BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

56
BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH: SUATU KERANGKA TEORI Pada Bab ini akan diuraikan berbagai konsep terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun konsep-konsep tersebut meliputi: konsep implementasi kebijakan, model implementasi kebijakan, konsep perubahan organisasi dan restrukturisasi organisasi daerah. Secara lebih detail konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 2.1 Konsep Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka terdapat dua pilihan langkah yang bisa diambil, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut (Nugroho, 2008:494). Secara umum dua pilihan langkah tersebut dapat digambarkan berikut: 17 Universitas Indonesia Implementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Transcript of BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

Page 1: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

BAB II

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH: SUATU KERANGKA TEORI

Pada Bab ini akan diuraikan berbagai konsep terkait dengan penelitian

yang akan dilakukan. Adapun konsep-konsep tersebut meliputi: konsep

implementasi kebijakan, model implementasi kebijakan, konsep perubahan

organisasi dan restrukturisasi organisasi daerah. Secara lebih detail konsep

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

2.1 Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan

kebijakan publik, maka terdapat dua pilihan langkah yang bisa diambil,

yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau

melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik

tersebut (Nugroho, 2008:494). Secara umum dua pilihan langkah tersebut

dapat digambarkan berikut:

17Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 2: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

18

Kebijakan publik dalam bentuk Undang-undang atau Perda adalah

jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau

yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik

yang bisa langsung operasional antara lain Keppres, Inpres, Keputusan

Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan lain-lain.

Mazmanian dan Sabatier menyatakan bahwa:

“Implementation is the carrying out of a basic policy decision, usually

incorporated in a statute but which can also take form of important

executive orders or court decision. Ideally that decision identifies the

problem (s) to be addressed, stipulates the objective (s) to be pursued,

and, in a variety of ways, “structures” the implementation process. The

process normally runs through a number of stages beginning with

passage of the basic statute, followed by the policy outputs (decisions) of

the implementing agencies, the compliance of target groups with those

decisions, the actual impacts-both intended and unintended-of those

outputs, the perceived impacts of agency decisions, and, finally,

Universitas Indonesia

Gambar 2.1Sekuensi Implementasi Kebijakan

Kebijakan Publik

Kebijakan PublikPenjelas Program

Proyek

Kegiatan

Pemanfaat(beneficiaries)

Sumber: Nugroho, 2008:495

Implementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 3: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

19

important revisions (or attempted revisions) in the basic statute”

(Mazmanian, 1983:20-21).

Pengertian implementasi menurut Mazmanian tersebut dapat

diartikan bahwa implementasi merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan

dasar yang biasanya dilakukan dalam bentuk undang-undang atau perintah-

perintah maupun keputusan-keputusan eksekutif maupun badan peradilan.

Biasanya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang dihadapi,

tujuan yang ingin dicapai, dan struktur dari proses implemenatsi. Proses ini

normalnya melewati berbagai tahapan yaitu mengeluarkan peraturan

dasarnya selanjutnya diikuti keputusan kebijakan dari agen pelaksana,

dampak aktual, dan terakhir revisi terhadap aturan dasarnya.

Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2008)

menyatakan bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti

berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu

program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan

kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan negara

baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun

usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun

peristiwa-peristiwa.

Abdul Wahab (2008) mengatakan bahwa fungsi implementasi

kebijakan adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan

tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijaksanaan negara diwujudkan

sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah. Sebab itu, fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa

yang dalam ilmu kebijaksanaan negara (policy science) disebut “policy

delivery System” (sistem penyampaian/penerusan kebijaksanaan negara).

Implementasi kebijakan merupakan salah satu komponen dari

keseluruhan proses kebijakan publik yang terjadi. Menurut Mustopadidjaja

(2002:2-3) kebijakan publik merupakan fenomena yang kompleks dan

dinamis yang dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu. Selanjutnya dikatakan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 4: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

20

bahwa proses kebijakan dapat dipandang merupakan rangkaian kegiatan

yang meliputi paling tidak tiga kelompok kegiatan utama, yaitu: (1)

formulasi kebijakan, (2) pelaksanaan kebijakan, dan (3) evaluasi kinerja

kebijakan, yang perlu dilakukan dalam rangka pemantauan, pengawasan,

dan pertanggungjawaban yang dikenal sebagai “Policy Cycle”. Hal yang

sama juga disampaikan oleh Ripley dan Franklin (1987) bahwa proses

kebijakan terdiri atas: tahap formulasi, tahap implementasi, dan tahap

penilaian terhadap kinerja. Namun proses implementasi bukanlah proses

mekanis dimana setiap aktor akan secara otomatis melakukan apa saja yang

seharusnya dilakukan sesuai dengan skenario pembuat kebijakan, tetapi

merupakan proses kegiatan yang acapkali rumit, diwarnai benturan

kepentingan antar aktor yang terlibat baik sebagai administrator, petugas

lapangan atau kelompok sasaran.

Hal senada disampaikan oleh Jones (1991) bahwa implementasi

kebijakan mudah dimengerti dalam bentuknya yang abstrak (teori dan

konsep) tetapi tidaklah demikian dalam bentuknya yang konkrit. Artinya

implementasi kebijakan dengan mudah dapat dipahami, akan tetapi dalam

bentuknya yang konkrit dalam pelaksanaan dan realisasinya secara nyata

bukanlah sesuatu yang mudah.

Menurut Wibawa (1994), proses implementasi yang dilakukan

setelah ditetapkan dan dilegitimasikannya kebijakan dimulai dengan

interpretasi terhadap kebijakan itu sendiri. Pada pengertiannya yang steril,

pembuatan kebijakan disatu pihak merupakan proses yang memiliki logika

bottom-up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan atau

pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian

alternatif cara pemenuhannya. Sebaliknya implementasi kebijakan di pihak

lain pada dirinya sendiri mengandung logika yang top-down: menurunkan

alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan-tindakan

yang konkrit dan mikro. Menurut Bardach (1979) implementasi adalah suatu

proses dari interaksi strategis diantara kepentingan khusus dari pemilik

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 5: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

21

tujuan yang mungkin atau yang tidak mungkin berhubungan dengan tujuan-

tujuan dari yang memberi mandat kebijakan.

Selanjutnya Van Meter dan Van Horn mengemukakan bahwa

implementasi diartikan sebagai “those actions by public and private

individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set

forth in prior policy decisions” (1975) atau dapat diartikan bahwa

implementasi diartikan sebagai seluruh tindakan oleh publik dan individu

atau kelompok yang diartikan pada pencapaian tujuan dalam keputusan

suatu kebijakan.

Dari pendapat para ahli tersebut, implementasi kebijakan dapat

diartikan sebagai kegiatan untuk melaksanakan suatu kebijakan yang

dituangkan dalam suatu peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah

maupun lembaga negara lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang

dituangkan dalam kebijakan tersebut.

Dengan demikian, kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat

daerah di Provinsi DKI Jakarta telah melalui tahap formulasi dan memasuki

tahap implementasi, yaitu dengan telah diberlakukannya Peraturan Daerah

Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Provinsi DKI

Jakarta. Hal ini berarti telah ada kebijakan publik yang dikeluarkan,

sebagaimana digambarkan oleh Dye sebagai berikut:

Gambar 2.2Proses Implementasi Kebijakan

Sumber: Sunggono (1994)

Apabila proses implementasi telah berjalan, maka diharapkan akan

muncul suatu keluaran yaitu hasil segera (effect) dan dampak akhir (impact).

Hasil segera adalah pengaruh atau akibat jangka pendek yang dihasilkan

Universitas Indonesia

KebijakanPublik

ProsesImplementasi

Hasil Segera(effect)

Dampak Akhir(impact)

Implementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 6: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

22

oleh suatu implementasi kebijakan, sedangkan dampak kebijakan adalah

sejumlah akibat yang dihasilkan oleh implementasi kebijakan melalui proses

jangka panjang. Hasil segera dan dampak yang ditimbulkan kan sangat

berguna untuk menilai implementasi dari suatu kebijakan.

Berdasarkan pendapat di atas, hasil segera dari kebijakan

restrukturisasi organisasi perangkat daerah adalah terciptanya organisasi

perangkat daerah yang proporsional, efektif dan efisien sesuai dengan

kebutuhan dan urusan yang harus ditangani. Sedangkan dampak akhirnya

adalah semakin meningkatnya pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan

oleh organisasi perangkat daerah.

Dalam konteks konsep manajemen, implementasi kebijakan berada

dalam kerangka organizing-leading-controlling. Dengan demikian, aktifitas

selanjutnya setelah sebuah kebijakan diformulasikan adalah

mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan, dan melakukan

pengendalian pelaksanaan kebijakan tersebut. Implementasi harus

diintegrasikan dengan pembuatan kebijakan, dan tidak boleh dianggap

sebagai proses yang berjalan terpisah dari pembuatan kebijakan.

Studi implementasi kebijakan membahas berbagai aspek. Ada 4

(empat) aspek yang perlu dikaji dalam studi implementasi kebijakan yaitu:

(1) siapa yang mengimplementasikan, (2) hakekat dan proses administarsi,

(3) kepatuhan dan (4) dampak dari pelaksanaan kebijakan (Anderson, 1979).

Sementara fokus perhatian dalam penelitian implementasi menyangkut 2

(dua) hal, yaitu: “complience” (kepatuhan) dan “what’s happening”? (apa

yang terjadi). “Kepatuhan” menunjuk pada apakah para implementor patuh

terhadap prosedur atau standar aturan yang telah ditetapkan. Sementara itu,

“apa yang terjadi” mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu

dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil dicapai, mengapa

dan sebagainya (Ripley dan Franklin, 1986).

Mendasarkan pada pendapat di atas, maka fokus penelitian

implementasi tidak hanya bersangkutan dengan tingkat kepatuhan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 7: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

23

implementor terhadap aturan atau standar yang telah ditetapkan, tetapi juga

mempertanyakan hambatan-hambatan yang muncul dalam proses

pengimplementasiannya.

Tidak semua kebijakan berhasil dilaksanakan secara baik, karena

implementasi kebijakan pada umumnya memang lebih sukar dari sekedar

merumuskannya. Implementasi menyangkut kondisi riil yang sering berubah

dan sulit diprediksi. Disamping itu, dalam perumusan kebijakan biasanya

terdapat asumsi, generalisasi dan simplikasi, yang dalam implementasi tidak

mungkin dilakukan. Akibatnya dalam kenyataan terjadi apa yang disebut

Andrew Dunsire (1978) sebagai “implementation gap”, yaitu kesenjangan

atau perbedaan antara apa yang dirumuskan dengan apa yang dilaksanakan.

Banyak terjadi kebijakan yang dibuat sangat bagus dan tujuan, strategi,

sasaran juga sudah dirumuskan dengan benar dan tepat tetapi dalam

pelaksanaannya tidak efektif atau tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal

ini banyak disebabkan oleh lemahnya proses implementasi. Dalam batas

tertentu kesenjangan ini masih dapat dibiarkan, sekalipun dalam monitoring

harus diidentifikasi untuk segera diperbaiki. Kesenjangan yang lebih besar

dari batas toleransi harus segera diperbaiki. Besar kecilnya kesenjangan

tersebut sedikit banyak tergantung pada apa yang oleh Walter williams

disebut sebagai “implementation capacity” dari organisasi/aktor atau

kelompok organisasi/aktor yang dipercaya untuk mengemban tugas

mengimplementasikan kebijakan tersebut. Implementation capacity tidak

lain adalah kemampuan suatu organisasi/aktor untuk melaksanakan

keputusan kebijakan (policy decision) sedemikian rupa sehingga ada

jaminan bahwa tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen

formal kebijakan dapat dicapai (Wahab, 2008:61).

