BAB II DASAR TEORI 2 file4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Gamelan Berbahan Perunggu Bahan gamelan pada...
Transcript of BAB II DASAR TEORI 2 file4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Gamelan Berbahan Perunggu Bahan gamelan pada...
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Gamelan Berbahan Perunggu
Bahan gamelan pada umumnya terbuat dari bahan perunggu, merupakan paduan
antara Tembaga (Cu) dan timah putih (Sn), sering juga disebut tin bronze. Dalam arti
luas perunggu berarti paduan tembaga, timah putih, aluminium, dan berrilium.
Disamping paduan utama di atas juga biasanya mengandung sedikit posfor, timah
hitam, seng atau nikel. Dibandingkan dengan tembaga murni dan kuningan,
perunggu merupakan paduan yang mudah dicor dan mempunyai kekuatan yang lebih
tinggi, demikian juga ketahanan ausnya dan ketahanan korosinya (Gruber, 1985).
Paduan tembaga dan timah dikenal sebagai paduan yang mudah di cor dan
memiliki kekuatan yang cukup tinggi serta mempunyai ketahanan aus dan korosi
yang baik.
2.1 Retakan Gamelan
2.2 Karakteristik Bahan
Pembuatan perunggu Gamelan Bali, bahan coran yang digunakan adalah
paduan tembaga dan timah putih.
2.2.1 Tembaga
Sifat- sifat Tembaga:
Berat Jenis : 8,9 Kg/dm3
Suhu Lebur : 1083 0 C
Warna : Merah
Bidang Pecahan : Berurat Halus
5
Sifat : Merupakan penghantar panas dan listrik yang baik, dalam
keadaan berpijar menjadi lunak dan mudah di bentuk sehingga sering di pakai
sebagai bahan dasar kerajinan tangan seperti kerajinan gamelan, mempunyai
sifat ulet, memiliki kekuatan yang rendah, tetapi bila di padukan dengan
unsur logam lain seperti berilium, seng, timah putih maka kekuatannya akan
meningkat, dan tahan karat di Udara.
Meningkatkan kekuatan tembaga dapat dilakukan dengan cara
pembentukan dingin (penggilingan, Perentangan, Pengempaan). Baik dalam
keadaan panas dan keadaan dingin, tembaga sangat luwes dan dapat
diregangkan, digiling, dan dimartil. Pemberian bentuk dalam keadaan panas
harus berlangsung diatas sekitar 6500C. Tembaga yang telah mengeras akibat
pemberian bentuk dalam keadaan dingin dapat dilunakan kembali dengan
pemijaran antara 3000 C hingga 700
0 C.
Tembaga diperdagangkan dalam bentuk lembaran, batang dengan
batang bulat, persegi, dan bujursangkar serta dalam aneka ragam bentuk
profil. Bentuk perdagangan lainnya : blok, lonjor, kawat, pipa. Penggunaan
tembaga biasanya pada pipa pemanasan dan pendinginan (penghantar panas
yang baik); tabung pengapian ketel pemasakan, pemanasan air mandi, tuas
solder (tahan api), penutup atap, talang atap, pipa pembuangan (tahan cuaca),
kawat penghantar, bagian perakitan untuk elektronik (penghantar listrik yang
baik), sebagai logam pemandu yang penting untuk pelindung galvanis
(Gruber, 1985), dan yang tidak kalah penting dapat dipakai sebagai kerajinan
tangan yang berkembang di Bali yaitu kerajinan gamelan.
- Kuningan (brass), paduan tembaga dengan unsur paduan utama adalah
seng:
1. Alpha brass, dengan kandungan seng tidak lebih dari 36%
2. Alpha + beta brass, dengan kandungan seng lebih dari 36%
- Perunggu (bronzes), paduan tembaga dengan unsur paduan utama selain
seng :
1. Tin brozes,dengan unsur paduan utama timah putih
2. Silicon brozes,dengan unsur paduan utama silikon
3. Aluminium brozes, dengan unsur paduan utama aluminium
4. Berrilium brozes,dengan unsur paduan utama berilium
6
2.2.2 Timah Putih ( Sn, Stannum ).
Sifat- sifat timah :
Berat Jenis : 7,3 Kg/ dm3
Suhu Lebur : 232 0 C
Warna : Putih
Bidang Pecahan : Menampilkan Stuktur Kristal.
