BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar IPA
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimilki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses
pembelajaran proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi
kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar
melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru menyusun dan
membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas
maupun individu.
Iskandara (2001:12) menarik kesimpulan bahwa hasil belajar IPA berupa
fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA
penting bagi kemajuan hidup bersama manusia. Cara kerja memperoleh itu
disebut proses IPA, dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara
berfikir.
Menurut Srini M. Iskandar (2001:2) “IPA adalah ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam”. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis
untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses
penemuan dan memiliki sikap ilmiah (Depdiknas, 2004:6).
Beberapa pendendapat menggambarakan bahwa hasil belajar IPA
merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam
bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Hasil belajar juga
7
diartikan sebagai tingakat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.
2.1.2 Pembalajaran IPA
Sutiyono (2004:2) menyimpulkan pembalajaran adalah upaya menciptakan
iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuahan
siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa seta
antara siswa dengan siswa.
Pembalajaran IPA dikembangkan berdasarkan persoalan atau tema untuk
dapat dikaji dari aspek kemampuan siswa yang mencakup aspek
mengkomunikasikan konsep secara ilmiah, aspek pengembangan dasar dan
penegembangan kesadaran dalam konteks ekonomi social.
IPA merupakan ilmu yang mempelajari hasil kegiatan manusia berupa
pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang
diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain
“penyelidikan, penyusunan dan pengajuan gagasan-gagasan”.
Proses pembelajaran IPA di SD mempunyai fungsi dan pengaruh yang
sangat besar dalam membangun kontruksi kognitif dan psikomotorik siswa. Siswa
di SD pada umumnya banyak mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran
bidang studi IPA.
Kenyataan tersebut diatas pada umumnya seringkali dilatar belakangi oleh
rendahnya motivasi belajar siswa untuk bidang studi IPA. Apabila permasalahan
ini tidak segera diambil tindakan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan
erat yaitu guru maka niscaya siswa akan menemui kesukaran dalam mengikuti
proses pembelajaran IPA.
Menurut Musno (2004:04) secara prinsip pengajaran sains merupakan
mata pelajaran yang sangat penting dan perlu sekali dikuasai oleh siswa karena
berhubungan yang sangat penting dan perlu sekali dikuasai oleh siswa karena
berhubungan langsung dengan salah satu aspek kecerdasan individu dalam
pengertian yang luas.
8
Sejalan dengan kerangka berfikir seperti di atas, guru hendaknya mampu
secara reflektif memberikan penyadaran kepada siswa bahwa pada dasarnya
bidang studi IPA yang dalam proses pembelajarannya dengan angka-angka
sebagai obyek pembelajarannya tidaklah jaih beda dengan bidang studi dan
disiplin ilmu lain.
Hakikat IPA ada tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan
pengembangan sikap. Produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, teori, hukum,
sedangkan proses IPA merupakan proses yang dilakukan oleh para ahli dalam
menemukan produk IPA. Proses IPA di dalamnya terkandung cara kerja dan cara
berpikir. Sikap yang dikembangkan dalam pembelajaran IPA adalah sikap ilmiah
yang antara lain terdiri atas obyektif, berhati terbuka, tidak mencampur adukkan
fakta dan pendapat, bersifat hati-hati dan ingin tahu. Proses pembelajaran IPA
harus mengacu pada hakikat IPA baik IPA sebagai produk, proses, dan
pengembangan sikap.
Di samping itu, menurut permen 22 tahun 2005 menyatakan bahwa
pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari
diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
Hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
9
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran IPA SD di
samping untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, juga
mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan. Tujuan tersebut dicapai dengan
cara mengajarkan IPA yang mengacu pada hakikat IPA dan menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa.
Pembelajaran IPA harus berpusat pada siswa serta memberi kesempatan pada
siswa untuk mengembangkan ide atau gagasan, mendiskusikan ide atau gagasan
dengan siswa lain serta membandingkan ide mereka dengan konsep ilmiah dan
hasil pengamatan atau percobaan untuk merekontruksi ide atau gagasan yang
akhirnya siswa menemukan sendiri apa yang dipelajari.
