BAB II Angin adalah udara yang bergerak yang disebabkan ... · Setelah berbagai perhitungan dasar...

21
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori a. Energi Angin Angin adalah udara yang bergerak yang disebabkan akibat rotasi bumi dan akibat perbedaan tekanan, udara bertekanan tinggi akan berpindah ke tekanan yang lebih rendah. Udara di bumi mengalami perbedaan temperatur yang disebabkan oleh sinar matahari, dimana udara bertemperatur tinggi memiliki tekanan yang rendah, dan udara bertemperatur rendah memiliki tekanan yang tinggi. Perbedaan tekanan sendiri terjadi karena pemanasan yang tidak merata pada permukaan bumi. Daerah tropis memiliki temperatur yang lebih tinggi akibat mendapatkan paparan radiasi panas matahari yang lebih banyak, sehingga udara memuai dan bergerak ke atmosfir (Nugroho, 2009:2). Pergerakan udara panas keatas menyebabkan udara dingin dari garis lintang yang lebih tinggi mengalir menuju daerah tropis. Udara menyusut menjadi lebih berat dan kembali ke tanah. Di atas tanah udara menjadi panas lagi, begitulah seterusnya sehingga terjadi sirkulasi. Sirkulasi ini selain menyebabkan perbedaan iklim pada zona yang berbeda, kecepatan angin yang dihasilkan juga berbeda. b. Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) SKEA beserta perhitungannya dikemukakan oleh Albert Betz, dimana sistem ini bertujuan untuk mengubah energi kinetik dari angin menjadi energi mekanik. Perubahan energi dapat berupa energi mekanik murni dan energi listrik. Besarnya energi yang dapat dikonversi berbanding lurus pada massa jenis udara, luas area, dan kecepatan angin. Teori ini dinamakan teori momen elementer Betz.

Transcript of BAB II Angin adalah udara yang bergerak yang disebabkan ... · Setelah berbagai perhitungan dasar...

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

1. Kajian Teori

a. Energi Angin

Angin adalah udara yang bergerak yang disebabkan akibat rotasi

bumi dan akibat perbedaan tekanan, udara bertekanan tinggi akan

berpindah ke tekanan yang lebih rendah. Udara di bumi mengalami

perbedaan temperatur yang disebabkan oleh sinar matahari, dimana udara

bertemperatur tinggi memiliki tekanan yang rendah, dan udara

bertemperatur rendah memiliki tekanan yang tinggi.

Perbedaan tekanan sendiri terjadi karena pemanasan yang tidak

merata pada permukaan bumi. Daerah tropis memiliki temperatur yang

lebih tinggi akibat mendapatkan paparan radiasi panas matahari yang

lebih banyak, sehingga udara memuai dan bergerak ke atmosfir (Nugroho,

2009:2). Pergerakan udara panas keatas menyebabkan udara dingin dari

garis lintang yang lebih tinggi mengalir menuju daerah tropis. Udara

menyusut menjadi lebih berat dan kembali ke tanah. Di atas tanah udara

menjadi panas lagi, begitulah seterusnya sehingga terjadi sirkulasi.

Sirkulasi ini selain menyebabkan perbedaan iklim pada zona yang

berbeda, kecepatan angin yang dihasilkan juga berbeda.

b. Sistem Konversi Energi Angin (SKEA)

SKEA beserta perhitungannya dikemukakan oleh Albert Betz,

dimana sistem ini bertujuan untuk mengubah energi kinetik dari angin

menjadi energi mekanik. Perubahan energi dapat berupa energi mekanik

murni dan energi listrik. Besarnya energi yang dapat dikonversi

berbanding lurus pada massa jenis udara, luas area, dan kecepatan angin.

Teori ini dinamakan teori momen elementer Betz.

8

Salah satu elemen alamiah yang paling menentukan untuk

mengoptimalkan daya SKEA adalah kecepatan angin. Dengan

menghitung kecepatan angin dan arah angin, penerapan SKEA akan lebih

efektif. Diperlukan konservasi dan pengukuran parameter kecepatan dan

arah angin untuk pengembangannya agar efektif.

