BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya...

26
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 . Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Belajar Menurut Slameto (2010: 2) mendefinisikan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannnya”. Menurut Oemar Hamalik (2002: 154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Belajar menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008: 23) adalah “berubah tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman”. Belajar disini lebih kepada proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan suatu usaha perubahan tingkahlaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu: 1. Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku. 2. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. 3. Perubahan perilaku karena berinteraksi dengan lingkungannya. 2.1.2. Minat Belajar a. Pengertian Minat Salah satu faktor utama untuk mencapai sukses dalam segala bidang, baik berupa studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Hal ini karena dengan tumbuhnya minat dalam diri seseorang akan melahirkan perhatian untuk melakukan sesuatu dengan tekun dalam jangka waktu yang lama, lebih berkonsentrasi, mudah untuk mengingat dan tidak mudah bosan dengan apa yang dipelajari.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 . Kajian Teori

2.1.1. Hakikat Belajar

Menurut Slameto (2010: 2) mendefinisikan bahwa “belajar adalah suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannnya”. Menurut Oemar Hamalik (2002: 154),

belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan

pengalaman. Belajar menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008: 23) adalah

“berubah tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman”. Belajar disini lebih

kepada proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu

dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan

suatu usaha perubahan tingkahlaku dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa

belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu:

1. Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.

2. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.

3. Perubahan perilaku karena berinteraksi dengan lingkungannya.

2.1.2. Minat Belajar

a. Pengertian Minat

Salah satu faktor utama untuk mencapai sukses dalam segala bidang, baik

berupa studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Hal ini karena

dengan tumbuhnya minat dalam diri seseorang akan melahirkan perhatian untuk

melakukan sesuatu dengan tekun dalam jangka waktu yang lama, lebih

berkonsentrasi, mudah untuk mengingat dan tidak mudah bosan dengan apa yang

dipelajari.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

9

Sejalan dengan itu, menurut Joko Sudarsono (2003: 8) “Minat merupakan

bentuk sikap ketertarikan atau sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena

menyadari pentingnya atau bernilainya kegiatan tersebut”. Begitupun dengan

Slameto (2010: 80) mengatakan bahwa “Minat adalah suatu rasa lebih suka dan

rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”.

Berdasakan beberapa pengertian minat belajar menurut para ahli tersebut,

dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah suatu bentuk perbuatan atau sikap

tertarik dan senang dengan pelajaran untuk mempelajarinya.

b. Indikator Minat Belajar

Pada umumnya minat seseorang tehadap sesuatu akan diekspresikan melalui

kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya. Sehingga untuk

mengetahui indikator minat dapat dilihat dengan cara menganalisis kegiatan-

kegiatan yang dilakukan individu atau objek yang disenangi, karena minat

merupakan motif yang dipelajari yang mendorong individu untuk aktif dalam

kegiatan tertentu. Dengan demikian untuk menganalisis minat belajar dapat

digunakan beberapa indikator minat sebagai berikut:

Menurut Sukartini dalam Suhartini (2001: 26) analisis minat dapat

dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut:

1. Keinginan untuk mengetahui atau memiliki sesuatu

2. Objek-objek kegiatan yang disenangi

3. Jenis kegiatan untuk mencapai hal yang disenangi

4. Usaha untuk merealisasikan keinginan atau rasa senang terhadap sesuatu.

Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Slameto (2010:

180), mengatakan bahwa “Suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan

yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal

lainnya, dapat pula memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk

memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.“

Selain itu menurut Djamarah (2002: 132) mengungkapkan bahwa minat

dapat diekspresikan peserta didik melalui:

1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

10

2. Partisipasi dalam aktif dalam suatu kegiatan.

3. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya

tanpa menghiraukan yang lain (fokus).

Berdasarkan pengertian minat dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa

minat belajar peserta didik dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam

melakukan aktivitas yang mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi

dalam proses pembelajaran. Menurut pendapat Suhartini dan Djamarah Indikator

minat dapat disimpulkan meliputi aspek perhatian, aspek ketertarikan dan aspek

rasa senang. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar

peserta didik terhadap mata pelajaran IPA melalui Model Contextual Teaching

and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri).

2.1.3. Hasil Belajar

Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output

atau hasil dari proses belajar yang dialaminya. Itulah yang biasa disebut hasil

belajar. Hasil belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.

Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif

misalnya anak yang belum bisa memakai sepatu atau alas kaki, setelah belajar

anak tersebut dapat memakai sepatu atau alas kaki dan menjadi kebiasaan yang

baik. Inilah yang dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif.

