BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga...

43
12 BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan Perkembangan adalah suatu proses perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan kerja organ-organ kearah keadaan yang semakin terorganisir dan terspesialisasi. Semakin terorganisir artinya organ-organ tubuh semakin bisa dikendalikan sesuai dengan kehendak. Sedangkan semakin terspesialisasi merupakan kemampuan organ-organ tubuh semakin dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Perkembangan dapat terjadi dalam bentuk perubahan kuantitatif, perubahan kualitatif atau perubahan pada kedua-duanya secara serempak. Perubahan kuantitatif merupakan perubahan yang dapat diukur atau di hitung. Sedangkan perubahan kualitatif adalah perubahan dalam bentuk semakin baik, semakin teratur, semakin lancar, dan sebagainya yang ada dasarnya merupakan perubahan yang tidak bisa atau sukar diukur. (Sugiyanto, 1998:14). Perkembangan individu mencakup berbagai aspek yang ada di dalam dirinya, yang berpengaruh terhadap perkembangan itu meliputi berbagai faktor, baik yang berada di dalam dirinya maupun yang berada diluar dirinya. Berbagai aspek yang berkembang dan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan perlu dipadukan dalam membentuk konsep perkembangan secara menyeluruh. Di dalam membahas konsep perkembangan diperlukan kerangka acuan. Teori-teori perkembangan yang sudah berkembang lebih awal digunakan sebagai acuan dalam studi perkembangan gerak. Secara umum perkembangan dikaji dari prespektif atau sudut pandang biologi dan psikologis. Dalam prespektif biologis, keterbentukan dan perkembangan bagian-bagian dan sistem tubuh dipelajari pada level seluler dan pada level organismik. Pada level seluler dipelajari perkembangan sel yang membentuk organ-organ tubuh manusia, sedangkan pada level organismik dipelajari perkembangan organ-organ tubuh manusia. Dalam prespektif psikologis individu dipelajari dalam segi berfikir, emosi dan perasaanya (Sugiyanto, 1998:18).

Transcript of BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga...

Page 1: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

12

BAB II

A. KAJIAN TEORI

1. Prespektif Perkembangan

Perkembangan adalah suatu proses perubahan kapasitas fungsional atau

kemampuan kerja organ-organ kearah keadaan yang semakin terorganisir dan

terspesialisasi. Semakin terorganisir artinya organ-organ tubuh semakin bisa

dikendalikan sesuai dengan kehendak. Sedangkan semakin terspesialisasi

merupakan kemampuan organ-organ tubuh semakin dapat berfungsi sesuai

dengan fungsinya masing-masing. Perkembangan dapat terjadi dalam bentuk

perubahan kuantitatif, perubahan kualitatif atau perubahan pada kedua-duanya

secara serempak. Perubahan kuantitatif merupakan perubahan yang dapat diukur

atau di hitung. Sedangkan perubahan kualitatif adalah perubahan dalam bentuk

semakin baik, semakin teratur, semakin lancar, dan sebagainya yang ada

dasarnya merupakan perubahan yang tidak bisa atau sukar diukur. (Sugiyanto,

1998:14).

Perkembangan individu mencakup berbagai aspek yang ada di dalam dirinya,

yang berpengaruh terhadap perkembangan itu meliputi berbagai faktor, baik

yang berada di dalam dirinya maupun yang berada diluar dirinya. Berbagai

aspek yang berkembang dan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap

perkembangan perlu dipadukan dalam membentuk konsep perkembangan secara

menyeluruh. Di dalam membahas konsep perkembangan diperlukan kerangka

acuan. Teori-teori perkembangan yang sudah berkembang lebih awal digunakan

sebagai acuan dalam studi perkembangan gerak. Secara umum perkembangan

dikaji dari prespektif atau sudut pandang biologi dan psikologis. Dalam

prespektif biologis, keterbentukan dan perkembangan bagian-bagian dan sistem

tubuh dipelajari pada level seluler dan pada level organismik. Pada level seluler

dipelajari perkembangan sel yang membentuk organ-organ tubuh manusia,

sedangkan pada level organismik dipelajari perkembangan organ-organ tubuh

manusia. Dalam prespektif psikologis individu dipelajari dalam segi berfikir,

emosi dan perasaanya (Sugiyanto, 1998:18).

Page 2: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

13

Perkembangan individu bersifat individual dan dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai faktor internal dan eksternal

individu. Masing-masing individu memiliki tingkat kecepatan pertumbuhan dan

perkembangan yang berbeda sesuai dengan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap perkembangan individu tersebut. Aspek genetis dan aspek lingkungan

baik fisik maupun sosial secara bersama memberikan pengaruh pada pola

perkembangan.

Perkembangan individu mencakup seluruh aspek kognitif, afektif dan

psikomotor. Dalam perkembangnnya seluruh aspek dalam diri individu

berkembang secara berkesinambungan dan saling mempengaruhi satu dengan

yang lainnya. Keserasian antar masing-masing aspek perkembangan

memberikan kualitas perkembangan individu yang optimal.

Walaupun perkembangan individu bersifat individual tetapi secara umum

menunjukkan pola perkembangan-perkembangan yang sama. Perkembangan

individu memiliki korelasi yang sangat erat dengan umur namun tidak

tergantung dengan umur. Dalam proses perkembangan individu sebagai proses

berkelanjutan yang berlangsung seumur hidup terdapat periode-periode

perkembangan individu yang menunjukkan karakteristik perkembangan yang

sama untuk semua individu secara umum perubahan yang terjadi pada awalnya

bersifat peningkatan dan kemudian mengalami penurunan.

Karakteristik perkembangan individu secara umum menunjukkan fase-fase yang

sama pada periode unsur tertentu. Fase-fase perkembangan berdasarkan umur

secara umum dibagi menjadi beberapa fase seperti dibawah ini:

Page 3: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

14

Tabel .1. Periodisasi perkembangan berdasarkan umur (Haywood Kathleen M,

1986:8)

Periode perkembangan Perkiraaan umur kronologis

Sebelum lahir:

Awal

Embrio

Janin

Pembuahan sampai dua minggu

2-8 minggu

8 sampai akhir

Bayi:

Neonatal

Sejak lahir sampai 2 tahun

Sejak lahir sampai 4 minggu

Anak-anak:

Anak kecil

Anak besar

1 atau 2 sampai 10 atau 12 tahun

1 atau 2 sampai 6 tahun sampai 10 atau

12 tahun

Adolesensi :

Perempuan

Laki-laki

10 sampai 18 tahun

12 tahun sampai 20 tahun

Dewasa:

Dewasa muda

Dewasa madya

Dewasa tua

18 atau 20 sampai 40 tahun

40 sampai 60 tahun

60 tahun lebih

2. Perkembangan Adolesensi Usia 13 Sampai 18 Tahun

Perkembangan kebugaran remaja (adolesensi) terkait kesehatan dan terkait

performa mengalami perubahan-perubahan yang drastis dari awal masa remaja

sampai akhir masa remaja (sekitar usia 11 sampai 21 tahun). Secara umum, anak

laki-laki dan anak perempuan hampir sama pada masa kanak-kanak pada

sebagian besar ukuran kebugaran. Permulaan ledakan pertumbuhan pra remaja

menandai permulaan percepatan yang cepat pada nilai kebugaran untuk laki-laki.

Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor fisik serta sosial dan budaya. Di

lain pihak, laki-laki tidak memperlihatkan peningkatan yang cepat sama seperti

teman-teman laki-lakinya. Ada sebuah kecenderungan yang nyata bagi

Page 4: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

15

perempuan remaja untuk meningkat pada tingkat yang lebih rendah pada usia

sekitar 15 dimana mereka seringkali mulai mencapai masa stabil dan kadang-

kadang mengalami kemunduran pada performa mereka.

Kebanyakan, walaupun laki-laki dapat diharapkan melampaui performa

perempuan pada ukuran kekuatan dan ketahanan karena kelebihan anatomi,

fisiologi, dan biomekanik, namun tidak ada penjelasan biologis yang memadai

tentang perbedaan-perbedaan pada jangkauan usia dimana peningkatan relatif

dapat dilihat. Sebuah penjelasan yang masuk akal dapat ditemukan dalam

perbedaan sosial dan budaya dan perbedaan pola asuh anak antara laki-laki dan

perempuan.