Angin adalah udara yang bergerak. Energi kinetik yang terdapat

dalam angin dirumuskan dengan persamaan:= (2.1)

dimana m (kg) adalah massa yang bergerak dan v (m/s) adalah kecepatan

aliran.

massa udara dirumuskan persamaan sebagai berikut:= = (2.2)

Volume disimbolkan V (m³) dirumuskan dengan persamaan:= (2.3)

dimana v adalah kecepatan aliran dan A (m²) adalah luas daerah yang

dilewati.

dimana adalah densitas angin.

sehingga energi kinetik angin yang berhembus dalam satuan waktu

(daya) dari persamaan 2.1 dapat disubtitusikan menjadi:₀ = = (2.4)

dengan: P₀ = daya angin (watt)

= densitas udara (1,225 kg/m³)

A = luas sapuan blade turbin (m²)

v = kecepatan udara (m/s)

Besar daya diatas merupakan daya yang dimiliki angin sebelum

dikonversi oleh turbin angin. Dari total daya yang dimiliki, tidak semua

dapat dikonversi menjadi energi mekanik.

Aliran udara didepan sebelum melewati rotor turbin lebih kecil

luasnya daripada setelah melewati rotor. Ekspansi dari aliran angin ini

dikarenakan massa aliran haruslah sama disemua tempat (Burton dkk.,

9

2001:40). Maka, daya angin yang dapat dikonversi turbin diambil dari

selisih luas penampang dan kecepatan aliran angin di depan rotor dengan

luas penampang dan kecepatan angin dibelakang rotor, perolehan daya

turbin tersebut dijabarkan dalam hukum kontinyuitas yaitu jika v₁ =

kecepatan angin ddepan rotor, v = kecepatan angin saat melewati rotor,

dan v₂ = kecepatan angin dibelakang rotor.

Gambar 2.1. Konversi Energi Angin Oleh Turbin Angin

(Sumber: Dutta, 2006:15)

Berdasarkan hukum kontinyuitas, maka daya mekanik turbin

yang diperoleh adalah:= ₁ ₁ − ₂ ₂= ( ₁ ₁ − ₂ ₂ ) (2.5)

dimana: ₁ = luas aliran udara sebelum melewati rotor (m)₁ = kecepatan aliran udara sebelum melewati rotor (m/s)₂ = luas aliran setelah melewati rotor (m)

v₂ = kecepatan udara setelah melewati rotor (m/s)

meninjau persamaan kontinyuitas:₁ ₁ = ₂ ₂ (2.6)

maka persamaannya didapatkan:= ₁ ₁( ₁ − ₂ ) (2.7)

10

Dari persamaan diatas, apabila ingin mendapatkan daya yang

maksimal, maka v₂ haris bernilai nol dengan kata lain, angin berhenti

setelah melewati rotor. Namun hal tersebut tidak dapat terjadi karena

tidak memenuhi hukum kontinyuitas. Dengan kata lain, rotor berbentuk

bulat penuh dan tidak ada konversi energi yang terjadi. Cara untuk

memaksimalkan energi angin adalah dengan memberikan pembesaran

rasio v₁/v₂ (Faqihuddin, 2013:16).Persamaan lainnya yang diperlukan untuk mencari besarnyadaya yang dapat dikonversi adalah:= ₁ − ₂ (2.8)

dengan F adalah gaya (N).

Sesuai dengan hukum ke-3 Newton bahwa gaya aksi akan sama

dengan gaya reaksi, gaya yang diberikan udara kepada rotor akan sama

dengan dengan gaya drag atau lift oleh rotor yang menekan udara kearah

yang berlawanan dengan arah gerak udara. Daya yang diperlukan untuk

menghambat aliran udara adalah:= = ₁ − ₂ ′ (2.9)

dengan v’ adalah kecepatan aliran udara pada rotor (m/s).

dari persamaan 2.7 dan 2.9, dapat disubtitusikan sebagai berikut:( ₁² − ₂²) = ₁ − ₂ ′= ₁ − ₂= ₁ ₂(2.10)

maka, laju aliran massa udara adalah:= = ₁ − ₂ (2.11)

sehingga daya mekanik turbin final dapat dikalkulasi dengan persamaan:= ( ₁² − ₂²)= − + ( ₁² − ₂²)= ₁ − ₂ ( ₁² − ₂²) (2.12)

11

Selain menghitung kecepatan, perhitungan lain yang perlu

diperhatikan adalah koefisien daya atau coefficient power (Cp). Koefisien

daya menunjukkan berapa besar energi angin yang dapat dikonversi dari

energi kinetik angin yang melalui penampang rotor. Koefisien daya

sangat dipengaruhi oleh konstruksi turbin angin dan prinsip konversi

energinya yang muaranya sangat mempengaruhi kinerja turbin angin.

