BAB II DASAR TEORIrepository.ub.ac.id/1968/3/[10] BAB II.pdf · 2020. 8. 24. · 6 Gambar 2.1....

22
5 BAB II DASAR TEORI Jaringan Fiber To The Building (FTTB) merupakan teknologi jaringan telekomunikasi dengan kecepatan tinggi dan bandwidth yang lebar untuk dapat memenuhi kebutuhan layanan akses internet yang cepat, suara melalui Voice Over Internet Protocol (VOIP), dan video dalam satu infrastruktur pada unit. Bab II ini akan menjelaskan komunikasi serat optik, Jaringan Lokal Akses Fiber, Passive Optical Network, Gigabit Passive Optical Network, Jenis Kabel Serat Optik, Arsitektur Jaringan Lokal Akses Serat Optik, Konfigurasi Kabel Feeder untuk desain Fiber To The X, Optical Line Terminal, Optical Network Termination, Optical Distribution Cabinet, Optical Distribution Frame, dan Parameter Performasi. 2.1 Komunikasi Serat Optik Fiber Optic dipatenkan pada pertengahan tahun 1960. Berbeda dengan media transmisi lainnya, gelombang pembawa pada fiber optic bukan merupakan gelombang elektromagnet atau listrik, akan tetapi merupakan sinar/cahaya laser. Spitz menyatakan bahwa fiber optic dapat digunakan dalam sistem komunikasi (Cusano et al, 2008). Serat optik (fiber optic) merupakan salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Keuntungan penggunaan serat optik diantaranya memiliki bandwidth yang lebih besar dibandingkan sistem yang menggunakan kawat tembaga ataupun gelombang mikro, attenuasi atau peredaman sinyal yang lebih kecil, serat optik dan komponen pendukungnya lebih kecil dan ringan, tingkat keamanan tinggi karena sinyal yang ditransmisikan oleh serat optik sulit untuk disadap, kebal terhadap gangguan elektromagnetik serta perkembangan teknologi semikonduktor yang mendukung penggunaan sistem komunikasi serat optik (Pollock, 1995). Proses pengiriman informasi melalui serat optik menggunakan prinsip pemantulan sinyal optik berupa cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Konfigurasi sistem transmisi serat optik secara umum, ditunjukan pada Gambar 2.1

Transcript of BAB II DASAR TEORIrepository.ub.ac.id/1968/3/[10] BAB II.pdf · 2020. 8. 24. · 6 Gambar 2.1....

5

5

BAB II

DASAR TEORI

Jaringan Fiber To The Building (FTTB) merupakan teknologi jaringan

telekomunikasi dengan kecepatan tinggi dan bandwidth yang lebar untuk dapat memenuhi

kebutuhan layanan akses internet yang cepat, suara melalui Voice Over Internet Protocol

(VOIP), dan video dalam satu infrastruktur pada unit. Bab II ini akan menjelaskan

komunikasi serat optik, Jaringan Lokal Akses Fiber, Passive Optical Network, Gigabit

Passive Optical Network, Jenis Kabel Serat Optik, Arsitektur Jaringan Lokal Akses Serat

Optik, Konfigurasi Kabel Feeder untuk desain Fiber To The X, Optical Line Terminal,

Optical Network Termination, Optical Distribution Cabinet, Optical Distribution Frame,

dan Parameter Performasi.

2.1 Komunikasi Serat Optik

Fiber Optic dipatenkan pada pertengahan tahun 1960. Berbeda dengan media

transmisi lainnya, gelombang pembawa pada fiber optic bukan merupakan gelombang

elektromagnet atau listrik, akan tetapi merupakan sinar/cahaya laser. Spitz menyatakan

bahwa fiber optic dapat digunakan dalam sistem komunikasi (Cusano et al, 2008). Serat

optik (fiber optic) merupakan salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan

informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Keuntungan penggunaan

serat optik diantaranya memiliki bandwidth yang lebih besar dibandingkan sistem yang

menggunakan kawat tembaga ataupun gelombang mikro, attenuasi atau peredaman sinyal

yang lebih kecil, serat optik dan komponen pendukungnya lebih kecil dan ringan, tingkat

keamanan tinggi karena sinyal yang ditransmisikan oleh serat optik sulit untuk disadap,

kebal terhadap gangguan elektromagnetik serta perkembangan teknologi semikonduktor

yang mendukung penggunaan sistem komunikasi serat optik (Pollock, 1995).

Proses pengiriman informasi melalui serat optik menggunakan prinsip pemantulan

sinyal optik berupa cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Konfigurasi sistem

transmisi serat optik secara umum, ditunjukan pada Gambar 2.1

6

Gambar 2.1. Konfigurasi Transmisi Serat Optik

( Sumber : Keiser Gerard , 1991 )

Sinyal informasi yang berbentuk sinyal listrik yang diubah oleh konverter E/O pada

pemancar (transmitter) menjadi gelombang cahaya dan diteruskan ke dalam sumber

cahaya. Kemudian ditransmisikan melalui kabel serat optik menuju penerima (receiver)

yang terletak pada ujung lainnya, hingga sinyal tersebut dapat dideteksi oleh detektor

cahaya dan sinyal cahaya tersebut diubah kembali menjadi sinyal listrik oleh konverter

O/E. Selama perambatannya dalam serat optik, gelombang cahaya akan mengalami

redaman disepanjang serat dan pada titik persambungan serat optik. Oleh karena itu, untuk

transmisi jarak jauh diperlukan adanya penguat yang berfungsi untuk memperkuat

gelombang cahaya yang mengalami redaman.

