BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan...

26
5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi kalor atau panas (heat) karena adanya perbedaan temperatur. Dimana, energi kalor akan berpindah dari temperatur media yang lebih tinggi ke temperatur media yang lebih rendah. Proses perpindahan panas akan terus berlangsung sampai ada kesetimbangan temperatur yang terjadi pada kedua media tersebut. Proses terjadinya perpindahan panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. 2.1.1 Perpindahan panas secara konduksi Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi pada suatu media padat, atau pada media fluida yang diam. Konduksi terjadi akibat adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada media tersebut. Ilustrasi perpindahan panas secara konduksi seperti digambarkan pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi Sumber : (maslatip.com) Konsep yang ada pada konduksi merupakan suatu aktivitas atomik dan molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi dari partikel yang lebih energetik (molekul yang lebih berenergi atau bertemperatur tinggi) menuju partikel yang kurang energetik (molekul yang kurang berenergi atau bertemperatur lebih rendah), akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut.

Transcript of BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan...

Page 1: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

5

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Perpindahan Panas

Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi kalor atau

panas (heat) karena adanya perbedaan temperatur. Dimana, energi kalor akan

berpindah dari temperatur media yang lebih tinggi ke temperatur media yang lebih

rendah. Proses perpindahan panas akan terus berlangsung sampai ada kesetimbangan

temperatur yang terjadi pada kedua media tersebut. Proses terjadinya perpindahan

panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.1.1 Perpindahan panas secara konduksi

Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi pada

suatu media padat, atau pada media fluida yang diam. Konduksi terjadi akibat adanya

perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang lain pada

media tersebut. Ilustrasi perpindahan panas secara konduksi seperti digambarkan

pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Proses perpindahan panas secara konduksi

Sumber : (maslatip.com)

Konsep yang ada pada konduksi merupakan suatu aktivitas atomik dan

molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi

dari partikel yang lebih energetik (molekul yang lebih berenergi atau bertemperatur

tinggi) menuju partikel yang kurang energetik (molekul yang kurang berenergi atau

bertemperatur lebih rendah), akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut.

Page 2: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

6

Proses perpindahan panas secara konduksi pada steady state melalui dinding datar

suatu dimensi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Perpindahan panas konduksi pada bidang datar

Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)

Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier (Fourier Law of Heat

Conduction) tentang konduksi, yang persamaan matematikanya dituliskan sebagai

berikut ( Kreith, Frank, 1997):

푞 = −푘퐴 ..................................................................... (2.1)

Dimana:

푞 = Laju perpindahan panas konduksi (W)

k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)

A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m)

= Gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m)

Tanda (-) diselipkan agar memenuhi hukum Thermodinamika II, yang

menyebutkan bahwa, panas dari media bertemperatur lebih tinggi akan bergerak

menuju media yang bertemperatur lebih rendah.

2.1.2 Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dari

suatu permukaan media padat atau fluida yang diam menuju fluida yang mengalir

atau bergerak, begitu pula sebaliknya, yang terjadi akibat adanya perbedaan

temperatur. Ilustrasi perpindahan panas secara konveksi digambarkan seperti Gambar

2.3

Page 3: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

7

Gambar 2.3 Proses perpindahan panas secara konveksi

Sumber: (nasrulbintang.files.wordpress.com)

Suatu fluida memiliki temperatur (T) yang bergerak dengan kecepatan (V),

diatas permukaan benda padat (Gambar 2.4). Temperatur media padat lebih tinggi

dari temperatur fluida, maka akan terjadi perpindahan panas secara konveksi dari

benda padat ke fluida yang mengalir.

Gambar 2.4 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir

Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)

Laju perpindahan panas konveksi mengacu pada Hukum Newton tentang

pendinginan (Newton’s Law of Cooling) (Incopera and De Witt), dimana:

푞 = ℎ.퐴 . (푇 − 푇 )........................................................ . (2.2)

Dimana:

푞 = Laju perpindahan panas konveksi (W)

ℎ = Koefisien perpindahan panas konveksi (푊/푚 .퐾)

퐴 = Luas permukaan perpindahan panas (푚 )

Page 4: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

8

푇 = Temperatur permukaan (K)

푇 = Temperatur fluida (K)

Menurut perpindahan panas konveksi, aliran fluida dapat diklasifikasikan

menjadi:

a. Konveksi paksa (forced convection). Terjadi bila aliran fluida disebabkan

oleh gaya luar. Seperti: blower, pompa, dan kipas angin.

b. Konveksi alamiah (natural convection). Terjadi bila aliran fluida

disebabkan oleh efek gaya apungnya (bouyancy forced effect). Pada fluida,

temperatur berbanding terbalik dengan massa jenis (density). Dimana,

semakin tinggi temperatur suatu fluida maka massa jenisnya akan semakin

rendah, begitu pula sebaliknya.