Keluaran daya angin yang melewati penampang rotor adalah₀ = ₁³ (2.13)

perbandingan antara daya keluaran motor terhadap daya mekanik angin

yang melewati rotor adalah:= ₀ = ₁ ₂ ( ₁² ₂²)₁³ (2.14)

dimana: Cp = koefisien daya

P = daya mekanik rotor (Watt)

P₀ = daya mekanik total yang terkandung dalam angin sebelum

melalui rotor (Watt)

Koefisien daya maksimum diperoleh apabila₁₂ = yang

menghasilkan nilai sebesar 0,593. Ini berarti, meskipun dengan asumsi

ideal dimana aliran dianggap tanpa gesekan dan daya keluaran dihitung

dengan tanpa mempertimbangkan jenis trubin yang digunakan, daya

maksimum yang bisa diperoleh dari energi angin adalah 0,593 yang

artinya hanya sekitar 60% saja daya angin yang dapat dikonversi menjadi

daya mekanik. Angka ini kemudian disebt Betz limit. Betz menunjukkan

nilai maksimum semua alat konversi energi angin.

Perhitungan lain untuk menghitung spesifikasi dan keluaran

daya yang dibutuhkan oleh alat SKEA adalah tip speed ratio (TSR). Tip

speed ratio adalah rasio kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan angin.

Untuk kecepatan angin nominal tertentu, tip speed ratio akan

berpengaruh pada kecepatan putar rotor. Daya yang dihasilkan oleh rotor

12

dengan kecepatan angin yang ada sangat bergantung terhadap pemilihan

tip speed ratio, dengan persamaan:= (2.15)

dengan: λ = tip speed ratio

D = diameter rotor (m)

n = putaran rotor (rpm)

v = kecepatan angin (m/s)

Torsi biasa disebut juga momen atau gaya yang menyatakan

benda berputar pada sutu sumbu. Torsi juga bisa juga didefinisikan

ukuran kefektifan gaya tersebut dalam menghasilkan putaran atau rotasi

mengelilingi sumbu tersebut. Besar torsi dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:= ² ³² (2.16)

dimana: T = Torsi

v = Kecepatan Angin (m/s)

r = Jari-jari rotor (m)

λ = tip speed ratio

Daya turbin angin juga dapat dihitung apabila torsi turbin angin

sudah didapatkan. Perhitungan daya turbin dengan pendekatan torsi dapat

dirumuskan dengan persaman:= (2.17)

dimana: ω = kecepatan putaran rotor (rad/s)

Sebagaimana spesifikasi tiap turbin dan desain tiap turbin

berbeda, maka berbeda pula koefisien daya dan tip speed rationya.

Gambar 2.2 berikut merupakan koefisien daya dan tip seed ratio tiap

desain turbin.

13

Gambar 2.2. Cp dan TSR dari berbagai jenis Turbin

(Sumber: Mathew, 2006:9)

Gambar 2.2. merupakan korelasi dari koefisien daya dan tip

speed ratio dari berbagai macam turbin. Dalam dengan diagram kartesius

tersebut, sumbu X merupakan nilai koefisien daya dan sumbu Y

merupakan nilai tip speed ratio.

Setelah berbagai perhitungan dasar mengenai faktor konversi

energi angin menjadi energi mekanik telah diperkirakan, maka

perhitungan konversi mekanik menjadi energi listrik juga diperlukan.

Untuk memperkirakan besar daya listrik yang dihasilkan turbin angin,

maka diperlukan generator sebagai keluaran daya listrik.

c. Turbin Angin

Turbin angin merupakan alat yang digunakan pada SKEA

dengan memanfaatkan energi angin untuk mengubah energi kinetik dari

angin menjadi energi mekanik didalam bentuk putaran poros dan akhirnya

energi finalnya berupa listrik dari generator (Hansen, 2008:3).

