BAB II HANI -...

22
13 BAB II TIRATANA SEBAGAI PENGAKUAN DALAM AGAMA BUDDHA A. Tiratana Sebagai Persaksian dalam Agama Buddha Agama Buddha merupakan agama besar yang kedua, yang banyak penganutnya di dunia dan banyak mempengaruhi budaya pikiran dan perilaku orang-orang Indonesia. Ajaran agama Buddha tidak bertitik tolak pada Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta beserta seluruh isinya termasuk manusia. Tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari khususnya tentang tata susila yang dijalankan manusia agar terbatas dari lingkaran dukha yang selalu mengiringi hidupnya. 1 Ajaran agama Buddha dapat dirangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu Buddha, Dhamma dan Sangha. Ajaran tentang Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha dan asas rohani yang dapat dicapai oleh setiap makhluk hidup pada perkembangan selanjutnya ajaran tentang Buddha ini berkaitan pula dengan masalah ketuhanan yang menjadi salah satu ciri ajaran semua agama. Ajaran tentang damma banyak membicarakan tentang masalah-masalah yang dihadapi manusia dalam hidupnya baik yang berkaitan dengan ciri manusia itu sendiri maupun hubungannya dengan apa yang disebut Tuhan dan alam semesta dengan segala isinya. Ajaran tentang Sangha sebagai pasamuan para bhikkhu juga berkaitan dengan umat yang menjadi tempat para bhikkhu menjalankan dhammanya. 2 1 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, cetakan ke I, hlm. 21 2 A. Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, PT. Hanindita, Yogyakarta, 1998, hlm. 102

Transcript of BAB II HANI -...

Page 1: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

13

BAB II

TIRATANA SEBAGAI PENGAKUAN

DALAM AGAMA BUDDHA

A. Tiratana Sebagai Persaksian dalam Agama Buddha

Agama Buddha merupakan agama besar yang kedua, yang banyak

penganutnya di dunia dan banyak mempengaruhi budaya pikiran dan

perilaku orang-orang Indonesia. Ajaran agama Buddha tidak bertitik tolak

pada Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta beserta seluruh isinya

termasuk manusia. Tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam

kehidupan sehari-hari khususnya tentang tata susila yang dijalankan

manusia agar terbatas dari lingkaran dukha yang selalu mengiringi

hidupnya.1

Ajaran agama Buddha dapat dirangkum dalam tiga ajaran pokok,

yaitu Buddha, Dhamma dan Sangha. Ajaran tentang Buddha Gautama

sebagai pendiri agama Buddha dan asas rohani yang dapat dicapai oleh

setiap makhluk hidup pada perkembangan selanjutnya ajaran tentang

Buddha ini berkaitan pula dengan masalah ketuhanan yang menjadi salah

satu ciri ajaran semua agama. Ajaran tentang damma banyak

membicarakan tentang masalah-masalah yang dihadapi manusia dalam

hidupnya baik yang berkaitan dengan ciri manusia itu sendiri maupun

hubungannya dengan apa yang disebut Tuhan dan alam semesta dengan

segala isinya. Ajaran tentang Sangha sebagai pasamuan para bhikkhu juga

berkaitan dengan umat yang menjadi tempat para bhikkhu menjalankan

dhammanya.2

1 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1996, cetakan ke I, hlm. 21 2 A. Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, PT. Hanindita, Yogyakarta, 1998, hlm. 102

Page 2: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

14

Umat Buddha di seluruh dunia menyatakan ketaatan dan kesetiaan

mereka kepada Buddha, dhamma, Sangha dengan kata dalam satu rumusan

kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama

Tiratana yang berasal dari bahasa Pali yang artinya satu bagian terpenting

dan yang menjadi dasar agama Buddha. Tiratana berasal dari dua kata Ti

yang berarti tiga dan Ratana yang berarti permata arti keseluruhannya

adalah tiga permata mulia.3

Yang maksudnya adalah tiga Perlindungan, rumusan tersebut

berbunyi :

Buddha saranam gaccami – Aku berlindung kepada Buddha

Dhamma saranam gaccami – Aku berlindung kepada Dhamma

Sangha saranam gaccami – Aku berlindung kepada Sangha

Permata yang pertama adalah BUDDHA yaitu seseorang yang

mencapai penerapan yang sempurna dengan kemampuan sendiri tanpa

bantuan dari makhluk-makhluk lain. Ia mempunyai kemampuan untuk

menguraikan dan membabarkan penyatuan kepada makhluk-makhluknya.

Permata yang kedua adalah DHAMMA yaitu ajaran-ajaran yang diberikan

dan dibabarkan sang Buddha untuk mencapai Nibbana. Permata yang

ketiga adalah ARIYA SANGHA yaitu persaudaraan para pengikut sang

Buddha yang telah melaksanakan dhamma dengan sempurna dan yang

telah mencapai magga (jalan) dan phala (hasil) dapat juga dikatakan

persaudaraan para pengikut sang Buddha yang telah mencapai tingkatan-

tingkatan kesucian baik tingkatan pertama (sota panna) orang yang telah

mencapai tujuh kali kelahiran, kedua (saka dagami) orang yang telah

mencapai lima kali kelahiran, ketiga (anagani) orang yang telah mencapai

3 Majlis Pendeta Buddha Dhamma Indonesia, Yayasan Dhamma Dipoarama Jakarta,

1979, hlm. 23-24

Page 3: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

15

satu kali kelahiran, maupun yang keempat (arahat) orang yang tidak sama

sekali mengalami kelahiran.4

Perlindungan adalah suatu yang dituju orang ketika mereka

mengalami penderitaan atau ketika mereka membutuhkan keselamatan dan

perasaan aman.5

Aku pergi … berlindung kepada Buddha, aku pergi berlindung

kepada dhamma, aku pergi berlindung kepada Sangha (untuk yang kedua

kalinya … untuk yang ketiga kalinya)

