BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 . Kajian Teori
2.1.1. Hakikat Belajar
Menurut Slameto (2010: 2) mendefinisikan bahwa “belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannnya”. Menurut Oemar Hamalik (2002: 154),
belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan
pengalaman. Belajar menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008: 23) adalah
“berubah tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman”. Belajar disini lebih
kepada proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan
suatu usaha perubahan tingkahlaku dalam interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu:
1. Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
2. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
3. Perubahan perilaku karena berinteraksi dengan lingkungannya.
2.1.2. Minat Belajar
a. Pengertian Minat
Salah satu faktor utama untuk mencapai sukses dalam segala bidang, baik
berupa studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Hal ini karena
dengan tumbuhnya minat dalam diri seseorang akan melahirkan perhatian untuk
melakukan sesuatu dengan tekun dalam jangka waktu yang lama, lebih
berkonsentrasi, mudah untuk mengingat dan tidak mudah bosan dengan apa yang
dipelajari.
9
Sejalan dengan itu, menurut Joko Sudarsono (2003: 8) “Minat merupakan
bentuk sikap ketertarikan atau sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena
menyadari pentingnya atau bernilainya kegiatan tersebut”. Begitupun dengan
Slameto (2010: 80) mengatakan bahwa “Minat adalah suatu rasa lebih suka dan
rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”.
Berdasakan beberapa pengertian minat belajar menurut para ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah suatu bentuk perbuatan atau sikap
tertarik dan senang dengan pelajaran untuk mempelajarinya.
b. Indikator Minat Belajar
Pada umumnya minat seseorang tehadap sesuatu akan diekspresikan melalui
kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya. Sehingga untuk
mengetahui indikator minat dapat dilihat dengan cara menganalisis kegiatan-
kegiatan yang dilakukan individu atau objek yang disenangi, karena minat
merupakan motif yang dipelajari yang mendorong individu untuk aktif dalam
kegiatan tertentu. Dengan demikian untuk menganalisis minat belajar dapat
digunakan beberapa indikator minat sebagai berikut:
Menurut Sukartini dalam Suhartini (2001: 26) analisis minat dapat
dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Keinginan untuk mengetahui atau memiliki sesuatu
2. Objek-objek kegiatan yang disenangi
3. Jenis kegiatan untuk mencapai hal yang disenangi
4. Usaha untuk merealisasikan keinginan atau rasa senang terhadap sesuatu.
Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Slameto (2010:
180), mengatakan bahwa “Suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan
yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal
lainnya, dapat pula memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk
memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.“
Selain itu menurut Djamarah (2002: 132) mengungkapkan bahwa minat
dapat diekspresikan peserta didik melalui:
1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.
10
2. Partisipasi dalam aktif dalam suatu kegiatan.
3. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya
tanpa menghiraukan yang lain (fokus).
Berdasarkan pengertian minat dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa
minat belajar peserta didik dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam
melakukan aktivitas yang mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi
dalam proses pembelajaran. Menurut pendapat Suhartini dan Djamarah Indikator
minat dapat disimpulkan meliputi aspek perhatian, aspek ketertarikan dan aspek
rasa senang. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar
peserta didik terhadap mata pelajaran IPA melalui Model Contextual Teaching
and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri).
2.1.3. Hasil Belajar
Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output
atau hasil dari proses belajar yang dialaminya. Itulah yang biasa disebut hasil
belajar. Hasil belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.
Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif
misalnya anak yang belum bisa memakai sepatu atau alas kaki, setelah belajar
anak tersebut dapat memakai sepatu atau alas kaki dan menjadi kebiasaan yang
baik. Inilah yang dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif.
Menurut Gerlach dan Ely (dalam Riffa’i Anni 2009: 5) hasil belajar
merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami
aktivitas belajar. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang
dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan
program pendidikan yang diterapkan. Hasil belajar digunakan untuk bahan
pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam perbaikan
proses belajar mengajar, meningkatkan hasil belajar peserta didik, evaluasi diri
terhadap kinerja peserta didik.
Sedangkan menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar.
Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang
11
diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan
mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.
Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi
domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam
Ismiyahni 2000)
Bloom (dalam Poerwanti 2008: 1.23) mengemukakan bahwa belajar dibagi
menjadi tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu ranah kognitif,
ranah afektif, dan ranah psikomotorik, lebih rinci akan di jelaskan sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Yaitu perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi yang
meliputi stimulus eksternal, penyimpanan, pengolahan dalam otak yang
menjadi informasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Bloom, menyebutkan ranah kognitif meliputi: 1) mengingat
(remember), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: memasangkan,
membaca, membilang, menamai, menandai; 2) memahami (understand),
kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: membedakan, melaporkan,
member contoh, memperkirakan dan membandingkan; 3) mengaplikasikan
(apply), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: melaksanakan,
melakukan, melatih, memproses, menentukan; 4) menganalisis (analyze),
kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: melatih, memadukan,
memaksimalkan, membagankan, membuat struktur, memecahkan; 5)
mengevaluasi (evaluate), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu:
membuktikan, memilih, memisahkan, memonitor; 6) mencipta (create), kata-
kata operasional yang di gunakan yaitu: memadukan, membangun,
membatas, membentuk dan memproduksi.
2. Ranah Afektif
Yaitu hasil belajar yang di susun secara hirarkis mulai dari tingkat yang
paling rendah hingga yang paling tinggi dan kompleks yang berkaitan dengan
pengembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi yang meliputi: 1) menerima;
2) menjawab; 3) menilai; 4) Organisasi.
12
3. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan kegiatan
motorik yang meliputi: 1) gerakan reflek; 2) gerakan dasar; 3) gerakan
persepsi; 4) gerakan kemampuan fisik; 5) gerakan terampil; 6) gerakan indah
dan kreatif.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar dimana perubahan
itu terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor
(ketrampilan). Dalam penelitian ini peneliti mengkaji minat belajar dengan
ranah afektif dan hasil belajar dengan ranah kognitif (mengingat dan
memahami).
2.1.4. Pembelajaran IPA
a. Pengertian Pembelajaran IPA
Suyitno (2004: 2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan
iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan
peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara pendidik dengan
peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik. Pengajaran IPA
dikembangkan berdasarkan persoalan atau tema untuk dapat dikaji dari aspek
kemampuan peserta didik yang mencakup aspek mengkomunikasikan konsep
secara ilmiah, aspek pengembangan konsep dasar, dan pengembangan kesadaran
dalam konteks ekonomi dan sosial. Menurut Iskandar (2001: 2-3) hakikat
pembelajaran IPA terdiri dari:
1. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Produk
IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
teori-teori IPA. Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benar-
benar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara
objektif. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA.
Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA.
Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-konsep
dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan.
13
2. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses
Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para
ilmuan diantaranya adalah :
1) Mengamati
2) Mengukur
3) Menarik kesimpulan
4) Mengendalikan variabel
5) Membuat grafik dan tabel data
6) Membuat definisi operasional
7) Melakukan eksperimen
3. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap
IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang ilmuan
sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai
hasil yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu:
1) Obyektif terhadap fakta
2) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan
3) Berhati terbuka
4) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat
5) Bersifat hati-hati
6) Ingin menyelidiki
Pembelajaran IPA dapat didefinisikan yaitu sebagai ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu
yang nyata yang setiap harinya berkaitan dengan kehidupan manusia dan
lingkungan. Hal ini menyebabkan peserta didik kesulitan memahami konsep
pembelajaran jika pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran tidak dibuat
dengan menggunakan model yang nyata. Salah satu model pembelajaran yang
nyata yaitu menerapkan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan
menemukan sendiri (Inkuiri) dengan materi sifat-sifat cahaya pada peserta didik
kelas V SD Negeri Kalibeji.
14
b. Tujuan Pembelajaran IPA
Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar
Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil
pengamatannya secara lisa dan tertulis.
2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan
tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara mahkluk
hidup dengan lingkungannya.
3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta
fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup.
4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya,
perubahan wujud benda dan kegunaannya.
15
5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya.
6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan
permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.
c. Hasil Belajar IPA
Bundu (2006: 19) menjelaskan bahwa hasil belajar IPA di SD hendaknya
mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Penguasaan produk ilmiah atau produk IPA yang mengacu pada seberapa
besar mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang
IPA baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum maupun teori. Aspek produk
IPA dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan dalam pokok-pokok
bahasan yang menjadi target program pembelajarn yang harus dikuasai.
