BAB II - repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id/3097/4/12. BAB II.pdf · dioksidasi,...
Transcript of BAB II - repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id/3097/4/12. BAB II.pdf · dioksidasi,...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Pertumbuhan jamur
Medium berfungsi untuk mengisolasi, menumbuhkan, memperbanyak
jumlah, menguji sifat-sifat fisologi, dan menghitung jumlah mikroba. Proses
pembuatan medium harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk
menghindari kontaminasi pada medium. Media SDA (Sabouraud Dextrose Agar)
merupakan media yang digunakan untuk mengisolasi jamur. Konsistensi media
SDA berbentuk padat (Solid) dan tersusun dari bahan sintesis. Fungsi dari media
SDA yaitu, isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni, untuk budidaya jamur
patogen, komensal dan ragi, digunakan dalam evaluasi mikologi makanan, serta
secara klinis membantu dalam diagnosis ragi dan jamur penyebab infeksi
(Kustyawati, 2009).
Komposisi media SDA yaitu Mycological peptone 10 g, Glucose 40 g, dan
Agar 15 g. Mycological peptone berfungsi menyediakan nitrogen dan sumber
vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam media SDA,
glukosa sebagai sumber energi dan agar berfungsi sebagai bahan pemadat.
Kebanyakan jamur terdapat di alam dan tumbuh dengan cepat pada sumber
nitrogen dan karbohidrat yang sederhana. Secara tradisional, agar Sabouraud,
yang mengandung glukosa dan pepton modifikasi (pH 7,0), telah dipakai karena
tidak cepat mendorong pertumbuhan bakteri (Kustyawati, 2009).
Kebutuhan terhadap media sintesis yng cukup tinggi, tidak didukung oleh
harganya yang cukup mahal dan hanya diperoleh ditempat-tempat tertentu,
http://repository.unimus.ac.id
7
sehingga saat ini banyak yang mulai menggunakan media/bahan yang tidak
membutuhkan biaya yang mahal dan mudah didapat. Salah satu contohnya adalah
singkong. Singkong merupakan tanaman pangan dan perdagangan (Cash crop).
Sebagai tanaman perdagangan, ubi kayu menghasilkan starch, gaplek, tepung ubi
kayu, etanol, gula cair dan lain-lain. Sebagai tanaman pangan, ubi kayu
merupakan sumber karbohidrat bagi 500 juta manusia di dunia (Irma, 2015).
Tanaman singkong (Manihot utilisma) banyak tumbuh di Indonesia,
karena tanaman ini mempunyai sifat yaitu mudah tumbuh di daerah tropis, tahan
terhadap suhu tinggi, hasil produksi besar dan tidak mudah terserang hama dan
penyakit. Umbi singkong merupakan sumber karbohidrat yang sangat tinggi,
sehingga mampu menyediakan energi dalam jumlah yang cukup besar dan rendah
kadar lemaknya (Hapsari, 2007 dalam Irma, 2015).
Umbi singkong dapat dimanfaatkan dalam beberapa bentuk makanan jadi
atau setengah jadi (intermediate). Pengolahan singkong menjadi tepung dapat
meningkatkan nilai tambah dan kegunaan singkong, serta memperpanjang masa
simpannya (Hapsari, 2007 dalam Irma, 2015). Tanaman singkong memiliki
klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Dicotyledoneae
Ordo :Euphorbiales
Family :Euphorbiaceae
Genus :Manihot
Spesies :Manihot utilisima (Prihandana dkk, 2007).
http://repository.unimus.ac.id
8
Gambar 1. Umbi Singkong (Manihot utilisma)(Sumber : Dokmentasi pribadi, 2018)
Tepung singkong adalah tepung yang terbuat dari singkong dengan adanya
perbaikan dalam ketentuan keamanan pangan. Tepung ini mulai diperkenalkan
pada tahun 1993. Proses pembuatan tepung ini merupakan perbaikan dari cara
pembuatan tepung gaplek. Keunggulan proses ini hasilnya lebih tinggi dibanding
tepung gaplek yaitu dari 20 sampai 22% menjadi 25 sampai 30%, awet, gizi lebih
baik, dan dapat mensubstitusi terigu, baik parsial atau seluruhnya.).
