BAB II Jenis Kerusakan Jalan

32
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Jalan Definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas, yang berada permukaan tanah, diatas permukaan tanah,dibawah permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api dan jalan kabel (UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan). Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalulintas umum, jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi,badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Bagian-bagian jalan meliputi : - Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. - Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan. - Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu diluar ruang milik jalan yang 4

description

Teknik Sipil

Transcript of BAB II Jenis Kerusakan Jalan

21

BAB IILANDASAN TEORI

2.1. Pengertian JalanDefinisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagianjalan, termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas, yang berada permukaan tanah, diatas permukaan tanah,dibawah permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api dan jalan kabel (UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan). Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalulintas umum, jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi,badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Bagian-bagian jalan meliputi :- Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.- Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu diluar ruang manfaat jalan.- Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu diluar ruang milik jalan yangada dibawah pengawasan penyelenggara jalan.2.2. Klasifikasi Jalan Menurut FungsiMenurut fungsi, jalan diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu:1. Jalan ArteriYaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Biasanya jaringan jalan ini melayani lalu lintas tinggi antara kota-kota penting. Jalan dalam golongan ini harus direncanakan dapat melayani lalulintas cepat dan berat.2. Jalan KolektorYaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,kecepatan sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Biasanya jaringan jalan ini melayani lalu lintas cukup tinggi antara kota-kota yang lebih kecil, juga melayani daerah sekitarnya.3. Jalan LokalYaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek,kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Biasanya jaringan jalan ini digunakan untuk keperluan aktifitas daerah, juga dipakai sebagai jalan penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau berlainan.

2.3. Sistem Jaringan JalanJaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki.1. Sistem Jaringan Jalan PrimerSistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi (Peraturan Pemerintah RI No. 26/1985).

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sistem jaringan jalan yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan (Peraturan Pemerintah RI No. 26/1985).

2.4.Status JalanJalan umum menurut statusnya dikelompokkan atas:1. Jalan NasionalYang termasuk kelompok jalan nasional adalah jalan arteri primer, jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, jalan tol, dan jalan strategis nasional.2. Jalan Provinsi Yang termasuk kelompok jalan provinsi adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota, jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten atau kota, jalan strategis provinsi, dan jalan di Daerah Khusu Ibukota Jakarta yang tidak termasuk jalan nasional.3. Jalan KabupatenYang termasuk dalam kelompok jalan kabupaten adalah jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antaribukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antardesa: jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi, jalan sekunder dalam kota, jalan strategis kabupaten.4. Jalan KotaYang termasuk kelompok jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota.5. Jalan DesaYang termasuk dalam kelompok jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan pedesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar pemukiman di dalam desa.

2.5. Bagian bagian pada Konstruksi Perkerasan JalanMenurut AASHTO dan Bina Marga konstruksi jalan terdiri atas:1. Lapis permukaan (Surface Course)Lapis permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas, berfungsi sebagai:a. Struktural, yaitu berperan mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh lapis keras.b. Non struktural, yaitu berupa lapisan kedap air untuk mencegah masuknya air kedalam lapis perkerasan yang ada dibawahnya dan menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan berjalan dengan lancer.

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)Lapisan pondasi atas (Base Course) adalah lapisan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan, dan berfungsi sebagai:a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan bawahnya.b. Bantalan terhadap lapisan permukaan.3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)Lapis pondasi bawah (Subbase Course) adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar, dan berfungsi sebagai:a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda pada tanah dasar.b. Efesiensi penggunaan material.c. Mengurangi ketebalan lapis perkerasan yang ada diatasnya.d. Sebagai lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul pada pondasi.e. Sebagai lapisan pertama agar memudahkan pekerjaan selanjutnya.f. Sebagai pemecah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.4. Lapis Tanah Dasar (Subgrade)Tanah dasar (Subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau timbunan yang dipadatkan dan merupakan dasar untuk perletakan bagian lapis keras lainnya. Perencanaan tebal lapis keras jalan baru pada umumnya dibedakan menjadi dua metode, yaitu:a. Metode Empiris, metode ini dikembangkan berdasarkan pengalaman dan penelitian atau jalan yang sudah ada. b. Metode teoritis (analitis), metode ini dikembangkan berdasarkan teori matematis dan sifat tegangan dan regangan pada lapis keras akibat beban berulang dari lalu lintas. Persyaratan dasar dalam perencanaan tebal lapis keras adalah:1. Penyediaan permukaan jalan yang selalu rata dan kuat2. Menjamin keamanan yang tinggi untuk masa yang lama sesuai umur rencana jalan3. Memerlukan biaya pemeliharaan yang sekecil-kecilnya.

Gambar 2.1 Bagian Konstruksi Perkerasan Jalan

2.6. Jenis jenis Kerusakan JalanMenurut Manual Pemeliharaan Jalan No: 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dibedakan atas:1. Retak (cracking)Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas:a. Retak halus (hair cracking)Lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3 mm. Penyebabnya adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Untuk pemeliharaan dapat dipergunakan lapis latsir, atau buras. Dalam tahap perbaikan sebaiknya dilengkapi dengan perbaikan system drainase.