Menurut Gerlach dan Ely (dalam Riffa’i Anni 2009: 5) hasil belajar

merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami

aktivitas belajar. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang

dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan

program pendidikan yang diterapkan. Hasil belajar digunakan untuk bahan

pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam perbaikan

proses belajar mengajar, meningkatkan hasil belajar peserta didik, evaluasi diri

terhadap kinerja peserta didik.

Sedangkan menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar

merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar.

Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

11

diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan

mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi

domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam

Ismiyahni 2000)

Bloom (dalam Poerwanti 2008: 1.23) mengemukakan bahwa belajar dibagi

menjadi tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu ranah kognitif,

ranah afektif, dan ranah psikomotorik, lebih rinci akan di jelaskan sebagai berikut:

1. Ranah Kognitif

Yaitu perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi yang

meliputi stimulus eksternal, penyimpanan, pengolahan dalam otak yang

menjadi informasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Bloom, menyebutkan ranah kognitif meliputi: 1) mengingat

(remember), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: memasangkan,

membaca, membilang, menamai, menandai; 2) memahami (understand),

kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: membedakan, melaporkan,

member contoh, memperkirakan dan membandingkan; 3) mengaplikasikan

(apply), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: melaksanakan,

melakukan, melatih, memproses, menentukan; 4) menganalisis (analyze),

kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: melatih, memadukan,

memaksimalkan, membagankan, membuat struktur, memecahkan; 5)

mengevaluasi (evaluate), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu:

membuktikan, memilih, memisahkan, memonitor; 6) mencipta (create), kata-

kata operasional yang di gunakan yaitu: memadukan, membangun,

membatas, membentuk dan memproduksi.

2. Ranah Afektif

Yaitu hasil belajar yang di susun secara hirarkis mulai dari tingkat yang

paling rendah hingga yang paling tinggi dan kompleks yang berkaitan dengan

pengembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi yang meliputi: 1) menerima;

2) menjawab; 3) menilai; 4) Organisasi.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

12

3. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan kegiatan

motorik yang meliputi: 1) gerakan reflek; 2) gerakan dasar; 3) gerakan

persepsi; 4) gerakan kemampuan fisik; 5) gerakan terampil; 6) gerakan indah

dan kreatif.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar dimana perubahan

itu terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor

(ketrampilan). Dalam penelitian ini peneliti mengkaji minat belajar dengan

ranah afektif dan hasil belajar dengan ranah kognitif (mengingat dan

memahami).

2.1.4. Pembelajaran IPA

a. Pengertian Pembelajaran IPA

Suyitno (2004: 2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan

iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan

peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara pendidik dengan

peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik. Pengajaran IPA

dikembangkan berdasarkan persoalan atau tema untuk dapat dikaji dari aspek

kemampuan peserta didik yang mencakup aspek mengkomunikasikan konsep

secara ilmiah, aspek pengembangan konsep dasar, dan pengembangan kesadaran

dalam konteks ekonomi dan sosial. Menurut Iskandar (2001: 2-3) hakikat

pembelajaran IPA terdiri dari:

1. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Produk

IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan

teori-teori IPA. Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benar-

benar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara

objektif. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA.

Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA.

Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-konsep

dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

13

2. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses

Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para

ilmuan diantaranya adalah :

1) Mengamati

2) Mengukur

3) Menarik kesimpulan

4) Mengendalikan variabel

5) Membuat grafik dan tabel data

6) Membuat definisi operasional

7) Melakukan eksperimen

3. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap

IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang ilmuan

sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai

hasil yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu:

1) Obyektif terhadap fakta

2) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan

3) Berhati terbuka

4) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat

5) Bersifat hati-hati

6) Ingin menyelidiki

Pembelajaran IPA dapat didefinisikan yaitu sebagai ilmu yang mempelajari

peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu

yang nyata yang setiap harinya berkaitan dengan kehidupan manusia dan

lingkungan. Hal ini menyebabkan peserta didik kesulitan memahami konsep

pembelajaran jika pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran tidak dibuat

dengan menggunakan model yang nyata. Salah satu model pembelajaran yang

nyata yaitu menerapkan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan

menemukan sendiri (Inkuiri) dengan materi sifat-sifat cahaya pada peserta didik

kelas V SD Negeri Kalibeji.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

14

b. Tujuan Pembelajaran IPA

Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat.

