BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 -...

22
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Berikut ini akan dijelaskan beberapa landasan teori tentang hakikat IPA, model pembelajaran kooperatif, metode Make A Match dan, hasil belajar. 2.1.1 Hakikat IPA 2.1.1.1 IPA dan Pembelajarannya Ilmu pengetahuan alam adalah penyelidikan yang terorganisir untuk mencari pola atau keteraturan dalam alam. Mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran IPA di sekolah dasar mulai diajarkan di kelas rendah dengan lebih bersifat memberi pengetahuan melalui pengamatan terhadap berbagai jenis dan peran lingkungan alam serta lingkungan buatan. Menurut Surjani Wonorahardjo (2010: 11) sains mempunyai makna merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa saja. Menurut Abdullah Aly dan Eni Rahma (2008: 18) IPA adalah suatu pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang satu dengan yang lain. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan yang mengacu pada sistem konsep dimana teori penyusunannya diperoleh dengan cara yang selalu berkaitan (eksperimen, observasi dan penyimpulan) Tujuan pembelajaran IPA menurut Asep Herry Hernawan, dkk (2008: 8.28) bahwa “mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Berikut ini akan dijelaskan beberapa landasan teori tentang hakikat IPA,

model pembelajaran kooperatif, metode Make A Match dan, hasil belajar.

2.1.1 Hakikat IPA

2.1.1.1 IPA dan Pembelajarannya

Ilmu pengetahuan alam adalah penyelidikan yang terorganisir untuk

mencari pola atau keteraturan dalam alam. Mata pelajaran IPA berfungsi untuk

memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan,

wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi

kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran IPA di sekolah dasar mulai diajarkan di

kelas rendah dengan lebih bersifat memberi pengetahuan melalui pengamatan

terhadap berbagai jenis dan peran lingkungan alam serta lingkungan buatan.

Menurut Surjani Wonorahardjo (2010: 11) sains mempunyai makna

merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan konsep teoritis

dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan, mengenai apa

saja.

Menurut Abdullah Aly dan Eni Rahma (2008: 18) IPA adalah suatu

pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau

khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan

teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara

yang satu dengan yang lain.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA

adalah suatu pengetahuan yang mengacu pada sistem konsep dimana teori

penyusunannya diperoleh dengan cara yang selalu berkaitan (eksperimen,

observasi dan penyimpulan)

Tujuan pembelajaran IPA menurut Asep Herry Hernawan, dkk (2008: 8.28)

bahwa “mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang

lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan, dan kesadaran

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

7

teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari”.

Prinsipnya pembelajaran sains di Sekolah Dasar membekali siswa kemampuan

berbagai cara untuk mengetahui dan cara mengerjakan yang dapat membantu

siswa dalam memahami alam sekitar.

Menurut Standar Isi tujuan IPA adalah agar siswa memiliki kemampuan

sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tekologi dan

masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Sedangkan menurut Maslichah Asy’ari, (2006: 23) yakni sebagai berikut:

a. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi,

masyarakat.

b. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

c. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang

akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

8

e. Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu

ciptaanNya.

Ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD meliputi aspek-aspek sebagai

berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya, meliputi : cair, padat dan gas.

c. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan benda-benda

langit lainnya.

Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini pembelajaran IPA yang akan

diajarkan untuk peningkatan hasil belajar yaitu dengan KD 10.2 Menjelaskan

pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, banjir, abrasi, dan

longsor)

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif

Menurut Davison & Kroll (dalam Asma, 2006:11) pembelajaran

kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar berbentuk

kelompok kecil, sehingga siswa dapat saling berbagi ide dan bekerja secara

kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik mereka.Slavin (2009:11)

mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran

dimana sistem pembelajaran dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil yang

berjumlah empat – enam orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang

siswa lebih bergairah dalam belajar.

