BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1...

23
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasama Kerjasama adalah sebuah sistem pekerjaan yang kerjakan oleh dua orang atau lebih untuk mendapatkan tujuan yang direncanakan bersama. Kerja sama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja. Kerja sama dalam tim kerja akan menjadi suatu daya dorong yang memiliki energi dan sinergisitas bagi individu-individu yang tergabung dalam kerja tim. Komunikasi akan berjalan baik dengan dilandasi kesadaran tanggung jawab tiap anggota. Menurut Pamudji (1985:12-13) Kerjasama pada hakekatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu obyek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak terdapat kerjasama. Unsur dua pihak, selalu menggambarkan suatu himpunan yang satu sama lain saling mempengaruhi sehingga interaksi untuk mewujudkan tujuan bersama penting dilakukan. Apabila hubungan atau interaksi itu tidak ditujukan pada terpenuhinya kepentingan masing-masing pihak, maka hubungan yang dimaksud bukanlah suatu kerjasama. Suatu interaksi meskipun bersifat dinamis, tidak selalu berarti kerjasama Suatu interaksi yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses interaksi, juga bukan suatu kerjasama. Kerjasama senantiasa menempatkan pihak-pihak yang berinteraksi pada posisi yang seimbang, serasi dan selaras. Menurut Thomson dan Perry dalam Keban (2007:28), Kerjasama memiliki derajat yang berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi (cooperation) sampai pada derajat yang lebih tinggi yaitu collaboration. “Para ahli pada dasarnya menyetujui bahwa perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi, 6

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

6

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Kerjasama

Kerjasama adalah sebuah sistem pekerjaan yang kerjakan oleh dua orang

atau lebih untuk mendapatkan tujuan yang direncanakan bersama. Kerja sama

dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan

kinerja dan prestasi kerja. Kerja sama dalam tim kerja akan menjadi suatu daya

dorong yang memiliki energi dan sinergisitas bagi individu-individu yang

tergabung dalam kerja tim. Komunikasi akan berjalan baik dengan dilandasi

kesadaran tanggung jawab tiap anggota.

Menurut Pamudji (1985:12-13) Kerjasama pada hakekatnya

mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis

untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur

pokok yang melekat pada suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau

lebih, unsur interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak

termuat dalam satu obyek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak

terdapat kerjasama. Unsur dua pihak, selalu menggambarkan suatu himpunan

yang satu sama lain saling mempengaruhi sehingga interaksi untuk mewujudkan

tujuan bersama penting dilakukan. Apabila hubungan atau interaksi itu tidak

ditujukan pada terpenuhinya kepentingan masing-masing pihak, maka hubungan

yang dimaksud bukanlah suatu kerjasama. Suatu interaksi meskipun bersifat

dinamis, tidak selalu berarti kerjasama Suatu interaksi yang ditujukan untuk

memenuhi kepentingan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses interaksi, juga

bukan suatu kerjasama. Kerjasama senantiasa menempatkan pihak-pihak yang

berinteraksi pada posisi yang seimbang, serasi dan selaras.

Menurut Thomson dan Perry dalam Keban (2007:28), Kerjasama memiliki

derajat yang berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi (cooperation) sampai

pada derajat yang lebih tinggi yaitu collaboration. “Para ahli pada dasarnya

menyetujui bahwa perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi,

6

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

7

komitmen dan kompleksitas dimana cooperation terletak pada tingkatan yang

paling rendah. Sedangkan collaboration pada tingkatan yang paling tinggi”.

Menurut Rosen dalam Keban (2007:32) “Secara teoritis, istilah kerjasama

(cooperation) telah lama dikenal dan dikonsepsikan sebagai suatu sumber efisiensi

dan kualitas pelayanan. Kerjasama telah dikenal sebagai cara yang jitu untuk

mengambil manfaat dari ekonomi skala (economies of scales). Pembelanjaan atau

pembelian bersama misalnya, telah membuktikan keuntungan tersebut, dimana

pembelian dalam skala besar atau melebihi “threshold points”, akan lebih

menguntungkan daripada dalam skala kecil. Dengan kerjasama tersebut biaya

overhead (overhead cost) akan teratasi meskipun dalam skala yang kecil. Sharing

dalam investasi misalnya, akan memberikan hasil yang memuaskan dalam

penyediaan fasilitas sarana dan prasarana. Kerjasama juga dapat meningkatkan

kualitas pelayanan misalnya dalam pemberian atau pengadaan fasilitas, dimana

masing-masing pihak tidak dapat membelinya sendiri. Dengan kerjasama, fasilitas

pelayanan yang mahal harganya dapat dibeli dan dinikmati bersama seperti pusat

rekreasi, pendidikan orang dewasa, transportasi dan sebagainya”.

Berikut adalah definisi kerja sama menurut para ahli :1. Moh. Jafar Hafsah menyebut kerjasama ini dengan istilah kemitraan,

yang artinya adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh duapihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraihkeuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan salingmembesarkan.

2. H. Kusnadi mengartikan kerjasama sebagai dua orang atau lebih untukmelakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yangdiarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu.

3. Zainudin memandang kerjasama sebagai kepedulian satu orang atausatu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam suatukegiatan yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip salingpercaya, menghargai, dan adanya norma yang mengatur. Maknakerjasama dalam hal ini adalah kerjasama dalam konteks organisasi,yaitu kerja antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi(seluruh anggota).

Menurut Tangkilisan (2005:86) dalam bukunya yang berjudul Manajemen

Publik Lingkungan ekstern maupun intern, yaitu semua kekuatan yang timbul

diluar batas-batas organisasi dapat mempengaruhi keputusan serta tindakan di

dalam organisasi. Karenanya perlu diadakan kerjasama dengan kekuatan yang

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

8

diperkirakan mungkin akan timbul. Kerjasama tersebut dapat didasarkan atas hak,

kewajiban dan tanggungjawab masing-masing orang untuk mencapai tujuan.

Dwight Waldo dalam Hamdi (2007:41) menyatakan bahwa “In general,

the more knowledge that is necessary to run a contemporary society, and the more

specializationnthat is a consequence, then the more need of and potential for

horizontal rather than vertical cooperative arrangements” yang intinya

menjelaskan bahwa pada umumnya suatu keadaan berimplikasi pada semakin

banyaknya kebutuhan, dan juga semakin berkembangnya potensi, untuk tatanan

kerjasama yang bersifat horizontal ketimbang kerjasama yang bersifat vertikal.

Kerjasama dapat dilakukan dengan beberapa bentuk perjanjian dan pengaturan.

Hal ini dijelaskan oleh Rosen dalam Keban (2007:33) bahwa bentuk perjanjian

(forms of agreement) dibedakan atas :

1. Handshake Agreements, yaitu pengaturan kerja yang tidak didasarkan atas

perjanjian tertulis.

2. Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan atas

perjanjian tertulis. Sedangkan pengaturan kerjasama terdiri atas beberapa

bentuk yaitu :

a. Consortia, yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing sumberdaya, karena

lebih mahal jika ditanggung sendiri-sendiri.

b. Joint Purchasing, yaitu pengaturan kerjasama dalam melakukan pembelian

barang agar dapat menekan biaya karena skala pembelian lebih besar.

c. Equipment Sharing, yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan

yang mahal, atau yang tidak setiap hari digunakan.

d. Cooperative Construction, yaitu pengaturan kerjasama dalam mendirikan

bangunan.

e. Joint services, yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan

publik.

f. Contract Services, yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak yang satu

mengkontrak pihak lain untuk memberikan pelayanan tertentu.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

9

g. Pengaturan lainnya; yaitu pengaturan kerjasama lain dapat dilakukan

selama dapat menekan biaya, misalnya membuat pusat pendidikan dan

pelatihan

Bowo dan Andy menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kerjasama harus

tercapai keuntungan bersama (2007:50-51) “Pelaksanaan kerjasama hanya dapat

tercapai apabila diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat

didalamnya (win-win). Apabila satu pihak dirugikan dalam proses kerjasama,

maka kerjasama tidak lagi terpenuhi. Dalam upaya mencapai keuntungan atau

manfaat bersama dari kerjasama, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak

dan pemahaman sama terhadap tujuan bersama” Agar dapat berhasil

melaksanakan kerjasama maka dibutuhkan prinsip-prinsip umum sebagaimana

yang dijelaskan oleh Edralin dan Whitaker dalam Keban (2007:35) prinsip umum

tersebut terdapat dalam prinsip good governance antara lain :

1.Transparansi

2.Akuntabilitas

3.Partisipatif

4.Efisiensi

5.Efektivitas

6.Konsensus

7.Saling menguntungkan dan memajukan

2.1.2 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi

siswa dan dari sisi guru. Dari siswa, hasil belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan saat sebelum belajar.

tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif,

afektif, psikomotor (Slameto, 2003: 6).

Hasil belajar pada hakikatnya merupakan pencapaian kompetensi–

kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai–

nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

10

tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat

diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar saling berkaitan satu dengan

yang lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar (Trianto,

2010: 124). Sudjana (2005: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu

proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan

sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti

perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan,

kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada

individu belajar.

Sanjaya (2005: 88) menjelaskan hasil belajar adalah hasil bukan proses.

Keberhasilan belajar di ukur dari pembelajaran yang diperoleh. Semakin banyak

informasi yang dapat dihafal maka semakin bagus hasil belajar. Bukan hanya itu

kemampuan mengungkapkan hasil belajar juga ditentukan oleh kecepatan dan

ketepatan. Semakin cepat dan tepat individu mengungkapkan informasi yang

dihafalnya, semakin bagus hasil belajar. Sehingga dengan demikian belajar lebih

berorientasi pada hasil yang harus dicapai. Nasution (2003: 42) berpendapat

bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak

hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan

dalam diri pribadi individu yang belajar. Menurut Nana Sudjana (2004: 14) hasil

belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat

pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes

lisan maupun tes perbuatan. Hasil belajar menurut Sudjana (2004: 22) dibagi

menjadi tiga macam hasil belajar yaitu: (a) Keterampilan dan kebiasaan (b)

Pengetahuan dan pengertian (c) Sikap dan cita-cita, yang masing-masing

golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.