Menurut Hogwood dan Gunn (1986), kegagalan kebijakan (policy

failure) dapat disebabkan antara lain, pertama, karena tidak dilaksanakan

atau dilaksanakan tidak sebagaimana mestinya (non implementation), kedua,

karena tidak berhasil atau mengalami kegagalan dalam proses pelaksanaan

(unsuccesful implementation). Non implementation berarti bahwa suatu

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 8: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

24

kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-

pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama, atau

mereka bekerja secara tidak efisien, atau tidak sepenuhnya menguasai

permasalahan, atau kemungkinan permasalahan yang dihadapi diluar

jangkauan kekuasaannya, sehingga betapapun gigih usaha mereka,

hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi.

Akibatnya, implementasi yang efektif sulit untuk dipenuhi .

Sementara itu, unsuccessful implementation biasanya terjadi ketika

kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun

mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan (misalnya tiba-

tiba terjadi pergantian kekuasaan, bencana alam, dan lainnya), kebijakan

tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang

dikehendaki. Biasanya kebijakan yang mempunyai resiko untuk gagal

tersebut disebabkan oleh pelaksanaannya jelek (bad execution),

kebijakannya itu sendiri yang jelek (bad policy), atau kebijakan tersebut

memang bernasib jelek (bad luck).

2.2 Model Implementasi Kebijakan

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak

variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling

berhubungan satu sama lain. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat

ditentukan oleh model implementasi yang mampu menjamin kompleksitas

masalah yang akan diselesaikan melalui kebijakan tertentu. Model

implementasi kebijakan ini tentunya diharapkan merupakan model yang

semakin operasional sehingga mampu menjelaskan hubungan kausalitas

antar variabel yang terkait dengan kebijakan (Wahab, 2008:70).

1. Model Brian W.Hogwood dan Lewis A.Gunn (The Top Down

Approach)

Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan publik secara

sempurna (perfect Implementation) menurut Hogwood dan Gunn (1978;

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 9: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

25

1985), diperlukan beberapa persyaratan. Adapun syarat-syarat tersebut

adalah sebagai berikut (Wahab, 2008):

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan/Instansi

pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius.

Beberapa kendala (constraint) pada saat implementasi

kebijakan seringkali berada diluar kendali para administrator, sebab

hambatan-hambatan itu memang diluar jangkauan wewenang

kebijakan dan badan pelaksana.

Ada pula hambatan-hambatan yang bersifat politis, artinya

bahwa kebijakan maupun tindakan yang diperlukan untuk

melaksanakannya tidak diterima/tidak disepakati oleh berbagai pihak

yang kepentingannya terkait yang memiliki kekuasaan untuk

membatalkannya. Kendala-kendala semacam ini cukup jelas dan

mendasar sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh

para administrator untuk mengatasinya.

b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-

sumber yang cukup memadai.

Syarat kedua ini kerapkali muncul diantara kendala-kendala

yang bersifat eksternal. Artinya, kebijakan yang memiliki tingkat

kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai

tujuan yang diinginkan karena alasan terlalu banyak berharap dalam

waktu yang terlalu pendek, khususnya persoalannya menyangkut

sikap dan perilaku. Alasan lainnya adalah bahwa para politisi

kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang

peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga

tindakan-tindakan pembatasan/pemotongan terhadap pembiayaan

program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan

program karena sumber-sumber yang tidak memadai. Masalah lain

yang biasa terjadi adalah apabila dana khusus untuk membiayai

pelaksanaan program sudah tersedia harus dapat dihabiskan dalam

tempo yang amat singkat, terkadang lebih cepat dari kemampuan

program/proyek untuk secara efektif menyerapnya.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 10: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

26

Kekhawatiran mengenai keharusan untuk mengembalikan dana

proyek yang tidak terpakai habis pada setiap akhir tahun anggaran

seringkali menjadi penyebab kenapa instansi-instansi pemerintah

selalu berada pada situasi kebingungan, sehingga karena takut dana

itu menjadi hangus, tidak jarang terbeli atau dilakukan hal-hal yang

sesungguhnya tidak perlu.

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia

Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratan kedua,

artinya di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kendala-kendala

pada semua sumber-sumber yang diperlukan, dan di lain pihak, pada

setiap tahapan proses implementasinya perpaduan diantara sumber-

sumber tersebut benar-benar dapat disediakan.

d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh

suatu hubungan kausalitas yang handal.

Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara

efektif bukan karena implementasinya yang sembrono/asal-asalan,

melainkan karena kebijakannya itu sendiri yang memang buruk (bad

policy). Sejak awal perumusan kebijakan tersebut kemungkinan

dilakukan secara sembrono, tidak lengkapnya informasi yang

diperlukan dalam perumusan kebijakan, salah memilih masalah,

tujuan dan target yang tidak jelas, dan sebagainya.Dalam kaitan ini

Pressman dan Wildavsky (1973), menyatakan secara tegas bahwa

setiap kebijakan pemerintah pada hakekatnya memuat hipotesis

(sekalipun tidak secara eksplisit) mengenai kondisi-kondisi awal dan

akibat-akibat yang diramalkan bakal terjadi sesudahnya. Oleh karena

itu, apabila ternyata kelak kebijakan itu gagal, maka kemungkinan

penyebabnya bersumber pada ketidaktepatan teori yang menjadi

landasan kebijakan tadi dan bukan karena implementasinya yang

keliru.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit

mata rantai penghubungnya

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 11: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

27

Dalam hubungan ini, Pressman dan wildavsky (1973)

memperingatkan bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab

akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka akan

mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata

rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata

rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks

implementasinya.

f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil

Implementasi yang sempurna menuntut adanya persyaratan bahwa

hanya terdapat badan pelaksana tunggal (single agency) untuk

keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada

badan-badan lain, atau kalaupun dalam pelaksanaannya harus

melibatkan badan-badan/instansi lainnya, maka hubungan

ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada

tingkat yang minimal. Jika implementasi suatu program ternyata

tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan

hubungan tertentu, melainkan juga kesepakatan/komitmen terhadap

setiap tahapan diantara sejumlah besar aktor/pelaku yang terlibat,

maka peluang bagi keberhasilan implementasi kebijakan akan

semakin berkurang.

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan

Persyaratan ini mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh

mengenai kesepakatan terhadap tujuan dan sasaran yang akan

dicapai, dan keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses

implementasi. Tujuan harus dirumuskan dengan jelas, spesifik,

dipahami serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam

organisasi.

h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang

tepat

Persyaratan ini mengandung makna bahwa untuk menuju tercapainya

tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 12: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

28

merinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas

yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat.

i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna

Persyaratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan

koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur yang terlibat

dalam program. Koordinasi bukan sekedar menyangkut persoalan

mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur

administrasi yang cocok, melainkan menyangkut persoalan yang

lebih mendasar yaitu praktek pelaksanaan kekuasaan.

j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat

menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Persyaratan yang terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat

kondisi ketundukan penuh dan tidak ada penolakan terhadap perintah

dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi

penolakan terhadap perintah itu, maka ia harus dapat diidentifikasi

oleh kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sedini mungkin

oleh sistem pengendalian yang handal. Dengan kata lain, persyaratan

ini menegaskan bahwa mereka yang memiliki wewenang seharusnya

juga memiliki kekuasanaan dan mampu menjamin tumbuh

kembangnya sikap patuh yang menyeluruh dan serentak dari pihak-

pihak lain (baik yang berasal dari kalangan dalam badan/organisasi

sendiri maupun yang berasal dari luar) yang kesepakatan dan

kerjasamanya diperlukan demi keberhasilan program.

2. Model Implementasi kebijakan George Edwards III

Menurut Edwards, studi implementasi kebijakan adalah krusial

bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan

adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan

konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang

dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat

mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 13: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

29

kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan

itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu

kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika

kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para

pelaksana kebijakan.

Dalam kajian implementasi kebijakan, Edwards mulai dengan

mengajukan dua buah pertanyaan, yaitu: prakondisi apa yang diperlukan

sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? Kedua, hambatan

utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal? Menurut

Edwards, terdapat empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi

kebijakan publik. Faktor-faktor atau variabel tersebut adalah

komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan atau

tingkah laku dan struktur birokrasi (Winarno, 2007:174-202).

a. Komunikasi

Menurut Edwards, persyaratan pertama bagi implementasi

kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan

keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan.

Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus

diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan

dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Tentu saja komunikasi-

komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh

para pelaksana. Akan tetapi banyak hambatan-hambatan yang

menghadang transmisi komunikasi-komunikasi pelaksanaan dan

hambatan-hambatan ini mungkin menghalangi pelaksanaan

kebijakan.

Jika kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana

mestinya, maka petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami,

melainkan juga petunjuk-petunjuk itu harus jelas. Jika petunjuk-

petunjuk pelaksanaan itu tidak jelas, maka para pelaksana

(implementators) akan mengalami kebingungan tentang apa yang

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 14: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

30

harus mereka lakukan. Selain itu, mereka juga akan mempunyai

keleluasaan untuk memaksakan pandangan-pandangan mereka

sendiri pada implementasi kebijakan, dimana pandangan-pandangan

itu mungkin berbeda dengan pandangan-pandangan atasan mereka

atau pandangan-pandangan yang seharusnya dijadikan acuan.

Aspek lain dari komunikasi menyangkut petunjuk-petunjuk

pelaksanaan adalah masalah konsistensi. Konsistensi disini

mengandung pengertian bahwa jika implementasi kebijakan ingin

berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus

konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan

kepada pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi

apabila perintah tersebut bertentangan mana perintah tersebut tidak

akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya

dengan baik. Keputusan-keputusan yang bertentangan juga akan

membingungkan dan menghalangi staf dan menghambat kemampuan

mereka untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan secara efektif. Di

sisi lain, perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak

konsisten akan mendorong para pelakasana mengambil tindakan

yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan

kebijakan. Sementara itu banyak hal yang mendorong terjadinya

komunikasi yang tidak konsisten dan menimbulkan dampak-dampak

buruk bagi implementasi kebijakan.

b. Sumber-sumber

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara

cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan

sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-

kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif.

Dengan demikian, sumber-sumber dapat merupakan faktor yang

penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang

penting meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang

baik untuk melaksanakan tugas-yugas mereka, wewenang dan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 15: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

31

fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul di

atas kerta guna melaksanakan pelayanan publik.

Jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong

implementasi yang berhasil. Para pelaksana harus memiliki

ketrampilan dan keahlian/kompetensi yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan. Kurang memadainya personel dapat

menghambat pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang menjangkau

banyak pembaruan.

Informasi merupakan sumber penting kedua dalam

implementasi kebijakan. Terdapat dua bentuk informasi, yang

pertama informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu

kebijakan. Pelaksana-pelaksana (implementators) perlu mengetahui

apa yang dilakukan dan bagaimana mereka harus melakukannya.

Dengan demikian, para pelaksana kebijakan harus diberi petunjuk

untuk melaksanakan kebijakan. Bentuk kedua dari informasi adalah

data tentang ketatatan personil-personil lain terhadap peraturan-

peraturan pemerintah. Pelaksana-pelaksana harus mengetahui apakah

orang-orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan mentaati

undang-undang ataukah tidak.

Fasilitas fisik mungkin pula merupakan sumber-sumber

penting dalam implementasi. Seorang pelaksana mungkin

mempunyai staf yang memadai, memahami apa yang harus

dilakukan, dan mungkin juga mempunyai wewenang yang memadai

untuk melaksanakan tuagsnya, akan tetapi tanpa adanya bangunan

sebagai kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan,

tanpa sarana prasarana yang memadai, besar kemungkinan

implementasi kebijakan yang direncanakan tidak akan berhasil.

c. Kecenderungan-kecenderungan

Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan

faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi penting bagi

implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap

baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 16: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

32

dukungan, kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan

sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.

