BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil...

18
4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar Prestasi belajar merupakan hal yang ingin dicapai oleh guru selaku pendidik, orang tua sebagai wali murid dan siswa sendiri yang sedang dalam transformasi pendidikan. Istilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi belajar yaitu suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan belajar. (Siti Partini, 1980:89) sehingga hasil belajar dapat dicapai setelah kegiatan itu berlangsung. Sedangkan menurut Sumardi Suryabrata (1998:32) hasil belajar adalah nilai sebagai rumusan yang diberikan guru bidang studi mengenai kemajuan atau prestasi belajar siswa selama masa tertentu. Dengan mengetahui angka atau nilai raport dapat mengetahui hasil belajar siswa dalam satu pereode/masa. Siswa yang nilai raportnya tinggi bisa dikatakan berprestasi tinggi atau baik, bahkan baik sekali. Sebaliknya siswa yang nilai raportnya rendah maka dikatakan prestasi belajarnya rendah. Dari pendapat di atas. penulis simpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil kegiatan belajar berupa penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang oleh guru dinyatakan dalam bentuk nilai/raport. Dengan demikian hasil belajar Matematika adalah hasil setelah melakukan kegiatan belajar Matematika yaitu berupa pengetahuan dan ketrampilam dalam bidang Matematika. Dalam penelitian ini, hasil belajar adalah peningkatan kemampuan siswa pada ranah kognitif yang diukur melalui tes guna mendapatkan data berupa nilai. 2.1.1.2. Jenis-jenis Hasil Belajar Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Hasil Belajar

2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar

Prestasi belajar merupakan hal yang ingin dicapai oleh guru

selaku pendidik, orang tua sebagai wali murid dan siswa sendiri yang

sedang dalam transformasi pendidikan.

Istilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi belajar yaitu

suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan belajar. (Siti

Partini, 1980:89) sehingga hasil belajar dapat dicapai setelah kegiatan itu

berlangsung. Sedangkan menurut Sumardi Suryabrata (1998:32) hasil

belajar adalah nilai sebagai rumusan yang diberikan guru bidang studi

mengenai kemajuan atau prestasi belajar siswa selama masa tertentu.

Dengan mengetahui angka atau nilai raport dapat mengetahui hasil belajar

siswa dalam satu pereode/masa. Siswa yang nilai raportnya tinggi bisa

dikatakan berprestasi tinggi atau baik, bahkan baik sekali. Sebaliknya

siswa yang nilai raportnya rendah maka dikatakan prestasi belajarnya

rendah.

Dari pendapat di atas. penulis simpulkan bahwa hasil belajar

adalah suatu hasil kegiatan belajar berupa penguasaan pengetahuan dan

ketrampilan yang oleh guru dinyatakan dalam bentuk nilai/raport. Dengan

demikian hasil belajar Matematika adalah hasil setelah melakukan

kegiatan belajar Matematika yaitu berupa pengetahuan dan ketrampilam

dalam bidang Matematika.

Dalam penelitian ini, hasil belajar adalah peningkatan kemampuan

siswa pada ranah kognitif yang diukur melalui tes guna mendapatkan data

berupa nilai.

2.1.1.2. Jenis-jenis Hasil Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi

segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan

proses belajar siswa. Yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

5

mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang

dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa,

baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk

memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-

garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan

jenis-jenis prestasi yang hendak diukur (Muhbbin Syah, 1999:150).

Dalam sebuah situs yang membahas Taksonomi Bloom,

dikemukakan mengenai teori Bloom yang menyatakan bahwa, tujuan

belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah

tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam proses

kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan

terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran

atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata

lain, prestasi belajar akan terukur melalui ketercapaian siswa dalam

penguasaan ketiga ranah tersebut. Maka Untuk lebih spesifiknya,

penulis akan menguraikan ketiga ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori Bloom berikut:

a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku

yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,

pengertian, dan keterampilan berpikir.

Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini

terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah berupa Pengetahuan

(kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan

Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).

1) Pengetahuan (Knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat

peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan,

metodologi, prinsip dasar dan sebagainya.