Berdasarkan definisi – definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan cara berkelompok

untuk bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah dengan cara berbagi ide

atau pengetahuan yang dimiliki setiapa anggota kelompok.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

9

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lie (2008:53), memaparkan keunggulan cooperative learning

dibandingkan dengan model pembelajaran lain (metode ceramah) adalah sebagai

berikut:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya.

2. Meningkatkan daya ingatan siswa.

3. Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar.

4. Membantu siswa dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara

lisan.

5. Mengembangkan ketrampilan sosial siswa.

6. Meningkatkan rasa percaya diri siswa.

7. Membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.

Pembelajaran Kooperatif memiliki banyak kelebihan, namun pembelajaran

kooperatif juga memiliki kekurangan antara lain:

1. Memerlukan alokasi waktu yang relatif lebih banyak, terutama jika belum

terbiasa.

2. Membutuhkan kesiapan yang lebih terprogram dan sistematik.

3. Jika peserta didik belum terbiasa dan menguasai belajar kooperatif,

pencapaian hasil belajar tidak akan maksimal.

Pembelajaran kooperatif memberikan efek yang posistif bagi siswa

sehingga model ini efektif diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam

pelaksanaan pembelajaran kooperatif perlu adanya perencanaan yang di dalamnya

meliputi pemilihan pendekatan, pemilihan materi yang sesuai, pembentukan

kelompok siswa, mengenalkan siswa pada tugas dan peran, serta merencanakan

waktu dan tempat.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif, peneliti

memilih pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk meningkatka hasil

belajar siswa. Pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan model

belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna

Current (Lie, 2008:55).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

10

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Tipe atau teknik mengajar merupakan cara-cara yang digunakan dalam

proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan (Winayarti, 2010: 3). Tipe make a

match, atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (Lie, 2008: 55).

Tipe make a match merupakan suatu teknik pembelajaran yang memberikan tugas

terstruktur kepada siswa melalui media kartu-kartu yang berisi konsep yang

berbeda dengan tema-tema atau topik-topik yang sama, sehingga melalui kartu

yang siswa dapatkan, maka dengan sendirinya siswa membentuk kelompok-

kelompok kerja berdasarkan kecocokan konsep yang terdapat dalam kartu masing-

masing, untuk menyelesaikan satu masalah dalam tema atau topik yang sama.

Sehingga, melalui teknik ini, siswa mampu aktif dan bekerjsama dengan rekannya

dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

Menurut Hasan Fauzi Maufur (2009), Metode make a match (mencari

pasangan) pertama kali dikembangkan oleh Lorna Curran (1995) dalam mencari

variasi mode berpasangan. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari

pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang

menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk

semua tingkatan usia. Metode ini cukup menyenangkan yang digunakan untuk

mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi

baru pun tetap bisa diajarkan dengan metode ini.

Menurut Miftahul Huda (2011:135), dalam teknik make a match siswa

mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana

yang menyenangkan. Teknik ini juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran

dan tingkatan kelas. Teknik pembelajaran make a match dilakukan di dalam kelas

dengan suasana yang menyenangkan karena dalam pembelajarannya siswa

dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu yang sedang dibawanya

dengan waktu yang cepat. Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau

permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

11

mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari

kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-

reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran

seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

Tipe make a match mengutamakan ketelitian dan kerjasama dalam

menyelesaikan masalah, serta memberikan kenyamanan dalam menyelesaikan

masalahnya, karena siswa mencari pasangan kelompoknya sendiri. Seperti

dikatakan oleh Lie (2008: 55), bahwa salah satu keunggulan teknik make a match

adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik

dalam suasana yang menyenangkan.

Jadi make a match merupakan suatu pembelajaran dimana siswa dibentuk

menjadi dua kelompok, satu kelompok persoalan/pernyataan dan yang satu berupa

kelompok jawaban. Tugas siswa yaitu mencari pasangan kartu yang cocok dari

setiap kartu yang mereka dapat. Make a match juga mengajarkan siswa untuk

berpikir tepat dan cepat karena make a match mengacu pada persaingan antar

kelompok siswa. Pembelajaran dengan menggunakan make a match secara tidak

langsung dapat melatih kerjasama antar siswa dan juga ketelitian dimana siswa

harus mencari pasangan dalam waktu yang singkat. Serangkaian pembelajaran

make a match akan mempengaruhi siswa dalam berkompetisi untuk menjadi yang

terbaik. Make a match merupakan salah satu tipe pembelajaran yang bisa

dijadikan acuan oleh guru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dimana

siswa saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik. Tipe make a match bisa

digunakan pada semua mata pelajaran dan pada semua tingkatan umur siswa.

