BAB II

48
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Sirkulasi Darah Pembuluh darah merupakan sistem saluran tertutup yang membawa darah dari jantung ke jaringan dan kembali ke jantung. Sirkulasi paru terdiri dari lengkung tertutup pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan paru, sedangkan sirkulasi sistemik terdiri dari pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan sistem organ (Sherwood, 2008). Sejumlah cairan interstisial masuk ke pembuluh limfe dan berjalan melalui pembuluh ini ke sistem vaskular. Darah mengalir melalui pembuluh terutama karena gerakan maju yang diberikan kepadanya oleh pemompaan jantung, meskipun pada sirkulasi sistemik, recoil diastolik dinding arteri, tekanan pada vena oleh otot rangka selama berolahraga, dan tekanan negatif dalam rongga dada selama inspirasi juga menggerakkan darah ke depan. Tahanan terhadap aliran sedikit bergantung pada viskositas darah tetapi sebagian besar bergantung pada diameter pembuluh darah, 7

description

sirkulasi darah

Transcript of BAB II

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Fisiologi Sirkulasi DarahPembuluh darah merupakan sistem saluran tertutup yang membawa darah dari jantung ke jaringan dan kembali ke jantung. Sirkulasi paru terdiri dari lengkung tertutup pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan paru, sedangkan sirkulasi sistemik terdiri dari pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan sistem organ (Sherwood, 2008). Sejumlah cairan interstisial masuk ke pembuluh limfe dan berjalan melalui pembuluh ini ke sistem vaskular. Darah mengalir melalui pembuluh terutama karena gerakan maju yang diberikan kepadanya oleh pemompaan jantung, meskipun pada sirkulasi sistemik, recoil diastolik dinding arteri, tekanan pada vena oleh otot rangka selama berolahraga, dan tekanan negatif dalam rongga dada selama inspirasi juga menggerakkan darah ke depan. Tahanan terhadap aliran sedikit bergantung pada viskositas darah tetapi sebagian besar bergantung pada diameter pembuluh darah, terutama arteriol. Seluruh darah mengalir melalui paru, tetapi sirkulasi sistemik terdiri atas beragam sirkuit yang terdapat dalam susunan paralel. Susunan ini menimbulkan banyak variasi dalam aliran darah regional tanpa mengubah aliran sistemik total (Ganong, 2008).

Gambar 1. Sirkulasi Paru dan Sistemik dalam hubungannya dengan jantung. (Sumber: Sherwood, 2012)

2.1.1Fungsi Pembuluh DarahSebagian besar sel tubuh tidak berkontak langsung dengan lingkungan eksternal, namun sel-sel ini harus melakukan pertukaran dengan lingkungan, misalnya menyerap O2 dan nutrien dan membuang zat-zat sisa. Selain itu, zat-zat perantara kimiawi harus diangkut antara sel-sel agar aktivitas terintegrasi dapat berlangsung. Untuk melaksanakan pertukaran jarak jauh ini, sel-sel dihubungkan satu sama lain dan dengan lingkungan eksternal oleh pembuluh darah. Darah diangkut ke semua bagian tubuh melalui suatu sistem pembuluh yang membawa pasokan segar ke sel sekaligus mengeluarkan zat-zat sisa sel tersebut.Semua darah yang dipompa oleh sisi kanan jantung mengalir ke paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2. Darah yang dipompa oleh sisi kiri jantung dibagi-bagi dalam berbagai perbandingan ke organ-organ sistemik melalui pembuluh-pembuluh yang tersusun paralel dan bercabang dari aorta.

Gambar 2. Distribusi Curah Jantung saat Istirahat. Paru menerima semua darah yang dipompa ke luar oleh sisi kanan jantung, sedangkan organ-organ sistemik masing-masing menerima sebagian dari darah yang dipompa oleh sisi kiri jantung. Persentase darah yang diterima oleh berbagai organ dalam keadaan istirahat diperlihatkan oleh angka-angka. Distribusi curah jantung ini dapat disesuaikan mengikuti keadaan. (Sumber: Sherwood, 2012)

Susunan ini memastikan bahwa semua organ menerima darah dengan komposisi yang sama; yaitu, sebuah organ tidak menerima darah sisa yang telah melintasi organ lain. Karena susunan paralel ini, aliran darah melalui setiap organ sistemik dapat disesuaikan secara independen tanpa secara langsung mempengaruhi aliran darah yang melewati organ lain (Sherwood, 2008)Darah secara terus menerus diperbarui sehingga komposisinya relatif konstan walaupun pasokan nutrien atau O2nya terus menerus diserap oleh jaringan untuk menunjang aktivitas metabolik dan terus menerus mendapat tambahan zat sisa dari jaringan. Organ-organ yang memperbaharui darah dalam keadaan normal, pada pokoknya, menerima lebih banyak darah daripada yang diperlukan unruk memenuhi kebutuhan metabolik dasar, sehingga organ-organ itu dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian homeostatik pada darah. Persentase yang cukup besar dari curah jantung dialirkan ke saluran pencernaan (untuk menyerap pasokan nutrien), ke ginjal (untuk membuang zat-zat sisa dan menyesuaikan komposisi air dan elektrolit), dan ke kulit (untuk mengeluarkan panas). Aliran darah ke organ-organ lain hanya untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan dan dapat disesuaikan dengan tingkat aktivitas organ-organ tersebut. Sebagai contoh, sewaktu berolahraga, tambahan darah diberikan ke otot-otot yang aktif untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metaboliknya.Karena menerima darah yang melebihi kebutuhan, organ-organ yang diperbaharui dapat menghadapi kekurangan sementara aliran darah dibandingkan dengan organ lain yang tidak mendapat tambahan pasokan darah tersebut. Otak akan mengalami kerusakan permanen apabila kekurangan darah walaupun hanya sesaat. Kerusakan otak permanen terjadi hanya setelah empat menit kekurangan O2. Dengan demikian, prioritas utama dalam fungsi keseluruhan sistem sirkulasi adalah penyaluran konstan darah ke otak, yaitu organ yang paling tidak toleran terhadap gangguan aliran darah. Pasokan darah yang adekuat ke otak juga merupakan keharusan karena organ ini tidak memiliki perangkat enzim untuk menunjang kebutuhan metabolisme secara anaerobik. Sebaliknya, organ-organ pencernaan, ginjal, dan kulit dapat mentoleransi penurunan aliran darah untuk jangka waktu yang relatif lama. Sebagai contoh, selama berolahraga, sebagian darah yang secara normal mengalir ke organ-organ pencernaan dan ginjal dialihkan ke otot-otot rangka. Demikian juga, darah yang mengalir ke kulit sangat berkurang selama tubuh terpajan ke lingkungan yang dingin untuk menahan panas tubuh (Sherwood, 2008).2.1.2Mekanisme Sirkulasi DarahSirkulasi sistemik dan paru masing-masing terdiri dari sistem pembuluh yang tertutup. Arteri yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan, bercabang-cabang menjadi suatu pohon pembuluh-pembuluh darah yang semakin kecil, dengan berbagai cabang menyalurkan darah ke berbagai bagian tubuh. Sewaktu suatu arteri kecil mencapai organ yang diperdarahinya, arteri tersebut bercabang-cabang menjadi banyak arteriol. Di dalam organ, arteriol bercabang-cabang lagi menjadi kapiler, pembuluh terkecil, tempat semua pertukaran antara darah dan sel-sel di sekitarnya terjadi. Pertukaran di kapiler merupakan tujuan akhir dari sistem sirkulasi, semua aktivitas lain dari sistem ini diarahkan untuk memastikan distribusi adekuat darah segar ke kapiler untuk pertukaran dengan semua sel. Kapiler-kapiler kembali menyatu untuk membentuk venula kecil, yang terus bergabung membentuk vena kecil yang keluar dari organ. Vena-vena kecil secara progresif bersatu untuk membentuk vena yang lebih besar yang akhirnya mengalirkan darah ke jantung. Arteriol, kapiler, dan venula secara kolektif disebut sebagai mikrosirkulasi karena pembuluh-pembuluh tersebut hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop.Kontraksi jantung menimbulkan tekanan terhadap darah, tetapi karena adanya friksi (resistensi), tekanan berkurang sewaktu darah mengalir melalui suatu pembuluh. Karena tekanan semakin turun di sepanjang pembuluh, tekanan akan lebih tinggi di permulaan daripada di akhir pembuluh. Hal ini membentuk suatu gradien tekanan untuk mengalirnya darah melalui pembuluh tersebut. Semakin besar gradien tekanan yang terdorong darah melintasi suatu pembuluh, semakin besar laju aliran darah melalui pembuluh tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran melalui suatu pembuluh adalah resistensi, yaitu ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi (gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh yang stasioner (Sherwood, 2001). Seiring dengan peningkatan resistensi terhadap aliran, darah akan semakin sulit melintasi pembuluh, sehingga aliran berkurang. Apabila resistensi meningkat, gradien tekanan harus meningkat setara agar laju aliran tidak berubah. Dengan demikian, apabila pembuluh memberikan resistensi yang lebih besar terhadap aliran darah, jantung harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi agar adekuat.Resistensi terhadap aliran darah bergantung pada tiga faktor; (1) viskositas (kekentalan) darah, (2) panjang pembuluh, dan (3) jari-jari pembuluh, yaitu faktor terpenting. Viskositas mengacu kepada friksi yang timbul antara molekul suatu cairan sewaktu mereka bergesekan satu sama lain selama cairan mengalir. Semakin besar viskositas, semakin besar resistensi terhadap aliran. Viskositas darah ditentukan oleh dua faktor, konsentrasi protein plasma dan yang lebih penting, jumlah sel darah merah yang beredar (Sherwood, 2008).