Ukuran terkait kebugaran rentan terhadap peningkatan yang besar pada laki-

laki maupun perempuan. Ketika pola-pola aktivitas berubah, yang diharapkan

untuk yang lebih baik, kita dapat mengantisipasi perubahan-perubahan pada

lerengan kurva performa baik untuk laki-laki maupun perempuan. Orang-orang

yang sangat termotivasi memiliki skor yang secara signifikan lebih baik pada

semua ukuran kebugaran daripada rerata skor performa yang dilaporkan untuk

sampel-sampel populasi.

Kesuksesan program-program yang dirancang untuk meningkatkan keadaan

kesehatan remaja yang positif melalui peningkatan kegiatan jasmani tergantung

kepada sebuah pendekatan multidisipliner. Pendekatan semacam itu secara aktif

mencoba membekali pemuda dengan informasi yang baru dan relevan tentang

bagaimana dan mengapa tentang peningkatan kegiatan jasmani dan nutrisi yang

tepat. Hal ini harus dilakukan dengan cara yang meningkatkan kenikmatan

pembelajaran serta tanggung jawab pribadi dan pengambilan keputusan.

Peluang-peluang kegiatan jasmani yang terstruktur empat sampai lima kali per

minggu, dengan dorongan dan insentif untuk kegiatan-kegiatan sesudah sekolah

merupakan suatu keharusan. Sebuah pendekatan tim, dengan keikutsertaan

perawat sekolah, pembimbing, pengawas ruang makan siang, dan guru

pendidikan jasmani, penting, serta keterlibatan orang tua, untuk mencapai

keberlanjutan (kontinuitas) dan untuk mengkoordinasi dukungan dari rumah

bagi perkembangan perilaku baru.

Page 5: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

16

Karena pengetahuan kita yang relatif terbatas mengenai hal ini, maka tidak

mudah untuk memiliki pedoman-pedoman khusus mengenai populasi remaja

umum mengenai jumlah dan jenis kegiatan jasmani yang dibutuhkan untuk

menghasilkan manfaat kesehatan yang positif. Sebagai akibatnya, para peserta

dalam Konferensi Konsensus Internasional terkini tentang Pedoman Kegiatan

Jasmani untuk Remaja membuat dua pedoman umum yang diyakini akan

meningkatkan beberapa hasil kesehatan bagi semua remaja, sekaligus

meminimalisir resiko yang diketahui.

Semua remaja seharusnya aktif secara jasmani setiap hari, atau hampir setiap

hari, sebagai bagian dari permainan, game, olahraga, pekerjaan, transportasi,

rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks

keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue dan Ozmun, 1998:393)

Selanjutnya remaja seharusnya terlibat dalam tiga sesi kegiatan atau lebih per

minggu yang berlangsung selama 20 menit, atau lebih pada satu waktu dan yang

memerlukan tingkat pengerahan yang sedang hingga giat. (Gallahue dan Ozmun,

1998:394)

Hal diatas sejalan dengan perkembangan minat adolesensi atau remaja dalam

aktivitas yang paling diminati, terlihat dalam gambar 1 dan gambar 2 bahwa

aktivitas olahraga untuk lali-laki dan perempuan meningkat dari umur kurang

lebih 6 tahun sampai dengan umur 18 tahun. Terlihat secara jelas keinginan

untuk beraktivitas olahraga meningkat secara drastis pada masa adolesensi.

Page 6: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

17

Gambar. 1` .Minat aktivitas laki-laki

(Eckert and Espenschade, 1980:209)

Gambar. 2. Minat aktivitas Perempuan

(Eckert and Espenschade, 1980:210)

Page 7: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

18

a). Perkembangan Komposisi Tubuh Adolesensi

Komposisi tubuh (prosentase lemak tubuh) sekarang oleh banyak orang

dianggap sebagai salah satu aspek kebugaran yang terkait dengan

kesehatan. Sebelumnya, perusahaan-perusahaan asuransi menggunakan

berat badan total sebagai indikator kesehatan fungsional. Akan tetapi,

berat badan total merupakan indikator yang kurang baik untuk komposisi

tubuh karena hal ini tidak merefleksikan distribusi dan komposisi berat

badan seseorang. Berat badan total adalah jumlah massa otot, massa

rangka, massa organ dan massa lemak. Untuk menilai komposisi tubuh

seseorang secara akurat, prosentase lemak tubuh perlu dipisahkan dengan

komponen-komponen lain dari berat badan total seseorang.

Penimbangan hidrostatis saat ini merupakan metode yang paling akurat

untuk menentukan prosentase lemak tubuh. Hal ini meliputi merendam

seseorang dibawah air dan menghitung beratnya dibawah air yang dari

situ sebuah perkiraan tentang prosentase lemak tubuh yang akurat dapat

dihitung. Penimbangan hidrostatis yang akurat bukan merupakan sebuah

ukuran yang praktis untuk penilaian komposisi tubuh berbasis lapangan.

Teknik-teknik impedansi listrik memiliki janji yang besar untuk masa

depan. Teknik-teknik tersebut lebih sulit dibandingkan dengan

penimbangan hidrostatis, tetapi mereka melibatkan peralatan yang

mutakhir yang seringkali tidak tersedia di kebanyakan lingkungan

lapangan. Maka dari itu, meskipun mereka memiliki keterbatasan, namun

skinfold calipers (jangka lengkung lipatan kulit) telah menjadi metode

pilihan untuk menghitung prosentase lemak tubuh di lapangan.

Reliabilitas teknik caliper telah seringkali ditantang, tetapi apabila

diberikan oleh petugas yang terlatih, hal ini dapat memberikan hasil yang

cukup akurat. Data komposisi tubuh dari NCYFS (1985) didasarkan

kepada penggunaan skinfold calipers. Dibawah ini merupakan grafik

hasil pengukuran komposisi tubuh.

Page 8: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

19

Gambar. 3. Grafik Komposisi Tubuh Laki-Laki dan Perempuan

(Gallahue dan Ozmun 1998:385)

Berdasarkan gambar grafik diatas dapat di simpulkan bahwa:

1) Perempuan memilik prosentase lemak tubuh yang lebih tinggi

daripada laki-laki pada semua usia.

2) Prosentase lemak tubuh perempuan meningkat dengan cepat pada

awal dan pertengahan masa remaja yang diikuti dengan sebuah masa

stabil pada akhir masa remaja.

3) Laki-laki mengalami peningkatan prosentase lemak tubuh pada akhir

masa kanak-kanak dan periode sebelum remaja.

4) Laki-laki mengalami penurunan pada prosentase lemak tubuh pada

awal masa remaja dan mempertahankan kadar lemak yang rendah

pada masa remaja.

Page 9: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

20

b). Perkembangan Kelenturan Sendi Adolesensi

Gambar. 4. Grafik Perkembangan Kelenturan Sendi Adolesensi

(Gallahue dan Ozmun 1998:379)

Berdasarkan gambar grafik diatas dapat di simpulkan bahwa:

1) Perempuan melampaui laki-laki pada semua usia

2) Perempuan membuat peningkatan tambahan tahunan hingga akhir

masa remaja.

3) Laki-laki mengalami kemunduran pada awal masa remaja, yang

diikuti dengan peningkatan yang cepat.

c). Perkembangan Kekuatan Atau Ketahanan Otot Adolesensi

Page 10: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

21

Gambar. 5. Grafik Perkembangan Kekuatan Otot Adolesnsi

(Gallahue dan Ozmun 1998:379)

Berdasarkan gambar grafik diatas maka dapat di simpulkan bahwa:

1) Perempuan mengalami peningkatan pada laju yang lebih lambat

daripada laki-laki

2) Perempuan cenderung mencapai masa stabil pada performa pada

pertengahan masa remaja.

3) Laki-laki melampaui performa perempuan pada semua usia.

4) Perempuan rata-rata kurang dari satu pull-up pada masa remaja.

5) Laki-laki menunjukkan pencapaian yang lambat sebelum masa pubertas

yang diikuti dengan pencapaian yang cepat pada masa remaja.

Page 11: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

22

6) Laki-laki secara signifikan melampaui performa perempuan pada semua

usia.

d). Perkembangan Daya Tahan Aerobik Adolesensi

Gambar.6. Grafik Daya Tahan Aerobik Adolesensi

(Gallahue dan Ozmun 1998:377)

Berdasarkan gambar grafik diatas maka dapat di simpulkan bahwa:

1) Laki-laki dan perempuan meningkat pada kecepatan yang hampir

sejajar.