Sifat : Tahan Korosi.
Keadaan dingin timah dapat dibentuk dengan baik, namun pada suhu 2000 C ia
menjadi sangat rapuh. Timah sangat mudah dituang, timah adalah salah satu
logam pemadu yang penting (logam dudukan solder); pelindung permukaan
(lembaran putih, penimahan bagian-bagian kontruksi besi); bahan pengemasan
(stanniol untuk pembungkus coklat, keju, sabun dan sebagainya, kapsul tabung,
tabung pasta dan lain-lain); karena timah mahal maka tujuan–tujuan ini sering di
gunakan bahan lain (tiruan); pembuat barang kesenian. (Gruber, 1985).
2.3 Metalurgi Las
Karena pengelasan adalah proses penyambungan dengan menggunakan
energi panas, karena proses ini maka logam disekitar lasan mengalami siklus
termal cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan metalurgi yang
rumit, deformasi dan tegangan – tegangan termal. Hal ini sangat erat hubunganya
dengan ketangguhan, cacat las, retak dan lain sebagainya yang umumnya
mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan dan konstruksi las. Logam
akan mengalami pengaruh pemanasan akibat pengelasan dan mengalami
perubahan struktur mikro disekitar daerah lasan. Bentuk struktur mikro
bergantung pada temperatur tertinggi yang dicapai pada pengelasan, kecepatan
pengelasan dan laju pendinginan daerah lasan.
Pada pengelasan terdiri dari tiga bagian:
1. Logam las (weld metal) adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan
mencair kemudian membeku.
2. Logam induk (base metal), dagian logam dasar dimana panas dan suhu
pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan struktur dan
sifat.
7
3. Daerah pengaruh panas disebut HAZ (Heat Affected Zone), adalah logam dasar
yang bersebelahan dengan logam las selama pengelasan mengalami pemanasan
dan pendinginan yang cepat.
Di samping ketiga pembagian utama tersebut masih ada satu daerah
khusus yang membatasi antara logam las dan daerah pengaruh panas, yang disebut
batas las (fusion line).
Gambar 2.2 Transformasi fasa pada logam hasil pengelasan
Agar suatu pelaksanaan konstruksi las dikerjakan dengan benar dan
berhasil, sehingga aman terhadap hasil yang dikerjakan, maka untuk setiap
pekerjaan las harus dimulai dengan pemilihan electroda las, proses pengelasan dan
variabel penting lainnya seperti: bentuk sambungan yang akan dikerjakan, baik
dipabrikasi maupun dilapangan, serta perlakuan panas yang akan dilakukan pada
awal dan selesainya pengelasan (anis,muhammad, 2009).
Contoh lain skema solidification cracking dissimilar welding
diperlihatkan pada gambar 2.3. Hal tersebut terletak pada bagian tebal las antara
A508 dan SS tipe 347 di pressure vessel, menggunakan filler metal 308L dengan
proses pengelasan GTAW. Sebagian besar pembekuan lasan bermodel FA
(Ferrite Austenite) dan berisikan ferit sekitar 6 – 8 FN. Pada gambar ditunjukan
pelarutan lebih banyak base metal A508, akibatnya pemadatan tersebut
membentuk fully austenit dan terjadi solidification cracking pada centerline.
Untuk itu lebih baik dilakukan control pada proses pengelasan (posisi pembakaran
dan masukan panas) supaya sukses meminimalkan dilusi dan menghindari
solidification cracking.
8
Gambar. 2.3 Solidification cracking dalam dissimillar welding antara
SS tipe 347 dan A508 disambung dengan filler metal 308L
2.4 Pengelasan
Pengelasan merupakan cara efisien untuk menyambung logam, sehingga
digunakan secara luas dalam manufaktur atau dalam proses penyambungan
produk yang terbuat dari logam. Pengelasan didefinisikan sebagai proses
penyambungan material yang menghasilkan bagian yang menyatu atau tumbuh
bersama dari material dengan atau tanpa penggunaan logam pengisi sehingga
terjadi proses pengikatan antara dua material (Cary H.B, 1989).
