BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.1...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.1...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.1 Pengertian IPA
Menurut Jujun Suriasumantri, (1986:199) dalam (Trianto, 2012:136),
menjelaskan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa inggris ‘science’. Kata
‘science’ berasal dari bahasa latin ‘scientia’ yang berarti saya tau. ‘Science’ terdiri
dari social science (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (Ilmu Pengetahuan
Alam). Pada perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang
berarti Ilmu Pengetahuan Alam”.
H.W Fowel dalam (Trianto, 2012), IPA adalah pengetahuan yang sistematis
dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan
terutama atas pengamatan dan dedukasi.
Wahyana menjelaskan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaanya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam (dalam Trianto, 2012). Perkembangan-perkembagan yang terjadi
tidah hanya berupa fakta yang sudah ada, melainkan pula adanya serangkaian
kegiatan ilmiah yang dilakukan untuk memperoleh temuan-temuan baru melalui
kegiatan eksperimen serta kegiatan investigasi lainya.
2.1.2 Hakikat IPA
Trianto, (2012:137) menjelaskan pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar
produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. jadi disimpulkan bahwa IPA pada
hakikatnya adannya temuan-temuan yang bersifat ilmiah. Selain sebagai proses dan
produk, Daud Joesoef (dalam Marsetio Donoseoetro, 1990:7), pernah menganjurkan
agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok atau suatu
institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun inspirasi.
9
Menurut Laksmi Prihantoro dkk. (1986), dalam (Trianto, 2012:137),
mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi.
Produk yang dihasikan merupakan hasil dari sebuah proses pengaplikasian kegiatan
ilmiah.
2.1.3 Prinsip Pembelajaran IPA
Menurut Jhon S. Richarson (1957) menjelaskan bahwa ada tujuh prinsip
dalam proses belajar mengajar IPA dapat berhasil, prinsip tersebut adalah keterlibatan
siswa secara aktif, berkesinambungan, motivasi, multi saluran, penemuan, totalitas,
dan perbedaan individual. Berdasarkan tujuh prinsip tersebut diperjelas sebagai
berikut:
1. Prinsip keterlibatan siswa secara aktif
Menurut teori belajar kognitif, belajar menunjukan adanya jiwa yang
sangat aktif, jiwa yang mengolah informasi yang kita terima, tidak
sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi.
2. Prinsip berkesinambungan
Seorang guru hendaknya mengetahui apa yang telah diketahui siswanya,
sebab pengetahuan dasar siswa akan dijadikan jembatan untuk member
mereka pengetahuan yang baru. Dalam penyempurnaan prinsip ini, data
minat siswa baik individu maupun secara berkelompok dapat menjadi
modal dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dalam proses
pembelajaran.
3. Prinsip motivasi
Motivasi dalam pembelajaran IPA dapat diartikan sebagai dorongan
untuk belajar IPA dorongan itu dapat bersumber dari kebutuhan
fisiologis, rasa aman, rasa cipta, rasa cinta, pengakuan atas
kemampuannya untuk melakukan sesuatu, dan termasuk kemampuan
untuk berhasil dalam cita-citanya.
4. Prinsip multi saluran/metode
Didasari bahwa daya serap siswa berbeda-beda, demikian juga jenis
metode pembelajaran yang disenangi juga berbeda. Tugas guru adalah
mengorganisasi belajar sedemikian rupa sehingga siswa tidak merasa
bosan dan dapat menangkap materi pelajaran yang diberikan.
10
5. Prinsip penemuan
Prinsip ini diterapkan dalam pembelajaran IPA karena pada dsarnya
anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, sedangkan alam sekitar penuh
dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang siswa ingin tahu
lebih banyak. Masnur Muslichah, dalam Istiqomah, Lailatul (2009:32),
berpendapat bahwa penemuan diawali dari pengamatan terhadap
fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan bermakna untuk menghasilkan
temuan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat
fakta, tetapi hasil penemuan sendiri dari fakta yang dihadapinya.
6. Prinsip totalitas
Prinsip totalitas bertolak dari paham bahwa siswa belajar dengan
segenap kemampuan yang ia miliki sebagai makhluk hidup, yaitu panca
inderanya, perasaan dan pikirannya. Dalam proses belajar siswa tidak
hanya bergantung pada materi yang diajarkan, tetapi semua faktor-faktor
atau kondisi yang berbeda disekitannya turut menjadi penentu akan
keberhasilan belajar yang dilakukan.
