BAB II
-
Upload
kharisma-restu -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of BAB II
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari kata Latin “Comunicare” atau “COMMUNIS”
yang berarti “menjadikan milik bersama”. Kalau kita berkomunikasi dengan orang
lain, orang tersebut juga menjadi miliknya. Komunikasi adalah kegiatan pengop-
erasian lambang yang mengandung arti / makna yang perlu dipahami bersama
oleh pihak – pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi.
(Yuwono, 1985) komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang di-
inginkan dari pengirim informasi kepada penerima dan menimbulkan tingkah laku
yang diinginkan dari penerima informasi.
B. Pengertian Komunikasi Kesehatan
Komunikasi kesehatan sama dengan komunikasi terapeutik. Terapeutik
adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Jadi komunikasi
kesehatan adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi kesehatan biasanya dilakukan
oleh perawat karena perawat yang mendampingi pasien 1 x 24 jam (lebih sering
berinteraksi dengan pasien).
C. Tujuan Komunikasi Kesehatan
Dengan demikian perawat akan lebih mudah menjalin hubungan dengan
pasien sehingga lebih efektif dalam perawatan dan akan meningkakan profesi.
Tujuannya ialah :
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
serta pikirannya dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang
ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
4
Selain tujuan juga adanya manfaat pada komunikasi kesehatan yakni :
1. Mendorong dan menganjurkan kerjsama antara perawat dengan pasien
melalui hubungan peraawat – klien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
Kemudian supaya terjadi komunikasi yang baik syaratnya ialah :
1) Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan.
2) Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih
dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.
D. Perbedaan Komunikasi Kesehatan dengan Komunikasi Sosial
Menurut Purwanta (1994) perbedaannya adalah :
Komunikasi Terpeutik : Komunikasi Sosial :
1. Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya.
1. Terjadi setiap hari antar orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
2. Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan.
2. Komunikas bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan.
3. Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada pasien dengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong pasaien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya.
3. Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas sosial, dll.
4. Pembicara tidak mempunyai fokus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.5. Dapat direncanakan tetapi dapat juga tidak direncanakan.
E. Prinsip – prinsip Komunikasi Terapeutik
5
Menurut Carl Rogers (dalam Purwanta, 1994) :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya
dan saling menghargai.
3. Perawat harus menyadari pentingny kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut dan memiliki motivasi untuk mengubah
dirinya lebih baik.
5. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi peraasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi.
6. Mampu menetukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
7. Memahami arti empati
8. Kejujuran dan komunikasi terbuka
9. Mampu berperan sabagai role model agar menunjukkan dan meyakinkan
orang lain tentang kesehatan.
10. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain
secara manusiawi.
11. Berpegang pada etika keperawatan.
12. Bertanggung jawab dalam diri sendiri dan orang lain.
F. Sikap Komunikasi Terapeutik
a. Berhadapan.
Artinya saya siap untuk anda.
b. Mempertahankan kontak mata.
Berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah pasien
Untuk menyatkan atau mendengarkan sesuatu
6
d. Memperlihatkan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan.
e. Tetap rileks
Dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberi respon kepada pasien.
G. Teknik – Teknik Komunikasi Terapeutik
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan, hindari tindakan yang tidak
perlu, anggukkan kepala jika klien membicarakan hal – hal yang penting
atau memerlukan umpan balik. Mendengar ada dua macam :
mendengarkan aktif (mendengarkan yang membutuhkan pengetahuan),
mendengarkan pasif (kegiatan mendengarkan dengan kegiatan non verbal
2. Menunjukkan Penerimaan
Bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan,
menghindari perdebatan, usaha untuk mengubah pikiran negatif klien.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang
disampaikan klien.
4. Pertanyaan terbuka (Open – Ended Question)
Pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang luas sehingga pasien dapat
mengemukakan masalahnya, perasaannya dengan kata-kata sendiri.
5. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
6. Memfokuskan.
Untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan lebih spesifik
dan dimengerti.
7. Menyatakan hasil observasi.
Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal
klien.
8. Menawarkan informasi.
Perawat tidak dibenarkan memberikan nasihat kepada klien ketika
7
memberikan informasi.