Berdasarkan rumusan kitab suci agama Buddha di atas yang

membahas tentang tiga perlindungan ini untuk yang pertama kalinya

diucapkan oleh sang Buddha, bukan oleh para siswa beliau, bukan pula

oleh para Petapa dan juga bukan pula para dewa yang berada di Benares di

Taman Rusa di isi patana ketika para 16 arahat pada waktu itu ditugaskan

untuk mengajarkan dhamma di dalam dunia demi untuk mencapai manfaat

buat orang banyak, dan untuk mencapai tujuan memberikan pentasbian

dapat diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan tak berumah tangga.6

Tiga perlindungan tersebut merupakan do’a yang sangat baik dapat

dilaksanakan kapan saja dan dimanapun, tetapi dalam dunia Buddha

diyakini bahwa hari yang Paling baik untuk memulainya yaitu dengan

mengikat tiga permata atau tiga perlindungan, dan yang dapat

menjadikannya sebagai penutup hari sebagai umat Buddha sebelum tidur.

Meskipun do’a tersebut sangat singkat namun perlu diingat bahwa kalimat

tersebut meliputi seluruh ajaran buddhis, Buddha guru agung dan penunjuk

jalan kehidupan bagi umat Buddha, dhamma merupakan ajaran yang

diwariskannya kepada umat Buddha sebagai pedoman dalam menempuh

4 PHRA Vidhur Dhammabhorn, Ajaran Bagi Para Pemula, Penerbit Yayasan

Sucinno, Bandung, 1992, hlm. 11 5 Shravasti Dhammika, Anda Bertanya Kami Menjawab, Yayasan Penerbit Karania

Anggota IKAPI, 2003, hlm. 159

Page 4: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

16

kehidupan ini, sedangkan Sangha atau persaudaraan para bhikhu

melambangkan panjang dhamma dan merupakan sahabat kita.7

B. Substansi Kesaksian Tiratana dalam Agama Buddha

1. Buddha Guna

Kata Guna berasal dari bahasa Pali yang mempunyai dua arti,

yang pertama berarti kebaikan sedangkan yang kedua mengandung arti

manfaat. Jadi kata guna dapat diuraikan yang pertama mempunyai arti

kebaikan atau kebajikan yang dimiliki seseorang karena telah

melakukan suatu perbuatan baik atau jasa kepada orang lain, baik yang

dilakukan dengan perbuatan maupun ucapan dan pikiran. Sedangkan

yang kedua kata Guna berarti manfaat atau dimiliki oleh suatu benda

atau barang sehingga kita dapat menggunakannya untuk mencukupi

atau memuaskan kebutuhan kita.8

Sifat mulia sang Buddha:

a. Mencapai penerangan sempurna dengan usaha dan kemampuannya

sendiri.

Dengan tekad yang bulat dan tujuan yang mulia, Siddharta

melakukan suatu cara bertapa, akan tetapi hal itu belum dapat

membawa beliau ke arah kebebasan yang sejati. Dia juga telah

berguru kepada beberapa orang guru yang terkenal namun hal

tersebut masih belum juga dapat membebaskan dia dari penderitaan.

Dengan menggunakan beberapa cara dia melatih meditasi

akhirnya Sang Buddha telah mencapai penerangan yang sempurna.

6 Bikkhu Nanamoli, Khuddapatha, Kitab Suci Agama Buddha I, Vihara Bodhivamsa,

Klaten, 2001, hlm. 53 7 Sumargalo Mahathera, Buddha Dhamma untuk Anak, Penerbit Karaniya Anggota

IKAPI, Yayasan, hlm. 16-18 8 PHRA Vidhur Dhammabharn, Ajaran Bagi Para Pemula …, loc. cit., hlm. 16

Page 5: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

17

b. Mengajarkan dan membabarkan pengetahuan yang telah dicapainya.

Dengan cinta kasihnya yang begitu besar, maka Sang

Buddha mengajarkan dan membabarkan tentang apa yang telah

dicapainya. Beliau mengajarkan dhamma tanpa mengenal lelah

sedikitpun walaupun banyak rintangan yang menghalanginya, tetapi

ia tetap menghadapi dengan penuh ketabahan.9

Ajaran tentang Tiratana yang pertama adalah ajaran tentang

Buddha (Buddha Saranam Gacchami) yang telah mempunyai arti

aku berlindung kepada Buddha, pendiri agama Buddha adalah

Siddharta yang dilahirkan kira-kira pada tahun 563 SM, di daerah

Kapilawestu di kaki gunung Himalaya.10 Dia adalah putra dari

seorang raja yang bernama Suddodana dan Dewi Madiamaya. 11

Perkataan Buddha berasal dari kata Bujjhita yang artinya

bangun yang kemudian mendapatkan penerangan, pencerahan

mengetahui dan mengerti, sehingga kata Buddha dapat diartikan

seorang yang telah memperoleh kebijaksanaan yang sempurna.12

Menurut keyakinan agama Buddha sebelum tahap zaman

yang sekarang ini, sudah ada tahap zaman-zaman yang tak berbilang

banyaknya, akan tetapi tiap zaman memiliki Buddhanya sendiri-

sendiri. Oleh karena itu menurut keyakinan agama Buddha, ada

banyak umat Buddha yaitu orang yang telah mendapatkan

pencerahan buddhi.13 Buddha adalah orang yang tercurahkan, yang

mana dia telah terberkati, dengan melalui usahanya sendiri tanpa

guru dalam ide-ide yang belum pernah didengar sebelumnya, dan

9 PHRA Vidhur Dhammabharn, Ajaran Bagi Para Pemula …, Ibid., hlm. 9 10 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama …, loc. cit., hlm. 24 11 Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama I, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1993, hlm. 210 12 Ibid., hlm. 207