7. Prinsip perbedaan individu
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri, yang berbeda-beda
satu dengan yang lain. Karena hal inilah setiap siswa belajar menurut
kecepatannya sendiri dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi
kecepatan belajar. Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa yang
lain akan membantu siswa menentukan cara belajar dan sasaran belajar
bagi dirinya sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaan individual, bagi
siswa diantaranya adalah menentukan tempat duduk dikelas, dan
menyusun jadwal pelajaran.
2.1.4 Tujuan Pembelajaran IPA
Menurut Barnel (1998:3) dalam Wibowo (2012) menyebutkan tujuan
pembelajaran IPA agar peserta didik memiliki berbagai kemampuan-kemampuan
sebagai berikut:
1. memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptan-Nya.
2. Mengembangkan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di
terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang Saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, mencegah masalah dan membuat keputusan.
11
2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni, (2011:15-27) dalam buku Pembelajaran Kooperatif
Meningkatkan Kecerdasan komunikasi Antar Peserta Didik, terdapat beberapa ahli
mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Sunal dan Hans, 2000 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang
khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peseta didik agar
bekerja sama selama proses pembelajaran.
2. Menurut Anita Lie, 2000 menyebut pembelajaran kooperatif dengan
istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja dengan siswa
lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
3. Menurut Davidson dan Warsham, 2003 pembelajaran kooperatif adalah
kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa
belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar
yang berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman
kelompok .
Menanggapi pendapat ahli tersebut daiatas tentang pembelajaran kooperatif,
bahwa model pembelajaran tersebut dirancang oleh guru dalam kegiatan kelompok
untuk mencapai pengalaman belajar yang sudah ditentukan. Model pembelajaran
kooperatif juga dapat dikatakan sebagai wahana belajar berdemokrasi, tiap individu
dituntut untuk menuangkan ide-ide hingga melakukan tindakan yang mengarahkan
pada kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
2.2.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni, (2011:27) ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu: 1) setiap
anggota memiliki peran, 2) terjadi interaksi langsung di antara siswa, 3) setiap
anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman
sekelompoknya, 4) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan 5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan .
12
2.2.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
2.2.4.1 Pengertian Group Investigation
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata “Investigasi” adalah
penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan
dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang
peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat, dan sebagainya); penyidikan.
Menurut Isjoni (2011:87) menjelaskan bahwa Group Investigation merupakan
model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip
belajar kooperatif dengan dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan
prinsip pembelajaran demokrasi. Kegiatan belajar akan lebih bermakna dengan
memadukan pengalaman demi pengalaman berdasarkan temuan-temuan yang baru
dilakukan secara bersama-sama dalam pengamatan dan penyelidikan.
Sedangkan menurut Suprijono, (2013) Group Investigation merupakan
kegiatan pembelajaran yang diawali dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru
beserta peserta didik memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-
permasalahan yang dikembangkan dari topik tersebut. Setiap kelompok melakukan
investigasi berdasarkan perencanaan. Setiap kelompok bekerja sama dalam
pengumpulan data, menganalisis data, membuat keimpulan sebagai hasil akhir untuk
dipersentasikan.
Berdasarkan pernyataan terdahulu dapat disimpulkan bahwa Group
Investigation adalah sekelompok siswa dalam kegiatan belajar yang dibentuk oleh
guru dengan suatu permasalahan atau sub topik materi pelajaran, kemudian dari
permasalahan atau topik yang diperoleh, selanjutnya siswa melakukan penyelidikan
untuk mengungkapkan kebenarannya dengan melakukan pengamatan-pengamatan
secara langsung, dan mendokumentasikan melalui merekam, memfoto, mencatat hasil
yang diperoleh sebagai bukti yang nyata.
2.2.4.2 Manfaat Pembelajaran Group Investigation
Penerapan pembelajaran Group Investigation mempunyai manfaat seperti
yang diutarakan di bawah ini:
13
1. Tanggung jawab, siswa dalam kelompok/tim memiliki tanggung jawab pada
tugas yang diberikan.
2. Bekerja keras, siswa ditruntut bekerja lebih giat guna mencari dan membahas
bersama kelompok materi diperoleh.
3. Melatih kepedulian, dalam hal ini siswa akan peduli akan keadaan lingkungan
kelompok artinya siswa saling membantu dan tiap inidividu aktif tidak ada
yang pasif.