Demikian pula sebaliknya, bila tingkah laku para pelaksana berbeda

dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu

kebijakan menjadi semakin sulit.

Kecenderungan para pelaksana akan berpengaruh pada

bagaimana para pelaksana menafsirkan pesan komunikasi yang

mereka terima. Cara pelaksana menafsirkan pesan lomunikasi pada

akhirnya akan berpengaruh pada bagaimana mereka menyusun

kembali pesan-pesan komunikasi untuk kemudian diteruskan kepada

pejabat di bawahnya. Struktur hierarkies juga akan berpengaruh pada

efektivitas komunikasi organisasi yang dijalankan. Oleh karena

setiap orang mempunyai orientasi nilai-nilai tertentu, maka orientasi

ini akan berpengaruh pada cara seseorang mempersepsikan sebuah

pesan komunikasi. Disinilah pengaruh kecenderungan-

kecenderungan tersebut terhadap komunikasi yang pada akhirnya

juga akan berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi

kebijakan.

Selanjutnya kecenderungan para pelaksana kebijakan juga akan

berpengaruh pada penggunaan wewenang untuk melaksanakan suatu

kebijakan. Bila suatu program mempunyai misi utama yang berbeda

dengan badan-badan pelaksana, maka pelaksanaan program tersebut

cenderung akan didistorsi. Oleh karena itu, para personil badan

tersebut mungkin akan mengalokasikan prioritas yang rendah dan

sumber-sumber yang terbatas pada kebijakan. Kecenderungan-

kecenderungan dari para pelaksana mungkin mendorong penggunaan

dan pemeliharaan SOP yang menguntungkan bagi para pelaksana,

tetapi bertentangan dengan implementasi. Lebih lanjut,

kecenderungan-kecenderungan akan menyebabkan fragmentasi

birokrasi karena unit-unit organisasi berebut sumber-sumber dan

otonomi.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 17: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

33

Oleh karena itu, para pelaksana memegang peranan penting

dalam implementasi kebijakan publik, sehingga usaha-usaha untuk

memperbaiki kecenderungan-kecenderungan mereka menjadi

penting untuk dilakukan.

d. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah salah satu yang paling sering

bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi

baik secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi

untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-

masalah sosial dalam kehidupan modern.

Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi

yaitu prosedur-prosedur kerja atau sering disebut standard

operating procedures (SOP) dan fragmentasi. Yang pertama,

berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas

dan sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan untuk

keseragaman dalam bekerjanya organisasi yang kompleks dan

tersebar. Yang kedua, berasal terutama dari tekanan-tekanan diluar

unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-

kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara

dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi

pemerintah. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi

kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara

lembaga-lembaga negara dan/atau pemerintahan.

Struktur organisasi pemerintahan yang terpecah-pecah akan

meningkatkan probabilitas kegagalan komunikasi. Semakin banyak

orang yang harus menerima perintah-perintah implementasi, maka

semakin besar pula kemungkinan-kemungkinan pesan didistorsi.

Fragmentasi membatasi dengan jelas kemampuan para pejabat tinggi

untuk mengkoordinasikan semua sumber yang tersedia bagi suatu

yurisdiksi.

Fragmentasi juga mempengaruhi kecenderungan-

kecenderungan dalam berbagai hal. Pertama, pembentukan banyak

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 18: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

34

badan dengan tanggung jawab yang sempit akan mendorong

pengembangan perilaku parokial. Perilaku ini pada gilirannya akan

mengakibatkan pertentangan birokrasi dan kurangnya kerjasama.

Kedua, semakin terbukannya akses bagi kepentingan-kepentingan

swasta. Hal ini akan meningkatkan kesempatan bagi kepentingan

tersebut untuk menekan para pelaksana agar bertindak atas dasar

kecenderungan-kecenderungan pribadi daripada berdasarkan perintah

atasan.

3. Model Donald Van Meter dan Carl Van Horn

Selanjutnya Meter memperkenalkan model proses implementasi

kebijakan atau yang dikenal dengan a model of the policy

implementation process. Menurut Meter dan Horn (1975), terdapat lima

variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yauitu standar dan

sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar organisasi dan

penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, dan kondisi sosial,

ekonomi dan politik (Subarsono, 2005:99-101).

a. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat

direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan

menjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara

para agen implementasi.

b. Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber

daya manusia (human resources) maupun sumber daya non manusia

(non-human resources). Dalam berbagai kasus program pemerintah,

seperti program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok

masyarakat miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan

kualitas aparat pelaksana.

c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 19: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

35

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu

dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan

koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu

program.

d. Karakteristik agen pelaksana

Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana disini adalah meliputi

struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang

terjadi dalam birokrasi, yang semuannya itu akan mempengaruhi

implementasi suatu program.

e. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauhmana

kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi

implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni

mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di

lingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi

kebijakan.

4. Model Implementasi Kebijakan Marilee S. Grindle

Keberhasilan implementasi kebijakan menurut Grindle (1980)

dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu isi kebijakan (content of

policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Ide

dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka

implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh

derajat implementability dari kebijakan tersebut (Wibawa, 1994).

a. Content of policy, mencakup:

• Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau

target groups termuat daam isi kebijakan;

• Jenis manfaat yang diterima oleh target groups;

• Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah

kebijakan;

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 20: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

36

• Apakah letak sebuah program sudah tepat;

• Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan

implementatornya dengan rinci;

• Apakah sebuah program didukung oleh sumber

daya yang memadai.

b. Context of implementation, mencakup:

• Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi dari mereka yang terlibat dalam implementasi kebijakan;

• Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;

• Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

5. Model Implementasi Kebijakan Nakamura

Menurut Nakamura, kebijakan publik dipengaruhi oleh tiga

lingkungan yaitu lingkungan formulasi, lingkungan implementasi, dan

lingkungan evaluasi. Fokus analisis implementasi terletak pada tiga

kunci utama yang mempengaruhi lingkungan implementasi yaitu:

a. “Aktor dan arena;b. Struktur organisasi dan norma birokrasi; dan

c. Jaringan komunikasi dan mekanisme kepatuhan”. (Gogin, 1990)

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh para ahli sebagaimana di

atas, dapat dilihat bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi suatu

implementasi kebijakan. Namun demikian, tidak seluruh faktor-faktor

tersebut relevan untuk dipergunakan dalam menjawab permasalahan yang

dihadapi oleh suatu kebijakan, karena setiap jenis kebijakan publik

memerlukan model implementasi kebijakan yang berlainan. Hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Wibawa, bahwa model implementasi tidak

perlu diaplikasikan mentah-mentah, melainkan dapat disintesiskan sesuai

dengan kebutuhan (1994). Oleh karena itu, dalam penelitian ini tidak semua

faktor dari model implementasi kebijakan dapat diaplikasikan secara utuh,

hanya faktor yang dianggap relevan dengan karakteristik obyek penelitian

dalam implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah di

Provinsi DKI Jakarta. Dari berbagai faktor yang telah diuraikan diatas,

untuk keperluan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 21: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

37

implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah,

dilakukan dengan cara mengadopsi pendapat para ahli di atas yang

disesuaikan dengan kondisi lapangan. Untuk itu, dalam penelitian ini tidak

semua variabel atau faktor dari model implementasi kebijakan dapat

diaplikasikan secara utuh, hanya faktor yang dianggap relevan dengan

karakteristik objek penelitian dalam implemenatsi kebijakan restrukturisasi

organisasi perangkat daerah di Provinsi DKI Jakarta. Dari berbagai faktor

yang telah diuraikan di atas, maka faktor yang diduga mempengaruhi

implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah di

Provinsi DKI Jakarta adalah: (1) komunikasi dan koordinasi; (2) sumber

daya; dan (3) struktur birokrasi.

Komunikasi dan Koordinasi

Implementasi yang efektif dapat dicapai apabila para pelaksana

mengetahui apa yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam

implementasi kebijakan tersebut. Untuk itu Edwards menyampaikan

bahwa, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif

adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui

apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan

perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum

keputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Tentu saja

komunikasi-komunikasi harus dimengerti dengan cermat oleh para

pelaksana. Jika kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana

mestinya, maka petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami,

melainkan juga petunjuk-petunjuk itu harus jelas agar tidak timbul

interpretasi. Jika petunjuk-petunjuk pelaksanaan itu tidak jelas, maka

para pelaksana (implementators) akan mengalami kebingungan tentang

apa yang harus mereka lakukan. Apalagi dengan format otonomi

tunggal di Provinsi yang membawa konsekwensi provinsi memiliki

aparat sampai ke wilayah, yang memungkinkan informasi yang

disampaikan tidak diterima secara efektif di tataran level pelaksana.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 22: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

38

Demikian pula dengan Perda yang menetapkan tentang kebijakan

restrukturisasi organisasi perangkat daerah di Provinsi DKI Jakarta agar

dapat dikomunikasikan secara efektif harus diikuti dengan adanya

kebijakan penjelas dalam bentuk petunjuk pelaksanaan. Hal ini penting

karena implementasi kebijakan memerlukan keterlibatan banyak pihak

(stakeholders) baik yang masing-masing mempunyai perbedaan

kepentingan maupun persepsi. Kondisi ini tidak jarang menimbulkan

permasalahan dalam hal koordinasi. Keterlibatan stakeholders dalam

proses pelaksanaan kebijakan perlu dikembangkan karena hal tersebut

merupakan kunci bagi suksesnya kebijakan. Olleh karena itu stake

holders juga harus mengetahui dan memahami dengan jelas “desain

kebijakan”. Oleh karena itu variabel komunikasi dan koordinasi

merupakan salah satu variabel yang turut mempengaruhi implementasi

kebijakan.

Sumber Daya

Van mater dan Horn (1975) mengatakan bahwa implementasi kebijakan

perlu dukungan sumber daya manusia (human resources) maupun

sumber daya non manusia (non-human resources). Sumber daya

mempunyai peranan yang penting dalam implementasi kebijakan.

Grindle (1980:96) menyatakan bahwa implementasi kebijakan akan

mudah dilaksanakan jika didukung oleh ketersediaan sumber daya yang

dibutuhkan, sebaliknya jika tidak tersedia maka implementasi akan

terganggu.

Dalam implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat

daerah, ketersediaan sumber daya khususnya sumber daya manusia

(human resources) sangat menentukan keberhasilan implementasi

tersebut. Tanpa dukungan sumber daya manusia yang memadai maka

organisasi yang dibentuk tidak akan dapat menjalankan tugas dan

fungsinya secara optimal. Sumber daya inti setiap organisasi adalah

sumber daya manusia. Sumber daya yang lain akan tetap seperti semula

tanpa adanya campur tangan manusia. Bahkan sumber daya manusia

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 23: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

39

seringkali menjadi unsur yang dominan yang menentukan struktur dan

proses organisasi. Seringkali struktur dan proses yang disusun menurut

teori paling logis diubah demi menyesuaikan dengan sumber daya

manusia yang ada. Oleh karena itu variabel sumber daya juga

merupakan salah satu variabel yang menentukan keberhasilan

implementasi kebijakan.

Struktur Birokrasi

Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi yaitu

prosedur-prosedur kerja atau sering disebut standard operating

procedures (SOP) dan fragmentasi. SOP merupakan rutinitas-rutinitas

yang memungkinkan para pejabat publik membuat sejumlah besar

keputusan umum sehari-hari, dan SOP merupakan jawaban terhadap

terbatasnya waktu dan sumber-sumber daya pelaksanaan organisasi

yang kompleks dan beragam.

