BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Pembelajaran...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Pembelajaran...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KAJIAN TEORI
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung
penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang
mempunyai pandagan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori
dalam penelitian ini berisi tentang, Pembelajaran IPA, hasil belajar, Model Discovery.
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar
Menurut Trianto (2010:53) “Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari
seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang
intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan sebelumnya”.
Menurut Ahmad (2012:12) “pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar
guru dan peserta didik yang berisi berbagai kegiatan yang bertujuan agar terjadi
proses belajar (perubahan tingkah laku) pada diri peserta didik”. Kegiatan dalam
pembelajaran meliputi penyampaian pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan-
ketrampilan) kepada siswa, penciptaan lingkungan yang kondusif dan edukatif bagi
proses belajar siswa, dan pemberdayaan potensi siswa melalui interaksi perilaku guru
dan siswa yang dilakukan secara bertahap. Pembelajaran mempunyai tujuan yaitu
adanya perubahan tingkah laku siswa. Jika proses pembelajaran telah dilakukan,
tetapi tidak ada perubahan tingkah laku pada siswa maka tujuan pembelajaran belum
dapat tercapai. Oleh karena itu, setiap guru tidak boleh merasa puas dengan proses
pembelajaran yang telah dilakukan apabila tidak ada perubahan tingkah laku..
Hamalik (dalam Putra, 2013:17), menambahkan bahwa pembelajaran ialah
suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Berdasarkan beberapa definisi pembelajaran para ahli tersebut, dapat
10
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan guru kepada
siswa untuk menyampaikan pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan)
dengan menggunakan berbagai model agar tercipta lingkungan yang kondusif
sehingga tercapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Pembelajaran yang ada di
Sekolah Dasar, yang proses dan materi pelajarannya dekat dengan lingkungan adalah
pembelajaran IPA.
Menurut Hendro Darmodjo dan Kaligis (dalam Indah, 2008) IPA dapat
dipandang sebagai suatu proses dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala
alam. Untuk itu diperlukan cara tertentu yang sifatnya analisis, cermat, lengkap dan
menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain. IPA dapat
dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia memahami berbagai gejala alam.
IPA dapat pula dipandang sebagai fakta yang menyebabkan sikap dan pandangan
yang mitologis menjadi sudut pandang ilmiah.
H.W Flowler (dalam Trianto, 2012: 8 ) berpendapat bahwa „‟IPA merupakan
pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-
gejala kebendaan dan didasarkan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan
deduksi. Sedangkan Trianto (2012:136) mengatakan bahwa:
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu
Pengatahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris
science. Kata science berasal dari bahasa Latin scientia yang berarti
saya tahu. Science terdiri dari sosial sciences (ilmu pengetahuan sosial)
dan natural sciences (ilmu pengetahuan alam). Namun science sering
diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA).
Menurut Sumanto dkk. (dalam Putra, 2013:40), “IPA merupakan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah”.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari peristiwa alam dan gejala-gejalanya melalui proses
11
ilmiah dibangun dengan sikap ilmiah sehingga menghasilkan produk ilmiah (fakta,
konsep dan prinsip).
Pembelajaran IPA pada tingkat manapun harus dikembangkan dengan
memahami berbagai pandangan tentang makna IPA, yang dalam konteks pandangan
hidup dipandang sebagai suatu instrument untuk mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan sosial manusia. Pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan
ketrampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman,
kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan karena
ciri-ciri tersebut membedakan dengan pembelajaran lainnya (Trianto, 2012:142)
Nilai-nilai IPA yang ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut Laksmi
(Trianto, 2012:142) antara lain sebagai berikut:
1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis
menurut langkah-langkah metode ilmiah.
2) Ketrampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan
masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun
dalam kehidupan.
Laksmi (Trianto, 2012:142) mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA di
sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu:
1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup
dan bagaimana bersikap.
2) Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan
4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta
menghargai para ilmuwan penemunya.
5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan
permasalahan.