Pemanfaatan energi angin telah dimulai oleh manusia sejak

dahulu kala. Dilapangan, pemanfaatan energi angin pertama kali

dilakukan untuk menggerakkan perahu oleh bangsa mesir pada tahun

14

5000 SM. Penggunaan kincir angin pertama kali dilakukan oleh bangsa

Asia khususnya bangsa Persia pada abad ke-7 untuk irigasi dan

penggilingan. (Ajao dan Mahamod, 2009:1). Semakin berkembang

seiiring kemajuan zaman, kincir angin yang biasa digunakan untuk

keperluan pertanian dan irigasi berubah menjadi pembangkit listrik yang

sekarang disebut dengan turbin angin. Sejarah mencatat, turbin angin

pertama kali dibuat oleh Pour La Cour pada abad ke 19 di Denmark untuk

pembangkitan listrik di daerah yang terpencil (Mathew, 2006:4).

Turbin angin sebagai pengkonversi energi angin terdiri dari

beberapa bagian utama dengan fungsi yang berbeda dan saling

melengkapi. Bagian-bagian utama tersebut antara lain:

1.) Rotor

Rotor merupakan penerima energi kinetik dari angin dan

merubahnya menjadi energi mekanik yang berupa gerak rotasi poros.

Pengelompokan berdasarkan prinsip penangkapan tenaga anginnya,

dibedakan menjadi dua, yaitu, pemanfaatan gaya lift (angkat) dan

pemanfaatan gaya drag (hambat). gaya lift adalah gaya pada arah

tegak lurus dengan arah aliran angin yang dihasilkan ketika fluida

bergerak melalui rotor yang berpenampang airfoil. Sedangkan gaya

drag adalah gaya hambat yang arahnya berlawanan dengan arah

gerak rotor. Gaya lift dan drag bergantung pada koefisien lift dan

koefisien drag. Selain itu, kecepatan angin, las penampang daerah

sapuan sudu dan sudut pitch juga berbanding lurus terhadap daya

yang dihasilkan.

15

Gambar 2.3. Gaya lift dan drag pada airfoil

(Sumber: Hansen, 2007:8)

persamaan gaya lift disebutkan sebagai berikut:= ² (2.18)

dimana: L = gaya lift

Cl= koefisien lift

Persamaan gaya drag sebagai berikut:= ² (2.19)

dimana: D = gaya drag

Cd = koefisien drag

Koefisien lift didapat dari:= 2 (2.20)

dengan sin α adalah besar angle of attack.

Perancangan desain blade sangat berpengaruh terhadap

luaran daya yang dihasilkan. Hugh Piggot, melalui pendekatan teori

momentum Betz memberikan formulasi penentuan blade agar sesuai

dengan luaran daya yang dikehendaki. Formulasi itu mengenai

diameter rotor dan panjang chord. Diameter rotor dapat dicari

dengan persamaan:= ³ (2.21)

16

dimana: D = diameter rotor (m)

P = luaran daya (yang diinginkan) (Watt)

λ = tip speed ratio

n = putaran rotor (rpm)

untuk mencari panjang chord dapat dicari dengan persamaan:= ( / )² (2.22)

dimana: C = panjang chord (m)

R = panjang blade (m)

r = jari-jari rotor (m)

B = jumlah blade

2.) Generator

Generator adalah sebuah alat atau sistem yang merubah

daya mekanis sebuah poros menjadi daya listrik. Generator bekerja

berdasarkan hukum Faraday tentang induksi elektromagnetik, yaitu

bilamana sebuah konduktor digerakkan dalam medan magnet atau

sebaliknya maka penghantar tersebut akan mengalirkan arus listrik.

Bila konduktor yang digunakan semakin banyak, maka daya listrik

yang dihasilkan juga semakin banyak, dan keluaran daya listrik

berbanding lurus dengan kecepatan putaran rotor. Di dalam

generator, terdapat stator dan rotor. Rotor merupakan bagian yang

bergerak atau berputar yang terdiri dari susunan-susunan magnet.

Stator adalah bagian yang diam dan merupakan tempat keluarnya

tegangan karena stator terdiri dari lilitan-lilitan kumparan/konduktor.

