BAB II Hasil Pembahasan

5
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pemeriksaan Visus Pemeriksaan visus menggunakan optotipe Snellen pada probandus dilakukan pada jarak 6 meter dari optotipe. Hasil pemeriksaan visus probandus adalah sebesar (kemaren klo ga salah 160x3/10 itu dapet 48 ,terus dimasukin ke rumus 6/48 hasilnya 1/8, bener ga fir, koreksi ya) 2. Pemeriksaan Lapang Pandang Hasil pemeriksaan lapang pandang metode perimetri pada probandus adalah sebagai berikut: No . Cakupan x (cm) 1 Superior 57 2 Inferior 62 3 Medial 60 4 Lateral 96 Tabel Hasil Pemeriksaan Lapang Pandang B. Pembahasan 1. Pemeriksaan Visus Pada tahun 1862 Hermann Snellen memperkenalkan obyek berupa huruf. Keputusan terbesarnya adalah pemberian nama obyek dengan nama optotipe dimana pembuatannya didasarkan pembuatan 25 buah kotak berbentuk bujur sangkar. Hal ini menjadi begitu penting karena memberikan standar dalam pembuatan obyek. Snellen juga memberikan rumusan “standar

description

12345678

Transcript of BAB II Hasil Pembahasan

Page 1: BAB II Hasil Pembahasan

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pemeriksaan Visus

Pemeriksaan visus menggunakan optotipe Snellen pada probandus dilakukan

pada jarak 6 meter dari optotipe. Hasil pemeriksaan visus probandus adalah sebesar

(kemaren klo ga salah 160x3/10 itu dapet 48 ,terus dimasukin ke rumus 6/48 hasilnya

1/8, bener ga fir, koreksi ya)

2. Pemeriksaan Lapang Pandang

Hasil pemeriksaan lapang pandang metode perimetri pada probandus adalah

sebagai berikut:

No. Cakupan x (cm)

1 Superior 57

2 Inferior 62

3 Medial 60

4 Lateral 96

Tabel Hasil Pemeriksaan Lapang Pandang

B. Pembahasan

1. Pemeriksaan Visus

Pada tahun 1862 Hermann Snellen memperkenalkan obyek berupa huruf.

Keputusan terbesarnya adalah pemberian nama obyek dengan nama optotipe dimana

pembuatannya didasarkan pembuatan 25 buah kotak berbentuk bujur sangkar. Hal ini

menjadi begitu penting karena memberikan standar dalam pembuatan obyek. Snellen

juga memberikan rumusan “standar penglihatan ” dalam pembuatannya berupa sudut

5″ ( 5 menit ) dimana setiap huruf tersebut harus mewakili secara penuh bagian kotak

dari 25 kotak yang tersedia (Andrajati,2008).

Satuan yang biasa digunakan cukup bervariatif tergantung dari kebiasaan tiap

negara. Di Indonesia menggunakan satuan meter, tetapi tidak sedikit juga yang

menggunakan satuan feet. Bilangan  6/60 dalam skala meter menunjukkan nilai

pembilangnya adalah jarak orang yang tidak mampu melihat sebuah deretan obyek

dengan sempurna dan nilai penyebutnya mewakili jarak orang normal yang masih

dapat melihat obyek tersebut dengan baik (Andrajati,2008).

Page 2: BAB II Hasil Pembahasan

Apabila didesimalkan, maka 6/60 = 0.1 dan bila dipersentasikan berarti 10%

bermakna fungsi penglihatan individu yang diperiksa sebesar 10%, dan dia

kehilangan 90% fungsi penglihatannya. Menurut batasan WHO (World Health

Organization) dan telah diadopsi secara aklamasi di kalangan praktisi, batasan tajam

penglihatan normal adalah berkisar 6/12 atau fungsi penglihatan yang dimiliki adalah

50%. Namun 6/6 adalah nilai dimana seseorang dianggap memiliki kemampuan

penglihatan 100%. Semuanya tercakup dalam satuan meter sebagai acuan

(Andrajati,2008).

Selain objek berupa huruf yang dipopulerkan oleh Snellen, terdapat objek

berupa angka yang diperkenalkan oleh Hess, huruf C dalam berbagai broken ring

yang ditemukan oleh Landolt, serta huruf E dalam berbagai posisi dan gambar

(Andrajati,2008).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi dari hasil pemeriksaan

visus yang dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain sebagai berikut:

a. Jarak 6 meter yang belum terhitung dengan akurat.

b. Probandus yang memiliki mata negative yang cukup tinggi, sehingga disarankan

untuk melakukan tahapan selanjutnya pada pemeriksaan visus.

2. Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan ini sering digunakan untuk penegakan diagnosis dan

dipergunakan untuk melihat progresifitas suatu penyakit. Pemeriksaan lapang

pandang ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari yang sangat sederhana sampai

dengan pemakaian alat canggih. Pemeriksaan ini selalu dilakukan pada satu mata baru

kemudian dilakukan pada mata yang lain (Ilyas,1999).

Pemeriksaan lapang pandang bisa dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan

tes konfrontasi, tes perimetri, dan tes kampimetri. Perimetri sendiri adalah

penggunaan alat untuk memeriksa lapangan pandang dengan mata terfiksasi

sentral.Penilaian lapangan pandang merupakan hal yang penting dilakukan pada

keadaan penyakit yang mempunyai potensi terjadinya kebutaan.Luas lapang pandang

merupakan luas daerah yang dapat dilihat secara bersamaan dengan satu mata

terfiksasi. Batas normal lapang pandang adalah 50o-60o pada daerah superior, 60o-75o

pada daerah inferior, 60o pada daerah medial, dan 90o-100o pada daerah lateral

(Ilyas,1999).

Pemeriksaan lapang pandangan sentral dan perifer dipergunakan untuk tiga

alasan, yaitu sebagai berikut (Ilyas, 1999):

Page 3: BAB II Hasil Pembahasan

a. Mendeteksi kelainan tajam penglihatan

b. Mencari lokasi kelainan disepanjang jaras saraf penglihatan

c. Melihat besar kelainan mata dan perubahannya dari waktu ke waktu/ follow up

Penghitungan cakupan lapang pandang adalah sebagai berikut:

X=t an−1[ xy ]

Keterangan: X : sudut penglihatan (…0)

x : jarak titik pusat dengan titik henti kapur

y : konstanta (35)

No. Cakupan x (cm) X (dalam…0)

Hasil

(dibandingkan

cakupan

normal)

1 Superior 57 58,4 Normal

2 Inferior 62 60,5 Normal

3 Medial 60 59,7 Normal

4 Lateral 96 69,9 Normal

Gambar. Cakupan Lapang Pandang Probandus

Pada hasil perhitungan yang dilakukan saat praktikum, hasil yang didapatkan

dalam cakupan normal. Hasil di atas tidak dapat dapat digunakan sebagai media

penegakkan diagnosis. Hal tersebut dikarenakan ada berbagai macam faktor yang

mengakibatkan hasil dari pemeriksaan jadi tidak akurat. Faktor-faktor yang

mempengaruhi antara lain sebagai berikut:

a. Alat yang tidak sesuai dengan standar pemeriksaan.

b. Ketelitian dalam mengukur panjang dengan menggunakan alat bantu mistar.

DAPUS

Page 4: BAB II Hasil Pembahasan

Andrajati, R. et al. 2008. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA UI

Ilyas. 1999. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI