BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

28
19 BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT SETEMPAT 2.1. Gambaran Umum Jorong Galogandang 2.1.1. Sejarah Jorong Galogandang Masyarakat Galogandang menganggap bahwa nenek moyang mereka berasal dari daerah pusat perkembangan adat Minangkabau yaitu Pariangan. Bahkan, mereka merasa bagian dari daerah Pariangan. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa Jorong Galogandang dan Pariangan menganut laras yang sama yaitu Laras Nan Panjang. Laras atau Lareh (yang disebut dalam bahasa Minang) di Minangkabau digunakan untuk menentukan sistem adat dan pemerintahan. Ada tiga kelarasan yang dipakai oleh masyarakat Minangkabau, yaitu Koto Piliang, Bodi Caniago dan Laras Nan Panjang. Daerah Laras nan Panjang adalah seiliran batang Bangkaweh yang dimulai dari daerah Guguak dikaki gunung Marapi Utara sampai dengan Bukit Tambasi Selatan yang meliputi Guguak, Pariangan, Sialahan, Batu Basa, Galogandang, Turawan dan Balimbiang. Kelarasan Nan Panjang adalah Kelarasan tertua. Oleh karena itu mereka menjadi daerah istimewa yang ditandai dengan masyarakat yang ada di daerah ini bisa memakai adat atau tata cara yang di anut oleh laras Koto Piliang dan Bodi Caniago. Jorong Galogandang dahulunya ditemukan oleh sekelompok masyarakat dari Pariangan sewaktu mereka memperluas wilayahnya. Tempat pertama yang didatangi di daerah Galogandang adalah daerah disebelah barat Galogandang yang sekarang merupakan daerah persawahan, dan berbatasan langsung dengan nagari Batu Basa. Masyarakat dari Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

Page 1: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

19

BAB II

DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT SETEMPAT

2.1. Gambaran Umum Jorong Galogandang

2.1.1. Sejarah Jorong Galogandang

Masyarakat Galogandang menganggap bahwa nenek moyang mereka

berasal dari daerah pusat perkembangan adat Minangkabau yaitu Pariangan.

Bahkan, mereka merasa bagian dari daerah Pariangan. Hal ini sejalan dengan

kenyataan bahwa Jorong Galogandang dan Pariangan menganut laras yang sama

yaitu Laras Nan Panjang. Laras atau Lareh (yang disebut dalam bahasa Minang)

di Minangkabau digunakan untuk menentukan sistem adat dan pemerintahan. Ada

tiga kelarasan yang dipakai oleh masyarakat Minangkabau, yaitu Koto Piliang,

Bodi Caniago dan Laras Nan Panjang.

Daerah Laras nan Panjang adalah seiliran batang Bangkaweh yang

dimulai dari daerah Guguak dikaki gunung Marapi Utara sampai dengan Bukit

Tambasi Selatan yang meliputi Guguak, Pariangan, Sialahan, Batu Basa,

Galogandang, Turawan dan Balimbiang. Kelarasan Nan Panjang adalah Kelarasan

tertua. Oleh karena itu mereka menjadi daerah istimewa yang ditandai dengan

masyarakat yang ada di daerah ini bisa memakai adat atau tata cara yang di anut

oleh laras Koto Piliang dan Bodi Caniago. Jorong Galogandang dahulunya

ditemukan oleh sekelompok masyarakat dari Pariangan sewaktu mereka

memperluas wilayahnya. Tempat pertama yang didatangi di daerah Galogandang

adalah daerah disebelah barat Galogandang yang sekarang merupakan daerah

persawahan, dan berbatasan langsung dengan nagari Batu Basa. Masyarakat dari

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

20

Pariangan tersebut hidup dan berkembang sampai jumlahnya banyak sehingga

lama kelamaan tempatnya tidak cukup lagi, kemudian beberapa orang dari

kelompok tersebut pergi mencari tempat pemukiman yang baru. Mereka

berpencar-pencar membentuk kelompok sendiri sehingga pengelompokan ini

membentuk Nagari tigo (tiga) koto.

Foto 1 Foto Lambang Jorong Galogandang

Sumber: Dokumentasi Pribadi Tahun 2016

Daerah III Koto itu dalam perkembangannya merupakan sebuah nagari

yang terdiri dari tigo koto (perkampungan) yakni Padang Luar, Turawan dan

Galogandang. Penamaan dari ketiga daerah tersebut memiliki cerita tersendiri.

Disaat terbentuknya Tiga Koto, timbul permasalahan tentang apa nama dari setiap

kelompok kemudian dibawa ke dalam rapat kepala suku/penghulu pucuk untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

21

diadakan permusyawaratan bersama anak nagari. Pada saat munsyawarah

berlansung dimeriahkan oleh atraksi kesenian dengan mengirim perwakilan dari

masing-masing daerah. Pada saat acara berlangsung semua masyarakat ketakutan

dan berlari meninggalkan arena keramaian terjadi karena ada seekor kerbau yang

lepas dari tangan pembantainya, dia menyeruduk kesana kemari sehingga

membuat cemas semua masyarakat. Kerbau diusir beramai-ramai dengan berbagai

macam cara sehingga lama kelamaan kerbau kepayahan.

Pada suatu tempat, seorang pemimpin rombongan menyerukan “hentakkan

padang kalua” (hentakkan pedang keluar), baru kerbau tersebut bisa dibunuh.

Kemudian kerbau tersebut dikuliti, diambil dagingnya dan dimasak ditempat

permusyawaratan. Mengingat banyak masyarakat yang hadir, pimpinan menyuruh

kumpulkan seluruh daging kerbau yang ada dan menyerukan “atuah tulang

rawan” terjadi peristiwa kerbau mengamuk memberikan inspirasi untuk

mengabadikan peristiwa tersebut. Tempat diadakan acara berdendang anak nagari

yang diiringi dengan bunyi gendang yang “digalo” (ditabuh) diberi nama

Galogandang. Sementara itu tempat kejar mengejar kerbau dengan

menghentakkan “padang kalua” dinamakan dengan Padang Lua (Padang Luar)

yang berarti pedang yang dikeluarkan dari sarungnya. Tempat kerbau dikuliti dan

diambil dagingnya serta “diatuah tulang rawannya” (mengumpulkan tulang

rawan dengan cara mengikatnya pada seutas tali atau lidi) daerah tersebut

dinamakan Turawan. Daerah Galogandang pertama kali ditempati oleh sebuah

rombongan yang dipimpin oleh Datuak Kali Bandaro bersama tiga orang Datuak

lainnya yaitu Datuak Tanmalik dan Datuak Bijo Kayo. Mereka bersama

membangun daerah ini kemudian dianggap sebagai “inyiak” (orang tua nagari)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

22

yang dihormati oleh masyarakat sampai sekarang. Masyarakat Galogandang

merupakan keturunan langsung dari keempat orang datuak tersebut. Gelar

tersebut masih dipakai secara turun temurun sampai sekarang.

2.1.2. Kondisi Geografis Jorong Galogandang

Jorong Galogandang secara administratif merupakan bagian dari Nagari III

Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Sebelumnya, Galogandang

merupakan sebuah desa, namun sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1979 tentang

sistem pemerintahan Desa di Propinsi Sumatera Barat yaitu desa kembali ke

Nagari maka Galogandang kembali menjadi sebuah Jorong dari Nagari III Koto.

Galogandang terdiri dari empat Dusun, yaitu Dusun Guguak Raya, Dusun Tanah

Liek, Dusun Mesjid Tuo, dan Dusun Parak Laweh.

Jorong Galogandang terletak di bagian Barat Daya dari Kecamatan

Rambatan, berbatasan langsung dengan kecamatan Pariangan dan kecamatan

Batipuah. Sebelah barat berbatasan dengan Pariangan, sebelah utara berbatasan

dengan Nagari Padang Magek, sebelah selatan berbatasan dengan Padang Luar

dan sebelah timur berbatasan dengan Jorong Turawan. Jorong Galogandang

berjarak 5 kilometer dari pusat kecamatan dengan jarak tempuh waktu sekitar 15

menit. Jarak dengan Ibu Kota Kabupaten Tanah Datar yaitu di Batusangkar

berjarak 10 kilometer yang bisa ditempuh dengan waktu lebih kurang 30 menit.

Hubungan dengan pusat pemerintahan bisa dikatakan lancar dengan sarana jalan

yang sudah diaspal.

Jorong Galogandang memiliki tiga ruas jalan yang menghubungkannya

dengan daerah sekitar, yaitu dari Padang Magek, Turawan dan Batu Basa.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

23

Lancarnya hubungan ke Jorong Galogandang terutama dirasakan sejak tahun

1976. Daerah galogandang sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan

lembah sehingga jalan menuju daerah tersebut melewati daerah perbukitan dan

lembah seperti jalan dari Padang Magek yang memiliki belokan dan tikungan

yang tajam, melewati sungai (Batang) Bangkaweh dengan penurunan dan

pendakian yang tinggi sehingga harus dilewati dengan hati-hati.

2.1.3. Kondisi Demografi Jorong Galogandang

Luas wilayah Jorong Galogandang 6,23 Km2 sehingga memiliki

persentase 21.49 % dari keseluruhan wilayah Nagari III Koto, dengan jumlah

penduduk keseluruhan sebanyak 1.890 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki

976 jiwa dan perempuan 914 jiwa. Sebagian besar penduduk Galogandang

bermata pencaharian petani, pedagang dan merantau. Selain itu, masyarakat

Galogandang juga dikenal dengan daerah pembuat kerajinan tanah liat

(Gerabah) yang memproduksi peralatan memasak seperti periuk, kuali dan

berbagai macam bentuk lainnya yang terbuat dari tanah

2.1.4. Mata Pencaharian Utama Mayarakat Galogandang

Mata pencaharian penduduk Galogandang antara lain sebagai petani dan

pedagang. Mereka menjadi petani sawah. Sementara sebagia pedagang mereka

merantau ke berbagai pelosok Tanah Air. Namun yang paling banyak merantau ke

ibu kota Jakarta. Nagari Galogandang juga dikenal sebagai daerah pembuat

kerajinan gerabah dari tanah liat yang memproduksi peralatan memasak seperti

periuk, kuali dan produk dari tanah liat lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

24

Jorong Galogandang teletak pada ketinggian 540 meter diatas permukaan

laut dengan luas wilayah sekitar 350 hektar. Jorong Galogandang sebagian besar

merupakan daerah perbukitan dan ladang-ladang persawahan. Daerah pemukiman

hanya sekitar 5 hektar, empang atau kolom ikan sekitar 20 hektar, lahan

persawahan 150 hektar dan selebihnya sekitar 185 hektar merupakan daerah

perbukitan, lembah padang ilalang dan area perladangan.

Mata pencaharian sebagai pengrajin di Galogandang yang dilakukan oleh

kaum perempuan. Kaum laki-laki dalam Minagkabau sebagai pendatang di

keluarga perempuan, sehingga mereka hanya membantu dalam pekerjaan dalam

mengembangkan usaha gerabah, seperti mengambil tanah di sawah, membantu

mengambil kayu untuk pembakaran gerabah. Status suami dalam lingkungan

kekerabatan istrinya adalah dianggap sebagai "tamu terhormat", tetap dianggap

sebagai pendatang. Sebagai pendatang kedudukannya sering digambarkan secara

dramatis bagaikan "abu diatas tunggul", dalam arti kata sangat lemah, sangat

mudah disingkirkan. Namun sebaliknya dapat juga diartikan bahwa suami

haruslah sangat berhati-hati dalam menempatkan dirinya dilingkungan kerabat

istrinya. Pepatah Minang mengatur upacara yakni Sigai mancari anau, Anau tatap

sigai baranjak, Datang dek bajapuik, Pai jo baanta Ayam putieh tabang siang.

Basuluah matoari Bagalanggang mato rang banyak (Tangga mencari enau) Enau

tetap tangga berpindah datang karena dijemput Pergi dengan diantar (Bagaikan)

Ayam putih terbang siang bersuluh matahari Bergelanggang (disaksikan) mata

orang banyak.

Maksud dari pepatah diatas adalah bahwa dalam setiap perkawinan adat

Minang "semua laki-laki yang diantar ke rumah istrinya, dengan dijemput oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

25

keluarga istrinya secara adat dan diantar pula bersama-sama oleh keluarga pihak

laki-laki secara adat pula. Mulai sejak itu suami menetap di rumah atau

dikampung halaman istrinya."

2.2. PNPM Mandiri sebagai bantuan dari pemerintah

PNPM Mandiri Pedesaan adalah Program Masyarakat Mandiri Pedesaan

yang merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang

digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan

kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri

Pedesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program

Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dilaksanakan sejak tahun 1998. PNPM

Mandiri sendiri dikukuhkan secara resmi oleh presiden RI pada tanggal 30 April

2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. PNPM Mandiri pedesaan melibatkan

seluruh anggota masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif,

mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan

pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada

pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

PNPM Mandiri pedesaan menyediakan dana langsung dari pusat (APBN)

dan daerah (APBD) yang disalurkan ke rekening kolektif desa di kecamatan.

Masyarakat desa dapat menggunakan dana tersebut sebagai hibah untuk

membangun sarana/prasarana penunjang produktifitas desa, pinjaman bagi

kelompok ekonomi untuk modal usaha bergulir, atau kegiatan sosial seperti

kesehatan dan pendidikan. Setiap penyaluran dana yang turun ke masyarakat

harus sesuai dengan dokumen yang dikirimkan ke pusat agar memudahkan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

26

penelusuran. Warga desa, dalam hal ini TPK atau staf Unit Pengelola Kegiatan di

tingkat kecamatan mendapatkan peningkatan kapasitas dalam pembukuan,

manajemen, pengarsipan dokumen dan pengelolaan uang/dana secara umum serta

peningkatan kapasitas lainnya terkait upaya pembangunan manusia dan

pengelolaan pembangunan wilayah pedesaan.

Di Desa Galogandang, masyarakat setempat juga mendapatkan PNPM

Mandiri dari pemerintah. Pemberdayaan PNPM mandiri dilakukan dalam sistem

kelompok. Satu kelompok PNPM Mandiri terdiri dari 25 orang anggota.

Kelompok ini diketuai oleh salah satu dari anggota tersebut yang berfungsi untuk

mengatur semua kegiatan dalan PNPM Mandiri. Ketua kelompok ini menerima

honor sebesar Rp 500.000 per tahun. Kegiatan ini mengadakan pertemuan satu

kali dalam satu bulan. Setiap anggota membayar simpanan wajib yaitu sebesar

Rp 10.000 per bulan sesuai dengan kesepakatan kelompok tersebut. Simpanan ini

berguna untuk membeli makanan dan minuman saat mengadakan rapat. Jika lebih,

pada akhir tahun simpanan tersebut akan dibagikan kepada masing-masing

anggota.

Sebagaimana diketahui dari salah satu informan penulis Amak Yuharnis

yang mendapat pinjaman dana dari PNPM Mandiri. Amak Yuharnis mengikuti

PNPM Mandiri untuk menambah pemasukkan dari keluarganya. Jika diandalkan

dari membuat gerabah saja, tidak akan mencukupi kebutuhan hidup jangka

panjang. Amak ini mengambil pinjaman sebesar Rp 1.000.000 dalam satu tahun

dan membayar iuran sebesar Rp 115.000 per bulan. Setelah selesai pembayaran

selama satu tahun, maka Amak ini menghentikan peminjamannya, karena

menurut beliau hal ini memakai sistem bunga yang mengandung unsur riba, hal

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

27

ini bertentangan dengan paham agama yang beliau anut. Jadi beliau keluar dari

PNPM Mandiri dan kemudian beliau mengikuti kegiatan jula-jula yang dalam

bahasa Galogandang disebut “julo-julo bakuncang” yang diikuti oleh 21 orang.

Setiap bulan Amak Yuharnis membayar Rp 100.000. Dalam satu bulan akan

keluar satu nama sebagai penerima jula-jula dengan jumlah Rp 2.100.000.

Foto 2 PNPM Sekretariat Kelompok Spp Binaan Upk Gudang Balango

Sumber : Dokumentasi Pribadi tahun 2016

2.3. Tradisi Pulang Basamo

Masyarakat Minangkabau pada umumnya memiliki tradisi yang dikenal

dengan merantau. Merantau pada masyarakat Minangkabau banyak dilakukan

oleh kaum laki-laki, dimana pepatah Minangkabau mengatakan “Karantau

madang dihulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu dirumah paguno

balun“, maksud dari pepatah ini adalah anak laki-laki di Minangkabau lebih baik

pergi merantau meninggalkan kampung halaman karena merasa belum diperlukan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

28

di rumahnya. Selain itu ada faktor lain yang mendorong suatu masyarakat

merantau yaitu faktor ekonomi yang cenderung semakin banyak pengeluaran yang

lebih dari sekedar untuk makan sehari-hari. Tradisi merantau ini juga dilakukan

oleh masyarakat Galogandang. Sebagaimana diketahui menurut salah satu

informan penulis bahwa :

“Disiko masyarakatnyo banyak yang marantau, dari sabanyak 1.800 jiwa panduduak asli, ado sakitar 25% yang tingga dikampuang salabiahnyo 75% pai ka nagari urang. Umumnyo marantau ka pulau Jawa, yang biasonyo banyak di Ibu Kota Jakarta. Sahinggo masyarakat di kampuang tingga nan tuo-tuo se lai, yang mudo lah pai ka nagari urang alasannyo pai marantau untuak marubah nasib, nyo manganggap kalau dirantau banyak mandapek rasaki babeda jo dikampuang indak tau apo yang ka dikarajoan. Misalnyo kalau nan padusi nan alah basuami tu suaminyo marantau dan otomatis nyo dibaok dek suaminyo. Jadi itulah alasannyo kiniko banyak urang di Galogandang ko marantau dari pado dikampuang. Tapi disiko urang padusi yang alah tuo-tuo yang masih tingga di kampuang karajonyo mambuek pariuk dari tanah liek sabagai mato pencaharian dari daerah Galogandang ko”. “Disini masyarakatnya banyak yang merantau dari sebanyak 1.800 jiwa yang merupakan penduduk asli ada sekitar persentase 25% yang tinggal dikampung selebihnya 75% pergi merantau pergi ke negeri orang, umumnya masyarakat merantau ke Pulau Jawa yang biasanya banyak di Ibu Kota Jakarta. Sehingga masyarakat tinggal di kampung itu yang tua dan yang mudah sudah pergi ke negeri orang dengan alasan pergi merantau itu bisa merubah nasib dengan menganggap kalau dirantau banyak mendapatkan rezeki, berbeda dengan dikampung tidak tahu apa yang akan dikerjakan. Misalnya kalau yang perempuan sudah bersuami terus suaminya merantau dan otomatis anak perempuan tersebut akan dibawa merantau. Tetapi disini orang perempuan yang sudah tua-tua yang masih tinggal dikampung kerjanya membuat gerabah dari tanah liat sebagai mata pencaharian dari daerah Galogandang”.

Saat penulis melakukan penelitian di daerah Galogandang, penulis melihat

disepanjang perjalanan mulai dari gapura masuk Jorong Galogandang sampai ke

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

29

pertigaan didepan kantor Jorong Galogandang dipenuhi oleh bendera-bendera

yang bertuliskan IKAPGA (Ikatan Perantau Galogandang). Penulis berfikir begitu

semaraknya acara pulang basamo (pulang bersama) di daerah ini. Sesampainya

ditempat informan kemudian penulis menanyakan bagaimana tradisi pulang

basamo (pulang bersama) pada masyarakat Galogandang, informan tersebut

menjelaskan bahwa Lebaran merupakan momen bagi perantau Galogandang

untuk pulang ke kampong halaman. Masyarakat Galogandang menyebutnya

pulang basomo (pulang bersama).