2.1.3 Perpindahan Panas Radiasi

Perpindahan panas radiasi dapat dikatakan sebagai proses perpindahan panas

dari satu media ke media lain akibat perbedaan temperatur tanpa memerlukan media

perantara. Peristiwa radiasi akan lebih efektif terjadi pada ruang hampa, berbeda dari

perpindahan panas konduksi dan konveksi yang mengharuskan adanya media

perpindahan panas. Ilustrasi perpindahan panas secara radiasi digambarkan seperti

gambar 2.5.

Gambar 2.5 Proses perpindahan panas secara radiasi

Sumber : (maslatip.com)

Besarnya radiasi yang dipancarkan oleh permukaan suatu benda nyata

(real)(푞 . ), adalah:

푞 . = 휀.휎.푇 .퐴............................................................... (2.3)

Page 5: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

9

Sedangkan, untuk benda hitam sempurna (black body), dengan nilai emisivitas

(ε = 1) memancarkan radiasi (푞 . ), sebesar:

푞 . = 휎.푇 .퐴................................................................. (2.4)

Untuk laju pertukaran panas radiasi keseluruhan, antara permukaan dengan

sekelilingnya (surrounding) dengan temperatur sekeliling (푇 ), adalah:

푞 = 휀.휎. 푇 − 푇 .퐴............................................... (2.5)

Dimana:

푞 = laju pertukaran panas radiasi (W)

휀 = Nilai emisivitas suatu benda (0≤ ε ≤ 1)

휎 = Konstanta proporsionalitas, disebut juga konstanta Stefan Boltzmann.

Dengan nilai 5,67 푥 10 (푊/푚 퐾 )

퐴 = Luas bidang permukaan (푚 )

푇 = Temperatur benda (K)

Dalam hal ini semua analisis tentang temperatur dalam pertukaran panas

radiasi adalah dalam temperatur mutlak (absolut) yaitu Kelvin (K).

2.2 Konstanta Matahari

Lapisan fotosfer memancarkan suatu spectrum radiasi yang terus menerus

(continous), yang sekiranya cukup dapat dikatakan sebagai sebuah radiator sempurna

pada temperatur 5762° K. Skema letak bumi terhadap matahari ditunjukkan pada

gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Bola matahari

Sumber : (Arismunandar, Wiranto., 1995)

Page 6: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

10

Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari (퐸 ), adalah sama dengan

hasil perkalian konstanta Stefan Boltzmann (σ), pangkat empat temperatur absolut

(푇 ), dan luas . 푑 (Arismunandar. Wiranto., 1995):

퐸 = 휎.휋. 푑 .푇 ................................................................. (2.6)

Dimana:

퐸 = Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari (W)

푇 = Temperatur permukaan matahari (K)

푑 = diameter matahari (m)

Pada Gambar 2.6 dijelaskan radiasi kesemua arah dimana energi yang

diradiasikan mencapai luas permukaan bola dengan matahari sebagai titik tengahnya.

Jari-jari (R) adalah sama dengan jarak antara matahari dan bumi. Luas permukaan

bumi dapat dihitung dengan persamaan 4.휋.푅 , dan fluks radiasi (G) (푊/ 푚 ). Pada

satu satuan luas dari permukaan bumi tersebut dinamakan iradiasi. Dari penjelasan

tersebut diperoleh persamaan (Arismunandar. Wiranto., 1995):

퐺 = . ..

........................................................................ (2.7)

Dengan garis tengah matahari (푑 ) 1,39 푥 10 m, temperatur permukaan

matahari (푇 ) 5762 K, dan jarak rata-rata antara matahari dan bumi sebesar (R)

1,5 푥 10 m, maka fluks radiasi persatuan luas dalam arah yang tegak lurus pada

radiasi tepat atmosfer bumi adalah (Arismunandar. Wiranto., 1995):

퐺 = , . ( ). , . .

.( , . )

퐺 = 1353 푊 푚⁄

Faktor konveksi satuan untuk fluks radiasi yaitu

1,940 푐푎푙 푐푚 ; 429 퐵푡푢 (푗푎푚 − 푓푡 ) ; 4,871 푀퐽 (푚 . 푗푎푚)⁄⁄⁄ .

2.3 Radiasi Matahari

Energi radiasi yang menimpa permukaan suatu benda, maka sebagian energi

radiasi tersebut akan dipantulkan (reflection), sebagian akan diserap (absorbtion),

dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisition), seperti tergambar pada Gambar

2.7

Page 7: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

11

Gambar 2.7 Bagan pengaruh radiasi datang

Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)

Bagian yang dipantulkan (refleksivitas(ρ)), bagian yang diserap

(absorbsivitas(α)), dan bagian yang diteruskan (transmisivitas(τ)). Pada benda bening

seperti kaca atau benda transparan lainnya (Holman J.P., 1985), maka:

휌 + 훼 + 휏 = 1...................................................................... (2.8)

Sedangkan untuk benda padat lainnya yang tidak meneruskan radiasi thermal,

nilai transmisivitas dianggap nol (Holman J.P., 1988), sehingga:

휌 + 훼 = 1.............................................................................. (2.9)

Ada dua fenomena yang dapat diamati bila radiasi menimpa permukaan suatu

benda. Jika sudut jatuh sama dengan sudut refleksi, maka dikatakan refleksi tersebut

spektakular (spectaculer). Jika berkas jatuh radiasi tersebar merata ke segala arah

sesudah refleksi, maka dikatakan refleksi tersebut sebagai refleksi baur (difuse).