2. Penguasaan proses ilmiah atau proses IPA mengacu pada sejauh mana peserta
didik mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdiri
atas keterampilan proses IPA dasar dan keterampilan proses IPA terintegrasi.
Untuk tingkat pendidikan dasar di SD maka penguasan proses IPA di
fokuskan pada keterampilan proses IPA dasar (basic science prosess skill)
yang meliputi keterampilan mengamati (observasi), menggolongkan
(klasifikasi), menghitung (kuantifikasi), meramalkan (prediksi),
menyimpulkan (inferensi), dan komunikasi.
3. Penguasaan sikap ilmiah atau sikap IPA merujuk pada sejauh mana peserta
didik mengalami perubahan dalam sikap dan sistem nilai dalam proses
keilmuan. Sikap ilmiah yang sangat penting dimiliki pada semua tingkatkan
pendidikan IPA adalah hasrat ingin tahu, menghargai, kenyataan (fakta dan
data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi, kritis dan hati-hati, tekun, ulet,
tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap
lingkungan sekitar, dan bekerjasama dengan orang lain.
4. Hasil belajar IPA SD adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi
pada peserta didik dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses
pembelajaran IPA. Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan skor yang
diperoleh dari satu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai mengikuti
16
program pembelajaran. Hal ini sesuai dengan dimensi hasil belajar yang
terdiri atas dimensi tipe isi (produk), dimensi tipe kinerja (proses), dan
dimensi tipe sikap ilmiah.
Iskandar (2001: 12) menarik kesimpulan bahwa hasil belajar IPA berupa
fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA
penting bagi kemajuan hidup manusia, cara kerja memeroleh itu disebut proses
IPA, dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.
Beberapa pendapat menggambarkan bahwa hasil belajar IPA merupakan
proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang merupakan hasil dari aktivitas belajar IPA yang ditunjukan dalam bentuk
angka-angka seperti yang dapat dilihat dari nilai rapor. Dalam penelitian ini
peneliti akan mengkaji minat belajar dengan ranah afektif dan hasil belajar dengan
ranah kognitif (mengingat dan memahami). Hasil belajar IPA juga diartikan
sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti
proses pembelajaran IPA yang dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah
melakukan tes.
2.1.5. Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (2011) model pembelajaran merupakan perencanaan
atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran adalah bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas
oleh pendidik di kelas. Model pembelajaran juga dapat diartikan pula sebagai pola
yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi
petunjuk kepada pendidik di kelas.
Menurut Joyce & Weil dalam (Trianto, 2011) mendefinisikan model
pembelajaran sebagai perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain- lain.
17
Dari definisi yang diungkapkan oleh Joyce & Weil dapat dikatakan bahwa
model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, sehingga pendidik dapat
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien dengan materi untuk
mencapai tujuan pendidikan dan membuat hasil belajar lebih baik.
Menurut Trianto (2011) mengemukakan maksud dari model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat tentang model pembelajaran, dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang
dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu.
2.1.6. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Menemukan
Sendiri (Inkuiri)
a. Hakikat Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan
situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga atau masyarakat (Suprijono 2011: 79-80). Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik.
Pembelajaran kontekstual adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi
teori tersebut adalah peserta didik diusahakan harus dapat menemukan serta
mentransformasikan suatu informasi yang kompleks ke situasi lain dan apabila
dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Nurhadi, dkk (2003: 11) mengemukakan beberapa pengertian Contextual
Teaching and Learning (CTL) dari berbagai sumber, yaitu:
1. Menurut Johnson
18
CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu peserta
didik melihat makna dalam bahan-bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan
cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan
konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya.
2. Menurut The Washington
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan peserta
didik memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan
seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi
ketika peserta didik menerapkan dan mengalami yang diajarkan dan mengacu
pada masalah-masalah nyata yang berasosiasi dengan peranan dan tanggungjawab
mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, peserta didik dan selaku
pekerja.