2) Laki-laki lebih cepat dari pada perempuan pada semua usia.

3) Laki-laki terus meningkat hingga akhir masa remaja.

4) Perempuan mengalami kemunduran dan mencapai masa stabil ari

pertengahan masa remaja sampai seterusnya.

Page 12: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

23

5) Laki-laki menunjukkan penambahan yang cepat setiap tahun hingga

akhir masa remaja

3. Perkembangan Adolesensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin dalam bahasa Inggris adalah sex, merupakan kelas atau

kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau akibat

digunakannya peoses reproduksi seksual untuk mempertahankan

keberlangsungan spesies itu. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan

perempuan yang mana laki-laki memproduksi sperma, sementara perempuan

menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan

menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuaan

tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsi tetap dengan laki-laki

dan perempuan pada segala ras yang ada di bumi ini.

Masalah jenis kelamin cenderung untuk memperlihatkan perbedaan individu.

Setiap orang adalah individu yang unik dengan timeable (jadwal) perkembangan

masing-masing. Timeable merupakan suatu perpaduan antara keturunan individu

tertentu dengan pengaruh lingkungan. Walaupun urutan penampilan

karakteristik perkembangan dapat diprediksikan, tingkat penampilan mungkin

benar-benar sangat berbeda. Maka dari itu, kepatuhan yang kuat terhadap

klasifikasi kronologis perkembangan menurut usia adalah tanpa dukungan atau

pembenaran.

Perbedaan perkembangan antara laki-laki dan perempuan meliputi

komponen-komponen kebugaran motorik yang terdiri atas kecepatan, kekuatan,

ketangkasan, keseimbangan dan koordinasi secara umum dianggap sebagai

komponen kebugaran terkait performa atau terkait keterampilan. Hal ini sangat

berbeda dengan komponen-komponen kebugaran terkait kesehatan dimana

mereka secara genetika berhubungan, yang resisten terhadap perubahan-

perubahan lingkungan (pengalaman) yang besar, dan relatif stabil. Sifat-sifat ini

juga terkait erat dengan performa terampil pada berbagai cabang olahraga.

Page 13: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

24

a) Perkembangan Kemampuan Kecepatan Adolesensi Laki-Laki dan

Perempuan

Berdasarkan tes dash 30 sampai 60 yard pada laki-laki dan perempuan

dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)

1) Anak laki-laki dan anak perempuan hampir sama pada masa kanak-kanak.

2) Anak laki-laki memiliki performa melebihi anak perempuan pada semua

usia.

3) Laki-laki membuat peningkatan yang lebih cepat setelah masa pubertas

daripada perempuan.

4) Laki-laki membuat pencapaian tahunan yang signifikan pada masa kanak-

kanak dan remaja.

5) Perempuan cenderung mengalami masa stabil pada pertengahan masa

remaja

Page 14: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

25

Gambar. 7. Grafik Perkembangan Kecepatan Adolesensi

(Gallahue dan Ozmun 1998:388)

b) Perkembangan Kemampuan Kekuatan Otot Bagian Bawah Adolesensi

Laki-Laki dan Perempuan

Berdasarkan tes lompat horizontal pada laki-laki dan perempuan dihasilkan

kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)

1) Anak laki-laki dan anak perempuan hampir sama pada masa kanak-kanak.

2) Anak laki-laki memiliki performa yang sedikit melebih performa anak

perempuan pada masa kanak-kanak, tetapi kesenjangan melebar secara

signifikan pada masa pubertas laki-laki

Page 15: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

26

Gambar. 8. Perkembangan Kekuatan Otot Bagian Bawah Adolesensi

(Gallahue dan Ozmun 1998:390)

c) Perkembangan Kemampuan Kekuatan Otot Bagian Atas Adolesensi Laki-

Laki dan Perempuan

Berdasarkan tes lompat vertikal pada laki-laki dan perempuan dihasilkan

kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)

1) Laki-laki membuat penambahan tahunan yang signifikan pada masa remaja.

2) Perempuan mulai mencapai masa stabil pada awal masa remaja dan

kemunduran pada pertengahan masa remaja

Page 16: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

27

Gambar. 9. Grafik Perkembangan Kekuatan Otot Bagian Atas Adolesensi

(Gallahue dan Ozmun 1998:392)

d) Perkembangan Kemampuan Keseimbangan Statis Laki-Laki dan

Perempuan

Berdasarkan tes keseimbangan dengan stabillometer, keseimbangan tongkat

dan keseimbangan satu pada laki-laki dan perempuan dihasilkan kesimpulan

sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)

1) Laki-laki dan perempuan membuat peningkatan kualitatif dan kuantitatif

yang signifikan dengan bertambahnya usia.

Page 17: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

28

e) Perkembangan Kemampuan Keseimbangan Dinamis Laki-Laki dan

Perempuan

Berdasarkan tes keseimbangan berjalan diatas balok pada laki-laki dan

perempuan dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun

1998:387)

1) Laki-laki membuat peningkatan yang cepat pada semua usia tetapi

khususnya setelah masa pubertas.

2) Perempuan dan laki-laki meningkat dengan bertambahnya usia pada masa

kanak-kanak dan remaja.

3) Perempuan cenderung melebihi performa laki-laki pada masa kanak-kanak

baik pada ukuran statis maupun dinamis.

4) Laki-laki dan perempuan hampir sama baik pada ukuran statis maupun

dinamis pada masa remaja tanpa kelebihan yang jelas untuk salah satu

diantaranya.

4. Ketinggian Wilayah Tempat Tinggal

Ketinggian wilayah merupakan suatu patokan yang digunakan untuk

menunjukkan ketinggian suatu tempat, yang dijadikan patokan adalah

permukaan laut 0 meter. Ketinggian wilayah ditinjau ketinggian tempat tinggal

dari permukaan laut dapat dibagi menjadi dua yaitu, dataran rendah dan dataran

tinggi. Dataran rendah didefinisikan sebagai suatu tempat yang berada pada

ketinggian 0 sampai 200 meter dari permukaan laut. Sedangkan dataran tinggi

didefinisikan sebagai suatu tempat yang berada pada ketinggian 200 sampai

1200 meter dari permukaan laut.

a. Aklimatisasi Penduduk yang Tinggal di Tempat Tinggi.

Menurut Guyton (1983:73), hubungan proses aklimatisasi dengan

kapasitas kerja. Orang yang mengalami aklimatisasi pada dataran tinggi

memiliki kapasitas kerja yang lebih baik dibandingkan dengan orang lain

yang tinggal dan dilahirkan di dataran rendah. Hal ini dapat dilihat dari

persentase kapasitas kerja dan nilai maksimum setinggi permukaaan laut

untuk orang normal dan dengan orang pada ketinggian 17.000 kaki adalah

Page 18: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

29

sebagai berikut : orang yang belum beraklimatisasi memiliki kapasitas kerja

sebesar 50%, orang yang mengalami aklimatisasi selama dua bulan memiliki

kapasitas kerja sebesar 68%, dan penduduk asli yang hidup pada ketinggian

13.200 kaki tetapi bekerja pada ketinggian 17.000 kaki memiliki kapasitas

kerja sebesar 87%.

Penduduk asli yang beraklimatisasi secara alamiah dapat mencapai hasil

kerja sehari-hari lebih baik dengan orang yang dilahirkan dan tinggal di

dataran rendah, dan dengan orang asli dataran rendah yang pindah ke

pegunungan dan kemudian mengalami aklimatisasi, masih dikalahkan

kapasitas kerjanya dibandingkan dengan penduduk asli, yang lahir dan

bertempat tinggal di dataran tinggi.

Adapun cara tubuh menyesuaikan diri (aklimatisasi) menghadapi tekanan

oksigen (PO2) yang rendah pada tempat yang tinggi adalah : (a)

meningkatkan ventilasi paru-paru, (b) meningkatkan hemoglobin (Hb) dalam

darah, (c) meningkatnya difusi paru-paru, (d) meningkatnya vaskularisasi

jaringan, (e) aklimatisasi sel untuk menggunakan oksigen meskipun tekanan

parsial rendah.

b. Pengaruh Ketinggian Terhadap Perkembangan

Ketinggian tempat tinggal berpengaruh terhadap perkembangan individu

khususnya perkembangan kemampuan koordinasi, power otot tungkai dan

kelincahan. Terdapat perbadaan perkembangan antara tempat tinggal tinggi

dan tempat tinggal rendah. kondisi ini dapat dilihat dari lingkungan dan letak

geografis, dimana kedua daerah tersebut diketahui memiliki ketinggian

tempat dan tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang berbeda.

