BAB II DASAR TEORIrepository.ub.ac.id/1968/3/[10] BAB II.pdf · 2020. 8. 24. · 6 Gambar 2.1....
Transcript of BAB II DASAR TEORIrepository.ub.ac.id/1968/3/[10] BAB II.pdf · 2020. 8. 24. · 6 Gambar 2.1....
5
5
BAB II
DASAR TEORI
Jaringan Fiber To The Building (FTTB) merupakan teknologi jaringan
telekomunikasi dengan kecepatan tinggi dan bandwidth yang lebar untuk dapat memenuhi
kebutuhan layanan akses internet yang cepat, suara melalui Voice Over Internet Protocol
(VOIP), dan video dalam satu infrastruktur pada unit. Bab II ini akan menjelaskan
komunikasi serat optik, Jaringan Lokal Akses Fiber, Passive Optical Network, Gigabit
Passive Optical Network, Jenis Kabel Serat Optik, Arsitektur Jaringan Lokal Akses Serat
Optik, Konfigurasi Kabel Feeder untuk desain Fiber To The X, Optical Line Terminal,
Optical Network Termination, Optical Distribution Cabinet, Optical Distribution Frame,
dan Parameter Performasi.
2.1 Komunikasi Serat Optik
Fiber Optic dipatenkan pada pertengahan tahun 1960. Berbeda dengan media
transmisi lainnya, gelombang pembawa pada fiber optic bukan merupakan gelombang
elektromagnet atau listrik, akan tetapi merupakan sinar/cahaya laser. Spitz menyatakan
bahwa fiber optic dapat digunakan dalam sistem komunikasi (Cusano et al, 2008). Serat
optik (fiber optic) merupakan salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan
informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Keuntungan penggunaan
serat optik diantaranya memiliki bandwidth yang lebih besar dibandingkan sistem yang
menggunakan kawat tembaga ataupun gelombang mikro, attenuasi atau peredaman sinyal
yang lebih kecil, serat optik dan komponen pendukungnya lebih kecil dan ringan, tingkat
keamanan tinggi karena sinyal yang ditransmisikan oleh serat optik sulit untuk disadap,
kebal terhadap gangguan elektromagnetik serta perkembangan teknologi semikonduktor
yang mendukung penggunaan sistem komunikasi serat optik (Pollock, 1995).
Proses pengiriman informasi melalui serat optik menggunakan prinsip pemantulan
sinyal optik berupa cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Konfigurasi sistem
transmisi serat optik secara umum, ditunjukan pada Gambar 2.1
6
Gambar 2.1. Konfigurasi Transmisi Serat Optik
( Sumber : Keiser Gerard , 1991 )
Sinyal informasi yang berbentuk sinyal listrik yang diubah oleh konverter E/O pada
pemancar (transmitter) menjadi gelombang cahaya dan diteruskan ke dalam sumber
cahaya. Kemudian ditransmisikan melalui kabel serat optik menuju penerima (receiver)
yang terletak pada ujung lainnya, hingga sinyal tersebut dapat dideteksi oleh detektor
cahaya dan sinyal cahaya tersebut diubah kembali menjadi sinyal listrik oleh konverter
O/E. Selama perambatannya dalam serat optik, gelombang cahaya akan mengalami
redaman disepanjang serat dan pada titik persambungan serat optik. Oleh karena itu, untuk
transmisi jarak jauh diperlukan adanya penguat yang berfungsi untuk memperkuat
gelombang cahaya yang mengalami redaman.
2.1.1. Karakteristik Transmisi Fiber Optic
Pada transmisi serat optik terdapat karakteristik untuk membedakan jenis serat
optik yang akan digunakan dalam transmisi optik. Beberapa transmisi optik meliputi :
Redaman (Attenuation )
Redaman merupakan salah satu karakteristik dasar dalam media transmisi.
Redaman sinyal cahaya yang merambat disepanjang serat merupakan pertimbangan
penting dalam desain sebuah komunikasi serat optik, karena memiliki peranan utama
dalam menentukan jarak transmisi maksimum antara pemancar dan penerima. Ketika sinar
melewati media fiber optic akan mengalami penurunan daya akibat redaman, pembiasan
dan efek lainnya. Semakin besar redaman maka semakin pendek kemungkinan jarak antar
pengulang. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya redaman pada transmisi
serat optik antara lain :
Scattering (Hamburan)
7
7
Pada umumnya terjadi karena tidak homogennya struktur fiber optic, kerapatan
(density) yang tidak merata dan komposisi yang tidak fluktuasi.
Absorbtion (Penyerapan)
Absorbtion terjadi akibat ketidaksempurnaan proses pembutan serat dan
penyerapan ion hydrogen
Bending (Pembengkokan)
Bending merupakan pembengkokan serat optik yang menyebebkan cahaya yang
merambat pada serat optik berbelok arah transmisi dan hilang.