4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan

melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar

Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan

sebagai berikut:

1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil

pengamatannya secara lisa dan tertulis.

2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan

tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara mahkluk

hidup dengan lingkungannya.

3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta

fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup.

4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya,

perubahan wujud benda dan kegunaannya.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

15

5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya.

6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan

permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.

c. Hasil Belajar IPA

Bundu (2006: 19) menjelaskan bahwa hasil belajar IPA di SD hendaknya

mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Penguasaan produk ilmiah atau produk IPA yang mengacu pada seberapa

besar mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang

IPA baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum maupun teori. Aspek produk

IPA dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan dalam pokok-pokok

bahasan yang menjadi target program pembelajarn yang harus dikuasai.

2. Penguasaan proses ilmiah atau proses IPA mengacu pada sejauh mana peserta

didik mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdiri

atas keterampilan proses IPA dasar dan keterampilan proses IPA terintegrasi.

Untuk tingkat pendidikan dasar di SD maka penguasan proses IPA di

fokuskan pada keterampilan proses IPA dasar (basic science prosess skill)

yang meliputi keterampilan mengamati (observasi), menggolongkan

(klasifikasi), menghitung (kuantifikasi), meramalkan (prediksi),

menyimpulkan (inferensi), dan komunikasi.

3. Penguasaan sikap ilmiah atau sikap IPA merujuk pada sejauh mana peserta

didik mengalami perubahan dalam sikap dan sistem nilai dalam proses

keilmuan. Sikap ilmiah yang sangat penting dimiliki pada semua tingkatkan

pendidikan IPA adalah hasrat ingin tahu, menghargai, kenyataan (fakta dan

data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi, kritis dan hati-hati, tekun, ulet,

tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap

lingkungan sekitar, dan bekerjasama dengan orang lain.

4. Hasil belajar IPA SD adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi

pada peserta didik dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses

pembelajaran IPA. Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan skor yang

diperoleh dari satu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai mengikuti

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

16

program pembelajaran. Hal ini sesuai dengan dimensi hasil belajar yang

terdiri atas dimensi tipe isi (produk), dimensi tipe kinerja (proses), dan

dimensi tipe sikap ilmiah.

Iskandar (2001: 12) menarik kesimpulan bahwa hasil belajar IPA berupa

fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA

penting bagi kemajuan hidup manusia, cara kerja memeroleh itu disebut proses

IPA, dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.

Beberapa pendapat menggambarkan bahwa hasil belajar IPA merupakan

proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan

yang merupakan hasil dari aktivitas belajar IPA yang ditunjukan dalam bentuk

angka-angka seperti yang dapat dilihat dari nilai rapor. Dalam penelitian ini

peneliti akan mengkaji minat belajar dengan ranah afektif dan hasil belajar dengan

ranah kognitif (mengingat dan memahami). Hasil belajar IPA juga diartikan

sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti

proses pembelajaran IPA yang dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah

melakukan tes.

2.1.5. Model Pembelajaran

Menurut Suprijono (2011) model pembelajaran merupakan perencanaan

atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran adalah bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas

oleh pendidik di kelas. Model pembelajaran juga dapat diartikan pula sebagai pola

yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi

petunjuk kepada pendidik di kelas.

Menurut Joyce & Weil dalam (Trianto, 2011) mendefinisikan model

pembelajaran sebagai perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam

tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk

didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain- lain.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

17

Dari definisi yang diungkapkan oleh Joyce & Weil dapat dikatakan bahwa

model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, sehingga pendidik dapat

memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien dengan materi untuk

mencapai tujuan pendidikan dan membuat hasil belajar lebih baik.

Menurut Trianto (2011) mengemukakan maksud dari model pembelajaran

adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran

tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan

para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar.

Berdasarkan pendapat tentang model pembelajaran, dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang

dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir pembelajaran untuk mencapai

tujuan pembelajaran tertentu.

2.1.6. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Menemukan

Sendiri (Inkuiri)

a. Hakikat Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep

yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan

situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga atau masyarakat (Suprijono 2011: 79-80). Dengan

konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik.

Pembelajaran kontekstual adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi

teori tersebut adalah peserta didik diusahakan harus dapat menemukan serta

mentransformasikan suatu informasi yang kompleks ke situasi lain dan apabila

dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Nurhadi, dkk (2003: 11) mengemukakan beberapa pengertian Contextual

Teaching and Learning (CTL) dari berbagai sumber, yaitu:

1. Menurut Johnson

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

18

CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu peserta

didik melihat makna dalam bahan-bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan

cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan

konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya.