Daerah pegunungan dengan ketingian tempatnya menjadikan masyarakatnya

beradaptasi dengan lingkungan daerah pegunungan yang cenderung berbukit-

bukit, begitu juga daerah dataran rendah menjadikan masyarakatnya

beradaptasi dengan lingkungan yang berpasir.

Perbedaan yang dapat dilihat antara daerah pegunungan dan daerah

pesisir, adalah pola aktivitas yang dilakukan oleh masyarakatnya. Daerah

pegunungan dengan medan yang berbukit, tidak datar, tanjakan dan turunan

Page 19: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

30

yang curam serta suhu yang dingin menuntut masyarakatnya untuk bisa

beradaptasi dengan lingkungannya. Aktivitas keseharian yang dilakukan di

daerah pegunungan adalah berkebun atau bertani. Mayoritas penduduk

pegunungan memiliki mata pencaharian bertani atau berkebun yang letak

kebunnya berada di lereng gunung. Aktivitas anak-anak yang tinggal di

daerah pegunungan lebih suka yang berhubungan dengan aktivitas yang

bersifat petualangan. Bahkan untuk menuju kesuatu tempat mereka tempuh

dengan berjalan kaki melewati medan yang terjal, naik dan turun. Sehingga

secara tidak langsung melatih kemampuan power otot tungkai dengan baik.

Sedangkan aktivitas pada dataran rendah relatif ringan dibandingkan

dataran tinggi, karena ditinjau dari relief datarannya yang datar. Untuk

aktivitas pada anak-anak datararan rendah atau pesisir adalah berenang,

menangkap ikan, menyelam atau bermaian di atas pasir. Semua aktivitas

tersebut memberikan kesempatan untuk melatih kemampuan fisik mereka.

5. Perkembangan Kekuatan

a. Macam – Macam Kekuatan

Kekuatan merupakan salah satu komponen fisik yang mendasar.Sebagai

unsur yang mendasar dalam kemampuan fisik, untuk meningkatkan kondisi

fisik secara keseluruhan sebaiknya kekuatan dimiliki lebih dahulu. Dalam

menjalankan aktivitas fisik, beban atau tahanan dalam latihan setiap

orang berbeda-beda. Tahanan atau beban dalam kegiatan olahraga

tersebut menuntut adanya kekuatan otot yang bermacam-macam pula.

Berdasarkan beban yang harus dihadapi atau diatasi, maka kekuatan

yang harus dikerahkan disesuaikan dengan kegiatan olahraga

tersebut. Menurut Suharno HP. (1993:40) membedakan kekuatan

menjadi tiga jenis yaitu:

1) Kekuatan maksimal adalah kemampuan otot dalam kontraksi maksimal

serta dapat melawan/menahan beban yang maksimal pula.

Page 20: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

31

2) Explosive power (kekuatan daya ledak) adalah kemampuan sebuah otot

atau segerombolan otot untuk mengatasi suatu tahanan beban denan

kecepaan tinggi dalam satu gerakan yang utuh.

3) Daya tahan kekuatan otot (power endurance) adalah kemampuan tahan

lamanya kekuatan otot untuk melawan tahanan beban dengan intensitas

tinggi.

Menurut Harre yang dikutip Nossek (1982:46) bahwa, “Kekuatan dibagi

menjadi kekuatan maksimum, kekuatan kecepatan dan daya tahan

kekuatan”. Perbedaan jenis kekuatan tersebut didasarkan pada jenis beban

yang harus diatasi dan dihadapi.

Selain jenis kekuatan diatas, kekuatan dapat dibedakan atas jenis

kontraksi otot. Sudjarwo (1993:26) menyatakan bahwa “Sesuai dengan cara

atau tipe kontraksi otot, maka dapat dibedakan dua macam kekuatan

yaitu, kontraksi isotonik dan kontraksi isometrik. Dalam kontraksi isotonik

ini akan terlihat adanya perubahan sikap atau gerakan-gerakan dari anggota

tubuh yang disebabkan memanjang dan memendeknya otot". Kekuatan

dinamis (isotonis) merupakan kekuatan otot yang dikembangkan oleh otot

dalam kelangsungan gerak terhadap suatu tahanan, dengan ditandai

adanya perubahan memanjang dan memendeknya otot. Sedangkan

kekuatan statis atau isometrik merupakan kekuatan otot yang dapat

dikembangkan oleh otot-otot atau sekelompok otot terhadaptahanan yang

tetap. Jenis kekuatan yang banyak digunakan dalam olahraga adalah

kekuatan dinamis.

Bompa (1994:268-270) membagi tipe kekuatan menjadi beberapa jenis

kekuatan, antara lain:

a. Kekuatan umum

Kekuatan umum mengacu pada kekuatan sistem otot secara keseluruhan.

karena aspek ini adalah dasar dari program kekuatan keseluruhan, hal ini

harus sangat berkembang dengan upaya terpusat selama tahap

persiapan, atau selama beberapa tahunpertama atlet pemula pelatihan.

Page 21: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

32

Tingkat rendah kekuatan umum dapat menjadi faktor pembatas bagi

kemajuan keseluruhan atlet.

b. Kekuatan khusus

Kekuatan khusus dianggap sebagai kekuatan otot-otot yang khusus untuk

gerakan olahraga yang dipilih. Tipe dari kekuatan ini merupakan

karakteristik untuk setiap jenis olahraga, karena setiap perbandingan

antara tingkat kekuatan atlet yang terlibat dalam olahraga yang

berbeda tidak sesuai. Kekuatan khusus harus dikembangkan ke tingkat

maksimal yang harus secara progresif dimasukkan menjelang akhir dari

fase persiapan untuk semua atlet kelas elite.

c. Kekuatan maksimum

Kekuatan maksimum mengacu pada kekuatan tertinggi yang dapat dilakukan

oleh sistem neuromuskular selama kontraksi secara maksimal. Hal ini

ditunjukkan oleh beban terberat yang seorang atlet dapat mengangkat

beban tersebut sekali waktu.

d. Dayatahan otot

Daya tahan otot biasanya diartikan sebagai kemampuan otot untuk

mempertahankan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini

merupakan produk dari penekanan pada kedua latihan yaitu kekuatan

dan daya tahan.

e. Power

Power merupakan produk dari dua kemampuan yaitu kekuatan dan kecepatan

dan dianggap sebagai kemampuan untuk melakukan kekuatan

maksimum dalam periode waktu terpendek.

f. Kekuatan absolut (AS)

Kekuatan absolut mengacu pada kemampuan seorang atlet untuk

mengerahkan gaya maksimum terlepas dari berat badan sendiri (BW).

Dalam tujuan supaya sukses dalam beberapa olahraga seperti angkat

besi, gulat, tolak peluru, kekuatan absolut sangat dibutuhkan untuk meraih

level yang tinggi.

Page 22: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

33

g. Kekuatan relatif

Kekuatan relatif ditunjukkan sebagai perbandingan antara kekuatan absolut

atlet dan berat badannya sendiri.

Kekuatan relatif sangat penting dalam olahraga dimana atlet

membutuhkan penampilan tubuh.

h. Kekuatan cadangan

Kekuatan cadangan dianggap sebagai perbedaan antara kekuatan mutlak

atlet dan jumlah kekuatan yang diperlukan untuk melakukan

keterampilan di bawah kondisi kompetitif.

b. Latihan Kekuatan

Salah satu komponen kondisi fisik untuk mendukung komponen lain

adalah kekuatan otot. Kekuatan otot merupakan kondisi fisik yang dapat

ditingkatkan sampai batas submaksimal sesuai dengan cabang olahraga.

Setiap cabang olahraga memiliki karakteristik berbeda pada kebutuhan

kekuatan. Kekuatan dapat meningkat dengan melakukan sebuah latihan.

Latihan yang disusun harus sesuai dengankarakteristik atau ciri dari kekuatan

otot. O’Shea dalam M. Sajoto berpendapat bahwa “program latihan

peningkatan kekuatan otot yang paling efektif adalah program latihan dengan

memakai beban atau weighttraining program”.

Menurut Brooks dan Fahey (1984:397) latihan kekuatan dibagi menjadi 3

kategori yaitu isometrik, isotonik dan isokinetik. Latihan isometrik

melibatkan penerapan gaya tanpa menggunakan gerak, latihan isotonik

penggunaan gayadengan melakukan gerakan, dan isokinetik menggunakan

pengerahan gaya dengankecepatan yang stabil.