Tabel 2. Daftar Komposisi kimia singkong dan Tepung Singkong
KandunganUnit/100 gram
Singkong Tepung SingkongKalori (Kal) 146 363Protein (gr) 1,2 1,1Lemak (gr) 0,3 0,5
Karbohidrat (gr) 34,7 81,75Zat Kapur (mg) 33 84Phospor (mg) 40 125
Zat besi 0,7 1,0Thiamine (mg) 20 0,4
Vit C (mg) 30 -Air (gr) 62,50 10-13
(Sumber : Suprapti (2005) dan Widowati (2011))
Kandungan karbohidrat yang terdapat pada singkong/tepung singkong
adalah amilum (zat pati). Amilum merupakan karbohidrat dalam bentuk simpanan
http://repository.unimus.ac.id
9
bagi tumbuh-tumbuhan dan dalam bentuk granul yang dijumpai pada umbi dan
akarnya. Amilum terdiri dari 3 komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan
material antara seperti protein dan lemak. Umumnya Amilum mengandung 15-
30% , 70-85% amilopektin, dan 5-10% material antara. Amilum tidak larut di
dalam air dingin, tetapi larut di dalam air panas membentuk cairan yang sangat
pekat seperti pasta, peristiwa ini disebut"gelatinisasi" (Hutagalung, 2004).
Berdasarkan kandungan diatas, dapat diketahui fungsi masing-masing
komponen tepung singkong terhadap pertumbuhan jamur yaitu :
a. Air (12%)
Air merupakan komponen utama di dalam sel mikroorganisme dan
medium. Fungsi air sebagai sumber energi berupa substrat yang dapat
dioksidasi, sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi,
selain itu air berfungsi sebagai pelarut dan alat pengangkut dalam metabolisme
(Brooks, 2008 dalam Rosidah, 2016)
b. Lemak (0,32%)
Jamur dapat menggunakan lipid dalam bentuk lemak dan minyak
sebagai sumber karbon. Materi organik berupa lipid akan didegradasi oleh
enzim lipase yang disekresikan jamur ke lingkungan sebelum diangkut ke
dalam sel (Dewi, 2014)
c. Protein (1,19%)
Jamur menguraikan protein di lingkungannya dan menggunakannya
sebagai sumber nitrogen maupun karbon (Dewi, 2014)
http://repository.unimus.ac.id
10
d. Karbohidrat (81,75%)
Karbohidrat dan derivatnya digunakan sebagai substrat utama untuk
metabolisme karbon pada jamur. Karbon merupakan unsur yang paling penting
karena 50% berat karbon adalah karbon (Hidayat, 2006).
e. Kandungan lain
Beberapa kandungan lain seperti Zat besi (Fe), Phospor (P), dan
Vitamin (Thiamine) juga dibutuhkan oleh jamur untuk mendukung
pertumbuhannya (Capuccino, 2014).
Proses pembuatan tepung singkong terdiri dari beberapa tahap yaitu
(Widowati, 2011):
a. Tahap persiapan
Varietas singkong yang digunakan dalam pembuatan tepung singkong
dapat berasal dari berbagai varietas. Singkong merupakan jenis umbi-umbian
yang tidak tahan disimpan, sehingga perlu diperhatikan penanganan pada saat
panen, pengangkutan, dan pengolahan. Singkong yang telah dipanen, langsung
diproses menjadi sawut kering dalam waktu 24 jam. Apabila terlambat maka
akan terjadi kerusakan, umbi singkong akan berwarna kecoklatan, dan dapat
menurunkan kualitas tepung singkong. Kualitas tepung singkong sangat
ditentukan oleh mutu singkong segar. Agar diperoleh tepung yang berwarna
putih, harus digunakan singkong putih dan segar.
b. Tahap pengupasan
Pengupasan kulit singkong secara manual menghasilkan umbi singkong
yang tinggi, tetapi memerlukan waktu yang relatif lama dan tenaga kerja yang
http://repository.unimus.ac.id
11
banyak. Cara tersebut umumnya menggunakan pisau dapur atau pisau khusus,
sedangkan dengan menggunakan mesin pengupas kulit singkong, umbi
singkong yang dihasilkan kurang maksimal, walaupun dapat mempercepat
waktu pengupasan.
c. Tahap pencucian dan perendaman
Singkong yang telah dikupas secepatnya dicuci dengan air mengalir
atau di dalam bak agar kotoran, lendir, dan kadar HCN dapat hilang.
Perendaman umbi dilakukan dengan air yang cukup banyak, agar umbi tetap
bersih dan putih sewaktu proses penyawutan. Tepung yang dihasilkan
mengandung HCN sebesar 40 ppm yaitu ambang batas HCN dalam produk.
(BSN, 1996).
d. Tahap penyawutan
Penyawutan dilakukan dengan alat penyawut yang digerakkan secara
manual atau dengan tenaga mesin. Sawut yang dihasilkan berupa irisan
singkong dengan lebar 0,2-0,5 cm, panjang 1-5 cm, dan tebal 0,1-0,4 cm.