2. Menurut The Washington

Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan peserta

didik memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan

akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan

seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi

ketika peserta didik menerapkan dan mengalami yang diajarkan dan mengacu

pada masalah-masalah nyata yang berasosiasi dengan peranan dan tanggungjawab

mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, peserta didik dan selaku

pekerja.

3. Menurut proyek yang dilakukan oleh Centre on Education and Work at the

University of Wisconsin-Madison

Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar mengajar yang

membantu pendidik menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan

memotivasi peserta didik membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan

aplikasinya dalam kehidupan peserta didik sebagai anggota keluarga, anggota

masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pembelajaran

kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang

dilakukan sendiri, berlaku dalam kehidupan peserta didik, menggunakan penilaian

autentik, dan menggunakan pola kelompok yang bebas.

Dari berbagai definisi di atas, diambil kesimpulan bahwa dengan model

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar, dimana pendidik

menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan ke dalam

kehidupan mereka sehari-hari, sementara peserta didik memperoleh pengetahuan

dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

19

mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam

kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

b. Prinsip-Prinsip Contextual Teaching and Learning (CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai beberapa prinsip

pokok. Jika prinsip itu dilaksanakan maka dapat dijamin bahwa pembelajaran

kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil seutuhnya. Untuk mewujudkan

pembelajaran dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning

(CTL) yang ideal menurut Rusman (2010: 193), terdapat tujuh prinsip

kontekstual yang harus dikembangkan oleh pendidik, yaitu :

1. Kontruktivisme (Contructivision)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir filosofi model

pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia

sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas

(sempit), dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-

fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi

manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

pengalaman nyata. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan

masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan

ide-ide. Pendidik tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada

peserta didik. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak

mereka sendiri.

Esensi dari teori konstruktis adalah ide bahwa peserta didik harus

menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi

lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Berdaarkan hal ini, maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses

mengkontruksi bukan menerima pengetahuan.

2. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari bertanya,

karena bertanya merupakan setrategi utama pembelajaran yang berbasis

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

20

kontekstual. Dalam usaha pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya

berguna untuk:

a) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis,

b) mengecek pemahaman peserta didik,

c) membangkitkan respon kepada peserta didik,

d) mengetahui sejauhmana keingintahuan peserta didik,

e) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui peserta didik,

f) menfokuskan perhatian peserta didik pada sesuatu yang dikehendaki

pendidik,

g) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari peserta didik

untuk menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik,

h) untuk menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik.

3. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis

CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan

bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan

sendiri. Pendidik harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada

kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar kerjasama dengan orang

lain. Hasil belajar diperoleh melalui sharing antar teman, antar kelompok,dan

antar yana tahu kepada yang belum tahu. Diruang ini di kelas ini, di sekitar

ini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semuanya adalah anggota

masyarakat belajar.

5. Pemodelan (Modeling)

Komponen model pembelajaran selanjutnya adalah pemodelan. Dalam

sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang

di tiru. Model itu member peluang besar bagi pendidik untuk memberi contoh

cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu pendidik member model tentang

bagaimana cara belajar. Sebagian pendidik memberi contoh tentang cara

bekerja sesuatu, sebelum peserta didik melaksanakn tugas, misalnya cara

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

21

menemukan kata kunci bacaan. Dalam pembelajaran tersebut pendidik

mendemontrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan cara

menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan gerak mata. Secara

sederhan kegiatan ini disebut pemodelan. Pendidik berperan sebagai model

yang biasa ditiru dan diamati peserta didik, sebelum mereka berlatih

menemukan kata kunci.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang

lalu. Peserta didik mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai

struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari

pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,

akt4itas, atau pengetahuan yang baru diterima.

Pada akhir pelajaran, refleksi dapat dilakukan melalui pernyataan

langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan atau jurnal di buku

peserta didik , diskusi, kesan, dan saran peserta didik mengenai pembelajaran

hari itu. Melalui refleksi peserta didik merasa memperoleh sesuatu yang

berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya serta berfungsi

sebagai umpan balik.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

menberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik . Gambaran

perkembangan belajar peserta didik perlu diketahui oleh pendidik agar bisa

memastikan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan

benar.