1) Latihan isometrik

Latihan isometrik tidak meningkatkan kekuatan sepanjang rentang gerak

sendi melainkan khusus untuk sudut sendi di mana latihan sedang

dilakukan. Dengan kata lain, latihan isometrik tidak memperbaiki

pengerahan kemampuan gaya secara cepat. Menurut Sajoto

(1988:147) bahwa otot yang berkontraksi secara isometrik adalah

RS = AS/BW

Page 23: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

34

menegang, tetapi tidak ada perubahan panjang pada serabut otot. Sebagian

besar manfaat dari isometrik tampak terjadi selama tahap awal latihan.

Kontraksi maksimal sangat penting untuk efek yang optimal dan durasi

kontraksi harus cukup panjang untuk menambah serabut otot

sebanyaknya dalam kelompok otot. Peningkatan terbesar ketika

menggunakan latihan isometrik dilakukan dalam beberapa kali dalam

sehari.

2) Latihan isotonik

Latihan isotonik merupakan latihan kekuatan yang paling sering

digunakan oleh pelatih dan atlet. Metode pembebanan isotonik

termasuk konstan, variabel, eksentrik, plyometric dan ketahanan

kecepatan. Dalam latihan tahanan tetap, beban tetap konstan, tetapi

kesulitannya dalam mengatasi beban bervariasi dengan sudut sendi. Sajoto

(1988:117) mengatakan bahwa kontraksi isotonik adalah suatu otot dimana

serabut otot memendek selagi terjadi tegangan dalamotot tersebut. Seperti

mengangkat beban dipundak kemudian melakukan gerakan jongkok

berdiri beberapa kali.

3) Latihan isokinetik

Latihan isokinetik mengontrol laju pemendekan otot. Fox, Bowers dan

Foss (1993:164) berpendapat selama kontraksi isokinetik, ketegangan

dikembangkan oleh otot karena lebih pendek (iso) kecepatan (kinetik)

maksimal di semua sudut sendi. Kontraksi semacam ini umum selama

pada penampilan olahraga, contohnya adalah stroke lengan selama

berenang gaya bebas. Penerapan ketegangan penuh baik dalam

pengaturan kinerja olahraga atau selama uji klinis atau laboratorium

adalah tergantung pada tingkat motivasi pelaku. Untuk melakukan

kontraksi isokinetik, memerlukan peralatan khusus yang diperlukan.Pada

dasarnya, peralatan harus memiliki pengatur kecepatan sehingga

kecepatan gerakan konstan tidak masalah berapa banyak tegangan yang

dihasilkan kontraksi otot.

Page 24: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

35

Dalam latihan dengan menggunakan beban sebaiknya bersifat khusus

sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Brooks dan Fahey

(1984:11) menyatakan bahwa “latihan hendaknya dapat merangsang

sistem fisiologi tubuh”. Dimana rangsang tersebut disebut dengan

stressatau tekanan dan tanggapan sebagai rangsang disebut

denganstrainatautegangan. Dan pada tujuan dalam latihan secara

fisiologis dapat memberikan tekanan pada tubuh sehingga terjadi adaptasi

pada fungsi tubuh. Fox dalam Sajoto menyatakan bahwa program latihan

beban berpedoman pada empat prinsip dasar yaitu:

a) Prinsip penambahan beban lebih (overload)

Prinsip latihan ini merupakan latihan yang mendasar yang harus

dipahami oleh pelatih dan atlet. Menurut Harsono (1998:103) “Beban

latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan

cukup bengis, serta harus diberikan berulang-ulang kali dengan

intensitas yang cukup tinggi”. Dengan melakukan latihan secara

periodik dan sistematis, maka tubuh atlet akan mampu beradaptasi

menerima beban latihan yang diberikan. Sehingga beban latihan akan

dapat ditingkatkan pada tingkat yang maksimal terhadap latihan yang

lebih berat.

Selain itu, Fox, Bowers dan Foss (1993:170) menerangkan bahwa

secara prinsip fisiologi pada kekuatan dan daya tahan dapat

berkembang tergantung dengan apa yang disebut prinsip beban

lebih (overload).Prinsip ini secara mendasar menyatakan bahwa

kekuatan, daya tahan danhypertrophyotot akan meningkat hanya jika

otot menerima dalam beberapa jangka waktu dengan mendekati beban

kekuatan maksimal dan kapasitas daya tahan.

b) Prinsip peningkatan beban terus menerus

Peningkatan beban secara progresif merupakan peningkatan beban

secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Menurut Suharno HP

(1993:14) “peningkatan beban jangan dilakukan setiap kali latihan,

sebaiknya dilakukan dua atau tiga kali latihan, bagi atlet masalah ini

Page 25: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

36

sangat penting karena ada kesempatan untuk beradaptasi terhadap

beban latihan sebelumnya yang memerlukan waktu paling sedikit

duapuluh empat jam agartimbul superkompensasi”.Pada saat

permulaan latihan dengan beban latihan yang berat, atlet akan

mengalami kesulitan karena tubuh belum mampu beradaptasi.

Dengan melakukan latihan yang berulang-ulang, maka beban latihan

yang dirasa berat semakin lama akan menjadi ringan. Pada saat beban

latihan terasa ringan maka beban latihan harus ditambah. Hal yang

harus diperhatikan dalam hal ini adalah memberikan beban latihan

yang berat dengan meningkatkan beban secara teratur. Dengan

memberikan beban latihan yang terlalu berat mengakibatkan tubuh

atlet tidak mampu beradaptasi sehingga prestasi tidak mungkin bisa

diraih.

c) Prinsip urutan pengaturan latihan

Latihan diatur sehingga kelompok otot besar mendapat latihan dahulu

sebelum kelompok otot kecil. Pengaturan ini dilakukan supaya otot

kecil tidak mengalami kelelahan terlebih dahulu. Pengaturan latihan

harus disesuaikan sehingga tidak terjadi dua bagian otot yang sama

mendapat dua giliran latihan secara berurutan.

d) Prinsip kekhususan program latihan

Latihan dengan suatu beban harus bersifat khusus. Latihan dengan

beban merupakan peningkatan pada kekuatan sehingga program

yang digunakan harus sesuai dengan nomor cabang olahraga yang

bersangkutan. Dalam aktivitas berbagai cabang olahraga, meskipun

dalam kelompok otot yang sama gerakannya, dalam gerak

motorikmemerlukan hubungan penerapan kekuatan, dengan

kecepatan yangberbeda sifat kekhususannya.

Page 26: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

37

c. Definisi Kekuatan Otot Tungkai

Kekuatan otot merupakan salah satu komponen kondisi fisk yang penting

dalam mendukung aktivitas olahraga. Selain itu, kekuatan otot merupakan

unsur penting dalam mencapai prestasi yang maksimal dalam olahraga.

Berkaitan dengan kekuatan, Sajoto (1988:58) menyatakan bahwa

“Kekuatan (strength) adalah “Komponen kondisi fisik yang

menyangkutmasalah kemampuan seorang atlet pada saat mempergunakan

otot-ototnya untuk menerima beban dalam waktu kerja tertentu.

Sedangkan menurut Harsono (1988:176) “strength adalah kemampuan otot

untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan”. Kemudian, yang

dimaksud dengan kekuatan otot menurut Fox, Bowers dan Foss

(1993:160) menyebutkan bahwa “daya atau tegangan pada otot atau lebih

tepatnya sekelompok otot yang dapat digunakan untuk menahan beban dalam

sekali usaha maksimal”. Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan

pengertian kekuatan otot tungkai adalah kemampuan otot atau sekelompok

otot tungkai untuk mengatasi suatu beban atau tahanan dalam menjalankan

suatu aktivitas secara maksimal.

d. Komponen Otot Tungkai

Otot tungkai bawah meliputi kaki, betis dan paha, ini merupakan porsi

tubuh yang digunakan paling luas dalam daya grak dan mendukung tubuh

dalam beberapa posisi tegak. Menurut Satimin Hadiwijaya (2002:80) tungkai

pada manusia terdiri dari dua yaitu tungkai bawah dan tungkai atas. Tungkai

bawah (extremitas inferior) digunakan sebagai penahan dan digunakan untuk

segala aktivitas. Tungkai atas atau paha ( os femoris/femur). Tulang tungkai

bawah yang terdiri dari tulang kering (os tibia) dan tulang betis (os fibula)

dan tulang kaki (ossa pedis/foot bones). Otot tungkai merupakan bagian dari

otot anggota gerak bawah. Otot gerak bawah dapat dibedakan atas otot

pangkal paha, otot tungkai atas, otot tungkai bawah, dan otot kaki. Secara

rinci, otot-otot yang terdapat pada tungkai manusia adalah sebagi berikut:

Page 27: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

38

1) Otot-otot tungkai atas (paha)

Otot tensor fasialata, otot abductor dari paha, otot vastus laterae, otot

rectus femoris, otot satrorius, otot vastus medialis, otot abductor, otot

gluteus maxsimus, otot paha lateral dan medial.