2.1.1. Karakteristik Transmisi Fiber Optic

Pada transmisi serat optik terdapat karakteristik untuk membedakan jenis serat

optik yang akan digunakan dalam transmisi optik. Beberapa transmisi optik meliputi :

Redaman (Attenuation )

Redaman merupakan salah satu karakteristik dasar dalam media transmisi.

Redaman sinyal cahaya yang merambat disepanjang serat merupakan pertimbangan

penting dalam desain sebuah komunikasi serat optik, karena memiliki peranan utama

dalam menentukan jarak transmisi maksimum antara pemancar dan penerima. Ketika sinar

melewati media fiber optic akan mengalami penurunan daya akibat redaman, pembiasan

dan efek lainnya. Semakin besar redaman maka semakin pendek kemungkinan jarak antar

pengulang. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya redaman pada transmisi

serat optik antara lain :

Scattering (Hamburan)

7

7

Pada umumnya terjadi karena tidak homogennya struktur fiber optic, kerapatan

(density) yang tidak merata dan komposisi yang tidak fluktuasi.

Absorbtion (Penyerapan)

Absorbtion terjadi akibat ketidaksempurnaan proses pembutan serat dan

penyerapan ion hydrogen

Bending (Pembengkokan)

Bending merupakan pembengkokan serat optik yang menyebebkan cahaya yang

merambat pada serat optik berbelok arah transmisi dan hilang.

Menurut rekomendasi ITU-T, kabel serat optik harus mempunyai koefisien

redaman 0.5 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.4 dB/km untuk panjang

gelombang 1550 nm. Namun besarnya koefisien ini bukan merupakan nilai yang mutlak,

karena harus mempertimbangkan proses pabrikasi, desain komposisi fiber dan desain fiber

itu sendiri.

Penjalaran Cahaya Pada Fiber Optic

Penjalaran cahaya pada serat optik melalui proses pemantulan sempurna (total

internal reflection) yang diakibatkan indeks bias core (n1) lebih besar daripada indeks bias

cladding (n2). Hal ini sesuai dengan hukum Sinellius yang menyebutkan jika seberkas sinar

masuk pada suatu ujung serat optik dengan sudut kritis (critical angle) dan sinar itu datang

dari medium yang mempunyai indeks bias lebih kecil dari udara menuju inti serat optik

yang mempunyai indeks bias lebih besar maka seluruh sinar akan merambat pada

sepanjang inti serat menuju ujung lainnya. Total internal reflection ditunjukkan oleh

Gambar 2.2

Gambar 2.2 Total Internal Reflection

( Sumber : http://www.photonics.com/EDU/Handbook )

8

2.2 Jaringan Lokal Akses Fiber (Jarlokaf)

Jaringan lokal akses fiber (jarlokaf) merupakan jaringan yang menghubungkan sentral

ke pelanggan berbasis serat optik. Beberapa teknologi jarlokaf yang berkembang saat ini

adalah Digital Loop Carrier (DLC), Hybrid Fiber Coax (HFC), Passive Optical Network

(PON) dan Active Optical Network (AON). Teknologi AON, PON dan DLC merupakan

teknologi berbasis serat optik dan tembaga sedangkan teknologi HFC berbasis serat optik

dan kabel koaksial.

Jenis konfigurasi dasar yang dimiliki DLC pada Gambar 2.1 konfigurasi dasarnya

pont-to-point (titik ke titik). Untuk layanan DLC sendiri masih terbatas dan belum mampu

mendukung transmisi data dengan kecepatan yang tinggi. Teknologi PON dan AON pada

Gambar 2.1 menggunakan splitter untuk membentuk konfigurasi point-to-multipoint.

Namun yang membedakan adalah splitter pada PON bersifat pasif sedangkan pada AON

bersifat aktif. Teknologi AON menggunakan splitter aktif yaitu Active Splitting Equipment

(ASE) atau biasa disebut Active Splitter (AS). ASE pada AON berfungsi untuk

mendistribusikan informasi dari dan ke OLT, dari satu atau lebih ONU, dengan kapasitas

sebagai multiplexer/demultiplexer serta sebagai intermediate regenerator (penguat),

sehingga splitter pada AON bersifat aktif. Teknologi AON saat ini masih dalam

pengembangan dan belum banyak digunakan.

Gambar 2.3 Konfigurasi DLC, PON, & AON

(Sumber: PT. Telkom, tanpa tahun)

Keterangan:

LE : Local Exchange

CT : Centrsl Terminal

DLC : Digital Loop Carrier

RT : Remote Terminal

OLT : Optical Line Terminal

PON : Passive Optical Network

PS : Passive Splitter

AON : Active Optical Network

AS : Active Splitter

ONT : Optical Network Terminal

ONT

ONT

ONT

ONT

A

9

2.3 Passive Optical Network (PON)

Pada PON terdapat tiga komponen utama, yaitu Optical Line Terminal (OLT), Optical

Distribution Cabinet (ODC) dan Optical Network Terminal (ONT). OLT mentransmisikan

sinyal keluaran dari sentral melalui ODC yang menyediakan alat-alat transmisi serat optik

mulai dari sentral ke pelanggan, sedangkan ONT menyediakan interface di sisi pelanggan.

