BAB II BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS...

download BAB II BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44437/3/Chapter II.pdf · g. Pada saat perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT)

If you can't read please download the document

Transcript of BAB II BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS...

  • BAB II

    BPHTB DAN PPH FINAL PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI BOT (BUILT OPERATE AND

    TRANSFER)

    A. Pengertian BOT (Built Operate And Transfer)

    Perjanjian Built, Operate and Transfer (BOT) merupakan istilah yang relatif

    baru dalam kegiatan ekonomi Indonesia, walaupun secara sejarah konsep Built,

    Operate and Transfer (BOT) ini sebenarnya telah lama dipraktekan pelaksanaannya

    di Kota Eretria Yunani (Athena) pada sekitar 300 tahun Sebelum Masehi.42

    Perjanjian kerjasama dengan sistem bangun guna serah atau biasa disebut

    dengan sistem Built, Operate and Transfer Agreement (BOT Agreement) adalah

    perjanjian antara 2 (dua) pihak, dimana pihak yang satu menyerahkan penggunaan

    tanah miliknya untuk di atasnya didirikan suatu bangunan komersial oleh pihak kedua

    (investor), dan pihak kedua tersebut berhak mengoperasikan atau mengelola

    bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu dengan memberikan fee (atau tanpa

    fee) kepada pemilik tanah, dan pihak kedua wajib mengembalikan tanah beserta

    bangunan komersial di atasnya dalam keadaan dapat dan siap dioperasionalkan

    kepada pemilik tanah setelah jangka waktu operasional tersebut berakhir.

    43

    Sementara menurut pendapat Clifford W. Garstang konsep Built, Operate and

    Transfer (BOT) adalah:

    42 Munir Fuady, Sejarah Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 1982), hlm.172 43 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Naskah Akademis Peraturan perundang-undangan

    tentang Perjanjian BOT, (Jakarta: BHPN, 1997), hlm.9.

    Universitas Sumatera Utara

  • is a variety of type of project financing known as contractor provided financing. In the standard contractor provided financing a project entity may request proposal for the contruction of a project pursuant to which the contractor will not only provided the materials and services needed to complete the project but will also provide or at least arrange the necessary financing. The contractor will also need to operate the project and use its cash flows to repay the debt it has incurred.44

    Dengan demikian, pada dasarnya Built, Operate and Transfer (BOT) adalah

    salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang mana kontraktor harus

    menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut juga kontraktor harus

    menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk

    kelengkapan proyek. Kontraktor/investor diberikan hak untuk mengoperasikan dan

    mengambil manfaat ekonominya sebagai penggantian atas semua biaya yang telah

    dikeluarkannya selam waktu tertentu yang telah diperjanjikan.

    Berdasarkan pengertian tersebut BOT Agreement di atas, unsur-unsur

    perjanjian sistem bangun guna serah (built, operate, and transfer/BOT) atau BOT

    Agreement, adalah :

    1. Owner (pemilik tanah);

    2. investor (penyandang dana);

    3. Tanah;

    4. Bangunan komersial;

    5. Jangka waktu operasional;

    6. Penyerahan (transfer).

    44 Anita Kamilah, Bangun Guna Serah (Build Operate And Transfer/BOT) Membangun Tanpa Harus Memiliki Tanah (Perspektif Hukum Agraria, Hukum Perjanjian dan Hukum Publik), (Bandung: Keni Media, 2012), hlm.115.

    Universitas Sumatera Utara

  • Objek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (built, operate, and

    transfer/BOT) atau BOT Agreement kurang lebih :

    1. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi

    tertentu) yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai

    bangunan komersial.

    2. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama,

    untuk tujuan :

    a. Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem

    telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya

    b. Pembangunan properti, seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan

    sebagainya.

    c. Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk

    menghasilkan produk tertentu.

    Built, Operate and Transfer (BOT) merupakan suatu konsep yang mana

    proyek dibangun atas biaya sepenuhnya perusahaan swasta, beberapa perusahaan

    swasta atau kerjasama dengan BUMN dan setelah dibangun dioperasikan oleh

    investor dan setelah tahapan pengoperasian selesai sebagaimana ditentukan dalam

    perjanjian Built, Operate and Transfer (BOT), kemudian dilakukan pengalihan

    proyek tersebut pada pemilik proyek.45

    45 A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.7.

    Pada dasarnya Built, Operate and Transfer

    (BOT) adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang mana

    Universitas Sumatera Utara

  • investor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut juga investor

    harus menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk

    kelengkapan proyek. Sebagai gantinya investor diberikan hak untuk mengoperasikan

    dan mengambil manfaat ekonominya sebagai ganti atas semua biaya yang telah

    dikeluarkan untuk selama waktu tertentu.46

    Perjanjian kerjasama dengan sistem Built, Operate and Transfer (BOT)

    tersebut dapat terjadi bukan hanya antara pemerintah dengan investor, akan tetapi ada

    juga antara non pemerintah dengan investor. Built, Operate and Transfer (BOT)

    antara pemerintah dengan swasta terjadi apabila pemilik tanah adalah pemerintah dan

    pihak investor merupakan badan hukum swasta, sedangkan Built, Operate and

    Transfer (BOT) yang terjadi antara non pemerintah dengan investor terjadi apabila

    kedua pihak, baik pemilik tanah maupun investor kedua-duanya merupakan badan

    hukum swasta yang bekerja sama dalam transaksi Built, Operate and Transfer

    (BOT).

    47

    Built, Operate and Transfer (BOT) dapat digunakan untuk proyek swasta,

    artinya pihak yang terlibat yaitu individu dengan individu, individu dengan swasta,

    atau swasta dengan swasta. Contoh pelaksanaan Built, Operate and Transfer (BOT)

    untuk proyek swasta dapat terlihat dalam perjanjian Built, Operate and Transfer

    (BOT) di Denpasar Bali, di mana penduduk asli memiliki tanah di tempat yang cukup

    strategis, tetapi tidak memiliki cukup dana untuk mendirikan bangunan komersial,

    46 Ibid., hlm.8-9. 47 Anita Kamilah, Op.Cit., hlm.116

    Universitas Sumatera Utara

  • selanjutnya pihak investor meminta izin untuk mendirikan bangunan hotel atau

    penginapan di atas tanah penduduk asli tersebut dengan biaya seluruhnya ditanggung

    pihak investor dan diperjanjikan untuk jangka waktu 30 tahun atau sesuai dengan

    perjanjian untuk dilakukan pengoperasian hasil pembangunan proyek tersebut, di

    mana setelah jangka waktu perjanjian berakhir maka bangunan dan sarana prasarana

    pendukungnya dikembalikan kepada pemilik hak atas tanah tersebut tanpa syarat.

    Selanjutnya di antara para pihak, jika dikehendaki, dapat dilakukan sewa menyewa

    setelah masa konsesi tersebut berakhir.48

    Berdasarkan uraian tersebut, paling tidak terdapat tiga ciri transaksi Built,

    Operate and Transfer (BOT), yaitu:

    1. Pembangunan (Built);

    Pemilik proyek sebagai pemberi hak pengelolaan memberikan kuasanya kepada

    investor untuk membangun sebuah proyek dengan dananya sendiri (dalam

    beberapa hal dimungkinkan didanai bersama/participating interest). Desain dan

    spesifikasi bangunan umumnya merupakan usulan pemegang hak pengelolaan

    yang harus mendapat persetujuan dari pemilik proyek.