ArteriArteri berfungsi sebagai jalur cepat untuk menyampaikan darah dari jantung ke jaringan dan berfungsi sebagai reservoir tekanan untuk menghasilkan gaya pendorong bagi darah sewaktu jantung mengalami relaksasi. Jantung secara bergantian berkontraksi untuk memompa darah ke dalam arteri dan berelaksasi untuk menerima pemasukan darah dari vena. Semua pembuluh dilapisi oleh satu lapisan sel endotel gepeng halus yang bersambungan dengan lapisan endokardium jantung. Lapisan endotel arteri dikelilingi oleh suatu dinding tebal yang mengandung otot polos dan dua jenis jaringan ikat dalam jumlah besar; serat kolagen, yang menghasilkan daya rentang (tensile strength) terhadap tekanan tinggi darah yang disemprotkan dari jantung, dan serat elastin, yang memberi dinding arteri elastisitas sehingga arteri dapat berperilaku seperti balon (Sherwood, 2008).Pada saat darah dipompa ke dalam arteri-aretri saat sistol ventrikel, volume darah yang memasuk arteri dari jantung lebih besar daripada volume darah yang meninggalkan arteri untuk mengalir ke pembuluh-pembuluh yang lebih kecil di hilir, karena pembuluh-pembuluh kecil tersebut memiliki resistensi terhadap aliran yang lebih besar. Sifat elastis menyebabkan arteri dapat membesar/mengembang untuk secara sementara menampung kelebihan volume darah ini dan menyimpan sebagian energi tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung di dinding yang teregang. Ketika jantung melemas dan berhenti memompa darah ke dalam arteri, dinding arteri yang teregang secara pasif kembali ke bentuknya semula (recoil).

Gambar 3. Serat Elastin di Arteri. Mikrograf cahaya sebagian dinding aorta dalam potongan melintang, memperlihatkan banyak serat elastin bergelombang yang ditemukan di semua arteri. (Sumber: Sherwood, 2012)

Tekanan darah, gaya yang dibutuhkan oleh darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance, atau daya regang (distensibility), dinding pembuluh yang bersangkutan (Sherwood, 2008). Apabila volume darah yang masuk arteri sama dengan volume darah yang meninggalkan arteri selama periode yang sama, tekanan darah arteri akan konstan. Selama sistol ventrikel, volume sekuncup darah masuk arteri-arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga darah dari jumlah tersebut yang meninggalkan arteri untuk masuk ke arteriol-arteriol. Selama diastol, tidak ada darah yang masuk ke dalam arteri-arteri, terdorong oleh recoil elastik. Tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk ke dalam arteri selama sistol, atau tekanan sistolik, rata-rata adalah 120 mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir ke luar ke pembuluh di hilir selama diastol, yakni tekanan diastolik, rata-rata 80 mmHg. Tekanan arteri tidak turun menjadi 0 mmHg karena timbul kontraksi jantung berikutnya dan mengisi kembali arteri sebelum semua darah keluar. ArteriolTidak seperti arteri, dinding arteriol hanya sedikit mengandung jaringan ikat elastik. Namun, pembuluh ini memiliki lapisan otot polos yang tebal yang banyak dipersarafi oleh serat saraf simpatis. Lapisan otot polos berjalan sirkuler mengelilingi arteriol, sehingga apabila berkontraksi, lingkaran pembuluh menjadi lebih kecil, dengan demikian resistensi meningkat dan aliran melalui pembuluh berkurang (vasokonstriksi).