Perantau Galogandang memiliki suatu ikatan bersama di daerah rantau

dengan nama IKAPGA ( Ikatan Perantau Galogandang). IKAPGA ini memiliki

persatuan yang bersifat persaudaran yang kuat di daerah rantau. Ikatan ini

memiliki struktur organisasi yang jelas yang berguna untuk mengkoordinasi

masyarakat yang ada di rantau. Lebaran tahun 2016 kemarin para perantau

pulang basamo (pulang bersama). Ada sekitar 1000 lebih perantau yang pulang,

sebagian menggunakan umum seperti pesawat, bus, dll. Pulang basamo ini

biasanya diadakan satu kali dalam empat tahun.

Kegiatan pulang basamo (pulang bersama) tidak hanya momen berkumpul

dengan keluarga tetapi juga untuk mengadakan berbagai macam kegiatan di

nagari, yang berguna untuk hiburan pada saat pulang bersama. Partisipasi

perantau yang pulang basamo (pulang bersama) kemarin yaitu memberikan

bantuan dana untuk pembangunan masjid lebih kurang Rp 150 juta. Selain itu

juga ada dana bantuan untuk anak yatim, risma (remaja masjid), dan lembaga

pendidikan yang ada di Galogandang. Biasanya kegiatan hiburan yang dilakukan

adalah lomba membuat gerabah dan pacu jawi (garapan sapi).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

30

2.3.1. Lomba Membuat Gerabah

Lomba membuat gerabah merupakan acara hiburan pada masyarakat

Galogandang saat pulang basamo (pulang barsama) yang diadakan oleh IKAPGA

(Ikatan Perantau Galogandang). Kegiatan ini secara tidak langsung memberikan

manfaat untuk melestarikan serta mempertahankan tradisi membuat gerabah

supaya tidak hilang. Acara tersebut dibuat seperti perlombaan yang sebagaimana

biasanya. Dari lomba tersebut akan diberi hadiah bagi pemenang yaitu juara 1

(pertama) mendapatkan Rp 750.000, juara kedua mendapatkan Rp 500.000 dan

juara ketiga mendapatkan Rp 250.000. Perlombaan diikuti oleh pengrajin-

pengrajin tanah liat di daerah tersebut, dengan kriteria penilaian cepat, tepat dan

indah. Siapa yang cepat, tepat dan paling bagus dalam membuat gerabah maka

dia berhak mendapatkan juara. Bahan serta alat disediakan oleh peserta yang

mengikuti lomba.

2.3.2. Pacu Jawi ( Garapan Sapi).

Acara ini juga diadakan oleh perantau Galogandang yang pulang basamo

(pulang bersama). Lomba ini merupakan serangkaian hiburan bagi masyarakat

perantau maupun masyarakat yang berada di kampung. Pada saat penulis

mengadakan penelitian ternyata disana sedang diadakan lomba Pacu Jawi, yang

sebelumnya penulis belum pernah menyaksikan secara langsung lomba pacu jawi

tersebut. Pacu jawi di Galogandang.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

31

Foto 3 Upacara adat saat Pacu Jawi

Sumber: Dokumentasi pribadi tahun 2016

Pacu jawi diadakan dihari keempat yaitu pada acara penutupan. Kegiatan

ini merupakan perhelatan yang besar di daerah itu. Sebelum diadakan pacu jawi

dimulai biasanya ada prosesi adat yang akan dilakukan. Jawi-jawi akan dihias

dengan menggunakan aksesoris suntiang (Aksesoris kepala). Kemudian jawi-jawi

di arak menuju arena perlombaan dengan adanya iringan musik talempong dan

ibu-ibu memakai pakaian adat warna-warni yang membawa bakul di atas kepala

masing-masing yang bisanya berisikan panganan (Baban). Itu dilakukan pada hari

pertama saat akan diadakan pacu jawi. Penulis datang pada hari keempat pacu

jawi. Pada saat itu juga diadakan perhelatan adat oleh para tetua adat serta

berbagai permainan seni budaya tradisional. Masyarakat setempat membawa

talam yang berisikan berbagai macam makanan untuk disajikan pada saat acara

tersebut. Sambil menyaksikan acaranya hidangan dinikmati oleh para tetua adat.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

32

Foto 4

Pedagang yang berjualan saat acara Pacu Jawi

Sumber: Dokumentasi Pribadi tahun 2016

Tepat pukul 12.00 WIB masyarakat ramai menuju arena sawah tempat

diadakan acara. Di arena pacu jawi juga bermunculan warung nasi, penjual kopi,

para pedang kaki lima yang berbagai macam serta tempat permainan anak-anak,

seketika tempat tersebut berubah menjadi pasar. Salah satu informan yang

bernama nenek Rasina dia sebagai pengrajin tanah liat tetapi saat momen pacu

jawi dia dan anaknya berjualan disekitar acara tersebut, mengatakan bahwa :

“Disiko kami lah acok manggaleh nasi, pas acara pacu jawi ko kesempatan anak ambo untuk manggaleh, dulu ambo iyo yang manggaleh tapi kini lah turun ka anak dan ambo hanyo manolong saketek-saketek se, jua bali pas acara ko lai lumayan karano urang yang akan ikuik pacu jawi biasonyo makan dan mangopi talabiah dahulu sabalum acara ko dimulai. Jadi sia yang manggaleh pasti lai banyak mandapek rasaki. Dahulu ambo manggaleh pical samo lontong waktu suami ambo lai iduik juo tapi kini nyo lah maningga tu anak-anak yang manolong se yang manggalehnyo lai dan anak ko pindah manggaleh nasi, minuman samo goreng-gorengan“. “Disini kami sudah sering berjualan, saat acara pacu jawi ini kesempatan yang bagus untuk mendapatkan rezeki yang lebih. Dahulu yang berjualan saya tetapi sekarang tidak lagi hanya membantu sedikit-sedikit. Berjualan pada

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

33

saat acara ini lumayan menguntungkan dikarenakan orang yang akan mengikuti lomba pacu jawi biasanya makan dan mengopi terlebih dahulu sebelum acaranya dimulai. Jadi siapa yang berjualan pasti mendapatkan banyak rezeki. Dahulu saya berjualan pecal dan lontong waktu suami masih hidup tetapi sekarang dia sudah meninggal dan kemudian digantikan oleh anak-anak saya tetapi mereka pindah berjualan nasi, minuman dan goreng-gorengan”.