Program pembelajaran yang dirancang oleh pendidik dalam bentuk tahap

demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama peserta didik selama

berlangsungnya proses pembelajaran peserta didik harus tercermin

penerapannya dari ketujuh komponen CTL dengan jelas. Adanya ketujuh

komponen tersebut maka setiap pendidik memiliki persiapan yang utuh

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

22

mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan

belajar-mengajar di kelas.

c. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Menemukan

Sendiri (Inkuiri)

Menurut Nurhadi (2002), “Inkuiri merupakan kegiatan dari pembelajaran

berbasis kontruktivisme”. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh peserta

didik diharap bukan dari proses mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari

hasil penyelidikan sendiri. Pendidik harus selalu merancang kegiatan yang

merujuk pada kegiatan penyelidikan, apapun materi yang diajarkanya. Setelah

menemukan atau memperoleh ketrampilan maka peserta didik diharapkan dapat

mengkomunikasikanya melalui melalui Model Contextual Teaching and Learning

(CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri). Peranan pendidik disini adalah

sebagai fasilitator dan pembimbing. Tugas pendidik adalah memilih masalah yang

perlu disampaikan kepada peserta didik untuk dipecahkanya.

Roestiyah (2001: 75) menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu tehnik

atau cara yang diigunakan pendidik untuk mengajar didepan kelas dan peserta

didik diharapkan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah,

akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama.

Berdasarkan definisi model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) yang dikemukakan para

ahli dapat disimpulkan bahwa model Contextual Teaching and Learning (CTL)

dengan menemukan sendiri (Inkuiri) merupakan kegiatan belajar mengajar

dimana peserta didik dihadapkan pada suatu masalah untuk dicari jawaban atau

kesimpulan, sehingga menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar yang

aktif.

Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan

sendiri (Inkuiri) berpusat pada kegiatan peserta didik, namun pendidik tetap

memegang peran penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Menurut

Kuslan dan Stone dalam Amri (2010: 104) proses belajar mengajar dengan model

inkuiri ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

23

1. Menggunakan ketrampilan proses;

2. Jawaban yang dicari peserta didik tidak diketahui terlebih dahulu;

3. Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan sendiri;

4. Hipotesis dirumuskan oleh peserta didik untuk membimbing percobaan dan

eksperimen;

5. Peserta didik mengusulkan cara-cara pengumpulan data yang diperlukan;

6. Peseta didik melakukan penelitian secara individu atau kelompok untuk

mengunpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis;

7. Peserta didik mengolah data sehingga mereka mencapai pada kesimpulan.

Berdasarkan ciri-ciri model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri), pendidik berusaha

membimbing, melatih dan membiasakan peserta didik terampil berpikir karena

mereka mengalami keterlibatan secara mental maupun secara fisik seperti terampil

menggunakan alat peraga, terampil untuk merangkai peralatan percobaan dan

sebagainya. Dari aspek lain pendidik berkewajiban menggiring peserta didik

untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri. Tujuan

penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan

sendiri (Inkuiri) ini menurut National Research Council dalam Amri (2010: 91)

adalah:

1. Mengembangkan keinginan dan motivasi peserta didik untuk mempelajari

prinsip dan konsep sains;

2. Mengembangkan ketrampilan ilmiah peseta didik sehingga mampu bekerja

seperti seorang ilmuan;

3. Membiasakan peserta didik bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.

Untuk pencapaian tujuan pengunaan Contextual Teaching and Learning

(CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat dilihat dari keunggulan model

inkuiri tersebut. Model inkuiri ini memiliki keungulan, menurut Roestiyah (2001:

76-11) yaitu

1. Dapat membentuk dan mengunakan “sel-consept” pada diri peseta didik,

sehingga peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan

lebih baik.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

24

2. Dembantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang

baru.

3. Mendorong peseta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri,

bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.

4. Mendorong peserta didik untuk berfikir kritis dan merumuskan hipotesis

sendiri.

5. Member keputusan yang bersifat interinsik.

6. Situasai pembelajaran lebih mengairahkan.

7. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.

8. Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri.

Pada prinsipnya keunggulan pengunaan Model Contextual Teaching and

Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat dicapai melalui

langkah-langkah pembelajaran yang sesuai. Menurut Eggen dan Kauchack dalam

Trianto (2011: 141) menyatakan, ada 6 tahapan yang harus dilakukan dalam

proses pembelajaran dalam menggunakan pengunaan Model Contextual Teaching

and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) yaitu:

1. Menyajikan Pertanyaan atau Masalah

Pada tahapan penyajian pertanyaan atau masalah pendidik membimbing

peserta didik mengidentifikasi masalah dan masalah ditulis di papan tulis.