Page 6: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

18

dia telah menemukan dengan sendirinya kebenaran-kebenaran itu

untuk mencapai kemahatahuannya di dalamnya dan penguasaan atas

kekuasaan untuk mencapai penerapan yang sempurna.14

Kata pergi dalam kalimat Tiratana yang pertama yang

mempunyai arti bertempur, menghalau, menyingkirkan dan

menghentikan rasa takut, kesedihan yang mendalam, maka

penderitaan yang terakhir di dalam alam yang tidak bahagia dan

kekokohan batin. Bertempur untuk melawan rasa takut yaitu dengan

cara berlindung kepada permata yang berunsur tiga tersebut. Maka

orang itu akan mendapatkan pencerahan, dengan berlindung maka

dalam hati akan muncul suatu keyakinan untuk berbuat kebaikan

dan mencegah kejahatan. Orang yang suci adalah orang yang telah

melakukan perlindungan yaitu dengan cara meditasi.15

Seseorang kadang-kadang memiliki kelebihan-kelebihan

dalam dirinya, tetapi dia tidak dapat menggunakan kelebihan-

kelebihan yang dimilikinya itu untuk menolong orang lain yang

sedang dalam kesusahan atau kesedihan. Kita, sewaktu-waktu

mungkin memiliki kesempatan yang baik untuk menolong orang

lain, tetapi kita tidak mengerti cara yang tepat untuk memanfaatkan

kesempatan tersebut, walaupun dalam bathin kita telah ada maksud

atau kehendak untuk menolongnya.

Dengan demikian sudah jelas bagi kita sekarang, bahwa

kalau kita ingin berlindung pada Buddha, kita harus berusaha untuk

melaksanakan apa yang diajarkannya.16

13 Harun Hadi Wijono, Agama Hindhu dan Buddha, PT. BPK, Gunung Mulia,

Jakarta, 1994, hlm. 207 14 Bhikkhu, Nanamoli, Khuddakapatha …, loc. cit., hlm. 56 15 Bhikku Nanamoli, Khuddaka Patha …, op. cit., hlm. 59-61 16 Bhikkhu Guttadhama, Kemmatthana, Objek-objek Perenungan dalam Meditasi,

Vihara Tanah Putih, Semarang, 2006, hlm. 3

Page 7: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

19

2. Dhamma Guna

Sifat-sifat mulia Dhamma:

a. Merupakan Hukum Kesunyatan

Dhamma adalah suatu hukum yang tidak dapat dielakkan

oleh setiap makhluk. Dhamma ini tidak akan dapat berubah oleh

karena pengaruh waktu, tempat maupun keadaan. Sesuatu yang

terbentuk pasti akan mengalami perubahan, kelapukan dan

kematian.

b. Melindungi Mereka yang Melaksanakannya.

Dengan sebagai umat Buddha yang berfikir, berkata, dan

berbuat dengan fikiran yang penuh keserakahan, kebencian dan

kebohongan, maka penderitaanlah yang kita peroleh sebagai

hasilnya.17

Bunyi Tiratana yang kedua adalah Dhamma Saranam

Gaccomi yang mempunyai arti aku berlindung kepada dhamma atau

dharma, dhamma adalah ajaran agama Buddha untuk mencapai

Nibbana.18

Dharma sebagai subjek anussati adalah pariyathi dhamma

dan pativedha dhamma, anussati hanya ditujukan terhadap ciri dan

keutamaan dari kedua dhamma tersebut di atas, sebagai berikut:

“Svakhato, Bhagavata Dhamma, Sanditthiko, Akaliko, Ehipassiko,

Opanayika Paccatan Vediyabbo Vinnuhiti.

a. Svakhato

Svakhato, berarti telah dibabarkan dengan baik,

pernyataan itu menunjukkan kesucian dan kesempurnaan dari

dhamma, termasuk pariyatti dhamma dan patipatti dhamma.

17 PHRA Vidhur Dhammabharn …, loc. cit., hlm. 10

Page 8: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

20

Pativedha dhamma atau lakuttama dhamma diungkapkan terisah

dari dua dhamma, pariyatti dan patiatti dhamma.

Pariyatti dhamma telah dibabarkan dengan baik, karena

keindahannya pada permulaan, pertengahan dan pada akhirnya

dalam digha nikaya I, 62 disebutkan: “Dia mengajarkan

dhamma, baik pada permulaannya, pertengahannya, baik pada

akhirnya, lengkap yang tersirat maupun yang tersurat. Dia

menyatakan kehidupan beragama yang benar-benar sempurna

dan murni.

Dhamma baik pada permulaannya, karena menjelaskan

sila sebagai dasar yang penting dalam kehidupan beragama yang

bersih, baik pada pertengahannya, karena menjelaskan samadhi

atau kesucian bathin sebagai imbangan pada sila, baik pada

akhirnya. Karena menunjukkan pengertian sempurna dan

nibbana sebagai tujuan akhir. Dengan demikian umat Buddha

memperoleh keyakinan setelah mendengarkan dhamma, mereka

bebas dari rintangan kemajuan bathin (nijarana) dan mencapai

keberhasilan dan ketenangan setelah melaksanakan dhamma.

Akhirnya sejauh dia telah melaksanakan dhamma, mereka akan

memperoleh kebahagiaan sebagai hasil yang dijanjikan. Oleh

sebab itu dhamma telah dibabarkan dengan baik (suakhata).

Dhamma yang telah dibabarkan oleh bhagava adalah

jalan ke nibbbana bagi para siswa-siswanya, jalan bersatu

dengan nibbana, nibbana bersatu dengan jalan.

b. Sanditthiko.