Menurut penulis hasil belajar adalah perubahan yang terlihat pada diri siswa

yang tidak hanya terlihat dalam segi kognitif tetapi juga dari segi afektif maupun

psikomotor. Hasil belajar dapat terlihat setelah siswa melaksanakan pembelajaran

dan dari pembelajaran itu dapat diketahui bagaimana perubahan yang di alami

siswa, ada atau tidaknya peningkatan pada diri siswa diketahu dengan mengukur

tingkat kemampuan penguasaan materi pembelajaran. Hasil belajar itu sebagai

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

11

tolak ukur dari keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan.

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat tercermin dari hasil belajar yang terlihat

apakah sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran atau belum. Untuk mengetahui

hasil belajar dilakukan dengan melaksanakan tes. Ada beberapa jenis tes yang

dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa disekolah. Diharapkan

dengan perolehan hasil belajar siswa dapat dijadikan sebagai acuan dalam

merancang pembelajaran pada pertemuan selanjutnya agar pelaksanaan

pembelajaran semakin baik.

Berdasarkan pendapat dari Slameto, Trianto, Sudjana, Sanjaya, dan

Nasution serta penulis hasil belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri

seseorang karena proses belajar dimana perubahan itu ditunjukkan dalam segi

pengetahuan, sikap, ketrampilan. Peningkatan atau perubahan seseorang itu

didasarkan atas informasi yang telah diterima melalui proses belajar. Apabila

seseorang dengan cepat dan jelas dalam menyampaikan informasi yang telah

didapat bearti telah terjadi peningkatan pemahaman pada diri orang tersebut.

Peningkatan dan perubahan dari proses belajar sangat berorientasi pada hasil yang

harus dicapai. Hasil yang dicapai tersebut dapat diukur keberhasilannya melalui

kegiatan evaluasi dengan memberikan soal latihan yang dikerjakan secara

individu. Kegiatan evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui seberapa berhasil

suatu proses pembelajaran yang dilakukan dengan teknik pengukuran baik dalam

bentuk tes maupun non tes. Bentuk tes ini nantinya diterapkan setelah proses

belajar selesai dilakukan dengan tujuan sebagai tolak ukur keberhasilan seseorang

dalam belajar. Sehingga akan diketahui tujuan dari proses belajar itu sudah dapat

tercapai atau belum dengan melihat hasil tes yang telah dilakukan. Hasil belajar

pada kenyataannya memang menjadi sebuah patokan yang menjadi dasar suatu

proses belajar itu dapat terlaksana dengan baik atau tidak karena pelaksanaan

proses belajar yang baik atau buruk akan berpengaruh terhadap hasil belajar

seorang siswa.

2.1.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar

yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

12

yang mempengaruhinya adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep,

keterampilan, dan pembentukan sikap.

Faktor-faktor tersebut menurut Sugihartono, dkk (2007: 76–78) adalah

faktor internal dan faktor eksternal. Penjelasan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut:

1. Faktor InternalFaktor internal adalah faktor pendorong yang datangnya berasal daridalam diri siswa, misalnya faktor jasmaniah dan psikologis. Bilakondisi jasmani dan psikologi siswa sedang tidak baik, makasemangat belajarnya juga akan terpengaruh.

2. Faktor EksternalFaktor selanjutnya yang mempengaruhi belajar adalah faktor eksternalyaitu faktor yang berasal dari luar siswa, misalnya dari keluarga,teman maupun dari lingkungan sekolah. Faktor eksternal ini akansangat menentukan pembentukan sikap dan kepribadian siswa dikehidupannya. Dapat disimpulkan bahwa proses belajar tidak akanlepas dari faktor pendukung yang mempengaruhi ketercapaian hasilbelajar. Faktor pendukung tersebut bisa berasal dari dalam diri siswamaupun dari luar siswa.

Menurut penulis faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor yang

ada dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Hasil belajar

nantinya terpengaruh oleh bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan baik

terhadap kedua faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa itu sendiri. Faktor

internal itu dapat teramati dari segi bagaimana siswa mempersiapkan diri dengan

baik untuk memperoleh suatu informasi dari proses belajar. Apabila siswa

tersebut mampu mempersiapkan diri dengan baik dengan persiapan dari segi

kesehatan badan atau jasmani dan kesehatan pikiran atau rohani tentunya hasil

belajar akan terpengaruh karena siswa merasa mampu untuk mengikuti proses

belajar yang dilaksanakan. Hasil belajar kemudian dipengaruhi juga oleh faktor

dari luar siswa seperti keadaan sekolah yang ditempati. Keadaan sekolah itu

apakah mendukung untuk kegiatan belajar atau tidak. Sekolah yang baik pasti

sudah mendukung proses belajar dari segi keamanan, kenyamanan, dan

kebersihan serta fasilitas pendukung yang dimiliki sebagai penunjang dari

kegiatan belajar yang dilaksanakan. Jika sekolah sudah siap sebagai media belajar

pasti peran dari keluarga pada khususnya dan masyarakat pada umumnya juga

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

13

sangat penting sebagai faktor dari luar siswa yang berkewajiban menciptakan

suasana belajar anak menjadi terpacu dan merasa dihargai serta selalu didukung

dengan begitu hasil belajar yang meningkat dapat terwujud.