Warga berbondong-bondong untuk menyaksikan acara tersebut tidak

hanya dari daerah Galogandang tetapi juga berasal dari luar daerah Galogandang.

Disana juga terlihat wisatawan mancanegara yang menyaksikan momen tersebut

sekaligus untuk mengambil foto-foto yang bagus dalam pacu jawi. Lomba pacu

jawi sendiri merupakan tradisi pada masyarakat Galogandang yang sudah ada dari

sejak zaman dahulu. Di Kabupaten Tanah Datar hanya ada empat kecamatan yang

mengadakan pacu jawi, yaitu Kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan,

Kecamatan Limo Kaum dan Kecamatan Sungai Tarab.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

34

Foto 5

Pacu Jawi di Galogandang

Sumber : Dokumentasi pribadi tahun2016

Kegiatan pacu jawi ada sejak ratusan tahun yang lalu dan menjadi hiburan

yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat setempat. Pacu Jawi tidak sama dengan

karapan sapi yang ada di daerah Madura, perbedaannya pada lahan yang

digunakan. Karapan sapi menggunakan tanah yang datar, sedangkan pacu jawi

menggunakan area sawah yang berisi air. Pacu jawi menggunakan sepasang sapi

yang telah terpasang alat bajak kemudian pacunya terbuat dari bamboo sebagai

alat untuk berpijak bagi sang joki. Setelah sang joki dan sapinya siap berada di

dalam sawah, maka sapi dikagetkan dengan berbagai cara ada yang berteriak dan

ada pula yang memukul bagian belakang sapi supaya sapi berlari dengan kencang.

Ketika sapi berlari di dalam sawah yang basah tersebut, cipratan lumpur

berterbangan, para penoton bersorak sorai dan banyak fotografer dengan senang

hati mengambil momen tersebut. Meski pacu berarti lomba kecepatan namun

yang menjadi pemenang didalam perlombaan ini adalah sapi yang harus berjalan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

35

lurus bukan sapi yang tercepat. Informan penulis yang bernama amak Sabai

menyebutkan bahwa:

“Pacu Jawi ko lomba yang sero, mancaliak jawi balari dan jokinyo banyak nan tajatuah, nyo jatuah ka sawah yang banyak aie jo tanah tu lah bakubang sadonyo. Mancaliak muko urang nan mode itu makonyo sero. Nyo lomba ko karajo samo antaro joki atau urang yang mangandaliannyo samo jawi yang akan bapacu, jawi tu ado duo, diateh jawi tu beko dilatak an alat bajak pacu yang tabuek dari batuang untuak alat pamijak si joki, salasai alat dipasang joki tagak dikayu dan jawi ditapuak atau dilacuik, pas nyo lah takajuik jawi balari, si joki mamacik buntuik jawi, siaptu lari lah jawiko, jawi yang lari nyo kancang dan luruih mako itu bisa jadi pamanangnyo. Biasonyo jawi yang rancak akan banyak peminat untuak mambali jawi, tu jawi tu baharago maha bukan gadang ketek jawi yang dicaliak tapi kancang atau indaknyo jawi tu balari”. “Pacu Jawi merupakan acara yang seru, karena melihat sapi yang berlari dan joki yang terjatuh. Joki tersebut jatuh ke sawah yang banyak air dan tanah sehingga itu yang membuat tertawa dengan wajah yang terkena lumpur. Pacu Jawi ini merupakan kerja sama antara joki (orang mengendaliakan) dengan sapi yang akan berpacu. Sapi yang akan berpacu ada dua, diatas sapi itu diletakkan alat bajak yang terbuat dari bambu sebagai alat pemijak joki. Selesai alat itu dipasang joki berdiri diatas alat pemijak tersebut sapi itu dipukul bagian belakangnya supaya sapi terkejut sehingga berlari dengan kencang. Pada saat itu joki memegang ekornya sapi. Sapi yang menang yaitu sapi yang memiliki lari kencang serta keadaan lurus dalam berlari. Biasanya sapi yang kencang berlari tersebut banyak orang yang minat untuk membelinya. Bukan dilihat dari besar atau kecil sapi tetapi dilihat dari kencang sapi tersebut berlari”.

2.4. Life Story dari Pengrajin Gerabah

Jorong Galogandang secara administratif merupakan bagian dari Nagari

III Koto, kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Jorong Galogandang

sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan persawahan, sehingga menuju

daerah tersebut melewati daerah lembah dan perbukitan. Daerah tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

36

menjadikan Galogandang mempunyai banyak bahan baku untuk membuat

gerabah. Mata pencaharian membuat gerabah dijadikan oleh sebagian masyarakat

sebagai mata pencaharian tetap. Gerabah di Galogandang sudah ada dari zaman

nenek moyang dikembangkan secara turun temurun, pengrajin menghasilkan

berbagai macam bentuk gerabah yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar

maupun di luar daerah tersebut. Adapun pengrajin gerabah di Galogandang

sebagai berikut:

A. Ibu Rina

Bu Rina seorang pengrajin gerabah yang berusia 38 tahun, pekerjaan

membuat gerabah sudah dilakukan ibu Rina sejak lama, yaitu dari sejak dia gadis

dikarenakan ibunya juga seorang pengrajin gerabah. Saudara ibu Rina tidak ada

yang membuat gerabah, melainkan saudaranya pergi merantau. Pekerjaan ini

merupakan pekerjaan yang dilakukan ibu Rina sehari-hari, rutinitasnya dimulai

dari pagi hari. Selesai sholat shubuh setelah itu ibu Rina memasak untuk keluarga

dan anak-anaknya, selesai itu membereskan anak-anaknya untuk pergi ke sekolah.

Pada jam 08.00 dia mulai bekerja sampai jam 17.00 selama waktu tersebut ibu

Rina bisa membuat gerabah sebanyak 20-25 buah, gerabah tersebut siap untuk

dijemur.

Alasan ibu Rina bekerja di rumahnya yaitu dibagian samping rumahnya,

disana juga sekalian tempat dapur ibu Rina, di depan rumahnya terdapat tempat

gudang balango, menurutnya siapa yang mau membuat gerabah diperbolehkan,

tetapi dia tidak memilih untuk bekerja disana, dia lebih memilih mengerjakan di

rumahnya alasannya dia bisa membuat gerabah yang banyak, karena bekerja tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

37

ada berhenti-henti kecuali istirahat sholat dan makan, jika disana pekerjaan

banyak berhenti-henti karena bekerja bersama-sama itu membuat pekerjaan tidak

konsentrasi. Penghasilan dari gerabah bisa didapat setelah waktu sepuluh hari,

baru setelah itu bisa mendapatkan uang yaitu Rp 800.000 bisa juga lebih atau

kurang dari segitu tergantung banyaknya yang dibakar. Jika hari musim hujan

maka proses penjemuran akan tertunda kemudian dia tidak bisa menjual sehingga

kebutuan sehari-hari masih tetap berjalan dengan mau tidak mau dia meminjam

uang kepada tetangganya. Memang pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang dapat

membantu keuangan keluarganya, tetapi jika mengandalkan itu tidak akan

tercukupi. Maka hal itu ibu Rina dan suaminya sama-sama bekerja.