3. Menurut proyek yang dilakukan oleh Centre on Education and Work at the
University of Wisconsin-Madison
Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar mengajar yang
membantu pendidik menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan
memotivasi peserta didik membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan
aplikasinya dalam kehidupan peserta didik sebagai anggota keluarga, anggota
masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pembelajaran
kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang
dilakukan sendiri, berlaku dalam kehidupan peserta didik, menggunakan penilaian
autentik, dan menggunakan pola kelompok yang bebas.
Dari berbagai definisi di atas, diambil kesimpulan bahwa dengan model
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar, dimana pendidik
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan ke dalam
kehidupan mereka sehari-hari, sementara peserta didik memperoleh pengetahuan
dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses
19
mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
b. Prinsip-Prinsip Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai beberapa prinsip
pokok. Jika prinsip itu dilaksanakan maka dapat dijamin bahwa pembelajaran
kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil seutuhnya. Untuk mewujudkan
pembelajaran dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning
(CTL) yang ideal menurut Rusman (2010: 193), terdapat tujuh prinsip
kontekstual yang harus dikembangkan oleh pendidik, yaitu :
1. Kontruktivisme (Contructivision)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir filosofi model
pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(sempit), dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi
manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan
ide-ide. Pendidik tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada
peserta didik. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak
mereka sendiri.
Esensi dari teori konstruktis adalah ide bahwa peserta didik harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi
lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Berdaarkan hal ini, maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkontruksi bukan menerima pengetahuan.
2. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari bertanya,
karena bertanya merupakan setrategi utama pembelajaran yang berbasis
20
kontekstual. Dalam usaha pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
berguna untuk:
a) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis,
b) mengecek pemahaman peserta didik,
c) membangkitkan respon kepada peserta didik,
d) mengetahui sejauhmana keingintahuan peserta didik,
e) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui peserta didik,
f) menfokuskan perhatian peserta didik pada sesuatu yang dikehendaki
pendidik,
g) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari peserta didik
untuk menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik,
h) untuk menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik.
3. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Pendidik harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada
kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar kerjasama dengan orang
lain. Hasil belajar diperoleh melalui sharing antar teman, antar kelompok,dan
antar yana tahu kepada yang belum tahu. Diruang ini di kelas ini, di sekitar
ini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semuanya adalah anggota
masyarakat belajar.
5. Pemodelan (Modeling)
Komponen model pembelajaran selanjutnya adalah pemodelan. Dalam
sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang
di tiru. Model itu member peluang besar bagi pendidik untuk memberi contoh
cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu pendidik member model tentang
bagaimana cara belajar. Sebagian pendidik memberi contoh tentang cara
bekerja sesuatu, sebelum peserta didik melaksanakn tugas, misalnya cara
21
menemukan kata kunci bacaan. Dalam pembelajaran tersebut pendidik
mendemontrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan cara
menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan gerak mata. Secara
sederhan kegiatan ini disebut pemodelan. Pendidik berperan sebagai model
yang biasa ditiru dan diamati peserta didik, sebelum mereka berlatih
menemukan kata kunci.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang
lalu. Peserta didik mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai
struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
akt4itas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Pada akhir pelajaran, refleksi dapat dilakukan melalui pernyataan
langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan atau jurnal di buku
peserta didik , diskusi, kesan, dan saran peserta didik mengenai pembelajaran
hari itu. Melalui refleksi peserta didik merasa memperoleh sesuatu yang
berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya serta berfungsi
sebagai umpan balik.
7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
menberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik . Gambaran
perkembangan belajar peserta didik perlu diketahui oleh pendidik agar bisa
memastikan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan
benar.
Program pembelajaran yang dirancang oleh pendidik dalam bentuk tahap
demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama peserta didik selama
berlangsungnya proses pembelajaran peserta didik harus tercermin
penerapannya dari ketujuh komponen CTL dengan jelas. Adanya ketujuh
komponen tersebut maka setiap pendidik memiliki persiapan yang utuh
22
mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan
belajar-mengajar di kelas.
c. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Menemukan
Sendiri (Inkuiri)
Menurut Nurhadi (2002), “Inkuiri merupakan kegiatan dari pembelajaran
berbasis kontruktivisme”. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh peserta
didik diharap bukan dari proses mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari
hasil penyelidikan sendiri. Pendidik harus selalu merancang kegiatan yang
merujuk pada kegiatan penyelidikan, apapun materi yang diajarkanya. Setelah
menemukan atau memperoleh ketrampilan maka peserta didik diharapkan dapat
mengkomunikasikanya melalui melalui Model Contextual Teaching and Learning
(CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri). Peranan pendidik disini adalah
sebagai fasilitator dan pembimbing. Tugas pendidik adalah memilih masalah yang
perlu disampaikan kepada peserta didik untuk dipecahkanya.