Rumus untuk mencari daya generator dapat dicari melalui

persamaan: = . (2.22)

dimana: P generator = Daya listrik (Watt)

V = Tegangan listrik (Volt)

I = Kuat arus listrik (Ampere)

17

Gambar 2.4. Prinsip Kerja Generator

(Sumber: Nugroho, 2011:13)

Berdasarkan arusnya, generator dibedakan menjadi dua,

yaitu:

a) Generator DC (Direct Current)

Generator DC merupakan generator dengan arus

searah, yaitu memiliki polaritas atau arah arus yang tetap.

Arah arus tetap yakni apabila digambarkan dalam

diagram kartesian arah arus tersebut akan tetap berada

dalam posisi positif ataupun negatif.

b) Generator AC (Alternating Current)

Generator AC merupakan generator dengan arus

bolak-balik. Arus AC memiliki dua polaritas atau arah

arus yang bolak-balik. Arah arus bolak balik apabila

digambarkan dalamdiagram kartesian akan naik turun

diantara positif dan negatif.

Dalam menghasilkan energi listrik, kecepatan poros sangat

berpengaruh bila dibandingkan dengan torsi. Turbin angin lebih

mementingkan kecepatan putaran poros dibandingkan kekuatan torsi.

3.) Tower

Tower dibutuhkan sebagai landasan atau dudukan turbin

angin.

18

Menurut posisi sumbu/porosnya, turbin angin dibedakan menjadi

2, yaitu:

1) Turbin Angin Sumbu Horisontal (TASH)

TASH merupakan turbin angin dengan posisi sumbu/poros

horisontal (mendatar). Turbin angin jenis ini poros utamanya

menyesuakan arah angin. Agar rotor dapat berputar dengan baik,

arah angin harus sejajar dengan poros turbin dan tegak lurus

terhadap arah putaran rotor. TASH memiliki beberapa keunggulan

diantaranya cut-in pada kecepatan angin rendah dan mudah berputar.

Secara umum, tipe ini memiliki koefisien tenaga yang relatif tinggi

(Mathew, 2006:17). TASH lebih mudah dalam mencari daya

maksimal yaitu dengan mengatur sudut pitch (sudut putar blade).

Meskipun begitu, generator dan gearbox yang dipasang diatas tower

membuat tipe ini memiliki desain yang lebih kompleks. Selain itu

kerugian yang lain adalah diperlukannya ekor dan yaw untuk

mengorientasikan turbin sejajar dengan arah angin.

Prinsip kerjanya, blade pada tubin bergerak karena serangan

angin. Pergerakan blade ini dinamakan gaya lift. Bentuk dari blade

biasanya berbentuk airfoil seperti pada sayap pesawat. Ini

dimaksudkan agar meningkatkan efisiensi dan performansi dari

TASH.

Berdasarkan jumlah blade-nya, TASH dibedakan menjadi

empat, yaitu single blade, two blade, three blade, dan multiple blade.

Semakin banyak jumlah blade semaccun tinggi torsinya (Mathew,

2006:18).

19

Gambar 2.4. Jenis TASH Berdasarkan Blade.

(Sumber Mathew, 2006:17)

Berdasarkan dari arah penerimaan angin, TASH dibedakan

menjadi upwind dan downwind. Turbin upwind memiliki rotor yang

langsung menghadap kearah angin, sedangkan turbin angin jenis

downwind memiliki rotor yang membelakangi arah angin (Mathew,

2006:17). Tipe upwind memerlukan mekanisme yaw (perputaran

poros tower) untuk tetap menjaga rotor tetap berhadapan dengan

arah angin. Berbeda dengan tipe upwind, tipe downwind memiliki

desain yang lebih fleksibel dan tidak memerlukan mekanisme yaw

(pergerakan sumbu rotor mengikuti arah angin). Meskipun begitu,

rotor downwind menerima aliran udara yang kurang laminar karena

tertahan oleh tower dan menyebabkan distribusi aliran yang tidak

merata pada tiap blade.