Bu Rina memilki tiga orang anak perempuan, tetapi dari ketiga anaknya

tidak dibiarkan oleh bu Rina untuk meneruskan membuat gerabah, dia lebih

mendukung anaknya untuk sekolah, meskipun hal demikian anaknya pun bisa

membuat gerabah meskipun hanya bantu-bantu ketika tidak ada kegiatan sekolah.

Anaknya yang masih sekolah sehingga bu Rina untuk menambah penghasilan

untuk kebutuhan sekolah dan biaya sehari-hari. Pekerjaan dari suami ibu Rina

adalah seorang petani mereka saling membantu untuk memenuhi kebutuhan

hidup.

Sekolah bagi ibu Rina merupakan hal yang penting, karena dia tidak mau

kalau anaknya seperti anak-anak gadis lain yang putus sekolah karena hal-hal

yang tidak diinginkan. Karena banyaknya perempuan-perempuan Galogandang

yang salah pergaulan, sehingga dia cepat menikah otomatis membuat mereka akan

putus sekolah. Anak pertamanya duduk di bangku SMP ( Sekolah Menengah

pertama), yaitu kelas 3 SMP. Dia sekolah di SMP Rambatan yang berada di luar

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

38

daerah Galogandang, anaknya termasuk siswa yang aktif baik dalam kegiatan

maupun kegiatan diluar kegiatan belajar.

Anak keduanya duduk di kelas 1 SMP, dia merupakan anak yang sangat

gigih untuk sekolah diluar daerahnya, dimana dia ingin memasuki sekolah unggul

yang berada jauh dari Galogandang, dengan semangat yang tinggi serta kemauan

yang keras ibu Rina selalu mendukung kemaun dari anak-anaknya. Ternyata apa

yang diinginkan oleh anaknya tidak tercapai yaitu masuk sekolah unggul tetapi

masih memasuki SMP yang bagus di Batusangkar. Memang anak ibu Rina yang

kedua lebih pintar dari yang pertama, sehingga dia untuk sekolah selalu hal yang

terbaik. Dia menggunakan kacamata sekilas penulis melihatnya yaitu seorang

yang lemah dan tidak memilki semangat yang tinggi untuk sekolah tetapi hal

tersebut tidak sebagai hambatan baginya demi mencapai cita-cita. Terkadang dia

juga merasa terganggu dengan penglihatannya yaitu merasakan sakit kepala dan

agak susah melihat. Ibu Rina mengatakan kalau anaknya itu terkena oleh batu-

bata, dimana orang yang sedang menurunkan batu-bata kemudian dia berlari-lari

menuju tempat tersebut tanpa sengaja batu tersebut terjatuh kemudian mengenai

matanya, semenjak itulah dia menggunakan kaca mata. Sudah kesana-kemari

untuk berobat tetapi matanya masih belum bisa sembuh sehingga harus

menggunakan kacamata jika dia melepasnya maka akan sakit kepala. Anak ketiga

masih duduk di SD ( Sekolah Dasar), dia juga anak yang rajin dan suka membantu

ibu Rina untuk membuat gerabah jika tidak sedang sekolah atau dalam waktu

libur.

Ibu Rina membiasakan ketiga anaknya untuk disiplin, terlihat dari setiap

anak sudah memiliki tugas atau pekerjaan masing-masing khusunya dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

39

pekerjaan rumah, sehingga mereka tahu apa yang dilakukan sebagai seorang anak

dan kewajibannya masing-masing, maka ketiga anak-anaknya tidak boleh

keluyuran atau bermain-main sampai lupa waktu. Alasan ibu Rina memilih

pekerjaan membuat gerabah dari pada pergi ke sawah atau ladang yaitu bisa

menjaga dan memperhatikan anaknya, seperti sekolah, mengaji dan hal-hal yang

lainnya. Jika memilih pekerjaan ke sawah atau ke ladang maka dia khawatir jika

anaknya tidak ada yang memperhatikan, alasan yang lain kalau ini pekerjaan yang

tidak panas-panasan seperti bertani atau berladang.

B. Ibu Yurnalis

Hari kedua peneliti mencari informan ternyata bertemu dengan ibu Yurnalis

yang sedang duduk sambil memukul-mukul gerabah, peneliti mendekatinya

kemudia berkenalan dengan ibu Yurnalis. Wanita ini berusia 60 tahun beliau

seorang janda yang ditinggalkan suaminya. Beliau memiliki dua orang suami

yang pertama suaminya meninggal dunia, dan yang kedua mereka cerai hidup. Ibu

Yurnalis memiliki 5 orang anak. Anak dari ibu Yurnalis yaitu laki-laki semua

tidak ada yang perempuan. Anak yang hidup hanya 4 (empat) orang, dan yang

satunya lagi meninggal, ibu Yurnalis sangat sedih dengan kematian anaknya,

karena anaknya meninggal waktu masih kecil dikarenakan sakit. Anaknya ada

yang merantau di pulau Jawa dan ada pula yang tinggal dirumah. Ibu Yurnalis

memiliki 4 (empat) Orang cucu, 2 (dua) orang laki-laki dan 2 (dua) orang

perempuan.

Pekerjaan ini dilakukan setiap hari, sudah menjadi pekerjaan yang tetap.