Sedangkan fragmentasi merupakan pembagian tanggung jawab suatu

daerah kebijakan diantara beberapa unit organisasi. Inefektivitas

implementasi kebijakan dapat terjadi karena kurangnya koordinasi dan

kerja sama di antara lembaga-lembaga. Struktur organisasi

pemerintahan yang terpecah-pecah akan meningkatkan probabilitas

kegagalan komunikasi. Semakin banyak orang yang harus menerima

perintah-perintah implementasi, maka semakin besar pula

kemungkinan-kemungkinan pesan didistorsi.

Demikian halnya dengan Provinsi DKI Jakarta yang menganut otonomi

tunggal di Provinsi, memiliki struktur organisasi yang terpecah-pecah

dari level provinsi hingga kecamatan yang cenderung melemahkan

fungsi kontrol. Untuk itu, penting disusun SOP agar memudahkan

dalam melakukan pengawasan dan kontrol terhadap efektivitas

pelaksanaan tugas unit pelaksana di wilayah dan juga mempermudah

bagi aparat pelaksana. Untuk itu variabel struktur birokrasi yang ada di

DKI Jakarta juga merupakan salah satu variabel yang turut

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 24: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

40

mempengaruhi implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi

perangkat daerah.

2.3. Konsep Perubahan Organisasi dan Restrukturisasi Organisasi

2.3.1. Konsep Perubahan Organisasi

Strategi organisasi dan struktur adalah hasil yang paling nyata

dari suatu pengambilan keputusan organisasi. Seringkali pengambilan

keputusan membawa perubahan pada keduannya. Perubahan

organisasi adalah restrukturisasi dari sumber daya dan kapabilitas

untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai

(Gareth R. Jones; 1995). Pada hakikatnya perubahan organisasi

diliputi oleh perubahan secara berkelanjutan. Perubahan organisasi

menjadi suatu kebutuhan ketika organisasi sudah tidak lagi sesuai

dengan kebutuhan lingkungannya. Begitu pentingnya penyesuaian

organisasi terhadap perubahan lingkungan akhirnya menjadi syarat

utama apabila organisasi tersebut agar tetap survive.

Perubahan organisasi merupakan hasil dari pembuatan keputusan

organisasi. Pimpinan mengevaluasi kondisi saat ini, lalu memutuskan

arah kemana masa depan yang diinginkan organisasi, selanjutnya

mengelola proses perubahan yang diinginkan. Untuk itu, terdapat 3

(tiga) langkah perubahan organisasi yaitu, pertama, menentukan

perlunya perubahan; kedua, identifikasi hambatan perubahan; dan

ketiga, menentukan strategi perubahan.

Semua organisasi menghadapi lingkungan yang dinamis dan

berubah. Lingkungan eksternal organisasi cenderung merupakan

kekuatan yang mendorong untuk terjadinya perubahan. Di sisi lain,

bagi organisasi secara internal merasakan kebutuhan akan perubahan.

Oleh karena itu, setiap organisasi menghadapi pilihan antara berubah

atau mati tertekan oleh kekuatan perubahan. Perubahan organisasi

sudah merupakan fenomena global yang tidak bisa dibendung karena

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 25: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

41

kuatnya dorongan eksternal serta adanya kebutuhan internal. Beberapa

kejadian yang dihadapi organisasi antara lain adalah restrukturisasi,

merger, dan akuisisi, penurunan kesempatan kerja dan ekspansi

internasional dengan segala konsekwensinya.

Diantara para pakar ada yang menyebut faktor pendorong

perubahan sebagai kebutuhan akan perubahan (Hussey, 2000:6;

Kreitner dan Kinicki, 2001:659). Sementara itu, Robbins (2001:540)

dan Greenberg dan Baron (2003:593) menyebutkan sebagai kekuatan

untuk perubahan. Terminologi tersebut mengandung makna bahwa

kebutuhan akan perubahan lebih bersifat faktor internal organisasi,

sedangkan kekuatan untuk perubahan dapat bersumber dari faktor

eksternal dan internal.

1. Kekuatan Perubahan Greenberg dan Baron

Greenberg dan Baron (1997:550) berpendapat bahwa

terdapat beberapa faktor yang merupakan kekuatan di belakang

kebutuhan akan perubahan. Mereka memisahkan antara

perubahan terencana dan perubahan tidak terencana. Perubahan

terencana adalah aktivitas yang dimaksudkan dan diarahkan

dalam sifat dan desainnya untuk memenuhi beberapa tujuan

organisasi. Sementara perubahan tidak terencana merupakan

pergeseran dalam aktivitas organisasi karena adanya kekuatan

yang sifatnya eksternal, diluar kontrol organisasi.

a. Perubahan terencana

Kekuatan dalam perubahan terencana yang dihadapi organisasi

oleh Greenberg dan Baron (1997:550) adalah sebagai berikut:

• Changes in organizational size and structure (perubahan

dalam ukuran dan struktur organisasi)

Perubahan yang terjadi menyebabkan banyak organisasi

melakukan restrukturisasi, dan biasanya diikuti dengan

downsizing dan outsourcing. Restrukturisasi cenderung

membentuk organisasi yang lebih datar.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 26: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

42

• Changes in administrative system (perubahan dalam sistem

administrasi)

Perubahan sistem administrasi dimaksudkan untuk

memperbaiki efisiensi, mengubah citra organisasi atau

untuk mendapatkan kekuasaan dalam organisasi.

• Introduction of new technologies (introduksi teknologi

baru)

Perubahan teknologi baru berlangsung secara cepat dan

mempengaruhi cara bekerja orang-orang dalam organisasi.

Teknologi baru diharapkan membuat organisasi semakin

kompetitif.

b. Perubahan Tidak Terencana

Sementara itu, perubahan tidak terencana menurut Greenberg

dan Baron (2003:593) terjadi karena adanya hal-hal berikut:

• Shifting employee demographics (pergeseran demografis

pekerja)

Komposisi tenaga kerja mengalami perubahan dengan

kecenderungan semakin beragam. Keberagaman tenaga

kerja memerlukan perlakuan yang semakin beragam pula,

sesuai dengan ciri kebutuhannya yang semakin

berkembang.

• Performance gaps (kesenjangan kinerja)

Tujuan organisasi yang menjadi ukuran kinerja tidak selalu

dapat dicapai. Terjadi kesenjangan antara yang diharapkan

dan yang dpat dicapai. Kesenjangan yang terjadi perlu

direspons dengan berbagai tindakan perubahan.

• Government regulation (Peraturan Pemerintah)

Kebijakan dan peraturan pemerintah yang baru dapat

mempengaruhi kelangsungan suatu organisasi termasuk

organisasi pemerintah. Hal yang pada waktu lalu

diperbolehkan, suatu saat dapat dilarang. Organisasi perlu

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 27: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

43

melakukan perubahan untuk menyesuaikan dengan

perkembangan tersebut.

• Global competition (kompetisi global)

Persaingan global tidak hanya menuntut organisasi bisnis

semakin efisien tetapi juga bagi organisasi pemerintah

dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan persaingan

global agar organisasi dapat selalu mengikuti perubahan

dinamika lingkungan yang melingkupi.

• Changing economic conditions (perubahan kondisi

ekonomi)

Perubahan kondisi ekonomi dapat menyebabkan usaha

bisnis merugi dan menciptakan peluang terjadinya

pengangguran. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, maka

organisasi pemerintah selaku perumus kebijakan dituntut

mampu menyusun strategi agar perubahan kondisi ekonomi

tersebut tidak berpengaruh negatif terhadap kondisi

perekonomian.

• Advances in technology (kemajuan dalam teknologi)

Kemajuan teknologi menyebabkan cara bekerja dalam

organisasi harus berubah. Terjadinya perubahan tersebut

menuntut organisasi mempersiapkan sumber daya manusia

dapat menyerap dan mengikuti perkembangan teknologi.

2. Kekuatan untuk perubahan Robbins

Robbins (2001:540) mengungkapkan adanya enam faktor yang

merupakan kekuatan untuk perubahan sebagai berikut:

a. Nature of the Workforce (sifat tenaga kerja)

Hampir setiap organisasi harus menyesuaikan diri dengan

lingkungan yang bersifat multikultural. Kebijakan manajemen

sumber daya manusia harus berubah agar dapat menarik dan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 28: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

44

mempertahankan tenaga kerja yang semakin beragam.

Organisasi harus dapat mengakomodasi kepentingan pekerja

sebagai akibat keberagaman tersebut. Sementara itu, pekerja

baru tidak mempunyai ketrampilan cukup sehingga apabila

dilakukan rekrutmen, organisasi harus mengeluarkan banyak

dana untuk pelatihan di berbagai bidang.

b. Technology (teknologi)

Teknologi telah mengubah pekerjaan dan organisasi.

Penggantian pengawasan dengan menggunakan komputer

menyebabkan rentang kendali manajer semakin luas dan

organisasi menjadi lebih datar. Teknologi informasi canggih

membuat organisasi semakin responsif.

c. Economic shocks (kejutan ekonomi)

Globalisasi telah menunjukkan dampaknya dengan timbulnya

krisis ekonomi di beberapa negara termasuk Indonesia.

Beberapa negara diantaranya sudah berhasil sembuh tetapi

negara lainnya belum berhasil. Organisasi pemerintah senantiasa

dituntut dapat menyusun strategi untuk membantu mengatasi

krisis yang terjadi.

d. Competition (persaingan)

Sifat persaingan telah berubah menjadi bersifat global.

Organisasi harus dapat mempertahankan diri baik pesaing

tradisional maupun pesaing yang menampilkan kewirausahaan

dengan tawaran yang sangat inovatif. Dalam suasana persaingan

seperti itu akan terjadi merger dan konsolidasi dari beberapa

organisasi untuk memperkuat posisinya dalam persaingan, serta

berkembanganya e-commerce. Organisasi yang tidak mampu

menyesuaikan diri dengan perkembangan akan hancur dan

digilas oleh persaingan.

e. World Politics (Politik dunia)

Perubahan politik dunia jelas sangat berpengaruh kuat terhadap

perubahan. Tindakan politik yang dilakukan oleh negara besar

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 29: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

45

tidak lain merupakan usaha untuk melindungi kepentingan

negaranya sendiri terutama kepentingan ekonomi.

3. Penggerak perubahan Anderson dan Anderson

Anderson dan Anderson (2001:16) mengemukakan bahwa

terdapat tujuh faktor penggerak yang dapat mempengaruhi

berlangsungnya perubahan. Faktor penggerak bergerak dari faktor

yang sifatnya eksternal dan impersonal seperti faktor lingkungan

dan organisasi menuju pada faktor yang sifatnya internal dan

personel seperti terdapat pada faktor budaya dan orang. Faktor

penggerak tersebut mereka namakan sebagai The drivers change

model, yang menggambarkan bahwa perubahan dalam ranah

eksternal, seperti pergeseran dalam lingkungan memerlukan

respons atau perubahan dalam ranah yang lebih spesifik seperti

strategi dan desain organisasi, yang pada gilirannya memerlukan

perubahan ranah manusia dalam budaya, perilaku orang dan cara

berpikir.