PON menggunakan perangkat optik pasif untuk mendistribusikan sinyal. Dikatakan pasif

karena perangkat tidak melakukan manipulasi pada sinyal. Perangkat tersebut antara lain

konektor, passive splitter dan kabel optik itu sendiri. Passive splitter berfungsi untuk

membagi kabel optik menjadi beberapa kabel optik lagi ke beberapa tujuan dengan kualitas

informasi yang sama (point-to-multipoint).

Metode akses yang digunakan pada PON umumnya adalah Time Division Multiplexing

(TDM) dan Wavelenght Division Multiplexing (WDM). Pada sistem TDM-PON,

digunakan passive power splitter sebagai pembagi sinyal. Sinyal yang sama dari OLT

ditransmisikan pada ONT yang berbeda dengan power splitter. Sinyal tersebut di-multiplex

dalam kawasan waktu. ONT mengenali data mereka sendiri melalui label alamat yang

ditambahkan pada sinyal. Broadband-PON (BPON), Ethernet-PON (EPON) dan GPON

termasuk dalam TDM-PON. Pada sistem WDM-PON, yang sinyal dibagi menggunakan

passive WDM-coupler. Sinyal untuk tiap-tiap ONT dibawa melalui panjang gelombang

berbeda dan diarahkan oleh WDM-coupler pada ONT yang tepat. Karen setiap ONT

memiliki panjang gelombang tersendiri, WDM-PON memiliki kemampuan dan privasi

yang lebih baik dari TDM-PON. Namun untuk menerapkan teknologi WDM-PON saat ini

dibutuhkan biaya yang mahal. PON pertama kali dirancang oleh Full Service Acces

Network (FSAN), yang kemudian distandarkan oleh ITU-T (BPON dan GPON) dan IEEE

(EPON). Pada bab ini pembahasan ditekankan pada prinsip dasar teknologi GPON serta

perangkat jaringan pendukungnya.

2.4 Gigabit Passive Optical Network (GPON)

Packet framing pada GPON menggunakan GPON Encapsulation Method (GEM)

frame. GEM berdasarkan pada Generic Framing Procedure (GFP) standar ITU-T G.704

dengan sedikit perubahan pada frame overhead yang disesuaikan untuk aplikasi PON.

GEM menyediakan mekanisme umum untuk beradaptasi dengan trafik dari sinyal layer

client yang lebih tinggi pada jaringan transport. Tiap satu frame ditransmisikan ke arah

downstream dan upstream dalam waktu 125 µs menggunakan GPON Transmission

10

Conversion (GTC) layer. Ukuran frame GTC ditentukan oleh kecepatan transmisi, untuk

1,24 Gbit/s sebesar 19440 byte dan untuk 2,48 Gbit/s sebesar 38880 byte.

Tabel 2.1 Standar dari teknologi GPON

2.5 Jenis Kabel Serat Optik

Jenis kabel serat optik secara umum ada dua, yaitu single-mode dan multi-mode. Pada

serat single-mode, cahaya hanya merambat dalam satu mode. Berbeda dengan serat multi-

mode dimana cahaya dapat merambat dalam beberapa mode dikarenakan ukuran inti yang

lebar (Gambar 2.4). Standar single-mode fiber (SMF) memiliki diameter core (inti) kecil

sekitar 10 µm dan membutuhkan presisi mekanik yang tinggi untuk mengkopelkan sinyal.

Di sisi lain, multi-mode fiber (MMF) memiliki diameter inti yang lebar sehingga

memudahkan untuk pengkopelan sinyal. Serat multimode memiliki ukuran diameter inti

50 µm dan 62,5 µm. Pada serat MMF terdapat dispersi intermodal yang disebabkan mode

perambatan cahaya dalam kecepatan yang berbeda. Dispersi intermodal menyebabkan

pulsa sinyal melebar yang dapat membatasi bandwidth sinyal dan jarak transmisi. Pada

serat SMF tidak terdapat dispersi intermodal. Oleh karena itu umumnya serat single-mode

digunakan untuk transmisi jaringan backbone jarak jauh, sedangkan serat multimode

digunakan untuk koneksi jaringan lokal. Namun, karena GPON merupakan jaringan akses

optik berkecepatan tinggi, maka digunakan kabel serat optik jenis single-mode. Dalam

pembahasan selanjutnya, perencanaan akan menggunakan jenis serat optik single-mode

sesuai dengan rekomendasi ITU-T G.984.1 untuk aplikasi GPON.

Gambar 2.4 Serat optik single-mode dan multi-mode

Sumber: Cedric Lam, 2007 : 23

Single-mode Fiber

Multi-mode Fiber SMF: Small core diameter - 10𝜇𝑚

MMF: Common core diameter 50 𝜇𝑚, 62,5 𝜇𝑚

11

Berdasarkan Tabel 2.3 diameter ini pada single-mode jauh lebih kecil dibandingkan

dengan diameter pada multimode. Hal ini mengakibatkan koefisien dispesi pada single

mode bernilai kecil dibandingkan pada multimode.