Menurut rekomendasi ITU-T, kabel serat optik harus mempunyai koefisien
redaman 0.5 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.4 dB/km untuk panjang
gelombang 1550 nm. Namun besarnya koefisien ini bukan merupakan nilai yang mutlak,
karena harus mempertimbangkan proses pabrikasi, desain komposisi fiber dan desain fiber
itu sendiri.
Penjalaran Cahaya Pada Fiber Optic
Penjalaran cahaya pada serat optik melalui proses pemantulan sempurna (total
internal reflection) yang diakibatkan indeks bias core (n1) lebih besar daripada indeks bias
cladding (n2). Hal ini sesuai dengan hukum Sinellius yang menyebutkan jika seberkas sinar
masuk pada suatu ujung serat optik dengan sudut kritis (critical angle) dan sinar itu datang
dari medium yang mempunyai indeks bias lebih kecil dari udara menuju inti serat optik
yang mempunyai indeks bias lebih besar maka seluruh sinar akan merambat pada
sepanjang inti serat menuju ujung lainnya. Total internal reflection ditunjukkan oleh
Gambar 2.2
Gambar 2.2 Total Internal Reflection
( Sumber : http://www.photonics.com/EDU/Handbook )
8
2.2 Jaringan Lokal Akses Fiber (Jarlokaf)
Jaringan lokal akses fiber (jarlokaf) merupakan jaringan yang menghubungkan sentral
ke pelanggan berbasis serat optik. Beberapa teknologi jarlokaf yang berkembang saat ini
adalah Digital Loop Carrier (DLC), Hybrid Fiber Coax (HFC), Passive Optical Network
(PON) dan Active Optical Network (AON). Teknologi AON, PON dan DLC merupakan
teknologi berbasis serat optik dan tembaga sedangkan teknologi HFC berbasis serat optik
dan kabel koaksial.
Jenis konfigurasi dasar yang dimiliki DLC pada Gambar 2.1 konfigurasi dasarnya
pont-to-point (titik ke titik). Untuk layanan DLC sendiri masih terbatas dan belum mampu
mendukung transmisi data dengan kecepatan yang tinggi. Teknologi PON dan AON pada
Gambar 2.1 menggunakan splitter untuk membentuk konfigurasi point-to-multipoint.
Namun yang membedakan adalah splitter pada PON bersifat pasif sedangkan pada AON
bersifat aktif. Teknologi AON menggunakan splitter aktif yaitu Active Splitting Equipment
(ASE) atau biasa disebut Active Splitter (AS). ASE pada AON berfungsi untuk
mendistribusikan informasi dari dan ke OLT, dari satu atau lebih ONU, dengan kapasitas
sebagai multiplexer/demultiplexer serta sebagai intermediate regenerator (penguat),
sehingga splitter pada AON bersifat aktif. Teknologi AON saat ini masih dalam
pengembangan dan belum banyak digunakan.
Gambar 2.3 Konfigurasi DLC, PON, & AON
(Sumber: PT. Telkom, tanpa tahun)
Keterangan:
LE : Local Exchange
CT : Centrsl Terminal
DLC : Digital Loop Carrier
RT : Remote Terminal
OLT : Optical Line Terminal
PON : Passive Optical Network
PS : Passive Splitter
AON : Active Optical Network
AS : Active Splitter
ONT : Optical Network Terminal
ONT
ONT
ONT
ONT
A
9
2.3 Passive Optical Network (PON)
Pada PON terdapat tiga komponen utama, yaitu Optical Line Terminal (OLT), Optical
Distribution Cabinet (ODC) dan Optical Network Terminal (ONT). OLT mentransmisikan
sinyal keluaran dari sentral melalui ODC yang menyediakan alat-alat transmisi serat optik
mulai dari sentral ke pelanggan, sedangkan ONT menyediakan interface di sisi pelanggan.
PON menggunakan perangkat optik pasif untuk mendistribusikan sinyal. Dikatakan pasif
karena perangkat tidak melakukan manipulasi pada sinyal. Perangkat tersebut antara lain
konektor, passive splitter dan kabel optik itu sendiri. Passive splitter berfungsi untuk
membagi kabel optik menjadi beberapa kabel optik lagi ke beberapa tujuan dengan kualitas
informasi yang sama (point-to-multipoint).
Metode akses yang digunakan pada PON umumnya adalah Time Division Multiplexing
(TDM) dan Wavelenght Division Multiplexing (WDM). Pada sistem TDM-PON,
digunakan passive power splitter sebagai pembagi sinyal. Sinyal yang sama dari OLT
ditransmisikan pada ONT yang berbeda dengan power splitter. Sinyal tersebut di-multiplex
dalam kawasan waktu. ONT mengenali data mereka sendiri melalui label alamat yang
ditambahkan pada sinyal. Broadband-PON (BPON), Ethernet-PON (EPON) dan GPON
termasuk dalam TDM-PON. Pada sistem WDM-PON, yang sinyal dibagi menggunakan
passive WDM-coupler. Sinyal untuk tiap-tiap ONT dibawa melalui panjang gelombang
berbeda dan diarahkan oleh WDM-coupler pada ONT yang tepat. Karen setiap ONT
memiliki panjang gelombang tersendiri, WDM-PON memiliki kemampuan dan privasi
yang lebih baik dari TDM-PON. Namun untuk menerapkan teknologi WDM-PON saat ini
dibutuhkan biaya yang mahal. PON pertama kali dirancang oleh Full Service Acces
Network (FSAN), yang kemudian distandarkan oleh ITU-T (BPON dan GPON) dan IEEE
(EPON). Pada bab ini pembahasan ditekankan pada prinsip dasar teknologi GPON serta
perangkat jaringan pendukungnya.
2.4 Gigabit Passive Optical Network (GPON)
Packet framing pada GPON menggunakan GPON Encapsulation Method (GEM)
frame. GEM berdasarkan pada Generic Framing Procedure (GFP) standar ITU-T G.704
dengan sedikit perubahan pada frame overhead yang disesuaikan untuk aplikasi PON.
GEM menyediakan mekanisme umum untuk beradaptasi dengan trafik dari sinyal layer
client yang lebih tinggi pada jaringan transport. Tiap satu frame ditransmisikan ke arah
downstream dan upstream dalam waktu 125 µs menggunakan GPON Transmission
10
Conversion (GTC) layer. Ukuran frame GTC ditentukan oleh kecepatan transmisi, untuk
1,24 Gbit/s sebesar 19440 byte dan untuk 2,48 Gbit/s sebesar 38880 byte.
Tabel 2.1 Standar dari teknologi GPON
2.5 Jenis Kabel Serat Optik
Jenis kabel serat optik secara umum ada dua, yaitu single-mode dan multi-mode. Pada
serat single-mode, cahaya hanya merambat dalam satu mode. Berbeda dengan serat multi-
mode dimana cahaya dapat merambat dalam beberapa mode dikarenakan ukuran inti yang
lebar (Gambar 2.4). Standar single-mode fiber (SMF) memiliki diameter core (inti) kecil
sekitar 10 µm dan membutuhkan presisi mekanik yang tinggi untuk mengkopelkan sinyal.
Di sisi lain, multi-mode fiber (MMF) memiliki diameter inti yang lebar sehingga
memudahkan untuk pengkopelan sinyal. Serat multimode memiliki ukuran diameter inti
50 µm dan 62,5 µm. Pada serat MMF terdapat dispersi intermodal yang disebabkan mode
perambatan cahaya dalam kecepatan yang berbeda. Dispersi intermodal menyebabkan
pulsa sinyal melebar yang dapat membatasi bandwidth sinyal dan jarak transmisi. Pada
serat SMF tidak terdapat dispersi intermodal. Oleh karena itu umumnya serat single-mode
digunakan untuk transmisi jaringan backbone jarak jauh, sedangkan serat multimode
digunakan untuk koneksi jaringan lokal. Namun, karena GPON merupakan jaringan akses
optik berkecepatan tinggi, maka digunakan kabel serat optik jenis single-mode. Dalam
pembahasan selanjutnya, perencanaan akan menggunakan jenis serat optik single-mode
sesuai dengan rekomendasi ITU-T G.984.1 untuk aplikasi GPON.
Gambar 2.4 Serat optik single-mode dan multi-mode
Sumber: Cedric Lam, 2007 : 23
Single-mode Fiber
Multi-mode Fiber SMF: Small core diameter - 10𝜇𝑚
MMF: Common core diameter 50 𝜇𝑚, 62,5 𝜇𝑚
11
Berdasarkan Tabel 2.3 diameter ini pada single-mode jauh lebih kecil dibandingkan
dengan diameter pada multimode. Hal ini mengakibatkan koefisien dispesi pada single
mode bernilai kecil dibandingkan pada multimode.
Tabel 2.2 Perbandingan Karakteristik Serat Optik
No.
Karakteristik
Jenis Serat Optik
Single
mode
Multimode
Step-index Graded-index
1. Diameter inti (μm) 7-10 50-980 50-100
2. Diameter selubung (μm) 125 125-1000 125-140
3. Koefisien disperse bahan
(ps.nm-1
.km-1
)
0,9-20 100-120 0,9-120
4. Lebar pita (MHz.km) 103
0,5-60 20-1500
5. Rugi-rugi (dB/km) 0,1-0,7 3,0-160 0,7-7.0
6. Numerical Aperature - 0,15-0,47 0,19-0,31
7. Banyaknya mode 1 >1 >1
8. Penyambungan Sulit Mudah Mudah
(Sumber: Ming-Kang Liu,1996: Muflihatin, 2002)
2.5.1 Dispersi pada Kabel Serat Optik Single-Mode
Terdapat dua macam dispersi pada kabel serat optik jenis single-mode, yaitu :
1. Dispersi Intramodal, yang terdiri dari dispersi khromatis (material) dan dispersi pandu
gelombang.
Dispersi intramodal terjadi baik pada serat optik single-mode dan multi-mode. Dispersi
intramodal dikarenakan perbedaan panjang gelombang dan kecepatan group (group
velocity). Dispersi khromatis pada serat optik dikarenakan perbedaan kecepatan propagasi
sinyal cahaya dari panjang gelombang atau frekuensi yang berbeda. Dispersi khromatis
pada serat optik dinyatakan dengan persamaan berikut [Hoss, 1990 : 116] :
Dtdmm
dengan : m = dispersi material (ps)
dmt = koefisien dispersi material (ps/nm/km)
= lebar spectral sunber cahaya (nm)
D = panjang serat optic (km)
(2-1)
12
Dispersi pandu gelombang pada serat optik terjadi karena terdapat karakteristik
perambatan mode sebagai fungsi perbandingan jari-jari inti serat optik dan panjang
gelombang. Dispersi pandu gelombang pada serat optik dinyatakan dengan :
ww Dnnc
D)( 21
0
nilai wD didapat dari :
2
)ln1(4
v
vDw
dan
snav 2..2
1
0
Sedangkan untuk mengetahui nilai dispersi pandu gelombang melalui :
1
21
n
nns
dimana : w = dispersi pandu gelombang (ps)
D = panjang serat optik (km)
c = kecepatan cahaya pada ruang bebas (3.108 m/s)
0 = panjang gelombang pusat pancaran (nm)
1n = indeks bias inti (1,450)
1n = indeks bias selubung (1,436)
wD = koefisien dipsersi (ns)
= lebar spectrum cahaya (nm)
v = frekuensi ternormalisasi (Hz)
a = jari-jari inti (
s = selisih indeks bias (nm)
2. Polarization mode dispertion (PMD)
Pada serat optik single-mode, PMD terjadi karena energi sinyal cahaya pada pandu
gelombang yang diberikan berisi dua mode atau keadaan polarisasi orthogonal. Nilai PMD
(2-2)
(2-3)
(2-4)
(2-5)
13
berubah sesuai fungsi waktu akibat faktor dari perubahan temperatur dan tekanan pada
serat optik. Nilai dari PMD adalah kurang dari sama dengan 0,05 ps/ [K. Thyagarajan,
Ajoy Ghatak, 2007 : 99].
2.6 Arsitektur Jaringan Lokal Akses Serat Optik (Jarlokaf)
Selama ini serat optik hanya dipakai untuk transmisi antar sentral, sebagai jaringan
backbone, dan digunakan untuk komunikasi jarak jauh. Lalu mulai dikembangkanlah suatu
jaringan lokal bahkan sampai ke terminal pelanggan dengan media serat optik. Sistem
transmisi serat optik yang digunakan pada jaringan lokal tersebut dinamakan jaringan lokal
akses fiber (jarlokaf). Jarlokaf merupakan sebuah solusi strategis bagi jaringan akses
pelanggan. Namun, ketepatan dalam segi perencanaan dan operasional, serta pemilihan
arsitektur dan teknologi jaringan yang digunakan akan sangat mempengaruhi kesuksesan
kegiatan operasi, perawatan, efektivitas investasi, serta kemudahan pengembangan
jaringan dan layanan jasa.
Gambar 2.5 Konfigurasi JARLOKAF
(Sumber: Panduan Desain FTTH, 2012: 7)
Sistem jarlokaf setidaknya memiliki 2 buah perangkat opto elektronik, yaitu satu
perangkat opto elektronik di sisi sentral dan satu perangkat opto elektronik di sisi
pelanggan. Lokasi perangkat opto elektronik di sisi pelanggan selanjutnya disebut titik
konversi optik (TKO). Secara praktis TKO berarti batas terakhir kabel optik ke arah
pelanggan yang berfungsi sebagai lokasi konversi sinyal optik ke sinyal elektronik. Pada
sistem PON ataupun GPON, TKO berada pada perangkat ONU. Perbedaan letak TKO
menimbulkan modus aplikasi atau arsitektur jarlokaf berbeda pula, yaitu :
OLT ODF ODC ODP
14
1. Fiber To The Building (FTTB)
TKO terletak di dalam gedung dan biasanya terletak pada ruang telekomunikasi di
basement. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga indoor
atau IKR. FTTB dapat diterapkan bagi pelanggan-pelanggan bisnis di gedung bertingkat
atau bagi pelanggan yang bertempat tinggal di apartemen.
a. FTTB
Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan FTTB
2. Fiber To The Curb (FTTC)
TKO terletak di suatu tempat di luar bangunan, baik di dalam kabinet, di atas tiang
maupun manhole. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga
hingga beberapa ratus meter. FTTC dapat diterapkan bagi pelanggan bisnis yang letaknya
terkumpul di suatu area terbatas namun tidak berbentuk gedung-gedung bertingkat atau
bagi pelanggan perumahan yang pada waktu dekat akan menjadi pelanggan jasa hiburan.