Pemimpin pada umumnya lebih akrab dengan ranah

eksternal sedangkan ranah internal meliputi budaya, perilaku dan

pola pikir yang sama pentingnya merupakan masalah baru bagi

kebanyakan pemimpin. Adapun tujuh faktor penggerak menurut

Anderson dan Anderson adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan

Lingkungan merupakan dinamika konteks yang lebih luas

dimana organisasi dan orang bekerja.

b. Kebutuhan pasar untuk sukses

Perubahan kebutuhan di pasar adalah hasil perubahan dalam

kekuatan lingkungan. Kebutuhan pasar ini merupakan

pemenuhan kebutuhan pelanggan yang menentukan apa yang

dilakukan untuk memperoleh keberhasilan organisasi di pasar.

c. Desakan bisnis

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 30: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

46

Desakan bisnis menggambarkan apa yang harus dilakukan

organisasi secara strategis untuk berhasil dengan memberikan

kebutuhan masyarakat pelanggan akan perubahan. Hal ini

memerlukan pemikiran ulang secara sistematis dan mengubah

misi organisasi, strategi, tujuan dan aspek lainnya yang

berkaitan.

d. Desakan organisasional

Desakan organisasional memperjelas apa yang harus berubah

dalam struktur organisasi, sistem, proses, teknologi, sumber

daya, dasar ketrampilan atau staffing untuk melaksanakan dan

mencapai sukses organisasi.

e. Desakan kultural

Desakan kultural menunjukkan bagaimana norma bekerja dan

kerja sama dalam organisasi harus berubah untuk mendukung

dan mendorong desain baru organisasi.

f. Perilaku pemimpin dan pekerja

Perilaku kolektif menciptakan dan menyatakan budaya

organisasi. Perilaku menjelaskan gaya atau karakter yang

dilakukan orang. Perilaku pemimpin dan pekerja menunjukkan

cara bagaimana pemimpin dan pekerja harus berperilaku

berbeda untuk menciptakan kembali budaya organisasi dengan

berhasil.

g. Pola pikir pemimpin dan pekerja

Pola pikir meliputi pandangan, asumsi, keyakinan atau mental

model yang menyebabkan orang berperilaku dan bertindak

seperti dilakukan. Menjadi peduli bahwa masing-masing

mempunyai pola pikir, dan secara langsung mempengaruhi

kemampuan mentransformasi orang dan organisasi.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 31: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

47

Dari uraian tersebut di atas tampak bahwa pandangan para pakar

tentang faktor pendorong suatu perubahan sangat beragam, namun

tidak saling bertentangan tetapi saling melengkapi. Hal tersebut

menunjukkan sangat luas dan kuatnya faktor pendorong perlunya

perubahan. Namun yang jelas berbagai faktor pendorong perlunya

perubahan dapat datang dari sumber internal maupun eksternal,

sedangkan sifatnya dapat terencana maupun tidak terencana.

Dengan demikian, dapat dirangkum adanya beberapa faktor

yang mendorong perlunya melakukan perubahan diantaranya: (1)

kuatnya tekanan politik; (2) perkembangan ekonomi; (3) kebijakan

pemerintah dan sistem administrasi; (4) kecenderungan demografis;

(5) Perkembangan teknologi; (6) Kecenderungan organisasi dalam

struktur; (7) masalah sumber daya manusia; (8) meningkatnya

tuntutan masyarakat.

Dorongan akan perubahan harus direspons dengan tepat dan

cerdik oleh setiap organisasi. Pemimpin suatu organisasi memiliki

peran kunci untuk menentukan arah, kebijakan dan strategi yang harus

ditempuh. Namun demikian, untuk melakukan perubahan organisasi

diperlukan dukungan dan kerja sama dari seluruh sumber daya

manusia yang dimiliki organisasi.

Tugas penting seorang pemimpin dalam melakukan perubahan

adalah mempersiapkan tenaga kerja yang dipimpinnya untuk siap

menerima perubahan. Setiap orang dalam organisasi harus mampu

mencairkan pola pikirnya untuk melepaskan diri dari kondisi status

quo dan menerima perubahan.

Tujuan perubahan organisasi adalah untuk memperbaiki posisi

dan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan

perubahan lingkungan dan di sisi lain mengupayakan perubahan

perilaku karyawan (Robbins, 2001: 542). Sedangkan sasaran

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 32: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

48

perubahan organisasi dapat terjadi pada struktur, teknologi dan orang

(Greenberg dan Baron, 2003:590).

Pendapat lain dikemukakan oleh Potts dan Lamarsh (2004:37)

yang mengemukakan adanya empat aspek sasaran perubahan dimana

dua di antaranya sama dengan Robbins maupun Greenberg dan Baron,

yaitu struktur dan orang. Dua aspek lainnya adalah proses dan budaya.

Proses menunjukkan apakah aliran pekerjaan dalam seluruh organisasi

sudah berjalan efisien. Sedangkan budaya menyangkut budaya

organisasi, apakah kepercayaan pekerja tentang pekerjaan pada

umumnya mengganggu keberhasilan.

Dengan demikian sasaran atau objek suatu perubahan organisasi

dapat diarahkan pada struktur organisasi, teknologi, proses, orang dan

budaya dalam suatu organisasi. Namun sasaran perubahan tersebut

pada umumnya tidak berdiri sendiri tetapi merupakan kombinasi

karena di antaranya saling mempengaruhi.

Meskipun perubahan organisasi memiliki tujuan yang baik,

namun dalam pelaksanaannya dapat ditemui berbagai hambatan atau

resistensi. Setiap perubahan yang ingin melepaskan diri dari kondisi

status quo pasti akan menghadapi resistensi. Resistensi umumnya

muncul karena kekurangtahuan atas manfaat perubahan atau karena

kemapanan dalam posisinya. Hambatan atau resistensi tersebut,

menurut Gareth R. Jones (1995) ada baik pada tingkat organisasional,

fungsional, maupun individual.

a. Hambatan organisasional

Struktur dan budaya organisasi dapat menjadi hambatan untuk

berubah. Ketika organisasi menyusun struktur organisasinya,

tersusunlah pola hubungan tugas yang stabil yang berpengaruh

terhadap hubungan antar pegawainya. Seiring dengan berjalannya

waktu, ketika terjadi perpindahan pegawai, hubungan tugas tetap

tidak berubah. Itulah sebabnya struktur organisasi menjadi resisten

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 33: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

49

terhadap perubahan. Itu pula yang menyebabkan merubah struktur

organsiasi tidaklah mudah.

b. Hambatan Fungsional

Struktur dan budaya organisasi pada tingkatan fungsional juga

dapat menjadi penghalang untuk berubah. Seperti halnya pada

tingkatan manajerial, manajer fungsional juga akan berupaya

melobi sesuai kepentingan mereka sendiri dan mencoba untuk

mempengaruhi proses perubahan sehingga perubahan yang terjadi

dapat menguntungkan mereka. Tingkat ketergantungan tugas antar

fungsi-fungsi yang ada juga mengakibatkan sulit mencapai

perubahan, karena perubahan pada satu fungsi akan mempengaruhi

seluruh fungsi yang lain. Semakin tinggi ketergantungan antar

fungsi akan semakin sulit untuk mencapai perubahan.

c. Hambatan Individual

Adanya prasangka buruk terhadap perubahan dapat mempengaruhi

persepsi individu para manajer terhadap suatu situasi dan dapat

menyebabkan mereka menginterpretasikan perubahan sesuai

dengan keinginan mereka untuk mendapatkan keuntungan sendiri.

Pegawai mengembangkan kebiasaan-kebiasaan rutin yang dapat

mempermudah mereka untuk mengendalikan situasi dan membuat

keputusan-keputusan yang sudah terprogram. Ketika rutinitas

tersebut terganggu maka para pegawai mengalami stress. Untuk

mengurangi rasa stress mereka cenderung untuk kembali pada

kebiasaan-kebiasaan lama mereka. Keengganan individual dalam

melakukan perubahan organsiasai dapat terjadi ketika suatu

perubahan mengharuskan keluar dari sistem yang biasa dilakukan

(permanen system), apalagi bila perubahan tersebut bertentangan

atau mengganggu “kepentingan” individu.

Untuk mengatasi hambatan yang kemungkinan akan muncul

dalam perubahan organisasi, ada beberapa strategi untuk mengatasi

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 34: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

50

keengganan melakukan perubahan atau jalan keluar yang dapat

dilakukan dalam mengantisipasi perubahan (Wibowo:2007;139):

1. Pendidikan dan komunikasi, yaitu dengan membantu para pegawai

untuk melihat logika suatu perubahan melalui komunikasi.

2. Partisipasi, yaitu melibatkan para pegawai dalam melakukan

perubahan. Asusmsinya adalah bahwa pegawai yang dilibatkan

secara penuh akan kesulitan untuk menolak suatu keputusan

perubahan kalau mereka juga berpartisipasi dalam keputusan

tersebut.

3. Fasilitasi dan dukungan. Hal ini diartikan sebagai pemberian

konseling terhadap pegawai yang merasa stress terhadap

perubahan, pemberian pelatihan kepada pegawai dalam rangka

penyesuaian perubahan organisasi.

4. Manipulasi, yaitu mempengaruhi secara tersembunyi.

Memutarbalikkan fakta atau membuat suatu fakta lebih menarik,

menahan informasi tertentu yang diinginkan dan menciptakan isu

palsu yang memungkinkan perubahan diterima baik oleh pegawai.

5. Negosiasi sebagai salah satu strategi penting dilakukan jika

hambatan datang dari sumber yang kuat.

6. Pemaksaan dengan cara penerapan ancaman atau kekuatan

langsung terhadap para penolak perubahan.

Agar perubahan organisasi dan hambatan-hambatan yang

kemungkinan muncul dapat di-manage dengan baik maka diperlukan

kemampuan untuk menerapkan kepemimpinan yang partisipatif dan

delegasi secara lebih signifikan, dan juga kemampuan untuk melihat

perkembangan masa depan organisasi secara lebih akurat. Oleh karena

itu, diperlukan pemberdayaan sumber daya manusia sehingga setiap

orang merasa dirinya sebagai bagian dan turut serta dalam proses

perubahan.

Perubahan mungkin dilakukan secara perlahan atau dapat pula

secara radikal. Kreitner dan Kinicki (2001:463), menyampaikan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 35: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

51

bahwa untuk melakukan perubahan organisasi pada dasarnya dapat

dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1. Adaptive Change

Perubahan yang bersifat adaptif merupakan perubahan dengan cara penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi dan mengadaptasi perkembangan yang ada. Strategi perubahan ini cenderung mengakibatkan desain organisasi yang tidak jauh berbeda dengan organisasi sebelumnya.

2. Inovative Change

Dalam hal ini organisasi yang akan melakukan perubahan-perubahan mencoba melakukan pembaharuan-pembaharuan untuk diterapkan dalam organisasi yang pada gilirannya nanti diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi. Strategi perubahan ini cenderung mengakibatkan desain organisasi menjadi lebih ramping atau sebaliknya terjadi penambahan unit-unit organisasi baru. Ada hal-hal baru yang sebelumnya tidak pernah diimplementasi dalam desain organisasi misalnya pembentukan baru beberapa unit organisasi.

3. Radically Inovative Change

Dalam hal ini organisasi melakukan perubahan-perubahan secara

radikal terhadap keseluruhan sistem yang ada dalam organisasi.

Strategi perubahan ini dapat terjadi apabila terdapat dorongan kuat

dari kebijakan publik seperti adanya peraturan perundang-

undangan baru yang menghendaki perubahan menyeluruh pada

desain organisasi. Penggunaan strategi radikal ini membutuhkan

persiapan yang matang dan dikomunikasikan secara intensif pada

pihak-pihak terkait (stakeholder) sehingga gejolak sosial yang

timbul dapat diminimalkan.

Tiga cara perubahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3Tipologi Perubahan Organisasi

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 36: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

52

Namun, perlu diingat bahwa perubahan harus dilakukan secara

hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek agar manfaat yang

ditimbulkan oleh perubahan lebih besar dari beban kerugian yang

harus ditanggung (Greenberg dan Baron, 2003:604). Kebanyakan

diantara kita sering lupa memperhitungkan sosial cost sebagai akibat

perubahan.