Roestiyah (2001: 75) menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu tehnik
atau cara yang diigunakan pendidik untuk mengajar didepan kelas dan peserta
didik diharapkan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah,
akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama.
Berdasarkan definisi model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) yang dikemukakan para
ahli dapat disimpulkan bahwa model Contextual Teaching and Learning (CTL)
dengan menemukan sendiri (Inkuiri) merupakan kegiatan belajar mengajar
dimana peserta didik dihadapkan pada suatu masalah untuk dicari jawaban atau
kesimpulan, sehingga menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar yang
aktif.
Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan
sendiri (Inkuiri) berpusat pada kegiatan peserta didik, namun pendidik tetap
memegang peran penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Menurut
Kuslan dan Stone dalam Amri (2010: 104) proses belajar mengajar dengan model
inkuiri ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
23
1. Menggunakan ketrampilan proses;
2. Jawaban yang dicari peserta didik tidak diketahui terlebih dahulu;
3. Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan sendiri;
4. Hipotesis dirumuskan oleh peserta didik untuk membimbing percobaan dan
eksperimen;
5. Peserta didik mengusulkan cara-cara pengumpulan data yang diperlukan;
6. Peseta didik melakukan penelitian secara individu atau kelompok untuk
mengunpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis;
7. Peserta didik mengolah data sehingga mereka mencapai pada kesimpulan.
Berdasarkan ciri-ciri model pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri), pendidik berusaha
membimbing, melatih dan membiasakan peserta didik terampil berpikir karena
mereka mengalami keterlibatan secara mental maupun secara fisik seperti terampil
menggunakan alat peraga, terampil untuk merangkai peralatan percobaan dan
sebagainya. Dari aspek lain pendidik berkewajiban menggiring peserta didik
untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri. Tujuan
penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan
sendiri (Inkuiri) ini menurut National Research Council dalam Amri (2010: 91)
adalah:
1. Mengembangkan keinginan dan motivasi peserta didik untuk mempelajari
prinsip dan konsep sains;
2. Mengembangkan ketrampilan ilmiah peseta didik sehingga mampu bekerja
seperti seorang ilmuan;
3. Membiasakan peserta didik bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.
Untuk pencapaian tujuan pengunaan Contextual Teaching and Learning
(CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat dilihat dari keunggulan model
inkuiri tersebut. Model inkuiri ini memiliki keungulan, menurut Roestiyah (2001:
76-11) yaitu
1. Dapat membentuk dan mengunakan “sel-consept” pada diri peseta didik,
sehingga peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan
lebih baik.
24
2. Dembantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang
baru.
3. Mendorong peseta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri,
bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.
4. Mendorong peserta didik untuk berfikir kritis dan merumuskan hipotesis
sendiri.
5. Member keputusan yang bersifat interinsik.
6. Situasai pembelajaran lebih mengairahkan.
7. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8. Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri.
Pada prinsipnya keunggulan pengunaan Model Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat dicapai melalui
langkah-langkah pembelajaran yang sesuai. Menurut Eggen dan Kauchack dalam
Trianto (2011: 141) menyatakan, ada 6 tahapan yang harus dilakukan dalam
proses pembelajaran dalam menggunakan pengunaan Model Contextual Teaching
and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) yaitu:
1. Menyajikan Pertanyaan atau Masalah
Pada tahapan penyajian pertanyaan atau masalah pendidik membimbing
peserta didik mengidentifikasi masalah dan masalah ditulis di papan tulis.
Pendidik membawa peserta didik dalam kelompok.
2. Membuat Hipotesis
Pada tahap membauat hipotesis pendidik memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk curah pendapat dalam bentuk hipotesis. Pendidik
membimbing peserta didik dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang jadi prioritas
penyelidikan.