FTTC dapat dianalogikan sebagai pengganti kotak pembagi (KP).
a. FTTC
Gambar 2.7 Modus Aplikasi dari FTTC
3. Fiber To The Home (FTTH)
TKO terletak di rumah pelanggan. Dengan arsitektur ini keberadaan kabel tembaga
dapat dihilangkan sama sekali, sehingga keterbatasan kemampuan dalam menyediakan
bandwidth yang lebar dan interferensi tidak terjadi.Jaringan FTTH merupakan jaringan
masa depan berbasis full optic.
ODC ODF OLT ODP
PELANGGAN
:
n
.
ONT
ONT
ONT
OLT
ONT
ODC ODF
ODP PELANGGAN
15
a. FTTH
Gambar 2.8 Modus Aplikasi dari FTTH
OLT (Optical Line Terminal): Jenis perangkat aktif yang merupakan sub sistem
dari Optical Access Network yang berdasarkan teknologi PON.
ODF (Optical Distribution Frame): Titik transmisi kabel serat optik, sebagai
tempat peralihan dari kabel fiber optik outdoor dengan kabel serat optik indoor dan
sebaliknya. Fungsi lainnya sebagai titik koneksi perangkat ke ODC dan sebagai dan
sebagai titik cross connect antara ODF-ODF. Wujud dari ODF adalah berbentuk
rak dan dipasang di sisi sentral maupun disisi pelanggan.
ODC (Optical Distribution Cabinet): Tempat terminasi antara kabel feeder dan
kabel distribution.
ODP (Optical Distribution Point):Titik sambung dimana pada satu sisi
diterminasikan kabel sekunder /kabel catu langsung dan sisi lainnya diterminasikan
kabel pelanggan.
ONT (Optical Network Termination):Perangkat aktif yang ditempatkan disisi
pelanggan dan telah dilengkapi port-port layanan (RJ-11,RJ-45,RF).
2.7 Konfigurasi Kabel Feeder untuk Desain FTTX
Konfigurasi kabel feeder harus mempunyai sistem back up (Dual Route Preferred),
dimana terminasi STO dilakukan di FTM/ODF dan terminasi diluar STO dilakukan di
ODC (outdoor). Konfigurasi kabel feeder memliki 3 konfigurasi yaitu konfigurasi
Ring ,Star ,dan Bus :
a) Konfigurasi ring memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah tingkat keandalan
yang lebih baik pada proses penyambungan berantai dibandingkan dengan konfigurasi
star dan bus. Konfigurasi Ring digunakan apabila menginginkan sistem yang redundant
dan kondisi geografis dilapangan memungkinkan untuk dibuat jaringan feeder
berbentuk ring. Pada konfigurasi ring dimulai dari terminasi STO yang dihubungkan ke
FTM/ODF dan
OLT ODF ODC
ONT
ODP
PELANGGAN
17
c) Konfigurasi bus digunakan apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan di desain
menggunakan Ring. Konfigurasi bus pada jaringan serat optik dimulai dari
terminasi STO yang dihubungkan ke FTM/ODF dan terminasi diluar STO yang
dihubungkan di ODC (outdoor,) kemudian FTM/ODF/ODC dihubungkan lagi
kebeberapa FTM/ODF/ODC dalam suatu saluran linier menggunakan kabel feeder
serat optik. Berikut konfigurasi bus dapat dilihat pada gambar 2.12:
Gambar 2.11 Konfigurasi Bus
(Sumber: Panduan Desain FTTH, 2012: 17)
2.8 Optical Line Terminal (OLT)
OLT merupakan komponen dari jaringan kabel serat optik yang terhubung ke jaringan
luar dan terhubung ke beberapa ODN. OLT menyediakan interface antara sistem GPON
dengan penyedia layanan data, video dan telepon. Blok diagram OLT dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar 2.12 Blok diagram OLT
(Sumber: ITU-T G.984-3, 2008 : 13)
18
Blok fungsional OLT sebagai berikut :
1. Service shell, berfungsi menterjemahkan antara format sinyal pada jaringan
backbone dengan format sinyal GPON.
2. Cross-connect shell, berfungsi menyediakan interkoneksi dan switching diantara
sistem GPON, ONT dan jaringan backbone.
3. PON core shell, terdiri dari dua bagian yaitu ODN interface function dan GPON
TC fuction. Fungsi dari PON TC antara lain framing, Media Acces Control (MAC),
Operation, Administration and Management (OAM), dynamic bandwidth
allocation (DBA) serta manajemen dan mode seleksi ONT.
2.9 Optical Network Terminal (ONT)
ONT menyediakan interface antara jaringan serat optik dengan sisi pelanggan. ONT
bekerja mirip dengan OLT. Karena ONT bekerja dengan hanya single GPON interface,
maka bagian cross connect shell dapat dihilangan. Berikut gambar blok diagram ONT :
Gambar 2.13 Blok diagram ONU
(Sumber: ITU-T G.984-3, 2008 : 14)
Blok fungsional ONT sebagai berikut :
1. Service shell, berfungsi menterjemahkan antara format sinyal pada jaringan
backbone dengan format sinyal GPON.