Universitas Indonesia

Tinggi

PerubahanAdaptif Perubahan

InovatifPerubahan

InovatifRadikal

RendahTingkat kompleksitas, biaya dan ketidakpastianPotensi untuk penolakan terhadap perubahan

Sumber: Winardi, 2003, 221

Implementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 37: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

53

Berbicara mengenai perubahan organisasi, perubahan terhadap

organisasi pemerintah menjadi sangat penting mengingat output dari

kelembagaan pemerintah (organisasi publik) turut menentukan apakah

tatanan sebuah negara dapat berkembang maju atau tidak. Organisasi

pemerintah dibentuk untuk mencapai tujuan bersama, yaitu:

melindungi kepentingan masyarakat, melayani kebutuhan masyarakat,

dan pada akhirnya tujuan paling utama adalah mewujudkan

kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Agar dapat mewujudkan

tujuan tersebut, maka organisasi pemerintah perlu dikelola dengan

efektif (Toha, 2008;37).

Dalam konteks organisasi publik, perubahan eksternal yang saat

ini harus segera direspons adalah tuntutan akan demokratisasi,

transparansi, dan akuntabilitas pemerintah dalam penyelenggaraan

pelayanan publik. Untuk merespons tuntutan tersebut maka organisasi

publik harus melakukan reformasi internal yang menyangkut:

penyesuaian visi dan misi, menyesuaikan struktur, kapasitas SDM dan

lainnya (Toha, 2008;38). Namun demikian, melakukan perubahan

dalam organisasi pemerintah membutuhkan jauh lebih banyak upaya

politik, karena organisasi pemerintah hidup dilautan politik (Osborne

dan Plastrik; 1997).

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 38: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

54

Tinggi rendahnya kinerja kelembagaan pemerintah yang

terwujud dalam bentuk keluaran organisasi publik secara langsung

berpengaruh pada tinggi rendahnya kinerja organisasi bisnis (private

sector) dan organisasi kemasyarakatan (civil society). Organisasi

publik akan menentukan “merah hijau”nya kehidupan negara-bangsa.

Oleh karena itu, kelembagaan pemerintah harus dapat memainkan

perannya dengan pas dan menjamin aktor lain juga dapat memainkan

perannya secara benar dan optimal sehingga secara keseluruhan dapat

mengarah kepada pencapaian tujuan nasional. Apabila semua pelaku

dapat memainkan perannya dengan benar, maka negara Indonesia

dapat dikelola secara baik dan tidak akan pernah menjadi negara yang

“tertinggal”. Sebagaimana Peter F. Drucker (1999) pernah mengatakan

bahwa “There is no such underdeveloped country, there is only

undermanaged country.”

Dalam rangka reposisi kelembagaan Pemerintah, Pemerintah

perlu meredefinisi peran dan kedudukannya. Untuk itu kelembagaan

pemerintah hendaknya diorientasikan untuk menangani tugas-tugas

untuk mengintegrasikan dan memelihara harmonisasi entitas sosial dan

ekonomi, melindungi lingkungan, melindungi kerentanan dalam

masyarakat (the vulnerable in the population), memperkuat finansial

dan kapasitas administratif pemerintahan daerah.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 39: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

55

Peran kelembagaan pemerintah yang juga sangat penting adalah

peran untuk memberdayakan masyarakat (empowering the people),

dan memberikan layanan dan kesempatan yang sama, serta menjamin

inklusifitas sosial, ekonomi, dan politik. Hal tersebut sangat relevan

dengan pengembangan good governance yang tengah populer, karena

governance mempersyaratkan keterlibatan secara aktif baik pemerintah

(government), dunia usaha (private sector), dan masyarakat (civil

society). Pemberdayaan sektor swasta dipandang akan memberikan

dampak yang lebih positif, baik dalam pemberian pelayanan kepada

masyarakat maupun pengaruhnya terhadap efisiensi dan efektivitas

pencapaian tujuan organisasi pemerintah.

Dari ketiga unsur tersebut, Pemerintah mempunyai posisi yang

sangat penting karena sebagaimana dikemukakan di atas pemerintah

yang mempunyai kewenangan membuat kebijakan akan menentukan

kondisi bagi dunia usaha dan masyarakat dapat menjalankan perannya

dengan baik. Dalam kaitan tersebut Michael Porter (1980) mengatakan

bahwa sumber utama yang membatasi (dan membuka) sebuah peluang

adalah kebijakan pemerintah.

Upaya yang dapat dilakukan kelembagaan pemerintah untuk

menentukan peran dan kedudukannya secara pas adalah dengan cara

melakukan reinventing. Reinventing dapat dilakukan melalui tiga tahap

(Nugroho, 2001) yaitu: reorientasi, restrukturisasi, dan aliansi.

Pertama, reorientasi dilakukan dengan meredefinisi visi, misi, peran,

strategi, implementasi, dan evaluasi kelembagaan pemerintah untuk

diarahkan pada paradigma baru bahwa “the best government is the

least government”. Di samping itu, perlu memilah tugas administrasi

publik dengan permainan politik, membangun organisasi

kontrabirokrasi yang tugasnya menjadi kekuatan eksternal penilai

birokrasi (countervailing factors), serta memperluas jangkauan

publiknya tidak semata publik domestik tetapi juga publik global.

Kedua, restrukturisasi, dilakukan dengan menata ulang kelembagaan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 40: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

56

pemerintah dengan merampingkan fungsi-fungsi yang tidak

seharusnya dilaksanakan pemerintah, membangun organisasi sesuai

dengan tuntutan publik dengan kepemimpinan yang profesional,

responsif, dan inovatif, membangun hubungan yang diametral namun

fungsional dengan organisasi kontra-birokrasi, mengefektifkan

desentralisasi sesuai kebijakan otonomi daerah, serta membangun

kelembagaan pemerintah agar sebangun dengan tuntutan publik global

yang mempunyai kompetensi kelas global atau menjadi a world class

public organization dengan standar manajemen dan kepemimpinan

yang kelas dunia pula. Ketiga, aliansi yaitu dengan menyatukan

langkah dan gerak seluruh domains yaitu pemerintah, masyarakat, dan

dunia usaha secara kompak dan dalam koordinasi yang tunggal serta

satu visi dan misi yang sama. Kelembagaan pemerintah hendaknya

dapat menjadi stimulan bagi pengembangan organisasi bisnis dan

masyarakat yang unggul dan menggandengnya dalam sebuah tim kerja

yang solid.

Perubahan organisasi dan tatalaksana pada birokrasi pemerintah

bila dicermati dari proses pembaruan (transformasi) yang terjadi lebih

merupakan tekanan dibanding kesadaran pemerintah untuk melakukan

pembaruan itu sendiri. Sehubungan dengan upaya perubahan

fundamental dalam organisasi pemerintah (sebagai implikasi suatu

kebijakan publik), studi oleh Osborn dan Gaebler (2000) menunjukkan

beberapa faktor yang mendukung, yaitu:

1. Adanya krisis

Penemuan-penemuan biasanya disebabkan karena adanya

kebutuhan yang mendesak. Tatkala tidak ada krisis, para pemimpin

yang imajinatif justru menciptakannya.

2. Kepemimpinan

Biasanya para pemimpin adalah kepala daerah atau kepala negara.

Namun kepemimpinan bisa mengambil banyak bentuk. Salah satu

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 41: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

57

unsur penting dari kepemimpinan adalah kemampuan untuk

memperjuangkan dan melindungi mereka yang ada dalam

organisasi yang bersedia menanggung resiko akibat melakukan

sebuah perubahan.

3. Kontinuitas kepemimpinan

Jika pimpinan datang silih berganti, mustahil untuk menciptakan

perubahan yang fundamental. Tidak ada organisasi yang bersedia

mengambil resiko melakukan perubahan strategis jika mengetahui

bahwa pemimpinan akan pergi dalam waktu 1-2 tahun.

4. Infrastruktur warga yang sehat

Istilah ini digunakan untuk menggambarkan jaringan informal dari

warga negara, organisasi masyarakat, bisnis dan saluran media

massa yang mempunyai komitmen terhadap kesejahteraan umum.

Pemerintahan yang menikmati komitmen semacam itu akan dengan

lebih mudah melakukan perubahan-perubahan fundamental.

5. Visi dan tujuan bersama

Seorang pemimpin tidak cukup hanya mempunyai visi perubahan.

Pemimpin masyarakat yang lain harus mendukung visi tersebut

sehingga terjadi visi mengenai masa depan kota atau negara yang

bersifat kolektif. Suatu visi bersama tidak sama dengan konsensus

dan tidak menghilangkan konflik, namun cukup untuk memastikan

adanya dukungan untuk mengatasi oposisi.

6. Kepercayaan

Ketika melakukan suatu perubahan fundamental, adanya saling

percaya diantara pihak-pihak yang berkuasa dan masyarakat akan

sangat membantu.

7. Sumber Daya Luar

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 42: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

58

Perubahan fundamental sukar dan menyakitkan serta menakutkan

karena ketidak pastian dan risiko. Sebagian dari organisasi yang

melakukannya membutuhkan bantuan dari luar.

8. Model yang Bisa Diikuti

Perubahan fundamental terjadi dalam berbagai cara yang banyak

ragamnya. Dengan demikian sebuah organisasi perlu melihat upaya

yang telah dicoba dan diciptakan ditempat lain karena dapat

memberikan pembelajaran, dan keyakinan bahwa sasaran

organisasi dapat tercapai.

Sedangkan menurut Miftah Toha (2008) faktor yang bisa

mendorong timbulnya perubahan organisasi pemerintah adalah:

1. adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaruan;

2. memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis nasional;

3. memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis global;

4. memahami perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen

pemerintahan.

Sementara itu, Berger (1994) melihat ada empat hal yang

merupakan pengungkit utama perubahan dalam organisasi pemerintah

yang harus disearahkan (realigment) yaitu: strategy, operations,

culture dan compensation.

Khusus pembahasan tentang kultur organisasi, budaya organisasi

sebagai bagian dari pemerintah yang memiliki kekuasaan dan

cenderung tidak terjangkau (mengabaikan) dari kepentingan

masyarakatnya, belum diyakini sepenuhnya ditinggalkan oleh semua

tingkat pemerintahan di Indonesia. Sementara itu pergeseran

kekuasaan (otoritas) kepada pemerintah daerah diduga menciptakan

akumulasi kekuasaan secara absolut di daerah. Pemerintah daerah

mengalami degradasi keberpihakan pada rakyatnya dan berubah

menjadi raja kecil (penguasa) daerah. Kepemimpinan partisipatif yang

mengembangkan keterbukaan dan peran aktif, serta pemberdayaan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 43: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

59

pada karyawan diperhadapkan pada sikap mental pejabat birokrat yang

secara psikologis mengalami peningkatan harga diri melalui

peningkatan eselonisasi. Eselonisasi dalam birokrasi pemerintah secara

umum dipandang sebagai simbol kekuasaan yang secara langsung

maupun tidak langsung mempengaruhi peran aparatur khususnya

pejabat (pemimpin) dalam posisi manajemen pemerintah. Oleh karena

itu, perubahan mendasar yang cukup signifikan diperlukan dalam

manajemen pemerintah adalah perubahan struktur (structure) dan

budaya (culture) aparat pemerintah.

2.3.2. Restrukturisasi Organisasi

Desentralisasi memerlukan pembaruan dalam manajemen

pemerintah. Pembaruan ini adalah suatu penataan ulang manajemen

pemerintah guna memenuhi tuntutan publik serta tantangan dalam

upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Pembaruan itu sendiri dapat dilihat dari apa yang dirumuskan oleh

Osborne dan Plastrik (1997:16-17) berikut: “Pembaruan adalah

transformasi sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental

guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektivitas, efisiensi

dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini

dicapai dengan mengubah tujuan, sistem intensif,

pertanggungjawaban, struktur dan sistem budaya organisasi

pemerintah”. Berdasarkan rumusan tersebut, pembaruan berkaitan

dengan restrukturisasi organisasi dan sistem pemerintah dengan

mengubah tujuan, insentif, akuntabilitas, distribusi kekuasaan dan

budaya mereka.