2.1.3.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Make-A Match Lorna Curran 1994 (dalam Lie, 2002: 58)adalah salah satu

permainan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok sesi review, satu bagian kartu soaldan bagian lainnya kartu

jawaban

2. Setiap peseta didik mendapatkan satu kartu.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

12

3. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok

dengan kartunya (soal jawaban).

5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas

waktu akan diberi point.

6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat

kartu yang berbeda dari sebelumnya.

7. Demikian untuk permainan selanjutnya seperti tersebut diatas.

8. Kesimpulan/penutup.

Adapun langkah-langkah penerapan teknik pembelajaran make a match

sebagai berikut: (Miftahul Huda, 2011:135)

1. Guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa

Pada langkah ini guru menyiapkan beberapa kartu sejumlah siswa.

Kemudian separuh dari jumlah kartu dibuat sebagai pertanyaan dan

separuh lagi untuk jawaban dari pertanyaan. Soal disesuaikan dengan

konsep yang diajarkan

2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang berisikan soal/jawaban

Tugas guru adalah membagikan kartu-kartu tersebut. Baik kartu soal

maupun kartu jawaban. Kartu tersebut dibuka bersama-sama.

3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang

Guru memberikan batas waktu untuk siswa memikirkan jawaban atau hal

lain yang berkaitan dengan kartu yang sedang dibawa siswa.

4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya

Siswa diberi kesempatan untuk bertanya-tanya dengan temannya kartu apa

yang sedang mereka bawa.

5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu

diberi poin atau reward.

6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya

(tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan

hukuman, yang telah disepakati bersama.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

13

7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang

kartu yang cocok.

9. Guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi

pelajaran.

Pada penerapan metode Make A Match, diperoleh beberapa temuan bahwa

metode Make A Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab

pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses

pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias

mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat

siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri

dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002: 30) bahwa,

“Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong

royong dan kerja sama.”

Sintaks Pembelajaran Model Make A Match

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran Make A Match yang telah

dipaparkan diatas maka dapat diambil kesimpulan sintaks dari model

pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah sebagai berikut : (Miftahul

Huda, 2011:136)

Tabel 2.1

Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

TAHAP SINTAKS GURU

Tahap 1

Menyampaikan

tujuan dan motivasi

- Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin

dicapai pada pembelajaran

- Memberikan motivasi kepada siswa berkaitan

dengan materi yang dipelajari

Tahap 2

Menyiapkan kartu

- Menyiapkan kartu yang berisi beberapa

konsep/topik (satu kartu berisi soal dan berisi

jawaban)

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

14

2.1.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A

Match

Kelebihan teknik make a match adalah sebagai berikut: (Sri Rejeki, 2010)

a. dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun

fisik

b. karena ada unsur permainan sehingga menyenangkan

c. meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari

d. dapat meningkatkan motivasi belajar siswa

e. efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi

Tahap 3

Membagikan kartu

- Guru membagikan kartu kepada setiap siswa,

masing-masing dapat satu kartu

- Menjelaskan cara penggunaan kartu dalam

pembelajaran tersebut

Tahap 4

Belajar “ mencari

pasangan”

- Guru memberikan waktu kepada siswa untuk

mencari pasangan berdasarkan kartu yang

dipeganngnya.

- Mengamati, memberi motivasi dan dorongan

kepada siswa untuk mendapatkan pasangannya.

- Memberikan poin kepada siswa yang berhasil

mendapatkan pasangannya.