Pertama, menyatakan bahwa jalan ariya harus diamalkan

dan dicapai oleh diri sendiri. Apakah ia telah melaksanakan, ia

akan segera menerima buahnya dalam kehidupan sekarang ini,

18 Harun Hadi Wijaya, Agama Hindhu dan Buddha …, loc. cit., hlm. 66

Page 9: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

21

oleh karena itu senditthika di lihat oleh diri sendiri atau berada

sangat dekat.

Kedua, mereka yang telah mencapai sembilan tingkat

lakuttara dhamma juga harus mencapai tujuannya dengan

keyakinan sendiri. Oleh sebab itu sandittika adalah harus dicapai

oleh diri sendiri.

c. Akaliko

kebaikan di duniawi memerlukan waktu untuk memetik

hasilnya. Tetapi pencapaian keadaan lakuttara tidak tergantung

pada waktu, ia segera berbuah. Karena itu “akalika” berarti

dengan segera memberikan hasilnya atau dengan segera

memberikan hasilnya atau tanpa dibatasi waktu” pernyataan ini

dibuat mengacu kepada jalan mulia (ariya magga).

d. Ehipassiko

Lakuttara dhamma itu berharga atau layak diperlihatkan

pada orang lain, mengundang mereka untuk datang dan melihat

dhamma ini. Keadaan sembilan lakutta dhamma, karena

kenyataannya dan sucinya menyebabkan mereka merupakan

suatu yang sangat berharga, sehingga layak untuk mengundang

orang lain agar datang dan lihat sendiri (Ehipassika).

e. Opranayiko

Opanayika berarti berharga untuk dicapai dengan jalan

pengalaman dan usaha yang sungguh-sungguh, karena hasilnya

layak untuk usaha yang demikian. Lebih dari itu, dhamma yang

berharga untuk dicapai, sebagai kualitas-kualitas yang

transenden yang bertumpuk sedikit demi sedikit dalam bathin

karena realisis, yang membawa kepada nibbana. Oleh sebab itu

dhmma opanayika berharga untuk dicapai.

Page 10: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

22

f. Paccatamueditabbo Vinnuhi

Dhamma yang dapat dicapai oleh para bijak sana masing-

masing menjadi suci karena gurunya telah mencapai kesucian,

atau seorang anak tidak akan langsung menjadi suci karena

kesucian yang dicapai oleh orang tuanya setiap orang harus

menjalaninya sendiri jalan suci dan ia sendiri yang akan

memetik hasilnya. Oleh karena itu dhamma tidak dicapai dengan

belas kasihan orang lain, ia harus di lihat, direalisasi, disenangi

oleh orang bijaksana di dalam bathin mereka masing-masing.19

Agama Buddha mempunyai arti ajaran yang dirumuskan di

dalam empat kebenaran yang mulia (Catur Arya Satyani),20 di mana

ajaran tersebut disampaikan oleh Buddha Gautama kepada murid-

muridnya yang terdiri dari Dukha, Samudaya, Niradha dan Marga.

Dukha mempunyai arti penderitaan maksudnya adalah bahwa hidup

di dunia ini adalah penderitaan.21 Pokok ajaran Buddha Gautama

ialah bahwa hidup itu adalah menderita. Seandainya di dalam dunia

tiada penderitaan, Buddha tidak akan menjelma di dunia. Padahal

penderitaan itu menjadi pengalaman tiap orang dan juga kesenangan

yang terkadang dapat dialami manusia sebenarnya adalah sumber

penderitaan. Orang yang senang ia akan merasa takut akan

kehilangan kesenangan. Kebahagiaan sejati terdapat di dalamnya,

dan tidak dapat dibatasi dengan kekayaan, kekuatan, kehormatan

atau kemenangan. Jika kekayaan duniawi diperoleh dengan cara

paksa atau tidak jujur, disalahgunakan, atau dilihat dengan

kemelekatannya, mereka akan menjadi sumber kepedihan dan

penderitaan baginya.22

19 Bhikkhu Guttadhama, Kemmatthana … op. cit., hlm. 13-17 20 Ibid. 21 Ibid., hlm. 27 22 Ibid., hlm. 67

Page 11: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

23

Kesunyatan pertama ini tentang penderitaan yang bergantung

pada manusia dan berbagai segi kehidupan harus diamati dan diuji

dengan cermat. Pengujian ini membawa pada pemahaman yang

benar tentang diri sendiri sebagaimana adanya.23

Konsep Dukha dapat ditinjau dari tiga segi yaitu:

1) Dukha sebagai derita biasa (Dukha-Dukha)

2) Dukha akibat dari perbuatan-perbuatan (Vipari Nama Dukha)

3) Dukha sebagai akibat dari keadaan yang berkondisi (Sankhara

Dukha).24

Yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah

keinginan kepada hidup, dengan disertai nafsu yang mencari

kepuasan yakni kehausan dan kesenangan serta kekuatan Prititya

Samut pada berisi 12 pokok permulaan yang dirumuskan demikian:

Pertama menjadi tua dan mati (Jamarasonam) bergantung

dari pada kelahiran (Jati), kedua kelahiran bergantung pada hidup

atau eksistensi yang lampau (Bhawa), ketiga hidup bergantung dari

pada pengikatan kepada makan, minum dan sebagainya (Upadana),

keempat pengikatan bergantung dari pada kehausan (Tanha), kelima

kehausan bergantung dari pada emosi atau Renjana (Wedang),

keenam emosi bergantung dari pada sentuhan atau kontak (Sparsa),

ketujuh sentuhan bergantung dari pada indera dengan sasarannya

(Sadayatana), kedelapan indera dengan sasarannya bergantung dari

pada roh bergantung pada kesadaran (Wijnana), kesepuluh

kesadaran bergantung pada penafsiran yang salah (Sanskara),

23 Alm. Ven Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajaran-ajarannya, Yayasan

Dhammadipa Arama, Jakarta, 1998, hlm. 39-40 24 Yayasan Kanthaka Kencana, Dhamma, Jakarta, 1980, hlm. 21-26