Tabel 2.2 Perbandingan Karakteristik Serat Optik

No.

Karakteristik

Jenis Serat Optik

Single

mode

Multimode

Step-index Graded-index

1. Diameter inti (μm) 7-10 50-980 50-100

2. Diameter selubung (μm) 125 125-1000 125-140

3. Koefisien disperse bahan

(ps.nm-1

.km-1

)

0,9-20 100-120 0,9-120

4. Lebar pita (MHz.km) 103

0,5-60 20-1500

5. Rugi-rugi (dB/km) 0,1-0,7 3,0-160 0,7-7.0

6. Numerical Aperature - 0,15-0,47 0,19-0,31

7. Banyaknya mode 1 >1 >1

8. Penyambungan Sulit Mudah Mudah

(Sumber: Ming-Kang Liu,1996: Muflihatin, 2002)

2.5.1 Dispersi pada Kabel Serat Optik Single-Mode

Terdapat dua macam dispersi pada kabel serat optik jenis single-mode, yaitu :

1. Dispersi Intramodal, yang terdiri dari dispersi khromatis (material) dan dispersi pandu

gelombang.

Dispersi intramodal terjadi baik pada serat optik single-mode dan multi-mode. Dispersi

intramodal dikarenakan perbedaan panjang gelombang dan kecepatan group (group

velocity). Dispersi khromatis pada serat optik dikarenakan perbedaan kecepatan propagasi

sinyal cahaya dari panjang gelombang atau frekuensi yang berbeda. Dispersi khromatis

pada serat optik dinyatakan dengan persamaan berikut [Hoss, 1990 : 116] :

Dtdmm

dengan : m = dispersi material (ps)

dmt = koefisien dispersi material (ps/nm/km)

= lebar spectral sunber cahaya (nm)

D = panjang serat optic (km)

(2-1)

12

Dispersi pandu gelombang pada serat optik terjadi karena terdapat karakteristik

perambatan mode sebagai fungsi perbandingan jari-jari inti serat optik dan panjang

gelombang. Dispersi pandu gelombang pada serat optik dinyatakan dengan :

ww Dnnc

D)( 21

0

nilai wD didapat dari :

2

)ln1(4

v

vDw

dan

snav 2..2

1

0

Sedangkan untuk mengetahui nilai dispersi pandu gelombang melalui :

1

21

n

nns

dimana : w = dispersi pandu gelombang (ps)

D = panjang serat optik (km)

c = kecepatan cahaya pada ruang bebas (3.108 m/s)

0 = panjang gelombang pusat pancaran (nm)

1n = indeks bias inti (1,450)

1n = indeks bias selubung (1,436)

wD = koefisien dipsersi (ns)

= lebar spectrum cahaya (nm)

v = frekuensi ternormalisasi (Hz)

a = jari-jari inti (

s = selisih indeks bias (nm)

2. Polarization mode dispertion (PMD)

Pada serat optik single-mode, PMD terjadi karena energi sinyal cahaya pada pandu

gelombang yang diberikan berisi dua mode atau keadaan polarisasi orthogonal. Nilai PMD

(2-2)

(2-3)

(2-4)

(2-5)

13

berubah sesuai fungsi waktu akibat faktor dari perubahan temperatur dan tekanan pada

serat optik. Nilai dari PMD adalah kurang dari sama dengan 0,05 ps/ [K. Thyagarajan,

Ajoy Ghatak, 2007 : 99].

2.6 Arsitektur Jaringan Lokal Akses Serat Optik (Jarlokaf)

Selama ini serat optik hanya dipakai untuk transmisi antar sentral, sebagai jaringan

backbone, dan digunakan untuk komunikasi jarak jauh. Lalu mulai dikembangkanlah suatu

jaringan lokal bahkan sampai ke terminal pelanggan dengan media serat optik. Sistem

transmisi serat optik yang digunakan pada jaringan lokal tersebut dinamakan jaringan lokal

akses fiber (jarlokaf). Jarlokaf merupakan sebuah solusi strategis bagi jaringan akses

pelanggan. Namun, ketepatan dalam segi perencanaan dan operasional, serta pemilihan

arsitektur dan teknologi jaringan yang digunakan akan sangat mempengaruhi kesuksesan

kegiatan operasi, perawatan, efektivitas investasi, serta kemudahan pengembangan

jaringan dan layanan jasa.

Gambar 2.5 Konfigurasi JARLOKAF

(Sumber: Panduan Desain FTTH, 2012: 7)

Sistem jarlokaf setidaknya memiliki 2 buah perangkat opto elektronik, yaitu satu

perangkat opto elektronik di sisi sentral dan satu perangkat opto elektronik di sisi

pelanggan. Lokasi perangkat opto elektronik di sisi pelanggan selanjutnya disebut titik

konversi optik (TKO). Secara praktis TKO berarti batas terakhir kabel optik ke arah

pelanggan yang berfungsi sebagai lokasi konversi sinyal optik ke sinyal elektronik. Pada

sistem PON ataupun GPON, TKO berada pada perangkat ONU. Perbedaan letak TKO

menimbulkan modus aplikasi atau arsitektur jarlokaf berbeda pula, yaitu :