Gambar 2.5. Jenis TASH Menurut Arah Angin

(Sumber: Mathew, 2006:18)

20

2) TASV (Turbin Angin Sumbu Vertikal)

TASV merupakan turbin angin dengan posisi sumbu/poros

vertikal (tegak) dan hampir tegak lurus terhadap arah angin. TASV

dapat mengkonversi energi angin dari arah manapun. Desain yaw

yang kompleks juga dapat dihilangkan. Generator dan gearbox dapat

ditempatkan diatas tanah, inilah yang membuat desain tower lebih

simpel dan ekonomis (Mathew, 2006:18). Selain itu perawatan dan

perbaikan juga dapat dilakukan langsung diatas tanah tanpa perlu

memanjat tower seperti TASH. TASV juga tidak perlu

membutuhkan kontrol pitch untuk mendapatkan efektivitas konversi.

Turbin jenis ini memiliki koefisen daya yang rendah

dibandingkan TASH, meski begituu, dalam kecepatan rendah turbin

ini dapat langsung berputar. Biasanya desain ini juga kurang efisien

karena sistem aerodinamika blade setelah berotasi secara penuh.

Selanjutnya, dibutuhkan wire guy (tali penopang) untuk menopang

dan mendukung struktur tower yang membuat pemasangannya lebih

sulit (Mathew, 2006:18).

TASV berdasarkan jenis rotornya dibedakan menjadi dua,

yaitu:

a) Rotor Darrieus

Rotor Darrieus ditemukan oleh Georges Jeans

Darrieus pada tahun 1931. Rotor Darrieus menggunakan

prinsip aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada

penampang sudu rotornya dalam mengkonversi energi

angin.

21

Gambar 2.6. TASV Rotor Darrieus

(Sumber: Mathew, 2006:19)

TASV jenis ini memiliki torsi yang rendah

namun kecepatan putarannya tinggi, sehingga cocok untuk

menghasilkan listrik. Namun Rotor Darrieus

membutuhkan energi awal untuk mulai berputar.

b) Rotor Savionus

Rotor Savionus diperkenalkan oleh insinyur

Finlandia, Sigurd J. Savionus pada tahun 1922. Memiliki 2

blade dengan bentuk setengah lingkaran atau setengah

elips dan tersusun letter “S”. Berdasarkan prinsp kerjanya,

rotor ni memanfaatkan gaya drag (hambat) dalam

mengkonversi energi angin menjadi energi mekanik.

22

Gambar 2.8. Prinsip Rotor Savionus

(Sumber: Mathew, 2006:21)

Dengan memanfaatkan energi drag, koefisien

tenaga yang dihasilkan cenderung lebih kecil. Daya dan

putaran yang dihasilkan juga lebih rendah daripada TASV

Sumbu Darrieus. Rotor Savionus tidak memerlukan energi

awal untuk untuk cut-in.

d. Karakteristik Aliran Fluida

Fluida merupakan suatu zat yang terus menerus berubah bentuk

apabila menerima tegangan geser (Olson dan Wright, 1990:3). Fluida

terus menerus mengalami deformasi apabila menerima tegangan geser

dan akan menyebar mengisi wadah yang ditempatinya. Fluida dapat

berupa zat gas atau zat cair.

Hal yang berhubungan dengan jenis dan karakteristik aliran

fluida yang dimaksudkan disini adalah profil aliran dalam wadah tertutup.

Profil aliran dari fluida yang melalui pipa akan dipengaruhi oleh gaya

momentum fluida yang membuat fluida bergerak didalam pipa, gaya

viskositas atau gaya gesek yang menahan aliran pada dinding pipa dan

fluidanya sendiri, dan dipengaruhi oleh belokan, profil pipa yang

menyudut, valve, dan lain sebagainya.

Jenis aliran fluida terbagi menjadi 2, yaitu:

1) Aliran Laminar

23

Pada aliran laminar, gaya viskos yang relatif lebih bear

mempengaruhi kecepatan aliran sehingga semakin mendekati

dinding pipa, semakin rendah kecepatan aliran. Aliran ini

berbentuk parabola dengan bagian tengah mempunyai

kecepatan paling tinggi, sedangkan paling tepi mempunyai

kecepatan paling rendah.

2) Aliran Turbulen

Pada aliran turbulen, gaya momentum aliran lebih besar

dibandingkan gaya gesekan dan pengaruh dari dinding pipa

menjadi kecil. Karenanya aliran turbulen memberikan profil

kecepatan yang lebih seragam dibandingkan aliran laminar,

walaupun pada lapisan fluida dekat dinding pipa tetap

laminar.