Page 12: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

24

kesebelas penafsiran yang salah, kedua belas penafsiran yang salah

bergantung pada ketidaktahuan (Awidya).25

Kesunyatan kedua ini tentang sebab penderitaan yang

menyebabkannya adalah keinginan untuk hidup yang menyebabkan

timbulnya keinginan-keinginan yang lain seperti ingin makan enak,

ingin kekuasaan, kekayaan, kepuasan dan sebagainya. Dengan

adanya keinginan untuk hidup menyebabkan seseorang harus

mengalami Samsana,26 dan menjadikan seseorang melekat pada

berbagai bentuk kehidupan.

Bentuk terkasar nafsu keinginan dapat dilemahkan pada saat

mencapai tingkatan Sakadagami yaitu tingkatan Anagami (tingkatan

kesucian ketiga), bentuk halus keinginan baru akan dapat hilang

mencapai tingkatan kesucian Arahat.27

Kesunyatan yang ketiga adalah Niradha atau pemadaman

maksudnya bahwa cara pemadaman atau menghilangkan

penderitaan yaitu dengan jalan menghapuskan Tanha.28 Jalan untuk

mengatasi penderitaan dan menemukan kebahagiaan sejati, ketika

memperoleh empat kebenaran mulia,29 dengan ketiga aspeknya

adalah ada berakhirnya penderitaan, dukha berakhirnya dukha harus

dicapai Nirodha adalah kata lain dari Nibbana. Ketika anda telah

melepas sesuatu dan membiarkannya lenyap, maka yang tersisa

adalah kedamaian, anda dapat mengalami kedamaian itu melalui

meditasi, ketika anda telah membiarkan nafsu maka keinginan akan

berakhir dalam pikiran dan yang tersisa adalah suatu kedamaian

25 Heni Lutfiana, Makna Teologis, Psikologis, Sosiologis, Persaksian dalam Agama

Buddha dan Islam, Tegal angkatan 1999, hlm. 27 26 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama …, loc. cit., hlm.27 27 Alm. Ven Narada Mahathera, Sang Buddha …, loc. cit., hlm. 40-41 28 Ibid. 29 Sumargalo Mahathera, Buddha Dhamma …, loc. cit., hlm. 26-27

Page 13: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

25

yang luar biasa.30 Kesunyatan ini harus disadari dengan

mengembangkan jalan Ariya berunsur delapan yang merupakan

kesunyatan mulia ke empat. Jalan yang khas ini merupakan satu-

satunya jalan langsung menuju ke Nibbana, itu dapat dicapai

dengan menghilangkan segala bentuk nafsu keinginan secara

menyeluruh.

Jalan itu terdiri dari delapan unsur meliputi:

Pertama, pengertian benar (Samma Ditthi), diterangkan

sebagai pengetahuan tentang empat kesunyatan mulia. Dengan kata

lain memahami diri sendiri sebagai apa adanya, karena seperti yang

tercantum dalam Rohitassa Sutta, kesunyatan ini berhubungan

dengan sekujur tubuh ini. Kunci agama Buddha adalah pengertian

benar.

Kedua, pandangan yang bersih atau pengertian benar

membawa pada pemikiran yang bersih (Samma Sam Kappa), oleh

karena itu unsur kedua jalan arya berunsur delapan, diterjemahkan

sebagai pemecahan benar, cita-cita benar. Sesungguhnya tidak

menyampaikan arti bahasa Pali yang sebenarnya. Gagasan atau

kesadaran yang benar lebih mendekati arti yang sebenarnya. Pikiran

benar dapat dikatakan sebagai terjemahan yang sepadan.

Samkappa berarti keadaan mental “Jitakka” yang dapat

diterjemahkan “penerapan awal” keadaan mental ini penting untuk

mengurangi gagasan atau dugaan salah dan dapat membantu

perbuatan moral yang lain untuk membelok ke arah Nibbana.

Samma Sam Kappa membantu mengurangi pikiran jahat dan

mengembangkan pikiran baik.

30 Ven Ajahr Sumedha, Empat Kebenaran Mulia, Insight Vidyasena, Yogyakarta,

hlm. 55-67

Page 14: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

26

Ketiga, pikiran benar membawa pada ucapan benar (Samma

Vacca) yang merupakan faktor ketiga ini berkaitan dengan tidak

berbohong, memfitnah, mencaci maki dan berbicara yang tidak

perlu.

Keempat, ucapan benar diikuti oleh perbuatan benar (Samma

Kammanta) yang berhubungan dengan tidak melakukan

pembunuhan, pencurian, dan pelanggaran susila. Ketiga perbuatan

jahat itu disebabkan oleh nafsu keinginan dan kemarahan, yang

didorong ketidaktahuan. Dengan kesucian pikiran itu akan

menjalankan kehidupan suci pula.

Kelima, dengan membersihkan pikiran, ucapan dan

perbuatan si pengembara berusaha membersihkan mata

pencahariannya (Samma Ajiva) dengan menahan dari lima macam

perdagangan yang tidak diperkenankan, yaitu berdagang senjata

(Sattha Vanijja), makhluh hidup (Satta Vanijja), daging (Mamsa

Vanijja).

Keenam, usaha benar (samma vayama) memainkan peranan

dalam jalan ariya berunsur delapan, dengan usaha sendirilah

seseorang memperoleh pembebasan, tidak hanya mencari

perlindungan pada pihak lain atau dengan mempersembahkan do’a

saja. Dengan usaha orang menyingkirkan kejahatan dan

mengembangkan kebajikan yang terpendam.