2) Otot tungkai bawah

Otot tibialis anterior. Otot ekstensor digotorum longus, otot

gastroknemius, otot tendon aciles, otot soleus, otot maleolus medialis, otot

retinakula bawah.

e. Faktor – Faktor Penentu Kekuatan Otot Tungkai

Kekuatan otot merupakan komponen yang penting untuk meningkatkan

kondisi fisik secara keseluruhan maupun prestasi. Untuk meningkatkan

prestasi dalam olahraga renang, kekuatan otot yang dimiliki atlet harus

ditingkatkan. Kekuatan otot dapat meningkat bila melakukan latihan secara

sistematis dan teratur dengan program latihan yang tepat.Dalam

memberikan latihan kekuatan otot, pelatih harus dapat membuat program

latihan yang tepat. Selain latihan yang baik dan benar, kekuatan dapat

meningkat tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Seorang

pelatih harus memahamifaktor-faktor yangmempengaruhikekuatan

otot.Menurut Suharno HP (1993:39-40) bahwa faktor-faktor penentu baik

tidaknya kekuatan seseorang antara lain:

1) Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang

tergantung dari proses hypertropy otot).

2) Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin

banyak fibril otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.

3) Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin

besar kekuatan.

4) Innervasi otot baik pusat maupun perifer.

5) Keadaan zat kimia dalam otot (glycogen, ATP).

6) Keadaan tonus otot saat istirahat, tonus makin rendah berartikekuatan

otot tersebut pada saat bekerja makin besar.

Page 28: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

39

7) Umur dan jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan otot.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa besarnya potongan melintang fibril

otot dan banyaknya fibril otot merupakan faktor utama yang mempengaruhi

kekuatan otot. Semakin besar ukuran fibrilnya dan semakin

banyak fibrilnya, maka otot tersebut semakin besar sehingga semakin

kuat pula kemampuannya.

Faktor umur dan jenis kelamin juga sangat menentukan baik dan

tidaknya kekuatan. Semakin banyak latihan yang dilakukan, maka semakin

baik pula pembesaran fibril otot. Pembesaran fibril ototlah yang

menyebabkan meningkatnya kekuatan otot.

Pada anak kecil normal, otot dan tulang akan tumbuh mengimbangi satu

dengan yang lain. Selama pada masa pubertas, otot tumbuh dengan cepat

khusus pada anak remaja. Peningkatan pada jaringan otot biasanya

terjadi setelah peningkatan dan penambahan tinggi badan. Pada anak

laki-laki peningkatan ukuran otot relatif pada peningkatan kekuatan. Brooks

dan Fahey (1984:672) mengatakan “rata-rata peningkatan cepat dimulai dari

usia 14 tahun sampai pada masa adolesen”. Namun perbedaan individual

menjadi perbedaan pada pencapaian tingkat kedewasaan.

Perkembangan dan penampilan otot tergantung pada kematangan sistem

saraf. Level tinggi dari kekuatan, power, dan kemampuan tidak mungkin

terjadi jika anak belum mencapai pada kematangan saraf. Kematangan dari

saraf tidak tercapai hingga pada kematangan secara seksual. Sehingga

anak yang belum matang atau dewasa tidak dapat menerima respon pada

latihan atau mencapai level yang sama dengan orang dewasa.

Sajoto (1988:108) mengemukakan selain faktor fisiologis, ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kekuatan otot.Faktor tersebut adalah biomekanik,

sistem pengungkit, ukuran otot, jenis kelamin dan faktor umur.

1) Faktor biomekanik

Dilihat dari faktor biomekanik, sangat mungkin bila dua orang yang

mempunyai jumlah tegangan otot yang sama akan berbeda dalam

mengangkat beban. Sebagai contoh A dan B dapat mengangkat beban

Page 29: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

40

dengan gaya 200 pound. Keduanya memiliki panjang lengan bawah 12

cm. Tetapi A memiliki panjang jarak antara titik insersio dengan sudut

siku 1,5 cm. B memiliki titik insersio dengan sudut siku 2 cm. Maka benda

yang dapat diangkat dengan flexi sudut pada siku 900 berbeda jumlahnya.

A = 25 Pound

A = 33.3 Pound

2) Faktor pengungkit

Setiap gaya yang ada hubungannya dengan pengungkit dapat dihitung secara

mekanik, sehingga letak gaya yang berbeda akan menghasilkan

kekuatan yang berbeda. Menurut Sajoto (1988:109) pengungkit

dikelompokkan dalam 3 kelas yaitu dibagi menurut letak sumbu

pengungkit, gaya beban, dan gaya gerak mengangkat.

- Kelompok III : letak gaya angkat berada diantara sumbu dengan

gaya beban

- Kelompok II : letak beban diantara sumbu dengan gaya angkat

- Kelompok I : letak sumbu diantara gaya beban dan gaya angkat.

Gambar 10. Sistem pengungkit

M Sajoto (1988:110)

200 x 2

12

Page 30: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

41

3) Faktor ukuran

Besar kecilnya suatu otot berpengaruh pada kekuatan tersebut. Semakin

besar serabut otot seseorang, maka semakin kuat pula otot tersebut. Dan

semakin panjang ukuran ototnya, semakin kuat juga ototnya. Pembesaran

otot disebabkan karena bertambah luasnyaserabut otot akibat dari suatu

latihan dan bukan akibat dari pecahnya serabut per serabut otot.

Pembesaran pada otot disebut dengan hypertrophy otot dan mengecilnya

otot disebut dengan atrophy.

4) Faktor jenis kelamin

Meskipun wanita yang mengikuti program latihan beban akan

berkembang kekuatannya sama dengan perkembangan pada pria. Dan

kekuatan otot laki-laki dan perempuan tiap centimeter sama besar. Namun

fakta menunjukkan bahwa pada akhir masa puber, anak laki- laki mulai

memiliki ukuran otot yang lebih besar dibanding dengan wanita.

f. Perkembangan Kekuatan Otot Tungkai Pada Adolesensi Usia 13 sampai

18 Tahun

Perkembangan otot tungkai pada adolesensi berkembang dengan pesat

karena merupakan otot yang paling penting dalam gerak manusia. Untuk

mengetahui perkembangan otot tungkai pada adolesensi maka dapat melihat

grafik perkembangan otot tungkai pada tes lompat horizontal pada laki-laki

dan perempuan dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun

1998:390)

1) Anak laki-laki dan anak perempuan hampir sama pada masa kanak-kanak.

2) Anak laki-laki memiliki performa yang sedikit melebih performa anak

perempuan pada masa kanak-kanak, tetapi kesenjangan melebar secara

signifikan pada masa puberta laki-laki

Page 31: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

42

Gambar. 11. Perkembangan Kekuatan Otot Bagian Bawah Adolesensi

(Gallahue dan Ozmun 1998:390)

g. Definisi Kekuatan Otot Lengan

Kekuatan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang bisa disebut juga

sebagai dasar semua gerakan manusia.. Menurut Ismaryati (2011:111)

menyatakan bahwa kekuatan adalah tenaga kontraksi otot yang dicapai dalam

sekali usaha maksimal. Usaha maksimal ini dilakukan oleh otot atau

sekelompok otot untuk mengatasi suatu tahanan. Kekuatan merupakan unsur

yang sangat penting dalam aktivitas olahraga, karena kekuatan merupakan

daya penggerak dan mencegah cidera. Johnshon and Nelson (1986:103)

Page 32: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

43

menyatakan bahwa kekuatan sebagai kemampuan otot mengeluarkan daya

untuk melawan obyek yang bergerak atau tidak bergerak.

Sedangkan lengan merupakan anggota badan dari pergelangan tangan sampai

ke bahu. Secara anatomis lengan adalah anggota gerak bebas pada tubuh

bagian atas yang dimulai dari persendian bahu sampai persendian tangan.