- Guru membimbing siswa dalam presentasi.

- Mengumpulkan kartu, mengocoknya dan

membagikan kembali kepada siswa.

Tahap 5

Kesimpulan

- Guru menghitung poin yang diperoleh siswa

- Guru memberikan penghargaan kepada upaya

siswa dalam pembelajaran dan yang memperoleh

poin.

- Guru membimbing siswa untuk membuat

kesimpulan pembelajaran

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

15

f. efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar

Kekurangan teknik make a match adalah

a. Jika guru tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu terbuang

b. Pada awal-awal penerapan teknik ini, banyak siswa yang malu bisa

berpasangan dengan lawan jenisnya

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak

siswa yang kurang memperhatikan

d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang

tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

Meskipun dalam metode pembelajaran make a match ada kekurangan

namun metode make a match lebih efektif dan menyenangkan dibandingkan

dengan menggunakan metode ceramah yang dipakai sebelumnya. Karena dalam

metode make a match siswa lebih aktif dan metode make a match juga

menggugah minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dikarenakan metode make

a match juga mengandung unsur permainan. Kelemahan dari metode make a

match bisa diatasi melalui persiapan yang matang dalam pengaturan waktu dan

pengarahan tentang permainan pada siswa sebelum permainan dimulai.

2.1.4 Keaktifan

2.1.4.1 Pengertian Keaktifan Belajar

Keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti giat atau sibuk. Kata keaktifan

juga bisa berarti dengan kegiatan dan kesibukan. Yang dimaksud dengan

keaktifan disni adalah bahwa pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan

agar murid-muridnya aktif jasmani maupun rohani.

Sardiman (2001: 98) menyatakan, bahwa belajar adalah kegiatan yang

bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian

yang tidak dapat dipisahkan.

Rachman Natawijaya (dalam Depdiknas, 2005:31) menyatakan, bahwa

belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan

siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil

belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

16

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan keaktifan belajar

adalah mengaktifkan siswa secara fisik, namun dalam hal tersebut tidak hanya

fisiknya saja tetapi juga merujuk pada kemampuan berpikir siswa, mental dan

emosional peserta didik dalam proses pembelajaran.

2.1.4.2 Pentingnya Keaktifan Belajar

Keaktifan siswa merupakan salah satu prinsip utama dalam proses

pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar tanpa

aktifitas. Pengalaman belajar hanya dapat di peroleh jika siswa aktif berinteraksi

dengan lingkungannya. Seorang guru dapat menyajikan dan menyediakan bahan

pelajaran, tapi siswalah yang mengolah dan mencernanya sendiri sesuai dengan

kemauan, kemampuan, bakat dan latar belakangnya. Keaktifan siswa penting

dalam dalam proses pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan dan sikap

tidak dapat ditranfer begitu saja tetapi harus siswa sendiri yang mengolahnya

terlebih dahulu.

Menurut E. Mulyasa (2002:32), pembelajaran dikatakan berhasil dan

berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian peserta didik terlibat

secara aktif, baik fisik maupun sosial dalam proses pembelajaran.

Sardiman A.M (2005: 44) menyatakan, bahwa belajar mengacu pada

kegiatan siswa dan menagjar mengacu pada kegiatan guru. Mengajar pada

dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem

lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses

belajar.

Berdasarkan pernyataan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

proses pembelajaran keaktifan di dalam kelas tidak hanya di dominasi oleh guru

akan tetapi siswa diajak untuk aktif dalam proses pembelajaran dengan materi

yang telah disiapka dan di sajikan oleh guru.

2.1.4.3 Pengukuran Keaktifan

Dalam menganalisis tentang keaktifan terdapat beberapa indikator yang

dapat menjadi pedoman dalam pengukuran keaktifan. Indikator keaktifan siswa

dapat dilihat dari kriteria berikut ini:

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

17

Menurut Sudjana (2010 :61) keaktifan siswa dapat dilihat dalam

hal:

1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

2. Terlibat dalam pemecahan masalah

3. Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya

4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan

masalah

5. Melaksanakan diskusi kelompok

6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya

7. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam

menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya

8. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam

menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya

Dari ciri –ciri keaktifan menurut Sudjana di atas, maka dapat diambil delapan

indikator :

1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya

Maksud dari indikator ini adalah siswa ikut serta dalam proses

pembelajaran misalnya siswa mendengarkan, memperhatikan, mencatat

dan mengerjakan soal dan sebagainya.