Ketujuh, usaha benar kaitannya dengan perhatian yang benar

(samma sati) yang terdiri dari perhatian yang terus menerus pada

badan jasmani (kaya nupassana), perasaan (vedana nupassana),

pikiran (cita nupassana) dan obyek batin (dhamma nupassana).

Perhatian pada empat obyek ini cenderung menghancurkan

kesalahpahaman pada hal yang disukai (subha), apa yang disebut

kebahagiaan (sukha), keabadian (nicca) dan jiwa yang kekal (atta).

Page 15: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

27

Kedelapan, usaha benar dan perhatian benar membawa pada

konsentrasi benar (samma samadhi) yaitu terpusatnya pikiran-

pikiran yang terpusat merupakan bantuan yang kuat untuk melihat

segala sesuatu sebagaimana adanya melalui pandangan terang.31

Kesunyatan yang keempat adalah marga artinya jalan yang

menghilangkan tanha pemadaman. Maksudnya bahwa cara

pemadaman atau menghilangkan penderitaan itu dengan jalan

menghapuskan tanha atau untuk mencapai tingkatan kesucian yang

meliputi, pertama sottapati yaitu dimana seseorang harus menjelma

tujuh kali lagi sebelum mencapai Nirwana. Kedua adalah

sekadogami yaitu tingkat seseorang tinggal sati kali lagi menjelma

sebelum mencapai Nirwana. Yang ketiga adalah anagami yaitu

tingkatan dimana seseorang sudah tidak akan menjelma lagi. Ia

tinggal menunggu saatnya untuk mencapai Nirwana. Sesudah itu

tinggallah tingkat arahat, dimana seseorang mencapai Nirwana.32

Nirwana merupakan tujuan terakhir dari setiap pemeluk

agama Buddha adalah untuk mencapai nirwana, dimana seseorang

telah lepas dari samsara, yang berarti ia telah lepas dari

penderitaan, dan selanjutnya ia telah merasakan kebahagiaan yang

abadi.33

Berdasarkan hal itu semua Nirwana dapat dibedakan menjadi

dua macam yaitu upadhisesa dan anupadhisesa dimana upadhisesa

adalah status orang yang sudah mendapatkan kelepasan atau

nirwana, tetapi yang hidup lahirnya masih terus berjalan.

31 Alm. Ven Narada Mahathera, sang Buddha …loc. cit., hlm. 41-47 32 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama … loc. cit., hlm. 27-33 33 Ibid., 31

Page 16: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

28

Sedangkan anupadhisesa adalah status orang yang

mendapatkan kelepasan, yang hidup lahirnya sudah tak ada lagi dan

sudah dicapai sesudah mati.34

3. Sangha Guna

Sifat-sifat mulia Sangha:

a. Memiliki tindak tanduk yang benar

Memiliki tidak tanduk yang benar, bukan berarti hanya

memiliki perbuatan yang benar saja, akan tetapi mereka juga

memiliki ucapan yang benar serta pikiran yang benar. Karena

mereka berbuat sesuatu bukan hanya untuk kepentingan dirinya

sendiri, akan tetapi demi kesejahteraan dan kebahagiaan makhluk-

makhluk lain.

b. Membimbing dan menutun makhluk-makhluk

Sangha menjadi pelindung dan menjadi penerus ajarannya.

Merekalah yang membimbing umat Buddha dalam mengikuti serta

mempraktekkan dhamma.35

Sangha secara harfiah berarti pasamuan dan pada umumnya

diartikan persaudaraan para bhikku, tetapi Sangha dalam tiratana

diartikan “persaudaraan para bhikkhu”, tetapi Sangha dalam

tiratana diartikan sebagai persamaan makhluk suci (ariya Sangha)

yang terdiri dari mereka yang telah mencapai empat tahap jalan suci

(magga) dan buahnya (phala).

Anggota Sangha (bhikkhu) adalah layak menerima

penghormatan dengan cara merangkapkan tangan di depan dada.

Oleh sebab itu, mereka dikatakan layak menerima penghormatan

(anjali karaniyya).

34 Harun Hadi Wijono, Agama Hindu dan Buddha … loc. cit., hlm. 76

Page 17: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

29

Umat Buddha yang selalu melakukan perenungan-

perenungan terhadap Sangha akan menghormatinya dan akan timbul

keyakinan terhadap Sangha serta tidak dicekam oleh ketakutan. Dia

mampu menahan sakit karena ia merasa hidup dalam Sangha dan

pikirannya ditujukan untuk memiliki kebajikan Sangha.

Samadhi terhadap Buddha guna, dhamma guna dan sangha

guna adalah perenungan awal yang penting bagi siswa keagamaan,

karena di dalam meditasi ini sifat-sifat mulia sang Buddha, dhamma

dan Sangha yang merupakan objek. Objek utama dari keyakinan

(saddha), menjadi tampak lebih jelas dan semakin lebih jelas.36

Berbeda dari agama lain, agama Buddha agama Buddha

lebih mengutamakan penganutnya untuk berbuat (karma)

membebaskan diri masing-masing dari dukha untuk mencapai

Nirwana. Umat Buddha tidak memerlukan ucapan persembahan atau

pemujaan kepada para dewa (Tuhan) tetapi mereka cukup

melakukan hasta arya marga sebagaimana diuraikan di atas. Namun

dilihat dari segi kelembagaan umat Buddha dapat dibedakan dalam

dua kelompok: yaitu kelompok wihara (biara) atau Sangha dan

kelompok penganut agama yang awam.37

Kelompok Sangha terdiri dari pada bhikkhu, bhikkhuni,

samanera dan samaneri. Mereka menjalani kehidupan suci untuk

meningkatkan nilai-nilai kerohanian dan kesusilaan serta tidak

melaksanakan hidup berkeluarga. Kelompok penganut agama yang

awam terdiri dari upasaka dan upasaki yang telah menyatakan diri

berlindung kepada Buddha, dhamma dan Sangha serta

35 PHRA Vidhurdhamma Bhorn, Ajaran Bagi Pemula …, loc. cit. 36 Bhikkhu Guttadhama, Kemmatthana … op. cit., hlm. 12-21 37 Hilman Hadi Kusuma, Antropologi Agama I …, loc. cit., hlm. 234