2.1.3 Pengertian Pendekatan Scientific
Menurut Iskandar (2008: 16) pendekatan scientific (ilmiah) adalah suatu
proses penyelidikan secara sistematik yang terdiri atas bagian bagian yang saling
bergantung (interdependent), ini adalah metode yang berkembang dan berhasil
dalam memahami pendidikan kita yang semakin rumit.
Secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau
mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan
pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau
nilai-nilai non ilmiah. Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata
berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal
berpikir kritis. Perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi
siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis
10
proses dan output). Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan
penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan
hasil belajar secara utuh (Permen No.65 Tahun 2013).
Pembelajaran merupakan proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran (Kemdikbud,
2013). Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam
pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran
deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum
untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif
memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan
secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti
spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya
menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
merumuskan simpulan umum.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau
gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan
pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method
of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi,
empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu,
metode ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui
observasi dan ekperimen, kemudian memformulasi dan menguji hipotesis.
Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan
ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran,
penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan
demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai,
prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika
memenuhi kriteria seperti berikut ini (Kemendikbud, 2013):
1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang
dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-
11
kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru - peserta
didik terbebas dari prasangka yang serta - merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis,
dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau
materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan,
dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
substansi atau materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik
sistem penyajiannya.
Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia
menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi lima, yaitu:
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan atu
membentuk jejaring (Kemendikbud, 2013). Langkah-langkah pendekatan
scientific pembelajaran dijelaskan di bawah ini:
1. Mengamati, Aktivitas mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Aktivitas ini memiliki keunggulan
tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang
dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
2. Menanya, Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk
meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia
membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.
12
3. Menalar, Istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada
kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori
belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Menalar secara induktif adalah
proses penarikan simpulan dari kasus- kasus yang bersifat nyata secara
individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan
menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau
pengalaman empirik. Menalar secara deduktif merupakan cara menalar
dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang
bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus.
4. Mencoba, Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta
didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau
substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran Matematika, misalnya peserta
didik harus memahami konsep-konsep IPAdan kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk
mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu
menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
5. Membentuk jejaring, Membentuk jejaring akan mempertajam daya nalar
peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut
mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya
hubungan sebab-akibat.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pendekatan scientific dalam
proses belajar mengajar siswa dapat menemukan sendiri konsepnya sendiri
melalui secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran Examples Non Examples
Model Examples Non Examples merupakan salah satu pendekatan Group
investigation dalam pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa dan meningkatkan perolehan hasil akademik. Tipe
pembelajaran ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap model pembelajaran
13
kelas tradisional dan menghendaki siswa saling membantu dalam kelompok kecil
dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada individu.(Muslimin
Ibrahin, 2000 : 3)
Pembelajaran Examples Non Examples adalah salah satu contoh model
pembelajaran yang menggunakan media. Media dalam pembelajaran merupakan
sumber yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Manfaat media ini adalah
untuk guru membantu dalam proses mengajar, mendekati situasi dengan keadaan
yang sesungguhnya. Dengan media diharapkan proses belajar dan mengajar lebih
komunikatif dan menarik.
Model Pembelajaran Examples Non Examples atau juga biasa di sebut
Examples And Non-Examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan
gambar sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan
dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk
diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar.
Salah satu proses belajar mengajar adalah gambar. Media gambar
merupakan salah satu alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang
dapat membantu mendorong siswa lebih melatih diri dalam mengembangkan pola
pikirnya. Dengan menerapkan media gambar diharapkan dalam pembelajaran
dapat bermanfaat secara fungsional bagi semua siswa. Sehingga dalam kegiatan
pembelajaran siswa diharapkan akan aktif termotivasi untuk belajar.
Menurut Rochyandi, Yadi (2004:11) model pembelajaran kooperatif tipe
example non example adalah:
“Tipe pembelajaran yang mengaktifkan siswa dengan cara guru menempelkan
contoh gambar-gambar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan gambar
lain yang relevan dengan tujuan pembelajaran, kemudian siswa disuruh untuk
menganalisisnya dan mendiskusikan hasil analisisnya sehingga siswa dapat
membuat konsep yang esensial.”
Gambar juga mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar,
yakni untuk mempermudah dan membantu siswa dalam membangkitkan
imajinasinya dalam belajar. Selain itu dengan mengggunakan gambar siswa dapat
melatih mencari dan memilih urutan yang logis sesuai dengan materi yang
14
diajarkan. Dengan demikian dalam Model Pembelajaran Examples Non
Examples tercakup teori belajar konstruktivisme.
Teori konstruktivisme ini menyatakan siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan segala sesuatu
untuk dirinya, berusahadengan susah payah dengan ide-ide (Slavin
dalam Nur dan Wikandari,2002: 8).
Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di
dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan
memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide
mereka sendiri. Dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga
yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa
sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Nur dan Wikandari, 2002 : 8).
Examples non Examples merupakan model pembelajaran dengan
mempersiapkan gambar, diagram atau table sesuai materi bahan ajar dan
kompetensi. Sajian gambar ditempel atau memakai OHP, dengan petunjuk guru
siswa mencermati gambar, lalu diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi,
persentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, evaluasi, dan refleksi
(Suyatno, 2009 : 73)
Model Pembelajaran Example Non Examples menggunakan gambar dapat
melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar
yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang
berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples ini lebih
menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di
kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan
aspek psikologis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti ;
15
kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan
kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya.
Selanjutnya Slavin dan Chotimah (2007 : 1) dijelaskan bahwa examples
non examples adalah model pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh.
Contoh-contoh dapat diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan
Kompetensi Dasar.
Konsep model pembelajaran ini pada umumnya dipelajari melalui dua
cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan
dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example Non
Examplesadalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep.
Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan
menggunakan 2 hal yang terdiri dari Example dan non-Examples dari suatu
definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya
sesuai dengan konsep yang ada. Example memberikan gambaran akan sesuatu
yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non-
Examplesmemberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu
materi yang sedang dibahas. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap
example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju
pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada. (Hamzah, 2005:113).
Example Non Example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi
konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi
definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa
terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa
untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
Berdasarkan uraian di atas, maka menyiapkan pengalaman dengan contoh
dan non-contoh akan membantu siswa untuk membangun makna yang kaya dan
lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce and Weil (Suratno, 2009:1)
telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan
metode Example Non example, sebagai berikut:
a. Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang
menjelaskan beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari konsep
16
baru. Menya- jikan itu dalam satu waktu dan meminta siswa untuk
memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama
siswa memikirkan tentang tiap Examplesdan non-Examples tersebut,
tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu berbeda.
b. Menyiapkan Examples dan non Examples tambahan, mengenai konsep yang
lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah
dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru.
c. Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan
konsep Examples dan non-Examples mereka. Setelah itu meminta tiap
pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara
klasikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik.
d. Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan
konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah
didapat dari Examples danNon-Examples.
Berdasarkan hal di atas, maka penggunaan metode example non example
pada prinsipnya adalah upaya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk menemukan konsep pelajarannya sendiri melalui kegiatan
mendeskripsikan pemberian contoh dan bukan contoh terhadap materi yang
sedang dipelajari.
Pengertian model pembelajaran examples non examples menurut peneliti
adalah suatu pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan menghadirkan
contoh congkrit yang berupa gambar-gambar dari suatu materi dengan lebih jelas
dan mudah dipahami dan akan membuat siswa tidak menjadi jenuh atau bosan
dalam mengikuti pelajaran.
