BAB II

38
3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Komunikasi Komunikasi berasal dari kata Latin “Comunicare” atau “COMMUNIS” yang berarti “menjadikan milik bersama”. Kalau kita berkomunikasi dengan orang lain, orang tersebut juga menjadi miliknya. Komunikasi adalah kegiatan pengoperasian lambang yang mengandung arti / makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak – pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi. (Yuwono, 1985) komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan dari pengirim informasi kepada penerima dan menimbulkan tingkah laku yang diinginkan dari penerima informasi. B. Pengertian Komunikasi Kesehatan Komunikasi kesehatan sama dengan komunikasi terapeutik. Terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Jadi komunikasi kesehatan adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi kesehatan biasanya dilakukan oleh perawat karena perawat yang mendampingi pasien 1 x 24 jam (lebih sering berinteraksi dengan pasien).

description

bab 2 komter

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi

Komunikasi berasal dari kata Latin “Comunicare” atau “COMMUNIS”

yang berarti “menjadikan milik bersama”. Kalau kita berkomunikasi dengan orang

lain, orang tersebut juga menjadi miliknya. Komunikasi adalah kegiatan pengop-

erasian lambang yang mengandung arti / makna yang perlu dipahami bersama

oleh pihak – pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi.

(Yuwono, 1985) komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang di-

inginkan dari pengirim informasi kepada penerima dan menimbulkan tingkah laku

yang diinginkan dari penerima informasi.

B. Pengertian Komunikasi Kesehatan

Komunikasi kesehatan sama dengan komunikasi terapeutik. Terapeutik

adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Jadi komunikasi

kesehatan adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu

penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi kesehatan biasanya dilakukan

oleh perawat karena perawat yang mendampingi pasien 1 x 24 jam (lebih sering

berinteraksi dengan pasien).

C. Tujuan Komunikasi Kesehatan

Dengan demikian perawat akan lebih mudah menjalin hubungan dengan

pasien sehingga lebih efektif dalam perawatan dan akan meningkakan profesi.

Tujuannya ialah :

a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan

serta pikirannya dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang

ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.

b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang

efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Page 2: BAB II

4

Selain tujuan juga adanya manfaat pada komunikasi kesehatan yakni :

1. Mendorong dan menganjurkan kerjsama antara perawat dengan pasien

melalui hubungan peraawat – klien.

2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah serta

mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

Kemudian supaya terjadi komunikasi yang baik syaratnya ialah :

1) Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi

maupun penerima pesan.

2) Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih

dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.

D. Perbedaan Komunikasi Kesehatan dengan Komunikasi Sosial

Menurut Purwanta (1994) perbedaannya adalah :

Komunikasi Terpeutik : Komunikasi Sosial :

1. Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya.

1. Terjadi setiap hari antar orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.

2. Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan.

2. Komunikas bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan.

3. Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada pasien dengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau memahami sehingga dapat mendorong pasaien untuk berbicara secara terbuka tentang dirinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya.

3. Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas sosial, dll.

4. Pembicara tidak mempunyai fokus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.5. Dapat direncanakan tetapi dapat juga tidak direncanakan.

E. Prinsip – prinsip Komunikasi Terapeutik

Page 3: BAB II

5

Menurut Carl Rogers (dalam Purwanta, 1994) :

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,

memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya

dan saling menghargai.

3. Perawat harus menyadari pentingny kebutuhan pasien baik fisik maupun

mental.

4. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas

berkembang tanpa rasa takut dan memiliki motivasi untuk mengubah

dirinya lebih baik.

5. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk

mengetahui dan mengatasi peraasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan

maupun frustasi.

6. Mampu menetukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan

konsistensinya.

7. Memahami arti empati

8. Kejujuran dan komunikasi terbuka

9. Mampu berperan sabagai role model agar menunjukkan dan meyakinkan

orang lain tentang kesehatan.

10. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain

secara manusiawi.

11. Berpegang pada etika keperawatan.

12. Bertanggung jawab dalam diri sendiri dan orang lain.

F. Sikap Komunikasi Terapeutik

a. Berhadapan.

Artinya saya siap untuk anda.

b. Mempertahankan kontak mata.

Berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap

berkomunikasi.

c. Membungkuk kearah pasien

Untuk menyatkan atau mendengarkan sesuatu

Page 4: BAB II

6

d. Memperlihatkan sikap terbuka

Tidak melipat kaki atau tangan.

e. Tetap rileks

Dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi

dalam memberi respon kepada pasien.

G. Teknik – Teknik Komunikasi Terapeutik

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.

Dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan, hindari tindakan yang tidak

perlu, anggukkan kepala jika klien membicarakan hal – hal yang penting

atau memerlukan umpan balik. Mendengar ada dua macam :

mendengarkan aktif (mendengarkan yang membutuhkan pengetahuan),

mendengarkan pasif (kegiatan mendengarkan dengan kegiatan non verbal

2. Menunjukkan Penerimaan

Bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan,

menghindari perdebatan, usaha untuk mengubah pikiran negatif klien.

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang

disampaikan klien.

4. Pertanyaan terbuka (Open – Ended Question)

Pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang luas sehingga pasien dapat

mengemukakan masalahnya, perasaannya dengan kata-kata sendiri.

5. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

6. Memfokuskan.

Untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan lebih spesifik

dan dimengerti.

7. Menyatakan hasil observasi.

Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal

klien.

8. Menawarkan informasi.

Perawat tidak dibenarkan memberikan nasihat kepada klien ketika

Page 5: BAB II

7

memberikan informasi.

9. Diam (Memelihara Ketenangan)

10. Meringkas (pengulangan ide utama telah dikomunikasikan secara singkat)

11. Memberikan penghargaan.

Teknik ini tidak pula dimasukkan untuk menyatakan bahwa yang ini bagus

dan yang sebaliknya buruk.

12. Menawarkan diri

13. Memberikan kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan dan

menguraikan persepsinya.

Perawat dapat menstimulusnya untuk mengambil inisiatif dan merasakan

bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

14. Menempatkan kejadian secara berurutan.

15. Refleksi

Perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien

mempunyai hak mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan , dan

memikirkan dirinya sendiri.

16. Assertive

Adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman

mengekspresikan pikiran dan pereasaan diri dengan tetap menghargai

orang lain.

17. Humor

Akan merangsang produksi katekolamin sehingga seseorang merasa sehat

dan hal iini akan meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi kecemasan

serta memfasilitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme.

Page 6: BAB II

8

H. Hubungan Terapeutik Perawat – Klien

Pengertian Hubungan timbal balik yang intim melibatkan pikiran, perasaan

dan sikap antara perawat dan klien.

a.       Hubungan sosial

Hubungan sosial bertujuan untuk bersahabat, sosial, kesenangan atau

menyelesaikan tugas. Kebutuhan bersama terpenuhi selama hubungan sosial

seperti berbagi ide, perasaan dan pengalaman. Keterampilan komunikasi meliputi

memberikan nasihat dan kadang-kadang memenuhi kebutuhan dasar, seperti

meminjam uang, dan membantu pekerjaan.

b.      Hubungan Intim

Terjadi antara individu yang mempunyai komitmen emosional antara satu

terhadap yang lain. Dalam hubungan ini seringkali mereka peduli tentang kebu-

tuhan untuk pertumbuhan dan kepuasan.

c.       Hubungan Terapeutik

Hubungan terapeutik berbeda dari hubungan di atas perawat memaksi-

malkan keterampilan komunikasi, pemahaman tingkah laku manusia dan kekuatan

pribadi untuk meningkatkan pertumbuhan klien. Fokus hubungan adalah pada ide

klien, pengalaman, dan perasaan klien.

Perawat dan klien mengidentifikasi area yang memerlukan eksplorasi dan

evaluasi secara periodik terhadap tingkat perubahan klien. Peran tidak akan

berubah dan hubungan tetap konsisten berfokus pada masalah klien.

Keterampilan komunikasi dan pengetahuan dari tahap dan fenomena yang

terjadi dalam hubungan terapeutik merupakan alat yang penting sekali dalam

pembentukan dan pemeliharaan hubungan, kebutuhan dari klien diidentifikasi dan

pendekatan alternatif penyelesaian masalah dibuat serta keterampilan koping baru

mungkin dikembangkan. (King cit. Varcarolis (1990))

Empat tindakan yang harus diambil antara perawat dan klien :

1)            Tindakan diawali oleh perawat

2)            Respon reaksi dari klien

3)            Interaksi di mana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan.

Page 7: BAB II

9

4)     Transaksi di mana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk menca-

pai tujuan hubungan.

Tahap-Tahap Hubungan Terapeutik, Dalam membina hubungan ter-

aputik (berinteraksi ), (Stuart dan Sundeen, dalam Christina dkk) :

1.  Fase PraInteraksi

a.       Evaluasi Diri

b.      Penetapan tahapan hubungan / interaksi

c.       Rencana tindakan

2. Fase Perkenalan/Orientasi

a)      Memberi salam

b)      Memperkenalkan diri perawat

c)      Menannyakan nama klien

d)     Menyepakati pertemuan (kontrak)

e)      Menghadapi kontrak

f)       Memulai percakapan awal

g)      Menyepakati masalah awal

h)      Mengakhiri perkenalan

3. Fase Orientasi

a. Memberi salam

b. Memvalidasi keadaan klien

c. Mengingat kontrak

4. Fase Kerja

a. Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya, perilakunya,

perasaannya, pikirannya.

b. Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara

mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi.

c. Melaksanakan terapi/teknikal keperawatan.

d. Melaksanakan pendidikan kesehatan

e. Melaksanakan kolaborasi.

f. Melaksanakan observasi dan monitoring.

Page 8: BAB II

10

5.  Fase Terminasi

a. Terminasi Sementara

a) Evaluasi hasil

b) Tindak lanjut

c) Kontrak yang akan dating

b. Terminasi Akhir

a) Evaluasi hasil

b) Tindak lanjut

c) Kontrakyang akan dating

I. Dimensi Respon

Dimensi respons yang harus dimiliki oleh perawat ada 4 :

1.    Kesejatian

Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri

kita yang sebenarnya. Kesejatian dipengaruhi oleh :

a. Kepercayaan diri

Orang yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mampu menunjukkan

kesejatiannya pada pada saat keadaan yang tidak nyaman dimana kesejatian yang

ditampilkan akan mengakibatkan resiko yang tertentu.

b. Persepsi terhadap orang lain.

Apabila seorang melihat orang lain meempunyai kekuatan yang lebih besar dan

menguasai kita akan mempengaruhi bagaimana kita akan menampilkan seperti

apa diri kita yang sebenarnya.

c. Lingkungan.

Lingkungan terdiri dari waktu dan tempat. Tempat dimana seseorang berada

dimuka publik (auditorium, panggung, dan lain-lain) akan mengakibatkan seseo-

rang merasa sulit untuk menunjukkan seperti apa dirinya yang sebenarnya. Wakyu

yang terbatas juga akan mengakibatkan seseorangtidak mampu menunjukkan

siapa dia yang sebenarnya.

Page 9: BAB II

11

Contoh :

Ada seseorang klien yang menyukai anda sebagai perawat di sebuah bangsal. Dia

menanyakan nomor telepon anda, sering memandang anda dengan mesra, dan

berusaha membuat kotak badan yang sering. Dia bahkan akan mengundang anda

untuk makan malam.

Sebagai perawat,

Pikiran anda            :  Saya harus memberikan pelayanan yang professional.

Perasaan anda        : Capek juga nih orang, sebenarnya saya juga suka, tapi … 

(terdapat   inkongruen antarapikiran dan perasaan).

Bagaimana anda menunjukkan kesejatian tanpa meninggalakan keprofesionalas

sebagai perawat ?

Contoh respons :

“yah … mungkin saya akan pergi dengan anda, … kita lihat saja nanti.

(Respons ini kurang tepat karena tidak ada kejelasan didalamnya akan maksud

dari perawat)

“Semua lelaki sama saja, … anda menangani perawat seperti bermain sesuatu. Di-

amlah tuan, … saya punya pekerjaan”. (Respon ini menunjukkan keagresifan per-

awat)

“saya senang menerima undangan anda setelah anda pulang dari rumah sakit.

Meskipun begitu, saat anda disini saya ingin membuat hubungan dimana saya

merasa member anda dank klien lain asuhan keperawatan yang terbaik. Saya ingin

menangani semua klien dengan sama karena saya piker tidaklah adil untuk me-

nunjukkan kefavoritan kepada anda. Dapatkah anda mengerti posisi saya ?” (Re-

spon kesejatian tanpa meninggalkan profesionalisme perawat)

2.    Empati

Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain,

bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut.

Page 10: BAB II

12

Beberapa aspek dari empati antara lain :

a.    Aspek Mental

Kemampuan melihat dunia orang lain dengan menggunakanparadigma orang lain

tersebut. Aspek mental juga berarti memahami orang tersebut serta memahami

orang tersebut secara emosional dan intelektual.

b.    Verbal

Kemampuan mengungkapkan secara verbal pemahaman terhadap perasaan dan

alasan reaksi emosi klien. Aspek verbal dalam menunjukkan memerlukan hal-hal :

1. Kekuratan ;

Merupakan ketetapan pengungkapan verbal terhadap perasaan atau masalah klien.

2. Kejelasan

Ungkapan empati harus jelas mengenai topik tertentu dan sesuai dengan apa yang

dirasakan orang yang kita beri empati.