    2. Pengoperasian (Operate);

    Merupakan masa atau tenggang waktu yang diberikan pemilik proyek pada

    pemegang hak untuk selama jangka waktu tertentu mengoperasikan dan

    mengelola proyek tersebut untuk diambil menfaat ekonominya. Bersamaan

    dengan itu pemegang hak berkewajiban melakukan pemeliharaan terhadap proyek

    48 Ibid., hlm.117.

    Universitas Sumatera Utara

  • tersebut. Pada masa itu pemilik proyek dapat juga menikmati sebagai hasil sesuai

    dengan perjanjian jika ada.

    3. Penyerahan Kembali (Transfer);

    Pemegang hak pengelolaan menyerahkan hak pengelolaan dan fisik proyek pada

    pemilik proyek setelah masa konsesi selesai tanpa syarat (bisaanya). Pembebanan

    biaya penyerahan umumnya telah ditentukan dalam perjanjian mengenai siapa

    yang menanggungnya.

    Pembuatan Perjanjian yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Perjanjian

    Pembangunan, Pemilikan, Pengelolaan dan Penyerahan Kembali Tanah, Gedung dan

    Fasilitas Penunjang, disebut juga sebagai Perjanjian Built, Operate and Transfer

    (BOT) atau Bangun Guna Serah.49

    Dalam hukum perjanjian, Perjanjian Built, Operate and Transfer (BOT)

    merupakan perjanjian khusus atau disebut juga perjanjian tidak bernama, karena tidak

    dijumpai dalam KUHPerdata. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang belum

    ada hukum tambahannya sehingga para pihak dapat memberikan nama pada

    perjanjian tersebut,

    50

    49 A.P. Parlindungan, Op.Cit., hlm.208-209.

    misalnya perjanjian Bangun Guna Serah (Built, Operate and

    Transfer/BOT). Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena dalam

    KUHPerdata ditemui adanya suatu asas kebebasan berkontrak. Ketentuan mengenai

    asas kebebasan berkontrak dapat dijumpai dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata

    50 Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, (Jakarta: Visimedia, 2010), hlm.14.

    Universitas Sumatera Utara

  • yang menyatakan bahwa, Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

    undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

    Perjanjian Built, Operate and Transfer (BOT) dapat didefinisikan sebagai

    Perjanjian antara dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan penggunaan

    tanahnya untuk didirikan suatu bangunan di atasnya oleh pihak kedua, dan pihak

    kedua berhak mengoperasikan atau mengelola bangunan tersebut dalam jangka waktu

    tertentu, dengan memberikan fee atau tanpa fee kepada pihak pertama, dan pihak

    kedua wajib mengembalikan tanah beserta bangunan di atasnya dalam keadaan dapat

    dan siap dioperasikan kepada pihak pertama setelah jangka waktu operasional

    berakhir.51

    Merujuk pada perjanjian Built, Operate and Transfer (BOT) ada kewajiban-

    kewajiban yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak (pihak pemilik tanah dan

    investor), yakni:

    52

    1. Kewajiban Pemilik Hak Atas Tanah

    a. Memberikan jaminan bahwa Pihak Kesatu sebagai pemilik hak atas tanah adalah satu-satunya pihak yang berhak menyerahkan tanah yang dijadikan objek BOT, sehingga tanah objek BOT tersebut tidak mendapat gangguan dari pihak kesatu ataupun pihak yang mendapat hak dari pihak kesatu ataupun pihak ketiga.

    b. Memberikan jaminan bahwa tanah dan turutannya tersebut bebas dari sitaan, tidak sedang dijaminkan guna pelunasan suatu utang, tidak dalam keadaan sengketa dan bebas dari segala tagihan berupa apapun dari yang berwajib.

    c. Pihak kesatu sebagai pemilik hak atas tanah berkewajiban memberikan hak atas tanah dalam bentuk Hak Guna Bangunan atau hak-hak lain yang diperlukan sepanjang dimungkinkan berdasarkan aturan

    51 Maria S. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hlm.208.

    52 Anita Kamilah, Op.Cit., hlm.161-163.

    Universitas Sumatera Utara

  • perundangan yang berlaku di atas tanah dan turutannya tersebut, untuk itu pihak kesatu bersedia turut dan atau membantu menghadap kepada pejabat-pejabat yang berwenang guna menandatangani akta-akta atau surat-surat yang diperlukan.

    2. Kewajiban Pihak Investor a. Untuk atas biaya dan risiko sendiri pihak investor sebagai pihak kedua

    mendirikan bangunan-bangunan di atas tanah objek BOT tersebut menurut rencana yang dikehendaki.

    b. Memelihara dan menjaga dengan baik sebagaimana lazimnya apa yang dijadikan objek BOT menurut ketentuan, peraturan dan kebiasaan yang berlaku, atas biaya yang harus dipikul oleh pihak kedua.

    c. Memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi atas objek BOT menurut ketentuan, peraturan dan kebiasaan yang berlaku, atas ongkos/biaya yang harus dipikul oleh pihak kedua.

    d. Mentaati semua peraturan dan ketentuan yang berlaku, baik yang sekarang telah ada maupun yang akan ada kemudian.

    e. Jika seandainya untuk tanah yang menjadi objek BOT dengan akta ini dan bangunan-bangunan yang terdapat di antaranya kemudian dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), maka PBB tersebut ditanggung dan harus dibayar tepat waktu oleh pihak kedua.

    f. Dilarang untuk menjadikan tanggungan/jaminan untuk pelunasan sesuatu utang dalam bentuk dan menurut cara apapun yang dibuat oleh pihak kedua dengan siapapun juga.

    g. Pada saat perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT) berakhir, maka bangunan dan bagian-bagian serta turutan dan perlengkapannya termasuk segala perubahan dan tambahan pada bangunan tersebut harus diserahkan kepada pemilik hak atas tanah, tanpa pemilik hak atas tanah mengeluarkan suatu biaya apapun.

    h. Pada hari berikutnya, sejak perjanjian BOT berakhir, pihak kedua harus menyerahkan kembali tanah dan turutannya kepada pihak kesatu dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya dalam keadaan kosong, tanpa penghuni dan barang, serta dalam keadaan tetap terpelihara baik.