Gambar 2.4 Pengelasan
Logam yang mengalami pengelasan akan terpengaruh akibat pemanasan,
sehingga mengalami perubahan struktur mikro disekitar daerah lasan. Bentuk
struktur mikro logam disekitar daerah lasan bergantung pada temperatur tertinggi
yang dicapai pada pengelasan, kecepatan pengelasan, dan laju pendinginan daerah
9
lasan. Struktur mikro logam mengalami perubahan, sifat mekanik logam tersebut
juga akan mengalami perubahan. Daerah logam yang mengalami perubahan
struktur mikro akibat mengalami pemanasan dari pengelasan disebut Daerah
Pengaruh Panas (DPP) atau Heat Affected Zone (HAZ). Perubahan struktur mikro
dapat diteliti dengan pemeriksaan metalografi, dan perubahan sifat mekanik dapat
di teliti dengan pengujian mekanik yang dilakukan dengan uji ketangguhan.
2.4.1 Las gas ( Asetilin)
Las gas adalah cara pengelasan di mana panas yang digunakan untuk
pengelasan diperoleh dan nyala api pembakaran bahan bakar gas dengan oksigen
(zat asam). Bahan bakar gas yang biasa digunakan pada pengelasan gas adalah gas
asetilin (gas karbit). Pekerjaan yang tidak memerlukan suhu terlalu tinggi
digunakan jenis gas lain misalnya propan, gas alam (methan) dan LPG (Liquid
Petroleum Gas) (Cary H.B, 1989). Gas-gas tersebut mempunyai nilai panas yang
lebih rendah dari gas asetilin. Las gas yang menggunakan bahan bakar asetilin
lebih populer disebut las asetilin atau las oksi-asetilin atau las karbit.
Las asetilin (las karbit) merupakan cara pengelasan dengan menggunakan
nyala api yang didapat dari pembakaran gas asetilin dan oksigen (zat asam).
Seperti halnya cara pengelasan yang lain, las asetilin digunakan untuk
menyambung dua bagian logam secara permanen. Penyambungan dua logam ini,
dapat dilakukan tanpa bahan pengisi atau dengan tambahan bahan pengisi. Hal ini
bergantung pada ketebalan pelat yang disambungkan dan jenis sambungan yang
diinginkan. Selain digunakan untuk menyambung dan menyolder las asetilin
dipakai juga untuk pemotongan logam.
Gambar 2.5 Susunan Las Gas (Cary H.B, 1989)
10
Sambungan Las
Sambungan las adalah pertemuan dua tepi atau permukaan benda yang disambung
dengan proses pengelasan.
2.4.2 Jenis sambungan
Terdapat lima jenis sambungan yang biasa digunakan untuk menyatukan dua
bagian benda logam, seperti dapat dilihat dalam gambar 2.6
Gambar 2.6 Lima Jenis Sambungan yang Biasa Digunakan Dalam Proses Pengelasan
a. Sambungan tumpu (butt joint); kedua bagian benda yang akan disambung
diletakkan pada bidang datar yang sama dan disambung pada kedua
ujungnya;
b. Sambungan sudut (corner joint); kedua bagian benda yang akan disambung
membentuk sudut siku-siku dan disambung pada ujung sudut tersebut;
c. Sambungan tumpang (lap joint); bagian benda yang akan disambung saling
menumpang (overlapping) satu sama lainnya;
d. Sambungan T (tee joint); satu bagian diletakkan tegak lurus pada bagian yang
lain dan membentuk huruf T yang terbalik;
Sambungan tekuk (edge joint); sisi-sisi yang ditekuk dari ke dua bagian yang
akan disambung sejajar, dan sambungan dibuat pada kedua ujung bagian tekukan
yang sejajar tersebut.