3. Kealamiahan

Perawat menggunakan kata-kata sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain.

4. Mengecek

Fungsi dari mengecek adalah untuk mengetahui apakah response empatik yang

kita lakukan tersebut efektif.

c.    Aspek non verbal

Aspek non verbal yang diperlukan adalah kemampuan menunjukkan empati den-

gan kehangatan dan kesejatian.

1.    Kehangatan;

Kehangatan yang ditunjukkan secara non verbal antara lain :

a.    Kondisi muka;

o Dahi : rileks, tidak ada kerutan.

o Mata : kontak mata yang nyaman, gerakan mata natural.

o Mulut : rileks, tidak cemberut dan menggit bibir, tersenyum jika perlu, ra-

han rileks.

Page 11: BAB II

13

o Ekspresi : tampak rileks, tidak ada ketakutan, kekhawatiran, menunjukkan

perhatian dan ketertarikan.

b.    Kondisi postur/sikap.

o Tubuh               : Berhadapan, parallel dengan lawan bicara.

o Kepala             : Duduk atau berdiri dengan tinggi yang sama, mengang-

gukkan kepala jika perlu.

o Bahu                : Mudah digerakkan dan tidak tegang.

o Lengan            : Mudah digerakkan, tidak memegang kursi atau tembok.

o Tangan            : Tidak memegang atau menggenggam diantara keduanya,

tidak mengetuk-ngetuk pena/bermain dengan objek.

o Dada                :  Napas biasa, tidak nampak menelan.

o Kaki                 : Tampak nyaman, tidak menendang.

o Telapak kaki    : Tidak mengetuk.

Hal-hal yang dapat merusak kehangatan :

a) Melihat sekeliling pada sedang berkomunikasi dengan orang lain.

b) Mengetuk dengan jari.

c) Mundur tiba-tiba.

d) Tidak tersenyum.

Hambatan dalam menunjukkan kehangatan antara lain :

a) Terburu-buru.

b) Emosi berlebihan.

c) Shock/terkejut.

d) Penilaian tentang orang lain sehingga membuat kita menjadi mengalihkan

perhatian pada masalah kita sendiri.

2.    Kesejatian

Kesejatian merupakan kesamaan respons non verbal dan respons verbal serta

ketertarikan dan perhatian dengan lawan bicara.

Page 12: BAB II

14

3.  Respek/Hormat

Respek mempunyai pengertian perilaku yang menunjukkan kepedulian/perha-

tian, rasa suka, dan menghargai klien,. Perawat menghargai klien seorang yang

bernilai dan menerima klien tanpa syarat. (Stuart dan Sundeen, 1995).

Dengan respek maka perawat akan dapat mengakui kebutuhan orang lain untuk

dipenuhi, dimengerti dan dibantu dalam keterbatasan waktu yang dimiliki oleh

perawat.

Perilaku respek dapat ditunjukkan dengan (Smith, 1992)

o Melihat ke arah klien

o Memberikan perhatian yang tidak terbagi

o Memelihara kontak mata

o Senyum pada saat yang tidak tepat

o Bergerak kearah klien

o Menentukan sapaan yang disukai

o Jabat tangan atau sentuhan yang lembut

4. Konkret

Perawat menggunakan terminologi yang spesifik dan bukan abstrak pada saat

mendiskusikan dengan klien mengenai perasaan, pengalaman, dan tingkah

lakunya. Yang spesifik dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan klien

mengenai perasaan, pengalaman, dan tindak lakunya. Fungsi dari dimensi ini

adalah daapt mempertahankan respons perawat terhadap perasaan klien, penje-

lasan dengan akurat tentang masalah dan mendorong klien dan memikirkan

masalah yang spesifik.

Contoh :

Klien : “Aku tidak akan punya masalah jika orang-orang tidak meng-

gangguku.

Mereka  : “Membuat aku marah karena mereka tahu bahwa aku sangat

berperasaan         halus.”

Perawat  : “Siapa yang ingin membuat kamu marah ?”

Page 13: BAB II

15

Klien  : “Keluargaku. Orang berpikir berada dalam keluarga besar meru-

pakan berkah. Itu adalah kutukan.”

Perawat : “Apakah kamu dapat memberi saya contoh dari seseorang yang

membuatku marah di rumah?”

J. Dimensi Tindakan

1.      Konfrontasi

Pengertian konfrontasi adalah proses interpersonal yang digunakan

oleh perawat untuk memfasilitasi, memodifikasi dan perluasan dari gam-

baran diri orang lain (Smith [1992] dikutip Intan [2005]).