Kedua jenis refleksi tersebut tergambar seperti Gambar 2.8

Gambar 2.8 Fenomena refleksi spektakular (a) dan refleksi baur (b)

Sumber : (Holman J.P., 1985)

Radiasi datang Refleksivitas (ρ)

Absorbsivitas (α)

Transmisivitas (τ)

Page 8: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

12

Intensitas radiasi matahari akan berkurang penyerapan dan pemantulan yang

dilakukan oleh atmosfer, sebelum intensitas matahari mencapai permukaan bumi.

Ozon pada lapisan atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek

(ultraviolet). Sedangkan, karbon dioksida dan uap air menyerap sebagian radiasi

dengan panjang gelombang yang lebih panjang (infrared). Selain pengurangan

radiasi bumi langsung (radiasi sorotan) oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi

yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu, dan uap air di atmosfer. Dimana

radiasi yang dipancarkan tersebut mencapai bumi sebagai radiasi sebaran, seperti

yang ditunjukkan Gambar 2.9

Gambar 2.9 Radiasi sorotan dan radiasi sebaran

Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)

Penjumlahan radiasi sorotan (beam) (퐼 ), dan radiasi sebaran (difuse) (퐼 ),

merupakan radiasi total (I) pada permukaan horizontal per jam. Hal ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

퐼 = 퐼 + 퐼 ............................................................................ (2.10)

Nilai radiasi total (I) dapat juga dihitung dengan menggunakan bantuan alat

solarymeter.

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Radiasi Matahari di Bumi

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi matahari pada suatu

permukaan di bumi antara lain:

Radiasi sorotan awan

Radiasi sebaran

Page 9: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

13

a. Posisi matahari

b. Lokasi dan kemiringan permukaan

c. Waktu matahari

d. Keadaan cuaca

a. Posisi Matahari

Sepanjang bumi mengelilingi matahari pada suatu lintasan yang berbentuk

elips, yang disebut sebagai bidang ekliptika. Bidang ini membentuk sudut 23,5°

terhadap bidang equator. Akibat peredaran bumi mengelilingi matahari,

menimbulkan dampak perubahan musim pada permukaan bumi. Di Indonesia

sendiri, ada dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi

pada saat posisi matahari berada paling jauh diselatan bagi belahan bumi bagian

utara (pada umumnya terjadi pada bulan Desember). Sedangkan musim kemarau

terjadi pada saat posisi matahari berada pada titik paling utara bagian bumi (pada

umumnya terjadi pada bulan Juni).

Gambar.2.10 Posisi Peredaran Matahari

Sumber: (elizarachma.blogspot.com)

Terdapat 4 kedudukan bumi pada orbitnya, yaitu sebagai berikut.

a. Tanggal 21 Maret Dilihat dari Bumi, Matahari tepat berada pada garis

khatulistiwa (0º). Karenanya, Matahari seolah-olah terbit tepat di sebelah timur.

Demikian pula, Matahari seolah-olah tenggelam tepat di sebelah barat.

Page 10: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

14

b. Tanggal 21 Juni, dilihat dari Bumi, Matahari tampak berada pada 23½º lintang

utara (LU). Karenanya, Matahari seolah-olah terbit agak sedikit bergeser ke

utara.

c. Tanggal 23 September, diamati dari Bumi, Matahari tampak kembali berada

pada garis khatulistiwa. Akibatnya, Matahari seolah-olah terbit tepat di sebelah

timur.

d. Tanggal 22 Desember, Matahari tampak berada pada 23½º lintang selatan (LS)

jika dilihat dari Bumi. Hal ini menyebabkan Matahari seolah-olah terbit agak

sedikit bergeser ke selatan.

b. Lokasi dan kemiringan permukaan

Lokasi dan kemiringan permukaan benda ditentukan oleh besarnya sudut

datang radiasi pada permukaan benda tersebut. Hubungan geometrik antara

permukaan benda terhadap radiasi matahari yang datang, dapat dinyatakan dalam

beberapa sudut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11

Gambar 2.11 Sudut zenith, sudut kemiringan, sudut azimuth permukaan, sudut azimuth

surya

Sumber: (Duffie dan Beckman, 1980)

Dalam gambar 2.11 sudut zenith θz diperlihatkan sebagai sudut antara sudut

zenith z, atau garis lurus diatas kepala, dan garis pandang ke matahari. Sudut azimuth

θA, yaitu sudut antara garis yang mengarah ke utara dan proyeksi garis pandang ke

Page 11: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

15

matahari pada bidang horizontal, kea rah timur dianggap positif. Sudut zenith dapat

ditenukn dengan rumus sebagai berikut:

Cos θz = sin δ sin Ø + cos δ cos Ø cos ω………………… (2.11)

Deklinasi δ, yaiu sudut yang dibentuk oleh matahari dengan bidang equator,

ternyata berubah sebagai akibat kemiringan bumi, + 23.45o musim panas (21 juni) ke

– 23.45o musim dingin (21 desember), yang dapat dilihat pada gambar. Harga

deklinasi pada tiap saat dapat diperkirakan dari persamaan berikut:

δ = 23,45 sin (360 ) …………………………… (2.12

Dimana:

n = hari dari tahun yang bersangkutan

Sudut jam ω, dri definisi diatas adalah sama dengan nol pada tengah hari surya

(solr noon), positif untuk pagi hari.

Sebagai pengganti sudut zenith θz , kadang-kadang digunakan sudut ketinggian

surya (solar altitude angle) h = 90o - θz. sudut azimuth θA dapat diturunkan dengn

metode yang sama dan dinyatakan sebagai berikut:

Cos θA = ɸɸ .

……………………………… (2.13)

N

δ

S

Gambar 2.12 Deklinasi matahari, posisi dalam panas

Beberapa pengertian sudut-sudut dalam hubungannya dengan posisi bumi-

matahari:

Ø = Sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat di permukaan bumi terhadap

equator, dimana arah utara-selatan, -90 ≤ Ø ≤ 90, dengan utara positif.

Page 12: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

16

θ = Sudut datang berkas sinar (angel of incident), sudut yang dibentuk

antar radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal

permukaan tersebut.

휃 = Sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan garis

normal bidang horizontal.

β = Sudut kemiringan, sudut antara permukaan bidang yang dimaksud

terhadap horizontal: 0° ≤ β ≤ 180°

α = Sudut ketinggian matahari, sudut antara radiasi langsung dari

matahari dengan bidang horizontal.

ω = Sudut jam (hour of angel), sudut antara bidang yang dimaksud dengan

horizontal, berharga nol pada pukul 12.00 waktu surya. Setiap jam

setara 15°, kearah pagi negatif, dan ke arah sore positif.

γ = Sudut azimuth permukaan, antara proyeksi permukaan pada bidang

horizontal dengan meridian, titik nol di selatan, negatif timur, positif

barat.

훾 = Sudut azimuth surya, adalah pergeseran anguler proyeksi radiasi

langsung pada bidang datar terhadap arah selatan.

δ = Deklinasi, posisi anguler matahari dibidang equator pada saat jam 12.00

waktu matahari. Sudut deklinasi dapat juga ditentukan dengan

rumus:훿 = 23,45 sin(360 ), rumus tersebut menurut Cooper

(1969), dimana nilai n adalah nomor urutan hari dalam satu tahun yang

dimulai dari 1 januari.

Untuk sudut pada permukaan yang dimiringkan ke selatan maupun utara,

mempunyai hubungan anguler seperti permukaan datar pada lintang (Ø – β). Untuk

belahan bumi pada bagian utara, hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.13

Page 13: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

17

Gambar 2.13 Bagian bumi yang menunjukkan β, θ, Ø dan (Ø-β) untuk belahan utara

Sumber: (Duffie dan Beckman, 2006)

c. Waktu matahari

Perhitungan intensitas matahari pada saat tertentu umumnya didasarkan pada

waktu matahari, yaitu waktu tertentu dalam hubungannya dengan matahari yang

didasarkan pada garis bujur lokasi tersebut. Waktu matahari dihitung dengan

persamaan berikut:

푡 = 푤푎푘푡푢 푠푡푎푛푑푎푟 + 퐸 + 4 (퐿 − 퐿 )...................... (2.14)

Dimana:

E= 9,87 sin 2퐵 − 7 cos퐵 − 1,5 sin퐵 → 퐵 = ( )

퐿 = garis bujur waktu standar

퐿 = garis bujur lokasi

d. Keadaan cuaca

Faktor transmisi kandungan atmosfer dapat mempengaruhi jumlah radiasi

matahari yang mencapai permukaan bumi. Di atmosfer, radiasi matahari diserap oleh

unsur-unsur ozon, uap air, dan karbon dioksida. Disamping diserap, radiasi matahari

juga dihamburkan oleh partikel-partikel seperti udara, uap air, dan debu.

Pada dasarnya, radiasi matahari sering dihalangi oleh bermacam-macam tipe

awan. Jadi untuk meramalkan radiasi matahari di bumi perlu diketahui tipe awan dan

ketebalannya. Masing-masing tipe awan memiliki koefisien transmisi sendiri-sendiri.