    Hak-hak atas tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai objek perjanjian Built,

    Operate and Transfer (BOT) adalah hak-hak atas tanah sebagaimana diatur dalam

    Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

    Pokok Agraria (UUPA) antara lain Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

    Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil

    Universitas Sumatera Utara

  • Hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak atas tanah sebelumnya

    yang akan ditetapkan dengan undang-undang dan sifatnya sementara sebagaimana

    disebutkan dalam Pasal 53 UUPA, yaitu: Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak

    Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.53

    B. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

    1. Dasar Hukum BPHTB

    Dasar Hukum BPHTB adalah ketentuan Pasal 85 sampai dengan Pasal 93

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

    (UU PDRD). Dasar pemungutan BPHTB adalah peraturan daerah yang memuat

    ketentuan mengenai objek pajak, subjek pajak, wajib pajak, tarif pajak, dasar

    pengenaan pajak, dan lain-lain. Kebijakan pokok mengenai BPHTB yang diatur

    dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU

    PDRD) adalah sebagai berikut:54

    a. Objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (seperti hak

    milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan), baik

    pemindahan hak (seperti jual-beli, tukar-menukar, hibah, hadiah, dan waris)

    maupun pemberian hak baru.

    b. Sejumlah objek pajak tidak dikenakan BPHTB, seperti objek pajak yang

    diperoleh perwakilan diplomatik dan konsulat, negara, badan atau perwakilan

    lembaga internasional, konversi hak yang tidak merubah nama, wakaf, dan

    53 Anita Kamilah, Op.Cit., hlm.30. 54 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

    Retribusi Daerah, Pasal 85 sampai dengan Pasal 93

    Universitas Sumatera Utara

  • kepentingan ibadah. Khusus mengenai badan atau perwakilan lembaga

    internasional yang dikecualikan dari pengenaan BPHTB diatur dalam Keputusan

    Menteri Keuangan tanggal Nomor 147/PMK.07/2010 tentang Badan Atau

    Perwakilan Lembaga Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak

    Atas Tanah Dan Bangunan.

    c. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah

    dan/atau bangunan.

    d. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah

    dan/atau bangunan. Termasuk wajib pajak BPHTB adalah Pejabat Pembuat Akta

    Tanah/Notaris, Kepala Kantor Lelang negara, dan Kepala Kantor Pertanahan,

    yang berdasarkan undang-undang diberikan kewajiban tertentu dalam proses

    pemungutan BPHTB.

    e. Tarif BPHTB paling tinggi 5%. Setiap daerah dapat menetapkan tarif BPHTB

    sesuai dengan kebijakan daerahnya sepanjang tidak melampaui 5%.

    f. Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan saat

    terutang BPHTB adalah tanggal peralihan hak.

    2. Definisi BPHTB

    Definisi dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang

    dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut

    pajak.55

    55 Marihot Pahala Siahaan (b), Op.Cit., hlm.42.

    Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa

    Universitas Sumatera Utara

  • hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh

    orang pribadi atau badan.

    Sedang menurut ketentuan Pasal 1 angka 41 Undang-Undang Nomor 28

    Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Bea Perolehan

    Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau

    bangunan. Sedang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan

    atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau

    bangunan oleh orang pribadi atau Badan (Pasal 1 angka 42 Undang-Undang Nomor

    28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD ).

    3. Subjek BPHTB

    Subjek BPHTB pada dasarnya adalah orang pribadi atau badan yang

    memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan56

    Sedangkan subjek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah

    dan Bangunan (BPHTB) adalah :

    akibat suatu perbuatan atau peristiwa

    hukum yang yang menyebabkan beralihnya hak atas tanah dan atau bangunan.

    57

    a. Perwakilan Diplomatik, Konsulat dengan asas timbal balik.

    b. Negara untuk penyelengaraan Pemerintahan dan/atau pelaksanaan pembangunan

    guna kepentingan umum.

    56 Gatot S.M. Faisal, How To Be A Smarter Taxpayer, Bagaimana Menjadi Wajib Pajak Yang Lebih Cerdas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2009), hlm.31.

    57 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 85 ayat (4).

    Universitas Sumatera Utara

  • c. Badan/Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan

    Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan

    kegiatan diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.

    d. Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh objek pajak karena konversi hak atau

    peraturan hukum lain tanpa perubahan nama.

    e. Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh objek pajak karena wakaf.

    f. Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh objek pajak untuk kepentingan

    ibadah.

    4. Objek BPHTB

    Objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah

    perolehan hak atas tanah atau bangunan, bukan tanah dan bangunannya (yang

    dikenakan PBB). Dengan demikian BPHTB dikenakan terhadap peristiwa hukum

    perolehan hak atas tanah-bangunan.58

    Sesuai dengan Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

    tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) yang menjadi objek BPHTB

    adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang meliputi:

    59

    a. Pemindahan hak karena:

    1) jual beli;

    2) tukar-menukar;

    3) hibah;

    58 Gatot S.M. Faisal, Op.Cit., hlm.30 59 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

    Retribusi Daerah, Pasal 85 ayat (2)

    Universitas Sumatera Utara

  • 4) hibah wasiat;

    5) waris;

    6) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum;

    7) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

    8) penunjukan pembeli dalam lelang;

    9) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

    10) penggabungan usaha;

    11) peleburan usaha;

    12) pemekaran usaha;

    13) hadiah.

    b. Pemberian hak baru karena:

    1) kelanjutan pelepasan hak;

    2) di luar pelepasan hak.

    Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa

    hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh

    orang pribadi atau badan.

    Menurut ketentuan Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

    tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), hak atas tanah tersebut

    meliputi:60

    60 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 85 ayat (3)

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Hak Milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai

    orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;

    b. Hak Guna Usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai

    langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh

    perundang-undangan yang berlaku;

    c. Hak Guna Bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai

    bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu

    yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

    Dasar Pokok-pokok Agraria.

    d. Hak Pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah

    yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

    wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh

    pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik

    tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan

    tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku.

    e. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat

    perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak

    atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya

    merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang

    bersangkutan.

    Universitas Sumatera Utara

  • f. Hak Pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan

    pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain,

    berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk

    keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut

    kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

    5. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB

    Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah :61

    a. Objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas

    perlakuan timbal balik;

    b. Objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan

    atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

    c. Objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang

    ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha

    atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan

    organisasi tersebut;

    d. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau

    karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

    e. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf;

    f. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk

    kepentingan ibadah.

    61 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 85 ayat (4)

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam hal ini yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang

    digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

    pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang

    digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh

    Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari

    keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instansi

    pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.

    Sedangkan yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari

    hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria,62

    6. Perhitungan BPHTB

    termasuk

    pengakuan hak oleh Pemerintah. Kemudian yang dimaksud wakaf adalah perbuatan

    hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya

    yang berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-

    lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa

    imbalan apapun.

    Formula menghitung BPHTB adalah:

    BPHTB = Tarif x NPOP NPOPTKP

    = Tarif x NPOPKP

    62 A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.1.

    Universitas Sumatera Utara

  • NPOP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, yang menjadi dasar pengenaan

    BPHTB.63

    NPOPTKP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang

    merupakan jumlah tertentu dari NPOP yang tidak dikenakan pajak. Ketentuan

    NPOPTKP diatur dalam ketentuan Pasal 87 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang

    Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), yang

    berbunyi:

    Pada dasarnya ada 3 jenis nilai (harga) yang menjadi NPOP, yaitu nilai

    pasar, harga transaksi, dan harga transaksi risalah lelang. Bila nilai pasar atau harga

    transaksi yang menjadi NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari pada Nilai Jual

    Objek Pajak (NJOP) PBB, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.

    (4) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.

    (5) Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).64

    Tarif adalah aturan pungutan, dalam pungutan BPHTB tarif yang digunakan

    adalah tarif proporsional. Ketentuan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28

    Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) menentukan

    tarif BPHTB maksimal sebesar 5 % (lima persen), menurut ketentuan Pasal 88 ayat

    63 Irwansyah Lubis, Menggali Potensi Pajak Perusahaan Dan Bisnis Dengan Pelaksanaan Hukum, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2010), hlm.119.