Tujuan dari konfrontasi yang dilakukan adalah agar orang lain sadar

adanya ketidaksesuaiaan pada dirinya dalam hal perasaan, tingkah laku,

dan kepercayaan (Stuart dan Sundeen, 1995).

Dua bagian konfrontasi (Smith [1992] dikutip Intan[2005])

1) Membuat orang lain sadar terhadap perilaku yang tidak produktif/

merusak.

2) Membuat pertimbangan tentang bagaimana dia bertingkah laku yang  pro-

duktif dengan jelas dan konstruktif.

Konfrontasi paling tepat dilakukan apabila :

a. Tingkah lakunya tidak produktif

b. Tingkah lakunya tidak merusak

c. Ketika mereka melanggar hak kita/ hak orang lain

Faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan konfrontasi menurut Stuart

dan Laraia(2001) adalah :

a) Tingkat hubungan saling percaya

b) Waktu

c) Tingkat stress klien

d) Kekuatan mekanisme pertahanan diri klien

e) Pengamatan klien tentang perlunya jarak atau kedekatan

f) Tingkat kemarahan klien dan tingkat toleransi klien untuk mendengarkan

persepsi orang lain.

Page 14: BAB II

16

Kategori konfrontasi menurut Stuart dan Sundeen (1995) antara lain :

a.    Ketidaksesuaiaan antara ekspresi klien terhadap dirinya (konsep diri) dan apa

yang dia inginkan(ideal diri)

b.    Ketidaksesuaiaan antara ekspresi verbal dan perilaku

c.   Ketidaksesuaiaan antara ekspresi pengalaman klien tentang dirinya dan pen-

galaman perawat tentang klien

Level konfrontasi dalam hubungan terapeutik

a.    Fase perkenalan        : rendah

b.    Fase kerja                  : tinggi

c.    Fase terminasi           : rendah

Cara melakukan konfrontasi adalah sebagai berikut :

a.    Clarify           : membuat sesuatu lebih jelas untuk dimengerti

b.    Articulate      : dengan mengekspresikan opini diri sendiri dengan kata-

kata yang jelas.

c.    Reques (permintaan)

d.   Encourage     : memberikan support, harapa, kepercayaan  

Contoh :

Rumah kost anda sangat berantakan. Teman sekamar andameletakkan baju

sembarangan, buku-buku sering berserakan di lantai, meskipun teman anda bi-

asanya  membersihkankamar setiap 2 minggu sekali dia kembali pada kebiasaan-

nya diatas. Anda meras atidak nyaman dan bahkan ragu-ragu untuk mengundang

teman anda dating ketempat kost anda.

Bagaimana anda seharusnya melakukan konfrontasi terhadap teman anda?

“Kamu telah meletakkan baju di atas tempat tidur, dan semua buku-bukumu

berserakan di lantai”. (clarify)

“Saya merasa tidak nyaman dikarenakan kamu membuat kamar kitajadi beran-

takan tidak karuan” (Articulate)

“Saya lebih suka kamu menyimpan barang pribadimu di tempatmu atau di lemari”

(Request)

Page 15: BAB II

17

“Dengan jalan itu akan terdapat jalan yang luas untuk kita di kamar ini dan saya

akan merasa bebas untuk mengundang teman tanpa merasa khawatir karena kamar

kita berantakan” (Encourage)

2.      Kesegeraan

Kesegaraan mempunyai konotasi sebagai sensivitas perawat pada perasaan

klien dan kesediaan untuk mengatasi perasaan dari pada mengacuhkannya (Stuart

dan Sundeen, 1995)

Berespon dengan kesegeraan berarti berespon pada apa yang terjadi antara

perawat dan   klien saat itu dan di tempat itu. Karena dimensi ini mungkin meli-

batkan perasaan dari klien terhadap perawat, kesegeraan ini dapat menjadi suatu

hal yang sulit untuk dicapai (Wilson dan Kneisl, 1983).

Contoh :

Pasien                     : “Staf disini tidak peduli pada kliennya, mereka menangani

kita seperti anak-anak dan buka orang dewasa”.

Perawat        : “Saya heran mengapa kamu merasa bahwa kami tidak memperdu-

likan atau mungkin kami yang tidak mengerti pendapatmu?”.