17
2.1.5 Keuntungan Model Pembelajaran Examples Non Examples Menurut
Para Ahli
Menurut Buehl (Depdiknas, 2007:219) mengemukakan keuntungan
metode example non example antara lain:
a. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk
memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam, kompleks
sehingga dapat menngkatkan hasil belajar siswa.
b. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong
mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari
example dan non example.
c. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari
suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang
dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu
karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
Berdasarkan penjelasan para ahli tentang keuntungan model pembelajaran
examples non examples, dapat disimpulkan bahwa pada intinya sama yaitu
bermula dari suatu definisi kemudian digunakan untuk memperluas sebuah
konsep dan pemahaman dari suatu materi pembelajaran dengan lebih mendalam
dan lebih komplek.
Siswa terlibat langsung dalam menemukan sesuatu dari examples non
example siswa dapat membangun konsep secara progresif dari examples non
examples. Siswa dapat mengeksplorasi seluas-luasnya dari suatu konsep dengan
mempertimbangkan dari contoh dan bukan dari contoh suatu materi yang
dijelaskan.
Menurut peneliti keuntungan model pembelajaran examples non examples
adalah:
1. Siswa terlibat langsung dalam kegiatan untuk menemukan suatu konsep secara
langsung dari hasil analisis siswa.
2. Siswa akan lebih berfikir kristis terhadap suatu pokok permasalahan yang
dihadapi.
18
3. Siswa dapat memahami materi dengan lebih jelas dengan menampilkan
contoh-contoh yang lebih kongkrit dengan visualisasi gambar.
4. Siswa dapat diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya di depan
kelas.
2.1.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Examples Non Examples
Langakah-langkah model pembelajaran examples non examples Menurut
(Agus Suprijono, 2009 : 125) Langkah – langkah model pembelajaran examples
non examples diantaranya :
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Gambar yang digunakan tentunya merupakan gambar yang relevan dengan
materi yang dibahas sesuai dengan Kompetensi Dasar.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui LCD atau
OHP, jika ada dapat pula menggunakan proyektor. Pada tahapan ini guru juga
dapat meminta bantuan siswa untuk mempersiapkan gambar yang telah dibuat
dan sekaligus pembentukan kelompok siswa.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisis gambar. Biarkan siswa melihat dan menelaah
gambar yang disajikan secara seksama, agar detil gambar dapat difahami oleh
siswa. Selain itu, guru juga memberikan deskripsi jelas tentang gambar yang
sedang diamati siswa.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar
tersebut dicatat pada kertas. Kertas yang digunakan akan lebih baik jika
disediakan oleh guru.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. Siswa dilatih
untuk menjelaskan hasil diskusi mereka melalui perwakilan kelompok masing-
masing.
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai
tujuan yang ingin dicapai. Setelah memahami hasil dari analisa yang dilakukan
siswa, maka guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai.
19
7. Guru dan siswa menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan pembelajaran
Modifikasi langkah-langkah model pembelajaran Examples Non
Examples.
1. Guru menulis topik pembelajaran
2. Guru menulis tujuan pembelajaran
3. Guru membagi siswa dalam kelompok (masing-masing kelompok
beranggotakan 6-7 orang)
4. Guru menempelkan gambar di papan tulis atau menayangkannya melalui LCD
atau OHP
5. Guru meminta kepada masing-masing kelompok untuk membuat rangkuman
tentang macam-macam gambar yang ditunjukkan oleh guru melalui LCD
6. Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil rangkumannya,
sementara kelompok lain sebagai penyangga dan penanya.
7. Siswa melakukan diskusi
8. Guru memberikan penguatan pada hasil diskusi.
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model examples
non examples menurut peneliti yaitu sebagai berikut:
1. Siswa memperhatian guru member apersepsi.
2. Siswa memperhatikan guru menyampaiakan materi pokok dan
memyampaikan tujuan pembelajaran yang akan di capai.
3. Siswa memperhatikan guru menyampaiakan gambar-gambar dan
menempelkan di papan tulis.
4. Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk menganalisis gambar.
5. Siswa memperhatikan guru menjelaskan gambar yang belum dipahami.
6. Siswa memperhatikan guru membagi kelompok menjadi 2-3 siswa dalam satu
kelompok untuk mendiskusikan gambar yang sudah dibagikan serta mencatat
hasil kerja pada kertas.