3. Merancang Percobaan
Pada tahap merancang percobaan pendidik memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan
hipotesis yang akan dilakukan. Pendidik membimbing peserta didik
mendiktekan langkah-langkah percobaan.
25
4. Melakukan Percobaan untuk Memperoleh Informasi
Pada tahapan ini pendidik membimbing peserta didik mendapatkan informasi
dari percobaan.
5. Mengumpulkan dan Menganalisis Data
Pada tahapan mengumpulkan dan menganalisis data pendidik memberikan
kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data
yang terkumpul.
6. Membuat Kesimpulan
Tahap terakhir adalah tahap membuat kesimpulan dimana peserta didik
diarahkan untuk menemukan jawaban atau kesimpulan yang paling tepat atas
permasalahan yang diajukan bedasarkan analisis data sebelumnya.
Dari enam langkah-langkah menurut Eggen & Kauchak, Sanjaya (2008:
202) juga mengungkapakan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan
menemukan sendiri (Inkuiri) meliputi: orientasi, merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan
kesimpulan. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Orientasi
Pada tahap ini pendidik melakukan langkah-langkah untuk membina suasana
atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap
orientasi ini adalah menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang
diharapakan dapat dicapai oleh peserta didik; menjelaskan pokok-pokok
bagian yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujua. Pada
tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah mulai
dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan;
menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam
rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.
2. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
26
persoalan yang menantang peserta didik untu memecahkan teka-teki itu.
Teka-teki dalam merumuskan masalah tentu ada jawabanya dan pesrta didik
didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah
yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui
proses tersebut peserta didik akan memperoleh pengalaman yang sangat
berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.
Sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu
cara yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan kemampuan
menebak, berhipotesis, pada setiap peserta didik adalah dengan mengajukan
berbagai pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan.
Kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
mengembangkan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya
memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga
membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.
5. Menguji Hipotesis
Menguji hipoesis adlah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional
artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
6. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
27
yang akurat sebaiknya pendidik mampu menunjukkan apada peserta didik
data mana yang relevan.
Setelah langkah-langkah menurut Eggen, Kauchak dan Sanjaya adapaun
langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Model Contextual Teaching
and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) menurut Kumalasari,
Kokom (2011: 23-74) antara lain:
1. Merumuskan Masalah
Pembelajaran biasanya dimulai dengan pertanyaan pembuka yang memancing
rasa ingin tahu peserta didik dan atau kekaguman peserta didik akan satu
fenomena. Peserta didik diberi kesempatan bertanya yang dimaksudkan
sebagai pengarah kepertanyaan inti yang akan dipecehkan oleh peserta didik.
Selanjutnya, pendidik menyampaikan pertanyaan inti atau maslah inti yang
harus dipecahkan oleh pendidik.
2. Mengamati atau Melakukan Observasi Lapangan
Membaca buku atau sumber laian untuk mendapatkan informasi pendukung.
Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau
objek yang diamati.
3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel dan karya lain.
4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, pendidik atau audien lainnya karya peserta didik disampaikan kepada
teman sekelas atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukkan,
bertanya jawab dengan teman memunculkan ide-ide baru.
5. Melakukan Refleksi
Menempelkan gambar, karya tulis, peta dan sejenisnya didinding sekolah,
majalah dinding, majalah sekolah dan sebagainya.
Dari beberapa teori mengenai langkah-langkah pembelajaran model
Contextual Teaching and Learning (CTL ) dengan menemukan sendiri (Inkuiri)
yang sudah termodifikasi, yaitu tahap penyajian masalah, tahap membuat
28
hipotesis, tahap merancang dan melakukan percobaan, tahap penyajian hasil
percobaan, tahap penarikan kesimpulan.
1. Tahap Penyajian Masalah
a) Peserta didik dibagi dalam 4 kelompok yang anggotanya 5-6 peserta didik.
b) Setiap kelompok menerima lembar permasalahan (LKS).
c) Peserta didik dalam kelompok membaca atau menyimak materi yang
diberikan.
2. Tahap Membuat Hipotesis
a) Peserta didik menyampaikan persepsi tentang permasalahan yang
diperoleh dalam kelompok.
b) Setiap kelompok membuat hipotesis atas permasalahan yang diberikan
pendidik dalam LKS.
