BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf ·...

46
18 BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM A. Asas-asas dalam transaksi (jual beli) Menurut Pasal 21 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah terdapat 13 asas-asas akad (kontrak Syariah) 1 yaitu : 1. Ikhtiyari atau sukarela adalah setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau pihak lain. Yakni transaksi harus dibangun atas kemauan bebas para pelakunya tanpa ada paksaan dan ancaman dari pihak lain. Selain itu dalam Islam syarat sah suatu transaksi adalah adanya rasa kerelaan dari pihak-pihak yang bertransaksi, Allah SWT berfirman : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah 1 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h. 20

Transcript of BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

18

BAB II

ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL

BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Asas-asas dalam transaksi (jual beli)

Menurut Pasal 21 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

terdapat 13 asas-asas akad (kontrak Syariah)1 yaitu :

1. Ikhtiyari atau sukarela adalah setiap akad dilakukan atas

kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena

tekanan salah satu pihak atau pihak lain. Yakni transaksi

harus dibangun atas kemauan bebas para pelakunya tanpa

ada paksaan dan ancaman dari pihak lain. Selain itu

dalam Islam syarat sah suatu transaksi adalah adanya rasa

kerelaan dari pihak-pihak yang bertransaksi, Allah SWT

berfirman :

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah

kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan

yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku

dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah

1 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani,

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2009, h. 20

Page 2: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

19

kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S An-Nisa‟ [4]:29).

Akan tetapi kebebasan tersebut tidak merugikan

kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar

tidak ada batasan pendapatan bagi seseorang untuk

bekerja dan berkarya dengan segala potensi yang

dimilikinya. Adanya kecenderungan sifat manusia yang

tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki dan terus

menerus berusaha memenuhi kebutuhannya dikendalikan

dengan adanya kewajiban seseorang untuk berzakat, serta

anjuran untuk infak, shadaqah dan amal jariyah.2

2. Amanah atau menepati janji adalah setiap akad wajib

dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan

yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat

yang sama terhindar dari cidera-janji. Setiap transaksi

yang sah bersifat mengikat dan harus dilaksanakan

sebaik-baiknya oleh kedua belah pihak. Hal ini sejalan

dengan firman Allah :

2Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, Bandung: Alfabeta,

2013, h. 46

Page 3: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

20

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah

aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang

ternak, kecuali yang akan dibacakan

kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak

menghalalkan berburu ketika kamu sedang

mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah

menetapkan hukum-hukum menurut yang

dikehendaki-Nya”.(Q.S Al-Maidah [5]:1).

Akad itu mengikat artinya bahwa janji atau kesepakatan

yang telah dibuat oleh para pihak yang di pandang

mengikat dipandang mengikat terhadap pihak-pihak yang

membuatnya. Atas dasar ini maka pihak-pihak yang

terlibat dalam perjanjian tersebut tidak bisa membatalkan

kesepakatan tersebut tanpa adanya persetujuan dari pihak

lain.3

Agar bisa memenuhi perjanjian yang telah disepakatinya,

maka mau tak mau ia harus menjauhi lemahnya ingatan,

dan melemahnya semangat. Al-Qur‟an mengetengahkan

kenyataan ini melalui perjanjian yang di tetapkan Allah

SWT kepada Bapak manusia, Nabi Adam a.s, agar ia

tidak mendekati pohon yang dilarang, akan tetapi ia lupa

dan lemah. Sebagaimana Allah SWT berfirman :

3M. Yazid Affandi, Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Logung Pustaka,

2009, h. 48

Page 4: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

21

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan

kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan

perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya

kemauan yang kuat”. (Q.S Thaha [20]:115).

Islam menganjurkan umatnya untuk memenuhi akad

selama tidak bertentangan dengan koridor syariat pada

saat disahkan, dengan menjauhi faktor-faktor yang dapat

membuat dirinya lupa dan melemahnya semangat.4

3. Ikhtiyati atau kehati-hatian adalah setiap akad dilakukan

dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan

secara tepat dan cermat.

4. Luzum atau tidak berubah adalah setiap akad dilakukan

dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang cermat,

sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maisir.

5. Saling menguntungkan adalah setiap akad dilakukan

untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga

tercegah dari praktik manipulasi dan merugikan salah satu

pihak. Islam melarang adanya transaksi atas obyek-obyek

yang belum jelas spesifikasinya atau sesuatu yang masih

samar-samar yang mengandung unsur gharar didalamnya

karena ditakutkan akan ada pihak yang dirugikan

nantinya.5 Sebagai contoh Allah mengharamkan jual beli

4Asyraf Muhammad Dawwabah, Meneladani Keunggulan Bisnis

Rasulullah, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2008, h. 85-87 5Ibid, h. 77-78

Page 5: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

22

secara Ijon yaitu jual beli buah yang masih di pohon atau

buah yang belum matang.

6. Taswiyah atau kesetaraan adalah para pihak dalam setiap

akad memiliki kedudukan yang setara, dan mempunyai

hak dan kewajiban yang seimbang.

7. Transparansi adalah setiap akad dilakukan dengan

pertanggungjawaban para pihak secara terbuka. Sebuah

transaksi harus menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran

agar tidak merugikan pihak lain, memberi informasi

secara transparan mengenai segala sesuatu dalam

transaksi tersebut. Allah SWT berfirman :

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman,

bertakwalah kamu kepada Allah dan

katakanlah perkataan yang benar, niscaya

Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan

mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan

barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,

maka sesungguhnya ia telah mendapat

kemenangan yang besar”. (Q.S Al-Ahzab

[33]:70-71).

Adanya prinsip kejujuran dimaksudkan agar

pihak-pihak yang terlibat dalam suatu akad tidak ada

Page 6: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

23

yang merasa dirugikan, menghindari kesalahpahaman

dalam transaksi serta menghindari hal-yang yang tidak

diinginkan. Dengan prinsip kejujuran serta keterbukaan

dalam transaksinya, diharapkan transaksi tersebut

membawa manfaat bagi pihak-pihak yang terkait

didalamnya.6Kejujuran dalam Ekonomi Islam terwujud

dalam beberapa aspek, yaitu : kejujuran dalam memenuhi

perjanjian dan kontrak, kejujuran dalam penawaran

barang dan jasa dengan mutu yang baik, dan kejujuran

dalam hubungan kerja.7

Prinsip tersebut menekankan bahwa masing-

masing pihak yang melakukan akad haruslah beritikad

baik dalam melakukan transaksi dengan pihak lainnya

dan tidak dibenarkan untuk mengeksploitasi

ketidaktahuan mitra kerjanya. Dalam hukum perjanjian

Islam dikenal perjanjian Amanah ialah salah satu pihak

hanya bergantung terhadap informasi yang jujur dari

pihak lainnya dalam mengambil keputusan, sehingga jika

suatu saat terjadi terdapat ketidaksesuaian informasi

karena ketidakjujuran, maka ketidakjujuran tersebut

dapat dijadikan alasan untuk membatalkan akad.8

6Miftahul Huda, Aspek Ekonomi Dalam Syariat Islam,NTB:

Lembaga Konsultai dan bantuan Hukum (LKBH) IAIN Mataram,h. 77-78 7Ismail Nawawi, Ekonomi Islam Perspektif Teori, sistem dan Aspek

Hukum, Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2009, h. 33 8Affandi, Fiqh..., h. 49

Page 7: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

24

Dengan adanya prinsip kejujuran akan membuat

seseorang berlaku kebaikan dan kebajikan dalam

hidupnya. Kebajikan (ihsan) atau kebaikan terhadap

orang lain didefinisikan sebagai “tindakan yang

menguntungkan terhadap orang lain lebih dibanding

orang yang melakukan tindakan tersebut dan dilakukan

tanpa kewajiban apapun”.9 Atau dengan kata lain

beribadah dan berbuat baik seakan-akan melihat Allah,

jika tidak mampu, maka yakinlah Allah melihat. Dalam

sebuah transaksi atau kegiatan ekonomi ada beberapa

perbuatan yang dapat mensupport pelaksanaan kebajikan

dalam bisnis, yaitu : (1) kemurahan hati (leniency); (2)

motif pelayanan (service motives); (3) kesadaran akan

adanya Allah dan aturan yang berkaitan dengan

pelaksanaan yang menjadi prioritas (consciousness of

Allah and of His prescribed priorities).

Allah SWT berfirman :

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada

kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan

sebahagian harta yang telah kamu cintai. Dan apa saja

yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah

mengetahuinya” (Q.S Ali Imran [3]:92)

9Rafik Issa Beekun, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004, h. 43

Page 8: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

25

Kemurahan hati adalah fondasi dari ihsan. Ke-

ihsan-an adalah tindakan terpuji yang dapat

mempengaruhi hampir setiap aspek dalam hidup,

keihsanan adalah atribut yang selalu mempunyai tempat

terbaik disisi Allah. Kedermawanan hati (leniency) dapat

terkait dengan keihsanan, jika diekspresikan dalam bentuk

kesopanan dan kesantunan, pemaaf, mempermudah

kesulitan yang dialami orang lain. Sedangkan service

motives, artinya organisasi bisnis islami harus

memperhatikan setiap kebutuhan dan kepentingan pihak

lain (stakeholders), menyiapkan setiap tindakan yang

membantu pengembangan atau pembangunan kondisi

sosial dan lain sebagainya, selama muslim tersebut bergiat

dalam aktivitas bisnis, maka kewajiban seorang muslim

untuk memberikan yang terbaik untuk komunitasnya dan

bahkan untuk kemanusiaan secara umum.10

8. Kemampuan adalah setiap akad dilakukan sesuai dengan

kemampuan para pihak, sehingga tidak menjadi beban

yang berlebihan bagi yang bersangkutan. Kebersamaan

pelaku bisnis dalam membagi dan memikul beban sesuai

dengan kemampuan masing-masing, kebersamaan dalam

memikul tanggung jawab sesuai beban tugas, dan

10

Faisal Badroen, et al, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Prenada

Media Group, 2007, h. 102-103

Page 9: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

26

kebersamaan dalam menikmati hasil bisnis secara

proporsional.11

9. Taisir atau kemudahan adalah setiap akad dilakukan

dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-

masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai

dengan kesepakatan.

10. Itikad baik adalah akad dilakukan dalam rangka

menegakkan kemaslahatan, tidak mengandung unsur

jebakan dan perbuatan buruk lainnya.

11. Sebab yang halal adalah tidak bertentangan dengan

hukum, tidak dilarang oleh hukum dan tidak haram. yakni

segala sesuatu dalam transaksi harus halal menurut syariat

Islam, baik dari obyek transaksi maupun kegiatan

transaksinya, tidak bertentangan dengan kegiatan yang

bertentangan dengan syariat Islam. Semua kegiatan

perekonomian harus berada dalam lingkup jenis usaha dan

barang-barang yang halal. Kegiatan ekonomi merupakan

bagian dari ibadah kepada Allah SWT oleh karena itu

semua harus sesuai dengan syariat Allah SWT

dikarenakan kegiatan ekonomi tersebut dimaksudkan

untuk mendorong peningkatan kemakmuran dan

kemaslahatan umat harus berada dalam cakupan kegiatan

11

Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman, Islamic Economics And

Finance : Ekonomi dan Keuangan Islam Bukan Alternatif, tetapi Solusi,

Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2012, h. 227

Page 10: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

27

usaha dan terkait dengan sesuatu yang telah di halalkan

oleh Allah SWT.12

12. Al-hurriyah (kebebasan berkontrak) yaitu dalam

menjalankan transaksi pihak harus ada kerelaan tanpa ada

paksaan maupun ancaman dari pihak lain.

13. Al-kitabah (tertulis) yaitu akad yang dibuat dituliskan

sebagai bukti agar salah satu pihak tidak mengingkari

akad.

B. Jual Beli dalam Islam

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli berasal dari kata بيع yang dalam bentuk

jamak ب يوع yang artinya jual beli.13

Jual beli البيع secara

bahasa merupakan masdar dari kata بيع yang

diucapkan .bermakna memiliki atau membeli يبيع -ب اع14

Mardani mengatakan bahwa menurut Hukum Kompilasi

Ekonomi Syariah ba‟i adalah jual beli antara benda

12

Miftahul, Aspek..., h. 36 13

Adib Bisri, et al, Al-bisri Kamus Arab-Indonesia Indonesia-Arab,

Surabaya: Pustaka Progressif, 1999, h. 121 14

Abdurrahman as-Sa‟di, et al, Fiqh al-Bay‟ asy-Syira‟, Terj.

Abdullah, “Fiqh Jual-Beli: Praktis Bisnis Syariah”, Jakarta: Senayan

Publishing, 2008, h.143

Page 11: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

28

dengan benda, atau pertukaran benda dengan barang15

.

Ahmad Wardi Muslich dalam bukunya „Fiqh Muamalah‟

menjelaskan beberapa pengertian jual beli :

a. Menurut Hanafiyah, jual beli dalam arti khusus yaitu

menukar benda dengan dua mata uang (emas dan

perak) dan semacamnya, atau tukar menukar uang

dengan barang menurut cara yang khusus. Jual beli

dalam arti umum adalah tukar-menukar harta dengan

harta menurut cara yang khusus, harta mencakup zat

(barang) atau uang.

b. Menurut Malikiyah, jual beli dalam arti umum adalah

jual beli adalah akad mu‟awadlah (timbal balik) atas

selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati

kesenangan. Sedangkan dalam arti khusus jual beli

adalah akad mu‟awadlah (timbal balik) atas selain

manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan,

bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan

emas dan bukan perak, obyeknya jelas dan bukan

utang.

c. Menurut Syafi‟iyah jual beli menurut syara‟ adalah

suatu akad yang mengandung tukar menukar harta

dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti

15

Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2015, h.167

Page 12: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

29

untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau

manfaat untuk waktu selamanya.

d. Hanabilah memberikan definisi jual beli sebagai

berikut jual beli menurut syara‟ adalah tukar-menukar

harta dengan harta, atau tukar-menukar manfaat yang

mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu

selamanya, bukan riba dan bukan utang.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan

bahwa pertama, jual beli adalah akad mu‟awadlah yakni

akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak

pertama menyerahkan barang dan pihak kedua

menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang.

