rata
kelompok eksperimen adalah 80,526. Berdasarkan uji perbedaan rata-rata dengan
uji pihak kanan diperoleh t hitung sebesar 2,759 sedang 671, 0 = =t tabel, jadi nilai
t hitung > t tabel sehingga nilai Ho ditolak. Dengan kata lain rata-rata hasil belajar
kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol pada materi
bangun datar. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan model pembelajaran CTL lebih efektif dari pada
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Untuk itu peneliti
menyarankan agar pembelajaran dengan model pembelajaran CTL dapat
diterapkan serta dikembangkan dan digunakan sebagai alternatif dalam
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika khususnya dan
pembelajaran lain pada umumnya.
2. Astari, Asetyo Belantika (2012) “Model Pembelajaran Contextual Teaching
and Learning Untuk Meningkatkan Pemahaman Materi dan Hasil Belajar
Pada Siswa Kelas IV SDN 02 Mojokerto Kecamatan Kedawung Kabupaten
Sragen Tahun Pelajaran 2010/2011”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 02 Mojokerto dengan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Bentuk penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model siklus. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa, ada peningkatan hasil belajar IPA tentang
mendeskripsikan bagian-bagian bunga setelah diadakan tindakan kelas dengan
penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Hal itu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar pada setiap siklusnya. Pada pra
siklus nilai rata-rata siswa 57,9 dan siklus I mengalami peningkatan niai rata-rata
siswa 62,7 pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 70,8. Dengan demikian,
dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran IPA dengan penerapan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan hasil belajar
15
IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 02 Mojokerto Kecamatan Kedawung
Kabupaten Sragen.
3. Ayu Melandhika, Risda. (2009). Penggunaan Model CTL dengan metode
Inquiry untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada Pembelajar IPA
Kelas IV MI Roudlatul Muta’allimin Sawahan Turen Malang. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian tindakan kelas (class-room action research)
dengan jenis penelitian mandiri. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang bersifat
kualitatif dianalisa dengan analisa deskriptif kualitatif sedangkan data yang bersifat
kuantitatif dianalisa dengan analisa deskriptif kuantitatif. Dari hasil observasi dan
data empiris di lapangan menunjukkan bahwa, bentuk penggunaan model
Contextual teaching and learning melalui metode inquiry yang efektif dalam
meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran IPA adalah dengan guru
memberikan pertanyaan kepada siswa kemudian siswa mencari jawaban atas
pertanyaan tersebut dengan cara melakukan praktek atau percobaan.
Penggunaan model Contextual teaching and learning melalui metode inquiry
terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran
IPA di MI Roudlatul Muta’allimin Sawahan Turen Malang. Hal ini dapat dilihat pada
lembar observasi motivasi yang menunjukkan bahwa peningkatan motivasi siswa
dari pre test sampai siklus terakhir (siklus II) menunjukkan peningkatan sebesar
113,3% dari prosentase maksimal 166,6%.
Dari ketiga penelitian diatas tampak jelas perbedaannya terlihat dari
penelitian Murtono, Tri (2007) berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan model pembelajaran Contextual teaching and learning lebih
efektif dari pada pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Dapat
diperoleh dari hasil perhitungan diperoleh t hitung = 2,759 lebih besar t table =
671. Yang kedua Astari, Asetyo Belantika (2012) menunjukan bahwa dapat
meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan model Contextual teaching and
learning yang ditunjukkan adanya peningkatan yang dapat dilihat dari nilai pra
siklus rata-rata siswa 57,9 dan siklus I mengalami peningkatan nilai rata-rata siswa
16
62,7 pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 70,8. Yang ketiga oleh Ayu
Melandhika, Risda. (2009). yang menggunakan model Contextual teaching and
learning dengan metode inquiry yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
dalam pembelajaran ipa yang ditunjukkan dari observasi motivasi yang
menunjukkan bahwa peningkatan motivasi siswa dari pre test sampai siklus
terakhir (siklus II) menunjukkan peningkatan sebesar 113,3% dari prosentase
maksimal 166,6%.
Penelitian yang dilakukan Murtono, Tri (2007) mempunyai kesamaan dalam
variable bebasnya yaitu model pembelajaran Contextual teaching and learning.
Astari, Asetyo Belantika (2012) mempunyai kesaman dalam variable bebasnya
yaitu model pembelajaran Contextual teaching and learning dan variable terikat
yaitu hasil belajar siswa. Dari hasil penelitian Ayu Melandhika, Risda. (2009)
mempunyai kesamaan dalam variable bebasnya yaitu model pembelajaran
Contextual teaching and learning.
Penelitian diatas bahwa penelitian yang dilakukan oleh Astari, Asetyo
Belantika (2012) dan Ayu Melandhika, Risda. (2009). Merupakan Penelitian
Tindakan Kelas. Dimana peneliti melakukan tindakan dengan mengajar sendiri
didalam kelas. Sedangkan penelitian Murtono, Tri (2007) merupakan penelitian
eksperimen. Penelitian ini membandingkan kelas eksperimen yaitu yang diberikan
perlakuan pembelajaran model Contextual teaching and learning dengan kelas
control yang tidak diberi perlakuan atau dengan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini akan menggunakan penelitian tindakan kelas kolaborasi.
Adapun ciri khasnya adanya kolaborasi (kerjasama) antara praktisi (guru, kepsek,
siswa) dan peneliti dalam pemahaman kesepakatan tentang permasalahan,
pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesepakatan. Dalam penelitian
ini peneliti lebih menekankan hasil belajar siswa pada pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial kelas IV SD melalui pembelajaran Contextual Teaching and
Learning.
17
2.6 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah Model Pembelajaran Contekstual
Learning dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial guna meningkatkan hasil
belajar siswa kelas IV SDN Dieng Kulon 2 Apabila dengan memanfaatkan lingkungan
sebagai media pembelajaran dengan model Contekstual Learning dapat digunakan
secara efektif maka akan menghasilkan peningkatan hasil belajar IPS. Secara
skematis digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gb. Upaya Meningkatan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Dieng Kulon 02, Batur,
Banjarnegara. Melalui pendekatan Contextual Teaching & Learning pada Semester
Genap tahun 2011/2012.
KONDISI AWAL
GURU: Menggunakan model
pembelajaran
Konvensional
SISWA : Hasil Belajar IPS Rendah
dibawah KKM (65), misalnya siswa hanya memahami materi
secara teoritis (abstak) semata.
TINDAKAN
Menggunakan Model Pembelajaran Contekstual
Teaching & Learning SIKLUS II
Menggunakan Model Pembelajaran Contekstual
Teaching & Learning
KONDISI AKHIR
Di Harapkan Melalui Model Pembelajaran Contekstual teaching and Learning akan memberikan 90% hasil belajar IPS yang meningkat lebih dari KKM yaitu (65), dan
siswa dapat memahami materi secara
konkret (nyata)
SIKLUS I Menggunakan Model
Pembelajaran Contekstual Teaching & Learning
18
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan, maka hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Melalui model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas IV SDN Dieng
Kulon 2, Batur, Banjarnegara tahun ajaran 2011/2012”.