Pengetahuan juga diartikan sebagai kemampuan

mengingat akan hal-hal yang pernah dipelajaridan disimpan

dalam ingatan.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

6

2) Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk

menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari.

Pemahaman juga dikenali dari kemampuan untuk membaca

dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan,

peraturan, dan sebagainya.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi atau penerapan diartikansebagai kemampuan

untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada

suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Di tingkat

ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan

gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di

dalam kondisi kerja.

4) Analisis (Analysis)

Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk

merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga

struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami

dengan baik. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu

menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau

menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil

untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu

mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari

sebuah skenario yang rumit.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk

membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Sintesis satu tingkat

di atas analisa. Seseorang di tingkat sintesa akan mampu

menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang

sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau

informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang

dibutuhkan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

7

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untik

membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa

hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang

berdasarkan kriteria tertentu. Evaluasi dikenali dari

kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi,

gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang

cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai

efektivitas atau manfaatnya.

b. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap,

apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah

afektif adalah hail belajar atau kemampuan yang berhubungan

dengan sikap atau afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah

afektif terdiri dari aspek:

1) Penerimaan (Receiving/Attending)

Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu

perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan

rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang

diberikan oleg guru.

2) Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di

lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan

dalam memberikan tanggapan.

3) Penghargaan (Valuing)

Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan

untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa

diri sesuai dengan penilaian itu.mulai dibentuk suatu sikap

menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan

dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap

batin.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

8

4) Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan

konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang

konsisten. Pengorganisasian juga mencakup kemampuan untuk

membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan

dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan diterima

ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan

selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting.

5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a

Value or Value Complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-

lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

Karakterisasinya mencakup kemampuan untuk menghayati

nilai-nilai kehidupan sedemikin rupa, sehingga menjadi milik

pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas

dalam mengatur kehidupannya sendiri.

c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku

yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan

tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Alisuf Sabri dalam buku Psikologi Pendidikan menjelaskan,

keterampilan ini disebut 'motorik' karena keterampilan ini

melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga

keterampilan benar-benar berakar pada kejasmanian. Orang yang

memiliki keterampiulan motorik, mampu melakukan serangkaian

gerakan tubuh dalam urutan tertentu dengan mengadakan

koordinasi gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri

khas dari keterampilan motorik ini ialah adanya kemampuan

"Automatisme" yaitu gerakan-gerik yang terjadi berlangsung secara

teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa harus

disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal

itu dilakukan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

9

2.1.1.3. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar.

Dalam proses belajar mengajar prestasi belajar merupakan tolak

ukur bagi guru dalam merencanakan program kegiatan lebih lanjut.

Apabila prestasi belajar baik maka kegiatan belajar bisa dilanjutkan, dan

bila memungkinkan ditambah dengan pengayaan untuk memantapkan

prestasi belajar yang dicapai, tetapi apabila prestasi belajar rendah, maka

harus diadakan pengajaran remedial lebih dahulu denga tujuan prestasi

belajar yang rendah dapat diperbaiki.

Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan

belajar belajar yaitu faktor intern yakni faktor yang bersumber dari diri

anak dan faktor ekstern, yakni faktor di luar dirinya atau lingkungan.

a. Faktor intern

Banyak faktor yang ada dalam diri individu atau murid yang

mempengaruhi usaha atau keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor

tersebut menyangkut aspek jasmaniyah maupun rohaniyah

(Sukmadinata, 2003:162).

Aspek jasmaniyah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani dari

individu. Setiap anak memiliki ketahanan fisik yang berbeda-beda.

Ada yang mampu belajar sampai beberapa jam, dan ada yang hanya

beberapa menit, sudah mengalami kelelahan. Keadaan fisik yang

paling berpengaruh adalah kesehatan penglihatan dan pendengaran.

Anak yang memiliki penglihatan dan pendengaran kurang akan sangat

mempengaruhi hasil belajar. Jadi kesehatan fisik adalah syarat mutlak

dalam pencapaian hasil belajar.

Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap hasil belajar.