9. Diam (Memelihara Ketenangan)
10. Meringkas (pengulangan ide utama telah dikomunikasikan secara singkat)
11. Memberikan penghargaan.
Teknik ini tidak pula dimasukkan untuk menyatakan bahwa yang ini bagus
dan yang sebaliknya buruk.
12. Menawarkan diri
13. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan dan
menguraikan persepsinya.
Perawat dapat menstimulusnya untuk mengambil inisiatif dan merasakan
bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
14. Menempatkan kejadian secara berurutan.
15. Refleksi
Perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien
mempunyai hak mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan , dan
memikirkan dirinya sendiri.
16. Assertive
Adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan pereasaan diri dengan tetap menghargai
orang lain.
17. Humor
Akan merangsang produksi katekolamin sehingga seseorang merasa sehat
dan hal iini akan meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi kecemasan
serta memfasilitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme.
8
H. Hubungan Terapeutik Perawat – Klien
Pengertian Hubungan timbal balik yang intim melibatkan pikiran, perasaan
dan sikap antara perawat dan klien.
a. Hubungan sosial
Hubungan sosial bertujuan untuk bersahabat, sosial, kesenangan atau
menyelesaikan tugas. Kebutuhan bersama terpenuhi selama hubungan sosial
seperti berbagi ide, perasaan dan pengalaman. Keterampilan komunikasi meliputi
memberikan nasihat dan kadang-kadang memenuhi kebutuhan dasar, seperti
meminjam uang, dan membantu pekerjaan.
b. Hubungan Intim
Terjadi antara individu yang mempunyai komitmen emosional antara satu
terhadap yang lain. Dalam hubungan ini seringkali mereka peduli tentang kebu-
tuhan untuk pertumbuhan dan kepuasan.
c. Hubungan Terapeutik
Hubungan terapeutik berbeda dari hubungan di atas perawat memaksi-
malkan keterampilan komunikasi, pemahaman tingkah laku manusia dan kekuatan
pribadi untuk meningkatkan pertumbuhan klien. Fokus hubungan adalah pada ide
klien, pengalaman, dan perasaan klien.
Perawat dan klien mengidentifikasi area yang memerlukan eksplorasi dan
evaluasi secara periodik terhadap tingkat perubahan klien. Peran tidak akan
berubah dan hubungan tetap konsisten berfokus pada masalah klien.
Keterampilan komunikasi dan pengetahuan dari tahap dan fenomena yang
terjadi dalam hubungan terapeutik merupakan alat yang penting sekali dalam
pembentukan dan pemeliharaan hubungan, kebutuhan dari klien diidentifikasi dan
pendekatan alternatif penyelesaian masalah dibuat serta keterampilan koping baru
mungkin dikembangkan. (King cit. Varcarolis (1990))
Empat tindakan yang harus diambil antara perawat dan klien :
1) Tindakan diawali oleh perawat
2) Respon reaksi dari klien
3) Interaksi di mana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan.
9
4) Transaksi di mana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk menca-
pai tujuan hubungan.
Tahap-Tahap Hubungan Terapeutik, Dalam membina hubungan ter-
aputik (berinteraksi ), (Stuart dan Sundeen, dalam Christina dkk) :
1. Fase PraInteraksi
a. Evaluasi Diri
b. Penetapan tahapan hubungan / interaksi
c. Rencana tindakan
2. Fase Perkenalan/Orientasi
a) Memberi salam
b) Memperkenalkan diri perawat
c) Menannyakan nama klien
d) Menyepakati pertemuan (kontrak)
e) Menghadapi kontrak
f) Memulai percakapan awal
g) Menyepakati masalah awal
h) Mengakhiri perkenalan
3. Fase Orientasi
a. Memberi salam
b. Memvalidasi keadaan klien
c. Mengingat kontrak
4. Fase Kerja
a. Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya, perilakunya,
perasaannya, pikirannya.
b. Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara
mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi.
c. Melaksanakan terapi/teknikal keperawatan.
d. Melaksanakan pendidikan kesehatan
e. Melaksanakan kolaborasi.
f. Melaksanakan observasi dan monitoring.