2. Terlibat dalam pemecahan masalah

Maksud dari indikator tersebut adalah ikut aktif dalam menyelesaikan

masalah yang sedang dibahas dalam kelas, misalnya ketika guru memberi

masalah/ soal siswa ikut membahas

3. Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya

Maksud dari indikator tersebut adalah jika tidak memahami materi/

penjelasan dari guru hendaknya siswa melontarkan pertanyaan, baik pada

guru/siswa lain.

4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan

masalah.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

18

Maksud indikator tersebut adalah berusaha mencari informasi /cara yang

bisa digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah /soal.Yaitu siswa

mencari informasidari buku.

5. Melaksanakan diskusi kelompok

Maksud dari indikator tersebut adalah melakukan kerja sama dengan

teman diskusi untuk menyelesaikan masalah/ soal.

6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya

Maksud dari indikator tersebut adalah menilaikemampuan dirinya yaitu

dengan mencoba mengerjakan soal setelah guru

menerangkan materi

7. Melatih diri dalam memecahkan soal/ masalah, yaitu siswa dapat

mengerjakan soal/ permasalahan, dengan mengerjakan LKS.

Maksud dari indikator tersebut adalah dapat menyelesaikan soal/ masalah

yang pernah diajarkan/ dibahas bersama. Yaitu siswa mengerjakan LKS.

8. Kesempatan menggunakan/menerapkan apa yang diperolehnya dalam

menyelesaikan tugas / persoalan yang dihadapinya.

Maksud dari indikator tersebut adalah menggunakan/ menerapkan rumus/

langkah –langkah yang telah diberikan dalam soal yang dihadapi dalam

kelas.

2.1.5 Hasil belajar

2.1.5.1 Definisi Hasil belajar

Menurut Woordworth dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 41), “Hasil

belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”.

Menurut Winkel (dalam Purwanto 2009: 45), “hasil belajar adalah

perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah

lakunya, perubahan itu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22).

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai

melalui tiga kategori ranah, diantaranya adalah sebagai berikut :

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

19

1. Ranah Kognitif, merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek

yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah Afektif, merupakan sikap dan nilai yang terdiri dari 5 jenjang

kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan

karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor, merupakan keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan

yang melibatkan anggota badan/gerak fisik selama pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui proses pembelajaran, baik

kemampuan secara kognitif, kemampuan secara afektif maupun kemampuan

secara psikomotor.

Siswa dapat dikatakan memenuhi atau mencapai hasil belajar apabila telah

mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh suatu

lembaga tertentu. Hal ini dapat diambil dari nilai tes maupun nontes yang

dilakukan selama pembelajaran berlangsung.

Hasil belajar dalam penelitioan ini merupakan hasil belajar kognitif yang

dapat diketahui hasilnya melalui tes tertulis setelah proses pembelajaran selesai

sedangkan kemampuan afektif dan psikomotor dapat diketahui hasilnya melalui

penskoran pengamatan keaktifan siswa pada saat pembelajaran.