    64 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 87 ayat (4) dan ayat (5)

    Universitas Sumatera Utara

  • (2) terhadap tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan

    Peraturan Daerah. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

    adalah 5% (lima persen) secara flat artinya berapapun nilai perolehan hak atas tanah

    dan bangunan tetap dikenakan maksimal 5% (lima persen).

    Tarif pajak dibagi dalam enam jenis yaitu :

    a. Tarif Tetap.65

    Tarif yang berupa jumlah atau besarnya tetap untuk berapapun besarnya DPP.

    Contoh: BM = Rp.3.000,- untuk pembayaran dengan cek atau giro bilyet dalam

    jumlah berapapun.

    b. Tarif Proporsional (Sebanding).66

    Tarif berupa % tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapapun besarnya DPP.

    Contoh: PPn = 10% x DPP.

    c. Tarif Progresif (Meningkat).67

    Tarif berupa % tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya DPP.

    Contoh: PPh OP = 5% x sampai dengan Rp.50 juta, 15% x Rp.50 juta sampai

    dengan Rp.250 juta, 25% x di atas Rp.250 juta sampai dengan Rp.500 juta, 30%

    di atas Rp.500 juta.

    d. Tarif Degresif (Menurun).

    Tarif berupa % tertentu yang semakin menurun dengan menurunnya DPP,

    kebalikan tarif PPh OP.

    65 Supramono, dan Theresia Woro Damayanti, Op.Cit., hlm.7 66 Ibid. 67 Ibid.

    Universitas Sumatera Utara

  • e. Tarif Advalorum.

    Tarif dengan % tertentu yang dikenakan pada harga atau nilai suatu barang.

    Contoh: Barang impor 1.000 unit @ Rp.100, Bea Masuk = 10% x 1.000 x

    Rp.100.

    f. Tarif Spesifik.

    Tarif dengan jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu. Contoh: impor 1.000

    unit, Tarif Rp. 100 per unit, Bea Masuk = 1.000 x Rp. 100

    Secara umum, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) BPHTB adalah Nilai Perolehan

    Objek Pajak (NPOP) (Pasal 87 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

    Daerah dan Retribusi Daerah). terdapat 3 jenis NPOP yang dijadikan Dasar

    Pengenaan Pajak :68

    a. Nilai Pasar, pada transaksi perolehan berupa:

    1) Tukar-menukar,

    2) Hibah,

    3) Hibah Wasiat,

    4) Waris,

    5) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,

    6) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan,

    7) Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan

    hukum tetap,

    68 Warta Ekonomi: Majalah Ekonomi & Bisnis, Volume I, Issues 9-17, (Jakarta: Obor Sarana Utama, 1998), hlm.69-71

    Universitas Sumatera Utara

  • 8) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak,

    9) Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak,

    10) Penggabungan usaha,

    11) Peleburan usaha,

    12) Pemekaran usaha,

    13) Hadiah.

    b. Harga Transaksi, pada transaksi perolehan berupa Jual Beli

    c. Harga Transaksi Risalah Lelang, pada transaksi perolehan berupa penunjukan

    pembeli dalam lelang.

    Apabila Nilai Pasar (NP) atau Harga Transaksi (HT) yang menjadi NPOP

    tidak diketahui atau lebih rendah dari pada NJOP PBB, maka Dasar Pengenaan Pajak

    yang dipakai adalah NJOP PBB (Pasal 87 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun

    2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

    Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan

    regional dengan ketentuan :69

    a. Paling rendah sebesar Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap

    Wajib Pajak (Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

    Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

    b. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang

    pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

    69 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 87.

    Universitas Sumatera Utara

  • satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,

    termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan

    paling rendah sebesar Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) (Pasal 87 ayat

    (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

    Daerah).

    Berdasarkan ketentuan Pasal 87 ayat (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun

    2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, besarnya Nilai Perolehan Objek

    Pajak Tidak Kena Pajak diatur lebih lanjut Peraturan Daerah.70

    Tata cara pemungutan pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

    2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menganut sistem Self Assesment dan

    Official Assesment, sebagaimana ternyata dalam Pasal 96 ayat (2) yang mengatur

    Sebagai

    ilustrasi/gambaran, Pemerintah Daerah Kota Medan menerbitkan Peraturan Daerah

    Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dalam

    ketentuan Pasal 4 ayat (7) dan ayat (8) Perda Nomor 1 Tahun 2011 ditetapkan

    besarnya NPOPTKP adalah sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)

    untuk setiap Wajib Pajak, dan besarnya NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris

    atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga

    sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah

    dengan pemberi wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan sebesar Rp.300.000.000,00

    (tiga ratus juta rupiah).

    70 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 87 ayat (6).

    Universitas Sumatera Utara

  • bahwa setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat

    ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan

    perundang-undangan perpajakan. Lebih lanjut sistem Official Assesment pemungutan

    pajak ini tampak dalam ketentuan Pasal 96 ayat (3) jo. ayat (4) yang mengatur bahwa

    Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala

    Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau

    dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Sedangkan

    sistem Self Assesment tampak dalam ketentuan Pasal 96 ayat (5) yang mengatur

    bahwa Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan

    menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak

    Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang

    Bayar Tambahan (SKPDKBT).71

    Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Pajak yang dapat dipungut berdasarkan

    penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan ketentuan

    lainnya berkaitan dengan pemungutan Pajak diatur dengan Peraturan Pemerintah

    (Pasal 98 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

    Daerah). Kemudian sebagai peraturan pelaksana diterbitkanlah Peraturan Pemerintah

    Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan

    Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, di mana dalam

    ketentuan Pasal 4 ayat (2) diatur bahwa pemungutan pajak terutang berdasarkan Surat

    71 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 96.

    Universitas Sumatera Utara

  • Ketetapan Pajak merupakan pembayaran pajak terutang oleh Wajib Pajak

    berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan:72

    a. Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan; atau

    b. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.

    Sedangkan dalam ketentuan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 91

    Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan

    Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, pemungutan pajak terutang

    dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Pajak merupakan pembayaran pajak terutang

    oleh Wajib Pajak dengan menggunakan:73

    a. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah;

    b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar; dan/atau

    c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan.

    Sistem pemungutan BPHTB menganut Self Assesment di mana Wajib Pajak

    diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang,

    sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis

    Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar

    Sendiri Oleh Wajib Pajak yang menentukan dalam Pasal 4 bahwa Bea Perolehan Hak

    atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan jenis pajak yang dibayar sendiri oleh

    Wajib Pajak.