Pendidik membawa peserta didik dalam kelompok.

2. Membuat Hipotesis

Pada tahap membauat hipotesis pendidik memberikan kesempatan pada

peserta didik untuk curah pendapat dalam bentuk hipotesis. Pendidik

membimbing peserta didik dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan

permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang jadi prioritas

penyelidikan.

3. Merancang Percobaan

Pada tahap merancang percobaan pendidik memberikan kesempatan pada

peserta didik untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan

hipotesis yang akan dilakukan. Pendidik membimbing peserta didik

mendiktekan langkah-langkah percobaan.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

25

4. Melakukan Percobaan untuk Memperoleh Informasi

Pada tahapan ini pendidik membimbing peserta didik mendapatkan informasi

dari percobaan.

5. Mengumpulkan dan Menganalisis Data

Pada tahapan mengumpulkan dan menganalisis data pendidik memberikan

kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data

yang terkumpul.

6. Membuat Kesimpulan

Tahap terakhir adalah tahap membuat kesimpulan dimana peserta didik

diarahkan untuk menemukan jawaban atau kesimpulan yang paling tepat atas

permasalahan yang diajukan bedasarkan analisis data sebelumnya.

Dari enam langkah-langkah menurut Eggen & Kauchak, Sanjaya (2008:

202) juga mengungkapakan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan

menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan

menemukan sendiri (Inkuiri) meliputi: orientasi, merumuskan masalah,

merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan

kesimpulan. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:

1. Orientasi

Pada tahap ini pendidik melakukan langkah-langkah untuk membina suasana

atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap

orientasi ini adalah menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang

diharapakan dapat dicapai oleh peserta didik; menjelaskan pokok-pokok

bagian yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujua. Pada

tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah mulai

dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan;

menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam

rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.

2. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada

persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

26

persoalan yang menantang peserta didik untu memecahkan teka-teki itu.

Teka-teki dalam merumuskan masalah tentu ada jawabanya dan pesrta didik

didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah

yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui

proses tersebut peserta didik akan memperoleh pengalaman yang sangat

berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

Sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu

cara yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan kemampuan

menebak, berhipotesis, pada setiap peserta didik adalah dengan mengajukan

berbagai pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk dapat

merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan.

Kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan

untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,

mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam

mengembangkan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya

memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga

membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji Hipotesis

Menguji hipoesis adlah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai

dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional

artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan

argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat

dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

27

yang akurat sebaiknya pendidik mampu menunjukkan apada peserta didik

data mana yang relevan.

Setelah langkah-langkah menurut Eggen, Kauchak dan Sanjaya adapaun

langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Model Contextual Teaching

and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) menurut Kumalasari,

Kokom (2011: 23-74) antara lain:

1. Merumuskan Masalah

Pembelajaran biasanya dimulai dengan pertanyaan pembuka yang memancing

rasa ingin tahu peserta didik dan atau kekaguman peserta didik akan satu

fenomena. Peserta didik diberi kesempatan bertanya yang dimaksudkan

sebagai pengarah kepertanyaan inti yang akan dipecehkan oleh peserta didik.

Selanjutnya, pendidik menyampaikan pertanyaan inti atau maslah inti yang

harus dipecahkan oleh pendidik.

2. Mengamati atau Melakukan Observasi Lapangan

Membaca buku atau sumber laian untuk mendapatkan informasi pendukung.

Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau

objek yang diamati.

3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,

tabel dan karya lain.

4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

sekelas, pendidik atau audien lainnya karya peserta didik disampaikan kepada

teman sekelas atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukkan,

bertanya jawab dengan teman memunculkan ide-ide baru.

5. Melakukan Refleksi

Menempelkan gambar, karya tulis, peta dan sejenisnya didinding sekolah,

majalah dinding, majalah sekolah dan sebagainya.

Dari beberapa teori mengenai langkah-langkah pembelajaran model

Contextual Teaching and Learning (CTL ) dengan menemukan sendiri (Inkuiri)

yang sudah termodifikasi, yaitu tahap penyajian masalah, tahap membuat

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

28

hipotesis, tahap merancang dan melakukan percobaan, tahap penyajian hasil

percobaan, tahap penarikan kesimpulan.