2. Cross-connect shell, berfungsi menyediakan interkoneksi dan switching diantara
sistem GPON, ONT dan jaringan backbone.
3. PON core shell, terdiri dari dua bagian yaitu ODN interface function dan GPON
TC fuction. Fungsi dari PON TC antara lain framing, Media Acces Control (MAC),
Operation, Administration and Management (OAM), dynamic bandwidth
allocation (DBA) serta manajemen dan mode seleksi ONT.
19
4. Mux dan Demux berfungsi menangani traffik. Pada arsitektur FTTH ONT
diletakkan di sisi pelanggan rumah.
2.10 Optical Distribution Frame (ODF)
Optical Distribution Frame (ODF) adalah perangkat berupa suatu frame tertutup
dengan struktur mekanik berupa rack atau shelf atau struktur lain yang mempunyai fungsi
utama sebagai tempat menghubungkan kabel serat optik dan elemen lainnya, dilengkapi
dengan fiber organizer serta mampu melindungi elemen-elemen di dalamnya yang
digunakan untuk tempat terminasi kabel serat optik yang berasal dari outside plant dan
perangkat aktif.
Selain itu juga sebagai tempat peralihan dari kabel fiber optic outdoor dengan kabel fiber
optic indoor.
Gambar 2.14 Optical Distribution Frame (ODF)
Sumber: PT. Telkom, 2012: 18)
Fiber Organizer adalah ruang yang berisi kelengkapan dan fitur yang ditunjukan
untuk manajemen fiber yaitu menyimpan dan mengarahkan fiber, pigtail, patch-cord,
splice, konektor dan peralatan passive lainnya didalam ODF. ODF merupakan closed rack
19”, yaitu rak standar 19” IEC-60297 dengan tambahan ruang vertical untuk fiber
organizer yang keseluruhannya tertutup dinding dan pintu.
2.11 Optical Distribution Cabinet (ODC)
Optical Distribution Cabinet (ODC) adalah suatu ruang yang berbentuk kotak atau
kubah yang terbuat dari material khusus yang berfungsi sebagai tempat terminasi antara
20
kabel feeder (kabel fiber optic yang diterminasi di ODF dan ODC) dan kabel distribusi
(kabel fiber optic) yang diterminasi di ODF dan ODP). Berikut ini adalah pembagian space
dalam ODC.
Gambar 2.15 Optical Distribution Cabinet (ODC)
(Sumber: PT. Telkom, 2012: 19)
Komponen dalam Optical Distribution Cabinet adalah sebagai berikut:
1. Cable Tray
Cable Tray merupakan suatu kompartemen yang digunakan untuk mengamankan,
mengorganisasi dan melindungi serat optik, patch cord, pigtail, dan digunakan
dalam konteks manajemen kabel serat optik.
2. Konektor
Konektor berfungsi untuk menyambungkan ujung serat optik pada konektor
adaptor.
3. Parking Lot
Parking lot merupakan suatu tempat terminasi sementara bagi konektor yang belum
disambungkan.
4. Pig Tail
Pig tail merupakan seutas serat optik yang pendek untuk menghubungkan dua
komponen optis yang dilengkapi satu konektor pada salah satu ujungnya.
5. Slack Storage
Slack Storage merupakan suatu kompartemen yang diguakan untuk mengamankan,
mengorganisasikan dan melindungi kelebihan kabel.
Label/ nama kabel dari
penarikan kabel feeder ODF :
xxxx
Label/ nama kabel dari
keluaran ODC kabel distribusi
ke ODP : xxxx
21
6. Splice Tray
Splice Tray berfungsi untuk mengamankan, mengorganisasikan dan dan
melindungi sambungan serat optik yang menggunakan teknik splicing.
7. Splice
Splice merupakan sambungan permanen antara dua serat optik.
8. Splitter
Splitter merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk membagi sebuah sinyal
optik ke dalam dua atau lebih sinyal.