Sawut basah ditampung dalam bak plastik atau wadah lain yang tidak korosif.
e. Tahap pengepresan
Sawut basah dimasukkan dalam alat pengepres dan ditekan sampai
airnya keluar. Tujuan pengepresan yaitu agar pengeringan sawut lebih cepat,
dan untuk mengurangi kadar HCN, terutama pada singkong jenis pahit. Sawut
hasil pengepresan memerlukan waktu pengeringan (penjemuran) 10 sampai 16
jam, sedangkan sawut tanpa pres harus dijemur selama 30 sampai 40 jam.
http://repository.unimus.ac.id
12
f. Tahap pengeringan
Sawut pres harus segera dijemur, apabila cuaca buruk dapat digunakan
alat pengering. Pengeringan sawut perlu mendapat perhatian khusus, karena
akan menentukan mutu tepung yang dihasilkan. Kadar air maksimum yang
direkomendasikan maksimum 14%. Apabila kadar air sawut masih tinggi,
tepung singkong yang dihasilkan tidak tahan lama untuk disimpan, sehingga
menurunkan mutu tepung singkong. Penjemuran dilakukan di atas rak,
menggunakan alas dari bahan yang tidak korosif (misal: anyaman bambu,
sasak nampan aluminium).
g. Tahap pengemasan
Sawut kering langsung dikemas dengan kantong plastik tebal kedap
udara, lalu dimasukkan dalam karung plastik. Gudang atau ruang penyimpanan
harus bersih, dan kering serta diberi alas kayu agar karung tidak langsung
bersentuhan dengan lantai.
h. Tahap penepungan
Penggilingan sawut kering menjadi tepung singkong dapat
menggunakan alat penepung beras yang banyak beredar di pasaran.
Penepungan dilakukan dalam dua tahap, yaitu penghancuran sawut untuk
menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan penggilingan/penepungan
dengan saringan lebih halus (80 mesh).
2.2 Syarat Media Pertumbuhan Jamur
Suatu media dapat menumbuhkan mikroorganisme dengan baik diperlukan
persyaratan antara lain (Shilmy, 2017):
http://repository.unimus.ac.id
13
1. Media harus mempunyai tekanan osmose
Sel mikroba dengan media harus memiliki tekanan osmose yang sama,
oleh karena itu untuk pertumbuhannya jamur membutuhkan media yang
isotonis.
2. Derajat keasaman (pH) yang sesuai
Jamur tumbuh baik dalam kondisi asam yang tidak menguntungkan
bagi bakteri. Umumnya fungi menyenangi pH di bawah 7,0. Jenis-jenis khamir
tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah, yaitu pH 4,5-5,5.
3. Temperatur
Jamur tumbuh paling baik pada sekitar suhu kamar yang normal. Pada
umumnya, lingkungan yang hangat dan lembab mempercepat pertumbuhan
jamur karena untuk pertumbuhannya dibutuhkan kelembaban yang tinggi.
Umumnya, jamur patogen memerlukan temperatur optimum 30-370C sesuai
dengan temperatur tubuh.
4. Media harus steril
Pemeriksaan mikrobiologis tidak mungkin dilakukan apabila media
yang digunakan tidak steril, karena mikroorganisme yang diidentifikasi atau
diisolasi tidak akan dapat dibedakan dengan pasti apakah mikroorganisme
tersebut berasal dari material yang diperiksa ataukah hanya kontaminan. Untuk
mendapatkan suatu media yang steril maka setiap tindakan (pengambilan
media, penuangan media dan lain-lain) dikerjakan secara aseptik dan alat-alat
yang digunakan harus steril.
http://repository.unimus.ac.id
14
5. Media tidak mengandung zat-zat penghambat
Beberapa jamur memproduksi komponen penghambat bagi mikrobia
lain, contohnya Penicillium chrysogenum dengan produksi penisilinnya,
Aspergillus clavatus, klavasin. Beberapa komponen kimia bersifat mikrostatik,
menghambat pertumbuhan jamur (misalnya asam sorbat, propionat, asetat) atau
bersifat fungisida yang mematikan jamur.
6. Media mengandung nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme
Nutrisi yang mudah digunakan oleh mikrooganisme meliputi karbon,
nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti Ca,
Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, dan Fe, vitamin, air, dan energi.
2.3 Pertumbuhan Jamur
Setiap mikroorganisme mempunyai kurva pertumbuhan, begitu pula fungi.