Gambar 2.2 Retak Halus (hair cracking)

b. Retak kulit buaya (alligator cracks)Lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm, saling merangkai membentuk serangkaian kotak kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah baik). Bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat air yang merembes masuk ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan membuang bagian bagian yang basah, kemudian dilapisi kembali dengan bahan yang sesuai. Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase disekitarnya. Kerusakan yang disebabkan olehg beban lalulintas harus diperbaiki dengan member lapis tambahan.

Gambar 2.3 Retak kulit buaya (alligator cracks)

c. Retak pinggir (edge cracks)Retak memanjang jalan dengan atau tanpa cabang yang megarah ke bahu jalan dan terletak dekat bahu yang disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya peyusutan tanah atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Retak ini dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu jalan diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix.

Gambar 2.4 Retak pinggir (edge cracks)

d. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint cracks)Retak memanjang yang umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan yang disebabkan dengan kondisi drainase dibawah bahu jalan lebih buruk daripada dibawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau perkerasan jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti perbaikan retak refleksi

e. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)Retak memanjang yang terjadi pada sambungan 2 lajur lalulintas, hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah celah yang terjadi.

Gambar 2.5 Retak sambungan jalan (lane joint cracks)

f. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks)Retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran, yang disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antar sambungan yang tidak baik. Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah celah yang timbul dengan campuran aspal cair dengan pasir.

.

Gambar 2.6 Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks)

g. Retak refleksi (reflection cracks)Retak memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola retakan di bawahnya, retakan terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Untuk retak memanjang, melintang, dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai.

Gambar 2.7 Retak refleksi (reflection cracks)

h. Retak susut (shrinkage cracks)Retak yang saling bersambungan membentuk kotak kotak besar dengan sudut tajam. Retak ini disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai aspal dengan penetrasi rendah atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir dan melapisi dengan burtu.

Gambar 2.8 Retak susut (shrinkage cracks)

i. Retak selip (slippage cracks)Retak yang bentuknya melengkup seperti bulan sabi, yang disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dengan lapis dibawahnya. Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.

Gambar 2.9 Retak selip (slippage cracks)

2. Distorsi (distortion)Distorsi / perubahan dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalulintas. Distosi (distortion) dapat dibedakan atas:a. Alur (ruts)Terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan yang dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan. Alur terjadi disebabkan oleh lapisan perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalulintas pada lintasan roda. Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan dari lapis permukaan yang sesuai.

Gambar 2.10 Alur (ruts)

b. Keriting (corrugation)Alur yang terjadi melintang jalan, dengan timbulnya lapisan permukaan yang keriting. Penyebabnya adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat berbentuk bulat dan berpermukaan penetrasi yang tinggi. Selain itu keriting juga dapat terjadi jika lalulintas dibuka sebelum perkerasan mantap ( untuk perkerasan yang mempergunakan aspal cair ). Kerusakan dapat diperbaiki dengan: Jika lapis permukaan yang berkeriting itu mempunyai lapis pondasi agregat, perbaikan yang tepat adalah dengan menggaruk kembali, dicampur dengan lapis pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis permukaan baru. Jika lapis permukaan bahan pengikat mempunyai ketebalan >5cm, maka lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi lapis permukaan yang baru.

Gambar 2.11 Keriting (corrugation)

c. Sungkur ( shoving )Deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan/tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara dibongkar dan dilapis kembali.

Gambar 2.12 Sungkur (shoving)

d. Amblas ( grade depression )Terjadi setempat dengan atau tanpa retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Penyebabnya adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan kurang baik atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement. Perbaikan dapat dilakukan dengan: Untuk amblas yang 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, laston. Untuk amblas yang 5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan lapis kembali dengan lapis yang sesuai.

Gambar 2.13 Amblas (grade depression)

e. Jembul ( upheaved )Terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi karena adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansif. Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisinya kembali.

Gambar 2.14 Jembul (uphead)

3. Cacat permukaan (disintegration)a. Lubang ( potholes )Berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang dapat terjadi akibat campuran material lapis yang jelek: lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca: sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul dalam lapis perkerasan: retak retak yang tejadi tidak segera ditangani sehingga air meresap dan mengakibatkan terjadinya lubang lubang kecil. Perbaikan yang bersifat permanen dapat dilakukan dengan:a. Bersihkan lubang dari air dan material - material yang lepas.b. Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam dalamnya sehingga mencapai lapisan yang kokoh ( potong dalam bentuk yang persegi panjang ).c. Beri lapis tack coat sebagai lapis pengikat.d. Padatakan lapis campuran dan bentuk permukaan sesuai dengan lingkungannya.

Gambar 2.15 Lubang ( potholes )

b. Pelepasan butir ( ravelling )Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Kerusakan ini dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.