4. Penemuan, siswa memperoleh konsep-konsep dalam belajar pada kegiatan
investigasi, artinya siswa dapat menemukan gaya belajar mereka.
5. Pembelajaran heterogen, artinya siswa dalam belajar tidak membedakan
akademis, gender, ataupun etnis.
2.2.4.3 Langkah-langkah Group Investigation
Sharan, dkk dalam Trianto (2012:80) membagi langkah-langkah pelaksanaan
pembelajaran model group investigation meliputi 6 fase sebagai berikut:
1. Memilih Topik
Siswa memilih sun topik khusus di dalam suatu daerah masalah umum
yang biasanya di tetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan
menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-
kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi hendaknya heterogen
secara akademis maupun etnis.
2. Perencanaan Kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan
yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
3. Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan didalam
tahap ke dua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam
aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa
kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di
luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan
menawarkan bantuan bila diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Siswa menganalisis dan mensintesis informasi yang diperoleh pada
tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas
dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk
dipersentasikan kepada seluruh kelas.
14
5. Persentasi hasil final
Beberapa atau kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara
yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain
saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh
presfektif luas terhadap topik itu. Persentasi di koordinasi oleh guru.
6. Evaluasi
Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari
topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok
terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan
dapat berupa penilaian individu atau kelompok.
2.2.4.4 Penerapan Pembelajaran Group Investigation
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation menurut Sharan, dkk 1984, dalam (Trianto, 2012:80) tahapan-tahapan
dalam pelaksanaan pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation dapat susun sebagai berikut:
Tabel 2.1
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
Kegiatan Deskripsi
Awal 1. Menyiapkan kelas (Religius, Apersepsi, dan Motivasi).
2. Siswa menyimak penjelasan guru tentang tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai.
Inti
Fase 1
Memilih Topik
1. Guru menentukan kelompok siswa yang heterogen dari
sisi (jenis kelamin, etnik, dan kemampuan akademik).
2. Konsistensi pembagian tugas kelompok dengan mengundi
materi yang akan dibahas dengan meminta ketua
kelompok untuk mengambil undian yang telah disediakan
oleh guru.
Fase 2
Perencanaan
Kooperatif
1. Setelah seluruh kelompok mendapat materi, selanjutnya
dengan cara pembelajaran kooperatif yang berbasis
kelompok investigasi membahas materi.
2. Siswa diminta malakukan diskusi tentang langkah-langkah
apa yang akan mereka lakukan dalam menyelesaikan
materi yang diperoleh.
3. Siswa menyiapkan format hasil kegiatan kelompok,
(format yang telah disiapkan oleh guru).
15
Fase 3
Implementasi
1. Siswa melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
2. Siswa mencatat atau mendokumentasikan temuan-temun
yang diperoleh dalam kegiatan kelompok.
Fase 4
Analisis dan
Sintesis
1. Siswa dalam kelompok membahas dan mendiskusikan
hasil yang telah diperoleh dalam kegiatan
investigasi/penyelidikan atas materi yang diperoleh.
2. Keputusan-keputusan dalam diskusi kemudian dicatat
pada lembar kerja kelompok yang telah disediakan
sebelumnya.
Fase 5
Persentasi hasil
final
1. Hasil investigasi/penyelidikan atas materi yang dipoleh
kemudian diperetanggung jawabkan oleh kelompok
dengan persentasi di depan kelas.
2. Partisipasi kelompok lain dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan pada kelompok persentasi.
Akhir
Fase 6
Evaluasi
1. Kegiatan interaksi antar siswa dan guru dengan
memberikan penjelasan singkat sekaligus penyimpulan
materi secara bersama-sama, meluruskan miskonsepsi
yang terdapat pada tiap kelompok.
2. Kegiatan evaluasi, pada kegiatan ini siswa diberikan soal
evaluasi (tes formatif) untuk dikerjakan secara individu
ataupun kelompok sebagai tolak ukur pemahaman siswa
terhadap materi.
2.2.4.5 Kelebihan dan Kekurangan Group Investigation
Menurut Slavin Dalam Susanti (2014) pembelajaran kooperatif tipe group
investigation mempunyai kelebiahan dan kekurangan yaitu:
a. Kelebihan Group Investigation
1. Dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri,
kritis, dan kreatif.
2. Dapat melatih siswa untuk mengembangkan sikap saling memahami dan
menghormati (demokratis).
3. Dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi.
4. Dapat menumbuhkan sikap saling bekerjasama antar siswa.
16
b. Kekurangan Group Investigation
1. Menurut Huda (2013) group investigation pembelajaran kooperatif yang
mengharuskan siswa untuk menggunakan skil berpikir level tinggi.
2. Menurut Trianto (2013) group investigation pembelajaran kooperatif yang
kompleks dan sulit untuk diterapkan.
3. Menurut Al-Tabany (2014) group investigation memerlukan norma dan
struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat
pada guru.
4.3. Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Menurut Mc. Donal, dalam Sardiaman, (2011:73-91) menyatakan bahwa
motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya “ feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan .
Woodworth dan Marques dalam Mustakim, dkk (2010:72) mengatakan
motivasi/motif adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-
aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi di sekitarnya.
Sukmadinata, (2009:61), dalam bukunya yang berjudul landasan psikologi
proses pendidikan, bahwa motivasi/motif adalah dorongan yang terarah kepada
pemenuhan kebutuhan psikis atau rokhaniah. Kebutuhan atau need merupakan suatu
keadaan dimana individu merasakan adanya kekurangan, atau ketiadaan sesuatu yang
diperlukannya. Keinginan atau wash adalah harapan untuk mendapatkan atau
memiliki sesuatu yang dibutuhkan .
Berdasarkan pengertian-pengertian terdahulu dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan usaha pada jiwa individu yang mendorong melakukan aktivitas-
aktivitas pada tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Adapun usaha yang
dimaksud, dapat bersumber dari individu bahkan luar individu itu sediri.
17
2.3.2 Peranan Motivasi
Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan
perilaku individu yang sedang belajar. Menurut B. Uno, (2007:27-28) ada beberapa
peranan penting dari motivasi dalam belajar, antara lain:
a. Peranan motivasi dalam menentukan penguatan belajar
Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak
yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan
pemecahan dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang
pernah dilaluinya.
b. Peranan motivasi dalam memperjelas tujuan belajar
Peranan motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya
dengan kemaknaan belajar. Anak akan termotivasi bila sudah
mengetahui makna dari apa yang ia pelajari.
c. Peran motivasi dapat menentukan ketekunan belajar.
Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha
mempelajarinya dengan baik dan tekun dengan harapan memperoleh
hasil yang baik. Motivasi menyebabkan seseorang tekun belajar, tidak
mudah tergoda untuk mengerjakan hal lain. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap ketahanan dan ketekunan belajar.
2.3.3 Macam-macam Motivasi
Mengenai pengklasifikasian motivasi/motif menurut Sardiman, (2011:86-90),
dalam bukunya interaksi dan motivasi belajar mengajar, dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang berikut ini :
1. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya.
Jenis motif ini yang dikemukakan oleh Frandsen adalah :
a. Cognitive motives
Motif ini menunjuk pada gejala intrinsik, yakni menyangkut kepuasan
individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya berwujud
proses dan produk mental.
b. Self-expressionPenampilan diri adalah sebagian dari perilaku
manusia. Yang penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu
mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu
membuat suatu kejadian.
18
c. Self-enhancement
Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan
meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri
ini menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu. Dalam belajar
dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik
untuk mencapai suatu prestasi.
2. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis.
a. Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk
minum, makan, bernapas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk
beristirahat.
b. Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain:
dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas,
untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi jenis ini timbul
karena rangsangan dari luar.
c. Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk
melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untukm menaruh
minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat
menghadapi dunia luar secara efektif.
3. Motivasi jasmaniah dan rohaniah.
Yang termasuk motivasi jasmaniah seperti misalnya: reflex, insting
otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk rohaniah adalah kemauan.
Pada setiap diri manusia kemauan terbentuk melalui empat momen
yaitu: momen timbulnya alasan, momen pilih, momen putusan, momen
terbentuknya kemauan.
4. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
a. Motif intrinsik
Yang dimaksud dengan motif intrinsik adalah motif-motif yang
menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu diransang dari luar,
karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu.
b. Motif ekstrinsik
Motif ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya
karena adanya ransangan dari luar.
19
2.3.4 Motivasi Belajar
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar
adalah perubahan tingkah laku secara relatif parmanen dan secara potensial terjadi
sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan
tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan
keinginan berhasil dengan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Faktor
ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif dan
kegiatan belajar yang menarik. Kedua faktor tersebut disebabkan oleh ransangan
tertentu, sehingga seseorang berkeingginan untuk melakukan aktivitas belajar yang
lebih giat dan semangat.
Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswi yang
sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan
beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal ini mempunyai peranan besar
dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.
Indikator motivasi belajar menurut B.Uno dalam Suprijono, (2013:163) di
klasifikasikan sebagai berikut:
1) Adanya hasrat dan keingian berhasil, yaitu kesadaran dalam individu
untuk berhasil dalam belajar dengan memperoleh nilai yang baik,
rengking di kelompok belajarnya.
2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, dorongan-dorongan
dalam belajar seperti ini misalnya ingin menguasai apa yang akan
dipelajari, dan ingin mengetahui apa yang hendak diketahuinya.
3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan, setiap individu memiliki
cita-cita dalam hidupnya, sehingga terpicu untuh berhasil dalam
belajar supaya dapat mencapai apa yang dicita-citakannya.
4) Adanya penghargaan dalam belajar, misalnya adanya hadiah, pujian
terhadap apa yang telah siswa peroleh dalam belajar akan lebih
memberinya motivasi lagi dalam belajar.
5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, siswa akan lebih
termotivasi dalam belajar apabila penyajian materi menarik perhatian
siswa, misalnya penggunaan media, pengorganisasian belajar yang
bervariasi sehingga membuat siswa aktif dalam belajar.
6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan
seorang siswa dapat belajar dengan baik.
20
Sedangkan menurut Sardiman, (2011:83) dalam bukunya Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar, motivasi yang ada pada diri setiap orang memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Tekun menghadapi tugas, (dapat bekerja terus menerus dalam waktu
yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
2. Ulet menghadapi kesulitan, (tidak lekas putus asa, terus berusaha).
3. Menunjukan minat, (adanya keseriusan dalam mengikuti
pembelajaran).
4. Lebih senang belajar mandiri, (mengulang pelajaran yang dianggap
masih membingungkan pada waktu luangnya).
5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, (merasa bosan apabila
kegiatan belajarnya dilakukan dengan cara yang menoton atau tidak
variatif).
6. Dapat mempertahankan pendapatnya ( kalau sudah yakin akan
sesuatu).
7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu, (konsisten terhadap
keputusan yang dibuat).
8. Senang mencari dan memecahkan soal-soal, (adanya rasa penasaran
atau rasa ingin tahu yang kuat yang mendorong untuk melakukan
tindakan).
2.3.5 Indikator Pengukuran Motivasi Belajar
Indikator pengukuran motivasi belajar pada pembelajaran Ilmu Penegetahuan
Alam (IPA) dalam hal ini, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh B.Uno dalam
Suprijono. (2013:163) terdapat beberapa pengklasifikasian motivasi belajar yakni:
(1). adanya hasrat dan keingian berhasil, (2). adanya dorongan dan kebutuhan dalam
belajar, (3). adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4). adanya penghargaan dalam
belajar, (5). adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (6). adanya lingkungan
belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seorang siswa dapat belajar dengan
baik.
2.3.6 Bentuk-bentuk Motivasi Belajar
Menurut Sardiman, (2011:92-95) dalam bukunya interaksi dan motivasi
belajar mengajar, bahwa terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi
dalam kegiatan belajar disekolah.
21
1. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya.
Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka/nilai
yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai
ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik.
2. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu
demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan
menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk
sesuatu pekerjaan tersebut.
3. Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik individual maupun
kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya
tugas dan menerimannya sebagai tantangan sehingga bekerja keras
dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk
dari motivasi yang cukup penting.
5. Member ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan adanya
ulangan. Oleh karena itu, member ulangan juga merupakan sarana
motivasi.
6. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan,
akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui
bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri
siswa untuk terus belajar, dengan harapan hasilnya terus meningkat.
7. Pujian
Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positf dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan
memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah
belajar sekaligus akan membangkitkan harga diri.
8. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negative tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bias menjadi alat motivasi.
9. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsure kesengajaan, ada maksud
untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala
sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti
pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar,
sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
22
10. Minat
Minat dapat dibangkitkan dengan cara yaitu, a). membangkitkan
adanya suatu kebutuhan, b). menghubungkan dengan persoalan
dengan pengalaman yang lampau, c). member kesempatan untuk
mendapatkan hasil yang baik, d). menggunakan berbagai macam
bentuk mengajar.
11. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan
merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan
memenuhi tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna
dan menguntungkan, maka akan timbul garah untuk terus belajar.