12
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah pembelajaran
IPA adalah aktivitas belajar yang tidak hanya sekedar pemberian materi secara
keseluruhan tetapi lebih penting daripada itu adalah bagaimana seorang siswa dapat
mengerti mengenai konsep yang ada di dalam IPA melalui apa yang mereka dengar
dan mereka lihat.
2.1.1.1.Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran IPA I SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut (Depdiknas, 2006:162):
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-
Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Dalam penelitian ini tujuan mata pelajaran IPA adalah untuk melatih siswa
dalam mempelajari konsep IPA melalui aktivitas belajar yang mereka lakukan sendiri
dimana siswa akan menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori-teori dengan
sikap ilmiah sehingga mampu memberikan pengalaman belajar IPA yang bermakna
bagi siswa melalui pembelajaran Discovery.
2.1.2. Hasil Belajar
Winkel (Purwanto, 2013:39) mengungkapkan bahwa belajar adalah aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interakti aktif dengan lingkungan yang
13
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan (kognitif), ketrampilan
(psikomotorik) dan sikap (afektif). Proses belajar merupakan proses yang unik dan
kompleks. Keunikan disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang
belajar, setiap individu pasti akan menampilkan perilaku belajar yang berbeda.
Perbedaan penampilan disebabkan karena setiap individu memiliki karakteristik yang
khas dan kemampuan yang berbeda dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
(Purwanto, 2013:43). Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi
hasil belajar.
Menurut Sudjana (2010: 22) Hasil Belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar
merupakan perunahan tingkah laku yang baru setelah proses belajar. Perolehan aspek-
aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari. Hasil belajar
adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif,
afektif dan psikomotor (Rusman 2012:123).
Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada
guru tetang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui
kegiatan belajar. Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran
Sudjana (2011:22).
Dimyati (2009:20) mengatakan bahwa dalam pembelajaran, pengukuran hasil
belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa
setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya
menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka
ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi
para siswa (Sugihartono, 2007:130).
Dari uraian tentang hasil belajar semua mengarah pada perubahan perilaku
saat melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar dapat memberikan informasi
kerpada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar,
pengukuran hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes sebagai alat
ukurnya.
14
2.1.3. Model pembelajaran Discovery
Pengertian Discovery menurut Jerome Bruner adalah model pembelajaran yang
mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari
prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J.
Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan
secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa
yang disebutnya Discovery Learning, yaitu dimana peserta didik mengorganisasikan
bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. (Markaban, 2006)
Menurut Hamalik dalam (Ilahi, Moh. Takdir 2012:29),belajar penemuan
(Discovery) adalah belajar yang terjadi sebagai proses pembelajaran yang menitik
beratkan pada mental intelektual para peserta didik dalam memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang
dapat diterapkan di lapangan. Model pembelajaran Discovery adalah cara penyajian
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
informasi dengan atau tanpa bantuan guru (Sumantri. Dkk, 2001). Pendapat lain
mengatakan bahwa model discovery adalah penyajian bahan ajar dengan
menghadapkan siswa pada suatu masalah, untuk menemukan penyebabnya dengan
melalui pelacakan data atau informasi pemikiran logis, kritis, dan sistematis dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran (Rahardja :2002 ).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
Discovery adalah suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk
menggunakan kemampuannya mencari jawaban atas suatu masalah atau pertanyaan.
Dengan demikian siswa diharapkan mampu menemukan konsep dan prinsip sendiri,
bukan dijejali dengan pengetahuan. Proses Discovery menuntut guru bertindak
sebagai fasilitator, narasumber dan penyuluh kelompok. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa model penemuan (Discovery) itu adalah suatu model pembelajaran
di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya
15
menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau
diceramahkan saja.