    72 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, Pasal 4 ayat (2)

    73 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak, Pasal 4 ayat (3)

    Universitas Sumatera Utara

  • Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang

    dihitung dengan cara mengalikan tarif BPHTB sebesar 5% dengan Nilai Perolehan

    Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak

    Kena Pajak (NPOPTKP). Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:

    BPHTB = Tarif x NPOP - NPOPTKP

    Tarif = maksimal 5%

    NPOP = Nilai tertinggi antara Harga Transaksi atau Nilai Pasar dengan NJOP

    PBB

    Contoh:

    Rumah dengan luas tanah 600 m2 dan bangunan 400 m2 dijual P kepada Q, harga

    transaksi Rp.500.000.000,- NJOP Tanah Rp.335.000,-/m2, Bangunan Rp.365.000,-

    /m2

    NJOP T 600 x Rp.335.000,- = Rp.201.000.000,-

    , dan NPOPTKP di Kota R tahun 2009 Rp.30.000.000,-. Akta transaksi jual beli

    18 Januari 2009, maka perhitungan BPHTB adalah:

    NJOP B 400 x Rp.365.000,- =

    NJOP TB = Rp.347.000.000,-

    Rp.146.000.000,-

    Harga Transaksi/jual = Rp.500.000.000,-

    NPOP = Rp.500.000.000,-

    NPOPTKP =

    NPOPKP = Rp.470.000.000,-

    Rp. 30.000.000,-

    BPHTB terutang 5% x Rp.470.000.000,- = Rp. 23.500.000,-

    Universitas Sumatera Utara

  • C. PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

    1. Dasar Hukum PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

    Dasar Hukum Pajak Penghasilan Final Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan

    (PPh PHTB) adalah:

    a. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

    b. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

    sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

    c. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak

    Penghasilan Perolehan Tanah/Bangunan (PPh PHTB);

    d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Pertama PP

    Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran PPh PHTB;

    e. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua PP

    Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran PPh PHTB;

    f. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga PP

    Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran PPh PHTB;

    g. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah

    diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008.

    2. Prinsip Pemajakan Menurut UU PPh

    Undang-Undang PPh menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam

    pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan

    Universitas Sumatera Utara

  • ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat

    dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.74

    Pada dasarnya PPh itu menerapkan prinsip global taxation, dikenakan atas

    seluruh penghasilan, dari manapun asalnya baik dari Indonesia maupun dari luar

    Indonesia (world-wide income concept).

    75

    Pengenaan PPh yang bersifat final, berdasarkan teori disebut schedular

    taxation. Dasar pertimbangannya kesederhanaan pemungutan, keadilan/pemerataan

    pengenaan, dan memperhatikan perkembangan ekonomi. Pasal 17 ayat (7) UU PPh

    memberikan wewenang kepada Peraturan Pemerintah/ Keputusan Menteri Keuangan

    untuk menerapkan tarif tersendiri atas PPh Pasal 4 ayat (2). System schedular dengan

    tarif tersendiri diterapkan terhadap penghasilan tertentu yang dikenakan PPh

    berdasarkan ketentuan UU PPh.

    Namun UU PPh tidak sepenuhnya

    menganut unitary tax system (suatu skedul tarif diterapkan atas seluruh tanggungan

    penghasilan) dan comprehensive income taxation. Atas kategori penghasilan tertentu

    UU PPh masih membolehkan penerapan schedular tax system yaitu pengenaan PPh

    atas jenis dan sumber penghasilan tertentu dengan perlakuan pengenaan baik sifat,

    tarif, besar, dan tata cara secara tersendiri dan berbeda.

    74 Gustian Djuanda dan Irwansyah Lubis, Pelaporan Pajak Penghasilan, Edisi Revisi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm.321.

    75 Mohammad Zain, Manajemen Perpajakan, Edisi 3, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm.23.

    Universitas Sumatera Utara

  • Perbedaan antara Global Taxation dan Schedular Taxation adalah:76

    a. Pada Global Taxation penghasilan digabungkan tanpa membedakan asal, sumber,

    dan jenis (equal treatment for the equals), sedangkan pada Schedular Taxation

    perlakuan pajak berbeda-beda berdasarkan asal, sumber, dan jenis penghasilan.

    b. Pada Global Taxation diberlakukan satu struktur tarif pajak atas total penghasilan

    (Pasal 17 UU PPh), sedangkan pada Schedular Taxation tarif pajak berbeda-beda

    tergantung sumber, jenis penghasilan.

    c. Pada Global Taxation penghasilan kena pajak adalah net income (global gross

    income dikurangkan dulu dengan tax reliefs), sedangkan pada Schedular Taxation

    penghasilan kena pajak adalah gross income atau deemed profit atau deemed

    taxable income (tanpa tax reliefs).

    d. Pada Global Taxation pajak penghasilan dipotong tax credit (tidak final),

    sedangkan pada Schedular Taxation pajak penghasilan dipotong bukan tax credit

    (final).

    Karakteristik PPh Final adalah penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak

    perlu digabungkan dengan penghasilan lain yang non final dalam penghitungan PPh

    pada SPT Tahunan PPh, jumlah PPh Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong

    pihak lain tidak dapat dikreditkan, biaya-biaya yang dipergunakan untuk memperoleh

    penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak dapat dikurangkan.

    76 Haula Rosdiana, Perpajakan, Teori dan Kebijakan, (Jakarta: Divisi Fiskal Fisip UI, 2004), hlm.112.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Penggolongan PPh Final

    Schedular taxation dapat dilihat pada ketentuan Pasal 4 ayat (2), Pasal 15,

    Pasal 17 ayat (2) d, Pasal 19, Pasal 21, dan Pasal 22 UU PPh dan aturan

    pelaksanaannya.

    Berdasarkan jenis penghasilan objek pajak tertentu yang dikenakan PPh

    pengelompokan PPh final dengan sistem pemajakan skedular, PPh Final dapat

    digolongkan ke dalam 6 kelompok:

    a. PPh Pasal 15 terdapat 5 kategori;

    b. PPh Pasal 17 ayat (2) terdapat 1 kategori;

    c. PPh Pasal 19 terdapat 1 kategori;

    d. PPh Pasal 21 terdapat 4 kategori;

    e. PPh Pasal 22 terdapat 1 kategori;

    f. PPh Pasal 4 ayat (2) terdapat 11 kategori.

    Kategori PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:

    a. PPh Bunga Deposito dan Tabungan lainnya;

    b. PPh Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara;

    c. PPh Bunga Simpanan Anggota (OP) Koperasi;

    d. PPh Hadiah Undian;

    e. PPh Transaksi Saham, Sekuritas Lainnya, dan Derivatif yang Diperdagangkan di

    Bursa;

    f. PPh Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan

    Penyertaan Modal pada Perusahaan Pasangannya;

    Universitas Sumatera Utara

  • g. PPh Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan;

    h. PPh Usaha Jasa Konstruksi;

    i. PPh Usaha Real Estate;

    j. PPh Persewaan Tanah/Bangunan;

    k. PPh Usaha Mikro Kecil dan Menengah;

    l. PPh atas Penghasilan Tertentu Lainnya.

    4. Subjek Pajak

    Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan,

    berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun

    pajak.77

    a. Orang pribadi;

    Subjek PPh meliputi :

    Adalah orang pribadi yang bertempat tinggal/berada di Indonesia atau luar negeri.

    b. Warisan Belum Terbagi (WBT);

    Sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, merupakan subjek pajak

    pengganti, menggantikan yang berhak (ahli waris).

    c. Badan;

    Adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang

    melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan

    terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau

    daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana

    pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial

    77 Gustian Djuanda, Op.Cit., hlm.4.

    Universitas Sumatera Utara

  • politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk

    kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap; dan

    d. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

    Disebut juga Permanent Establishment mempunyai pengertian adanya suatu

    tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas berupa tanah, bangunan, mesin,

    dan peralatan. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan dipakai untuk

    menjalankan usaha atau melakukan kegiatan oleh orang pribadi atau badan luar

    negeri. Pengertian BUT mencakup juga orang pribadi atau badan selaku

    independent agent yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan

    luar negeri. Orang pribadi atau badan luar negeri tidak dapat dianggap

    mempunyai BUT bila menggunakan agen, broker, atau perantara yang

    mempunyai kedudukan bebas (independent agent).