Kedua, Syafi‟iyah dan Hanafiah mengemukakan bahwa

objek jual beli bukan hanya barang (benda), tetapi juga

manfaat, dengan syarat tukar-menukar berlaku selamanya,

bukan untuk sementara.16

Jadi, jual beli merupakan akad

yang dilakukan oleh dua pihak yang bertujuan saling

menguntungkan dengan cara-cara menurut syariat Islam.

16

Ibid, h. 175-177

Page 13: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

30

2. Landasan Jual Beli

Jual beli disyari‟atkan berdasarkan al-Qur‟an, sunah

dan ijma‟ yakni :

a. Al-Qur‟an

Artinya : “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba

tidak dapat berdiri melainkan seperti

berdirinya orang yang kemasukan syaitan

lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan

mereka yang demikian itu, adalah disebabkan

mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya

jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah

telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. orang-orang yang telah

sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,

lalu terus berhenti (dari mengambil riba),

Maka baginya apa yang telah diambilnya

dahulu (sebelum datang larangan); dan

urusannya (terserah) kepada Allah. orang

yang kembali (mengambil riba), Maka orang

itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka

kekal di dalamnya”. (Q.S Al-Baqarah [2]:

275)

Page 14: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

31

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah

kamu saling memakan harta sesamamu

dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang Berlaku dengan

suka sama-suka di antara kamu. dan

janganlah kamu membunuh dirimu;

Sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.”. (Q.S. An-Nisa‟

[4]: 29)

b. As-sunah

أط يب ال كس ب أي اللو يارسول قيل ال ق خديج ب ن رافع عن مب رور )رواه أمحد( ي ع ب وكل بيده رجل عملل قال

Artinya : “Rafi‟ bin Khadij berkata: Rasulullah SAW

ditanya tentang mata pencaharian yang

paling baik. Beliau menjawab, “Seseorang

yang bekerja dengan tangannya dan setiap

jual-beli yang mabrur”. (HR. Ahmad)

Maksud mabrur dalam hadis di atas adalah jual-beli

yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan

orang lain.

Page 15: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

32

ري أب عن د علي و اللو صلى اللو رسول قال ي قول سعيد ال اال ب ي ع وسلم )رواه ا بن ماجو( ت راض عن إن

Artinya:“Dari Abu Sa‟id al-Khudri bahwa Rasulullah

SAW bersabda, “Jual beli harus dipastikan

harus saling meridhai”. (HR. Ibnu Majjah)

c. Ijma‟ Ulama telah sepakat bahwa jual beli

diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak

akan mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan

orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang

milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti

dengan barang lainnya yang sesuai.17

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

a. Rukun jual beli

Jual beli mempunyai rukun yang harus dipenuhi

sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟.

Dalam menentukan rukun jual beli terdapat

perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dan jumhur

ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah

hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari

pembeli) dan kabul (ungkapan menjual dari penjual).

Menurut mereka unsur kerelaan sulit di indra,

sehingga tergambar dalam ijab dan kabul.

17

Rachmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia,

2001, h. 74-75

Page 16: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

33

Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun

jual beli ada empat yaitu:

1) Ada orang yang berakad atau al-muta‟aqidain

(penjual dan pembeli).

2) Ada sighat (lafal ijab dan kabul)

3) Ada barang yang dibeli.

4) Ada nilai tukar pengganti barang.18

b. Syarat Jual Beli

Dalam jual beli terdapat empat macam syarat,

yaitu syarat terjadinya akad (in‟iqad), syarat sahnya

akad, syarat terlaksananya akad (nafadz), dan syarat

luzum.

1) Syarat terjadinya akad (In‟iqad) terdiri dari empat

syarat yaitu :

a) Orang yang berakad (aqid),

b) Syarat dalam akad yaitu harus sesuai dengan

ijab dan qabul.

c) Tempat akad yaitu harus bersatu atau

berhubungan dengan ijab dan qabul.

d) Ma‟qud alaih (objek akad) harus memenuhi

empat syarat yaitu : pertama objek akad harus

ada, kedua harta harus kuat, tetap dan bernilai

yang bisa dimanfaatkan dalam waktu yang

18

Abdul Rahman Ghazaly, et al, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2012, h. 70-71

Page 17: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

34

lama, ketiga objek akad milik sendiri,

keempat dapat diserahkan.

2) Syarat pelaksanaan akad (Nafadz)

Dalam syarat nafadz terdapat terdapat dua

kategori yaitu : pertama benda dimiliki aqid atau

berkuasa untuk akad, kedua pada benda yang

tidak terdapat milik orang lain.

3) Syarat sah akad dibagi menjadi syarat umum dan

khusus. Syarat umum adalah segala syarat yang

telah ditetapkan oleh syara‟, dan syarat khusus

adalah syarat yang hanya ada pada barang-barang

tertentu. Hal tersebut meliputi : barang yang

diperjualbelikan dapat dipegang, harga awal harus

diketahui, serah terima benda dilakukan sebelum

berpisah, terpenuhi syarat penerimaan, harus

seimbang dalam ukuran timbangan dan barang

yang diperjual belikan sudah menjadi tanggung

jawabnya.

4) Syarat luzum (kepastian) yaitu akad jual beli harus

terlepas dari khiyar yang berkaitan dengan kedua

pihak yang berakad dan akan menyebabkan

batalnya akad.19

19

Syafe‟i, Fiqh..., h. 76

Page 18: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

35

5) Syarat-syarat orang yang berakad

Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang

melakukan akad jual beli itu harus memenuhi

syarat :

(a) Berakal. Oleh sebab itu jual beli yang

dilakukan anak kecil yang belum berakal dan

orang gila, hukumnya tidak sah.

(b) Yang melakukan akad adalah orang yang

berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat

bertindak dalam kurun waktu yang bersamaan

sebagai penjual sekaligus sebagai pembeli.

6) Syarat-syarat terkait dengan Ijab Kabul

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab

dan qabul itu sebagai berikut :

(a) Orang yang mengucapkan telah baligh dan

berakal.

(b) Kabul sesuai dengan Ijab. Misalnya, penjual

mengatakan : “saya jual buku ini seharga Rp.

20.000”, lalu pembeli menjawab : “Saya beli

buku ini dengan harga Rp. 20.000”. apabila

antara ijab dan kabul tidak sesuai maka jual

beli tidak sah.

(c) Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majlis.

Artinya, kedua belah pihak yang melakukan

jual beli hadir dan membahas topik yang

Page 19: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

36

sama. Dalam kaitan ini, ulama Hanafiyah dan

Malikiyah mengatakan bahwa antara ijab dan

kabul boleh saja diantarai oleh waktu, yang

diperkirakan bahwa pihak pembeli sempat

untuk berpikir. Namun, ulama Syafiiyah dan

Hanabilah berpendapat bahwa antara ijab dan

kabul tidak terlalu lama yang dapat

menimbulkan dugaan bahwa objek

pembicaraan telah berubah.20.

7) Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan

(Ma‟qud „alaih)

Mardani dalam bukunya yang berjudul “Hukum

Sistem Ekonomi Islam” mengemukakan bahwa

syarat-syarat yang terkait dengan barang yang

diperjual belikan menurut Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah adalah sebagai berikut :

a) Barang yang diperjual belikan harus ada

b) Barang yang diperjual belikan harus dapat

diserahterimakan.

c) Barang yang diperjualbelikan harus berupa

barang yang memiliki nilai harga tertentu

d) Barang yang diperjualbelikan harus halal

e) Barang yang diperjualbelikan harus diketahui

oleh pembeli

20

Ghazaly, et al, Fiqh..., h. 71-79

Page 20: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

37

f) Kekhususan pada barang yang

diperjualbelikan harus diketahui

g) Penunjukan dianggap memenuhi syarat

barang yang diperjual belikan jika barang itu

ada ditempat jual beli

h) Sifat barang yang dapat diketahui secara

langsung oleh pembeli tidak memerlukan

penjelasan lebih lanjut

i) Barang yang dijual harus ditentukan secara

pasti pada waktu akad21

Disamping syarat –syarat yang berkaitan dengan

rukun jual beli diatas, para ulama fiqh juga

mengemukakan syarat-syarat lain yaitu :

1) Syarat sah jual beli. Para ulama fiqh

menyatakan bahwa suatu jual beli dianggap

sah apabila :

a) Jual beli itu terhindar dari cacat seperti

kriteria barang yang diperjualbelikan

itu tidak diketahui, baik jenis, kualitas,

maupun kuantitasnya, jumlah harga

tidak jelas, jual beli itu mengandung

unsur paksaan, tipuan, mudarat, serta

adanya syarat-syarat lain yang membuat

jual beli itu rusak.

21

Mardani, Hukum..., h. 169

Page 21: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

38

b) Apabila barang yang diperjualbelikan

itu benda bergerak, maka barang itu

bisa langsung dikuasai oleh pembeli

dan harga barang dikuasai penjual.

Apabila benda tidak bergerak, mak

diselesaikan sesuai dengan „urf

(kebiasaan) setempat.

c) Jual beli baru boleh dilaksanakan

apabila yang berakad mempunyai

kekuasaan untuk melakukan jual beli.

Jual beli yang diwakilkan disebut

dengan ba‟i al-fudluli. Ulama

Hanafiyah mengatakan apabila wakil

itu ditunjuk untuk menjual barang maka

tidak perlu mendapat justifikasi dari

orang yang diwakilinya. Ulama

Malikiyah mengatakan bahwa jual beli

tersebut sah, baik dalam hal menjual

maupun membeli barang maka jual beli

ini dianggap sah apabila disetujui oleh

orang yang diwakilinya. Ulama

Hanabilah mengatakan tidak sah baik

wakil itu di tunjuk hanya untuk

membeli suatu barang, maupun untuk

menjual suatu barang, maka jual beli

Page 22: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

39

baru dianggap sah apabila mendapat

izin dari orang yang diwakilinya.

Ulama Syafi;iyah dan Zhahiriyah juga

mengatakan tidak sah, alasan mereka

adalah hadist Rasulullah saw :

الرجل ن يأ ت يارسولللو قال حزام ب ن حكيم عن الس وق من أفأب تاعهلو عن دي لي س ال ب ي ع ف ييدمن

ي(لنسائارواه )عن دك ي س مال تبع ل ف قال

Artinya : Dari Hakim bin Hizam ia berkata,

“Wahai Rasulullah, seorang laki-

laki datang kepadaku ingin

membeli sesuatu yang tidak aku

miliki, apakah boleh aku

membelikan untuknya dari pasar?

Beliau menjawab, “Janganlah

engkau menjual apa yang tidak

engkau miliki”.(HR. Abu Dawud)

2) Syarat yang terkait dengan kekuatan hukum

akad jual beli. Para ulama fiqh sepakat bahwa

suatu jual beli baru bersifat mengikat apabila

jual beli terbebas dari segala macam khiyar22.

22

Ghazaly, et al, Fiqh..., h. 71-79

Page 23: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

40

4. Jual beli yang dilarang

Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan

dalam Islam, akan tetapi terdapat beberapa jenis jual beli

yang dilarang dalam Islam, seperti dikutip oleh

Dimyauddin Djuwangi dalam bukunya “Pengantar Fiqh

Muamalah” :

a. Bai‟ al Ma‟dum yaitu jual beli atas objek transaksi

yang tidak ada ketika kontrak dilakukan. Hal tersebut

dilarang karena objek akad tidak bisa teridentifikasi

kadar dan sifatnya secara sempurna serta

kemungkinan objek tersebut tidak bisa

diserahterimakan. Seperti contoh jual beli anak onta

yang masih dalam kandungan.

b. Bai‟ Ma‟juz al Taslim yaitu akad jual beli dimana

objek tidak bisa diserahterimakan. Seperti contoh

menjual ikan yang ada di laut.

c. Bai‟ dain (jual beli hutang) adalah jual beli yang

dalam kontraknya belum ada pelunasan harga, tetapi

objek tersebut sudah dijual kembali. Seperti contoh

seseorang membeli rumah seharga Rp 75.000.000

dalam tempo 3 bulan, akan tetapi si pembeli belum

mampu melunasinya kepada si penjual, kemudian di

si penjual menjual kembali rumah tersebut seharga Rp

100.000.000 dengan tambahan waktu 2 bulan tanpa

adanya serah terima. Transaksi tersebut identik

Page 24: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

41

dengan riba dikarenakan adanya tambahan waktu

dengan adanya tambahan harga.

d. Bai‟ al gharar yaitu jual beli yang mengandung unsur

resiko dan akan menjadi beban salah satu pihak

dikemudian hari. Gharar berarti sesuatu yang

wujudnya belum bisa dipastikan, tidak dapat di nilai

kualitas serta kuantitasnya atau sesuatu yang tidak

bisa diserahterimakan. Seperti contoh menjual hewan

yang masih dalam kandungan induknya.

e. Jual beli barang najis yaitu menjual segala sesuatu

yang dilarang dalam syariat Islam seperti menjual

darah, bangkai, anjing, babi, minuman keras serta

benda najis lainnya.

f. Bai‟ Arbun yaitu jual beli dengan menggunakan uang

muka sebagai tanda jadi. Jumhur ulama mengatakan

bahwa jual beli tersebut merupakan jual beli yang

dilarang dan tidak shahih, selain itu terdapat unsur

gharar, risiko dan memakan harta orang lain tanpa

adanya kompensasi. Akan tetapi sekarang jual beli

menggunakan uang muka sudah menjadi bagian

dalam perdagangan sebagai penengah jika kontrak

dibatalkan.

g. Bai‟ Inah yaitu pinjaman ribawi yang dikemas dalam

praktik jual beli. Sebagai contoh, si A menjual motor

kepada si B dengan harga Rp 10.000.000 dalam

Page 25: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

42

jangka waktu 3 bulan. Akan tetapi sebelum jatuh

tempo si A membeli kembali motor tersebut seharga

Rp 8.000.000 dari si B secara tunai. Si B menerima

uang tunai tersebut, namun ia tetap berkewajiban

membayar Rp 10.000.000 kepada si A dalam tempo 3

bulan.

h. Bai‟atan fi Bai‟ah memiliki dua penafsiran. Pertama,

seorang menjual barang dengan mata uang 2000 Real

secara tempo, atau 1000 Real secara tunai. Kedua,

jual beli yang ada imbangan jual belinya seperti

contoh si A akan menjual mobilnya kepada si B

apabila si B juga mau menjual rumahnya kepada si A.