3.      Membuka diri

Membuka diri adalah membuat orang lain tahutentang pikiran, perasaan, dan

pengalaman pribadi kita (Smith, 1992). Membuka diri dapat dilakukan dengan :

a.       Mendengar ; mendengar yang dilakukan disini dimaksudkan mengerti dan bukan

untuk menjawab

b.      Empati

c.       Membuka diri

d.      Mengecek

Contoh :

Seorang klien berkata, “ minggu lalu saya merasa sangat takut, ketika suami saya

baru pulang dari rumah sakit. Dia mulai batuk, dan wajahnya memerah. Kemu-

dian dia mengalami nyeri dada. Saya pikir dia akan meninggal. Untunglah saya

Page 16: BAB II

18

melihat nitrogliserin di dalam lemari. Saya segera memberikan kepadanya dan be-

rangsur-angsur tenang. Nyerinya hilang. untunglah”.

Contoh membuka diri :

Wanita ini ingin mendengar pesan dari anda sehubungan dengan pengalamannya

(mendengar). “Saya dapat menduga betapa takutnya anda Karena serangan jan-

tung tersebut. Bahkan mungkin lebih menakutkan lagi karena anda dirumah tanpa

alat-alat emergency. Betapa senangnya ketika nitrogliserin itu bekerja (empati).

…. Ayah saya mengalami nyeri yang sangat hebat juga. Saya juga mengalami ke-

cemasan yang sangat menakutkan. Ketika saya mengharapkan nitrogliserin akan

bekerja, saat itu saya merasa putus asa dan tak punya harapan (membuka diri).

Apakah kamu merasakan hal yang sama minggu lalu? (cek) ”.

4.      Emosional Katartis

Kegiatan terjadi pada saat klien didorong untuk membicarakan hal- hal yang

sangt mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik (Stuart dan sundeen,

1995).

Pemaksaan emosional katarsis yang dilakukan akan menyebabkan klien akan

menjadi panik dimana klien bertahan dan tidak mempunyai alternative mekanisme

koping yang cukup. Di sini perlu pengkajian dan kesiapan klien untuk

mendiskusikan masalahnya. Jika klien sulit mengungkapkan perasaannya, perawat

perlu membantu mengekspresikan perasaan klien. Misalnya dengan cara : “hal itu

membuatmu merasa bagaimana? ”

Contoh dialog :

Perawat     : “Apa yang dulu kamu rasakan saat bosmu mengoreksi di depan

banyak orang?”

Klien         : “Ya, aku mengerti bahwa dia perlu meluruskanku, dan dia orang den-

gan tipe pemarah”

Perawat   : “Sepertinya kamu bertahan terhadap perilakunya, saya takjub dengan

apa yang kamu rasakan saat itu.”

Page 17: BAB II

19

Klien         : “Uh…sebel. Saya kira …. (diam)”

Perawat     : “Hal itu mebuatku marah jika trjadi padaku”

Klien         : “ Ya, saya juga. Tapi kamu tidak dapat membiarkan hal ini, kamu

tahu. Kamu harus merahasiakan semu ini karena ada orang banyak. Tapi dia dapat

membiarkan ini terjadi. Oh, …. Tentu dia dapat membicarakan aku semaunya, dan

aku ingin dia tahu apa yang aku rasakan. ”      

5.      Bermain peran

Yang dimaksud bermain peran adalah tindakan untuk membangkitkan situasi

tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam hubungan manusia dan

memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut pandang lain dan

juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi baru dalam lingkungan

yang aman (Stuart dan Sundeen , 1995)

Bermain peran digunakan untuk melatih kemampuan unpan balik konstruktif

dengan lingkungan yang mendukung dan tidak mengancam ( Schultz dan Vide-

beck , 1998)

Bermain peran terdiri dari beberapa tahap (Stuart dan Sundeen , 1995)

1.         Mendefenisikan masalah

2.         Menciptakan kesiapan untuk bermain peran

3.         Menciptakan situasi

4.         Membuat karakter

5.         Penjelasan dan pemanasan

6.         Pelaksan memerankan suatu peran

7.         Berhenti

8.         Analisis dan diskusi

9.         Evaluasi

K. Kebuntuan Terapeutik

1. Pengertian

Kebuntuan teraputik adalah hambatan kemajuan hubungan antara perawat dan

klien dimana hambatan itu terjadi baik dari klien maupun dari perawat sendiri.

Page 18: BAB II

20

a. Resistens

Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena fase

ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah (Stuart dan Sundeen dalam

Intan, 2005) :

Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen, 1995).

a.       Supresi dan represi informasi yang terkait.

b.      Intensifikasi gejala

b.      Evaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan    tentang masa depan.

c.       Dorongan untuk sehat

d.      Hambatan intelektual

e.       Pembicaraan yang bersifat permukaan/dangkal

f.       penghayatan intelektual

g.      muak terhadap normalitas

h.      reaksi tranference

i.        perilaku amuk atau tidak rasional

b. Transference

Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reaksi bermusuhan dan tergan-

tung. Reaksi transference bermusuhan.