Kurva tersebut diperoleh dari menghitung massa sel pada kapang atau kekeruhan
media pada khamir dalam waktu tertentu. Kurva pertumbuhan mempunyai
beberapa fase (Gandjar, 2006) antara lain :
1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan
enzim-enzim untuk mengurai substrat;
2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi
fase aktif;
3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat
banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang
penting dalam kehidupan fungi.
http://repository.unimus.ac.id
15
4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat
memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan
oleh sel-sel;
5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang
mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang
horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder dapat dipanen pada fase
stasioner;
6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif sama
sekali lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup.
Umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh (Gandjar, 2006):
1. Substrat
Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. Nutrien-nutrien
baru dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresi enzim-enzim
ekstraselular yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat
tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Misalnya, apabila
substratnya nasi, atau singkong, atau kentang, maka fungi tersebut harus
mampu mengekskresikan enzim α-amilase untuk mengubah amilum menjadi
glukosa. Senyawa glukosa tersebut yang kemudian diserap oleh fungi. Apabila
substratnya daging, maka fungi tersebut harus mengeluarkan enzim yang
proteolitik untuk dapat menyerap senyawa asam-asam amino hasil uraian
protein. Contoh yang lain lagi, misalnya substratnya berkadar lemak tinggi,
maka fungi tersebut harus mampu menghasilkan lipase agar senyawa asam
lemak hasil uraian dapat diserap ke dalam tubuhnya. Fungi yang tidak dapat
http://repository.unimus.ac.id
16
menghasilkan enzim sesuai komposisi substrat dengan sendirinya tidak dapat
memanfaatkan nutrien-nutrien dalam substrat tersebut.
2. Kelembapan
Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Umumnya fungi
tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan dengan
kelembapan nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus, Penicillium, Fusarium,
dan banyak hyphomycetes lainnya dapat hidup pada kelembapan nisbi yang
lebih rendah, yaitu 80%. Fungi yang tergolong xerofilik tahan hidup pada
kelembapan 70%, misalnya Wallemia sebi, A.glaucus, banyak strain A.tamarii
dan A.flavus.
3. Suhu
Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan,
fungi dapat dikelompokkan sebagai fungi psikorofil, mesofil, dan termofil.
Fungi psikorofil adalah fungi yang dengan kemampuan untuk tumbuh pada
atau dibawah 00C dan suhu maksimum 200C. Hanya sebagian kecil spesies
fungi yang psikofril. Fungi mesofil adalah fungi yang tumbuh pada suhu 10-
350C, suhu optimal 20-350C. Fungi dapat tumbuh baik pada suhu ruangan (22-
250C). Sebagian besar fungi adalah mesofilik. Fungi termofil adalah fungi yang
hidup pada suhu minimum 200C, suhu optimum 400C dan suhu maksimum 50-
600C. Contohnya A.fumigatus yang hidup pada suhu 12-550C. Mengetahui
kisaran suhu pertumbuhan suatu fungi adalah sangat penting, terutama bila
isolat-isolat tertentu akan digunakan di industri. Misalnya, fungi yang termofil
atau termotoleran (C.tropicalis, Paecilomyces variotii, dan Mucor miehei),
http://repository.unimus.ac.id
17
dapat memberikan produk yang optimal meskipun terjadi peningkatan suhu
karena metabolisme funginya, sehingga industri tidak memerlukan
penambahan alat pendingin.
4. Derajat keasaman lingkungan
pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-
enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya
pada pH tertentu. Umumnya fungi menyenangi pH di bawah 7.0. Jenis-jenis
khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah, yaitu pH 4.5-5.5.
Mengetahui sifat tersebut adalah sangat penting untuk industri agar fungi yang
ditumbuhkan menghasilkan produk yang optimal, misalnya pada produksi
asam sitrat, produksi kefir, produksi enzim protease-asam, produksi antibiotik,
dan juga untuk mencegah pembusukan bahan pangan.
5. Bahan Kimia
Bahan kimia sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan fungi.
Senyawa formalin disemprotkan pada tekstil yang akan disimpan untuk waktu
tertentu sebelum dijual. Hal ini terutama untuk mencegah pertumbuhan kapang
yang bersifat selulolitik, seperti Chaetomium globosum, A.niger, dan
Cladosporium cladosporoides yang dapat merapuhkan tekstil, atau
meninggalkan noda-noda hitam akibat sporulasi yang terjadi, sehingga
menurunkan kualitas bahan tersebut.