Transaksi pertama dilarang karena adanya unsur

gharar atau ketidakjelasan terhadap harga, sehingga

pembeli tidak tahu berapa harga objek akad.

Transaksi kedua dilarang karena adanya unsur

eksploitasi terhadap orang lain, memanfaatkan

kebutuhan orang lain demi dirinya sendiri serta dapat

mengurangi keridhaan pembeli.

i. Bai‟ Hadir lil Bad adalah jual beli dengan

memanfaatkan minimnya informasi pihak lain.

Sebagai contoh tengkulak dari kota datang langsung

ke tempat produsen di desa untuk mendapatkan harga

yang lebih murah karena kurangnya informasi

produsen mengenai harga produknya di kota. Hal

Page 26: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

43

tersebut bisa menjadi salah satu bentuk eksploitasi

terhadap hak-hak orang lain.

j. Tallaqi Rukban hampir sama dengan Bai‟ Hadir lil

Bad, yaitu tengkulak menjemput produsen yang

sedang dalam perjalanan menjual produknya.

k. Bai‟ Najys yaitu rekayasa jual beli dengan

menciptakan permintaan palsu. Penjual bekerja sama

dengan pihak lain agar penjualan naik yang akhirnya

akan mempengaruhi pembeli untuk membeli dengan

harga yang tinggi.23

5. Hal-hal yang harus di hindari dalam jual beli

Dalam jual beli hendaknya kita menghindari beberapa hal

yaitu :

a. Ketidakjelasan, yang dimaksud adalah ketidakjelasan

yang dapat menimbulkan perselisihan yang sulit

untuk diselesaikan, yaitu :

1) Ketidakjelasan objek transaksi baik dari kualitas,

kuantitas, dan sifatnya.

2) Ketidakjelasan harga

3) Ketidakjelasan waktu, seperti dalam jatuh tempo

angsuran yang harus dibayar

4) Ketidakjelasan dalam langkah-langkah

penjaminan.

23

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2010, h. 82-93

Page 27: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

44

b. Pemaksaan adalah membuat orang lain melakukan

sesuatu sesuai dengan keinginan kita. Hal tersebut

bertentangan dengan prinsip kemauan bebas serta

kebebasan berekonomi.

c. Pembatasan dengan waktu, yaitu jual beli yang

dibatasi waktunya. Seperti contoh si A menjual

motornya dalam jangka waktu 1 tahun. Hal tersebut

tidak boleh dikarenakan jual beli merupakan salah

satu cara perpindahan kepemilikan yang tidak bisa

dibatasi waktunya.

d. Penipuan atau gharar adalah terdapat unsur

ketidakjelasan dalam transaksi seperti objek transaksi

yang tidak jelas secara kualitas, kuantitas serta

sifatnya yang tidak bisa di identifikasi secara

sempurna yang bisa saja menjadi suatu bentuk

penipuan yang bisa merugikan pihak pembeli di

kemudian hari.

e. Kemudaratan adalah lebih banyak sifat merugikan

daripada manfaat yang diperoleh.

f. Syarat yang merusak adalah setiap syarat yang ada

manfaatnya bagi salah satu pihak, tetapi syarat

tersebut tidak ada dalam syara‟ dan adat kebiasaan

atau tidak dikehendaki oleh kad atau tidak selaras

dengan tujuan akad. Seperti contoh si A menjual

mobilnya dengan syarat ia boleh menggunakan mobil

Page 28: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

45

tersebut selama satu bulan setelah terjadinya akad jual

beli.24

6. Etika dalam Jual Beli

Etika Islam dalam jual beli diterapkan dengan

mengacu pada tiga kerangka pokok, yakni kebebasan

berekonomi, keadilan dan perilaku yang di perintahkan

dan yang dipuji25

a. Kebebasan Berekonomi

Kebebasan berekonomi adalah seseorang

berhak sepenuhnya menjalankan kegiatan ekonomi

tanpa ada paksaan dari orang lain. Allah SWT

membebaskan umatnya mengelola harta yang ia

miliki selama dalam koridor yang sesuai dengan

prinsip Islam. Adanya kebebasan dalam berekonomi

tanpa paksaan orang lain berarti mengisyaratkan

bahwa harus ada sikap saling rela dalam transaksi

tersebut. Seperti firman Allah SWT:

24

Muslich, Fiqh..., h. 191-192 25

Dede Nurrohman, Memahami Dasar-dasar Ekonomi Islam,

Yogyakarta: Teras, 2001, h. 63

Page 29: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

46

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah

kamu saling memakan harta sesamamu

dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang Berlaku dengan

suka sama-suka di antara kamu. dan

janganlah kamu membunuh dirimu;

Sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu”. (Q.S An-Nisa‟

[4]:29).

Tujuan disyariatkannya sikap saling rela

adalah untuk menghindari pemaksaan serta penipuan,

sehingga transaksi jual beli bisa saling mendatangkan

keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat

didalamnya. Kebebasan berekonomi mengakuinya

adanya kepemilikan pribadi dan kebebasan untuk

bertransaksi asalkan sesuai dengan syariat Islam.

Kebebasan tersebut bertujuan untuk mendorong

aktivitas ekonomi agar seseorang berproduksi dan

mencapai kemaslahatan hidup bersama.26

Dengan adanya kebebasan dalam berekonomi

maka seseorang secara otomatis akan bertanggung

jawab dengan kebebasan yang dipilihnya. Dalam

konsep tanggung jawab Islam membedakan antara

fard al „ayn (tanggung jawab individu yang tidak

dapat dialihkan) dan fard al kifayah (tanggung jawab

kolektif yang bisa diwakili oleh sebagian kecil

26

Choirul Huda, Ekonomi Islam, Semarang CV. Karya Abadi Jaya,

2015, h. 13

Page 30: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

47

orang).Tanggung jawab dalam Islam bersifat multi-

tingkat dan terpusat baik pada tingkat mikro

(individu) maupun tingkat makro (organisasi dan

masyarakat). Tanggung jawab dalam Islam bahkan

juga bersama-sama ada dalam tingkat mikro maupun

makro (misalnya, antara individu dan berbagai

institusi dan kekuatan masyarakat).27

Tanggung jawab muslim yang sempurna itu

tentu saja didasarkan atas cakupan kebebasan yang

luas, yang dimulai dari kebebasan memilih keyakinan

dan yang berakhir dengan keputusan yang paling

tegas yang perlu diambilnya. Perspektif Islam

menekankan bahwa individulah yang terpenting dan

bukan komunitas, masyarakat maupun bangsa.