Kondisi intelektual menyangkut kecerdasan, bakat, baik bakat sekolah

maupun bakat pekerjaan. Penguasaan siswa akan pengetahuan atau

pelajaran-pelajaran yang lalu termasuk juga termasuk bakat

intelektual.

Kondisi sosial menyangkut hubungan dengan pihak lain. anak

yang memiliki kondisi hubungan dengan lingungan disekitarnya akan

merasa akan memiliki ketrentaman dalam jiwanya. Hal ini akan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

10

mempengaruhi konsentrasi dan kegiatan belajarnya. Sebaliknya anak

yang merasa kesulitan dalam hubungan sosial dengan pihak lain baik

teman, guru atau orang lain akan menimbulkan rasa cemas, tidak

tentram, dan ini akan mempengaruhi hasil belajarnya.

Selain ketenangan dan ketentraman jiwa anak, motivasi juga

dapat berpengaruh terhaap hasil belajar. Anak yang memiliki motivasi

lemah serta tidak konstan akan menyebabkan kurangnya usaha belajar,

yang pada ahirnya akan mempengaruhi terhadap hasil

belajar.(Sukmadnata, 2003:162)

b. Faktor ekstern

Prestasi belajar atau hasil belajar juga sangat dipengaruhi oleh

faktor-faktor di luar anak, yakni lingkungan disekitar anak, baik fisik

maupun sosial psikologis (Sukmadnata, 2003:163).

Keluarga adalah lingkungan pertama dalam pendidikan,

memberi landasan dasar bagi proses belajar di lingkungan sekolah dan

masyarakat. Yang termasuk faktor fisik dalam keluarga adalah

keadaan rumah, sarana-prasarana belajar, sedangkan faktor sosial

psikologis adalah suasana dalam rumah dan suasana di sekitar rumah.

Tatanan rumah yang terkesan rapi, serta sarana-prasarana

belajar yang memadahi dapat memberikan motivasi belajar anak, juga

suasana rumah yang tenang tidak banyak kegaduhan dapat

memeberikan dukungan yang positif terhadap perkembangan belajar.

Ketidak tentraman dalam keluarga akan menimbulkan anak kurang

konsentrasi dalam belajar.

Iklim psikologis yang sehat diwarnai dengan kasih sayang,

saling mempercayai, keterbukaan dan keakraban dalam keluarga akan

mendukung kelancaran dan keberhasilan belajar, sebab suasana yang

demikian akan memberikan ketenangan, kegembiraan, rasa percaya

dorongan untuk berprestasi. (Sukmadnata, 2003:163)

Begitu juga lingkungan sekolah, juga ikut andil dalam

mempengaruhi prestasi anak, baik fisiknya seperti lingkungan sekolah,

dan sarana-prasarana, lingkungan sosial seperti hubungan dengan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

11

teman-temannya, guru dan staff sekolah yang lain. Lingkungan

sekolah juga menyangkut lingkungan akademis, yaitu suasana dan

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan berbagai kegiatan

kurikuler.

Sekolah yang kaya dengan aktivitas belajar, sarana-prasarana

memadahi serta dikelola dengan baik akan mendoong semangat

belajar anak. (Sukmadnata, 2003:164)

Lingkungan masyarakat dimana anak berada juga

mempengaruhi semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan

masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan cukup, banyak

terdapat lembaga pendidikan, dan banyak terdapat sumber belajar

akan berpengaruh positif terhadap belajar anak, sehingga

memungkinkan anak dapat mencapai prestasi belajar yang baik pula.

Maka agar prestasi belajar dapat tercapai dengan sebaik-baiknya,

seyogyanya dikembangkan sekenario belajar yang secara pokok meliputi

kemampuan yang diharapkan, kondisi internal, dan kondisi eksternal yang

harus diorganisasikan

2.1.1.4. Alat untuk mengukur hasil belajar.

Mengukur hasil belajar sering juga disebut sebagai evaluasi belajar

yakni proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang

dilaksanakan dengan melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran

belajar dan pembelejaran.(Dimyati, 2009:192) Ada beberapa syarat umum

yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses

pendidikan diantaranya sebagai berikut :

a. Kesasehan

Yakni ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya

dievaluasi.

b. Keterandalan

Yakni tingkat kepercayaan suatu instrumen evaluasi mampu

memberikan hasil yang tepat.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

12

c. Kepraktisan

Kepraktisan dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada

pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,

mengintapretasi/memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam

menyimpannya.

Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan pengukuran

lebih dulu terhadap prestasi belajar siswa. Alat pengukur prestasi belajar

siswa berupa tes maupun non tes.

Alat pengukur prestasi belajar berupa tes berdasarkan fungsinya

terdiri dari :

a. Tes Penempatan

Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan dasar yang

dimiliki peserta didik.

b. Tes Formatif

Digunakan dilakukan pada saat proses pembelajaran sedang

berjalan, dengan tujuan utama untuk mengetahui tingkat keberhailan

dan kegagalan proses pembelajaran.

c. Tes diagnostik

Digunakan untuk mengetahui kegagalan peserta didik dalam

belajar.

d. Tes sumatif

Tes ini sering disebut sebagai tes akhir semester

e. Tes standar dan Non standar

Tes standar adalah tes yang disusun oleh para ahli, atau

disusun oleh lembaga yang khusus menyelenggarakan secara

profesional. Sedangkan tes non standar adalah tes buatan guru sendiri

yang belum distandarisasikan atau belum diujicobakan.(Muslam,

1994:135).

Tes digunakan sebagai alat pengukur prestasi belajar anak, maka

harus dibuat dengan sebaik-baiknya. Adapun tes dapat dikatakan baik

apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

13

a. Validitas, yakni tes dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.

b. Reliabilitas, yakni hasil tes harus menunjukkan ketetapan. Dengan

kata lain, jika siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang

berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (rangking

yang sama dalam kelompoknya.

c. Objektivitas, yakni dalam pelaksanaan tes tidak ada faktor pribadi atau

objektif yang mempengaruhi.(Arikunto, 2002:57)

d. Efisiensi. Alat ukur harus dapat digunakan tanpa memerlukan banyak

waktu dan uang.(Oemar H. Malim, 2009:208)

e. Kegunaan. Alat ukur harus berdaya guna, dalam arti memperoleh

keuntungan berupa keterangan tentang siswa yang dapat digunakan

untuk memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi siswa. .(Oemar H.

Malim, 2009:209)

Alat pengukur prestasi belajar berupa non tes terdiri dari :

a. Skala bertingkat (rating scale); yakni skala yang menggambarkan

suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan.

b. Kuesioner (questionair); adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus

diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner anak

dapat diketahui tentang keadaan diri, pengalaman, pengetahuan sikap

atau pendapatnya.

c. Daftar cocok (check list); adalah deretan pertanyaan dimana responden

yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok () ditempat yang

disediakan.

d. Wawancara (interview); digunakan untuk mendapatkan jawaban dari

responden dengan jalan tanya jawab sepihak.

e. Pengamatan (observation); adalah suatu cara yang dilakukan dengan

mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara

sistematis.

f. Riwayat hidup; adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama

masa hidupnya. Dengan mempelajarai riwayat hidup akan

memeperoleh tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari obyek

yang dinilai. (Arikunto, 2002:26)

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

14

Ada beberapa aspek penilaian untuk mengukur prestasi

belajar, diantaranya :

a. Penilaian pengetahuan.

Untuk menilai pengetahuan dapat dipergunakan pengujian sebagai

berikut :

1) Teknik penilaian aspek pengenalan (recognition)

2) Teknik penilaian aspek mengingat kembali (recall)

3) Teknik penilaian aspek pemahaman (komprehension)

Untuk mengukur aspek pengetahuan ini lebih mudah menggunakan tes

tertulis, adapun bentuk tes sebagai berikut :

1) Soal bentuk uraian

2) Soal bentuk obyektif, yakni jawaban singkat, benar-salah,

menjodohkan, dan pilihan ganda. .(Arikunto, 2002:211)

b. Penilaian perilaku keterampilan

Jenis tes yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1) Tes persepsi

2) Tes prasyarat yang meliputi semua kategori keterampilan,

pengetahuan syarat, seperti prosedur dan prinsip.