Dengan demikian, pembaruan adalah menciptakan organisasi

dan sistem pemerintah yang terus menerus berinovasi, yang secara

kontinu memperbaiki kualitas mereka, tanpa mendapat tekanan dari

pihak luar, sehingga organisasi harus selalu mengadakan re-evaluasi

terhadap situasi perubahan lingkungan yang terjadi. Perubahan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 44: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

60

lingkungan terjadi setiap saat karena adanya kompetisi ditingkat

nasional, regional bahkan global. Semuanya mengharuskan adanya

perubahan. Perubahan berarti restrukturisasi yang menyangkut sumber

daya dan kemampuan dalam menciptakan nilai dan meningkatkan

kepercayaan stake holders sebagaimana disampaikan Jones Gareth R.:

1995) berikut: “Organizational change typically involves the

restructuring of human resources, functional resources, technological

capabilities and organizational abilities”.

Sementara menurut Francis J. Gouillart dan James N. Kelly,

restrukturisasi mencakup tiga hal yaitu: membangun suatu model

ekonomi (construct an economic model); meredisain infrastruktur fisik

(align the physical infrastructure); dan meredisain arsitek pekerjaan

(redesign the work architecture). Salah satu tujuan utama

restrukturisasi adalah organisasi menjadi ramping dan sehat.

Untuk itu, restrukturisasi organisasi perlu menjadi isu utama dan

komitmen bersama dari semua stakeholder baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah pada khususnya yang lebih banyak

memiliki fungsi rowing atau fungsi operasional dan pelayanan kepada

masyarakat, sehingga format organisasi pemerintah yang paling

mutakhir akan mendukung terciptanya kinerja pemerintah yang

optimal.

Mengapa restrukturisasi organisasi perlu dilakukan? Lee G.

Bolman (1997) dalam buku “Reframing Organization” menyebutkan

beberapa faktor yang menyebabkan suatu organisasi memerlukan

penataan, antara lain:

1. Perubahan lingkungan

Perubahan lingkungan, misalnya lingkungan sosial, dari

masyarakat yang pasif menjadi masyarakat yang aktif dan kritis,

perlu direspons dengan bentuk organisasi yang mampu

memberikan pelayanan secara cepat dan akurat. Atau, krisis

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 45: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

61

ekonomi yang menimpa negara kita, seharusnya diikuti dengan

pengurangan unit-unit yang membutuhkan pembiayaan (spending

units) dan memperkuat unit-unit yang menghasilkan dana (earning

units).

2. Perkembangan teknologi

Perkembangan teknologi, misalnya di bidang teknologi informasi,

akan membawa pengaruh terhadap kualitas dan besaran organisasi.

Data processing yang dulu dilakukan secara manual oleh banyak

tenaga manusia, saat ini sudah dapat dilakukan dengan

mengoptimalkan sistem informasi yang computerized dengan

sedikit manusia tetapi dengan kualitas yang lebih baik, lebih cepat,

dan lebih akurat.

3. Perkembangan Organisasi

Berkembanganya proses desentralisasi seiring dengan perubahan

paradigma penyelenggaraan pemerintahan, akan mengakibatkan

berkurangnya beban di tingkat pusat dan bertambahnya beban di

tingkat lokal. Hal ini memerlukan redesign organisasi dengan

merampingkan organisasi di tingkat pusat serta mengembangkan

dan memberdayakan organisasi di tingkat lokal. Di samping itu,

kewenangan, tanggung jawab, mekanisme kerja, dan segala aspek

yang terkait perlu diatur kembali.

4. Perubahan kehidupan politik

Perubahan konstelasi politik maupun rejim akan mengakibatkan perubahan harapan dan prioritas program yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Perubahan tersebut biasanya juga akan membawa perubahan peran para aktor politik dalam kelembagaan birokrasi. Prioritas program dan perubahan peran aktor politik tersebut akan berpengaruh pada model dan besaran organisasi.

5. Perubahan kepemimpinan

Kepemimpinan baru seringkali membawa visi baru yang berbeda

dengan visi pemimpin sebelumnya. Visi tersebut, bersama dengan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 46: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

62

kebijakan lain, akan diterjemahkan menjadi misi organisasi dan

akan dirumuskan ke dalam fungsi-fungsi dengan berbagai strategi

pelaksanaanya, untuk kemudian disusun struktur organisasi.

Selanjutnya Miftah Toha (2008) menyampaikan, bahwa

terhadap tuntutan masyarakat akan demokratisasi, transparansi, dan

akuntabilitas pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik,

secara internal perlu diikuti dengan adanya reformasi terhadap

organisasi publik diantaranya melalui penyesuaian visi dan misi dan

penyesuain atau penataan kembali struktur organisasi.

Sesuai dengan prinsip penataan organisasi, maka setelah visi dan

misi dirumuskan tugas berikutnya adalah membagi berbagai tugas

untuk dapat mencapai visi dan misi tersebut dalam unit-unit organisasi

yang sudah ada (misalnya dinas, badan dan kantor pada organisasi

perangkat daerah) sesuai dengan tugas dan fungsi unit-unit organisasi

tersebut. Dalam pembagian tugas untuk mewujudkan visi dan misi ini

dapat diikuti dua prinsip (Toha, 2008), yaitu: Pertama, berbagai tugas

harus terdistribusi habis ke dalam unit-unit organisasi yang sudah ada;

Kedua, untuk keperluan efisiensi beberapa unit organisasi yang sudah

ada dapat digabungkan (merger); Ketiga, membentuk unit-unit baru

apabila ada tugas-tugas baru yang harus dilakukan sebagai upaya

memenuhi tuntutan masyarakat yang tidak mungkin dilakukan oleh

unit-unit yang sudah ada.

Dalam pelaksanaannya, penggabungan dan pembentukan unit-

unit yang baru tersebut memerlukan kajian yang dilakukan secara hati-

hati dengan pertimbangan agar: Pertama, tidak melanggar prinsip

efektivitas dan efisiensi. Kedua, tidak bertentangan dengan peraturan

perundangan yang ada. Agar dapat memenuhi dua syarat pokok

tersebut, sebelum restruktrurisasi organisasi dilakukan menurut Miftah

Toha (2008) perlu dilakukan kajian akademis untuk dapat memastikan

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 47: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

63

bahwa rancangan penataan atau restrukturisasi organisasi dapat

diimplemenatsikan dengan baik.

Berkaitan dengan prinsip penataan organisasi, Cushway dan

Lodge (1993) menyampaikan bahwa secara umum organisasi dapat

dikatakan sebagai sebuah sistem terbuka, yang berarti bahwa

organisasi itu merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai

tujuan umum dan untuk itulah terdapat keluaran dan masukan.

Organisasi dibentuk untuk suatu tujuan atau untuk mencapai suatu misi

tertentu. Oleh karena itu, organisasi hendaknya disusun berdasarkan

visi dan misi yang jelas. Selanjutnya desain struktur organisasinya

disusun berdasarkan kebutuhan nyata dan mengikuti strategi dalam

pencapaian visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan (structure

follows strategy). Kelembagaan yang seperti itu selanjutnya diisi oleh

sumber daya manusia yang kompeten dengan mekanisme, sistem dan

prosedur yang efisien. Untuk itu, dalam kaitan dengan struktur

organisasi Cushway dan Lodge menyatakan bahwa sebuah struktur

yang baik memang dapat memperbaiki efektivitas organisasi, tetapi

struktur yang paling baik pun tidak akan berjalan dengan baik kecuali

orang-orang di dalam organisasi itu dimotivasi dan diberi pelatihan

dengan baik.

Prinsip-prinsip pokok menata struktur organisasi yang baik

dapat secara luas dijelaskan sebagai berikut (Cushway dan

Lodge,1993: 67):

1. Struktur harus mengikuti strategi. Organisasi dan berbagai

komponennya harus secara terpisah dan secara bersama-sama

menunjang sasaran dan tujuan organisasi.

2. Berbagai bagian struktur itu harus dibagi ke dalam kawasan-

kawasan khusus. Hal ini berarti kawasan-kawasan kegiatan yang

terpisah harus dikelompokkan menjadi satu sehingga ada satu

pemusatan pada tujuan tertentu dan sebuah pemusatan pengalaman

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 48: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

64

dan keahlian. Pada umumnya spesialisasi semacam ini didasarkan

pada fungsi-fungsi yang berbeda dalam organisasi.

3. Jumlah tingkat dalam struktur, harus sesedikit mungkin. Semakin

banyak jumlah jenjang pada struktur itu, semakin banyak masalah

komunikasi dari puncak ke bawah, masalah pembuatan keputusan

dan masalah koordinasi serta pengendalian.

4. Rentang kendali, yaitu jumlah bawahan yang langsung dibawahi,

akan beragam tergantung pada sifat pekerjaan dan organisasi.

Rentang kendali seharusnya tidak terlampau sempit atau terlampau

lebar untuk memungkinkan manajemen yang efektif. Rentang

kendali akan sangat beragam tergantung pada jenis pekerjaan yang

ditangani.

5. Terdapat kejelasan pertanggungjawaban, yaitu terdapat kejelasan

tentang kepada siapa masing-masing pemegang jabatan harus

melapor dan siapa yang mempunyai wewenang mengambil

keputusan.

6. Setiap jabatan dalam struktur harus memiliki peran yang jelas dan

memberi nilai tambah pada cara organisasi itu berfungsi.

7. Derajat sentralisasi atau desentralisasi organisasi perlu ditentukan.

8. Struktur harus dirancang untuk menghadapi berbagai perubahan

lingkungan.

Selanjutnya Cushway dan Lodge, juga menyampaikan bahwa

maksud utama struktur adalah memastikan bahwa organisasi

dirancang dengan cara yang paling baik untuk mencapai saran dan

tujuannya. Sebuah struktur organisasi dibuat untuk mencapai sejumlah

tujuan. Tujuan tersebut diantaranya adalah:

1. Menunjang strategi organisasi. Struktur harus dirancang

sedemikian rupa untuk memastikan pencapaian sasaran dan tujuan

organisasi. Strategi akan menjadi salah satu pokok yang

menentukan struktur.

2. Mengorganisasikan sumber daya dengan cara yang laing efisien

dan efektif.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 49: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

65

3. Mengadakan persiapan pembagian tugas dan pertanggungjawaban

yang efektif antara perorangan dan kelompok.

4. Memastikan koordinasi kegiatan organisasi yang efektif dan

menggambarkan proses pembuatan keputusan.

5. Mengembangkan dan menggambarkan garis-garis komunikasi ke

atas, ke bawah dan ke seluruh organisasi.

6. Memungkinkan pemantauan dan peninjauan kegiatan-kegiatan

organisasi secara efektif.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka terdapat sejumlah teknik

untuk menganalisis struktur organisasi. Tujuan dasarnya adalah

menentukan apakah:

1. struktur yang ada sesuai dengan kebutuhan organisasi;

2. struktur itu menunjang misi dan strategi;

3. strukur itu memberikan pengelompokkan fungsi yang paling logis

dan cost effective;

4. struktur itu mendayagunakan sumber daya manusia di dalam

organisasi sebaik-baiknya.

Untuk itulah ketika menata dan membuat analisis organisasi

sebagaimana dikemukakan Cushway dan Derek Lodge dalam buku

“Organizational Behaviour and Design”, terdapat tiga faktor yang

perlu diperhatikan begitu misi dan strategi yang jelas telah ditetapkan.