Individu tidak dimaksudkan untuk melayani

masyarakat melainkan masyarakatlah yang benar-

benar harus melayani individu. Tidak ada satu

komunitas atau bangsapun bertanggung jawab di

depan Allah SWT sebagai kelompok; setiap anggota

masyarakat bertanggung jawab di depan-Nya secara

individual.28

27

Beekun, Etika..., h. 40-41 28

Badroen, et al, Etika..., h. 100-101

Page 31: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

48

Selain itu seorang pebisnis juga harus menjadi

warga negara yang bertanggung jawab, yaitu selalu

menaati hukum atau aturan, penuh kesadaran sosial,

dan menghormati proses demokrasi dalam mengambil

keputusan. Selain itu juga harus bisa di pertanggung

jawabkan, yaitu memiliki dan menerima tanggung

jawab atas keputusan dan konsekuensinya serta selalu

memberikan contoh.29

b. Keadilan

Pelaksanaan keadilan dalam suatu kontrak

dituntut untuk berlaku benar dalam mengungkapkan

kehendak dan keadaan, memenuhi segala kewajiban

yang telah disepakati bersama serta memberikan apa

yang telah menjadi haknya tanpa saling mezalimi dan

dilakukan dengan seimbang agar tidak merugikan

pihak lainnya.30

Prinsip keadilan sangat diperlukan dalam jual

beli. Kewajaran atau keadilan yaitu berlaku adil dan

berbudi luhur, bersedia mengakui kesalahan,

memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan

perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaan

29

Suryana, Kewirausahaan : Kiat dan Proses Menuju Sukses,

Jakarta: Salemba Empat, 2014, h. 267 30

Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif

Kewenangan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2012, h. 77

Page 32: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

49

serta tidak bertindak melampaui batas atau

mengambil keuntungan yang tidak pantas dari

kesalahan atau kemalangan orang lain31

. Berlaku adil

akan dekat dengan takwa, karena itu dalam

perniagaan (tijarah) Islam melarang untuk menipu

walaupun hanya “sekedar” membawa sesuatu pada

kondisi yang menimbulkan keraguan sekalipun. Dan

bahkan berlaku adil harus didahulukan dari berbuat

kebajikan. Dalam perniagaan, persyaratan adil yang

paling mendasar adalah dalam menentukan mutu

(kualitas) dan ukuran (kuantitas) pada setiap takaran

maupun timbangan. Allah SWT berfirman :

Artinya : “Dan Allah telah meninggikan langit dan

Dia meletakkan neraca (keadilan)

supaya kamu jangan melampaui batas

itu. Da tegakkanlah timbangan itu

dengan adil dan janganlah kamu

mengurangi neraca itu”. (Q.S Ar-

Rahman 55: 7,8,9)

31

Suryana, Kewirausahaan..., h. 267

Page 33: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

50

Kondisi ini dapat terjadi seperti adanya

gangguan pada mekanisme pasar atau adanya

informasi penting mengenai transaksi yang tidak

diketahui oleh salah satu pihak (asymmetric

information). Gangguan pada mekanisme pasar dapat

berupa gangguan pada penawaran dan gangguan

dalam permintaan. Islam mengharuskan penganutnya

untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan. Dan bahkan

berlaku adil harus didahulukan dari berbuat kebajikan.

Dalam perniagaan, persyaratan adil yang paling

mendasar adalah dalam menentukan mutu (kualitas)

dan ukuran (kuantitas) pada setiap takaran maupun

timbangan. Allah SWT berfirman :

Artinya : “Dan janganlah kamu dekati harta anak

yatim, kecuali dengan cara yang lebih

bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan

sempurnakanlah takaran dan timbangan

dengan adil. Kami tidak memikulkan beban

kepada seseorang melainkan sekedar

kesanggupannya. dan apabila kamu

berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku

Page 34: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

51

adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu),

dan penuhilah janji Allah. yang demikian

itu diperintahkan Allah kepadamu agar

kamu ingat. (Q.S Al-Anam [6]:152)

Konsep keseimbangan atau keadilan ini dapat

dipahami bahwa keseimbangan hidup di dunia dan di

akhirat harus diusung oleh seorang pebisnis muslim.

Oleh karenanya konsep keseimbangan menyerukan

kepada para pengusaha Muslim untuk bisa

merealisasikan tindakan-tindakan (dalam bisnis) yang

dapat menempatkan dirinya dan orang lain dalam

kesejahteraan duniawi dan keselamatan akhirat.32

c. Perilaku yang Diperintahkan dan Dipuji

Al-Qur‟an dan al-Hadist memberikan sinyal

kepada kita untuk menjalankan etika yang berkaitan

dengan etika penjualan. Allah SWT berfirman :

Artinya : “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang

yang curang, (yaitu) orang-orang yang

apabila menerima takaran dari orang lain

mereka minta dipenuhi, Dan apabila

mereka menakar atau menimbang untuk

orang lain, mereka mengurangi”. (Q.S al-

Muthaffifin [83]: 1-3).

32

Ibid, h. 91-92

Page 35: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

52

Etika bisnis dijalankan atas dasar ajaran

Islam. Dalam suatu bisnis hendaknya ditumbuhkan

sifat-sifat Rasul, yaitu shiddiq, Amanah, Tabligh, dan

Fathonah agar dalam transaksi tersebut bisa

menguntungkan kedua belah pihak bersaing melalui

sikap efisien dalam menentukan harga dan

meningkatkan pelayanan kepada konsumen tanpa

merusak tatanan ekonomi yang ada untuk

memberikan kepuasan serta pengaruh positif kepada

masyarakat.33

Menanamkan sifat Rasulullah SAW yaitu

Shiddiq (benar ,jujur),yang diimplementasikan dengan

menghindari perkataan bohong dan menjauhkan diri

dari sifat munafik. Amanah (tanggung jawab,

kepercayaan, kredibilitas ) yang dapat diwujudkan

melalui sikap saling mempercayai, selalu jujur

berprasangka baik dan bertanggung jawab atas apa

yang telah ia lakukan. , Fathanah (kecerdikan,

kebijaksanaan, intelektualitas) yaitu memaksimalkan

fungsi manajerial, pendekatan rasional objektif

rasional dan sistematis agar tercapai penataan dan

pengembangan kehidupan yang lebih baik, dan

Tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran) dapat

ditumbuhkan melalui sikap profesionalisme dalam

33

Dede, Memahami..., h. 66

Page 36: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

53

menjalankan tugasnya34

. Nilai dasarnya adalah

komunikatif, menjadi pelayan bagi publik, bisa

berkomunikasi secara efektif, memberikan contoh

yang baik, dan bisa mendelegasikan wewenangnya

kepada orang lain. Nilai bisnisnya adalah supel,

penjual yang cerdas, deskripsi tugas, bisa bekerja

sama dengan tim, ada koordinasi kendali dan

supervisi.35

Shiddiq yang berarti benar atau jujur harus

menjadi visi hidup setiap Muslim. Dengan adanya

konsep ini maka seorang Muslim dapat berbisnis

dengan efektif dalam mencapai tujuan yang tepat

sasaran, dan efisiensi dalam melakukan teknik dan

metode yang sesuai. Sedangkan Amanah yang berarti

bertanggung jawab, dapat dipercaya dan mempunyai

kredibilitas harus menjadi misi seorang Muslim.