10
5. Fase Terminasi
a. Terminasi Sementara
a) Evaluasi hasil
b) Tindak lanjut
c) Kontrak yang akan dating
b. Terminasi Akhir
a) Evaluasi hasil
b) Tindak lanjut
c) Kontrakyang akan dating
I. Dimensi Respon
Dimensi respons yang harus dimiliki oleh perawat ada 4 :
1. Kesejatian
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri
kita yang sebenarnya. Kesejatian dipengaruhi oleh :
a. Kepercayaan diri
Orang yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mampu menunjukkan
kesejatiannya pada pada saat keadaan yang tidak nyaman dimana kesejatian yang
ditampilkan akan mengakibatkan resiko yang tertentu.
b. Persepsi terhadap orang lain.
Apabila seorang melihat orang lain meempunyai kekuatan yang lebih besar dan
menguasai kita akan mempengaruhi bagaimana kita akan menampilkan seperti
apa diri kita yang sebenarnya.
c. Lingkungan.
Lingkungan terdiri dari waktu dan tempat. Tempat dimana seseorang berada
dimuka publik (auditorium, panggung, dan lain-lain) akan mengakibatkan seseo-
rang merasa sulit untuk menunjukkan seperti apa dirinya yang sebenarnya. Wakyu
yang terbatas juga akan mengakibatkan seseorangtidak mampu menunjukkan
siapa dia yang sebenarnya.
11
Contoh :
Ada seseorang klien yang menyukai anda sebagai perawat di sebuah bangsal. Dia
menanyakan nomor telepon anda, sering memandang anda dengan mesra, dan
berusaha membuat kotak badan yang sering. Dia bahkan akan mengundang anda
untuk makan malam.
Sebagai perawat,
Pikiran anda : Saya harus memberikan pelayanan yang professional.
Perasaan anda : Capek juga nih orang, sebenarnya saya juga suka, tapi …
(terdapat inkongruen antarapikiran dan perasaan).
Bagaimana anda menunjukkan kesejatian tanpa meninggalakan keprofesionalas
sebagai perawat ?
Contoh respons :
“yah … mungkin saya akan pergi dengan anda, … kita lihat saja nanti.
(Respons ini kurang tepat karena tidak ada kejelasan didalamnya akan maksud
dari perawat)
“Semua lelaki sama saja, … anda menangani perawat seperti bermain sesuatu. Di-
amlah tuan, … saya punya pekerjaan”. (Respon ini menunjukkan keagresifan per-
awat)
“saya senang menerima undangan anda setelah anda pulang dari rumah sakit.
Meskipun begitu, saat anda disini saya ingin membuat hubungan dimana saya
merasa member anda dank klien lain asuhan keperawatan yang terbaik. Saya ingin
menangani semua klien dengan sama karena saya piker tidaklah adil untuk me-
nunjukkan kefavoritan kepada anda. Dapatkah anda mengerti posisi saya ?” (Re-
spon kesejatian tanpa meninggalkan profesionalisme perawat)
2. Empati
Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain,
bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut.
12
Beberapa aspek dari empati antara lain :
a. Aspek Mental
Kemampuan melihat dunia orang lain dengan menggunakanparadigma orang lain
tersebut. Aspek mental juga berarti memahami orang tersebut serta memahami
orang tersebut secara emosional dan intelektual.
b. Verbal
Kemampuan mengungkapkan secara verbal pemahaman terhadap perasaan dan
alasan reaksi emosi klien. Aspek verbal dalam menunjukkan memerlukan hal-hal :
1. Kekuratan ;
Merupakan ketetapan pengungkapan verbal terhadap perasaan atau masalah klien.
2. Kejelasan
Ungkapan empati harus jelas mengenai topik tertentu dan sesuai dengan apa yang
dirasakan orang yang kita beri empati.
3. Kealamiahan
Perawat menggunakan kata-kata sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain.
4. Mengecek
Fungsi dari mengecek adalah untuk mengetahui apakah response empatik yang
kita lakukan tersebut efektif.
c. Aspek non verbal
Aspek non verbal yang diperlukan adalah kemampuan menunjukkan empati den-
gan kehangatan dan kesejatian.
1. Kehangatan;
Kehangatan yang ditunjukkan secara non verbal antara lain :
a. Kondisi muka;
o Dahi : rileks, tidak ada kerutan.
o Mata : kontak mata yang nyaman, gerakan mata natural.
o Mulut : rileks, tidak cemberut dan menggit bibir, tersenyum jika perlu, ra-
han rileks.