7. Siswa memperhatikan guru menyampaikan cara melakukan diskusi.
8. Perwakilan kelompok membacakan dan menulis hasil diskusi kelompoknya.
9. Siswa dan guru membahas hasil diskusi dari masing-masing kelompok.
10. Siswa yang aktif diberi motivasi oleh guru agar lebih aktif dalam belajar.
20
11. Siswa yang pasif diberi semangat agar berlomba untuk aktif dalam belajar.
12. Siswa diberikan kesempatan bertanya mengenai materi pelajaran yang belum
dipahami
13. Kesimpulan.
14. Refleksi.
Jadi kesimpulan dari langkah-langkah penggunaan model pembelajaran
examples non examples dalam pembelajaran materi IPA yang di pelajari adalah
melakukan penjelasan materi dari hasil analisis dan diskusi kelompok siswa
terhadap suatu materi dengan menggunakan media gambar dan guru menjelaskan
materi dari hasil analisis siswa. Sehingga siswa juaga dapat memahami suatu
konsep dalam pembelajaran dengan mudah yaitu menganalisa dengan
menggunakan gambar-gambar yang relevan dari suatu meteri yang dipelajarinya.
2.1.6 Hasil Belajar
Menurut Suprijono (2011: 5), “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi dan keterampilan.”
Merujuk pemikiran Gagne (Suprijono, 2011: 5) hasil belajar berupa:
a. Informasi verbal
b. Keterampilan intektual
c. Strategi kognitif
d. Keterampilan motorik
e. Sikap
Menurut Bloom (Suprijono, 2011: 6), “hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif meliputi:
knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), application
(penerapan), analysis (analisis), synthesis (mengorganisasikan), dan evaluation
(menilai). Domain afektif meliputi : receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), dan
characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi Initiatory, Pre-
routine, dan Rountinized.”
21
Menurut Sudjana (2009: 22), “hasil belajar adalah kemampuan –
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.”
Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom secara garis besar
membagi menjadi 3 ranah yakni:
1. Ranah kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu:
pengetahuan (knowledge), pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi atau karakteristik
nilai.
3. Ranah Psikomotoris
Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada
enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan
dasar, kemampuan perseptual, kemampuan di bidang fisik, gerakan-gerakan
skill, gerakan ekspresif dan interpretatif.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek kompetensi kemanusiaan saja. Hasil belajar yang diharapkan
dicapai siswa pada ranah kognitif yaitu siswa dapat mengetahui atau menyebutkan
konsep dari menghitung luas dan menggunakannya dalam masalah yang berkaitan
dengan luas trapesium dan layang-layang. Pada ranah afektif yaitu siswa dapat
mengembangkan karakter yang diharapkan (tekun, kerjasama, dan tanggung
jawab), siswa juga dapat berpikir kreatif dan berlatih berkomunikasi. Pada ranah
psikomotor yaitu siswa mampu menggunakan alat peraga dan memecahkan
aktivitas pemecahan masalah menggunakan alat peraga.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pola –
pola perbuatan atau kemampuan siswa (kognitif, afektif dan psikomotor) yang
dimiliki setelah menerima pengalaman belajar. Untuk memperoleh hasil belajar
siswa, maka dilaksanakan evaluasi atau penilaian untuk mengukur sejauh mana
22
siswa memahami atau menguasai materi sedangkan untuk melaksanakan evaluasi
atau penilaian tidak hanya menilai konsep atau materi tetapi bakat yang dimiliki
pun dan keterampilan motorik harus dinilai.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan
Azhar, 2014; Penerapan Pendekatan Scientific dengan Media Realia Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Blotongan 03
Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilaksanakan di SD Negeri Blotongan 03 Salatiga maka
dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan scientific dan media realia dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika Kelas V. Pada
pra siklus skor rata-rata kelas sebesar 55, siklus I meningkat menjadi 71, dan pada
siklus II meningkat menjadi 80. Adapun ketuntasan belajar klsikal pada kondisi
pra siklus 41%, pada siklus I meningkat menjadi 81%, dan pada siklus II menjadi
93%. Skor minimal pada kondisi pra siklus sebesar 30, pada siklus I menjdi 50,
dan pada siklus II meningkat menjadi 56. Sedangkan skor maksimal pada kondisi
pra siklus 87, siklus I menjadi 95, dan pada siklus II meningkat menjadi 100.