Lengan terdiri dari dua bagian yaitu, lengan atas dan lengan bawah. Lengan

atas terdiri dari bagian yang berawal dari persendian bahu sampai siku,

sedangkan lengan bawah terdiri dari bagian yang berawal dari siku sampai

pergelangan tangan.

Berdasarkan pendapat diatas maka kekuatan otot lengan adalah kemampuan

otot lengan untuk melawan atau menahan beban secara maksimal melalui

proses kontraksi otot atau sekelompok otot dalam mengatasi tahanan.

h. Perkembangan Kekuatan Otot Lengan Pada Adolesensi Usia 13 Sampai

18 Tahun.

Otot lengan merupakan otot yang berada pada extremitas bagian atas ,

berfungsi sebagai penggerak alat gerak tangan. Lengan terdiri dari lengan atas

dan lengan bawah. Perkembangan otot lengan sudah dimulai pada anak-anak

dan mulai pesat pada masa adolesensi. Untuk mengetahui perkembangan

kekuatan otot lengan dapat dilihat grafik perkembangan kekuatan otot lengan

pada tes lompat vertikal pada laki-laki dan perempuan dihasilkan kesimpulan

sebagai berikut: (Gallahue dan Ozmun 1998:387)

1) Laki-laki membuat penambahan tahunan yang signifikan pada masa remaja.

2) Perempuan mulai mencapai masa stabil pada awal masa remaja dan

kemunduran pada pertengahan masa remaja

Page 33: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

44

Gambar. 12. Grafik Perkembangan Kekuatan Otot Bagian Atas Adolesensi

(Gallahue dan Ozmun 1998:392)

6. Perkembangan Ketahanan Cardiovaskuler

a) Perkembangan Ketahanan CardiovaskulerPada Adolesensi Usia 13

Sampai 18 Tahun

Ketahanan cardiovaskuler atau aerobik terkait dengan keberfungsian jantung,

paru-paru, dan sistem vaskuler. Kapasitas aerobik seseorang dapat dievaluasi

di laboratorium melalui berbagai tes stress yang menuntut subyek untuk

mengerahkan sebuah usaha sekuat tenaga (all-out) untuk masuk kedalam

utang oksigen (oxygen debt). Tes-tes “maks”, seperti yang diketahui,

dilakukan secara paling umum diatas treadmill atau ergometer sepeda. Skor

VO2maks diperoleh sebagai hasil dari latihan yang melelahkan. Walaupun

mengukur VO2maks merupakan metode yang lebih dipilih untuk menentukan

kapasitas aerobik, belum ada penelitian populasi longitudinal besar yang

mengunakan tes ergometer. Penelitian justru telah terfokus kepada sampel

populasi antar usia dengan menggunakan perkiraan ketahanan aerobik tes

lapangan. Sebagai akibatnya, jalan/lari satu mil telah muncul sebagai soal tes

lapangan yang paling popular dengan para remaja. Pada sebuah studi

Page 34: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

45

retrospektif selama sepuluh tahun tentang berbagai komponen kebugaran

Updyke dan Willet (1989) dan Updyke (1992) dalam Gallahue dan Ozmun

1998, menemukan bahwa kebugaran aerobik turun setiap tahun pada sampel

cross-sectional convenience yang terdiri atas anak-anak dan pemuda.

Gambar.13. Grafik Daya Tahan Aerobik Adolesensi

(Gallahue dan Ozmun 1998:377)

Berdasarkan Penelitian Kebugaran Anak-anak dan Pemuda Nasional

(NCYFS) seperti yang digambarkan diatas pada gambar 13. laki-laki rata-rata

terus meningkat pada ketahanan aerobik hingga usia 16 tahun, dimana

mereka mengalami sedikit kemunduran hingga usia 18 tahun. Hasil-hasil ini

hampir sama dengan rerata berapa kali mil lari/jalan pada Tes Kebugaran

Jasmani Terkait Kesehatan tahun 1980 (HRPFT). Akan tetapi, laki-laki yang

diuji pada HRFT mengalami sedikit kemunduran antara usia 10 dan 11, yang

Page 35: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

46

diikuti dengan peningkatan hingga usia 14 tahun. Hal ini nantinya diikuti

dengan skor umum yang mencapai masa stabil hingga usia 17 tahun.

Gambar.14. Grafik Daya Tahan Aerobik Adolesensi Laki-Laki

(Gallahue dan Ozmun 1998:378)

Sulit untuk dijelaskan perbedaan pada lerengan kedua kurva tersebut (gambar

14) pada usia 11 tahun, tetapi hal ini mungkin merupakan sebuah fungsi

teknik pengambilan sampel yang dipergunakan. (HRPFT menggunakan

sebuah teknik convenience sampling, sedangkan NYCFS memanfaatkan

sebuah teknik pengambilan sampel acak terstratifiksi). Meskipun demikian,

lerengan yang serupa pada kedua kurva menunjukkan bahwa laki-laki pada

NCYFS yang terus membaik hingga hingga usia 16 mungkin merefleksikan

perbedaan pada pola-pola aktivitas aerobik pada anak laki-laki antara mereka

yang dijadikan sampel pada HRPFT dengan mereka pada NCYFS. Akan

tetapi, ingat bahwa untuk kedua tes tersebut, laki-laki, seiring dengan

bertambahnya usia, cenderung mencapai masa stabil setelah usia 16 tahun

pada performa mereka pada tes jalan/lari mil. Hal ini seharusnya diperhatikan

Page 36: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

47

dengan seksama dimana hal ini merefleksikan sebuah kecenderungan kearah

pola-pola aktivitas yang lebih banyak duduk (sendentary) pada remaja yang

lebih tua. Menarik untuk diingat bahwa penurunan skor bertepatan dengan

usia dimana kebanyakan anak laki-laki memenuhi syarat untuk mengemudi

dan bekerja.

Dalam kaitannya dengan performa perempuan pada tes ketahanan aerobik

jalan/lari mil, hasilnya sama-sama mengkhawatirkan. Walaupun kita berharap

bahwa laki-laki akan memiliki performa yang melebihi performa perempuan

karena berbagai variabel anatomi dan psikologi, namun kita berharap untuk

melihat lerengan yang menurun (yaitu masa-masa yang lebih rendah) pada

sebuah periode waktu yang panjang. Berdasarkan hasil NCYFS, perempuan

paling mendekati rekan laki-lakinya pada jalan/lari mil pada usia 10 tahun,

dan kesenjangan antara laki-laki dengan perempuan kira-kira masih tetap

sejajar hingga usia 14 tahun. Akan tetapi kesenjangan ini melebar pada angka

yang drastis sejak saat itu (gambar 13). Walaupun perempuan yang tampil

pada NCYFS dan HRPFT cenderung meningkat seiring bertambahnya usia

hingga sekitar 13 sampai 14 tahun, namun ada sebuah kecenderungan untuk

mengalami kemunduran dan mencapai masa stabil pada performa. Perempuan

usia 18 tahun berada pada level yang hampir sama seperti anak laki-laki usia

12 tahun.

Page 37: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

48

Gambar.15. Grafik Daya Tahan Aerobik Adolesensi Perempuan

(Gallahue dan Ozmun 1998:379)

Data dari HRPFT cenderung mendukung data yang diterbitkan dalam

NCYFS. Akan tetapi, laki-laki pada HRPFT mencapai puncaknya pada usia

lebih dini dan mengalami kemunduran pada tingkat yang lebih cepat daripada

mereka yang diuji pada NCYFS (gambar 15). mungkin ada ruang untuk

optimism yang berhati-hati dimana perbandingan antara kedua lerengan

dapat mengindikasikan kecenderung perempuan yang lebih lambat pada

tahun 1980an untuk lebih aktif secara aerobik daripada teman sebayanya pada

dekade tersebut. Kenaikan yang cepat dan popularitas kelas tari aerobik dan

latihan (senam) berirama lainnya yang bertahan setidaknya sebagian mungkin

bertanggung jawab atas tingkat kemunduran yang tidak terlalu parah.