13
o Ekspresi : tampak rileks, tidak ada ketakutan, kekhawatiran, menunjukkan
perhatian dan ketertarikan.
b. Kondisi postur/sikap.
o Tubuh : Berhadapan, parallel dengan lawan bicara.
o Kepala : Duduk atau berdiri dengan tinggi yang sama, mengang-
gukkan kepala jika perlu.
o Bahu : Mudah digerakkan dan tidak tegang.
o Lengan : Mudah digerakkan, tidak memegang kursi atau tembok.
o Tangan : Tidak memegang atau menggenggam diantara keduanya,
tidak mengetuk-ngetuk pena/bermain dengan objek.
o Dada : Napas biasa, tidak nampak menelan.
o Kaki : Tampak nyaman, tidak menendang.
o Telapak kaki : Tidak mengetuk.
Hal-hal yang dapat merusak kehangatan :
a) Melihat sekeliling pada sedang berkomunikasi dengan orang lain.
b) Mengetuk dengan jari.
c) Mundur tiba-tiba.
d) Tidak tersenyum.
Hambatan dalam menunjukkan kehangatan antara lain :
a) Terburu-buru.
b) Emosi berlebihan.
c) Shock/terkejut.
d) Penilaian tentang orang lain sehingga membuat kita menjadi mengalihkan
perhatian pada masalah kita sendiri.
2. Kesejatian
Kesejatian merupakan kesamaan respons non verbal dan respons verbal serta
ketertarikan dan perhatian dengan lawan bicara.
14
3. Respek/Hormat
Respek mempunyai pengertian perilaku yang menunjukkan kepedulian/perha-
tian, rasa suka, dan menghargai klien,. Perawat menghargai klien seorang yang
bernilai dan menerima klien tanpa syarat. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Dengan respek maka perawat akan dapat mengakui kebutuhan orang lain untuk
dipenuhi, dimengerti dan dibantu dalam keterbatasan waktu yang dimiliki oleh
perawat.
Perilaku respek dapat ditunjukkan dengan (Smith, 1992)
o Melihat ke arah klien
o Memberikan perhatian yang tidak terbagi
o Memelihara kontak mata
o Senyum pada saat yang tidak tepat
o Bergerak kearah klien
o Menentukan sapaan yang disukai
o Jabat tangan atau sentuhan yang lembut
4. Konkret
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik dan bukan abstrak pada saat
mendiskusikan dengan klien mengenai perasaan, pengalaman, dan tingkah
lakunya. Yang spesifik dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan klien
mengenai perasaan, pengalaman, dan tindak lakunya. Fungsi dari dimensi ini
adalah daapt mempertahankan respons perawat terhadap perasaan klien, penje-
lasan dengan akurat tentang masalah dan mendorong klien dan memikirkan
masalah yang spesifik.
Contoh :
Klien : “Aku tidak akan punya masalah jika orang-orang tidak meng-
gangguku.
Mereka : “Membuat aku marah karena mereka tahu bahwa aku sangat
berperasaan halus.”
Perawat : “Siapa yang ingin membuat kamu marah ?”
15
Klien : “Keluargaku. Orang berpikir berada dalam keluarga besar meru-
pakan berkah. Itu adalah kutukan.”
Perawat : “Apakah kamu dapat memberi saya contoh dari seseorang yang
membuatku marah di rumah?”
J. Dimensi Tindakan
1. Konfrontasi
Pengertian konfrontasi adalah proses interpersonal yang digunakan
oleh perawat untuk memfasilitasi, memodifikasi dan perluasan dari gam-
baran diri orang lain (Smith [1992] dikutip Intan [2005]).
Tujuan dari konfrontasi yang dilakukan adalah agar orang lain sadar
adanya ketidaksesuaiaan pada dirinya dalam hal perasaan, tingkah laku,
dan kepercayaan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Dua bagian konfrontasi (Smith [1992] dikutip Intan[2005])
1) Membuat orang lain sadar terhadap perilaku yang tidak produktif/
merusak.
2) Membuat pertimbangan tentang bagaimana dia bertingkah laku yang pro-
duktif dengan jelas dan konstruktif.