2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Diakui bahwa sukses atau gagalnya seorang siswa dalam mencapai

prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut

dapat saja berasal dari dalam diri siswa, dan dapat pula berasal dari luar diri siswa.

slameto (2003), menyebutkan ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Sementara itu Syah (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa terdiri atas tiga, yaitu faktor internal eksternl

dan pendeketan belajar. Detailnya, pemikiran kedua ahli ini diuraikan berikut di

bawah ini:

Pertama, menurut Slameto (2003), secara garis besarnya faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan atas :

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

20

1. Faktor Internal

Faktor internal ini sering disebut faktor instrinsik yang meliputi kondisi

fisiologi dan kondisi psikologis yang mencakup minat, kecerdasan, bakat,

motivasi, dan lain-lain.

a. Kondisi Fisiologis Secara Umum

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan belajar seseorang. Contoh: Orang yang ada dalam keadaan segar

jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan

lelah.

b. Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu

semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar

seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain

seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor

dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas

belajar seorang anak.

c. Kondisi Panca Indera

Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan

penglihatan dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat contoh

atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen,

mendengarkan keterangan guru dan orang lain, mendengarkan ceramah, dan

lain sebagainya.

d. Intelegensi/Kecerdasan

Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk

belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang

rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika tidak

ada bantuan orang tua atau pendidik niscaya usaha belajar tidak akan berhasil.

e. Bakat

Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang tertentu

misalnya bidang studi matematika atau bahasa asing. Bakat adalah suatu yang

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

21

dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan merupakan perpaduan taraf

intelegensi.

f. Motivasi

Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi

keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama

yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa

memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus untuk mencapai cita-

cita.

2. Faktor Eksternal

Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor

ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang

berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik

itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain.

a. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Lingkungan Alami

Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya

daripada belajar pada suhu udara yang lebih panas dan pengap.

2) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya

(wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh

terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar

memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir di

dekatnya atau keluar masuk kamar.

Kedua, menurut Syah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik), di

antaranya:

a. Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi kesehatan,

daya pendengaran dan penglihatan, dan sebagainya.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

22

b. Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan

pembelajaran peserta didik, diantaranya yaitu kondisi rohani peserta didik,

tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi peserta

didik.

2. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik),

diantaranya:

a. Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-teman

sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orangtua dan keluarga

peserta didik itu sendiri.

b. Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah

tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan

cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

3. Faktor pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang

digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas belajar dan efisiensi

proses pembelajaran materi tertentu.

Mengacu pada kedua ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal dan faktor

eksternal. Namun demikian, agar penelitian ini lebih terarah, penulis hanya

memilih salah satu dalam faktor eksternal yaitu faktor sosial seperti yang

dipaparkan oleh Slameto. Agar lebih spesifik dan sesuai dengan penelitian ini,

penulis mengambil kondisi sekolah yaitu metode pembelajaran yang diterapkan

sekolah. Sesuai dengan pendapat kedua ahli di atas, dimana mereka bersepakat

bahwa faktor sosial yaitu metode pembelajaran. Karena itu, dalam penelitian ini,

terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, penulis

mengambil metode pembelajaran sebagai fokus kajian. Kata lainnya adalah

bahwa penulis memutuskan untuk melihat metode pembelajaran sebagai faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

23

2.1.6 Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dengan

Hasil Belajar

Menurut Lorna Curran (dalam Miftahul Huda, 2011:135) “dalam teknik

Make A Match siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep

atau topik dalam suasana yang menyenangkan”.

Hubungan pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran

IPA, guru berusaha untuk menciptakan iklim pembelajaran yang mempermudah

siswa dalam mempelajari materi IPA.Tugas guru adalah dapat menciptakan

program pembelajaran yang menarik sehingga siswa mau dan senang untuk

belajar IPA. Pembelajaran yang menarik dapat dilakukan dengan menerapkan

pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Make A Match adalah pembelajaran

yang dilakukan di dalam kelas dengan suasana yang menyenangkan karena dalam

pembelajarannya siswa dituntut untuk berkompetisi mencari pasangan dari kartu

yang sedang dibawanya dengan waktu yang cepat. Guru menyiapkan kartu yang

berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa

mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar

mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya

pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. Dengan

metode Make A Match yang menyenangkan akan membuat siswa termotivasi

dalam belajar dan dapat berpikir cepat serta lebih mudah memahami materi yang

dipelajari.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Iriana Novianti (2012). Penerapan Metode Pembelajaran Make-A