2.4 Hasil Belajar
2.4.1 Pengertian Belajar
Menurut Slameto, (2010:2) dalam bukunya “Belajar dan Faktor-faktor yang
Menpengaruhi” belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
W.S. Winkel (1996:53) dalam Suyono (2011:14) seorang kognitivis,
menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.
Selanjutnya Roziqin (2007:26) dalam Kosasih, dkk ( 2013:10) menjelaskan
bahwa belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
sebuah perubahan tingkah laku yang mantap, baik diamati maupun yang tidak dapat
diamati secara langsung, yang terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Jadi, belajar merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menambah
pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada pada dirinya, melalui berbagai interaksi
dengan individu lain maupun kelompok, dalam lingkup formal maupun non-formal.
Adanya rasa ingin tau pada diri individu pada suatu yang dianggap dirinya belum
memahami hal itu, sehingga dia berusaha untuk mencari tau dengan belajar melaui
pengalaman-pengalaman maupun interaksi dengan lingkunganya.
23
2.4.2 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana, (2011:22), menjelaskan hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar . Belajar
merupakan segenap kemampuan, keberhasilan dan keterampilan yang dimiliki
individu melalui kegiatan belajar yang ditempunya.
Menurut Suprijono (2013:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-
nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Setiap guru
pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang
dibimbingnya. Maka dari itu, guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang
dapat terjadi melalui proses belajar mengajar.
Setiap proses belajar mengajar keberhasilan diukur dari seberapa jauh hasil
belajar yang dicapai siswa. Merujuk pemikiran Gagne dalam Suprijino (2013:5-6),
hasil belajar berupa:
1) Informasi verbal yaitu kapibilitas mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan
konsep dalam lambang.
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri.
4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.
Sedangkan menurut Nananawani dalam Susanto (2013) hasil belajar
daiartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah
materi pelajaran tertentu. Kemudian, Rusman (2012) berpendapat hasil belajar adalah
sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa mencakup ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik.
24
Berdasarkan pengertian tentang hasil belajar terdahulu dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan sejumlah kemampuan yang dimiliki oleh siswa
setelah kegiatan pembelajaran. Kemampuan-kemampuan yang dimaksud adalah
kemampuannya dibidang akademik dan kemampuan non-akademik. Hasil belajar
dapat pula digambarkan sebagai keberhasilan siswa yang cakupannya pada
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Selanjutnya siswa yang awalnya
belum tahu menjadi tahu, tidak pandai menjadi pandai, dan sebagainya. Pada sebuah
kasus terdapat siswa yang mengalami motivasi kurang, melalui kegiatan belajar dan
interaksi dengan lingkunganya, motivasi belajarnya meningkat. Hal tersebut dapat
dikatakan sebagai hasil belajar yang diperoleh melalui belajar dan interaksi sosial.
2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sukmadinata (2009:162-165) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua jenis saja, yaitu faktor yang bersumber
pada dirinya atau dari luar dirinya atau lingkungan. Kedua faktor tersebut saling
mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentuka kualitas hasil
belajar.
1. Faktor dalam diri individu (internal)
Faktor dari dalam individu menyagkut hal-hal berikut:
a. Aspek jasmaniah
Aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmaniah dari
individu. Tiap orang memiliki kondisi fisik yang berbeda, ada yang
tahan belajar lima atau enam jam terus-menerus, tetapi ada juga
yang hanya tahan satu dua jam saja. Kondisi fisik menyangkut pula
kelengkapan dan kesehatan indra penglihatan, pendengaran,
perabaan, penciuman dan pencecapan. Indra yang paling penting
dalam belajar adalah penglihatan dan pendengaran.
25
b. Aspek psikis atau rohaniah
Hal-hal yang menyangkut aspek-aspek ini adalah sebagai berikut:
1. Kondisi kesehatan psikis
Seseorang yang sehat rohaninya adalah orang yang bebas dari
tekanan-tekanan batin yang mendalam, gangguan-gangguan
perasaan, kebiasaan-kebiasaan buruk yang menggangggu,
frustasi, konflik-konflik psikis. Seseorang yang sehat rohaninya
akan merasakan kebahagian, dapat bergaul dengan orang lain
dengan wajar, dapat mempercayai dan bekerja sama dengan
orang lain, dapat tidur nyenyak, selera makan normal, dsb.