OLT ODF ODC ODP

14

1. Fiber To The Building (FTTB)

TKO terletak di dalam gedung dan biasanya terletak pada ruang telekomunikasi di

basement. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga indoor

atau IKR. FTTB dapat diterapkan bagi pelanggan-pelanggan bisnis di gedung bertingkat

atau bagi pelanggan yang bertempat tinggal di apartemen.

a. FTTB

Gambar 2.6 Konfigurasi Jaringan FTTB

2. Fiber To The Curb (FTTC)

TKO terletak di suatu tempat di luar bangunan, baik di dalam kabinet, di atas tiang

maupun manhole. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga

hingga beberapa ratus meter. FTTC dapat diterapkan bagi pelanggan bisnis yang letaknya

terkumpul di suatu area terbatas namun tidak berbentuk gedung-gedung bertingkat atau

bagi pelanggan perumahan yang pada waktu dekat akan menjadi pelanggan jasa hiburan.

FTTC dapat dianalogikan sebagai pengganti kotak pembagi (KP).

a. FTTC

Gambar 2.7 Modus Aplikasi dari FTTC

3. Fiber To The Home (FTTH)

TKO terletak di rumah pelanggan. Dengan arsitektur ini keberadaan kabel tembaga

dapat dihilangkan sama sekali, sehingga keterbatasan kemampuan dalam menyediakan

bandwidth yang lebar dan interferensi tidak terjadi.Jaringan FTTH merupakan jaringan

masa depan berbasis full optic.

ODC ODF OLT ODP

PELANGGAN

:

n

.

ONT

ONT

ONT

OLT

ONT

ODC ODF

ODP PELANGGAN

15

a. FTTH

Gambar 2.8 Modus Aplikasi dari FTTH

OLT (Optical Line Terminal): Jenis perangkat aktif yang merupakan sub sistem

dari Optical Access Network yang berdasarkan teknologi PON.

ODF (Optical Distribution Frame): Titik transmisi kabel serat optik, sebagai

tempat peralihan dari kabel fiber optik outdoor dengan kabel serat optik indoor dan

sebaliknya. Fungsi lainnya sebagai titik koneksi perangkat ke ODC dan sebagai dan

sebagai titik cross connect antara ODF-ODF. Wujud dari ODF adalah berbentuk

rak dan dipasang di sisi sentral maupun disisi pelanggan.

ODC (Optical Distribution Cabinet): Tempat terminasi antara kabel feeder dan

kabel distribution.

ODP (Optical Distribution Point):Titik sambung dimana pada satu sisi

diterminasikan kabel sekunder /kabel catu langsung dan sisi lainnya diterminasikan

kabel pelanggan.

ONT (Optical Network Termination):Perangkat aktif yang ditempatkan disisi

pelanggan dan telah dilengkapi port-port layanan (RJ-11,RJ-45,RF).

2.7 Konfigurasi Kabel Feeder untuk Desain FTTX

Konfigurasi kabel feeder harus mempunyai sistem back up (Dual Route Preferred),

dimana terminasi STO dilakukan di FTM/ODF dan terminasi diluar STO dilakukan di

ODC (outdoor). Konfigurasi kabel feeder memliki 3 konfigurasi yaitu konfigurasi

Ring ,Star ,dan Bus :

a) Konfigurasi ring memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah tingkat keandalan

yang lebih baik pada proses penyambungan berantai dibandingkan dengan konfigurasi

star dan bus. Konfigurasi Ring digunakan apabila menginginkan sistem yang redundant

dan kondisi geografis dilapangan memungkinkan untuk dibuat jaringan feeder

berbentuk ring. Pada konfigurasi ring dimulai dari terminasi STO yang dihubungkan ke

FTM/ODF dan

OLT ODF ODC

ONT

ODP

PELANGGAN

16

17

c) Konfigurasi bus digunakan apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan di desain

menggunakan Ring. Konfigurasi bus pada jaringan serat optik dimulai dari

terminasi STO yang dihubungkan ke FTM/ODF dan terminasi diluar STO yang

dihubungkan di ODC (outdoor,) kemudian FTM/ODF/ODC dihubungkan lagi

kebeberapa FTM/ODF/ODC dalam suatu saluran linier menggunakan kabel feeder

serat optik. Berikut konfigurasi bus dapat dilihat pada gambar 2.12:

Gambar 2.11 Konfigurasi Bus

(Sumber: Panduan Desain FTTH, 2012: 17)

2.8 Optical Line Terminal (OLT)

OLT merupakan komponen dari jaringan kabel serat optik yang terhubung ke jaringan

luar dan terhubung ke beberapa ODN. OLT menyediakan interface antara sistem GPON

dengan penyedia layanan data, video dan telepon. Blok diagram OLT dapat dilihat pada

gambar berikut ini :

Gambar 2.12 Blok diagram OLT

(Sumber: ITU-T G.984-3, 2008 : 13)

18

Blok fungsional OLT sebagai berikut :

1. Service shell, berfungsi menterjemahkan antara format sinyal pada jaringan

backbone dengan format sinyal GPON.

2. Cross-connect shell, berfungsi menyediakan interkoneksi dan switching diantara

sistem GPON, ONT dan jaringan backbone.