Selama pertumbuhan, fungi menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dibutuhkan dan dikeluarkan ke lingkungan. Senyawa-senyawa tersebut
merupakan suatu pengaman pada dirinya terhadap serangan oleh
http://repository.unimus.ac.id
18
mikroorganisme lain termasuk terhadap sesama mikroorganisme. Manusia
memanfaatkan senyawa-senyawa tersebut, yang kita kenal sebagai antibiotik,
untuk mencegah berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
(Gandjar, 2006).
2.4 Candida albicans
C.albicans merupakan jamur yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh
dalam dua bentuk yang berbeda yaitu blastospora (blasroconidia) dan germinated
yeast sehingga disebut jamur dimorfik. Blastospora (blasroconidia) adalah bentuk
fenotip yang bertanggung jawab dalam transmisi dan penyebaran. Bentuk
germinated yeast adalah bentuk fenotip yang dapat menginvasi jaringan dan
menimbulkan simptomatik karena bentuk ini dapat menghasilkan mycelia.
Perbedaan ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhi selama proses
pertumbuhan berlangsung. (Tortora et al., 2001).
C.albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas, spora jamur
disebut blastospora. Membentuk hifa semu (pseudohifa) yang sebenarnya adalah
rangkaian blastospora. Berdasarkan bentuk-bentuk jamur tersebut dikatakan
bahwa C.albicans menyerupai ragi (yeast like), untuk membedakannya dari jamur
yang hanya membentuk blastospora (Gambar 2) (Jawetz, 2005). C.albicans
memiliki sistem klasifikasi sebagai berikut :
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Upafilum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
http://repository.unimus.ac.id
19
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Sinonim : Candida stellatoidae dan Oidium albicans (Silamba, 2014)
Gambar 2. Morfologi sel C.albicans (Perbesaran objektif 100x)(Sumber : Dokumentasi pribadi, 2018)
Spesies Candida tumbuh dengan cepat pada medium agar sederhana yang
mengandung peptone, dextrose, maltose atau sukrose. C. albicans membutuhkan
senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan
dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat.
Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan
metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian
(fermentasi) pada C. albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob.
Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan
metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2
dan H2O dalam
suasana aerob, sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam
laktat atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan
persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan.
http://repository.unimus.ac.id
20
C.albicans dapat tumbuh pada suhu 370C dalam kondisi aerob atau
anaerob. Kondisi anaerob C.albicans mempunyai waktu generasi yang lebih
panjang yaitu 248 menit, sedangkan pada kondisi aerob hanya 98 menit.
C.albicans tumbuh baik pada media padat tetapi kecepatan pertumbuhan lebih
tinggi pada media cair pada suhu 370C (Biswas dan Chaffin, 2005). Pertumbuhan
juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH normal atau alkali
(Tjampakasari, 2006).
Menempelnya C.albicans dalam jaringan sel host menjadi awal
berkembangnya infeksi. Setelah terjadi proses penempelan, C.albicans
berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. C.albicans berada dalam tubuh manusia
sebagai saproma dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada
tubuh pejamu. Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan
C.albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia
karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora
berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak
jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan
oleh kemampuan jamur merusak jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai
faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase, dan
fosfolipase (Tjampakasari, 2006).
http://repository.unimus.ac.id
21
2.5 Kerangka Teori
Media pertumbuan atau perkembangbiakan jamur sampai saat ini
umumnya menggunakan media SDA. Namun karena dipengaruhi oleh harganya
yang tinggi maka alternatif pengganti media SDA sangat diperlukan. Tepung
singkong diharapkan dapat menjadi media alternatif pengganti SDA dikarenakan
mudah diperoleh dan memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yang
sangat mendukung pertumbuhan Jamur. Kerangka teori penelitian ini sesuai
Gambar 3.
Gambar 3. Skema kerangka Teori
Media pertumbuhanjamur
SDA (SabouraudDextrose Agar)
Media alternatif
HarganyamurahTepung singkong
Memiliki kandungankarbohidrat yang cukup tinggi
Media pertumbuhanjamur C.albicans
Harganyamahal
http://repository.unimus.ac.id
22
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini seperti Gambar 4.
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 4. Skema kerangka Konsep
2.7 Hipotesis Penelitian
“ Ada perbedaan variasi konsentrasi tepung singkong 8%, 9%, 10%. 11%
dan 12% terhadap pertumbuhan jumlah koloni jamur C.albicans. “
Media Alternatif TepungSingkong dengankonsentrasi 8%, 9%,10%. 11% dan 12%
Pertumbuhan jamurC.albicans
http://repository.unimus.ac.id