2.12 Parameter Performansi Sistem
Untuk mengetahui performansi pada sistem yang direncanakan dalam skripsi ini
digunakan beberapa parameter antara lain :
• Link Power Budget
• Link Rise Time Budget
• BER
• Eye Pattren
2.12.1 Link Power Budget
Link power budget adalah perhitungan terhadap kebutuhan daya dalam suatu link
sistem komunikasi serat optik yang harus dipenuhi agar didapatkan performansi sistem
sebagaimana yang diinginkan. Besarnya power budget system harus lebih besar dari
redaman total dari saluran. Redaman total adalah besarnya rugi-rugi yang disebabkan oleh
komponen-komponen komunikasi serat optik yang digunakan dalam sistem. Dalam sistem
Passive Optical Network (PON) digunakan kelas-kelas attenuation range untuk
perhitungan power budget. Attenuation range adalah jangkauan redaman total antara
pemancar dan penerima optik yang diperbolehkan dalam jangkauan transmisi 10-20 km,
yaitu :
- Class A : 5-20 dB - Class B+ : 15-28 dB
- Class C : 15-30 dB - Class B : 10-25 dB
Power budget dapat diketahui dengan menghitung selisih antara daya optik yang
dipancarkan optical transmitter dengan daya optik terendah yang masih dapat dideteksi
oleh optical receiver (Max King dan Kang Liu, 1996 : 132)
Pt = Ps - Pr
dengan :
Pt = Power budget (dB)
( 2-6)
total =
22
Ps = Daya output pemancar (dB)
Pr = Sensitifitas penerima (dB)
Secara umum loss pada suatu link transmisi serat optik disebabkan oleh komponen-
komponen berikut :
a) Loss serat optik
b) Loss akibat penyambungan (splicing)
c) Loss akibat konektor\
d) Loss akibat splitter
e) Loss akibat WDM Coupler
Secara matematis rumus redaman total pada PON sebagai berikut (PT. Telkom,
2000),
dengan :
a total = (αf x D) + (Ns x Ls) + (Nc x Lc) + S+ Lcoupler
keterangan:
a total = redaman total (dB)
αf = rugi serat optik (dB)
D = panjang serat optik (km)
Ns = jumlah sambungan
Ls = rugi sambungan (dB)
Nc = jumlah konektor
Lc = rugi konektor (dB)
S = rugi splitter (dB)
Lcoupler = rugi WDM Coupler (dB)
Setelah mengetahui besarnya redaman total pada sistem, maka sistem margin dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan berikut :
M = ( Ps – Pr ) - a total – 3 [safety margin]
dengan :
M = margin system (dB)
Sistem margin adalah faktor keamanan daya optik untuk perencanaan jaringan
dengan menambahkan daya ekstra pada kebutuhan daya untuk mengkompensasi
kemungkinan terjadinya degradasi (penurunan) pada link. Degradasi link dapat terjadi
karena beberapa faktor seperti :
( 2-7 )
atotal =
( 2-8)
total =
23
Penurunan kemampuan sumber optik disebabkan oleh umur.
Nilai loss pada komponen splice dan konektor di lapangan lebih besar dari yang
diperkirakan.
Losses yang didapat ketika terjadi perbaikan pada kabel serat optik.
Jika nilai margin syistem masih diatas 0, maka jaringan masih memenuhi syarat
untuk kelayakan operasi
2.12.2 Link Rise-Time Budget
Analisa rise time budget digunakan untuk mengetahui kapasitas informasi maksimum
dari jaringan serat optik. Pendekatan dalam analisa rise time budget tsys adalah dengan
mengakarkan penjumlahan kuadrat total kontibutor-kontibutor rise time dari jaringan.
Lima elemen dasar yang memungkinkan untuk membatasi kecepatan sistem adalah
rise time pemancar tTx, rise time dispersi intermodal pada serat multi-mode tmod, rise time
dispersi intamodal tintra, rise time PMD pada serat optik tPMD dan rise time penerima tRx.
Maka rise time budget sistem tsys adalah (Gerd Keiser, 2006 : 201) :
tsys = (tTx2 + tmod
2 + tintra
2 + tRx
2)
1/2
dengan :
tTX = rise time pemancar (s)
tRX = rise time penerima (s)
tmod = rise time dispersi intermodal pada serat multi-mode (s)
tintra= rise time intramodal (s)
Pada serat single-mode tidak mengalami dispersi intermodal (tmod = 0), sehingga
dispersi yang terjadi pada serat single-mode hanya dispersi intramodal dan PMD.
Besarnya degradasi sinyal jika data yang dikirimkan dalam format non return to zero
(NRZ) adalah rise time total tidak boleh melebihi 70 % dari maksimum rise time dari bit
rate sinyal NRZ atau 35 % pada format return to zero (RZ).
Rise time pada pemancar dan penerima optik dapat diketahui dari data sheet. Rise time
pada pemancar optik disebabkan dari kecepatan respon sumber optik terhadap arus drive.
Dari data sheet didapatkan untuk sumber optik jenis LED rise time adalah sebesar 2 ns
sedangkan jenis LD rise time sebesar 0,12 ns (Cedric Lam, 2007). Rise time pada
penerima optik dihasilkan dari kecepatan respon photodetector dan bandwidth-3dB
elektrik dari penerima front-end. Umumnya rise time dispesifikasikan sebagai waktu yang
dibutuhkan output detektor untuk meningkat dari titik 10% ke 90% seperti Gambar 3.3.