2.4.3 Jenis Pengelasan
Setiap jenis sambungan yang disebutkan di atas dapat dibuat dengan
pengelasan. Proses penyambungan yang lain dapat juga digunakan, tetapi
11
pengelasan merupakan metode penyambungan yang paling universal. Berdasarkan
geometrinya, pengelasan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Pengelasan jalur (fillet weld); digunakan untuk mengisi tepi pelat pada
sambungan sudut, sambungan tumpang, dan sambungan T dalam gambar 2.7
Logam pengisi digunakan untuk menyambung sisi melintang bagian yang
membentuk segitiga siku-siku;
Gambar 2.7 Beberapa Bentuk Pengelasan Jalur
- Pengelasan alur (groove welds); ujung bagian yang akan disambung dibuat
alur dalam bentuk persegi, serong (bevel), V, U, dan J pada sisi tunggal atau
ganda, seperti dapat dilihat dalam gambar 2.8 Logam pengisi digunakan
untuk mengisi sambungan, yang biasanya dilakukan dengan pengelasan busur
dan pengelasan gas;
Gambar 2.8 Beberapa Bentuk Pengelasan Alur
- Pengelasan sumbat dan Pengelasan slot (plug and slot welds); digunakan
untuk menyambung pelat datar seperti dapat dilihat dalam gambar 2.9 dengan
membuat satu lubang atau lebih atau slot pada bagian pelat yang diletakkan
paling atas, dan kemudian mengisi lubang tersebut dengan logam pengisi
sehingga kedua bagian pelat melumer menjadi satu;
12
Gambar 2.9 (a) Pengelasan Sumbat dan (b) Pengelasan Slot
- Pengelasan titik dan pengelasan kampuh (spot and seam welds); digunakan
untuk sambungan tumpang seperti dapat dilihat dalam gambar 2.10
Pengelasan titik adalah manik las yang kecil antara permukaan lembaran atau
pelat. Pengelasan titik diperoleh dari hasil pengelasan resistansi listrik.
Pengelasan kampuh hampir sama dengan pengelasan titik, tetapi Pengelasan
kampuh lebih kontinu dibandingkan dengan pengelasan titik.8
Gambar 2.10 (a) Pengelasan Titik dan (b)Pengelasan Kampuh
- Pengelasan lekuk dan Pengelasan rata (flange and surfacing welds);
ditunjukkan dalam gambar 2.11 Pengelasan lekuk dibuat pada ujung dua atau
lebih bagian yang akan disambung, biasanya merupakan lembaran logam atau
pelat tipis, paling sedikit satu bagian ditekuk (gambar 2.11a). Pengelasan
datar tidak digunakan untuk menyambung bagian benda, tetapi merupakan
lapisan penyakang (ganjal) logam pada permukaan bagian dasar.
Gambar 2.11 (a) Pengelasan Lekuk dan (b) Pengelasan Rata
13
2.5 Proses Perlakuan Panas
Perlakuan panas (Heat Treatment) adalah salah satu proses untuk
mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan spesimen pada tungku, pada
temperatur rekrestalisasi selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan
pada media pendingin seperti udara, air dan dapur yang masing-masing
mempunyai kerapatan pendingin yang berbeda-beda.
Sifat-sifat logam terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh
struktur mikro logam disamping komposisi kimianya, contohnya suatu logam atau
paduan akan mempunyai sifat mekanis yang berbeda-beda bila struktur mikronya
diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan dengan kecepatan tertentu
maka bahan-bahan logam dan paduan memperlihatkan perubahan strukturnya. Hal
ini dapat dilihat dari diagram pendinginan, diagram pendinginan merupakan
diagram yang memetakan kondisi struktur mikro melalui dua variabel utama yaitu
temperature dan cooling rater disebut juga diagram Cooling continous
transformation (CCT). Diagram ini berguna untuk mendapatkan sifat mekanik
tertentu dan mikro struktur tertentu yang terbentuk pada suatu periode perlakuan
panas pada temperatur konstan serta diikuti dengan pendinginan yang berlanjut.
a. Annealing
Proses Annealing atau melunakkan adalah proses pemanasan logam diatas
temperatur kritis selanjutnya dibiarkan beberapa lama sampai temperatur
merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan dijaga agar
temperatur bagian luar dan dalam kira-kira sama hingga diperoleh struktur
yang diinginkan dengan media pendingin udara.
Tujuan proses annealing :
1. Melunakkan material logam
2. Menghilangkan tegangan dalam / sisa
3. Memperbaiki butir-butir logam.
Proses rekristalisasi annealing sering digunakan untuk material hasil
pengerjaan dingin dan pengerjaan panas. Bila logam yang setelah mengalami
pengerjaan dingin dipanaskan kembali maka atom-atom akan menerima
14
sejumlah energi panas yang dapat dipakai untuk bergerak membentuk sejumlah
kristal yang lebih bebas cacat dan lebih bebas tegangan dalam. Annealing
terdiri dari tiga bagian yaitu pemulihan (recovery), rekristalisasi
(recrystallization), dan pertumbuhan butir (grain growth).