2. Kondisi intelektual
Kondisi intelektual ini menyangkut tingkat kecerdasan, bakat-
bakat baik bakat sekolah maupun bakat pekerejaan. Juga
termasuk kondisi intelektual adalah penguasaan siswa akan
pengetahuan atau pelajaran-pelajaran yang lalu.
3. Kondisi sosial
Kondisi sosial menyangkut siswa dengan orang lain., baik
gurunya, temannya, orang tuanya, maupun orang-orang yang
lainnya. Seseorang yang memiliki kondisi hubungan yang
wajar dengan orang-orang disekitarnya akan memiliki
ketentraman hidup, dan hal ini akan mempengaruhi konsentrasi
dan kegiatan belajar dan sebaliknya.
4. Situasi afektif
Selain ketenangan dan ketentraman psikis juga motivasi untuk
belajar. Belajar perlu didukung oleh motivasi yang kuat dan
konstan. Motivasi yang lemah serta tidak konstan kurangnya
usaha belajar, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada hasil
belajar.
5. Keterampilan yang dimiliki
Keberhasiulan belajar seseorang juga dipengaruhi oleh
keterampilan-keterampilan yang di milikinya, seperti
keterampilan membaca, berdiskusi, memecahkan masalah,
mengerjakan tugas-tugas, dsb.
2. Faktor dari luar individu atau lingkungan (Eksternal)
Faktor-faktor luar individu atau eksternal yang dapat mempengaruhi
hasil belajar, terdapat hal-hal berikut:
26
a. Lingkungan keluarga
Keluarga, merupakan lingkungan pertama dan utama dalam
pendidikan, memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada
lingkungan sekolah dan masyarakat. Faktor-faktor fisik dan sosial
psikologis yang ada dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan belajar anak. Termasuk faktor fisik dalam lingkungan
keluarga adalah keadaan rumah, keadaan tempat belajar, sarana dan
prasarana belajar yang ada, suasana dalam rumah apakah tenang atau
banyak kegaduhan.
b. Lingkungan rumah
Suasana lingkungan rumah di sekitar pasar, terminal atau tempat-
tempat hiburan berbeda dengan daerah khusus pemukiman. Suasana
lingkungan rumah di lingkungan pemukiman yang padat dan kurang
tertata, juga berbeda dengan pemukiman yang jarang dan tertata.
c. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik adalah kondisi dan suasana sosial psikologis dalam
keluarga. Kondisi dan suasana ini menyangkut keutuhan keluarga,
iklim psikologis, iklim belajar dan hubungan antara anggota
keluarga. Keluarga yang tidak utuh, baik secara struktural maupun
fungsional, kurang memberikan dukungan yang positif terhadap
perkembangan belajar.
d. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting bagi
perkembangan belajar bagi para siswanya. Lingkungan ini meliputi
lingkungan fisik sekolah seperti lingkungan sekolah, sarana dan
prasarana belajar yang ada, sumber-sumber belajar, media
pembelajaran, dsb. Lingkungan sosial yang menyangkut hubungan
siswa dengan teman-temannya, guru-gurunya, serta staf sekolah
yang lain. Lingkungan sekolah menyangkut akademis yaitu suasana
dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, berbagai kegiatan
kokurikuler, dsb.
e. Lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat di mana siswa atau individu berada juga
berpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan
masyarakat di mana warganya memiliki latar belakang pendidikan
yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan sumber-
sumber belajar didalamnya akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap semangat dan perkembangan belajar generasinya.
27
2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Setyaningsih, R, 2012. Peningkatan motivasi belajar IPS dengan menerapkan
metode pembelajaran kooperatif group investigation (GI) di kelas IV SD Negeri 01
Tengklik Kecamatan Tawangmangu Tahun 2011/2012.
Pada siklus I dan siklus II didapatkan peningkatan motivasi dan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran. Peningkatan hasil belajar siswa diamati melalui beberapa
indikator yaitu : pada siklus I terdapat 16 siswa (44,45%) yang bertanya, pada siklus
II meningkat menjadi 27 siswa (75%), siklus I terdapat 18 siswa (50%) yang
mengeluarkan pendapat, pada siklus II meningkat menjadi 27 siswa (75%), pada
siklus I terdapat 15 siswa (41,67%) yang memiliki perhatian terhadap materi dan
guru, pada siklus II meningkat menjadi 29 siswa (80,56%), pada siklus I terdapat 20
siswa (55,56%) yang dapat menyelesaikan tugas, pada siklus II meningkat menjadi
30 siswa (83,34%), pada siklus I terdapat 18 siswa (50%) yang dapat bekerja sama
dengan kelompok, pada siklus II meningkat menjadi 29 siswa (80,56%).
Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS sebelum diadakan tindakan nilai
rata-rata kelas adalah 55,44 setelah diadakan tindakan oleh peneliti hasil belajar siswa
meningkat. Pada siklus I hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS nilai rata-rata
kelas mencapai 66,80 dan pada siklus II mencapai 71,52. Hasil tindakan pelajaran
pada siklus I yang dilakukan peneliti dan guru kelas IV diperoleh keterangan sebagai
berikut : berdasarkan ketuntasan siswa dari 36 siswa terdapat 19 siswa atau sekitar
52,78% yang sudah mencapai ketuntasan, sedangkan 17 siswa atau sekitar 47,22%
belum mencapai ketuntasan dengan nilai rata-rata 66,80. Pada sikluus II diperoleh
data dari 36 siswa terdapat 29 siswa atau sekitar 80,5% yang sudah mencapai
ketuntasan, sedangkan 7 siswa atau sekitar 19,4% belum mencapai ketuntasan dengan
nilai rata-rata 71,52.
Mutmainah,2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V
SDIT Bina Insani (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa SDIT Bina Insani Kelas V
Semester II Serang-Banten).
28
Dari hasil penelitian motivasi belajar matematika siswa pada siklus I skor
kategori tinggi rata-rata motivasi belajar matematika siswa mencapai 11,11%,
kemudian pada siklus II meningkat menjadi 66,67%. Hal ini didukung dengan
observasi motivasi belajar matematika selama siklus I mendapat skor rata-rata
persentase 53% dan siklus II mendapat skor rata-rata persentase sebesar 74%.
Hasil tes matematika siklus I dan siklus II menunjukan ada peningkatan hasil
belajar matematika dilihat dari rata-rata nilai siswa yang mencapai KKM yang
tertentukan yaitu 75. Pada siklus I rata-rata peresentase nilai matematika dengan
capaian KKM 74,07%. Sedangkan pada siklus II capaian KKM meningkat menjadi
92,59%.
Handayani, A. T. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Tema Lingkungan pada
Siswa Kelas II Sekolah Dasar SDN Labani Suko Wringinanom.
Subjek penelitian siswa kelas II SDN Lebani Suko Wringinanom yang
berjumlah 30 siswa. Pengumpulan data dengan metode observasi tes. Hasil prestasi
belajar siswa mengalami peningkatan selama 2 siklus pembelajaran, dengan
persentasi ketuntasan 53.33% pada siklus I, 86.66% pada siklus II.
2.6 Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran
yang masih bersifat konvensional akan berdampak pada motivasi dan hasil belajar
siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajarnya rendah maka hasil belajarnya akan
rendah pula, sebaliknya apabila motivasi belajar tinggi maka hasil belajarnya juga
akan tinggi.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di SD Salatiga 02 Kelas V
Semester II Tahun pelajaran 2015/2016, dari hasil ulanagan yang di lakukan masih
terdapat nilai yang di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) 75. Sehingga
tindakan yang lakukan oleh peneliti adalah dengan menerapkan pembelajaran
29
kooperatif tipe Group Investigation, dimana langkah-langkah dalam pembelajaran
kooperatif tipe group Investigation menurut Sharan, dkk (1984) adalah pertama
memilih topik, kedua perencanaan kooperatif, ketiga implementasi, keempat analisis
dan sintesis, kelima persentasi hasil pinal, dan keenam evaluasi.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ini akan
dilaksanakan dalam siklus-I dan siklus-II. Harapan yang diinginkan pada akhir
pembelajaran adalah adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar pada siswa kelas
V Sekolah Dasar Salatiga 02.
Kondisi
Awal
Model pembelajaran bersifat
konvensional,(Terdapat nilai siswa dibawah
KKM)
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Group Investigation
Langkah-langkah :
1. memilih topik
2. perencanaan kooperatif
3. Implementasi
4. Analisis dan sintensis
5. Persentasi hasil final
6. Evaluasi
Melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
terdapat peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa.
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
Tindakan
Siklus-I
Siklus-II
Hasil Akhir
30
2.7 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan kerangka berpikir diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa dengan menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
akan terdapat peningkatan pada Motivasi dan Hasil Belajar IPA Bagi Siswa
Kelas V Sekolah Dasar Negeri Salatiga 02 Semester II Tahun Pelajaran
2015/2016.