3) Tes strategi terhadap keterampilan produktif.

4) Tes tindakan

5) Observasi, yakni mengamati semua keterampilan yang telah

dirumuskan secara khusus. (Arikunto, 2002:214)

c. Panilaian sikap.

Untuk mengetahui sikap siswa dapat dilakukan dengan menggunakan

skala sikap. Ada dua jenis skala sikap yaitu :

1) Skala Likert. Subyek merespon dengan berbagai tingkat intensitas

berdasarkan rentang skala antara dua sudut yang berlawanan

(ekstrem), misalnya : setuju-tidak setuju, suka-tidak suka,

menerima-menolak.

2) Skala Thurstone. Model skala ini tidak hanya menempatkan

individu dalam rangkaian persetujuan yang mengacu kepada sikap

tertentu, tetapi tiap item mengandung nilai skala yang berbeda-

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

15

beda yang masing-masing punya kekuatan untuk mendapat

persetujuan dari responden.(Arikunto, 2002:215)

2.1.2. Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization

(TAI)

2.1.2.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Definisi mengajar yang dianut negara-negara maju saat ini adalah

“Teaching is the guidance of learning”, mengajar adalah bimbingan

kepada siswa dalam proses belajar. Dari definisi tersebut menunjukkan

bahwa yang harus aktif adalah siswa yang mengalami proses

belajar.(Slameto,1995:2). dalam pembelajaran siswa harus aktif

membangun pengetahuan yang diberikan guru dalam benaknya sendiri.

Guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menuangkan ide-idenya, guru hanya memberikan tangga kepada siswa

untuk membantu mencapai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi. Guru

harus dapat membimbing siswa menjadi pelajar mandiri.

Uraian tersebut didasarkan atas teori pembelajaran

konstruktivisme. Esensi teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa

harus secara individual menemukan dan mentransfer informasi-informasi

kompleks apabila mereka ingin menjadikan informasi itu miliknya

sendiri. (Muhammad Nur, 1998:2)

Teori ini mengajarkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam

pembelajaran. Karena penekanannya pada siswa yang aktif maka

pembelajaran konstruktivisme sering disebut juga sebagai pembelajaran

yang berpusat kepada siswa (student centered instruction) (Muhammad

Nur, 1998:2).

Konstruktivisme muncul dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang

menekankan perubahan kognitif akan terjadi jika siswa konsepsi-

konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses

ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru

dan juga menekankan adanya hakikat sosial dari belajar dan keduanya

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

16

menyarankan untuk menggunakan kelompok-kelompok belajar dengan

kemampuan anggota yang berbeda-beda (Muhammad Nur, 2004:3).

Basyirudin Usman (2002:14) mendefinisikan cooperative sebagai

belajar kelompok atau bekerja sama. Menurut Burton yang dikutip oleh

Nasution (2000:148), cooperative atau kerjasama ialah cara individu

mengadakan relasi dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama.

Arthur T Jersild yang dikutip Syaiful Sagala (2003:12),

mendefinisikan bahwa learning is modification of behavior through

experience and training yakni pembentukan perilaku melalui pengalaman

dan latihan. Dia menambahkan bahwa learning sebagai kegiatan

memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara

mengolah bahan ajar.

Pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dimana siswa bekerja

dalam kelompok dengan kemampuan berbeda-beda. Pembelajaran

kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan

kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-

tugas terstruktur. Model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama

siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas dan tujuannya

(Anita Lie, 2004:12).

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah

suatu pembelajaran dimana siswa secara aktif bekerjasama dalam

kelompok yang heterogen untuk saling membantu dan mencapai tujuan

bersama.

2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team-Assisted

Individualization (TAI)

Pengertian Team-Assisted Individualization (TAI) dapat

diartikan sebagai berikut :

Team = regu (Salim’s ninth Collegiate English-Indonesian

Dictionary,2000: 1510). Regu (kelompok) di dalam pembelajaran

menurut W Gulo (2002:126-130) mempunyai lima ciri pokok.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

17

a. Interaksi.