Page 14: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

18

2.4 Kolektor Surya

2.4.1 Bagian-Bagian Kolektor Surya

Kolektor surya merupakan alat yang berfungsi menyerap efek radiasi sinar

matahari dan merubahnya menjadi energi panas (kalor) yang berguna. Adapun

bagian-bagian dari kolektor surya adalah:

a. Penutup transparan (kaca bening)

Penutup transparan merupakan lapisan teratas dari kolektor surya. Penutup

transparan pada umumnya menggunakan kaca bening sebagai bahannya. Pemilihan

kaca bening sebagai penutup transparan pada kolektor diharapkan memiliki sifat

transmisivitas yang tinggi, serta sifat absorbsivitas dan refleksivitas serendah

mungkin. Refleksivitas (daya pantul suatu benda) tergantung pada indek bias dan

sudut datang yang dibentuk oleh sinar datang terhadap garis normal suatu

permukaan. Sedangkan transmisivitas suatu permukaan dapat mempengaruhi

intensitas energi matahari yang diserap oleh pelat penyerap. Transmisivitas kaca

akan menurun bila sudut datangnya melebihi 45° terhadap vertical. Sedangkan

absorbsivitas akan bertambah sebanding dengan panjang lintasan pada penutup

transparan, sehingga bagian yang diteruskan menjadi berkurang.

b. Pelat penyerap

Pelat penyerap yang ideal memiliki permukaan dengan tingkat absorbsivitas

yang tinggi, guna menyerap radiasi matahari sebanyak mungkin dan memiliki tingkat

emisivitas serendah mungkin. Disamping itu, pelat penyerap diharapkan memiliki

nilai konduktivitas thermal yang tinggi. Pemilihan bahan dengan tingkat emisivitas

serendah mungkin dimaksudkan agar kerugian panas karena radiasi balik sekecil

mungkin.

c. Isolasi

Untuk menghindari terjadinya kehilangan panas ke lingkungan, bagian luar

suatu kolektor surya diberi isolasi (perdam panas), yang dimana bahan yang

digunakan sebagai isolator merupakan bahan dengan sifat konduktivitas thermal yang

rendah.

Page 15: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

19

2.4.2 Radiasi yang Diserap Kolektor Surya

Pada kolektor surya yang digunakan sebagai pemanas udara, radiasi matahari

tidak akan sepenuhnya diserap oleh pelat penyerap. Sebagian radiasi akan

dipantulkan (direfleksikan) menuju bagian dalam penutup transparan. Pantulan sinar

yang menuju penutup transparan akan dipantulkan kembali dan sebagian lainnya

terbuang ke lingkungan. Proses penyerapan radiasi ini diperlihatkan pada Gambar

2.14

Gambar 2.14 Penyerapan radiasi matahari oleh kolektor

Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)

Gambar 2.14 menjelaskan proses pemantulan berulang, dimana berkas radiasi

yang menimpa kolektor, pertama akan menembus penutup transparan yang kemudian

menimpa pelat penyerap. Sebagian radiasi akan dipantulkan kembali ke penutup

transparan, dan sebagian lagi akan diserap pelat penyerap. Hasil pantulan radiasi dari

pelat penyerap yang menuju katup transparan akan dipantulkan kembali ke pelat

penyerap, sehingga terjadi proses pemantulan berulang seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 2.14. simbol τ menyatakan nilai transmisivitas penutup transparan.

Simbol α menyatakan nilai absorbsivitas anguler pelat penyerap, dan 휌 menyatakan

nilai refleksivitas radiasi hambur dari penutup transparan.

Dari energi masuk yang menimpa kolektor, maka (τ α) adalah energi yang

diserap oleh pelat penyerap, dan energi sebesar (1-α) adalah jumlah energi yang

Page 16: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

20

dipantulkan menuju penutup. Pantulan yang mengenai penutup tersebut merupakan

radiasi hambur. Sehingga energi sebesar (1 − 훼)휏 휌 kemudian dipantulkan kembali

oleh penutup menuju pelat penyerap, dan terjadi proses pemantulan berulang.

Besarnya energi maksimum yang diperoleh kolektor adalah:

(휏훼) = 휏훼 ∑ [(1− 훼)휌 ] = ( ).

..................... (2.15)

Untuk mendekatkan perhitungan kolektor dapat digunakan persamaan:

(휏훼) ≈ 1,01 휏훼............................................................... (2.16)

Perkalian antara transmittance-absorbtance product rata-rata atau (휏훼)

adalah, perbandingan antara radiasi matahari yang diserap (S) terhadap radiasi

matahri yang menimpa kolektor (퐼 ). Sehingga radiasi matahari yang diserap oleh

permukaan pelat penyerap adalah:

푆 = (휏훼) 퐼 .................................................................... (2.17)

2.5 Kolektor Surya Pelat Bergelombang Sebagai Pelat Penyerap dan Pembuat

Arah Alur Aliran Fluida

Rancangan kolektor surya pada penelitian ini akan menggunakan pelat seng

sebagai pelat penyerap dan pembuat arah alur aliran fluida (udara) yang disusun

pararel sehingga menciptakan beberapa saluran fluida kerja guna mengetahui

performansi dari variasi jumlah saluran fluida kerja.