Konfrontasi paling tepat dilakukan apabila :
a. Tingkah lakunya tidak produktif
b. Tingkah lakunya tidak merusak
c. Ketika mereka melanggar hak kita/ hak orang lain
Faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan konfrontasi menurut Stuart
dan Laraia(2001) adalah :
a) Tingkat hubungan saling percaya
b) Waktu
c) Tingkat stress klien
d) Kekuatan mekanisme pertahanan diri klien
e) Pengamatan klien tentang perlunya jarak atau kedekatan
f) Tingkat kemarahan klien dan tingkat toleransi klien untuk mendengarkan
persepsi orang lain.
16
Kategori konfrontasi menurut Stuart dan Sundeen (1995) antara lain :
a. Ketidaksesuaiaan antara ekspresi klien terhadap dirinya (konsep diri) dan apa
yang dia inginkan(ideal diri)
b. Ketidaksesuaiaan antara ekspresi verbal dan perilaku
c. Ketidaksesuaiaan antara ekspresi pengalaman klien tentang dirinya dan pen-
galaman perawat tentang klien
Level konfrontasi dalam hubungan terapeutik
a. Fase perkenalan : rendah
b. Fase kerja : tinggi
c. Fase terminasi : rendah
Cara melakukan konfrontasi adalah sebagai berikut :
a. Clarify : membuat sesuatu lebih jelas untuk dimengerti
b. Articulate : dengan mengekspresikan opini diri sendiri dengan kata-
kata yang jelas.
c. Reques (permintaan)
d. Encourage : memberikan support, harapa, kepercayaan
Contoh :
Rumah kost anda sangat berantakan. Teman sekamar andameletakkan baju
sembarangan, buku-buku sering berserakan di lantai, meskipun teman anda bi-
asanya membersihkankamar setiap 2 minggu sekali dia kembali pada kebiasaan-
nya diatas. Anda meras atidak nyaman dan bahkan ragu-ragu untuk mengundang
teman anda dating ketempat kost anda.
Bagaimana anda seharusnya melakukan konfrontasi terhadap teman anda?
“Kamu telah meletakkan baju di atas tempat tidur, dan semua buku-bukumu
berserakan di lantai”. (clarify)
“Saya merasa tidak nyaman dikarenakan kamu membuat kamar kitajadi beran-
takan tidak karuan” (Articulate)
“Saya lebih suka kamu menyimpan barang pribadimu di tempatmu atau di lemari”
(Request)
17
“Dengan jalan itu akan terdapat jalan yang luas untuk kita di kamar ini dan saya
akan merasa bebas untuk mengundang teman tanpa merasa khawatir karena kamar
kita berantakan” (Encourage)
2. Kesegeraan
Kesegaraan mempunyai konotasi sebagai sensivitas perawat pada perasaan
klien dan kesediaan untuk mengatasi perasaan dari pada mengacuhkannya (Stuart
dan Sundeen, 1995)
Berespon dengan kesegeraan berarti berespon pada apa yang terjadi antara
perawat dan klien saat itu dan di tempat itu. Karena dimensi ini mungkin meli-
batkan perasaan dari klien terhadap perawat, kesegeraan ini dapat menjadi suatu
hal yang sulit untuk dicapai (Wilson dan Kneisl, 1983).
Contoh :
Pasien : “Staf disini tidak peduli pada kliennya, mereka menangani
kita seperti anak-anak dan buka orang dewasa”.
Perawat : “Saya heran mengapa kamu merasa bahwa kami tidak memperdu-
likan atau mungkin kami yang tidak mengerti pendapatmu?”.
3. Membuka diri
Membuka diri adalah membuat orang lain tahutentang pikiran, perasaan, dan
pengalaman pribadi kita (Smith, 1992). Membuka diri dapat dilakukan dengan :
a. Mendengar ; mendengar yang dilakukan disini dimaksudkan mengerti dan bukan
untuk menjawab
b. Empati
c. Membuka diri
d. Mengecek
Contoh :
Seorang klien berkata, “ minggu lalu saya merasa sangat takut, ketika suami saya
baru pulang dari rumah sakit. Dia mulai batuk, dan wajahnya memerah. Kemu-
dian dia mengalami nyeri dada. Saya pikir dia akan meninggal. Untunglah saya
18
melihat nitrogliserin di dalam lemari. Saya segera memberikan kepadanya dan be-
rangsur-angsur tenang. Nyerinya hilang. untunglah”.