Dengan adanya sikap tersebut dapat menjadi pondasi

umat Muslim dalam berbisnis dan menjalankan

kegiatan ekonomi lainnya. Kredibilitas dan tanggung

jawab yang diakui dapat membawa pengaruh positif

dan citra yang baik dalam suatu usaha atau kegiatan

ekonomi seorang pebisnis.

34

Manan, Hukum..., h. 13 35

Buchari Alma, Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah :

Menanamkan Nilai dan Praktik Syariah dalam Bisnis Kontemporer,

Bandung: Alfabeta, 2014, h. 176

Page 37: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

54

Fathanah yang berarti kecerdikan,

kebijaksanaan, intelektualitas dapat di

implementasikan bahwa dalam segala aktivitas

ekonomi harus mengoptimalkan ilmu yang dimiliki,

kebijaksanaan dan intelektualitas guna mencapai

tujuan yang inginkan. Adanya sikap tersebut akan

menghindarkan seseorang dari hal-hal yang tidak

diinginkan, seperti penipuan. Tabligh yang berarti

komunikasi, keterbukaan, pemasaran dapat di

wujudkan dengan sikap terbuka kepada orang lain,

berkomunikasi yang baik serta melakukan pemasaran

yang sesuai dengan segmentasi pasar yang bidik

sehingga dalam aktivitas ekonomi yang dijalankan

dalam bersaing dengan lawan.36

7. Hikmah Disyariatkannya Jual Beli

Hikmah diperbolehkannya jual beli adalah

kebutuhan seseorang akan suatu barang tergantung pada

pemilik barang tersebut, sedangkan pemilik barang tidak

akan memberikan barang tanpa adanya nilai pengganti

dari barang yang ia miliki. Manusia memiliki berbagai

macam kebutuhan dan berusaha mencukupi

kebutuhannya dengan berbagai cara, oleh karena itu

maka dalam rangka mendapatkan kebutuhan akan suatu

36

Ahmad Mujahidin, Ekonomi Islam: Sejarah, Konsep, Instrumen,

Negara dan Pasar, Depok PT. Raja Grafindo Persada, 2014 h. 27-29

Page 38: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

55

barang ia juga memberikan nilai pengganti yang sesuai

dengan barang yang ia butuhkan. Atau dengan kata lain

pihak-pihak tersebut akan bekerja sama dalam memenuhi

kebutuhannya dengan saling bertukar kebutuhan dalam

suatu transaksi yang biasa disebut jual beli.

Selain memenuhi kebutuhan, kegiatan

mu‟amalah ini juga menghindarkan seseorang dari

perbuatan buruk seperti pencurian, perselisihan,

penipuan, dan penghianatan. Kecenderungan manusia

untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas

mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya

dengan cara apapun yang akan berimbas pada keserasian

dan keharmonisan hidup bermasyarakat. Oleh karenanya

jual beli memang dibutuhkan dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidup serta menghindarkan seseorang dari

perbuatan buruk yang dapat menimbulkan

ketidakserasian dan ketidakharmonisan dalam

masyarakat.37

8. Sistem Tebasan

Jual beli borongan atau yang dikenal masyarakat

dengan jual beli menggunakan sistem tebasan dalam

kamus Bahasa Arab yaitu جز ف : آ جتز ف yang artinya

37

As-Sa‟di , et al, Fiqh..., h.147

Page 39: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

56

berjual beli dengan tanpa menimbang atau menakar.38

Muhammad Sholahuddin mengatakan bahwa jual beli

tebasan atau Juzaf berarti membeli sejumlah barang,

yaitu sebuah transaksi jual beli barang dagangan tanpa

menimbang, mengukur atau menghitung. 39Juzaf secara

bahasa artinya adalah mengambil dalam jumlah banyak.

Dalam terminologi fiqh, juzaf adalah menjual barang

yang bisa ditakar, ditimbang dan dihitung secara

borongan dengan cara tanpa ditakar, ditimbang dan

dihitung lagi. Jika mengacu pada takaran (satuan) barang

yang diperjual belikan, jual beli seperti ini ada unsur

spekulasinya karena penjual dan pembeli sama-sama

tidak mengetahui jumlah pastinya. Maka para ulama

sepakat bahwa jual beli yang mengandung unsur

spekulasi seperti ini dilarang, sebab tidak memenuhi

syarat jual beli yaitu harus diketahui obyeknya (ukuran

dan kriterianya). Akan tetapi jual beli jenis ini

dikecualikan dari hukum asalnya yang bersifat umum,

karena manusia membutuhkannya dan sudah

dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.40

38

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer

Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, Cet. Ke-8, h. 627 39

Muhammad Sholahuddin, Kamus Istilah Ekonomi, Keuangan dan

Bisnis Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011, h. 70 40

Affandi, Fiqh..., h. 62

Page 40: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

57

Sebagaimana pendapat Dimyauddin Djuwangi

dalam bukunya “Pengantar Fiqh Muamalah” mengatakan

bahwa keabsahan praktek jual beli juzaf dapat

disandarkan pada hadist Rasulullah SAW yang

diceritakan dari Jabir, yang berkata : “Rasulullah

melarang jual beli shubroh (kumpulan makanan tanpa

ada timbangan dan takarannya) dari kurma yang tidak

diketahui takarannya dengan kurma yang diketahui

secara jelas takarannya”. (HR. Muslim dan Nasai).

Hadist ini mengindikasikan bahwa jual beli juzaf

atas kurma diperbolehkan, dengan catatan harga yang

dibayarkan atas kurma tersebut, bukanlah barang yang

sejenis (artinya ditukar dengan kurma). Jika kurma

tersebut dibayar dengan kurma yang sejenis, maka

hukumnya haram.. dengan alasan, terdapat potensi

perbedaan kuantitas diantara keduanya, dan hal ini lebih

dekat kepada riba fadhl. Jika kurma tersebut ditukarkan

dengan uang, dan pertukaran tersebut dilakukan dengan

jual beli juzaf, maka diperbolehkan.

Ulama empat madzab sepakat atas keabsahan jual

beli subroh secara juzaf. Ibnu Qudamah menambahkan,

akad juzaf boleh dilakukan atas subroh dengan catatan,

antara penjual dan pembeli tidak mengetahui kadarnya

secara jelas dan pasti, tidak ada perdebatan ulama atas

transaksi ini. Dalam transaksi ini, ulama fiqh

Page 41: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

58

menyebutkan kaidah terkait dengan harga dan objek yang

boleh diperjualbelikan. Segala sesuatu yang boleh

diperjualbelikan dengan adanya perbedaan nilai, maka

diperbolehkan ditransaksikan secara juzaf. Sebaliknya,

jika sesuatu itu tidak diperbolehkan untuk

diperjualbelikan dengan adanya perbedaan nilai (artinya

harus sama) maka tidak boleh ditransaksikan secara juzaf.

Berdasarkan kaidah ini, emas dengan emas atau

perak dengan perak(bai‟ al-„ardh bi al-‟ardh), atau

barang ribawi lainnya, tidak boleh diperdagangkan secara

juzaf. Karena terdapat kemungkinan adanya perbedaan

nilai diantara keduanya, dan hal itu identik dengan riba.