Berdasarkan pendapat dari Sugihartono dan penulis bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil belajar itu meliputi faktor internal dan eksternal,

dimana kedua faktor tersebut sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Faktor

internal berasal dari dalam diri siswa, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar

siswa. Kedua faktor ini sangat perlu diperhatikan karena siswa nantinya akan

dapat mengembangkan potensi yang ada dan dapat meminimalisir hambatan-

hambatan pembelajaran IPS dan hasil belajar siswa akan meningkat. Karena

kedua faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri mempunyai pengaruh

yang kuat akan ketercapaian hasil belajar. Siswa dengan mudah dapat mencapai

hasil belajar sesuai kriteria yang telah ditentukan apabila siswa tersebut dapat

memperhatikan dan sadar akan faktor yang ada dalam dirinya dan dari luar

dirinya terkontrol dan disiapkan dengan baik guna kemajuan dalam belajar.

Apabila kedua faktor yang berpengaruh pada hasil belajar siswa tidak dapat

terkontrol dengan baik tentu konsekuensinya adalah hasil belajar siswa yang sulit

tercapai tingkat keberhasilannya. Oleh karena itu baik faktor internal maupun

eksternal yang menjadi pengaruh dalam hasil belajar siswa perlu mendapat

perhatian yang serius. Supaya siswa lebih memperhatikan berbagai hal yang ada

di dalam maupun diluar dirinya karena belajar bukan hanya duduk dan pasif

sebagai penerima informasi tetapi bagaimana keadaan pembelajaran IPS lebih

aktif dan berkesan dengan selalu mengoptimalkan berbagai faktor hasil belajar

siswa.

2.1.2.2 Pengukuran Hasil Belajar

Prinsip yang mendasari penilaian hasil belajar yaitu untuk memberi harapan

bagi siswa dan guru untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Kualitas

dalam arti siswa menjadi pembelajar yang efektif dan guru menjadi motivator

yang baik. Dalam kaitan itu, guru dan pembelajar dapat menjadikan informasi

hasil penilaian sebagai dasar dalam menentukan langkah-langkah pemecahan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

14

masalah, sehingga mereka dapat memperbaiki dan meningkatkan belajarnya

(Rasyid, 2008: 67).

Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes hasil belajar dapat

digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut:

1. Tes sebagai penilaian adalah pertanyaan pertanyaan yang diberikankepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan(tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentukperbuatan (tes tindakan). Jenis tes yakni tes uraian atau tes esai dan tesobjektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraianberstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari benar salah, pilihanganda, menjodohkan, isian pendek (Sudjana, 2005: 44).

2. Nontes sebagai alat penilaian hasil dan proses belajar mengajar masihsangat terbatas penggunaannya dibanding dengan penggunaan tesdalam menilai hasil dan proses belajar. Para guru di sekolah padaumumnya lebih banyak menggunakan tes daripada bukan tes mengingatalatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis, dan yang dinilaiterbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperolehsiswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Bentuk-bentukteknik nontes berupa kuesioner atau wawancara, skala (skala penilaian,skala sikap, skala minat), observasi atau pengamatan, studi kasus dansosiometri (Sudjana, 2005: 68).

Menurut penulis, pengukuran hasil belajar adalah suatu dasar yang

digunakan sebagai acuan dalam kegiatan mengukur tingkat keberhasilan suatu

kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh guru. Tingkat keberhasilan

suatu pembelajaran itu dapat dilakukan melalui serangkaian pengukuran hasil

belajar dengan teknik tes dan non tes. Pelaksanaan dari teknik tes dan non tes itu

sendiri baiknya dilakukan selama pembelajaran berlangsung atau setelah siswa

melaksanakan pembelajaran karena dapat menjadi bahan evaluasi apakah

pembelajaran yang sudah dilakukan itu telah berjalan dengan baik atau belum.

Walaupun bisa menggunakan kedua teknik ini secara bersamaan namun biasanya

teknik tes yang sering dipakai karena lebih mudah dalam menggunakannya

sebagai pengukuran hasil belajar. Teknik tes yang dilaksanakan nantinya dapat

mencerminkan bagaimana tingkat keberhasilan ketika mengajar. Oleh sebab itu

penyusunan instrumen tes harus berlandaskan validitas dan reliabilitas sehingga

hasil daripada pengukukuran hasil belajar itu dapat membuahkan hasil evaluasi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

15

yang dapat dijadikan cermin sebagai bentuk keberhasilan pelaksanaan

pembelajaran yang dilaksanakan.

Berdasarkan pendapat para ahli yakni Rasyid dan Sudjana, serta pendapat

penulis dapat kita ketahui bahwa teori yang melandasi pengukuran hasil belajar

merupakan teori yang mempunyai peranan penting sebagai jawaban dari suatu

proses pembelajaran karena dari teori tentang pengukuran hasil belajar

ketercapaian akan peningkatan hasil belajar siswa akan dapat terlihat dan nampak

keberhasilannya. Kemampuan siswa dari segi kognitif maupun segi afektif dan

psikomotor akan dapat diketahui guru dengan teknik tes dan non tes yang

berfungsi sebagai balikan tolak ukur keberhasilan pembelajaran yang dilakukan

oleh guru kepada siswa. Keberhasilan pembelajaran akan terlihat dari hasil kerja

siswa yang terlihat dari serangkaian tes yang telah dikerjakan secara individu

maupun kelompok. Melalui adanya teori pengukuran hasil belajar sebagai

landasan dan pondasi yang kuat bahwa keberhasilan siswa dalam belajar itu tidak

serta merta keberhasilannya ditentukan dengan cara yang seadanya namun

memang sudah ada cara tersendiri yang terukur dan dapat dipertanggung

jawabkan dari pelaksanaanya. Sehingga pembelajaran akan lebih sempurna jika

dalam proses pembelajaran dan di akhir pembelajaran dilaksanakan kegiatan

evaluasi yang sesuai dengan materi yang telah disampaikan dalam bentuk tes hasil

belajar yang dapat digolongkan dalam jenis penilaian uraian misal tes soal uraian

terbatas maupun uraian bebas dan ada juga tes objektif dalam bentuk soal pilihan

ganda ditambah teknik non tes berupa observasi yang digunakan guru sebagai

acuan pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung sehingga diketahui

kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan

pembelajaran Think Pairs and Share.

Jenis tes uraian ataupun tes objektif sering digunakan guru untuk mengukur

kemampuan kognitif siswa. Jenis tes ini lebih mudah digunakan karena setiap soal

memiliki tingkat kesukaran yang berbeda dengan soal yang lainnya. Siswa

dituntut bisa memahami soal dengan benar, karena meski setiap soal sudah

tersedia jawaban yang tepat namun jika tidak menguasai materi dan soal siswa

akan kesulitan ketika menjawab pertanyaan. Tes objektif yang sering digunakan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

16

guru sering dibuat dalam bentuk soal pilihan ganda karena dapat memuat

pemahaman materi secara menyeluruh, tidak mempersulit siswa ketika menjawab

pertanyaan karena siswa hanya diminta memilih salah satu jawaban yang paling

tepat, memudahkan guru ketika mengoreksi jawaban siswa, jawaban juga sudah

jelas sesuai kunci jawaban yang telah dibuat oleh guru. Adanya kelebihan pada

jenis tes objektif dalam bentuk soal pilihan ganda maka guru harus pandai pula

dalam menyusun soal pilihan ganda supaya soal yang telah dibuat guru tidak

membingungkan siswa ketika menjawab, misal satu soal memiliki tingkat

pemahaman yang beragam atau pilihan jawaban mempunyai bobot yang sama.

Selain tes objektif dalam bentuk pilihan ganda siswa juga akan diberi soal

evaluasi dalam bentuk soal uraian terbatas sehingga dengan soal uraian terbatas

siswa akan terlihat kemampuan dalam menjelaskan suatu materi yang dipilih

untuk dijadikan soal oleh guru namun dalam menjawab soal siswa diberi batasan

ketika menulis jawaban sehingga siswa mencoba menuliskan hasil pemikirannya

yang tetap mengacu pada materi yang telah dijelaskan dengan begitu pemahaman

siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru akan tercermin dari

jawaban siswa dalam soal uraian terbatas yang telah diberikan. Jenis teknik non

tes juga digunakan dalam pengukuran hasil belajar, misalnya teknik non tes yang

digunakan dalam bentuk observasi atau pengamatan, guru harus membuat kisi-kisi

pertanyaan mengenai respon siswa ketika mengikuti pembelajaran. Dari hasil

pengamatan nantinya guru dapat mengetahui keadaan kelas selama proses

pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai acuan perbaikan persiapan

pembelajaran pada pertemuan selanjutnya supaya hasil belajar siswa meningkat.

Pembelajaran yang baik pastinya selalu menerapkan teori tentang pengukuran

hasil belajar disetiap akhir pembelajaran sebagai tolak ukur keberhasilan

pembelajaran yang sudah dilaksanakan sebagai refleksi guru dan siswa untuk

persiapan pembelajaran selanjutnya supaya lebih baik dari pembelajaran

sebelumnya sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

17

2.1.3 Pembelajaran Think Pairs and Share

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman. Belajar untuk

mencapai tujuan belajar. Suatu pembelajaran dikatakan aktif, inovatif, kreatif,

efektif dan menyenangkan tergantung dari pembelajaran yang dikelola guru.

Pembelajaran akan dikatakan efektif jika siswa memperoleh penglaman baru dan

erilakunya berubah menjadi kompetensi yang dikehendaki. Ada tujuh langkah

peningkatan pembelajaran yang efektif dumulai dari perencanaan, perumusan

berbagai tujuan, pemaparan perencanaan, penggunaan berbagai strategi,

penutupan proses pembelajaran dan evaluasi yang akan memberikan feed back

untuk perencanaan berikutnya.

Model pembelajaran Think-Pair- Share (TPS) dikembangkan oleh Frank

Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model

pembelajaran Think-Pair Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran

kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja

sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah

optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004). Think Pair Share (TPS) merupakan

suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang

siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk

didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share

(TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi

kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai

salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu

thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber

pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat

menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented). Model

pembelajaran Think-Pair Share (TPS) adalah salah satu model pembelajaran yang

memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi kepada

orang lain. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju

dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-Pair-Share (TPS) ini

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

18

memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk

dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Lie, 2004).