Melakukan ini sudah sejak lama, semenjak beliau putus sekolah maka beliau

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

40

disuruh oleh ibunya untuk membuat gerabah, maka beliau sudah tidak asing lagi

dengan tanah liat. Pekerjaan lain selain membuat gerabah sudah pernah dia

lakukan yaitu membuat batu-bata. Menurutnya lebih enak bekerja membuat

gerabah dari pada batu-bata. Makanya sampai sekarang beliau membuat gerabah

dan meninggalkan pekerjaan membuat batu-bata. Dahulu beliau pernah juga

menjual gerabah. Menurut ibu Yurnalis bahwa:

“manjua pariuk ko alah amak lakuan ka berbagai daerah di lua Galogandang, amak manjua pariuk ko lah lamo bana, waktu anak amak masih sakolah. Amak mambuek sambia manjua, pai manjua ka lintau, manjua pariuk ka lintau salamo duo hari, manjua pakai rotan yang dijujuang dan diatehnyo disusun pariuk-pariuk yang akan dijua. Amak pai hari sabtu tu pulangnyo hari senin, zaman dahulu urang alun banyak yang manjajoan pariuk ko, tu amak pai manjuanyo lai agak lamak, pitihnyo lai banyak, karano saingan dan umua lah tuo pulo tu ndak pai lah manggaleh lai. “ menjual gerabah Amak melakukan keluar daerah Galogandang, Amak menjual gerabah sudah sejak lama. Waktu Anaknya masih sekolah, Amak membuat dan juga menjual gerabah. Pergi menjual ke daerah Lintau, menjual gerabah yaitu selama dua hari. Menjual menggunkan rotan yang dijujung diatas kepala yang diatas rotan tersebut disusun gerabah yang akan dijual. Amak pergi hari sabtu terus pulangnya senin. Zaman dahulu orang belum banyak yang menjual gerabah sehingga Amak lebih banyak mendapatkan uang, tetapi seiring berjalannya waktu adanya saingan yang semakin banyak dan umur yang semakin tua menjadikan Amak tidak berjualan lagi”.

Pekerjaan membuat gerabah merupakan pekerjaan yang dapat memenuhi

kebutuhan ibu Yurnalis, karena beliau hanya bisa melakukan pekerjaan tersebut,

ibu Yurnalis dengan umur yang tidak muda lagi bisa membuat gerabah sebanyak

20 buah dalam satu hari. Beliau membuat gerabah dimulai dari pagi hari sampai

sore hari, ibu Yurnalis mendapatkan penghasilan kira-kira Rp 1.000.000 setiap

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

41

bulannya atau sesuai dengan banyaknya pesanan. Memang ibu Yurnalis selalu

banyak pesanan hanya saja tenaga dan waktunya yang tidak banyak. Diwaktu

peneliti, pergi ke tempat ibu Yurnalis yang sedang mengerjakan pesanan dari

pelanggannya yaitu sebanyak 1000 gerabah. Menurut penjelasan informan sebagai

berikut:

“ Amak sadang mambuek pasanan dari urang Pariaman, urang tu mamasan sabanyak 1000, tapi alah siap 600 buah, yang 150 ko lah siap untuak dibaka, Amak samo urang ko lah lamo jadi langganan. Urang ko nyo maisi untuak kadai-kadai yang ado di daerah Pariaman, makonyo pasanannyo salalu banyak. Nyo mambiak ka Amak saharago Rp 7.500 yang ketek dan 10.000 yang gadang nyo”. “ Amak sedang membuat pesanan dari orang Pariaman, orang itu memesan sebanyak 1000, tapi yang sudah siap 600 buah, yang 150 buah ini siap untuk dibakar, Amak dengan orang itu sudah lama menjadi langganan. Orang ini mengisi untuk toko-toko yang ada di Pariaman, makanya pesanannya selalu banyak. Dia mengambil dengan seharga Rp 7.500 yang kecil dan yang besarnya seharga Rp 10.000”.

Membuat gerabah dilakukan oleh ibu Yurnalis sendiri saja, karena beliau

tidak memiliki anak perempuan, beliau memilih pekerjaan tersebut dari pada pergi

merantau dengan anaknya. Beliau beralasan kalau pergi sama anaknya maka suatu

beban juga oleh anaknya, karena anaknya masih belum memiliki banyak uang,

makanya beliau lebih baik di kampung membuat gerabah dan dapat penghasilan

sendiri. Pekerjaan ini memang dilakukan sendiri oleh ibu Yurnalis mulai dari

mengambil tanah sampai membakarnya menjadi sebuah gerabah yang siap untuk

dijual. Anak dari ibu Yurnalis berada dirumah dia membantu ibu Yurnalis hanya

untuk membawa tanah dengan motor dari tempat pengambilan tanah sampai di

rumah.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

42

C. Ibu Sabai

Hari selanjutnya peneliti melakukan perjalanan menuju kedalam kampung,

ternyata melihat ibu yang sedang membakar gerabah. Peneliti mendekati ibu

tersebut dan mulai bertanya-tanya tentang gerabah. Ibu Sabai adalah seorang

janda yang ditinggalkan meninggal oleh suaminya. Beliau berumur 60 tahun tetapi

masih kuat untuk bekerja. Pekerjaan ini dilakukan sudah sejak lama, pada saat ini

bekerja tidak terlalu dipaksa. Ibu Sabai tinggal dengan seorang cucunya, yang

bernama Adi, ibu Sabai tinggal bersama cucunya dikarenakan cucunya tidak

memilki ibu lagi, kemudian Adi tinggal dengan ibu tirinya. Karena hal tersebut

ibu Sabai merasa kasian jika Adi hidup dengan ibu tiri kemudian ibu Sabai

membawa Adi untuk tinggal di kampung bersama dengannya.

Pekerjaan membuat gerabah ini dilakukan dengan temannya, hasilnya bagi

dua, dia tidak kuat lagi untuk melakukan pekerjaan yang berat seperti mahinja

tanah. Adanya kerjasama dengan temannya tersebut maka dia masih bisa

membuat gerabah. Membuat gerabah dilakukan sebagai pekerjaan untuk mengisi

waktunya, dari pada duduk-duduk lebih bagus bekerja. Pekerjaan ini sudah

ditekuni sejak lama, tetapi karena beliau sudah mulai tua dan anak-anaknya sudah

ada yang merantau maka kadang-kadang beliua ikut bersama anaknya. Mulai

bekerja dari pagi hari dan selesai sampai sore hari. Gerabah yang dapat beliau

hasilkan yaitu sebanyak 15 buah. Tergantung macam atau bentuk yang dibuat. Ibu

Sabai mengatakan jika membuat gerabah merupakan pekerjaan yang tidak susah,

karena kebiasaan serta kemahiran seseorang, maka dapat menghasilkan gerabah.

Kemuadian tradisi ini yang selalu dikembangkan oleh masyarakat Galogandang

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

43

sampai saat sekarang ini.Begitulah waktu yang dihabiskan sehari-hari oleh ibu

Sabai memnuat gerabah dan merawat cucunya.

Menurut Home Affairs (dalam Suryana 2013:46) menjelaskan bahwa,

Modal Insani (Human Capital) Salah satu modal insani dalam ekonomi kreatif

yang terpenting adalah modal intelektual, yaitu berupa kecakapan, pengetahuan,

keterampilan, dan motivasi untuk menghasilkan kekayaan intelektual, seperti

paten, merek barang, royalti, dan desain. Menurut David Parrish (dalam Suryana

2013:47), “Kekayaan intelektual merupakan modal pokok industri kreatif yang

menciptakan aktivitas-aktivitas, keterampilan, bakat individual, yang berpotensi

untuk menciptakan lapangan kerja dan kekayaan secara turun temurun melalui

kekayaan intelektual. Kekayaan intelektual merupakan aset yang tak terlihat dan

merupakan tiang penyangga perusahaan”. Modal intelektual merupakan perkalian

antara kompetensi dengan komitmen. Artinya, seseorang yang memiliki

kompetensi saja tidak cukup, bila tidak dibarengi dengan komitmennya.