3. PON core shell, terdiri dari dua bagian yaitu ODN interface function dan GPON

TC fuction. Fungsi dari PON TC antara lain framing, Media Acces Control (MAC),

Operation, Administration and Management (OAM), dynamic bandwidth

allocation (DBA) serta manajemen dan mode seleksi ONT.

2.9 Optical Network Terminal (ONT)

ONT menyediakan interface antara jaringan serat optik dengan sisi pelanggan. ONT

bekerja mirip dengan OLT. Karena ONT bekerja dengan hanya single GPON interface,

maka bagian cross connect shell dapat dihilangan. Berikut gambar blok diagram ONT :

Gambar 2.13 Blok diagram ONU

(Sumber: ITU-T G.984-3, 2008 : 14)

Blok fungsional ONT sebagai berikut :

1. Service shell, berfungsi menterjemahkan antara format sinyal pada jaringan

backbone dengan format sinyal GPON.

2. Cross-connect shell, berfungsi menyediakan interkoneksi dan switching diantara

sistem GPON, ONT dan jaringan backbone.

3. PON core shell, terdiri dari dua bagian yaitu ODN interface function dan GPON

TC fuction. Fungsi dari PON TC antara lain framing, Media Acces Control (MAC),

Operation, Administration and Management (OAM), dynamic bandwidth

allocation (DBA) serta manajemen dan mode seleksi ONT.

19

4. Mux dan Demux berfungsi menangani traffik. Pada arsitektur FTTH ONT

diletakkan di sisi pelanggan rumah.

2.10 Optical Distribution Frame (ODF)

Optical Distribution Frame (ODF) adalah perangkat berupa suatu frame tertutup

dengan struktur mekanik berupa rack atau shelf atau struktur lain yang mempunyai fungsi

utama sebagai tempat menghubungkan kabel serat optik dan elemen lainnya, dilengkapi

dengan fiber organizer serta mampu melindungi elemen-elemen di dalamnya yang

digunakan untuk tempat terminasi kabel serat optik yang berasal dari outside plant dan

perangkat aktif.

Selain itu juga sebagai tempat peralihan dari kabel fiber optic outdoor dengan kabel fiber

optic indoor.

Gambar 2.14 Optical Distribution Frame (ODF)

Sumber: PT. Telkom, 2012: 18)

Fiber Organizer adalah ruang yang berisi kelengkapan dan fitur yang ditunjukan

untuk manajemen fiber yaitu menyimpan dan mengarahkan fiber, pigtail, patch-cord,

splice, konektor dan peralatan passive lainnya didalam ODF. ODF merupakan closed rack

19”, yaitu rak standar 19” IEC-60297 dengan tambahan ruang vertical untuk fiber

organizer yang keseluruhannya tertutup dinding dan pintu.

2.11 Optical Distribution Cabinet (ODC)

Optical Distribution Cabinet (ODC) adalah suatu ruang yang berbentuk kotak atau

kubah yang terbuat dari material khusus yang berfungsi sebagai tempat terminasi antara

20

kabel feeder (kabel fiber optic yang diterminasi di ODF dan ODC) dan kabel distribusi

(kabel fiber optic) yang diterminasi di ODF dan ODP). Berikut ini adalah pembagian space

dalam ODC.

Gambar 2.15 Optical Distribution Cabinet (ODC)

(Sumber: PT. Telkom, 2012: 19)

Komponen dalam Optical Distribution Cabinet adalah sebagai berikut:

1. Cable Tray

Cable Tray merupakan suatu kompartemen yang digunakan untuk mengamankan,

mengorganisasi dan melindungi serat optik, patch cord, pigtail, dan digunakan

dalam konteks manajemen kabel serat optik.

2. Konektor

Konektor berfungsi untuk menyambungkan ujung serat optik pada konektor

adaptor.

3. Parking Lot

Parking lot merupakan suatu tempat terminasi sementara bagi konektor yang belum

disambungkan.

4. Pig Tail

Pig tail merupakan seutas serat optik yang pendek untuk menghubungkan dua

komponen optis yang dilengkapi satu konektor pada salah satu ujungnya.

5. Slack Storage

Slack Storage merupakan suatu kompartemen yang diguakan untuk mengamankan,

mengorganisasikan dan melindungi kelebihan kabel.

Label/ nama kabel dari

penarikan kabel feeder ODF :

xxxx

Label/ nama kabel dari

keluaran ODC kabel distribusi

ke ODP : xxxx

21

6. Splice Tray

Splice Tray berfungsi untuk mengamankan, mengorganisasikan dan dan

melindungi sambungan serat optik yang menggunakan teknik splicing.

7. Splice

Splice merupakan sambungan permanen antara dua serat optik.

8. Splitter

Splitter merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk membagi sebuah sinyal

optik ke dalam dua atau lebih sinyal.