3. Tahap Melakukan Percobaan
Peserta didik dalam kelompok melakukan percobaan sesuai dengan
materi dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah percobaan yang akan
dilakukan peserta didik antara lain:
a) Pendidik dan peserta didik menyiapkan alat dan bahan percobaan
b) Pendidik menjelaskan aturan dalam melakukan setiap percobaan.
c) Peserta didik mengambil alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
melakukan percobaan.
d) Setiap kelompok melakukan kegiatan percobaan, pendidik menjadi
fasilitator.
e) Kelompok yang sudah melakukan percobaan itu berdiskusi (pemecahan
masalah) dan mengutarakan hasil pengamatannya untuk disimpulkan.
f) Peserta didik bekerja sama dalam kelompoknya untuk menyimpulkan dari
hasil percobaan.
4. Tahap Penyajian Percobaan
a) Peserta didik mempresentasikan hasil percobaan tentang materi.
b) Melakukan tanya jawab.
5. Tahap Penarikan Kesimpulan
29
a) Peserta didik membuat kesimpulan dari materi pelajaran yang telah
dipelajari.
b) Peseta didik melakukan refleksi mengenai materi yang telah dipelajari.
2.2. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang terkait dengan
Model Contextual Teaching Learning (CTL) dengan menemukan sendiri
(Inkuiri):
1. Nugroho, Ulfi Sindu. 2012. Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui
Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) dengan menemukan sendiri
Peserta didik Kelas IV SD Negeri Salatiga 12 Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga pada Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi, Fakultas
Kependidikan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Program Studi Pendidikan
Pendidik Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Kristen Satya Wacana. Latar
belakang masalah dalam penelitian ini di dasarkan adanya tujuan
pembelajaran IPA yang menuntut keterlibatan peserta didik untuk aktif dan
mengaktualisasikan konsep materi yang sudah dipelajari. Salah satu cara
untuk mengaktifkan peserta didik yakni dengan menggunakan pendekatan
contextual teaching learning (CTL) dengan menemukan sendiri konsep yang
telah dipelajari. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Model PTK yang digunakan adalah model spiral dari C. Kemmis dan Mc
Taggart, R dengan menggunakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 3
tahap yakni 1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan tindakan dan observasi,
dan 3) refleksi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil
belajar IPA dengan kompetensi gaya yang dapat mengubah gerak suatu benda
melalui penggunaan pendekatan CTL dengan menemukan sendiri. Skor rata-
rata yang diperoleh di kondisi pra siklus sebesar 74,51 naik menjadi 92,42
pada siklus 1 dan pada siklus 2 naik lagi menjadi 94,76. Adapun ketuntasan
belajar klasikal pada kondisi pra siklus 67,57 %, siklus I naik menjadi
78,38% dan pada siklus 2 naik menjadi 100%. Sedangkan skor minimal pada
kondisi prasiklus sebesar 46, pada siklus 1 naik menjadi 75,33 dan pada
30
siklus 2 tetap 90,17. Sedangkan skor maksimal pada kondisi prasiklus 96 dan
siklus 1 sebesar 99,42 dan siklus 2 naik menjadi 99,75.