Page 18: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

30

melaksanakan prinsip-prinsip moral bagi umat yang awam dan

mereka hidup berumah tangga sebagai orang biasa.38

Hidup kerahiban diatur di dalam kitab Winaya Pitaka. Dari

kitab ini kita dapat mengetahui bahwa hidup para rahib ditandai

oleh tiga hal, yaitu:

Pertama, kemiskinan. Seorang rahib harus hidup dalam

kemiskinan, rahib tidak diperkenankan memiliki sesuatu kecuali

jubahnya yang dibuat dari rampai yang diminta dari sana-sini,

tempurung sebagai alat untuk mengemis, (di dalam para rahib tidak

diperkenankan menerima uang).

Di dalam sistem ajaran Buddha mengemis menjadi inspirasi

bagi banyak kebajikan, dengan mengemis akan memberi

kesempatan kepada kaum awam untuk berbuat kebaikan. Dengan

mengemis para rahib belajar rendah hati, sabar, tidak lekas putus

asa, sehingga mereka mengawasi tubuhnya, perasaan dan pikiran

serta nafsu-nafsunya. Seorang rahib diharuskan hidup tanpa rumah

atau tempat berlindung yang tepat. Mereka hanya diperkenankan

berkumpul dalam Biara.

Kedua, seorang rahib harus hidup membujang (tidak

diperkenankan hidup dengan wanita) karena hubungan seks

dianggap sebagai sumber dosa yang akan mengakibatkan seorang

rahib dikeluarkan dari Sangha.

Ketiga, adalah seorang rahib harus hidup dengan ahimsa

(tanpa perkosaan). Ia tidak diperkenankan membunuh atau melukai

makhluk lain. Empat dosa besar yang harus dihindari dari rahib

38 Ibid.

Page 19: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

31

adalah hidup mesum, mencuri, membunuh makhluk hidup, dan

meninggikan tinggi karena kecapan membuat mu’jizat.39

Setiap umat Buddha berhak memasuki dan bergabung dalam

Sangha dengan melalui tahap-tahap tertentu. Tahap pertama dimulai

ketika umat Buddha menerima jubah kuning dan memakai

persaudaraan para bhikkhu. Umat awam memasuki hidup

kewiharaan tanpa memiliki rumah tinggal dan hidup sebagai

pertapa. Sebelum menjadi bhikkhu ia harus menjalani hidup sebagai

calon bhikkhu (samanera) dengan mengucapkan dan menepati dasa

sila (sepuluh janji) yakni larangan untuk membunuh, mencuri, hidup

mesum, mengunjungi tempat keramaian duniawi, bersolek, tidur

pada tempat tidur yang enak dan menerima hadiah.40

Tahap yang kedua adalah seseorang yang memasuki

persaudaraan para bikkhu atau bhikkhuni, yang telah mempelajari

dharma dan menggunakan waktu luangnya untuk perenungan suci

dibawah asuhan seorang bhikkhu atau bhikkhuni sebagai gurunya

(acarya) setelah dipilih sendiri, dan setelah melakukan tahapan-

tahapan tersebut barulah diterima sepenuhnya menjadi bhikkhuni

dalam suatu upacara “upasampada” (penahbisan) yang dihadiri para

sesepuh. Jika ia wanita maka pentahbisannya dilakukan dua kali.

Pertama oleh bhikkhuni dan kemudian oleh bhikkhu Sangha. Setelah

itu barulah ia menjadi bhikkhu atau bhikkhuni.41

Sesudah menjadi bhikkhu atau bhikkhuni maka ia harus

menjalani hidup bersih dan suci sebagaimana yang telah dituliskan

dalam kitab “Vinaya Pitaka”, yaitu untuk melaksanakan 227

peraturan yang antara lain tentang:

1) Peraturan yang berhubungan dengan tata tertib

39 Heni Purwaningsih …, loc. cit., hlm. 23 40 Hilman Hadi Kusuma, Antropologi I …, loc. cit., hlm. 23

Page 20: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

32

2) Peraturan yang berhubungan dengan cara penggunaan makanan,

pakaian serta kebutuhan hidup yang lainnya

3) Cara menanggulangi nafsu keinginan dan rangsangan batin

4) Cara untuk memperoleh pengetahuan batin yang luhur untuk

menyempurnakan hati.42

Sangha adalah inti masyarakat Buddha yang dapat

menciptakan suasana yang diperlukan untuk mencapai tujuan hidup

tertinggi, yakni Nibbana. menurut kepercayaan umat Buddha,

Sangha tidak dapat dipisahkan dari dharma dan Buddha, karena

ketiganya adalah tiratana yang membentuk kesatuan tunggal dan

merupakan manifestasi berasas tiga dari yang mutlak di dunia.