2.1.3.1.Langkah-langkah model pembelajaran Discovery
Menurut Hanafiah dan Suhana (2009:78) langkah-langkah model
pembelajaran Discovery adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi kebutuhan siswa
2. Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari
3. Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari
4. Menentukan peran yang akan dilakukan masing-masing peserta didik
5. Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki
dan ditemukan
6. Mempersiapkan setting kelas
7. Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan
8. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
pentelidikan dan penemuan
9. Menganalisis sendiri atas data temuan
10. Merangsang terjadinya dialog interaktif antar peserta didik
11. Memberikan penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan
penemuan
12. Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi atas hasil temuannya
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model pembelajaran
Discovery di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri
b. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara
atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244),
c. Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
16
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada
tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis.
d. Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22).
e. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,
2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-
prinsip yang mendasari generalisasi
Sedangkan langkah-langkah penggunaan model Discovery menurut Ibrahim
(2010:9) adalah sebagai berikut :
1. Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik
2. Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis
3. Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk
menjawab atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.
4. Menganalisis atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis
5. Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi
6. Aplikasi kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Discovery
menurut para ahli, penulis menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran
menggunakan model Discovery dalam pokok bahasan energi panas dan bunyi sebagai
berikut:
1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
17
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis
permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3. Data Collection (Pengumpulan Data)
Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan
sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang
telah dimiliki.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Data processing sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari
generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif
jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis
5. Verification (Pembuktian)
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan
atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab
atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan berdasarkan hasil verifikasi maka
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan
siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya
penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang
18
mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan
generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
2.1.3.2.Keunggulan dan kelemahan Model Pembelajaran Discovery
Di dalam pemanfaatan dan penggunaanya model Discovery juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Menurut Roestiyah (2008:20-21) ada 7 kelebihan dan 5
kekurangan model Discovery, yaitu sebagai berikut:
a. Kelebihan model Discovery dibandingkan model lain, yaitu:
1. Tekhnik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan
memperbanyak kesiapan serta penggunaan ketrampilan dalam proses
kognitif/pengenalan siswa
2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual
sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
3. Dapat membangkitkan kegairahan para siswa.
4. Tekhnik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing
5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki
motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat
6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
sendiri dengan proses penemuan sendiri
7. Strategi ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai
teman belajar saja membantu bila diperlukan
b) Kekurangan Model Discovery
1. Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental tntuk cara belajar
ini siswa harus berani dan kerkeinginan untuk mengetahui keadaan
sekitarnya dengan baik
2. Bila kelas terlalu besar penggunaan tekhnik ini akan kurang berhasil
3. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran
tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan tekhnik
penemuan
4. Dengan tekhnik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu
mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan
perkembangan/pembentukan sikap dan ketrampilan bagi siswa
5. Tekhnik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara
kreatif
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing.
19
Agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik maka guru harus
merencanakannya dengan baik dan matang. Guru juga harus mengetahui kelemahan
dari model yang dipilih agar dapat mencari solusi dari kelemahan model tersebut.
Solusi dari kelemahan model Discovery adalah (1) Sebelum pembelajaran dimulai
sebaiknya antara guru dan siswa membuat sebuah kesepakatan. Kesepakatan tersebut
mengenai keaktifan siswa dalam kelompok, siswa yang tidak aktif dalam kelompok
maka akan mengurangi poin kelompok. Dengan demikian akan mendorong siswa
aktif dalam kelompok agar poin kelompoknya tidak berkurang, (2) Guru harus
membagi siswa dalam kelompok secara heterogen agar antarkelompok dapat
seimbang.(3) Guru sebelum memilih model Discovery yang ingin digunakan dalam
pembelajaran terlebih dahulu guru harus melihat materi yang akan disampaikan.(4)
Guru harus kreatif dalam menyampaikan pembelajaran sehingga siswa dapat lebih
aktif dan tidak terpaku pada pengajaran yang lama.
2.2 Penelitian yang Relevan
Adapun hasil penelitian lain yang relevan dan mendekati judul penelitian ini
adalah hasil penelitian yang berjudul Studi eksperimenal tentang pengaruh
penggunaan metode discovery terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas
IV SDN Nogosaren Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran
2010/2011 (Dewi Kurnia Sari ). Memperoleh hasil sebagai berikut, hasil belajara
kelompok eksperimen yang diberi treatmen pembelajaran dengan model discovery
memperoleh nilai 79.38, sedangkan nilai rata-rata kelompok yang diberi treatmen
pembelajaran dengan metode konvensional sebesar 69,69. Hal ini berarti ada
perbedaan hasil belajar sebesar 9,69. Dimana kelompok yang diberi treatmen
pembelajaran dengan metode discovery memiliki hasil belajar lebih tinggi
dibandingkan kelompok yang diberi treatmen pembelajaran dengan metode
konvensional.
20
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Minarsih, Siti (2010) dengan judul
Efektifitas penggunaan metode discovery terhadap prestasi belajar IPA pokok
bahasan gaya pada siswa kelas IV SDN tanggal 01 dan SDN tunggal 02 gugus
Pattimura Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora Semester II Tahun 2009/2010
menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara penggunaan treatmen model discovery
pada pembelajaran IPA dengan pembelajaran tanpa menggunakan treatmen metode
discovery. Terbukti bahwa kelas eksperimen dengan metode discovery diperoleh
siswa dengan katagori tinggi berjumlah 22 siswa dengan prosentase 70,97%.
Sedangkan untuk kelas kontrol dengan menggunakan metode diskusi siswa dengan
katagori tinggi berjumlah 7 siswa dengan prosentase 22,58 %.
Dari beberapa penelitian tentang penggunaan model Discovery dalam
pembelajaran dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Discovery dapat
meningkatkan hasil belajar. Dengan demikian, penelitian tersebut mendukung
penelitian yang akan dilakukan peneliti yang menekankan penggunaan model
Discovery untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar. Namun,
penelitian yang dilakukan oleh penulis dan beberapa penelitian yang telah dipaparkan
memiliki persamaan yaitu sama-sama mengukur hasil belajar dan instrument yang
digunakan berupa teknik tes. Sedangkan perbedaan terletak pada masalah yang
diteliti, subjek penelitian yaitu siswa kelas 4 SDN Patemon 01, tujuan penelitian, dan
variabel penelitian yang terdiri dari tiga variabel (proses pembelajaran, hasil belajar
dan model Discovery).
2.3 Kerangka Berpikir
Pada pembahasan mengenai model Discovery di atas, dikemukakan bahwa
menurut Mulyani S model Discovery adalah cara penyajian pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau
tanpa bantuan guru. Berdasar pada teori tersebut, penulis memilih model Discovery
untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Patemon 01 Semester II Tahun
Pelajaran 2014/2015 pada mata pelajaran IPA
21
Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir
PEMBELAJARAN IPA
Guru
menyampaikan
materi dengan
ceramah
Pembelajaran
Konvensional
Siswa bosan,
jenuh, materi
tidak dikuasai
Guru
menciptakan
pembelajaran
yang inovatif
Model
pembelajaran
Discovery
Tingkat pemahaman
siswa kurang, hasil
belajar < 75
Siswa memecahkan
masalah sendiri
Tingkat pemahaman
siswa naik, hasil
belajar > 75
22
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan,
maka dapat dirumuskan hipotesis proses dan hasil tindakan sebagai berikut:
1) Penerapan model pembelajaran Discovery dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan proses pembelajaran meliputi aktivitas guru dan aktivitas siswa
pada siswa kelas 4 semester II SDN Patemon 01 tahun pelajaran 2014/2015
secara signifikan minimal 10%. Dengan langkah-langkah yaitu Stimulation
(Stimulus/pemberian rangsang),Problem Statement (Identifikasi Masalah), Data
Collection (Pengumpulan Data), Data Processing (Pengolahan Data), Verification
(Pembuktian), Generalization (Menarik Kesimpulan)
2) Penerapan model pembelajaran model Discovery dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas 4 semester II SDN Patemon 01 tahun pelajaran
2014/2015 secara signifikan mengalami ketuntasan belajar individual dengan nilai
hasil belajar IPA ≥ 75 dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan
nilai rata-rata hasil belajar IPA meningkat minimal 7 nilai dari KKM ≥ 75 yang
ditentukan oleh sekolah atau ketuntasan belajar secara klasikal sebesar ≥ 80% dari
21 siswa