Gambar 2.12 Skema Representasi dari Cold worked - Proses Annealing (Avner, 1974)
b. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase
austenit yang kemudian didinginkan secara perlahan-lahan dalam media
pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan ferit namun hasilnya jauh
lebih mulus dari anneling. Prinsip dari proses normalizing adalah untuk
melunakkan logam.
c. Quenching (pengerasan)
Proses quenching atau pengerasan adalah suatu proses pemanasan logam
sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan
kehomogenan ini maka austenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya
secara cepat logam tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung
pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan logam.
Waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah
menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang
telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan bentuk
sementit oleh karena itu terjadi fase yang mertensit, ini berupa fase yang sangat
keras dan bergantung pada keadaan karbon.
15
Mendapatkan ketangguhan yang diinginkan, maka dilakukan proses
quenching. Media quenching yang biasa dipergunakan diantaranya:
2.1. Air
Sangat umum digunakan sebagai quenching, dan juga mudah diperoleh
sehingga tidak ada kesulitan dalam pengambilan dan penyimpanan
Panas jenis dan konduktivitas termal tinggi, sehingga kemampuan
mendinginkannya tinggi
Dapat mengakibatkan distorsi
Digunakan untuk benda-benda kerja yang simetris dan sederhana.
2.2. Dapur
Laju pendinginan lebih lambat dibandingkan air/udara
Pendinginan dilakukan dengan mendiamkan benda kerja di dalam media
dapur pemanas.
2.3. Udara
Distorsi bisa diabaikan
Pendinginan dilakukan dengan mendiamkan benda kerja di dalam
ruangan.
d. Tempering
Proses tempering adalah pemanasan logam sampai temperatur sedikit di
bawah temperatur kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya
dipertahankan sampai merata. Selanjutnya didinginkan dalam media pendingin. Jika
kekerasan turun, maka kekutan tarik turun pula. Dalam hal ini keuletan dan
ketangguhan akan meningkat.
2.6. Waktu Penahanan (Holding time)
Paduan perunggu dilakukan perlakuan panas untuk memperoleh sifat
ketangguhan yang tinggi dengan beberapa tahap proses yaitu: pemanasan awal,
pemanasan lanjut, penahanan waktu suhu stabil, dan pendinginan. Ketangguhan
yang dapat dicapai tergantung pada struktur kristal pada paduan perunggu,
temperatur pemanasan, holding time dan laju pendinginan yang dilakukan pada
proses perlakuan panas. Ketangguhan paduan perunggu yang dicapai dengan
16
holding time dengan cara melakukan penahanan suhu supaya pemanasan menjadi
lebih homogen.
2.7 Pembekuan Logam
Kristalisasi yaitu proses pembentukan kristal, yang terjadi pada saat
pembekuan, perubahan fase dari fase cair ke fase padat. Dilihat dari mekanismenya,
kristalisasi terjadi melalui dua tahap:
1. Pembentukan inti atau pengintian (nucleation)
2. Pertumbuhan kristal (crystal growth)
Temperatur logam dalam keadaan cair relatif tinggi dan atom memiliki energi
cukup banyak sehingga mudah bergerak, tidak ada pengaturan letak atom relatif
terhadap atom lain. Temperatur turun maka energi atom makin rendah dan makin
bergerak dan mulai mencari/mengatur kedudukannya relatif terhadap atom lain,
mulai membentuk lattice.
Inti-inti ini akan menjadi pusat dari proses kristalisasi selanjutnya.
Temperatur turun makin banyak atom yang bergabung dengan inti yang sudah ada
untuk membentuk inti baru. Setiap inti akan tumbuh dengan menarik atom-atom lain
dari cairan atau dari inti yang tidak sempat tumbuh, untuk mengisi tempat kosong
lattice yang akan dibentuk. Akhirnya seluruhnya ditutupi oleh butir kristal sampai
logam cair habis. Mengakibatkan bahwa seluruh logam menjadi susunan kelompok-
kelompok butir kristal dan batas-batasnya yang terjadi diantaranya, disebut batas
butir, lihat gambar 2.13.
Gambar 2.13 Ilustrasi Skematik dari Pembekuan Logam
Pembekuan coran dimulai dari logam yang bersentuhan dengan cetakan, yaitu
ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang
bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai titik beku, dimana kemudian inti-
inti kristal tumbuh. Bagian dalam dari coran mendingin lebih lambat dari bagian luar,
17
sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran.
Bagian tengah coran mempunyai gradien temperatur yang kecil sehingga merupakan
susunan dari butir-butir kristal segi banyak dengan orientasi yang sembarang.