Page 38: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

49

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan pada penelitian sebelumnya dari Gede Doddy Tisna MS yang berjudul

“Perkembangan Kemampuan Loncat Jauh Tanpa Awalan dan Lari 600 Yard Pada

Anak-Anak Usia 6 Sampai Dengan 12 Tahun Ditinjau dari Ketinggian Wilayah

Tempat Tinggal Dan Jenis Kelamin Di Propinsi Bali”. Subyek penelitian 420 anak

lak-laki dan perempuan di dataran rendah dan 420 anak laki-laki dan perempuan di

dataran tinggi. Hasil dari penelitian itu adalah terdapat perkembangan kemampuan

loncat tanpa awalan dan lari 600 yard pada lali laki dan perempuan usia 6 samapai

12 tahun pada dataran tinggi dan dataran rendah. Terdapat perbedaan kemampuan

loncat tanpa awalan dan lari 600 yard, anak laki-laki dan prempuan usia 6 sampai

12 tahun yang tinggal di dataran rendah dan dataran tinggi.

Selain itu, penelitian dari Abdul Aziz Hakim, yang berjudul “Kapasitas Aerobik

dan Anaerobik Pada Anak Laki-laki dan Perempuan Usia Dini ditinjau dari

Ketinggian Wilayah Tempat Tinggal Di Provinsi Jawa Timur”. Subyek penelitian

60 siswa, 30 orang siswa di dataran rendah dan 30 orang di dataran tinggi dengan

taraf siginifikansi 5%. Dari hasil penelitian itu menunjukkan kapasitas aerobik dan

kapasitas anaerobik anak yang tinggal di dataran tinggi lebih bagus dengan anak

yang tinggal di dataran rendah. Di samping itu dpat di tarik kesimpuln bahwa anak

laki-laki lebih superior dibandingkan anak perempuan.

Page 39: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

50

C. Kerangka Pemikiran

Ganbar 16. Kerangka Pemikiran

Gambar 16. Kerangka Pemikiran.

Kondisi Geografis Kabupaten Pati

Dataran Tinggi Dataran Rendah

Adolesensi laki-laki

dan perempuan

Adolesensi laki-laki

dan perempuan

Terjadi Adaptasi Fisiologis

Perkembangan kekuatan otot tungkai,

kekuatan otot lengan dan ketahanan

cardiovaskulerpada adolesensi usia 13-18

tahun lali-laki dan perempuan di dataran

tinggi dan dataran rendah di Kabupaten

Pati

Page 40: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

51

1. Perkembangaan Kekuatan Otot Tungkai, Kekuatan Otot Lengan dan

Ketahanan Cardiovaskuler Ditinjau dari Ketinggian Tempat Tinggal.

Faktor lingkungan ini yang erat kaitannya dengan letak geografis, ketinggian

suatu tempat (dataran rendah dan dataran tinggi), suhu suatu tempat, cuaca dan

iklim. Kondisi lingkungan khusunya tempat tinggal berpengaruh pada kondisi

fisik baik itu secara fisiologis dan anatomis manusia dan ini dapat dilihat dengan

adanya perbedaan kondisi lingkungan berupa letak geografis baik itu dataran

tinggi dan dataran rendah, dapat dilihat berikut ini :

a. Kondisi Medan Dataran Tinggi dan Dataran Rendah.

Daerah pegunungan dan pantai dilihat dari kondisi lingkungan dan letak

geografis jelas berbeda, dimana kedua daerah tersebut diketahui memiliki

ketinggian tempat dan tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat

yang berbeda. Daerah pegunungan dengan ketingian tempatnya menjadikan

masyarakatnya beradaptasi dengan lingkungan daerah pegunungan yang

cenderung berbukit-bukit, begitu juga daerah dataran rendah menjadikan

masyarakatnya beradaptasi dengan lingkungan yang berpasir.

Perbedaan yang dapat dilihat antara daerah pegunungan dan daerah pesisir,

adalah pola aktivitas yang dilakukan oleh masyarakatnya. Daerah

pegunungan dengan medan yang berbukit, tidak datar, tanjakan dan turunan

yang curam serta suhu yang dingin menuntut masyarakatnya untuk bisa

beradaptasi dengan lingkungannya. Aktivitas keseharian yang dilakukan di

daerah pegunungan adalah berkebun atau bertani. Mayoritas penduduk

pegunungan memiliki mata pencaharian bertani atau berkebun yang letak

kebunnya berada di lereng gunung. Aktivitas anak-anak yang tinggal di

daerah pegunungan lebih suka yang berhubungan dengan aktivitas yang

bersifat petualangan. Bahkan untuk menuju kesuatu tempat mereka tempuh

dengan berjalan kaki melewati medan yang terjal, naik dan turun. Sehingga

secara tidak langsung melatih kondisi fisik yang baik.

Sedangkan aktivitas pada dataran rendah relatif ringan dibandingkan dataran

tinggi, karena ditinjau dari relief datarannya yang datar. Untuk aktivitas pada

anak-anak datararan rendah atau pesisir adalah berenang, menangkap ikan,

Page 41: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

52

menyelam atau bermaian di atas pasir. Semua aktivitas tersebut memberikan

kesempatan untuk melatih kemampuan fisik mereka.

b. Adaptasi Fisiologis.

Ketinggian tempat tinggal, baik dataran rendah maupun dataran tinggi selain

berpengaruh terhadap kemampuan fisik, berpengaruh juga pada fisiologis

anak yang tinggal di dataran tinggi.

Dapat diuraikan bahwa anak yang tinggal di dataran tinggi akan mengalami

adaptasi fisiologis yang terjadi semenjak lahir, ini disebabkan tekanan parsial

oksigen yang ada di dataran tinggi rendah, dibandingkan di dataran rendah.

Tekanan parsial pada alveolus mengalami penurunan, bahkan lebih besar

penurunannya dengan tekanan parsial oksigen pada atmosfer, yang

disebabkan karena efek karbondioksida dan uap air. Karbondioksida akan

diekskresikan dari darah pada paru-paru ke alveolus. Air juga akan menguap

kedalam rongga alveolus dari permukaan saluran pernapasan, oleh karena itu

kedua gas ini akan mengencerkan kandungan oksigen. Sedangkan pada

tempat yang rendah tekanan parsial oksigen pada alveolus tidak mengalami

penurunan sedemikian besar seperti tekanan parsial oksigen pada atmosfer.

Dengan adanya penurunan tekanan parsial rendah maka penduduk yang

tinggal di dataran tinggi, akan mengalami penyesuaian diri terhadap

penurunan tekanan oksigen yang rendah. Adapun cara tubuh menyesuaikan

diri beradaptasi menghadapi tekanan oksigen yang rendah pada tempat yang

tinggi adalah: 1) meningkatnya ventilasi paru-paru, 2) meningkatnya

hemoglobin dalam darah, 3) meningkatnya difusi paru-paru, 4) bertambahnya

jumlah mitokondria dan enzim oksidatif menggunakan oksigen meskipun

tekanan parsial oksigen rendah.

Sehingga kondisi letak geografis, baik dataran rendah maupun dataran

tinggi akan berpengaruh terhadap perkembangan kekuatan otot

tungkai,kekuatan otot lengan dan ketahanan cardiovaskuler pada adolesensi

laki-laki dan perempuan usia 13 sampai 18 tahun.

2. Perkembangaan Kekuatan Otot Tungkai, Kekuatan Otot Lengan dan

Ketahanan Cardiovaskuler Ditinjau dari Jenis Kelamin.

Page 42: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

53

Perkembangan kekuatan otot tungkai, kekuatan otot lengan dan ketahanan

cardiovaskuler pada adolesensi laki-laki dan perempuan cenderung mengalami

perbedaan. Ini dapat dilihat dengan perbedaan antara pola pertumbuhan

adolesensi laki-laki dan perempuan dapat diketahui bahwa keduanya mempunyai

pertumbuhan lengan dan tungkai yang sudah berkembang dengan pesat sehingga

sudah siap untuk melakukan aktivitas yang optimal. Akan tetapi adanya

kecenderungan laki-laki memiliki kaki dan lengan yang panjang dan lebih tinggi

selama masa anak-anak. Seperti halnya adolesensi perempuan memiliki pinggul

yang lebih lebar, dan paha yang besar selama periode ini. Perbedaan pola

perkembangan adolesensi laki-laki dan perempuan akan berpengaruh terhadap

Perkembangan kekuatan otot tungkai, kekuatan otot lengan dan ketahanan

cardiovaskuler.

Page 43: BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Prespektif Perkembangan · rekreasi, pendidikan jasmani, atau olahraga yang direncanakan, dalam konteks keluarga, sekolah, dan aktivitas masyarakat. (Gallahue

54