Adi Kusuma, Sofyan, 2011; Pengaruh penggunaan model examples non
examples terhadap hasil belajar IPS siswa kelas III SDN Blotongan 03 Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga Semester II tahun pelajaran 2010/2011. Program Studi S1
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Dari hasil penelitian menunjukan
bahwa nialai rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen yaitu 79.75 lebih
tingg dibandingkan dengan nilai rata-rata hasil belajar control yaitu 67.63. dari
hasil uji hipotesis yang dilakukan diperoleh niali sig. 0,000 maka Ho ditolak dan
H1 diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil belajar IPS siswa kelas III SD Negeri Blotogan dengan
menggunakan model pembelajaran examples non examples dengan hasil belajar
23
IPS siswa kelas III Negeri Blotongan 03 dengan pembelajaran ceramah, maka
treatment yang diberikan dapat berpengaruh signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan diatas, penggunaan
pendekatan scientific dengan model pembelajaran Examples Non Examples pada
dasarnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala. Hal itu
menunjukan adanya peubahan pada hasil belajar sisiwa dan tingkat ketuntasan
belajar siswa yang menyajikan materi pelajaran oleh guru menggunakan model
pembelajaran examples non examples, oleh karena itu peneliti akan melakukan
penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan scientific dengan
model examples non examples dalam penelitian tindakan kelas yang akan
dilakukan oleh peneliti tepatnya di SD Negeri 2 Danyang Kecamatan Purwodadi
Kabupaten Grobogan.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar,
dapat menghambat kemampuan belajar IPA siswa dalam pemecahan masalah,
sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu model pembelajaran untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Kurikulum 2013 menghendaki
situasi belajar yang alamiah, yaitu siswa belajar dengan cara mengalami dan
menemukan sendiri pengalaman belajarnya. Ketika siswa belajar IPA, maka yang
dipelajari adalah penerapan IPA yang dekat dengan kehidupan siswa. Situasi
pembelajaran sebaiknya dapat menyajikan fenomena dunia nyata, masalah yang
autentik dan bermakna yang dapat menantang siswa untuk memecahkannya. Salah
satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran
Examples Non Examples. Pendekatan ini membutuhkan peningkatan peran guru
untuk lebih memotivasi siswa sehingga diharapkan pendekatan Sientific dengan
model pembelajaran Examples Non Examples dapat digunakan sebagai usaha
perbaikan atau sebuah tindakan untuk mengatasi permasalahan rendahnya hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
24
Gambar 1 Kerangka Pikir
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI
AKHIR
GURU :
Belum menerapkan
pembelajaran melalui
pendekatan Scientific
dengan model Examples
Non Examples
SISWA :
Hasil
belajar IPA
rendah
masih di
bawah
KKM
Menerapkan
Pembelajaran melalui
pendekatan Scientific
dengan model Examples
Non Examples
SIKLUS I :
Pembelajaran melalui
pendekatan Scientific
dengan model Examples
Non Examples
SIKLUS II :
Pembelajaran melalui
pendekatan Scientific
dengan model Examples
Non Examples
Diduga melalui pendekatan
Sientific dengan model Examples
Non Examples dapat
meningkatkan hasil belajar IPA
siswa kelas V SD Negeri 2
Danyang
Semester 1 Tahun Pelajaran
2014/2015
25
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka dapat di
rumuskan hipotesis tindakan kelas melalui penggunaan pendekatan scientific
dengan model pembelajaran examples non examples diduga dapat meningkatkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 2 Danyang Kecamatan
Purwodadi Kabupaten Grobogan semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.