    Subjek Pajak/Wajib Pajak Dalam Negeri:

    a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia

    lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

    bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai

    niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.78

    b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan

    Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara

    atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana

    pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial

    78 Ibid., hlm.5

    Universitas Sumatera Utara

  • politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk

    reksadana.79

    1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan

    Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

    2) pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD

    3) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

    Pemerintah Daerah

    4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

    c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

    Subjek pajak Dalam Negeri dikenakan PPh atas penghasilan yang diterima

    atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari Luar Negeri (worldwide income/

    berdasarkan asas domisili).

    Subjek Pajak/ Wajib Pajak Luar Negeri:

    a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

    tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua

    belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

    Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di

    Indonesia.

    b. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

    tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak

    didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau

    79 Ibid., hlm.5-6.

    Universitas Sumatera Utara

  • memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau

    melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

    Subjek pajak Luar Negeri dikenakan PPh hanya atas penghasilan yang

    diterima atau diperolehnya dari Indonesia baik melalui BUT maupun tanpa BUT di

    Indonesia.80

    Tidak termasuk Subjek Pajak/Wajib Pajak Penghasilan, adalah:

    a. Kantor perwakilan negara asing;

    b. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara

    asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan

    bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:

    1) bukan warga Negara Indonesia; dan

    2) di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan

    atau pekerjaannya tersebut; serta

    3) negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

    c. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri

    Keuangan dengan syarat :

    1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;

    2) tidak menjalankan usaha; atau

    3) kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian

    pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

    80 Mohammad Zain, Op.Cit., hlm.299.

    Universitas Sumatera Utara

  • d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan

    Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat :

    1) bukan warga negara Indonesia; dan

    2) tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh

    penghasilan dari Indonesia.

    Dalam pengenaan PPh Final Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan

    Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas

    Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan

    Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan menegaskan

    bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi dan badan.

    5. Objek Pajak

    Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang

    Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

    (Undang-Undang PPh), yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009, tidak

    memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya

    tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

    atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib

    Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah

    untuk kegiatan rutin dan pembangunan.81

    Dilihat dari adanya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,

    penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

    81 Gustian Djuanda, Op.Cit., hlm.20.

    Universitas Sumatera Utara

  • a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti

    gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, Notaris, akuntan, pengacara,

    dan sebagainya;

    b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;

    c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti

    bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak

    dipergunakan untuk usaha; dan

    d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

    Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan

    dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.82

    Penghasilan-penghasilan yang termasuk didalam kategori ini bersifat tidak

    final. Atas PPh yang telah dibayarkannya dapat dijadikan sebagai kredit pajak atau

    Karena Undang-

    Undang ini menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis

    penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk

    mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun

    pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut

    dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horisontal), kecuali

    kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis

    penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari

    objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan

    lain yang dikenai tarif umum.

    82 Mohammad Zain, Op.Cit., hlm.137.

    Universitas Sumatera Utara

  • pengurang pajak pada saat dilakukan perhitungan kembali di akhir tahun pajak (SPT

    Tahunan Badan/SPT Tahunan OP).

    Ketentuan Pasal 4 Undang-Undang PPh mengatur mengenai penghasilan-

    penghasilan yang termasuk dalam Objek Pajak. Selain mengatur mengenai

    penghasilan yang termasuk sebagai Objek Pajak, Pasal 4 Undang-Undang PPh juga

    mengatur mengenai penghasilan yang dikenakan PPh Final dan tidak termasuk Objek

    Pajak.

    Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh mengatur mengenai objek pajak

    penghasilan (PPh). menurut ketentuan ini yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu

    setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak

    (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

    dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

    bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:83

    a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

    atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,

    gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan

    lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;

    b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;

    c. Laba usaha;

    d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

    83 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 4.

    Universitas Sumatera Utara

  • 1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan

    badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

    2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena

    pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;

    3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

    pemecahan atau pengambilalihan usaha;

    4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,

    kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

    satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial

    atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri

    Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,

    kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

    5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak

    penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam

    perusahaan pertambangan.

    e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;

    f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian

    utang;

    g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

    perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha

    koperasi;

    h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;

    Universitas Sumatera Utara

  • i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

    j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

    k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu

    yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

    l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

    m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

    n. Premi asuransi;

    o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari

    WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

    p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

    pajak;

    q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

    r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur

    mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

    s. Surplus Bank Indonesia.

    Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan, adalah :84

    a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat

    atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para

    penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

    pemeluk agama yang diakui di Indonesia;

    84 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 4 ayat (3).

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus

    satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial

    atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan

    usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan

    Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

    pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

    c. Warisan;

    d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham

    atau sebagai pengganti penyertaan modal;

    e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

    atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau

    Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang

    dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma

    penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

    Undang-Undang PPh;

    f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan

    asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan

    asuransi beasiswa;

    g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai

    WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada

    badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

    1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

    Universitas Sumatera Utara

  • 2) bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,

    kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%

    (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

    h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah

    disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun

    pegawai;

    i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang

    tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

    j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang

    modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan

    kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

    k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

    bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha

    atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

    1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan

    kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan

    Menteri Keuangan;

    2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

    l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih

    lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:

    Universitas Sumatera Utara

  • 1) Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi

    beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang

    terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri;

    2) Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau

    pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa;

    3) Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke

    sekolah, biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi

    yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar

    sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar;

    m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak

    dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah

    terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam

    bentuk sarana dan prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan

    pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak

    diperolehnya sisa lebih tersebut;

    n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara jaminan

    Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan

    atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

    Klasifikasi pengalihan hak atas tanah dan bangunan dibagi menjadi

    pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan antara orang-perorangan

    atau badan hukum swasta dengan orang-perorangan atau badan hukum swasta (non

    pemerintah dengan non pemerintah), atau antara antara orang-perorangan atau badan

    Universitas Sumatera Utara

  • hukum swasta dengan pemerintah (non pemerintah dengan pemerintah). Pengalihan

    hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan antara non pemerintah dengan

    pemerintah dibagi menjadi pengalihan hak atas tanah yang tidak memerlukan

    persyaratan khusus dan pengalihan hak atas tanah yang memerlukan persyaratan

    khusus.

    Pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dilakukan antara non

    pemerintah dengan non pemerintah maka atas penghasilan yang diterima atau

    diperoleh orang pribadi atau badan tersebut wajib dibayar pajak penghasilan finalnya

    (PPh PHTB), demikian juga antara non pemerintah dengan pemerintah yang tidak

    memerlukan persyaratan khusus juga wajib dibayar PPh PHTB. Pengecualian

    terhadap pengalihan hak atas tanah yang dilakukan antara non pemerintah dengan

    pemerintah yang memerlukan persyaratan khusus, maka penghasilan yang diterima

    atau diperoleh non pemerintah dikenakan PPh PHTB, sedangkan terhadap pemerintah

    tidak dikenakan PPh PHTB.85

    Pengalihan hak atas tanah yang dilakukan antara non pemerintah dengan

    pemerintah yang memerlukan persyaratan khusus berlaku bagi pembangunan untuk

    kepentingan umum yang pembebasannya oleh pemerintah lokasinya tidak dapat

    dipindahkan ke tempat lain karena untuk:

    86

    a. Jalan umum;

    85 Direktorat Jenderal Pajak, Seri PPh - Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-pengalihan-hak-atas-tanah-danatau-bangunan, terakhir diakses tanggal 10 Nopember 2014.