Seseorang yang memiliki kompetensi, tetapi kurang komitmen maka ia memiliki

modal intelektual yang rendah. Sementara itu, kompetensi itu sendiri merupakan

perkalian antara kapabilitas (kemampuan) dengan tanggung jawab dan

kewenangan (autority). Memiliki kemampuan saja tidak cukup apabila tidak

didukung oleh tanggung jawab dalam menggunakan kemampuannya.

Selanjutnya, kapabilitas merupakan perkalian antara keterampilan dan

pengetahuan. Seseorang yang cakap saja tidak cukup, tetapi harus cakap dan

cukup ilmu pengetahuan.

Sebagaimana diketahui bahwa para pengrajin gerabah merupakan orang-

orang yang memiliki modal intelektual, yaitu berupa kecakapan, pengetahuan,

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

44

keterampilan, dan motivasi untuk menghasilkan kekayaan intelektual, seperti

paten, merek barang, royalti, dan desain. Dengan demikian, Pengrajin gerabah

memiliki intelektual, komitmen, kompetensi, dan kapabilitas yang baik dalam

menjalankan usaha mereka sehingga bisa maju dan berkembang (dalam Suryana

2013:46-49).

2.5. Usaha Gerabah bagi Generasi Muda

Galogandang merupakan daerah penghasil gerabah yang melimpah di

Sumatera Barat. Gerabah ini dibuat oleh kaum perempuan di desa tersebut.

Namun saat ini cenderung generasi muda kurang berminat untuk mengeluti usaha

kerajinan gerabah, dikarekan pemuda setempat lebih memilih pendidikan dan

pergi merantau. Sebagaimana diketahui merantau pada masyarakat Minangkabau

dilakukan oleh kaum laki-laki, tetapi karena perkembangan zaman sehingga kaum

perempuan juga banyak yang merantau. Maka dari itu cenderung tidak ada

generasi muda yang membuat gerabah di Galogandang. Menurut salah seorang

informan penulis sebagai berikut:

“Disiko masyarakatnyo banyak yang marantau, dari sabanyak 1.800 jiwa panduduak asli, ado sakitar 25% yang tingga dikampuang salabiahnyo 75% pai ka nagari urang. Umumnyo marantau ka pulau Jawa, yang biasonyo banyak di Ibu Kota Jakarta. Sahinggo masyarakat di kampuang tingga nan tuo-tuo se lai, yang mudo lah pai ka nagari urang alasannyo pai marantau untuak marubah nasib, nyo manganggap kalau dirantau banyak mandapek rasaki babeda jo dikampuang indak tau apo yang ka dikarajoan. Misalnyo kalau nan padusi nan alah basuami tu suaminyo marantau dan otomatis nyo dibaok dek suaminyo. Jadi itulah alasannyo kiniko banyak urang di Galogandang ko marantau dari pado dikampuang. Tapi disiko urang padusi yang alah tuo-tuo yang masih tingga di kampuang karajonyo mambuek pariuk dari tanah liek sabagai mato pencaharian dari daerah Galogandang ko”.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

45

“Disini masyarakatnya banyak yang merantau dari sebanyak 1.800 jiwa yang merupakan penduduk asli ada sekitar persentase 25% yang tinggal dikampung selebihnya 75% pergi merantau pergi ke negeri orang, umumnya masyarakat merantau ke Pulau Jawa yang biasanya banyak di Ibu Kota Jakarta. Sehingga masyarakat tinggal di kampung itu yang tua dan yang mudah sudah pergi kenegeri orang dengan alasannya pergi merantau itu bisa merubah nasib dengan menganggap kalau dirantau banyak mendapatkan rezeki, berbeda dengan dikampung tidak tau apa yang akan dikerjakan. Misalnya kalau yang perempuan sudah bersuami terus suaminya merantau dan otomatis anak perempuan tersebut akan dibawa merantau. Tetapi disini orang perempuan yang sudah tua-tua yang masih tinggal dikampung kerjanya membuat gerabah dari tanah liat sebagai mata pencaharian dari daerah Galogandang”.3

“Etek lebih suka anak-anaknya untuk sekolah dari pada tidak sekolah. Biar dia tidak seperti Etek sebagai pembuat gerabah, karena membuat gerabah kerjanya tidak sebanding dengan uang yang didapat. Uangnya hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Kalau anak Etek sekolah maka dia bisa bekerja besok, kerja itu enak.

Berbagai macam alasan bagi generasi muda untuk tidak membuat gerabah,

selain alasan merantau ada juga dengan alasan lebih memilih pendidikan dari pada

sebagai pengrajin gerabah. Pendidikan pada generasi muda di Galogandang

cenderung sudah semakin maju. Dikarenakan pemikiran dari orang tua di

Galogandang juga sudah semakin maju, beliau tidak mau bahwa anaknya seperti

beliau sebagai pengrajin, kalau bisa anaknya bisa melanjutkan pendidikan

kejenjang yang lebih tinggi, sehingga bisa merubah nasib. Menurut salah seorang

informan penulis, sebagai berikut:

“Etek iyo labiah suko anak-anak etek untuak sakolah dari pado inyo indak sakolah, bia inyo indak bantuak etek mambuek pariuk, karano mambuek pariuk ko, karajo nyo ndak sebandiang lo jo piti yang di dapek jadi, hanyo bisa untuak sahari-hari sajo. Kalau anak etek sakolah inyo kan lai bisa karajo bisuak,karajo tu lamak, istilahnyo lai bagaji, jadi rancak inyo sakolah dari pado indak”.

3Ibid hal 31

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II DESA GALOGANDANG DAN AKTIVITAS MASYARAKAT ...

46

Istilahnya dia bisa memiliki gaji, jadi lebih baik dia bekerja dari pada tidak”.

Generasi muda di daerah Galogandang memang lebih banyak yang

memilih pendidikan. Dengan demikian adanya pendidikan maka generasi muda

di Galogandang cenderung memiliki pekerjaan yang lebih enak dari pada sebagai

pengrajin. Memilih pekerjaan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti

Guru, Dokter, dan propesi lainnya. Banyak faktor yang membuat generasi muda

untuk tidak membuat gerabah diantaranya pendidikan dan merantau.

Universitas Sumatera Utara