Contoh :

Klien yang dirawat di rumah sakit karena dbd, tanpa sebab yang jelas klien

marah-marah kepada perawat, setelah dikaji ternyata perawat mirip dengan man-

tan pacarnya yang pernah menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami

perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh ke-

hidupan yang lalu.

Contoh reaksi transference : Tergantung

Seorang klien dirawat oleh seorang perawat, perawat itu mempunyai wajah dan

suara mirip ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus di-

lakukan selalu meminta perawat yang melakukannya.

Page 19: BAB II

21

c. Kontertransference

Kontertransference merupakan kebutuan terapeutik yang dibuat oleh perawat.

Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.

Beberapa bentuk kontertransference (Stuart dan Sundeen, dalam Intan, 2005) :

1. Ketidakmampuan untuk berempati terhadap klien dalam area masalah ter-

tentu.

2. Menekan perasaan selama / sesudah sesi.

3. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlam-

bat, atau melampau waktu yang telah ditentukan.

4. Mengantuk selama sesi.

5. Perasaan marah/tidak sabar karena ketidakinginan klien untuk berubah.

6. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian / afeksi klien.

7. Berdebat dengan klien.

8. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal, tidak berhubungan den-

gan tujuan keperawatan.

9. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat, personal dan sosial.

10. Melamunkan atau memikirkan klien.

11. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.

12. Perasaan cemas, gelisah atau perasaan bersalah terhadap klien.

13. Kecenderungan untuk memusatkan secara berulang, hanya pada satu as-

pek.

14. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.

Reaksi kontertransference :

1. Reaksi yangat mencintai “caring”

2. Reaksi sangat bermusuhan

3. Reaksi sangat cemas, seringkali digunakan sebagai resopons terhadap re-

sistensi

Page 20: BAB II

22

5 cara mengidentifikasi terjadinya kontertransference  (Stuart G.W dalam

Suryani, 2006).

1)      Perawat harus mempunyai standar yang sama terhadap dirinya sendiri atas apa

yang diharapkan kepada kliennya.

2)      Perawat harus dapat menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan,

terutama ketika klien menentang/mengeritik.

3)      Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.

4)      Ketika kontertransference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk men-

gontrolnya.

5)      Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam mengatasi kontertransference,

pengawasan secara inidividu maupun kelompok dapat lebih membantu.

d. Bondary Violation

Batas hubungan perawat klien adalah bahwa hubungan yang dibina adalah

hubungan terapeutik, dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan

klien berperan sebagai yang ditolong. Baik perawat maupun klien harus

menyadari batas tersebut (Suryani, 2006). Beberapa batas hubunga perawat den-

gan klien :

a.         Batas peran

b.         Batas waktu

c.         Batas tempat dan ruang

d.        Batas uang

e.         Batas pemberian hadiah dan pelayanan

f.          Batas pakaian

g.         Batas bahasa

h.         Batas pengungkapan diri secara personal

i.           Batas kontak fisik

Contoh bentuk pelanggaran batas, yaitu :

a.    Klien mangajak perawat makan siang / malam diluar.

b.    Klien mengenalkan perawat kepada anggota keluarganya.

c.    Perawat menerima pemberian hadiah dari bisnis klien.

Page 21: BAB II

23

d.   Perawat menghadiri acara-acara sosial.

e.    Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.

f.     Perawat menjalankan bisnis dari klien.

g.    Perawat secara teratur memberikan informasi personal kepada klien.

h.    Hubungan profesional berubah menjadi hubungan personal

e. Mengatasi kebuntuan terapeutik

a) Perawat harus mengetahui pengetahuan tentang kebuntuan terapeutik dan

mengenali perilaku tersebut.

b) Klarifikasi dan refleksi perasaan

c) Gali latar belakang perawat – klien

d) Bertanggung jawab terhadap terapeutik dan dampak negatif proses ter-

apeutik.

e) Tinjau kembali hubungan, area kebutuhan      dan masalah klien.

f) Bina kembali kerjasama Perawat-klien yang   konsisten. 