    86 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Penjelasan Pasal 5 Huruf b.

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Saluran pembuangan air, saluran irigasi;

    c. Waduk, bendungan, bangunan pengairan lain;

    d. Pelabuhan, bandar udara;

    e. Fasilitas keselamatan umum seperti tanggul banjir, lahar, dan bencana alam

    lainnya serta tempat pembuangan sampah;

    f. Fasilitas tentara/polisi.

    Mengenai pengalihan hak atas tanah dan bangunan dapat dilakukan dengan

    cara:87

    a. Penjualan,

    b. Tukar menukar termasuk ruislag,

    c. Perjanjian pemindahan hak,

    d. Pelepasan hak,

    e. Penyerahan hak,

    f. Lelang,

    g. Hibah,

    h. Cara lain yang disepakati kedua pihak non pemerintah,

    i. Cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan

    termasuk untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus,

    j. Cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan

    termasuk untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

    87 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Pasal 1 ayat (2)

    Universitas Sumatera Utara

  • Terhadap pengalihan hak atas tanah dan bangunan dengan cara lain yang

    disepakati, antara lain:

    a. Warisan,

    b. Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (finance lease),

    c. Sale and lease back,

    d. Penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan atau bangunan (inbreng, in-kind

    participation),

    e. Pengalihan hak sehubungan dengan Built Operate Transfer (BOT) atau Bangun

    Guna Serah,

    f. Penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha

    (merger, consolidation, expantion, take over),

    g. Pembubaran badan hukum (likuidasi),

    h. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

    6. Penghitungan PPh Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan

    Penghitungan Pajak Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan

    (PPh PHTB) yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPh PHTB sebesar

    5% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh PHTB. Besarnya PPh PHTB adalah

    sebesar 5% (lima persen) dari Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan

    Bangunan (JBNPHTB), kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana (RS) dan

    Rumah Susun Sederhana (RSS) yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha

    Universitas Sumatera Utara

  • pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan dikenai PPh sebesar

    1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.88

    Secara ringkas penghitungan PPh PHTB dapat digambarkan sebagai berikut:

    PPh PHTB = tarif x DPP PPh PHTB

    DPP PPh PHTB = JBNPHTB/ Nilai Risalah Lelang/ Nilai Keputusan Pejabat

    JBNPHTB = Nilai tertinggi antara Nilai Transaksi dan NJOP PBB

    PPh PHTB = 5 % x DPP PPh PHTB

    Kecuali untuk RS dan RSS penghitungan PPh PHTB:

    PPh PHTB = 1 % x DPP PPh PHTB.

    Contoh:

    NJOP TB = Rp.347.000.000,00

    Harga Transaksi/Jual = Rp.500.000.000,00

    PPh PHTB terutang 5% x Rp.500.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00.

    D. Pengenaan BPHTB dan PPh Final Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dalam Transaksi BOT

    1. Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi BOT

    Sesuai dengan KMK 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan

    Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun

    Guna Serah (Built Operate And Transfer), kerjasama antara pemilik tanah dengan

    investor, dimana investor mendirikan bangunan di atas tanahnya pemilik tanah untuk

    88 Ibid.

    Universitas Sumatera Utara

  • dioperasikan dalam periode tertentu, kemudian bangunan tersebut dialihkan kepada

    pemilik tanah di akhir masa BOT.

    Bangun Guna Serah (Built Operate and Transfer) adalah bentuk perjanjian

    kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang

    menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk

    mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan

    mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah selama

    masa bangun guna serah berakhir.89

    Biaya mendirikan bangunan di atas tanah yang dikeluarkan oleh investor

    merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak

    mengusahakan bangunan tersebut, dan jumlah biaya yang dikeluarkan tersebut oleh

    investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa

    Perjanjian bangun guna serah. Amortisasi tersebut dimulai pada tahun bangunan

    tersebut mulai digunakan atau diusahakan oleh investor.

    Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih pendek dari masa

    yang telah ditentukan dalam perjanjian maka sisa biaya pembangunan yang belum

    diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor pada tahun berakhirnya masa

    bangun guna serah yang lebih pendek tersebut. Apabila dalam pelaksanaan bangun

    guna serah tersebut diberikan penggantian atau imbalan kepada investor, maka

    89 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate And Transfer), Pasal 1.

    Universitas Sumatera Utara

  • penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam tahun

    diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut.

    Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih panjang dari masa

    yang telah ditentukan dalam perjanjian karena adanya penambahan bangunan, maka

    biaya penambahan bangunan tersebut ditambahkan terhadap sisa biaya yang belum

    diamortisasi dan diamortisasi oleh investor hingga berakhirnya masa bangun guna

    serah yang lebih panjang tersebut.

    Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemilik tanah setelah masa

    perjanjian bangun guna serah berakhir adalah merupakan penghasilan bagi pemilik

    tanah (owner) dan terutang Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah

    bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

    bangunan yang bersangkutan, harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan

    berikutnya setelah masa guna serah berakhir.90

    Bagi Investor, biaya pembangunan bangunan merupakan biaya yang

    dikeluarkan untuk memperoleh hak penggunaan, sehingga seluruh biaya tersebut

    diamortisasi selama periode BOT. Investor akan mencatat pendirian bangunan

    tersebut sebagai aktiva tak berwujud yang diamortisasi.

    Bagi pemilik tanah, bangunan yang diterimanya pada akhir periode

    merupakan penghasilan yang diakui pada akhir periode, dan akan terutang PPh Final

    sebesar 5% dari harga pasar atau NJOP mana yang paling tinggi. Pemilik tanah akan

    90 Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-38/PJ.4/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian Bangun Guna Serah, Bagian III angka 1.3.

    Universitas Sumatera Utara

  • mencatat Bangunan dan penghasilan sebesar Harga Pasar atau NJOP mana yang

    paling tinggi, namun PPh nya sudah dikenakan PPh Final.

    Sedangkan mengenai pengenaan BPHTB atas transaksi BOT tidak diatur

    secara jelas dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea

    Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, hanya dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3)

    huruf b bahwa perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi objek pajak

    BPHTB meliputi juga pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak atau

    diluar pelepasan hak.

    2. PPh Final PHTB Dalam Transaksi BOT

    Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang

    Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama

    Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate And Transfer) jo.

    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.4/1995 tentang Perlakuan

    Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian Bangun Guna

    Serah, pembayaran pajak penghasilan (PPh) sebesar 5% yang dilakukan oleh

    pemegang hak atas tanah atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh investor

    bagi orang pribadi bersifat final dan bagi wajib pajak badan adalah merupakan

    pembayaran pajak penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan pajak

    penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Hanya saja

    Universitas Sumatera Utara

  • dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan sebesar 5% tersebut diatas apabila

    pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah.91

    Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang

    Melakukan Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate

    And Transfer) jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-38/PJ.4/1995

    tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan

    Perjanjian Bangun Guna Serah tersebut, maka kewajiban pajak penghasilan bagi

    investor berlaku ketika proyek BOT tersebut telah selesai dilaksanakan dan

    beroperasi serta pendapatan yang diperoleh investor apabila masa perjanjian BOT

    diperpendek dari masa yang telah ditentukan, sedangkan kewajiban pajak penghasilan

    bagi pemilik tanah berlaku ketika masa perjanjian BOT berakhir dan bangunan

    diserahkan pihak investor kepada pemegang hak atas tanah, namun apabila pemegang

    hak atas tanah adalah badan pemerintah maka ketentuan pajak penghasilan ini tidak

    diberlakukan.