2. Maulani Aries, Armi. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran CTL Untuk
Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Regunung
01 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran
2012/2013. Skripsi, Fakultas Kependidikan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Program Studi Pendidikan Pendidik Sekolah Dasar (PGSD Universitas
Kristen Satya Wacana. Peningkatan minat dapat dilihat dari peningkatan
persentase skor angka minat belajar siswa terhadap IPA yaitu sebesar 75. Pra
siklus menunjukkan hanya 4 siswa atau 16,67 % dari seluruh siswa yang
memiliki minat terhadap IPA sisanya sebanyak 20 siswa atau 83,33% kurang
minat terhadap IPA. Pada siklus I siswa yang minat terhadap IPA sebanyak
13 siswa atau 54,17% sedangkan yang kurang minat terhadap IPA sebanyak
11 siswa atau 45,83%. Pada siklus II siswa yang minat terhadap IPA hanya
sebanyak 23 siswa atau 95,83%. Sedangkan siswa yang kurang minat
terhadap IPA sebanyak 1 siswa atau 4,17%. Peningkatan hasil belajar IPA
ditunjukkan sebagai berikut:pada pra siklus siswa yang mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM = 70) sebanyak 6 siswa atau 25,00% sedangkan
yang belum mencapai KKM sebanyak 18 siswa atau 75,00%. Pada siklus I
Siswa yang mencapai KKM 14 siswa atau 58,33% sedangkan yang belum
dapat mencapai KKM sebanyak 10 siswa atau 41,67%. Pada pembelajaran
siklus II siswa yang mencapai KKM sebanyak 22 siswa atau 91,67%
sedangkan yang belum dapat mencapai KKM sebanyak 2 siswa atau 8,33%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa pembelajaran yang
menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan
menemukan sendiri (Inkuiri) dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta
didik. Model ini dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik karena
dalam model ini menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara
penuh untuk dapat menemukan sendiri konsep materi yang diajarkan, sehingga
mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannnya dalam kehidupan sehari-
31
hari. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti merasa perlu untuk
mengembangkan penelitian supaya model Contextual Teaching and Learning
(CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat digunakan sebagai model
pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik.
32
2.3. Kerangka Berfikir
Kondisi Awal
Pendidik menggunakan Model CTL dengan
menemukan sendiri (Inkuiri) , dengan sintak
sebagai berikut:
1. Peserta didik dibagi dalam 4 kelompok
yang anggotanya 5-6 peserta didik.
2. Setiap kelompok menenerima lembar
kerja peserta didik (LKS)
3. Peserta didik dalam kelompok menyimak
atau membaca materi yang diberikan.
4. Peserta didik menyampaikan persepsi
tentang permasalahan yang dihadapi
dalam kelompoknya untuk membuat
hipotesis.
5. Peserta didik dalam kelompok
melakukan percobaan sifat cahaya
6. Kelompok yang sudah melakukan
percobaan itu bekerja sama (pemecahan
masalah) dan mengutarakan hasil
pengamatannya untuk disimpulkan.
7. Peserta didik mempresentasikan hasil
percobaan sifat cahaya yang sudah
didiskusikan dengan kelompok.
8. Peserta didik membuat kesimpulan.
9. Peserta didik dan pendidik melakukan
refleksi.
10. Peserta didik mengerjakan evaluasi.
SIKLUS I :
Menggunakan
Model CTL
dengan
menemukan
sendiri (Inkuiri).
PENDIDIK:
Model pembelajaran yang
digunakan konvensional.
Berpusat pada pendidik
PESERTA DIDIK :
Minat dan hasil bejalar IPA
peserta didik rendah.
Melalui penerapan model Contextual Teaching Learning (CTL)
dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat meningkatkan minat dan
hasil belajar IPA peserta didik.
SIKLUS II :
Menggunakan
Model CTL
dengan
menemukan
sendiri (Inkuiri).
Pra Siklus
Tindakan
Kondisi
Akhir
33
Skema alur berpikir tersebut menunjukkan bahwa pra siklus pada
pembelajaran IPA peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji minat dan hasil
belajar IPA rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor pendidik dan peserta didik
dalam pembelajaran pendidik menggunakan model pembelajaran konvensional
yang berpusat pada pendidik, sehingga peserta didik cepat merasa bosan dan
perhatian peserta didik teralih pada hal lain diluar kegiatan pembelajaran. Melihat
kondisi tersebut, peneliti berkolaborasi dengan pendidik kelas V untuk melakukan
tindakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan Model Contextual Teaching
and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri)
Maka dengan penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
dengan menemukan sendiri (Inkuiri) diharapkan dapat meningkatkan minat dan
hasil belajar IPA peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang
semester II tahun ajaran 2013/2014. Selain itu dapat memberikan masukkan bagi
pendidik untuk selalu menerapkan pembelajaran inovatif dan menyenangkan agar
peserta didik berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
2.4. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka dapat diajukan
hipotesis yang berbunyi: “Pembelajaran dengan menggunakan Model Contextual
Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat
meningkatkan minat dan hasil belajar IPA peserta didik kelas V SD Negeri
Kalibeji semester II tahun pelajaran 2013/2014”.