Arends (Komalasari, 2010: 84) mengemukakan bahwa: “Model

pembelajaran Think Pair and Share merupakan suatu cara yang efektif untuk

membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi

atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara

keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair and Share dapat

memberi murid lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling

membantu.” Bertitik tolak dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

ada tiga hal mendasar yang harus dilakukan dalam model pembelajaran Think

Pair and Share antara lain; berfikir ( thinking ), berpasangan ( pairing ), dan

berbagi ( share ). Alternatif proses belajar mengajar dengan model pembelajaran

Think Pair and Share merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang

untuk mempengaruhi pola interaksi murid. Hal ini dapat dilihat dalam langkah

langkah dalam model pembelajaran ini, yaitu murid melakukan diskusi dalam dua

tahap yaitu tahap diskusi dengan teman sebangkunya kemudian dilanjutkan

diskusi dengan keseluruhan kelas pada tahap berbagi (sharing).

2.1.3.1 Langkah-langkah Pembelajaran Think Pair and Share

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-

Share (TPS) adalah: (1) guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan

memberikan tugas kepada semua kelompok, (2) setiap siswa memikirkan dan

mengerjakan tugas tersebut sendiri, (3) siswa berpasangan dengan salah satu

rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, (4) kedua pasangan

bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk

membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004). Think-Pair-

Share (TPS) memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk member

siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu

sama lain. Sebagai contoh, guru baru saja menyajikan suatu topik atau siswa baru

saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk

memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut. Langkah-

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

19

langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) sederhana, namun penting

terutama dalam menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok. Dalam model

ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa

lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Tahap

utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) menurut Ibrahim (2000)

adalah sebagai berikut: Tahap 1 : Thingking (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran.

Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara

mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2 : Pairing (berpasangan)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa

yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota

pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan

mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau

paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

Tahap 3 : Sharing (berbagi)

Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh

kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam

seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela

bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi

pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk

melaporkan.

Tahapan-tahapan dalam pembelajaran think-pair-share sederhana, namun

penting terutama dalam menghindari kesalahan dalam kerja kelompok. Dalam

model ini guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan

siswa lain, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Adanya kegiatan berpikir-

berpasangan-berbagi dalam metode thinkpair-share memberi banyak keuntungan.

Siswa secara individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing

karena adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga

dapat meningkat. Menurut Nurhadi (2003: 65), akuntabilitas berkembang karena

setiap siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi

dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

20

anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa yang jarang atau bahkan tidak

pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberi ide atau jawaban kepada

pasangannya.

Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think-Pair-

Share (TPS) adalah:

Langkah ke 1 : Guru menyampaikan pertanyaan

Aktifitas : Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan

menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan

disampaikan. Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual

Aktifitas : Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan

jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat

dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikirannya

masing-masing.

Langkah ke 3 : Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing

dengan pasangan Aktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan

dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang

menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa

untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi

dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan

secara kelompok.

Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas

Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara

individual atau kelompok didepan kelas.

Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah

Aktifitas : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

2.1.3.2 Kelebihan Model Pembelajaran Think Pair and Share

Model Pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran

Kooperatif yang bias menjadi pilihan bagi Anda yang berprofesi sebagai Guru

ketika nantinya mengajar di dalam kelas. Semoga lewat model pembelajaran ini,

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

21

murid tidak lagi merasa bosan ketika belajar di dalam Kelas dan kompetensi dasar

yang diharapkan bisa tercapai

Fadholi (2009:1) mengemukakan 5 Kelebihan Model Pembelajaran Think

Pair and Share ( TPS ) sebagai berikut:

1. Memberi murid waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling

membantu satu sama lain

2. Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya

3. Murid lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam

kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang

4. Murid memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya

dengan seluruh murid sehingga ide yang ada menyebar

5. Memungkinkan murid untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung

memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh

kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan

Menurut Spencer Kagan (dalam Maesuri, 2002:37) manfaat Think Pair

and Share adalah:

1. Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan

tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat dalam

kegiatan Think Pair and Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan

mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa

mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan

kualitas jawaban mungkin menjadi lebih baik, dan

2. Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir

ketika menggunakan Think Pair and Share. Mereka dapat berkonsentrasi

mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan

pertanyaaan tingkat tinggi.

2.1.3.3 Kelemahan Model Pembelajaran Think Pair Share

Model Pembelajaran TPS merupakan salah saru model pembelajaran

kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan Koleganya di

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

22

Universitas Maryland. Model Pembelajaran ini bisa menjadi pilihan bagi Guru

kelas yang memiliki jumlah murid yang sedikit karena dalam penyusunan

kelompok nantinya membentuk pasangan berkelompok 2 orang saja.

Fadholi (2009: 1) mengemukakan 5 Kelemahan Atau Kekurangan Model

Pembelajaran Think Pair and Share ( TPS ) sebagai berikut:

1. Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok,

karena ada satu murid tidak mempunyai pasangan

2. Jika ada perselisihan,tidak ada penengah

3. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak

4. Menggantungkan pada pasangan

5. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan muridnya rendah.

Terdapat beberapa alasan mengapa perlu menggunakan Think Pair Share

diantaranya.

1. Think Pair Share membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses

yang telah tertentu sehingga membatasi kesempatan berfikirnya melantur dan

tingkah lakunya menyimpang karena mereka harus berfikir dan melaporkan

hasil pemikirannya ke mitranya (Jones,2002 dalam Susilo,2005).