2.12 Parameter Performansi Sistem

Untuk mengetahui performansi pada sistem yang direncanakan dalam skripsi ini

digunakan beberapa parameter antara lain :

• Link Power Budget

• Link Rise Time Budget

• BER

• Eye Pattren

2.12.1 Link Power Budget

Link power budget adalah perhitungan terhadap kebutuhan daya dalam suatu link

sistem komunikasi serat optik yang harus dipenuhi agar didapatkan performansi sistem

sebagaimana yang diinginkan. Besarnya power budget system harus lebih besar dari

redaman total dari saluran. Redaman total adalah besarnya rugi-rugi yang disebabkan oleh

komponen-komponen komunikasi serat optik yang digunakan dalam sistem. Dalam sistem

Passive Optical Network (PON) digunakan kelas-kelas attenuation range untuk

perhitungan power budget. Attenuation range adalah jangkauan redaman total antara

pemancar dan penerima optik yang diperbolehkan dalam jangkauan transmisi 10-20 km,

yaitu :

- Class A : 5-20 dB - Class B+ : 15-28 dB

- Class C : 15-30 dB - Class B : 10-25 dB

Power budget dapat diketahui dengan menghitung selisih antara daya optik yang

dipancarkan optical transmitter dengan daya optik terendah yang masih dapat dideteksi

oleh optical receiver (Max King dan Kang Liu, 1996 : 132)

Pt = Ps - Pr

dengan :

Pt = Power budget (dB)

( 2-6)

total =

22

Ps = Daya output pemancar (dB)

Pr = Sensitifitas penerima (dB)

Secara umum loss pada suatu link transmisi serat optik disebabkan oleh komponen-

komponen berikut :

a) Loss serat optik

b) Loss akibat penyambungan (splicing)

c) Loss akibat konektor\

d) Loss akibat splitter

e) Loss akibat WDM Coupler

Secara matematis rumus redaman total pada PON sebagai berikut (PT. Telkom,

2000),

dengan :

a total = (αf x D) + (Ns x Ls) + (Nc x Lc) + S+ Lcoupler

keterangan:

a total = redaman total (dB)

αf = rugi serat optik (dB)

D = panjang serat optik (km)

Ns = jumlah sambungan

Ls = rugi sambungan (dB)

Nc = jumlah konektor

Lc = rugi konektor (dB)

S = rugi splitter (dB)

Lcoupler = rugi WDM Coupler (dB)

Setelah mengetahui besarnya redaman total pada sistem, maka sistem margin dapat

diketahui dengan menggunakan persamaan berikut :

M = ( Ps – Pr ) - a total – 3 [safety margin]

dengan :

M = margin system (dB)

Sistem margin adalah faktor keamanan daya optik untuk perencanaan jaringan

dengan menambahkan daya ekstra pada kebutuhan daya untuk mengkompensasi

kemungkinan terjadinya degradasi (penurunan) pada link. Degradasi link dapat terjadi

karena beberapa faktor seperti :

( 2-7 )

atotal =

( 2-8)

total =

23

Penurunan kemampuan sumber optik disebabkan oleh umur.

Nilai loss pada komponen splice dan konektor di lapangan lebih besar dari yang

diperkirakan.

Losses yang didapat ketika terjadi perbaikan pada kabel serat optik.

Jika nilai margin syistem masih diatas 0, maka jaringan masih memenuhi syarat

untuk kelayakan operasi

2.12.2 Link Rise-Time Budget

Analisa rise time budget digunakan untuk mengetahui kapasitas informasi maksimum

dari jaringan serat optik. Pendekatan dalam analisa rise time budget tsys adalah dengan

mengakarkan penjumlahan kuadrat total kontibutor-kontibutor rise time dari jaringan.

Lima elemen dasar yang memungkinkan untuk membatasi kecepatan sistem adalah

rise time pemancar tTx, rise time dispersi intermodal pada serat multi-mode tmod, rise time

dispersi intamodal tintra, rise time PMD pada serat optik tPMD dan rise time penerima tRx.

Maka rise time budget sistem tsys adalah (Gerd Keiser, 2006 : 201) :

tsys = (tTx2 + tmod

2 + tintra

2 + tRx

2)

1/2

dengan :

tTX = rise time pemancar (s)

tRX = rise time penerima (s)

tmod = rise time dispersi intermodal pada serat multi-mode (s)

tintra= rise time intramodal (s)

Pada serat single-mode tidak mengalami dispersi intermodal (tmod = 0), sehingga

dispersi yang terjadi pada serat single-mode hanya dispersi intramodal dan PMD.

Besarnya degradasi sinyal jika data yang dikirimkan dalam format non return to zero

(NRZ) adalah rise time total tidak boleh melebihi 70 % dari maksimum rise time dari bit

rate sinyal NRZ atau 35 % pada format return to zero (RZ).

Rise time pada pemancar dan penerima optik dapat diketahui dari data sheet. Rise time

pada pemancar optik disebabkan dari kecepatan respon sumber optik terhadap arus drive.

Dari data sheet didapatkan untuk sumber optik jenis LED rise time adalah sebesar 2 ns

sedangkan jenis LD rise time sebesar 0,12 ns (Cedric Lam, 2007). Rise time pada

penerima optik dihasilkan dari kecepatan respon photodetector dan bandwidth-3dB

elektrik dari penerima front-end. Umumnya rise time dispesifikasikan sebagai waktu yang

dibutuhkan output detektor untuk meningkat dari titik 10% ke 90% seperti Gambar 3.3.