Gambar 2.16 Pelepasan butir ( ravelling )c. Pengelupasan lapisan permukaan ( stripping )Disebabkan oleh kurangnya ikatan antara lapisan permukaan dan lapis dibawahnya, atau terlalu tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapisi dengan buras.

4. Pengausan (polished aggregate)Permukaan jalan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau latasbun.

5. Kegemukan (bleeding or flushing)Permukaan menjadi licin. Pada temperature tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack coat. Dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi lapisan penutup.

6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas ( utility cut depression )Terjadi di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

Gambar 2.17 Penurunan pada bekas penanaman utilitas

2.7. Analisa Kerusakan JalanBeberapa sistem penilaian kondisi perkerasan jalan, antara lain:a. Metode Bina MargaMetode yang digunakan untuk memperoleh nilai kondisi jalan melalui survey visual. Metode ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Dari nilai kondisi jalan dan kelas LHR, maka akan diperoleh urutan prioritas penanganan jalan dengan rentang 0 7, sehingga dapat dijadikan acuan dalam penentuan program pemeliharaan jalan.b. Metode PCIPavement Condition Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang 0 (nol) sampai 100 (seratus) dengan criteria sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed).2.7.1. Prosedur Analisa Kerusakan dengan Metode Bina Marga1. Menetapkan jenis jalan dan kelas jalan2. Menghitung LHR jalan yang disurvei dan menetapkan nilai kelas jalan dengan menggunakan Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tabel LHR dan Nilai Kelas Jalan

Sumber: Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan

3. Menabelkan hasil survey dan mengelompokkan data sesuai dengan jenis kerusakan4. Menghitung parameter untuk setiap jenis kerusakan dan melakukan penilaian terhadap setiap jenis kerusakan berdasarkan Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tabel Penentuan Angka Kerusakan Berdasarkan Jenis Kerusakan

Sumber: Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota

5. Menjumlahkan setiap angka untuk semua jenis kerusakan, dan menetapkan nilai kondisi jalan berdasarkan Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Penetapan Nilai Kondisi Jalan berdasarkan Total Angka Kerusakan

Sumber: Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota

6. Menghitung nilai prioritas untuk menentukan program pemeliharaan jalan. Nilai prioritas kondisi jalan dengan menggunakan persamaan berikut:

Tabel 2.4 Nilai Penentuan Program Pemeliharaan Jalan

Secara umum, kondisi jalan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: Baik ( good )Kondisi perkerasan jalan yang bebas dari kerusakan atau cacat dan hanya membutuhkan pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan. Pemeliharaan rutin ialah salah satu jenis pemeliharaan yang direncanakan secara berkelanjutan (terus menerus sepanjang tahun) yang dilaksanakan untuk menjaga atau menjamin agar kondisi jalan senantiasa ada dalam keadaan baik, dan mempunyai kinerja seperti diharapkan, serta dapat mencapai umur rencana. Jenis pemeliharaan ini diberikan hanya pada lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendara dan tanpa meningkatkan kekuatan struktural. Lingkup pekerjaan pemeliharaan rutin jalan adalah sebagai berikut: Peralatan jalan pendekat/oprit Membuang tumbuhan liar dan sampah Pembersihan dan melancarkan drainase Penanganan kerusakan ringan Pengecatan sederhana Pengisian dan penutupan retak Sedang ( fair )Kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan cukup signifikan dan membutuhkan pemeliharaan berkala, yang dimaksud dengan pemeliharaan berkala adalah salah satu jenis program pemeliharaan yang dilaksanakan secara berkala pada waktu waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun), terutama untuk jalan yang sudah mengalami penurunan kinerja sampai tahap tertentu. Dengan pemeliharaan ini, kinerja jalan akan dikembalikan mendekati kondisi atau kinerja awal pada saat dibangun. Bentuk pemeliharaan ini, yaitu pelapisan ulang (overlay) dan pelaburan (surface treatment). Jenis pemeliharaan ini bersifat meningkatkan kekuatan struktural.Kegiatan pemeliharaan berkala diduga mencakup hal hal sebagai berikut: Pengecetan kerb yang pudar Penggantian lapisan permukaan Pembersihan jalan secara keseluruhanPerbaikan sederhana mencakup hal hal: Perkuatan bagian yang structural Pelaburan / pengaspalan Penggantian yang rusak/hilang Pembuatan kemiringan Perbaikan dasar saluran Buruk ( poor )Kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan yang sudah meluas dan membutuhkan program peningkatan. Program peningkatan ialah program yang dilaksanakan untuk mengembalikan kinerja jalan seperti kondisi awal pada saat dibangun. Bentuk program peningkatan adalah rehabilitasi, pembangunan kembali (rekonstruksi) struktural, multi layer overlay, dan pelebaran jalan. Umur rencana dari program peningkatan adalah 8 10 tahun. Jenis pemeliharaan ini bersifat meningkatkan kekuatan struktural dan atau geometrik dari perkerasan jalan tersebut. 4