C. Fungsi Tiratana dalam Agama Buddha

Tiratana dalam agama Buddha dimana tiratana dalam agama

Buddha bahwa dengan berlindung pada Buddha kita harus berusaha untuk

melaksanakan apa yang diajarkannya, dengan berlindung pada dhamma,

maka satu-satunya jalan yang tepat adalah melaksanakan dhamma itu

sendiri, tentulah dhamma akan melindungi kita dari kejahatan. Sedangkan

kalau kita berlindung pada ariya Sangha, kita harus berusaha sedapat

mungkin untuk mencontoh perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh

para ariya punggala (makhluk suci).43

Dengan menyatakan berlindung, Buddha, dhamma dan Sangha

itulah pelindung mental kita. Secara kejiwaan kita akan tenang. Makin

sering kita memikirkan Buddha, dhamma dan Sangha, aku berlindung pada

Buddha, aku berlindung pada dhmaan, aku berlindung kepada Sangha.

Kemarahan, kejengkelan itu berkurang, tetapi penderitaan belum selesai.

Oleh sebab itu kita harus meningkatkan lebih tinggi lagi dengan cara

41 Ibid., hlm. 237 42 Mukti Ali, Agama-agama di Dunia, PT. Hanindita, Yogyakarta, 1988, hlm. 131 43 Bhikkhu Guttadhama, Kemmatthana.. op. cit., hlm. 3-4

Page 21: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

33

belajar dhamma apa yang diberikan oleh tiratana kepada umat Buddha.

Buddha sebagai seorang yang menemukan obat, dhamma itulah obat,

Sangha itu seperti orang yang sudah mencoba obat itu. Sudah sembuh dan

kemudian menjadi perawat untuk membantu kita-kita yang masih belum

sembuh.44

Tiratana merupakan ungkapan keyakinan (saddha) bagi umat

Buddha. Saddha yang diungkapkan dengan kata berlindung, adanya tiratana

sebagai perlindungan telah diungkapkan sendiri oleh sang Buddha, tetapi

hakekat tiratana sebagai perlindungan terakhir hanya dapat dibuktikan oleh

setiap orang dengan mencapainya dalam bathinnya sendiri, perlindungan

itu akan timbul dan tumbuh bersama dengan proses untuk mencapainya.

Buddha dhamma dan Sangha atau tiratana adalah manifestasi,

perwujudan, pengejawantahan dari Tuhan yang Maha Esa dalam alam

semesta ini. Yang dipuja dan dianut oleh seluruh umat Buddha, dengan

berlindung dalam agama Buddha berarti suatu tindakan yang sadar yang

bertujuan untuk mencapai pembebasan yang berlandaskan pengertian dan

dorongan oleh keyakinan.45

Berlindung kepada Buddha merupakan penerimaan mantap terhadap

kenyataan bahwa seseorang dapat mencapai penerangan sempurna. Seperti

yang dialami oleh sang Buddha yang berlindung kepada dhamma berarti

memahami empat kesunyatan mulia dan melandasi hidupnya dengan jalan

mulia beruas delapan. Berlindung kepada Sangha berarti mencari dukungan

inspirasi, dan bimbingan dari sesama yang menjalankan jalan mulia beruas

delapan. Dengan melakukan hal ini seseorang menjadi umat Buddha, dan

menapakkan langkah awal pada jalan menuju nibbana.46

Tiratana yang mempunyai arti tiga permata atau dapat dikenal

sebagai perlindungan di bawah Buddha, dharma, Sangha. Di mana sang

44 Bhikku Sri Purnavaa Mahathara, Kumpulan Dhamma Desana, hlm. 60-61 45 Yayasan Dhamma Dipa Arama, Pedoman Penghayatan dan Pembabaran Agama

Buddha Madzhab Theravada di Indonesia, Jakarta, 1992, hlm. 24-26 46 Shravasti Dhammika, op. cit

Page 22: BAB II HANI - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/34/jtptiain-gdl-s1... · kuno yang sederhana namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama Tiratana

34

Buddha itu sendiri adalah guru kita. Dharma adalah penawar derita jalan

menuju nibbana, dan Sangha adalah sahabat kita. Kemudian tiga

perlindungan itu merupakan do’a yang sangat baik dapat dilaksanakan

kapan saja dan dimana saja. Akan tetapi dalam dunia buddhis, diyakini

bahwa paling baik dengan memulai hari yaitu dengan cara mengingat tiga

permata atau tiga perlindungan, yang nantinya akan menjadikannya sebagai

penutup hari sebelum umat Buddha tidur.47 Dengan mengucapkan tiga

ratana tersebut sebagai perlindungannya (tri sarawa) berarti seorang

penganut Buddha telah berikrar untuk menjadikan ketiganya sebagai

penuntun hidupnya untuk mencapai kelepasan dari segala derita.48

Tiratana juga merupakan kesaksian yang berbentuk credo

(syahadat) umat Buddha yang dapat menjadi contoh sebagai suri tauladan

yang baik yang biasa dibandingkan dengan manusia. Perlindungan yang

merupakan aturan-aturan hidup bagi umat Buddha, perlindungan terhadap

Sangha yang merupakan orda-orda atau pendeta-pendeta dalam agama

Buddha, dan tiratana juga merupakan tiga permata yang dapat menjadikan

cerminan dari tuhannya bagi umat Buddha.49

Tiga perlindungan diucapkan saat seseorang menjadi umat Buddha,

kemudian berulang kali juga diucapkan dengan sadar sebelum bermeditasi

dan setiap saat ia harus melakukannya, maka tiratana tersebut akan terus

membekas dalam batin, bahkan kendatipun ia tidak sedang

memikirkannya.50

47 PHRA Vidhur Dhammabhorn, loc. cit., hlm. 11-12 48 Abu Ahmadi, Sejarah Agama, CV. Ramadhani, Solo, 1986, hlm. 103 49 Romdon dkk, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, PT. Golden Trayon

Press, Jakarta, 1990, hlm. 96-97 50 Doroty, Pengenalan Agama Buddha, Pustaka Karaniya ke-101, 2005, hlm. 45