( 2-9)
total =
24
Hubungan bandwidth dan rise time, apabila dalam sistem digunakan sinyal dengan format
RZ apat dilihat pada persamaan berikut (Tim J. Sobering, 1999 : 2) :
tsys < 0,35 / BRX
dengan :
BRX = bandwidth penerima front-end (MHz)
tsys = rise time penerima (ns)
Apabila dalam sistem digunakan sinyal dengan format NRZ, maka rise time total pada
sistem atau tsys tidak boleh kurang dari :
tsys < 0,7 / BRX
dengan :
tsys = rise time total sistem (ns)
BRX = bandwidth penerima front-end (MHz)
2.12.3 Bit Error Rate (BER)
Bit Error Rate (BER) adalah perbandingan banyaknya bit yang salah
dengan banyaknya bit yang ditransmisikan. BER dalam sistem transmisi serat optik
berkisar antar
10-6
– 10-10
(Kaiser, 1991:275). Untuk menghitung BER pada sebuah sistem
komunikasi
terdapat beberapa cara, secara teori dapat menggunakan perbandingan error bit
(Eb)
terhadap total bit yang ditransmisikan (Tb) dalam periode t detik. (Keiser, 2004)
dimana:
BER =
Eb = Error bit
Tb = Total bit
Performasi sistem gelombang cahaya digital ditandai dengan bit error rate
(BER). BER dapat ditentukan sebagai jumlah error dalam satu detik. Berdasarkan
Recommendation ITU-T G.691, ITU-T G.692, ITU-T G.693, ITU-T G.695, ITU-T
G.698.1, ITU-T G.698.2 and ITU-T G.959.1, telah disebutkan bahwa sistem optik harus
didesain dengan nilai BER tidak kurang dari 10-12
. Sedangkan menurut Recommendation
ITU-T G.957, syarat BER adalah 10-10
. European FP7 Integrated Project menyatakan
kebutuhan BER untuk layanan internet saat ini adalah kurang dari 10-8
, yang berarti hanya
(2-10)
(2-11)
(2-12)
25
satu kesalahan yang terjadi dari 108
bit yang ditransmisikan. Error rates yang telah
dispesifikasi dalam sistem komunikasi serat optik berkisar antara 10-9
sampai dengan 10-15
.
Hubungan antara BER dan Q-factor: BER =
Q-factor = 6 sesuai dengan BER = 10-9
. Untuk perhitungan Q-factor yang benar,
jumlah minimum dari bit yang disimulasikan harus ditentukan melalui beberapa
perhitungan Q dengan menaikkan panjang urutan bit. (Keiser, 2004).
2.12.4 Eye Pattern
Eye Pattern merupakan suatu metodologi yang mereprentasikan dan menganalisis
sinyal digital yang berkecepatan tinggi. Eye Pattern adalah tampilan osiloskop dari sinyal
digital yang mengalami proses sampling beberapa kali untuk mendapatkan tampilan dari
karakteristik sinyal tersebut. Menurut ITU-T Recommendation kualitas suatu sinyal dapat
dikuantisasikan dengan mendefinisikan eye mask pada sinyal referensi yang
ditransmisikan.
Dengan adanya Eye Pattern memungkinkan parameter utama dari kualitas sinyal listrik
menjadi cepat divisualisasikan dan ditentukan. Semakin besar ukuran eye pattern maka
akan semakin mudah untuk mendeteksi sinyal dan semakin kecil error rate-nya,
sebaliknya ketika eye pattern menutup akan semakin sulit untuk mengetahui data dari
sinyal tersebut. Informasi yang didapatkan dari eye pattern seperti waktu terbaik untuk
melakukan sampling yaitu ketika Signal to Noise Ration (SNR).
a. Signal to Noise Ratio (SNR)
Signal to Noise Rasio (SNR) merupakan perbandingan daya sinyal terhadap daya
noise pada satu titik yang sama. Semakin besar nilai SNR maka sistem akan menandakan
sistem tersebut bekerja dengan baik, SNR dapat dirumuskan sebagai persamaan(Keiser,
2004):
SNR = 10 Log
Keterangan :
S: daya sinyal (watt)
N: daya noise (watt)
(2-13)
(2-14)
26
2.13 Software Optisytem v.014
Gambar 2.16 Software simulasi Optisystem v.14
Sumber: www.optiwave.com,tanpa tahun
Software Optisystem v.14 pada gambar 2.19 merupakan perangkat lunak desain
yang memungkinkan pengguna untuk merencanakan, menguji, dan mensimulasikan
jaringan optik modern Optisystem v.14 menyediakan virtual komponen optik yang lengkap
dan komprehensif sehingga pengguna dapat mendesain dan menganalisa sistem jaringan
sesuai dengan kondisi nyata. Hal ini juga dimaksudkan untuk penghematan biaya, karena
tidak perlu mengadakan komponen-komponen jaringan optik nyata yang notabene
memiliki harga yang sangat mahal.
Perancangan dan desain jaringan Fiber To The Building (FTTB) menggunakan
software Optisystem v.14, untuk mempermudah pemasangan di lokasi perlu diadakannya
simulasi. Mengetahui performasi pada sistem yang direncanakan dalam perancangan dan
desain jaringan Fiber To The Building (FTTB) harus memenuhi beberapa parameter. Hasil
yang baik dalam jaringan Fiber To The Building (FTTB) nilai redaman yang diperoleh
harus rendah dan Bit Error Rate rendah.