1. Tahap Penyajian Masalah

a) Peserta didik dibagi dalam 4 kelompok yang anggotanya 5-6 peserta didik.

b) Setiap kelompok menerima lembar permasalahan (LKS).

c) Peserta didik dalam kelompok membaca atau menyimak materi yang

diberikan.

2. Tahap Membuat Hipotesis

a) Peserta didik menyampaikan persepsi tentang permasalahan yang

diperoleh dalam kelompok.

b) Setiap kelompok membuat hipotesis atas permasalahan yang diberikan

pendidik dalam LKS.

3. Tahap Melakukan Percobaan

Peserta didik dalam kelompok melakukan percobaan sesuai dengan

materi dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah percobaan yang akan

dilakukan peserta didik antara lain:

a) Pendidik dan peserta didik menyiapkan alat dan bahan percobaan

b) Pendidik menjelaskan aturan dalam melakukan setiap percobaan.

c) Peserta didik mengambil alat dan bahan yang dibutuhkan dalam

melakukan percobaan.

d) Setiap kelompok melakukan kegiatan percobaan, pendidik menjadi

fasilitator.

e) Kelompok yang sudah melakukan percobaan itu berdiskusi (pemecahan

masalah) dan mengutarakan hasil pengamatannya untuk disimpulkan.

f) Peserta didik bekerja sama dalam kelompoknya untuk menyimpulkan dari

hasil percobaan.

4. Tahap Penyajian Percobaan

a) Peserta didik mempresentasikan hasil percobaan tentang materi.

b) Melakukan tanya jawab.

5. Tahap Penarikan Kesimpulan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

29

a) Peserta didik membuat kesimpulan dari materi pelajaran yang telah

dipelajari.

b) Peseta didik melakukan refleksi mengenai materi yang telah dipelajari.

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang terkait dengan

Model Contextual Teaching Learning (CTL) dengan menemukan sendiri

(Inkuiri):

1. Nugroho, Ulfi Sindu. 2012. Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui

Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) dengan menemukan sendiri

Peserta didik Kelas IV SD Negeri Salatiga 12 Kecamatan Sidorejo Kota

Salatiga pada Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi, Fakultas

Kependidikan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Program Studi Pendidikan

Pendidik Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Kristen Satya Wacana. Latar

belakang masalah dalam penelitian ini di dasarkan adanya tujuan

pembelajaran IPA yang menuntut keterlibatan peserta didik untuk aktif dan

mengaktualisasikan konsep materi yang sudah dipelajari. Salah satu cara

untuk mengaktifkan peserta didik yakni dengan menggunakan pendekatan

contextual teaching learning (CTL) dengan menemukan sendiri konsep yang

telah dipelajari. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK).

Model PTK yang digunakan adalah model spiral dari C. Kemmis dan Mc

Taggart, R dengan menggunakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 3

tahap yakni 1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan tindakan dan observasi,

dan 3) refleksi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil

belajar IPA dengan kompetensi gaya yang dapat mengubah gerak suatu benda

melalui penggunaan pendekatan CTL dengan menemukan sendiri. Skor rata-

rata yang diperoleh di kondisi pra siklus sebesar 74,51 naik menjadi 92,42

pada siklus 1 dan pada siklus 2 naik lagi menjadi 94,76. Adapun ketuntasan

belajar klasikal pada kondisi pra siklus 67,57 %, siklus I naik menjadi

78,38% dan pada siklus 2 naik menjadi 100%. Sedangkan skor minimal pada

kondisi prasiklus sebesar 46, pada siklus 1 naik menjadi 75,33 dan pada

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

30

siklus 2 tetap 90,17. Sedangkan skor maksimal pada kondisi prasiklus 96 dan

siklus 1 sebesar 99,42 dan siklus 2 naik menjadi 99,75.

2. Maulani Aries, Armi. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran CTL Untuk

Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Regunung

01 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran

2012/2013. Skripsi, Fakultas Kependidikan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Program Studi Pendidikan Pendidik Sekolah Dasar (PGSD Universitas