Proses pembekuan akan terjadi penyusutan pada saat pembekuan (perubahan
dari fase cair ke padat) diatasi dengan riser (saluran penambah), sedang penyusutan
pada saat pendinginan diatasi dengan toleransi dimensi pada pola.
Ukuran butir kristal tergantung pada laju pengintian dan pertumbuhan inti.
Laju pertumbuhan lebih besar dari laju pengintian, maka didapat kelompok butir-
butir kristal yang besar dan kalau laju pengintian lebih besar dari laju pertumbuhan
inti, maka didapat kelompok butir-butir kristal halus. Pertumbuhan ini berlangsung
dari tempat yang lebih dingin menuju tempat yang lebih panas. (Tata Surdia dan
Kenji Chijiiwa, 2000).
2.8 Phase Diagram Paduan Tembaga Timah Putih
Paduan timah putih yang larut dalam tembaga hamper sama dengan seng
yang larut dalam tembaga. Dalam gambar 2.14 diperlihatkan system biner untuk
diangram equilibrium dari dua paduan yaitu antara timbale putih dengan
tembaga.
18
Gambar 2.14 Diagram Equilibrium Sistem Biner Paduan Cu-Sn (Vlack, 1986)
19
Prosentase di atas 13,5 selama terjadi proses pembekuan dimana akan
terbentuk phase , pada temperatur di bawah akan terbentuk phase +
(eutectoid phase) akan terjadi. Paduan ini phase yang terbentuk merupakan
phase yang larut pada kondisi padat tetapi lebih lunak. Phase mempunyai sifat
terlalu keras dan getas.
Prosentase timah putih antara 5-15 memiliki jarak
temperatur yang relatif lama yaitu di atas 400oF. Proses pembekuan yang
panjang, paduan ini cukup menyebabkan kenaikan kekerasan dan meningkatkan
kekuatan cor.(Surdia, T. Saito Siroku, 2000).
2.9 Sifat Ketangguhan Material
Pemahaman yang menyeluruh mengenai sifat-sifat material, perlakuan,
dan proses pembuatannya sangat penting untuk perancangan mesin yang baik.
Sifat material umumnya diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik, sifat
kimiawi.
Sifat mekanik secara umum ditentukan melalui pengujian destruktif dari
sampel material pada kondisi pembebanan yang terkontrol. Sifat mekanik yang
paling baik adalah didapat dengan melakukan pengujian prototipe atau desain
sebenarnya dengan aplikasi pembebanan yang sebenarnya. Namun data spesifik
seperti ini tidak mudah diperoleh sehingga umumnya digunakan data hasil
pengujian standar seperti yang telah dipublikasikan oleh ASTM (American
Society of Mechanical Engineer).
2.10 Uji Impact
Pengujian Impact adalah untuk mengukur kegetasan atau keuletan suatu
bahan terhadap beban tiba – tiba dengan cara mengukur mengukur perubahan
energy potensial sebuah. Besar energy yang diserap tergantung pada keuletan
bahan uji impact dan dinyatak dalam satuan Nm / mm2.
Pengujian impact ini ada 2 macam metode yang dipakai yaitu dengan
mengunakan metode Charpy ( digunakan di amerika ) dan metode Izod (
digunakan di Inggris ), yaitu:
20
a. Metode Izod, batang uji dijepit pada satu ujung sehingga takikan benda di
dekat penjepitnya. Bandul yang diayun dari ketinggian tertentu akan
memukul ujung yang lain dari arah takikan.
b. Metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung – ujungnya ditahan
kea rah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul berayun akan
memukul batang uji tepat dibelakang takikan. Pengujian ini digunakan mesin
dimana suatu batang dapat berayun dengan bebas. Ujung batang dipasang
pemukul yang diberi pemberat. Batang uji diletakkan di bagian bawah mesin
dan takikan tepat berada pada bidang lintasan pemukul. Pengujian ini bandul
pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu h. pada posisi ini pemukul
memiliki energy potensial W.h ( W =berat pemukul ). Posisi pemukul
dilepaskan dan berayun bebas memukul batang uji hingga patah, pemukul
masih terus berayun sampai ketinggian H1 dan posisi ini sisa energy potensial
adalah W H1. Selisih antara energy awal dengan energy akhir adalah energy
yang digunakan untuk mematahkan batang uji.