Contoh membuka diri :
Wanita ini ingin mendengar pesan dari anda sehubungan dengan pengalamannya
(mendengar). “Saya dapat menduga betapa takutnya anda Karena serangan jan-
tung tersebut. Bahkan mungkin lebih menakutkan lagi karena anda dirumah tanpa
alat-alat emergency. Betapa senangnya ketika nitrogliserin itu bekerja (empati).
…. Ayah saya mengalami nyeri yang sangat hebat juga. Saya juga mengalami ke-
cemasan yang sangat menakutkan. Ketika saya mengharapkan nitrogliserin akan
bekerja, saat itu saya merasa putus asa dan tak punya harapan (membuka diri).
Apakah kamu merasakan hal yang sama minggu lalu? (cek) ”.
4. Emosional Katartis
Kegiatan terjadi pada saat klien didorong untuk membicarakan hal- hal yang
sangt mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik (Stuart dan sundeen,
1995).
Pemaksaan emosional katarsis yang dilakukan akan menyebabkan klien akan
menjadi panik dimana klien bertahan dan tidak mempunyai alternative mekanisme
koping yang cukup. Di sini perlu pengkajian dan kesiapan klien untuk
mendiskusikan masalahnya. Jika klien sulit mengungkapkan perasaannya, perawat
perlu membantu mengekspresikan perasaan klien. Misalnya dengan cara : “hal itu
membuatmu merasa bagaimana? ”
Contoh dialog :
Perawat : “Apa yang dulu kamu rasakan saat bosmu mengoreksi di depan
banyak orang?”
Klien : “Ya, aku mengerti bahwa dia perlu meluruskanku, dan dia orang den-
gan tipe pemarah”
Perawat : “Sepertinya kamu bertahan terhadap perilakunya, saya takjub dengan
apa yang kamu rasakan saat itu.”
19
Klien : “Uh…sebel. Saya kira …. (diam)”
Perawat : “Hal itu mebuatku marah jika trjadi padaku”
Klien : “ Ya, saya juga. Tapi kamu tidak dapat membiarkan hal ini, kamu
tahu. Kamu harus merahasiakan semu ini karena ada orang banyak. Tapi dia dapat
membiarkan ini terjadi. Oh, …. Tentu dia dapat membicarakan aku semaunya, dan
aku ingin dia tahu apa yang aku rasakan. ”
5. Bermain peran
Yang dimaksud bermain peran adalah tindakan untuk membangkitkan situasi
tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan manusia dan
memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain dan
juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi baru dalam lingkungan
yang aman (Stuart dan Sundeen , 1995)
Bermain peran digunakan untuk melatih kemampuan unpan balik konstruktif
dengan lingkungan yang mendukung dan tidak mengancam ( Schultz dan Vide-
beck , 1998)
Bermain peran terdiri dari beberapa tahap (Stuart dan Sundeen , 1995)
1. Mendefenisikan masalah
2. Menciptakan kesiapan untuk bermain peran
3. Menciptakan situasi
4. Membuat karakter
5. Penjelasan dan pemanasan
6. Pelaksan memerankan suatu peran
7. Berhenti
8. Analisis dan diskusi
9. Evaluasi
K. Kebuntuan Terapeutik
1. Pengertian
Kebuntuan teraputik adalah hambatan kemajuan hubungan antara perawat dan
klien dimana hambatan itu terjadi baik dari klien maupun dari perawat sendiri.
20
a. Resistens
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena fase
ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah (Stuart dan Sundeen dalam
Intan, 2005) :
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen, 1995).
a. Supresi dan represi informasi yang terkait.
b. Intensifikasi gejala
b. Evaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan.
c. Dorongan untuk sehat
d. Hambatan intelektual
e. Pembicaraan yang bersifat permukaan/dangkal
f. penghayatan intelektual
g. muak terhadap normalitas
h. reaksi tranference
i. perilaku amuk atau tidak rasional
b. Transference
Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reaksi bermusuhan dan tergan-
tung. Reaksi transference bermusuhan.