Namun, jika keduanya mampu ditimbang atau ditakar,

dan diketahui kadarnya secara jelas, maka boleh

diperdagangkan. Jika emas ditukar dengan perak secara

juzaf, maka jual beli ini sah adanya. Karena keduanya

bisa ditransaksikan dengan adanya perbedaan nilai.

Dengan syarat, harus ada serah terima dalam majlis akad.

Ulama fiqh madzhab Malikiyyah menyebutkan 7

syarat bagi keabsahan jual beli juzaf, sebagaimana hal ini

ditemukan dalam pendapat ulama madzab lainnya. Syarat

dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Objek transaksi harus bisa dilihat. Ulama Hanafiyyah,

Syafiiyyah, dan Hanabalah setuju akan syarat ini.

Page 42: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

59

b. Penjual dan pembeli tidak mengetahui secara jelas

kadar objek jual beli, baik dari segi takaran,

timbangan maupun hitungannya. Imam Ahmad

menyatakan, jika penjual mengetahui kadar objek

transaksi, maka ia tidak perlu menjualnya secara juzaf.

c. Jual beli dilakukan atas sesuatu yang dibeli secara

partai, bukan per satuan. Akad juzaf diperbolehkan

atas sesuatu yang bisa ditakar atau ditimbang, seperti

biji-bijian dan sejenisnya. Jual beli juzaf tidak bisa

dilakukan atas pakaian, kendaraan yang dapat dinilai

per satuannya. Berbeda dengan barang yang nilainya

sangat kecil per satuannya, atau memiliki bentuk yang

relatif sama. Seperti telur, apel, mangga, semangka,

kurma, dan sejenisnya.

d. Objek transaksi bisa ditaksir oleh orang yang

memiliki keahlian dalam penaksiran. Akad juzaf tidak

bisa dipraktikkan atas objek yang sulit ditaksir.

Madzhab Safiiyyah sepakat atas adanya syarat ini.

e. Objek akad tidak boleh terlalu banyak, sehingga

sangat sulit ditaksir, namun juga tidak terlalu sedikit,

sehingga sangat mudah diketahui kuantitasnya.

f. Tanah yang digunakan sebagai tempat penimbunan

objek transaksi haruslah rata, sehingga kadar objek

transaksi bisa ditaksir.

Page 43: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

60

g. Tidak diperbolehkan mengumpulkan jual beli barang

yang diketahui kadarnya secara jelas, dengan barang

yang diketahui kadarnya secara jelas, dalam satu akad.

Misalnya, jual beli kurma satu kilo, dikumpulkan

dengn apel yang berada dalam satu pohon, dengan

satu harga atau dua harga.41

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

pasal 77 jual beli dapat dilakukan terhadap :

a. Barang yang terukur menurut jumlah, porsi, berat

atau panjang baik berupa satuan atau keseluruhan.

b. Barang yang ditakar atau di timbang sesuai

jumlah yang telah ditentukan, sekalipun kapasitas

dari takaran atau timbangan tidak diketahui.

c. Satuan komponen dari barang yang sudah

dipisahkan dari komponen lain yang telah

terjual.42

Sama halnya dengan jual beli padi secara

tebasan, dalam hal ini semua syarat sudah terpenuhi.

Jual beli dilakukan dengan cara menaksir atau

mengira-ngira berat padi disesuaikan dengan harga

yang ditawarkan. Jual beli ini banyak dilakukan

dikarenakan lebih praktis dan efisien dibandingkan

dengan jual beli secara langsung.

41

Djuwaini, Pengantar..., h. 147-150 42

Pusat, Kompilasi...,h. 35

Page 44: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

61

9. Keuntungan dan Kerugian Sistem Jual Beli Tebasan

(Borongan).

Tabel 1.1 keuntungan dan kerugian jual beli

menggunakan sistem tebasan (borongan)43

:

Keuntungan Kerugian

1. Semua hasil di

beli.

2. Tidak ada biaya

petik

(memotong

padi).

3. Tidak

menanggung

resiko

kerusakan.

1. Tidak tahu jumlah

produksi secara

pasti.

2. Hilangnya

kesempatan untuk

tahu mutu hasil.

3. Kesempatan untuk

mendapat hasil yang

baik berkurang.

Dalam kaitannya dengan keuntungan jual beli padi

menggunakan sistem tebasan, maka penjual tidak perlu

khawatir dengan padi yang susah siap panen, karena semua

hasil dari luas sawah per Seprapat akan dibeli oleh penebas,

karena harga yang disepakati tentunya sudah diperkirakan

oleh penebas baik dari sisi kualitas maupun kuantitas padi

tersebut.

Penjual tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk

jasa pemotongan padi. Semakin jauh lokasi rumah penyewa

43

Rudi Bintoro HL, THE EFFECT OF MELON SALES SYSTEM OF

FARMER‟S INCOME A CASE STUDY IN KABUPATEN NGAWI, Media

Soerjo Vol 6 no 1 April, 2010, h. 113

Page 45: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

62

dengan sawah, maka biaya akan semakin mahal. Begitu pula

dengan keadaan padi, jika kondisi sawah banjir, padi ambruk

biasanya pekerja akan meminta biaya ekstra untuk

memotongnya. Selain itu juga masih ada biaya konsumsi

untuk para pekerja pemotong padi. Sehingga dapat dikatakan

jual beli menggunakan sistem tebasan sangat praktis karena

penjual langsung mendapat uang hasil tebasan padi tanpa

harus memikirkan biaya pemotongan padi, biaya transportasi

serta terhindar dari kerepotan dalam mengeringkan padi basah

menjadi padi siap jual.

Tidak menanggung resiko kerusakan, yaitu penjual

tidak perlu menanggung resiko seperti cuaca buruk, padi

ambruk karena penjual diberi pilihan untuk tetap melanjutkan

transaksi maupun membatalkannya. Mayoritas penjual akan

tetap melanjutkan transaksi sekalipun terdapat pengurangan

harga karena apabila membatalkan transaksi maka kualitas

padi yang buruk akan menurunkan harga jual sehingga resiko

terhadap kualitas padi yang buruk serta turunnya harga akan

menjadi tanggung jawab penjual apabila membatalkan

transaksi.

Disamping beberapa keuntungan, terdapat pula

beberapa kerugian dalam jual beli secara tebasan atau

borongan, antara lain penjual tidak tahu jumlah produksi

secara pasti. Hal ini karena memang dasarnya jual beli tebasan

adalah jual beli tanpa menakar atau menimbang sehingga

Page 46: BAB II ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL …eprints.walisongo.ac.id/6568/3/BAB II.pdf · ASAS-ASAS DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

63

penjual tidak dapat mengetahui kapasitas hasil produksi dan

mutu produksi yang dapat dijadikan acuan ataupun patokan

untuk musim tanam berikutnya. Dengan ketidaktahuan akan

kapasitas dan mutu produksi maka penjual juga kehilangan

kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang mungkin

bisa saja lebih besar apabila ia tidak menjualnya secara

tebasan atau borongan.