Prinsip kerja metode Charpy yaitu:
Specimen uji diletakkan dengan posisi mendatar pada penjepit
Palu pemukul diatur pada ketinggian tertentu.
Atur posisi jarum pada alat ukur energy sesuai dengan sebesar energy
yang kita inginkan.
Palu dilepaskan dari ketinggian tersebut lalu mengenai specimen pada
bagian luar specimen yang sejajar dengan takikan.
Energy yang diserap oleh specimen dihitung berdasarkan perbedaan
energy potensial palu saat sebelum dan sesudah permukaan (dapat dibaca
langsung di skala pada mesin penguji).
Pengujian Impact ini bahannya perunggu yang didasarkan pada
“Standard Method Of Tension Testing Metalic Materials” dari ASTM
Designation E 23 – 05 “Annual Book Of ASTM Standars” American Sociaty
For Testing And Materials.
21
W = berat dari pendulum
(kgf)= m . g
m = massa (kgm)
g = gravitasi (m/det2)
h = tinggi awal
H1 = tinggi akhir
= sudut awal
= sudut akhir
Gambar 2.15 Skema Percobaan Uji Impact (Sugita, 2007)
Dengan mengabaikan kehilangan-kehilangan energi akibat gesekan
bantalan pada titik putar pendulum, energi tahanan dari udara dan sebagainya
maka dapat dilakukan perhitungan-perhitungan sebagai berikut :
Energi awal Eo = W.h = W.1 ( 1 - Cos ) …………….. 1
Energi akhir E1 = W.h1 = W.l ( 1 - Cos ) ………….... 2
Energi yang diserap E = Eo - E1
= W . (h-h1) = W.1.( Cos - Cos ) kg.m
Jika luas penampang benda uji adalah A (mm2) pada daerah takik
sebelum patah maka dari sini dihitung kekuatan impact material :
2kgf.m/mmA
) α Cosβ W.1.(Cos
A
EIs
Keterangan:
Is : Kekuatan Impact
2mm
Nm
E : Energi yang terbaca pada skala Nm
A : Luas Penampang 2mm
2.11 Struktur Mikro (Metalografi)
Struktur mikro suatu logam dapat diamati dengan menggunakan mikroskop
dengan pembesaran hingga ratusan kali agar bentuk-bentuk yang sedemikian kecil
Titik putar pendulum
W
h
h1
l
22
dari bagian ferit yang berwarna putih, bagian perlit yang berwarna hitam, sementit
ataupun kombinasi diantaranya dan mungkin bahkan martensit dengan ciri tersendiri
dapat diamati secara detail dan selanjutnya diidentifikasi.
Persiapan metalografi yang dilakukan adalah sama untuk bermacam-macam
analisa makro dan mikro struktur. Spesimen dihaluskan permukaannya dengan
menggunakan kertas gosok (amplas). Tingkat kehalusan semakin tinggi, diharapkan
pada akhir penggosokan permukaan benda uji sudah tidak memiliki goresan yang
dalam. Persiapan permukaan ini diselesaikan dengan menggosok spesimen uji pada
suatu polishing wheels dengan cloth tertentu yang dibasahi dengan larutan yang
mengandung Aluminium Oksida. Proses ini spesimen sudah bebas dari goresan dan
mempunyai permukaan yang halus berkilau untuk dilakukan proses pengetsaan.
Ketekunan dan kesabaran yang tinggi dituntut dalam proses ini mengingat bahwa
keberhasilan dari analisa metalografi sangat menentukan oleh persiapan ini.
Pengetsaan adalah proses pelarutan secara kimiawi atau elektrolis dari suatu
logam dalam larutan kimia. Pengetsaan ini bertujuan untuk memperoleh detail dari
struktur, hal ini dimungkinkan karena adanya kecendrungan untuk melarut yang
berbeda dari bagian struktur logam. Kelarutan yang berbeda tersebut akan
menyebabkan permukaan logam mempunyai topologi yang tidak rata. Apabila
permukaan ini dikenakan suatu sinar, maka sinar ini akan dipantulkan dengan
intensitas yang berbeda-beda dan menghasilkan kontras bagian antara yang satu
dengan yang lain. Menggunakan penyinaran dan pembesaran yang dimiliki
mikroskop maka gambaran secara detail dari struktur logam yang diamati dapat di
peroleh.