Anggota-anggota suatu kelompok terikat pada pembicaraan

tertentu. Keterikatan ini menimbulkan komunikasi.

Di dalam kelompok, seseorang berbicara, yang lain

mendengarkan, ada yang bertanya, ada yang menjawab, ada

perdebatan dan sebagainya. Pembicaraan di dalam kelompok berjalan

lancar dan lebih bermutu bila ditunjang dengan sumber-sumber

informasi seperti buku, surat kabar, rekaman atau narasumber.

b. Tujuan.

Suatu kelompok diskusi, mempunyai tujuan bersama yang jelas.

Tujuan yang samar-samar menyebabkan kurangnya motivasi di antara

anggota kelompok untuk berusaha mencapai tujuan.

c. Kepemimpinan.

Suatu kelompok diskusi keberadaan kememimpinan sangat penting

agar pembicaraan berjalan secara berdisiplin dan terarah pada tujuan.

d. Norma.

Setiap anggota dalam kelompok terikat pada norma-norma tertentu.

Norma-norma tersebut harus ditaati oleh anggota kelompok. Ketaatan

pada norma-norma akan membuat kelompok lebih efisien.

e. Emosi.

Setiap anggota dalam kelompok mengalami cetusan-cetusan

emosional tertentu. Rasa bosan, kecewa, senang, kesal, tertarik,

merasa ditolak, merasa bangga dan sebagainya. Untuk membina

perasaan-perasaan positip, setiap anggota kelompok harus mengakui

kehadiran sesamanya.

Assisted = membantu (Salim’s ninth Collegiate English-

Indonesian Dictionary,2000).

Individual = perseorangan (Salim’s ninth Collegiate English-

Indonesian Dictionary,2000).

Sehingga Assisted Individual dapat diartikan bantuan

perseorangan/bantuan individu di dalam pembelajaran. Menurut S.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

18

Nasution (2003:123) agar pembelajaran dapat berhasil dengan baik, maka

setiap anak harus mendapat perhatian dan bantuan. Guru harus mengenal

pribadi setiap anak. Oleh sebab itu guru tidak cukup hanya menguasai

bahan pelajaran akan tetapi harus pula mampu melibatkan pribadi siswa

dalam pelajaran untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Jadi yang dimaksud Model Pembelajaran Cooperative Learning

tipe TAI (Team Assisted Individualization) adalah model pembelajaran

kerja sama kelompok (regu) dengan bantuan individu dari guru kepada

siswa.

Pembelajaran ini menggabungkan pembelajaran kooperatif

dengan bantuan individu kepada siswa yang lemah. Tokoh pembelajaran

ini adalah Slavin, Leavy, dan Madden,1985 (Mohamad Nur,2000).

Menurut Amin Suyitno (2006:10): Model Pembelajaran

Kooperatif tipe Team-Assisted Individualization (TAI) termasuk

pembelajaran kooperatif yang diikuti pemberian bantuan secara individu

bagi siswa yang memerlukannya. Model Pembelajaran TAI memiliki

delapan komponen:

a. Teams, yaitu pembentukan kelompok yang heterogen yang terdiri

atas 4 sampai 5 siswa.

b. Pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian

siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.

c. Melaksanakan tugas dalam kelompok dengan menciptakan situasi di

mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh

keberhasilan kelompoknya.

d. Tindakan belajar yang dilaksanakan oleh kelompok dan guru

memberikan bantuan secara individu kepada siswa yang

membutuhkannya.

e. Pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan penghargaan

terhadap kelompok yang berhasil dan yang dipandang kurang

berhasil dalam menyelesaikan tugas.

f. Pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

19

tugas kelompok.

g. Pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

h. Pemberian materi oleh guru kembali di akhir pembelajaran dengan

strategi pemecahan masalah.

Tahapan-tahapan pembelajaran model TAI adalah sebagai berikut:

a. Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada

siswa dengan mengadopsi model pembelajaran TAI.

b. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya

model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran.

Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja sama antar siswa

dalam suatu kelompok.

c. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok,

bila terpaksa guru dapat memanfaatkan LKS yang dimiliki oleh siswa.

d. Guru menjelaskan materi baru secara singkat.

e. Guru membentuk kelompok kecil dengan anggota 4 – 5 siswa pada

tiap kelompoknya. Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya

dengan memperhatikan keharmonisan kerja kelompok.

f. Guru menugasi kelompok dengan dengan bahan yang sudah

disiapkan.

g. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan yang

dialami anggota kelompoknya kepada guru. Jika diperlukan guru

melakukan bantuan secara individual.

h. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah

memahami materi bahan ajar yang diberikan guru, dan siap untuk

diberi ulangan oleh guru. Setelah diberi ulangan, guru harus

mengumumkan hasilnya dan menetapkan kelompok terbaik sampai

kelompok yang kurang berhasil (jika ada).

i. Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman secara

klasikal dengan menekankan strategi pemecahan masalah.

j. Guru dapat memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang

ditentukan.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

20

2.2. Kajian Penelitian Yang Relevan

Menurut Agus Budiharto (2007) Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang dalam penelitiannya

yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas VIII

A SMP Negeri 23 Semarang pada Pokok Bahasan Lingkaran dengan

Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Assisted

Individualization (TAI). Dari serangkaian tindakan mulai siklus I sampai

siklus II hasilnya adalah pada siklus I, persentase keaktifan siswa

berhasil ditingkatkan yaitu rata- rata 84,2 1 % , namun hasil tes akhir

siklus I gagal khususnya pada aspek pemahaman konsep ketuntasan

secara klasikal adalah 60 % dan aspek pemecahan masalah ketuntasan secara

klasikal adalah 40 % ( batas ketuntasan secara klasikal minimal 75 %).

Pada akhir siklus II keaktifan siswa berhasil ditingkatkan yaitu rata-rata

90,90 % dan hasil tes akhir siklus II prosentase ketuntasan secara klasikal

pada aspek pemahaman konsep adalah 100 %, ketuntasan secara klasikal

aspek penalaran dan komunikasi adalah 75,5 6 % dan ketuntasan secara

klasikal aspek pemecahan masalah adalah 86,67 %.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah

“Dengan implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Team-Assisted

Individualization pada pokok bahasan Lingkaran di kelas VIII A SMP

Negeri 23 Semarang tahun pelajaran 2006/2007, dapat meningkatkan

keaktifan dan hasil belajar siswa.

2.3. Kerangka berpikir

Berdasarkan permasalahan yang harus dihadapi yaitu tentang hasil

belajar matematika yang rendah, keaktifan siswa yang kurang serta

kesulitan siswa dalam mempelajari materi Bilangan Pecahan dan

berdasarkan landasan teori dari para ahli maka diperlukan model

pembelajaran juga bimbingan secara individu dari guru ke siswa.

Pembelajaran yang menggabungkan Pembelajaran Kooperatif dengan

Pembelajaran Individu merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi kelas IV SD Negeri Timbang 01. Model

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. 2.1.1.1. Hasil Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2111/3/T1_262010793_BAB II.pdfIstilah hasil belajar dapat disebut juga dengan prestasi

21

Pembelajaran yang menggabungkan Pembelajaran Kooperatif dan

Pembelajaran Individu termasuk Model Pembelajaran Kooperatif tipe

Team-Assisted Individualization (TAI).

Adapun kerangka berfikir mengenai penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Gambar 2.1

Alur Kerangka Berfikir Penelitian Tindakan Kelas

2.4. Hipotesis Tindakan

Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted

Individualization (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada

materi pokok bilangan pecahan pada siswa Kelas IV SD Negeri Timbang

01 Kec. Banyuputih Kab. Batang Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012.

Kondisi Awal

Guru Menggunakan

metode Konvensional

dalam pembelajaran

Matematika

Hasil belajar

Matematika

Materi Pokok

Rendah

Tindakan

Hail belajar Matematika

Materi Pokok Meningkat

Kondisi Ahir

Implementasi

Pembelajaran Kooperatif

tipe Team-Assisted

Individualization (TAI)

pada mata pelajaran

Matematika

Siklus I

Siklus II