Adapun ketiga faktor tersebut adalah:

1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan unsur yang sangat penting karena

struktur organisasi akan menjelaskan bagaimana kedudukan, tugas,

dan fungsi dialokasikan di dalam organisasi. Hal ini mempunyai

dampak yang signifikan terhadap cara orang melaksanakan

tugasnya (bekerja) dan terhadap proses-proses organisasi. Struktur

organisasi akan menjelaskan bagaimana kewajiban, tugas dan peran

dialokasikan di dalam organisasi. Hal ini penting karena

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 50: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

66

dampaknya terhadap cara orang bekerja dan terhadap efektivitas

proses-proses organisasi.

2. Proses atau Mekanisme Kerja

Proses atau mekanisme akan mendasari dijalankannya fungsi-

fungsi dan kegiatan-kegiatan organisasi. Walaupun mekanisme

seharusnya dibuat sesuai dengan struktur organisasi tetapi

terkadang mekanisme ikut menentukan bagaimana organisasi itu

disusun.

3. Sumber Daya Manusia

Sumber daya inti setiap organisasi adalah sumber daya manusia.

Sumber daya yang lain akan tetap seperti semula tanpa adanya

campur tangan manusia. Bahkan sumber daya manusia seringkali

menjadi unsur yang dominan yang menentukan struktur dan proses

organisasi. Seringkali struktur dan proses yang disusun menurut

teori paling logis diubah demi menyesuaikan dengan sumber daya

manusia yang ada.

Adapun faktor penting dalam penataan organiasi tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4

MISI

STRATEGI

STRUKTUR PROSES S D M

Selanjutnya Galbraith dalam Toha (2008) mengatakan bahwa

setiap upaya menata ataupun menyusun organisasi, menurut Galbraith

Universitas Indonesia

Sumber: Cushway dan Lodge, 1993

Implementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 51: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

67

perlu dilakukan hal-hal berikut: Pertama, harus ditentukan kebijakan

strategis yang dijadikan landasan langkah-langkah berikutnya.

Langkah berikutnya baru menetapkan satuan-satuan organisasi yang

akan dibuat, langkah terakhir memadukan orang-orang yang harus

melaksanakan. Berdasarkan langkah tersebut, maka setiap pimpinan

organisasi harus menentukan terlebih dahulu bagaimana kebijakan

strategisnya ketika akan menentukan arah bagi satuan-satuan

organisasi yang dipimpinnya. Kebijakan strategis ini termasuk di

dalamnya menentukan visi yang akan diwujudkan dalam organisasi

tersebut. Selain visi, pemimpin juga harus menentukan misi, tujuan

dan domain untuk masing-masing satuan organisasi yang

dipimpinnya. Hal ini berarti, setiap pemimpin organisasi baik di pusat

maupun daerah harus memahami kebutuhan dan kemampuannya

dalam setiap upaya menata ataupun membentuk organisasi. Kebijakan

strategis yang ditetapkan akan menjadi landasan berapa banyak dan

jenis satuan satuan organisasi yang akan ditetapkan. Baru kemudian

langkah terakhir menentukan siapa pejabat yang akan diangkat untuk

menduduki jabatan yang tersedia. Urutan langkah penataan ini,

merupakan langkah yang logis dan sistematis dalam merancang dan

menata organisasi. Urutan sekuensinya tidak boleh dibolak balik

misalnya, menetapkan jumlah organisasi didasarkan atas jumlah orang

atau sumber daya manusia yang tersedia dan terakhir baru disusun

kebijakan strategisnya. Kalau terjadi tidak sistematis urutan

langkahnya, seperti dikatakan Galbraith, maka akan terjadi banyak

persoalan. Misalnya struktur, jumlah unit organisasi atau jenis

organisasi yang dibentuk tidak bisa efektif bekerja, sumber daya

manusiannya juga tidak profesional. Adapun urutan sekuensi dalam

penataan organisasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5Proses Penataan Organisasi Secara Sequently

Universitas Indonesia

KEBIJAKANSTRATEGIS

PENATAANSDM

PENYUSUNANKELEMBAGAAN

Sumber: J.R. Galbraith (1977)Implementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 52: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

68

Jika suatu organisasi sudah terbentuk menurut Henry Mintzberg

(1993), maka susunannya mengandung unsur-unsur berikut:

1. Strategic Apex, adalah unsur pimpinan yang bertugas dan

berwenang menyusun kebijakan strategis

2. Middle Line, yang bertugas dan berwenang memberikan fasilitas

kepada unsur-unsur lainnya yang letak dan kedudukannya berada di

tengah-tengah badan satuan organisasi. Unsur ini umumnya juga

yang melaksanakan tugas auxiliary. Pada organisasi pemerintah

daerah unsur ini dilaksanakan oleh Sekretaris daerah.

3. Operating Core, adalah unsur pelaksana kebijakan strategis yang

dibuat oleh satuan pimpinan. Unsur organisasi ini juga berfungsi

melaksanakan tugas substansi atau tugas pokok organisasi. Unsur

ini dalam organsiasi pemerintah daerah dilaksanakan oleh dinas

daerah.

4. Techno Structural, adalah satuan organisasi yang bertugas

melaksanakan analisis yang hasil analisisnya disampaikan kepada

satuan pimpinan untuk membuat kebijakan strategis. Dalam

struktur organsiasi di daerah unsur ini dilaksanakan oleh Lembaga

Teknis Daerah (Badan/kantor).

5. Supporting Staff yang berfungsi memberikan bantuan staf pada unit

atau unsur Middle Line dan unsur-unsur lain.

Oleh karena itu, dalam menata, menentukan posisi atau

kedudukan organisasi seperti organisasi perangkat daerah baik di

provinsi maupun di Kabupaten/Kota maka harus didasarkan apda

landasan konsep atau teori yang bisa memperkuat kedudukan dari tiap

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 53: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

69

organisasi yang ada., sehingga organisasi yang dibentuk dapat

dipertanggungjawabkan baik dari sisi teknis maupun teoretis.

Restrukturisasi organisasi tidak sinonim dengan perampingan.

Sebagian organisasi pemerintah akan lebih efektif jika memiliki

struktur yang ramping, sementara sebagian lainnya tidak (Osborne dan

Plastrik; 1997.13). Hal ini cukup relevan dalam pembaruan birokrasi

pemerintah daerah yang melakukan penggabungan organisasi secara

sederhana, hasil penggabungan organisasi pemerintah malah

seringkali menimbulkan organisasi yang semakin besar dan bukannya

perampingan.

Dalam rangka melaksanakan restructuring dan repositioning

organisasi perangkat daerah, maka berbagai pertimbangan harus

dipikirkan secara matang mengacu pada kewenangan yang

dilimpahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Realisasi

pelaksanaan otonomi daerah itu salah satunya adalah dengan

melakukan pemetaan terhadap urusan yang dimiliki oleh pemerintah

daerah. Dari peta urusan yang dirumuskan diharapkan akan

menghasilkan sebuah penataan susunan organisasi perangkat daerah

yang lebih efisien dan efektif .

Namun demikian, tidak ada formula yang sederhana untuk

menentukan seberapa besar suatu organisasi pemerintah itu

seharusnya (Turner dan Hulme, 1997). Di negara sangat miskin,

birokrasi mungkin menjadi satu-satunya cara penyediaan pelayanan

kepada masyarakat. Namun demikian, sebenarnya yang harus

diperhatikan adalah apa yang masyarakat harapkan dari Pemerintah

dan apa yang Pemerintah rencanakan untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat. Harapan terhadap peningkatan kualitas pelayanan

publik dalam era otonomi daerah, khususnya setelah penataan

organisasi adalah suatu tantangan. Birokrasi pemerintah diharapkan

akan memberi perhatian (komitmen) yang sungguh-sungguh dalam

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 54: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

70

pemberian pelayanan publik sesuai dengan jiwa otonomi daerah.

Untuk itu, perubahan paradigma dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah juga perlu menjadi perhatian dalam mendesain

organisasi pemerintah daerah.

2.4. Operasionalisasi Konsep

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan implementasi

kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah di Provinsi DKI

Jakarta. Penelitian ini tidak melihat hubungan antar variabel, tetapi yang

dilakukan adalah mendiskripsikan bagaimana proses penetapan kebijakan

restrukturisasi organisasi, bagiamana implementasi kebijakan restrukturisasi

organisasi perangkat daerah beserta faktor-faktor yang mempengaruhi

implementasi kebijakan tersebut melalui pembahasan secara komprehensif.

Proses penetapan kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat

daerah yang akan diteliti disini adalah bagaimana tahapan yang dilakukan

dalam menentukan besaran dan jenis organisasi perangkat daerah yang

ditetapkan dalam Perda Nomor 10 Tahun 2008. Proses penetapan kebijakan

restrukturisasi oganisasi ini diukur dengan melihat sejauhmana prinsip-

prinsip pengorganisasian yang berlaku diakomodasikan dalam penetapan

kebijakan restrukturisasi organisasi khususnya dalam penetapan besaran dan

jenis organisasi perangkat daerah.

Implementasi kebijakan yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah proses melaksanakan keputusan atau kebijakan yang telah ditetapkan,

dalam hal ini adalah implementasi kebijakan penetapan Perda tentang

Organisasi Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Adapun variabel yang

akan diteliti dalam implementasi kebijakan ini meliputi: (1) prubahan yang

diinginkan dari kebijakan restrukturisasi organisasi, (2) Penyusunan

Peraturan pelaksanaan, dan (3) sosialisasi. Indikator keberhasilan

implementasi kebijakan akan dilihat dari:

(1) Perubahan yang diinginkan:

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 55: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

71

• Konsistensi dalam mewujudkan perubahan yang diinginkan;

• Terwujudnya organisasi perangkat daerah yang efektif, efisien,

rasional dan proporsional.

• Pemberdayaan kota/kabupaten administrasi, kecamatan dan

kelurahan.

• Kejelasan pembagian peran antar satuan kerja perangkat daerah.

(2) Penyusunan Peraturan pelaksanaan:

• Tersusunnya peraturan pelaksanaan dari kebijakan restrukturisasi

organisasi perangkat daerah secara optimal.

• Tidak terjadi duplikasi dalam pelaksanaan tugas antar organisasi

perangkat daerah.

(3) Sosialisasi

Proses sosialisasi yaitu kegiatan mengkomunikasikan segala sesuatu

tentang kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah sampai

dengan ke level wilayah di kecamatan dan kelurahan. Proses tersebut

diukutdengan tingkat pemahaman dan interpretasinya terhadap

kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah, baik mengenai

muatan materi perubahan maupun pelaksanaannya.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi

kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat derah yang akan diteliti

meiputi variabel: (1) komunikasi dan koordinasi, (2) sumber daya, dan (3)

struktur birokrasi.

(1) Koordinasi dan komunikasi diukur dengan adanya kejelasan petunjuk

pelaksanaan, pelaksana kebijakan mengetahui apa yang harus

dilakukan, kesamaan persepsi dalam menyikapi kebijakan

restrukturisasi, terjalinnya koordinasi yang efektif baik secara vertikal

maupun horisontal.

(2) Sumber daya, diukur dengan melihat terdapatnya dukungan sumber

daya yang memadai dalam implementasi kebijakan restrukturisasi

organisasi perangkat daerah khususnya sumber daya manusia yang

menjadi inti dari organisasi.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010

Page 56: BAB II IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI …

72

(3) Struktur birokrasi, diukur dengan melihat sejauhmana penyusunan SOP

dilakukan, kejelasan peran dan tugas masing-masing unit organisasi,

dan efektivitas mekanisme pengawasan.

Universitas IndonesiaImplementasi kebijakan ..., Nanik Murwati, FISIP UI, 2010