( 2-9)

total =

24

Hubungan bandwidth dan rise time, apabila dalam sistem digunakan sinyal dengan format

RZ apat dilihat pada persamaan berikut (Tim J. Sobering, 1999 : 2) :

tsys < 0,35 / BRX

dengan :

BRX = bandwidth penerima front-end (MHz)

tsys = rise time penerima (ns)

Apabila dalam sistem digunakan sinyal dengan format NRZ, maka rise time total pada

sistem atau tsys tidak boleh kurang dari :

tsys < 0,7 / BRX

dengan :

tsys = rise time total sistem (ns)

BRX = bandwidth penerima front-end (MHz)

2.12.3 Bit Error Rate (BER)

Bit Error Rate (BER) adalah perbandingan banyaknya bit yang salah

dengan banyaknya bit yang ditransmisikan. BER dalam sistem transmisi serat optik

berkisar antar

10-6

– 10-10

(Kaiser, 1991:275). Untuk menghitung BER pada sebuah sistem

komunikasi

terdapat beberapa cara, secara teori dapat menggunakan perbandingan error bit

(Eb)

terhadap total bit yang ditransmisikan (Tb) dalam periode t detik. (Keiser, 2004)

dimana:

BER =

Eb = Error bit

Tb = Total bit

Performasi sistem gelombang cahaya digital ditandai dengan bit error rate

(BER). BER dapat ditentukan sebagai jumlah error dalam satu detik. Berdasarkan

Recommendation ITU-T G.691, ITU-T G.692, ITU-T G.693, ITU-T G.695, ITU-T

G.698.1, ITU-T G.698.2 and ITU-T G.959.1, telah disebutkan bahwa sistem optik harus

didesain dengan nilai BER tidak kurang dari 10-12

. Sedangkan menurut Recommendation

ITU-T G.957, syarat BER adalah 10-10

. European FP7 Integrated Project menyatakan

kebutuhan BER untuk layanan internet saat ini adalah kurang dari 10-8

, yang berarti hanya

(2-10)

(2-11)

(2-12)

25

satu kesalahan yang terjadi dari 108

bit yang ditransmisikan. Error rates yang telah

dispesifikasi dalam sistem komunikasi serat optik berkisar antara 10-9

sampai dengan 10-15

.

Hubungan antara BER dan Q-factor: BER =

Q-factor = 6 sesuai dengan BER = 10-9

. Untuk perhitungan Q-factor yang benar,

jumlah minimum dari bit yang disimulasikan harus ditentukan melalui beberapa

perhitungan Q dengan menaikkan panjang urutan bit. (Keiser, 2004).

2.12.4 Eye Pattern

Eye Pattern merupakan suatu metodologi yang mereprentasikan dan menganalisis

sinyal digital yang berkecepatan tinggi. Eye Pattern adalah tampilan osiloskop dari sinyal

digital yang mengalami proses sampling beberapa kali untuk mendapatkan tampilan dari

karakteristik sinyal tersebut. Menurut ITU-T Recommendation kualitas suatu sinyal dapat

dikuantisasikan dengan mendefinisikan eye mask pada sinyal referensi yang

ditransmisikan.

Dengan adanya Eye Pattern memungkinkan parameter utama dari kualitas sinyal listrik

menjadi cepat divisualisasikan dan ditentukan. Semakin besar ukuran eye pattern maka

akan semakin mudah untuk mendeteksi sinyal dan semakin kecil error rate-nya,

sebaliknya ketika eye pattern menutup akan semakin sulit untuk mengetahui data dari

sinyal tersebut. Informasi yang didapatkan dari eye pattern seperti waktu terbaik untuk

melakukan sampling yaitu ketika Signal to Noise Ration (SNR).

a. Signal to Noise Ratio (SNR)

Signal to Noise Rasio (SNR) merupakan perbandingan daya sinyal terhadap daya

noise pada satu titik yang sama. Semakin besar nilai SNR maka sistem akan menandakan

sistem tersebut bekerja dengan baik, SNR dapat dirumuskan sebagai persamaan(Keiser,

2004):

SNR = 10 Log

Keterangan :

S: daya sinyal (watt)

N: daya noise (watt)

(2-13)

(2-14)

26

2.13 Software Optisytem v.014

Gambar 2.16 Software simulasi Optisystem v.14

Sumber: www.optiwave.com,tanpa tahun

Software Optisystem v.14 pada gambar 2.19 merupakan perangkat lunak desain

yang memungkinkan pengguna untuk merencanakan, menguji, dan mensimulasikan

jaringan optik modern Optisystem v.14 menyediakan virtual komponen optik yang lengkap

dan komprehensif sehingga pengguna dapat mendesain dan menganalisa sistem jaringan

sesuai dengan kondisi nyata. Hal ini juga dimaksudkan untuk penghematan biaya, karena

tidak perlu mengadakan komponen-komponen jaringan optik nyata yang notabene

memiliki harga yang sangat mahal.

Perancangan dan desain jaringan Fiber To The Building (FTTB) menggunakan

software Optisystem v.14, untuk mempermudah pemasangan di lokasi perlu diadakannya

simulasi. Mengetahui performasi pada sistem yang direncanakan dalam perancangan dan

desain jaringan Fiber To The Building (FTTB) harus memenuhi beberapa parameter. Hasil

yang baik dalam jaringan Fiber To The Building (FTTB) nilai redaman yang diperoleh

harus rendah dan Bit Error Rate rendah.