Contoh :
Klien yang dirawat di rumah sakit karena dbd, tanpa sebab yang jelas klien
marah-marah kepada perawat, setelah dikaji ternyata perawat mirip dengan man-
tan pacarnya yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami
perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh ke-
hidupan yang lalu.
Contoh reaksi transference : Tergantung
Seorang klien dirawat oleh seorang perawat, perawat itu mempunyai wajah dan
suara mirip ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus di-
lakukan selalu meminta perawat yang melakukannya.
21
c. Kontertransference
Kontertransference merupakan kebutuan terapeutik yang dibuat oleh perawat.
Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk kontertransference (Stuart dan Sundeen, dalam Intan, 2005) :
1. Ketidakmampuan untuk berempati terhadap klien dalam area masalah ter-
tentu.
2. Menekan perasaan selama / sesudah sesi.
3. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlam-
bat, atau melampau waktu yang telah ditentukan.
4. Mengantuk selama sesi.
5. Perasaan marah/tidak sabar karena ketidakinginan klien untuk berubah.
6. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian / afeksi klien.
7. Berdebat dengan klien.
8. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal, tidak berhubungan den-
gan tujuan keperawatan.
9. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat, personal dan sosial.
10. Melamunkan atau memikirkan klien.
11. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
12. Perasaan cemas, gelisah atau perasaan bersalah terhadap klien.
13. Kecenderungan untuk memusatkan secara berulang, hanya pada satu as-
pek.
14. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.
Reaksi kontertransference :
1. Reaksi yangat mencintai “caring”
2. Reaksi sangat bermusuhan
3. Reaksi sangat cemas, seringkali digunakan sebagai resopons terhadap re-
sistensi
22
5 cara mengidentifikasi terjadinya kontertransference (Stuart G.W dalam
Suryani, 2006).
1) Perawat harus mempunyai standar yang sama terhadap dirinya sendiri atas apa
yang diharapkan kepada kliennya.
2) Perawat harus dapat menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan,
terutama ketika klien menentang/mengeritik.
3) Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
4) Ketika kontertransference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk men-
gontrolnya.
5) Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam mengatasi kontertransference,
pengawasan secara inidividu maupun kelompok dapat lebih membantu.
d. Bondary Violation
Batas hubungan perawat klien adalah bahwa hubungan yang dibina adalah
hubungan terapeutik, dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan
klien berperan sebagai yang ditolong. Baik perawat maupun klien harus
menyadari batas tersebut (Suryani, 2006). Beberapa batas hubunga perawat den-
gan klien :
a. Batas peran
b. Batas waktu
c. Batas tempat dan ruang
d. Batas uang
e. Batas pemberian hadiah dan pelayanan
f. Batas pakaian
g. Batas bahasa
h. Batas pengungkapan diri secara personal
i. Batas kontak fisik
Contoh bentuk pelanggaran batas, yaitu :
a. Klien mangajak perawat makan siang / malam diluar.
b. Klien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya.
c. Perawat menerima pemberian hadiah dari bisnis klien.
23
d. Perawat menghadiri acara-acara sosial.
e. Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
f. Perawat menjalankan bisnis dari klien.
g. Perawat secara teratur memberikan informasi personal kepada klien.
h. Hubungan profesional berubah menjadi hubungan personal
e. Mengatasi kebuntuan terapeutik
a) Perawat harus mengetahui pengetahuan tentang kebuntuan terapeutik dan
mengenali perilaku tersebut.
b) Klarifikasi dan refleksi perasaan
c) Gali latar belakang perawat – klien
d) Bertanggung jawab terhadap terapeutik dan dampak negatif proses ter-
apeutik.
e) Tinjau kembali hubungan, area kebutuhan dan masalah klien.
f) Bina kembali kerjasama Perawat-klien yang konsisten.