2.5.1 Penggunaan Pelat Bergelombang

(Hollands, 1965) melakukan penelitian dengan menggunakan pelat

bergelombang sebagai pelat penyerap pada kolektor surya. Yang arah fluida kerjanya

menyeberangi pelat bergelombang (arah alirannya tidak mengikuti kontur pelat).

Dimana pada penelitiannya, diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan pelat

bergelombang sebagai absorber, dapat meningkatkan tingkat absorbsivitas pelat

penyerap terhadap radiasi sinar matahari. Hollands juga mendapatkan hasil penelitian

hubungan antara sudut timpa dengan refleksivitas yang dibuat dalam bentuk grafik

seperti yang ditunjukkan Gambar 2.15.

Page 17: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

21

Gambar 2.15 Grafik hubungan antara sudut timpa dengan refleksivitas

Sumber: (Hollands, 1965)

Dengan adanya bentuk gelombang, radiasi yang mengenai pelat penyerap,

dimana sebagian akan dipantulkan ke penutup transparant, dan sebagian akan

dipantulkan ke bagian gelombang disebelahnya seperti pada Gambar 2.16. Dimana

pemantulan berulang akan lebih banyak terjadi daripada jika hanya menggunakan

pelat datar sebagai pelat penyerap, yang hanya mengandalkan pemantulan berulang

yang terjadi antara penutup transparan dan pelat penyerap.

Gambar 2.16 Proses pemantulan berulang pada pelat bergelombang

Sumber: (Hollands, 1965)

Pelat bergelombang yang memiliki beda ketinggian atara gelombangnya juga

berfungsi memantulkan panas ke sisi gelombang yang lainnya, yang diharapkan

meningkatkan penyerapan panas.

Page 18: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

22

2.5.2 Aliran Fluida pada Pelat Bergelombang

Selain menambah luasan pelat penyerap, pelat bergelombang juga membuat

fluida kerja (udara) dipaksa mengikuti kontur pelat yang bergelombang dengan

tujuan sebagai pengganggu aliran fluida. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.17

Gambar 2.17 Aliran fluida pada pelat bergelombang

Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)

Fluida yang mengalir diantara pelat menerima hantaran panas dari hasil

penyerapan radiasi sinar matahari. Dimana aliran gelombang pada fluida dihasilkan

dari pemantulan aliran fluida yang disebabkan karena kontur pelat yang tidak rata.

Pemantulan fluida kerja yang berulang menyebabkan distribusi panas dari pelat

penyerap ke fluida kerja lebih baik.

2.5.3 Kolektor Surya Pelat Bergelombang

Kolektor surya ini memiliki rancangan dengan menggunakan pelat

bergelombang sebagai pelat penyerap dan variasi jumlah pelat bergelombang yang

disusun dibawah pelat penyerap. Aliran fluida kerja mengalir dibawah pelat

penyerap, dan pada bagian atas pelat penyerap udara dikondisikan diam.

a. Skema Kolektor

Skema kolektor surya pelat bergelombang sebagai absorber ditunjukan

pada Gambar 2.18

Page 19: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

23

Gambar 2.18 Skema kolektor surya pelat bergelombang

Sumber: (Aditya Kresnawan, I Dewa Gede, 2013)

b. Tahanan Thermal

Untuk tahanan thermal yang terjadi pada kolektor surya pelat bergelombang

dapat dijelaskan seperti pada gambar 2.19

Page 20: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

24

Gambar 2.19 Rangkaian thermal kolektor

c. Kesetimbangan energi

- Kesetimbangan energi pada cover:

1. Radiasi dari lingkungan ke cover (1 ℎ푟 )

2. Konduksi dari cover ke fluida (푘 ∆푥 )

3. Radiasi dari cover ke pelat penyerap (1 ℎ푟 )

4. Konduksi dari fluida ke pelat penyerap (푘 ∆푥 )

- Kesetimbangan energi pada pelat penyerap

1. Konveksi dari pelat penyerap ke fluida mengalir (1 ℎ푐 )

1ℎ푟

1ℎ푟

푘∆푥

푘∆푥

1ℎ푐

1ℎ푐

푘∆푥

푘∆푥

푘∆푥

Keterangan:

푇 = temperatur fluida diam

푇 = temperatur cover (kaca bening)

푇 = temperatur pelat penyerap

푇 = temperatur pelat samping

푇 = temperatur fluida mengalir

푇 = temperatur pelat bawah

1ℎ푟 = perpindahan panas secara radiasi

1ℎ푐 = perpindahan panas secara konveksi

푘∆푥 = perpindahan panas secara konduksi

푇 = temperatur lingkungan

푇 = temperatur isolator

Page 21: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

25

2. Konduksi dari pelat penyerap ke pelat samping (푘 ∆푘 )

- Kesetimbangan energi pada pelat bawah:

1. Konveksi dari fluida mengalir ke pelat bawah (1ℎ푐 )

2. Konduksi dari pelat samping ke pelat bawah (푘 ∆푘 )

3. Konduksi dari pelat bawah ke isolator (푘 ∆푘 )

2.6 Energi berguna dan Efisiensi Kolektor Surya

Energi yang berguna digunakan untuk menghitung seberapa besar panas yang

berguna yang dihasilkan oleh kolektor surya. Sedangkan efisiensi digunakan untuk

menghitung performansi atau unjuk kerja dari kolektor surya tersebut.

2.6.1 Laju Aliran Massa Fluida

Pengujian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui performansi

kolektor surya dengan menggunakan pelat bergelombang sebagai pelat penyerap dan

pelat bawah yang terbuat dari bahan dan bentuk yang sama dengan pelat penyerap

untuk membuat laju aliran fluida mengikuti kontur pelat yang bergelombang. Untuk

mengetahui besarnya laju aliran massa dapat diketahui dari perbedaan tinggi

rendahnya ketinggian manometer saat proses pengujian.

Gambar 2.20 Inclined manometer

Menghitung laju aliran massa:

1. Menghitung perbedaan ketinggian pada manometer:

∆ℎ = sin휃 . 푟............................................................... (2.18)

2. Menghitung kecepatan udara:

Page 22: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

26

푣 = 2.푔.∆ℎ.............................................................. (2.19)

3. Menghitung luas saluran masuk fluida kerja:

퐴 = 푃 푥 퐿.......................................................... (2.20)

Setelah mendapatkan luas saluran masuk dan kecepatan udara maka laju

aliran massa dapat dihitung:

푚̇ = 푣.휌 .퐴.................................................................. (2.21)

Dimana:

푚 ̇ = laju aliran massa (kg/s)

푣 = kecepatan udara (m/s)

A = luas saluran masuk udara (푚 )

ρu = massa jenis udara (kg/m3)

2.6.2 Energi Berguna Kolektor Surya

Untuk perhitungan energi yang diserap atau energi berguna pada kolektor

digunakan persamaan:

푄 = 푚̇.퐶 . (푇 − 푇 )...................................................... (2.22)

Dimana:

푄 = panas yang berguna (W)

푚̇ = laju aliran massa fluida (kg/s)

퐶 = kapasitas panas jenis fluida (퐽 푘푔. °퐶))

푇 = temperatur fluida keluar (°퐶)

푇 = temperatur fluida masuk (°퐶)

2.6.3 Efisiensi Kolektor Surya

Efisiensi kolektor adalah perbandingan panas yang diserap oleh fluida atau

energi berguna dengan intensitas matahari yang mengenai kolektor. Performansi

kolektor dapat dinyatakan dengan efisiensi thermal. Akan tetapi, intensitas matahari

berubah terhadap waktu, oleh karena itu efisiensi thermal kolektor dikelompokkan

menjadi dua, yaitu:

Page 23: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

27

1. Instantaneous efficiency (efisiensi sesaat), adalah efisiensi pada

keadaan steady untuk selang waktu tertentu.

2. Long term atau all-day efficiency adalah efisiensi yang dihitung dalam

jangka waktu yang relatif lama (bisa per-hari atau per-bulan).

Performansi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh performansi dari

kolektor. Pengujian sistem kolektor surya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Pengujian untuk menentukan performansi kolektor.

2. Pengujian untuk menentukan performansi sistem secara keseluruhan.

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan performansi kolektor yang

menggunakan pelat bergelombang saja sebagai absorber. Pengujian menggunakan

metode Instantaneous efficiency (menggunakan metode dengan menghitung efisiensi

dalam jangka waktu sesaat atau setiap 10 menit sekali)

Efisiensi kolektor surya dihitung menggunakan persamaan:

ŋ = .

= ̇ . .( )................................................. (2.23)

Dimana:

ŋ = efisiensi kolektor

푄 = panas berguna (W)

푚̇ = laju aliran massa fluida (kg/s)

퐶 = kapasitas panas jenis fluida (퐽 푘푔. °퐶)

푇 = temperatur fluida keluar (°퐶)

푇 = temperatur fluida masuk (°퐶)

퐴 = luas bidang penyerapan kolektor (푚 )

퐼 = radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (푊 푚⁄ )

2.7 Pengering Surya

Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam

proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama

pengering surya (Mujumdar, 2006) yaitu :

Page 24: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

28

1. Solar Natural Dryer, adalah pengering surya dengan alami tanpa

menggunakan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida kerja, yang

termasuk dalam kelompok ini adalah tipe kabinet, tipe tenda, tipe rumah

kaca, dan tipe pengering cerobong.