Page 22: BAB II

24

L. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi setiap unsur komunikasi baik bersifat

positif maupun negatif. Faktor tersebut yaitu :

a)      Kredibilitas

Kredibiilitas terdapat dan berpengaruh pada sumber (komunukator) dalam keber-

hasilan proses komunikasi , karena hal ini mempengaruhi tingkat kepercayaan

sasaran terhadap pesan yang disampaikan.

b)      Isi Pesan

Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi kebu-

tuhan klien atau yang dapat memecahkan masalah klien.

c)      Kesesuain dengan Kepentingan Sasaran

Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran. Karena

itu dalam berkomunikasi dengan klien perawat harus memahami terlebih dahulu

permasalahan klien.

d)     Kejelasan

Pesan yang tidak jelas akan membuat sasaran bingung sehingga tidak terjadi pe-

rubahan perilaku dan klien tidak melakukan pesan yang diberikan oleh perawat.

e)      Kesinambungan dan Konsistensi

Agar pesan yang disampaikan bisa konsisten dan brkesinambungan, seorang per-

awat perlu membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan intervensi

atau berkomunikasi dengan klien. Disamping itu perlu adanya pemahaman yang

sama antara tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim agar informasi yang

diberikan kepada klien sama atau konsisten agar terjadi perubahan perilaku klien.

f)       Saluran

Saluran terdapat dan berperan pada media. Media yang digunakan harus dis-

esuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan. Pemilihan media yang tepat dapat

meningkatkan pemahaman klien sehingga perubahan yang diharapkan dapat terca-

pai.

g)      Kapabilitas Sasaran

Kapabilitas sasaran terdapat pada komunikan dalam menyampaikan pesan, komu-

nikator harus memeperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan

Page 23: BAB II

25

yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial ekonomi, sosial budaya dan se-

bagainya.

Selain faktor-faktor diatas, faktor lain yang mempengaruhi komunikasi adalah :

Faktor psikologis

seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian dan konsep diri.

Faktor Sosial

Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan dan peran

sosial.

Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan

Menurut Perry dan Potter (1987), beberapa faktor yang mempengaruhi  jalannya

pengiriman dan penerimaan pesan (komunikasi) dalam pelayanan keperawatan

antara lain:

a)      Persepsi

Merupakan cara seseorang menyerap tentang sesuatu yang terjadi di sekelil-

ingnya. Pada umumnya terkait dengan fungsi pancaindra manusia yang mencakup

proses penyerapan rangsangan yang diorganisasikan dan diinterpretasikan dalam

otak kemudian dijadikan persepsi. Persepsi juga merupakan kerangka tujuan yang

diharapkan dan hasil setelah mengobservasi lingkungan.

b)      Nilai

Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang yang sangat dekat dengan masalah

etika. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan perawat atau kolega lainnya

mungkin terfokus pada bahassan tentang upaya peningkatan dalan memberikan

pertolongan tentang masalah kesehatan. Sedangkan, komunikasi dengan klien

hendaknya lebih mengarah pada memberikan support dan dukungan nasehat

dalam rangka mengatasi masalah klien.

c)      Emosi

Emosi adalah subyektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi disekelil-

ingnya.Kekuatan emosi seorang dipengaruhi oleh bagaimana kemampuan atau ke-

sanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain.Komunikasi akan

berjalan dengan lancar dan efektif apabila perawat dapat mengelola dengan

Page 24: BAB II

26

emosinya.Kemampuan profesional seseorang dapat diketahui dari emosinya dan

menjadi ukuran awal seseorang dalam merasakan,bersikap dan menjalankan

hubungan dengan klien.

d)     Latar Belakang Sosial Budaya.

Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun paling tidak dijadikan pegangan

bagi perawat dalam bertutur kata,bersikap dalam berkomunikasi dalam klien.

e)      Pengetahuan

Pengetahuan merupakan produk atau hasil dari perkembangan pendidikan. Per-

awat diharapkan dapat berkomunikasi dari berbagai tingkat pengetahuan yang

dimiliki klien. Dengan demikian perawat dituntut mempunyai pengetahuan yang

cukup tentang pertumbuhan dan perkembangan klien.

f)       Peran dan Hubungan

Dalam berkomunikasi akan sangat baik bila mengenal dengan siapa dia kasi. Ke-

majuan hubungan perawat dan klien adalah bila hubungan tersebut saling men-

guntungkan dalam menjalin ide dan perasaannya. Komunikasi efektif bila partisi-

pan mempunyai efek dan dampak positif dalam menjalin hubungan sesuai dengan

perannya masing-masing.

g)      Kondisi Lingkungan

Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat komunikasi berlangsung.

Lingkungan yang kacau akan dapat merusak pesan yang dikirim oleh kedua pihak.

Seorang perawat mempunyai wewenang untuk mengontrol kondisi lingkungan

ketika klien datang. Perawat harus dengan tenang dan jelas dalam memberikan in-

formasi kepada klien atau keluarganya.