2. Think Pair Share meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya

informasi yamg diingat siswa (Gunter, Ester dan Schwab,1999 dalam

Susilo,2005), dengan Think Pair Share siswa belajar dari satu sama lain dan

berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak mendebarkan hati sebelum

mengemukakan idenya ke dalam kelompok yang lebih besar. Rasa percaya diri

siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di

kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru, tidak seperti

biasanya hanya siswa siswa tertentu saja yang menjawab.

3. Think Pair Share meningkatkan lamanya “time on task” dalam kelas dan

kualitas kontribusi siswa dalam diskusi kelas.

4. Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial mereka. Dalam Think

Pair Share mereka juga merasakan (a) saling ketergantungan positif karena

mereka belajar dari satu sama lain, (b) menjunjung akuntabilitas individu

karena mau tidak mau mereka harus saling berbagi ide, dan wakil kelompok

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

23

harus berbagi ide pasangannya dan pasangan yang lain atau keseluruh kelas, (c)

punya kesempatan yang sama untuk berpartisipasi karena seyogyanya tidak

boleh ada siswa yang mencoba mendominasi dan (d) interaksi antar siswa

cukup tinggi karena akan terlibat secara aktif dalam sengaja berbicara atau

mendengarkan (Anonim, tanpa tahun)

2.1.4 Pengertian IPS

IPS merupakan konsep pembelajaran sosial dan mempunyai hubungan

yang sangat luas terkait dengan peristiwa kehidupan manusia. Pembelajaran IPS

berperan dalam proses pendidikan, kehidupan bermasyarakat dan nilai-nilai sosial.

IPS memiliki upaya membangun interaksi antar manusia yang memungkinkan

manusia memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan yang memadai

untuk berperan serta dalam kehidupan berdemokrasi.

Menurut Sapriya (2009:7) “istilah IPS di Indonesia mulai dikenal sejak

tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik dan secara formal

mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam kurikulum 1975. IPS

merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah,

ekonomi, dan geografi”.

Menurut Sa’dun (2010:77) “IPS merupakan mata pelajaran yang disusun

secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju

kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan

pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang

lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan”.

Menurut Nurhadi (2003:24) “IPS secara terminologi diambil dari istilah

social studies yang telah berkembang di Amerika Serikat dan Inggris. IPS

merupakan perwujudan dari pendekatan interdipliner dari beberapa konsep ilmu-

ilmu sosial yang dipsdukan dan disederhanakan untuk tujuan pengjaran di

sekolah”.

Menurut Somantri (2001:101) “IPS adalah suatu synthitic diciplineyang

berusaha untuk mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu

sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

24

Menurut Sriwiyana (2010:78) mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta

didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya;

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa

ingin tahu, inkuiri, memecahkan maslah, dan keterapilan dalam

kehidupan sosial;

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan;

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,

nasional, dan global.

Menurut Somantri (2001:199) “IPS bertujuan diantaranya untuk

membantu tumbuhnya berpikir ilmu sosial dan memahami konsep-konsepnya,

serta membantu tumbuhnya warga negara yang baik”. Selanjutnya Somantri

(2001:75) “Tujuan IPS bisa bervariasi mulai penekanan pada : (a) pendidikan

kewarganegaraan, (b) pemahaman dan penguasaan konsep-konsep ilmu-ilmu

sosial, (c) bahan dan masalah yang terjadi dalam masyarakat yang dikembangkan

secara reflektif”.

Pendapat tersebut senada dengan tujuan IPS menurut penjelasan pasal UU

37 No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas (2003:86) bahwa : “Bahan kajian ilmu

pengetahuan sosial, antara lain : ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan

sebagaimana dimaksudkan untuk mengembangkan analisis peserta didik terhadap

kondisi sosial masyarakat”.

Secara umum beberapa pendapat tentang tujuan IPS sebagaiman diuraikan

diatas sesuai denga tujuan pendidikan nasiaonal berdasarkan UU No. 20 tahun

2003 tentang Sisdiknas (2003:11) yaitu : ”Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

25

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.

2.1.4.1 Pembelajaran IPS di SD

Untuk jenjang SD, pengorganisasian materi mata pelajaran IPS menganut

pendekatan terpadu (integrated), artinya materi pelajaran dikembangkan dan

disusun tidak mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah melainkan mengacu pada

aspek kehidupan nyata peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat

perkembangan berpikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilakunya. IPS mengkaji

seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu

sosial.

Pelajaran IPS di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia

antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963)

berada pada tingkatan kongkret operasional. Merekam memandang dunia dalam

keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang adalah sekarang

(kongkret), dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak). Padahal,

bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-

konsep seperti waktu, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan,

permintaan, atau kelangkaan adlah konsep-konsep abstrak yang dalam program

studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.