24
L. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi setiap unsur komunikasi baik bersifat
positif maupun negatif. Faktor tersebut yaitu :
a) Kredibilitas
Kredibiilitas terdapat dan berpengaruh pada sumber (komunukator) dalam keber-
hasilan proses komunikasi , karena hal ini mempengaruhi tingkat kepercayaan
sasaran terhadap pesan yang disampaikan.
b) Isi Pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi kebu-
tuhan klien atau yang dapat memecahkan masalah klien.
c) Kesesuain dengan Kepentingan Sasaran
Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran. Karena
itu dalam berkomunikasi dengan klien perawat harus memahami terlebih dahulu
permasalahan klien.
d) Kejelasan
Pesan yang tidak jelas akan membuat sasaran bingung sehingga tidak terjadi pe-
rubahan perilaku dan klien tidak melakukan pesan yang diberikan oleh perawat.
e) Kesinambungan dan Konsistensi
Agar pesan yang disampaikan bisa konsisten dan brkesinambungan, seorang per-
awat perlu membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan intervensi
atau berkomunikasi dengan klien. Disamping itu perlu adanya pemahaman yang
sama antara tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim agar informasi yang
diberikan kepada klien sama atau konsisten agar terjadi perubahan perilaku klien.
f) Saluran
Saluran terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus dis-
esuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan. Pemilihan media yang tepat dapat
meningkatkan pemahaman klien sehingga perubahan yang diharapkan dapat terca-
pai.
g) Kapabilitas Sasaran
Kapabilitas sasaran terdapat pada komunikan dalam menyampaikan pesan, komu-
nikator harus memeperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan
25
yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial ekonomi, sosial budaya dan se-
bagainya.
Selain faktor-faktor diatas, faktor lain yang mempengaruhi komunikasi adalah :
Faktor psikologis
seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian dan konsep diri.
Faktor Sosial
Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan dan peran
sosial.
Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan
Menurut Perry dan Potter (1987), beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya
pengiriman dan penerimaan pesan (komunikasi) dalam pelayanan keperawatan
antara lain:
a) Persepsi
Merupakan cara seseorang menyerap tentang sesuatu yang terjadi di sekelil-
ingnya. Pada umumnya terkait dengan fungsi pancaindra manusia yang mencakup
proses penyerapan rangsangan yang diorganisasikan dan diinterpretasikan dalam
otak kemudian dijadikan persepsi. Persepsi juga merupakan kerangka tujuan yang
diharapkan dan hasil setelah mengobservasi lingkungan.
b) Nilai
Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang yang sangat dekat dengan masalah
etika. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan perawat atau kolega lainnya
mungkin terfokus pada bahassan tentang upaya peningkatan dalan memberikan
pertolongan tentang masalah kesehatan. Sedangkan, komunikasi dengan klien
hendaknya lebih mengarah pada memberikan support dan dukungan nasehat
dalam rangka mengatasi masalah klien.
c) Emosi
Emosi adalah subyektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi disekelil-
ingnya.Kekuatan emosi seorang dipengaruhi oleh bagaimana kemampuan atau ke-
sanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain.Komunikasi akan
berjalan dengan lancar dan efektif apabila perawat dapat mengelola dengan
26
emosinya.Kemampuan profesional seseorang dapat diketahui dari emosinya dan
menjadi ukuran awal seseorang dalam merasakan,bersikap dan menjalankan
hubungan dengan klien.
d) Latar Belakang Sosial Budaya.
Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun paling tidak dijadikan pegangan
bagi perawat dalam bertutur kata,bersikap dalam berkomunikasi dalam klien.
e) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan pendidikan. Per-
awat diharapkan dapat berkomunikasi dari berbagai tingkat pengetahuan yang
dimiliki klien. Dengan demikian perawat dituntut mempunyai pengetahuan yang
cukup tentang pertumbuhan dan perkembangan klien.
f) Peran dan Hubungan
Dalam berkomunikasi akan sangat baik bila mengenal dengan siapa dia kasi. Ke-
majuan hubungan perawat dan klien adalah bila hubungan tersebut saling men-
guntungkan dalam menjalin ide dan perasaannya. Komunikasi efektif bila partisi-
pan mempunyai efek dan dampak positif dalam menjalin hubungan sesuai dengan
perannya masing-masing.
g) Kondisi Lingkungan
Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat komunikasi berlangsung.
Lingkungan yang kacau akan dapat merusak pesan yang dikirim oleh kedua pihak.
Seorang perawat mempunyai wewenang untuk mengontrol kondisi lingkungan
ketika klien datang. Perawat harus dengan tenang dan jelas dalam memberikan in-
formasi kepada klien atau keluarganya.