    Mengenai besarnya PPh Final terutang pemegang hak atas tanah dan

    bangunan dapat diuraikan sebagai berikut:92

    1. Penghasilan pemegang hak atas tanah karena menerima sebagian dari bangunan

    yang didirikan.

    91 Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-38/PJ.4/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian Bangun Guna Serah, Bagian IV Point 2.

    92 Atep Adya Barata, Panduan Lengkap Pajak Penghasilan, (Jakarta: Visimedia, 2011), hal.303.

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam hal bangunan yang didirikan investor tidak seluruhnya menjadi hak

    investor tetapi sebagian diserahkan kepeda pemegang hak atas tanah, maka bagian

    bangunan yang diserahkan merupakan penghasilan bagi pemegang hak atas tanah

    dalam tahun pajak yang bersangkutan. Atas penyerahan tersebut terutang PPh

    sebesar 5 % (lima persen) dari jumlah bruto nilai tertinggi antara nilai pasar

    (market value) dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bagian bangunan yang

    diserahkan dan harus dilunasi pemegang hak atas tanah paling lambat tanggal 15

    bulan berikutnya setelah penyerahan.

    Nilai pasar atau NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, ditentukan bilai

    mana yang lebih tinggi antara keduanya. Nilai tertinggi itulah yang dipakai

    sebagai dasar perhitungan. Pelunasan PPh disetor sendiri oleh pemegang hak atas

    tanah.93

    Contoh:

    a. Bagian bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas

    tanah menurut property appraisal mempunyai nilai pasar

    Rp.6.000.000.000,00 sementara berdasarkan SPPT PBB NJOP-nya

    Rp.5.000.000.000,00 maka yang dipakai sebagai dasar perhitungan adalah

    nilai pasar.

    PPh yang terutang oleh pemegang hak adalah:

    5% x Rp.6.000.000.000,00 = Rp.3.000.000.000,00

    93 Ibid.

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Bagian bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas

    tanah menurut property appraisal mempunyai nilai pasar

    Rp.6.000.000.000,00 sementara berdasarkan SPPT PBB NJOP-nya

    Rp.7.000.000.000,00 maka yang dipakai sebagai dasar perhitungan adalah

    NJOP PBB.

    PPh yang terutang oleh pemegang hak adalah:

    5% x Rp.7.000.000.000,00 = Rp.350.000.000.000,00

    2. Penghasilan pemegang hak atas tanah karena penyerahan bangunan dari investor

    setelah masa BOT selesai.94

    Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah

    masa perjanjian bangun guna serah berakhir, terutang PPh sebesar 5% (lima

    persen) dari jumlah bruto nilai tertinggi antara Nilai Pasar dengan Nilai Jual

    Objek Pajak (NJOP) bangunan yang diserahkan, dan harus dilunasi pemegang hak

    atas tanah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa bangun guna

    serah berakhir.

    Contoh:

    a. Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah

    pada masa akhir BOT menurut property appraisal mempunyai nilai pasar

    Rp.7.000.000.000,00 sementara berdasarkan SPPT PBB NJOP-nya

    Rp.6.000.000.000,00 maka yang dijadikan dasar perhitungan adalah nilai

    pasar.

    94 Ibid., hlm.304.

    Universitas Sumatera Utara

  • PPh yang terutang oleh pemegang hak adalah:

    5% x Rp.7.000.000.000,00 = Rp.350.000.000,00

    b. Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah

    pada masa akhir BOT menurut property appraisal mempunyai nilai pasar

    Rp.7.000.000.000,00 sementara berdasarkan SPPT PBB NJOP-nya

    Rp.7.500.000.000,00 maka yang dijadikan dasar perhitungan adalah nilai

    pasar.

    PPh yang terutang oleh pemegang hak adalah:

    5% x Rp.7.500.000.000,00 = Rp.375.000.000,00

    Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas:

    a. Bagi orang pribadi bersifat final, dan

    b. Bagi wajib pajak badan adalah merupakan pembayaran pajak penghasilan Pasal

    25 yang dapat diperhitungkan dengan pajak penghasilan yang terutang untuk

    tahun pajak yang bersangkutan.

    Pengenaan PPh Final sebesar 5% diberlakukan terhadap wajib pajak non

    pemerintah, sedangkan terhadap pemerintah tidak dikenakan pajak. Berdasarkan

    ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tentang

    Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama

    Universitas Sumatera Utara

  • Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built Operate And Transfer), pihak

    pemerintah tidak dikenakan pajak.95

    Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah kadang kala membutuhkan tanah

    dan bangunan guna menunjang pelaksanaan tugas yang diembannya. Tanah dan/atau

    bangunan yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan untuk

    pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum merupakan tanah dan atau

    bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik pemerintah

    pusat atau pemerintah daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk

    mencari keuntungan, misalnya tanah atau bangunan yang digunakan untuk instansi

    pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum dan sebagainya.

    96

    Apabila pemerintah membutuhkan tanah dan bangunan dalam pelaksanaan

    tugasnya, maka pemerintah dapat melakukan perbuatan hukum guna mendapatkan

    suatu tanah dan bangunan, misalnya dengan cara pembebasan tanah dan bangunan

    dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik tanah dan bangunan. Perbuatan hukum

    ini mengakibatkan perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh instansi pemerintah

    yang seharusnya dikenakan pajak. Tetapi karena tujuan perolehan hak ini untuk

    menjalankan fungsinya maka perolehan hak oleh negara untuk penyelenggaraan

    95 Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-38/PJ.4/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Perjanjian Bangun Guna Serah, Bagian IV Point 2

    96 Marihot Pahala Siahaan (b), Op.Cit., hlm.69.

    Universitas Sumatera Utara

  • pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

    ditetapkan bukan menjadi objek pajak.97

    3. BPHTB Dalam Transaksi BOT

    Sebagaimana ditentukan dalam UU BPHTB bahwa Bea Perolehan Hak atas

    Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan

    atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau

    peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan

    oleh orang pribadi atau badan. Pelunasan BPHTB menjadi salah satu prasyarat yang

    harus dipenuhi penerima hak untuk melakukan pendaftaran hak atas tanah, guna

    perolehan sertipikat tanda bukti hak atas tanah. Dalam transaksi BOT perubahan

    status hak atas tanah dari Hak Pengelolaan menjadi Hak Guna Bangunan diatas Hak

    Pengelolaan merupakan objek BPHTB bagi investor yang menerima hak atas tanah,

    dan harus dibayar sejak penerbitan sertifikat HGB di atas Hak Pengelolaan tersebut.

    Dalam ketentuan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

    Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) tidak memasukkan BOT sebagai

    objek pajak pengalihan tanah dan bangunan, sehingga dengan demikian terhadap

    BPHTB dalam transaksi BOT tidak ada dasar hukum pemungutannya.

    97 Ibid., hlm.70.

    Universitas Sumatera Utara