Arah pembelajaran IPS ini dilatar belakangi oleh pertimbangan bahwa

masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena

kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh

karena itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,

pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam

memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang Waluyo, dengan judul

Peningkatan Kerja Sama Melalui Model Pembelajaran Think Pairs and Share

pada siswa kelas X SMK Negeri 1 Sragen menyimpulkan bahwa dengan

menggunakan model ini dapat meningkatkan kerja sama pada siswa. Hal ini dapat

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

26

dilihat dari peningkatan prosentase ketuntasan belajar siswa pada pra tindakan

hanya sebesar 12,9% pada siklus I pertemuan I sebesar 28% pada siklus I

pertemuan II sebesar 59% dan pada siklus I pertemuan III meningkat menjadi

87%. Sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan terdapat persamaan dan

perbedaan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Bambang Waluyo, SMK

Negeri 1 Sragen dengan judul Peningkatan Kerja Sama Melalui Model

Pembelajaran Think Pairs and Share pada siswa kelas X SMK Negeri 1 Sragen.

Adapun letak persamaannya tedapat pada kenaikan prosentase ketuntasan belajar

siswa pada setiap pertemuan. Sedangkan perbedaannya terdapat pada jumlah

prosentase ketuntasan siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam meningkatkan kerja sama siswa, adanya variasi model pembelajran

dan pemanfaatan media sangat berpengaruh dalam proses bejalar-mengajar. Oleh

karena itu dimungkinkan guru sedikit bervariasi dengan menggunakan metode

diskusi dalam pembelajarannya. Diupayakan dalam diskusi akan terjadi interaksi

dan akan memperlihatkan kerja sama siswa dalam menyelasaikan masalah yang

sedang mereka hadapi.

Tabel. 1Kerangka Berpikir

Kondisi awal Hasil• Siswa kelas 5 SDN Sumogawe 01

Kecamatan Getasan Kabupaten

Semarang kurang memahami dan

menguasai konsep pelajaran IPS yang

disajikan.dan kerjasama siswa pada

mata pelajaran IPS masih rendah

• Siswa kurang memahami

dan menguasai konsep

pelajaran IPS yang

disajikan.dan kerjasama

siswa pada mata

pelajaran IPS masih

rendah

Siklus 1

• Tahap perencanaan

Peningkatan kerjasama siswa

kelas 5 SDN Sumogawe 01pada

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

27

- Mengidentifikasi masalah

- Merencanakan tindakan

- Merencanakan perangkat

pembelajaran

- Mengembangkan bahan ajar

- Mengembangkan media dan alat

pembelajaran

- Membuat lembar pengamatan

• Tahap pelaksanaan tindakan

- Mengajukan pertanyaan atau masalah

yang dikaitkan dengan pelajaran

- Meminta siswa menggunakan waktu

beberapa menit untuk berpikir

- Meminta siswa berpasangan untuk

berdiskusi

- Meminta pasangan-pasangan untuk

berbagi

• Tahap observasi

- Mengamati kegiatan belajar mengajar

• Tahap refleksi

- Mengkaji proses pembelajaran

Mata Pelajaran IPS

Siklus II

• Tahap perencanaan

- Memecahkan masalah yang dihadapi

pada siklus I

- Membuat perencanaan pembelajaran

• Tahap pelaksanaan

- Melaksanakan rencana yang telah

disusun

• Tahap observasi

Peningkatan hasil belajar siswa

kelas 5 SDN Sumogawe 01pada

Mata Pelajaran IPS

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kerjasamarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8064/2/T1_292010258_BAB II.pdf · atau lebih untuk mendapatkan tujuan ... melaksanakan

28

- Mengamati kegiatan belajar mengajar

• Tahap refleksi

- Menarik kesimpulan

- Mengetahui peningkatan yang terjadi

Pelaksanaan dari pembelajaran TPS ini dengan memaksimalkan pemikiran

siswa dalam berpasangan untuk menjawab karakteristik gaya belajar siswa yang

beragam karena selama ini guru hanya mengandalkan metode ceramah dalam

penyampaian materi dan ini berakibat siswa kesulitan memahami materi yang

disampaikan.Pelaksanaan pembelajaran TPS dengan pemanfaatan pemikiran

siswa (think), siswa berdiskusi berpasangan dengan teman sebangku (pairs) dan

presentasi atau berbagi hasil pembelajaran (share). Meskipun pelaksanaan

pembelajaran selalu mengkolaborasikan ketiga gaya belajar namun setiap siswa

pasti cenderung memiliki satu ciri gaya belajar. Berdasarkan kelebihan

pembelajaran TPS yang sesuai dengan pokok permasalahan hasil belajar IPS pada

kelas 5 di SD Negeri Sumogawe 01 diharapkan penerapan pembelajaran TPS

pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas 5 SD

Negeri Negeri Sumogawe 01 semester II tahun pelajaran 2013/2014.

2.4 Hipotesa Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka hipotesa

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Model pembelajaran Think Pairs and Share diduga dapat meningkatkan

kerja sama siswa kelas 5 SDN Sumogawe 01 Kecamatan Getasan Kabupaten

Semarang dalam pembelajaran IPS. Karena model pembelajaran ini membuat

siswa aktif dalam setiap pembelajaran yang dilalui.

Model pembelajaran Think Pairs and Share meningkatkan hasil belajar

siswa kelas 5 pada mata pelajaran IPS karena siswa dituntut untuk berpikir dengan

teman sebangkunya yang selanjutnya dibagikan keseluruh kelas yang di dalamnya

terjadi pelatihan-pelatihan yang memungkinkan mereka berinteraksi dan

menjadikan rasa solid.