3) Aliran Transisi

Merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran

turbulen.

Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang

dapat membedakan suatu aliran itu dinamakan laminar, turbulen, atau

transisi. Persamaannya adalah:= (2.23)

dimana: Re = bilangan reynold

v = kecepatan fluida (m/s)

D = diameter pipa (m)

ρ = densitas fluida (kg/m3)

μ = viskositas absolut fluida dinamis (kg/ms)

Dilihat dari kecepatan aliran, menurut Reynolds diasumsikan

laminar bila aliran tersebut mempunyai bilangan Re < 2300, untuk aliran

turbulen bilangan Re > 4000, sedangkan untuk aliran transisi bilangan Re

2300-4000.

24

Aliran dalam pipa disebut juga aliran internal, yaitu aliran yang

dibatasi oleh permukaan yang solid. Akibatnya, aliran internal tersebut

tidak dapat berkembang karena dibatasi permukaan yang solid tersebut

Bila ditinjau kembali tentang persamaan kontinyuitas pada

persamaan 2.6, aliran internal yang notabene laminar adalah konstan dari

ujung awal pipa ke ujung akhir pipa. Hal ini disebabkan perkalian antara

luas penampang dan kecepatan fluida pada setiap titik sepanjang tabung

aliran adalah kontan.

Gambar 2.9. Persamaan Kontinyuitas

2. Hasil Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya, suatu penelitian tidak selalu beranjak dari nol secara

mutlak, namun sebelumnya ada acuan untuk mengembangkan penelitian-

penelitan yang sejenis. Oleh karena itu, dirasa perlu mengenal penelitian yang

terdahulu sebagai bahan acuan dan relevansinya. Dalam hal ini penelitian

yang relevan antara lain:

a. Penelitian yang dilakukan oleh T.Y. Chen, C.W. Hung, dan Y.T. Liao

pada tahun 2013 yang berjudul “Experimental Study on Aerodinamics of

Micro-Wind Turbine with Large-Tip Non-Twisted Blades”. Penelitian

tersebut menyelidiki dan mengkomparasi karakteristik (koefisen daya, tip

speed ratio, dan torsi) aerodinamik antara airfoil large-tip untwisted

NACA 4415 rasio panjang chord pangkal dan ujung 0,3 dengan airfoil

short-tip untwisted NACA 4415 rasio panjang chord pangkal dan ujung

0,5. Hasil yang didapatkan adalah airfoil large-tip untwisted NACA 4415

rasio panjang chord pangkal dan ujung 0,3 memiliki daya dan torsi yang

25

tinggi pada kecepatan yang rendah sedangkan rasio tip 0,5 memiliki torsi

yang rendah pada kecepatan rendah.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Sudarsono pada tahun 2013 yang berjudul

“Optimasi Rancang Kincir Angin Modofikasi Standar NACA 4415

Menggunakan Serat Rami (Boehmeria Nivea) dengan Core Katu Sengon

Laut (Albizia Falcata) yang Berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dayan listrik yang dihasilkan TASH 3 blade dari blade

berbahan komposit dengan panjang 1,625 m dan panjang chord 0,08 s/d

0,28. Hasil yang dicapai adalah daya listrik yang dihasilkan 50 Watt s/d

240 Watt, koefisien performa 1,35 sampai 0,40, dan torsi 25 Nm sampai

75 Nm pada interval kecepatan 3 m/s sampai dengan 5 m/s.

c. Penelitian yang dilakukan oelh Yuji Ohya dan Takashi Karasudani pada

tahun 2010 yang berjudul “A Shrouded Wind Turbine Generating High

Output Power with Wind-lens Technology”. Penelitian tersebut

menyelidiki daya listrik yang dihasilkan oleh turbin angin dengan

penambahan lensa tipe difuser dengan menkomparasikannya pada turbin

angin biasa, kapasitas daya generator 50 kW. Hasil yang dicapai adalah

pada kecepatan 10 m/s turbin angin dengan lensa menghasilkan daya 30

kW dibandingkan dengan turbin angin biasa dengan daya 13 kW.