2. Semiartifical Solar Dryer, adalah pengering surya dengan konveksi paksa,

memanfaatkan bantuan peralatan luar untuk mengalirkan fluida kerja, salah

satu yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah Room Dryer.

3. Solar-Assisted Artificial Dryer, adalah pengering surya yang memanfaatkan

lebih dari satu sumber energi matahari. Sumber energi lain hanya bersifat

sebagai energi pembantu.

2.7.1 Energi Dalam Proses Pengeringan Surya

Dalam Solar dryer, perpindahan massa air dari dalam bunga kamboja menuju

udara pengering terjadi setelah penguapan air pada permukaan bunga dan adanya

perbedaan konsentrasi uap air, penguapan ini terjadi karena bunga kamboja

menerima energi kalor dari udara yang terjadi secara konveksi. Besarnya energi yang

dibutuhkan untuk menguapkan air dalam bahan, adalah sebagai berikut:

Q = 푚 ℎ ................................................................. (2.24)

Dimana :

Q = jumlah panas yang dibutuhkan untuk penguapan, (kJ)

푚 = jumlah massa air yang ingin dikeluarkan dari bahan, (kg)

ℎ = panas laten penguapan air, (kJ/kg)

Dan untuk jumlah massa air yang ingin dikeluarkan dari bahan, dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

푚 = ( , ,

% , ............................................................. (2.25)

Dimana :

푚 = massa bahan sebelum dikeringkan, (kg)

푚 , = kandungan air bahan sebelum dikeringkan, (%)

푚 , = kandungan air bahan setelah dikeringkan, (%)

Page 25: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

29

Udara yang telah melewati kolektor, akan masuk keruang pengering dan

kontak dengan bahan yang dikeringkan. Dalam proses ini, bahan menerima energi

dari udara. Energi ini akan menguapkan air pada bahan yang dikeringkan. Energi ini

dapat dihitung setelah unit pengering bekerja dan dilakukan pengukuran terhadap

temperature pada ruang pengering, dimana bahan yang dikeringkan berada. Besarnya

energy yang diberikan pada bahan untuk proses penguapan, adalah sebagai berikut:

푄 = ℎ (푚 - 푚 ) ..................................................... (2.26)

Dimana :

푄 = energi panas yang diterima bahan dari udara untuk penguapan, (kJ)

푚 = massa bahan sebelum dikeringkan, (kg)

푚 = massa bahan setelah dikeringkan, (kg)

ℎ = panas laten penguapan air, (kJ/kg)

Penentuan dimensi kolektor berdasarkan pada perencanaan kebutuhan energi

penguapan dan effisiensi dari alat pengering yang dirancang. Kebutuhan energi yang

diterima oleh kolektor selalu lebih besar daripada energi yang diterima bahan, ini

dikarenakan effisiensi pengeringan yang dirancang belum ada yang mencapai 100%.

Adanya losses energi sangat mempengaruhi besarnya effisiensi alat pengering yang

dibuat. Besarnya energi radiasi matahari yang diterima, adalah sebagai berikut:

푄 = 퐴 퐼 ................................................................. (2.27)

Dimana :

푄 = panas radiasi yang diterima, ( W )

퐴 = luas permukaan kolektor, ( 푚 )

퐼 = intensitas radiasi matahari, ( W / 푚 )

Lamanya waktu pengeringan, bergantung pada kondisi internal bahan yang

dikeringkan dan kondisi lingkungan diluar bahan (udara pengering ). Kontrol

kelembaban udara menjadi sangat penting, karena akan menentukan seberapa cepat

dan besarnya massa air yang dapat diserap dari bahan yang dikeringkan. Besarnya

laju pengeringan ditentukan oleh besarnya air yang dipindahkan dari bahan dan

Page 26: BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panaserepo.unud.ac.id/9803/3/53deb3dd39fce3e538eb2001a3192421.pdf · 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer)

30

waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan tersebut, menggunakan persamaan

sebagai berikut:

푚̇ = 푚 /푡 ................................................................. (2.28)

Dimana :

푚̇ = laju pengeringan (kg/s)

푡 = waktu pengerigan (s)

mw =Jumlah massa air yang ingin dikeluarkan (kg)

2.7.2 Effisiensi Pengeringan Surya

Besarnya energi yang dapat dimanfaatkan dari energi total yang dapat

diterima oleh kolektor untuk menguapkan air dalam bunga kamboja, menunjukkan

efisiensi rancangan alat pengering surya yang telah dibuat. Semakin besar energi

yang dapat dimanfaatkan, semakin besar pula effisiensi alat pengering tersebut.

Besarnya effisiensi dapat ditentukan sebagai berikut:

휂 = x 100% ............................................................. (2.29)

Dimana :

휂 = effisiensi pengeringan ( %)

푄푝 = energi panas yang diterima bahan dari udara untuk penguapan (kJ)

푄푟푠 = panas radiasi yang diterima (W)