Kristen Satya Wacana. Peningkatan minat dapat dilihat dari peningkatan

persentase skor angka minat belajar siswa terhadap IPA yaitu sebesar 75. Pra

siklus menunjukkan hanya 4 siswa atau 16,67 % dari seluruh siswa yang

memiliki minat terhadap IPA sisanya sebanyak 20 siswa atau 83,33% kurang

minat terhadap IPA. Pada siklus I siswa yang minat terhadap IPA sebanyak

13 siswa atau 54,17% sedangkan yang kurang minat terhadap IPA sebanyak

11 siswa atau 45,83%. Pada siklus II siswa yang minat terhadap IPA hanya

sebanyak 23 siswa atau 95,83%. Sedangkan siswa yang kurang minat

terhadap IPA sebanyak 1 siswa atau 4,17%. Peningkatan hasil belajar IPA

ditunjukkan sebagai berikut:pada pra siklus siswa yang mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM = 70) sebanyak 6 siswa atau 25,00% sedangkan

yang belum mencapai KKM sebanyak 18 siswa atau 75,00%. Pada siklus I

Siswa yang mencapai KKM 14 siswa atau 58,33% sedangkan yang belum

dapat mencapai KKM sebanyak 10 siswa atau 41,67%. Pada pembelajaran

siklus II siswa yang mencapai KKM sebanyak 22 siswa atau 91,67%

sedangkan yang belum dapat mencapai KKM sebanyak 2 siswa atau 8,33%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa pembelajaran yang

menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan

menemukan sendiri (Inkuiri) dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta

didik. Model ini dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik karena

dalam model ini menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara

penuh untuk dapat menemukan sendiri konsep materi yang diajarkan, sehingga

mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannnya dalam kehidupan sehari-

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

31

hari. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti merasa perlu untuk

mengembangkan penelitian supaya model Contextual Teaching and Learning

(CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat digunakan sebagai model

pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

32

2.3. Kerangka Berfikir

Kondisi Awal

Pendidik menggunakan Model CTL dengan

menemukan sendiri (Inkuiri) , dengan sintak

sebagai berikut:

1. Peserta didik dibagi dalam 4 kelompok

yang anggotanya 5-6 peserta didik.

2. Setiap kelompok menenerima lembar

kerja peserta didik (LKS)

3. Peserta didik dalam kelompok menyimak

atau membaca materi yang diberikan.

4. Peserta didik menyampaikan persepsi

tentang permasalahan yang dihadapi

dalam kelompoknya untuk membuat

hipotesis.

5. Peserta didik dalam kelompok

melakukan percobaan sifat cahaya

6. Kelompok yang sudah melakukan

percobaan itu bekerja sama (pemecahan

masalah) dan mengutarakan hasil

pengamatannya untuk disimpulkan.

7. Peserta didik mempresentasikan hasil

percobaan sifat cahaya yang sudah

didiskusikan dengan kelompok.

8. Peserta didik membuat kesimpulan.

9. Peserta didik dan pendidik melakukan

refleksi.

10. Peserta didik mengerjakan evaluasi.

SIKLUS I :

Menggunakan

Model CTL

dengan

menemukan

sendiri (Inkuiri).

PENDIDIK:

Model pembelajaran yang

digunakan konvensional.

Berpusat pada pendidik

PESERTA DIDIK :

Minat dan hasil bejalar IPA

peserta didik rendah.

Melalui penerapan model Contextual Teaching Learning (CTL)

dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat meningkatkan minat dan

hasil belajar IPA peserta didik.

SIKLUS II :

Menggunakan

Model CTL

dengan

menemukan

sendiri (Inkuiri).

Pra Siklus

Tindakan

Kondisi

Akhir

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - Institutional Repository | Satya …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7930/3/T1... · 2016-08-11 · Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat,

33

Skema alur berpikir tersebut menunjukkan bahwa pra siklus pada

pembelajaran IPA peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji minat dan hasil

belajar IPA rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor pendidik dan peserta didik

dalam pembelajaran pendidik menggunakan model pembelajaran konvensional

yang berpusat pada pendidik, sehingga peserta didik cepat merasa bosan dan

perhatian peserta didik teralih pada hal lain diluar kegiatan pembelajaran. Melihat

kondisi tersebut, peneliti berkolaborasi dengan pendidik kelas V untuk melakukan

tindakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan Model Contextual Teaching

and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri)

Maka dengan penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL)

dengan menemukan sendiri (Inkuiri) diharapkan dapat meningkatkan minat dan

hasil belajar IPA peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang

semester II tahun ajaran 2013/2014. Selain itu dapat memberikan masukkan bagi

pendidik untuk selalu menerapkan pembelajaran inovatif dan menyenangkan agar

peserta didik berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka dapat diajukan

hipotesis yang berbunyi: “Pembelajaran dengan menggunakan Model Contextual

Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat

meningkatkan minat dan hasil belajar IPA peserta didik kelas V SD Negeri

Kalibeji semester II tahun pelajaran 2013/2014”.