d. Penelitian yang dilakukan oleh G. Balaji dan I. Gnamabal yang berjudul

“Wind Power Generator using Horizontal Axis Wind Trubine with

Convergent Nozzle”. Penelitian tersebut menyelidiki daya listrik yang

dihasilkan oleh turbin angin dengan penambahan lensa tipe nozzle

dengan dengan menkomparasikannya pada turbin angin biasa. Hasil yang

dicapai adalah mampu meningkatkan performa turbin angin sebesar 40%

Hasil dari keempat penelitian yang relevan tersebut menjadi dasar

peneliti dalam penelitian ini. Dengan melihat karakteristik airfoil NACA

4415, dan pemanfaatan lensa Penelitian sebelumnya menjadikan landasan

variasi penelitian ini yang berupa desain lensa dan jumlah blade untuk diuji

permormansinya.

26

B. Kerangka Berfikir

Perencanaan desain turbin angin sangat berpengaruh terhadap daya yang

dihasilkan. Apabila ingin membuat desain turbin angin untuk irigasi dan pompa

air, maka diperlukan sebuah turbin dengan daya yang besar, torsi yang besar, dan

kecepatan putaran rotor yang rendah. Bila ingin mendesain sebuah turbin angin

untuk pembangkit listrik, maka diperlukan daya yang besar, torsi yang rendah,

dan kecepatan putaran rotor turbin yang tinggi, sehingga akan didapatkan putaran

rotor yang tinggi didalam generator, muaranya menghasilkan daya yang tinggi.

Blade merupakan ujung tombak turbin angin untuk mengkonversi energi

angin. Diperlukan desain termasuk jumlah blade yang sesuai untuk menghasilkan

daya listrik yang maksimal sesuai kapasitas generator. Namun pada kondisi angin

rendah juga diperlukan modifikasi agar dapat mengoptimalkan sumber daya angin

yang ada. Penambahan lensa pada turbin angin dinilai akan mempengaruhi

kecepatan rotor dan daya listrik pada kecepatan angin yang rendah.

Pada penelitian ini, desain akan dibuat 3 model lensa untuk optimalisasi

turbin angin dengan generator sepeda DC 5,5 W dengan blade non-twisted tipe

NACA 4415. Disesuaikan dengan kecepatan angin di Indonesia yang berkategori

rendah, turbin angin akan diuji pada kecepatan angin 2,5 m/s, 3,5 m/s, dan 4,5

m/s. Hasil yang diperoleh dianalisis dan dibandingkan dengan turbin angin sejenis

tanpa penambahan lensa turbin kemudian disimpulkan. Untuk lebih jelasnya

hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada gambar

dibawah ini:

Keterangan:X₁ = Jumlah bladeX₁.₁ = 2 blade

YX₁ X₁.₁X₁.3

X₁.₂ X2 X2.₁X2.3

X2.₂X2.4

27

X₁.₂ = 3 bladeX₁.₁ = 4 bladeX₂ = Penambahan lensa

X₂.₁ = Tanpa LensaX₂.2 = Lensa AX₂.3 = Lensa BX₂.4 = Lensa CY = Daya listrik yang dihasilkan turbin angin

Pengujian daya listrik yang dihasilkan turbin angin menggunakan

aternator sepeda DC 5,5 W yang diteruskan ke data logger. Pengujian ini untuk

mendapatkan daya listrik yang dihasilkan oleh turbin angin. Data logger mencatat

hasil keluaran daya listrik dengan dihidupkan oleh accu bertegangan 12V yang

telah terisi. Setelah melewati data logger, daya listrik akan diteruskan ke bohlam

5 W sebagai pembebanan generator.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah

disebutkan, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

1. Ada pengaruh penambahan lensa pada turbin angin non-twisted

blade tipe airfoil NACA 4415 terhadap daya listrik yang dihasilkan.

2. Ada pengaruh jumlah blade pada turbin angin non-twisted blade

tipe airfoil NACA 4415 terhadap daya listrik yang dihasilkan.

3. Ada interaksi dari penambahan lensa dan jumlah blade pada turbin

angin non-twisted blade tipe airfoil NACA 4415 terhadap daya

listrik yang dihasilkan.