Match (Mencari Pasangan) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara. Hasil

yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan keaktifan dan

untuk mata pelajaran Matematika Kelas V Semester 2 Tahun Pelajaran

20011/2012. Melalui metode pembelajaran kooperatif teknik Make A Match yang

akan dilanjutkan oleh peningkatan hasil belajar yang mecapai KKM 65 yang

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

24

dapat dilihat pada kondisi awal dengan sekor rata-rata nilai siswa 57,5, siklus I

dengan rata-rata nilai 66,2, siklus II 78,5. Peningkatan hasil belajar pada kondisi

awal ke siklus I sebesar 61,5% dan dari siklus I ke siklus II 88,5%. Dengan nilai

maksimal siklus I 100 dan nilai minimalnya 70, dan pada siklus II dengan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui Metode Pembelajaran

Kooperatif teknik Make A Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar

siswa matematika semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012 kelas V SD Negeri 05

Mulyoharjo Jepara Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara

Rahayu Sukarti (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan

Model Pembelajaran Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada

Siswa Kelas 4 SD Negeri Bandar 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang

Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014” menyimpulkan bahwa sebelum diadakan

Penelitian Tindakan Kelas ini hasil belajar yang diperoleh siswa yang mengalami

ketuntasan belajara dalah 17 siswa atau 37 % dari 47 siswa, kemudian setelah

diadakan penelitian ini pada siklus I hasil belajar siswa meningkat menjadi 33

siswa atau 70% dan pada siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan

yaitu 41 siswa atau 85% dengan nilai KKM yaitu 63. Dari penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan, siswa mulai aktif

dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match

serta berani mengutarakan pendapatnya dalam diskusi.

Berdasarkan hasil penelitiantersebut diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan atau rujukan dalam pembelajaran IPA di SD, khususnya bagi guru

yang mengajarkan IPA di kelas 4 SD. Dari hasil penelitian tersebut siswa menjadi

lebih aktif dalam bekerja sama dan berinteraksi dengan teman-temannya. Oleh

karena itu, peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match

untuk meningkatkan hasil belajar di SD Negeri Lemahireng Kecamatan Bawen

kelas 4 pada mata pelajaran IPA tahun pelajaran 2014/2015.

2.3 Kerangka Berikir

Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh

siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan materi untuk mencapai tujuan yang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

25

sudah ditetapkan. Metode pembelajaran make a match akan membuat suasana

pembelajran lebih aktif dan menyenangkan.

Menggunakan metode pembelajaran make a match, diharapkan siswa

dapat berperan aktif , reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar di kelas

maupun di luar kelas, dan guru lebih mudah merencanakan pengajaran. Setelah itu

barulah dilihat perbedaan pengaruh yang signifikan pada penggunaan metode

pembelajaran make a match terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 di SD Negeri

Lemahireng 02 Kecamatan Bawen.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

26

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

KONDISI

AWAL

KONDISI

AKHIR

TINDAKAN

- Hasil belajar meningkat (mencapai KKM ≥ 70)

- Indikator ketuntasan 80%

- Siswa aktif

- Kemampuan guru dalam penggunaan model

pembelajaran meningkat model pembelajaran

meningkat

- Pembelajaran

monoton

- Ceramah

- Berpusat pada

guru

- Siswa pasif

Hasil belajar belum mencapaik KKM

≥ 70

Belum terjalin kerjasama antar siswa

Penerapan Model pembelajaran

kooperatif tipe make a match:

1. Menyanpaikan tujuan dan motivasi

2. Menyiapkan kartu

3. Membagikan kartu

4. Belajar mencari pasangan

5. Kesipulan

Siklus I

Siklus II

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16077/2/T1_292011103_BAB II... · mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap

27

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir tersebut, hipotesis tindakan

dalam penelitian ini adalah:

1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diduga dapat

meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Lemahireng

02 Kecamatan Bawen tahun pelajaran 2014/2015.

2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diduga dapat

meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Lemahireng 02

Kecamatan Bawen tahun pelajaran 2014/2015.