2.2Fisiologi OtotSel otot, seperti juga neuron, dapat dirangsang secara kimiawi, listrik dan mekanik untuk menghasilkan potensial aksi yang dihantarkan di sepanjang membran selnya. Berbeda dengan neuron, otot memiliki mekanisme kontraktil yang diaktifkan oleh potensial aksi. Protein kontraktil aktin dan miosin, yang menghasilkan kontraksi, terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di otot. Protein-protein ini ditemukan di berbagai sel, miosin dan aktin membentuk salah satu motor/penggerak molekular yang mengubah energi hasil hidrolisis ATP menjadi gerakan komponen sel terhadap komponen lain.Otot secara umum dibagi atas 3 jenis, yaitu otot rangka, otot jantung, dan otot polos. Otot rangka merupakan massa besar yang menyusun jaringan otot somatik. Otot ini memiliki gambaran serat-lintang yang sangat jelas, biasanya tidak berkontraksi tanpa rangsangan dari saraf, tidak memiliki hubungan anatomik dan fungsional di antara serabut ototnya, dan umumnya di bawah kendali volunter. Otot jantung juga berpola serat-lintang, tetapi membentuk sinsitium fungsional serta berkontraksi secara ritmik walaupun tanpa persarafan eksternal, karena memiliki sel-sel pemacu (peacemaker) di miokardium yang mencetuskan impuls spontan. Otot polos tidak memperlihatkan gambaran serat-lintang. Jenis otot ini ditemukan di hampir semua organ visera yang berongga, membentuk sinsitium fungsional, dan memiliki sel pemacu yang melepaskan impuls secara tidak teratur. Jenis otot yang ada di mata dan beberapa tempat lain tidak aktif secara spontan dan menyerupai otot rangka (Ganong, 2008)

2.2.1 Struktur Otot Sebuah sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, berukuran relatif besar, memanjang, dan berbentuk seperti silinder dengan garis tengah berukuran dari 10 sampai 100 mikrometer ( 1 = sepersejuta meter) dan panjang sampai 750.000 atau 2,5 kaki. Ciri struktural yang paling menonjol pada serat otot rangka adalah adanya banyak miofibril. Setiap miofibril terdiri dari susunan teratur unsur-unsur sitoskeleton yang sangat terorganisasi. Filamen tebal merupakan susunan khusus dari protein miosin, sedangkan filamen tipis dibentuk oleh protein aktin.Dibawah mikroskop cahaya, sebuah miofibril yang berada dalam keadaan relaksasi memperlihatkan pita-pita gelap (pita A) dan terang (pita I) berganti-ganti. Pita A terdiri dari tumpukan filamen tebal bersama dengan bagian dari filamen tipis yang tumpang tindih di kedua ujung filamen tebal. Filamen tebal hanya ditemukan di pita A dan terentang di seluruh lebarnya. Daerah yang lebih terang di dalam bagian tengah pita A, tempat filamen-filamen tipis tidak bertemu, dikenal sebagai zona H. Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menonjol ke pita A (Sherwood, 2008). Dengan demikian, pita I hanya berisi filamen tipis tetapi tidak seluruh panjang filamen tersebut.Dibagian tengah setiap pita I yang memadat terlihat sebuah garis Z vertikal. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer. Sarkomer adalah komponen terkecil suatu serat otot yang mampu berkontraksi. Selama pertumbuhan, otot mengalami peningkatan panjangnya karena penambahan sarkomer, bukan karena peningkatan ukuran sarkomer. Pada otot polos tidak memperlihatkan gambaran serat-lintang. Otot ini memiliki aktin dan miosin-II yang bergeser satu sama lain untuk menghasilkan kontraksi. Akan tetapi, filamen-filamen itu tidak tertata dalam susunan yang teratur, seperti pada otot rangka dan jantung, sehingga tidak memperlihatkan gambaran serat lintang. Garis Z digantikan oleh badan padat (dense bodies) yang terdapat di sitoplasma dan melekat ke membran sel, dan badan-badan ini berikatan ke filamen aktin melalui aktinin-. Otot polos juga mengandung tropomiosin, namun tidak memiliki troponin. Isoform aktin dan miosin otot polos berbeda dengan otot rangka. Di dalam otot polos terdapat retikulum sarkoplasma, tetapi berkembang dengan baik. Secara umum, otot polos mempunyai sedikit mitokondria dan sangat bergantung pada proses glikolisis untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya (Ganong, 2008). Potensial membran tidak mempunyai nilai potensial istirahat yang sebenarnya, yaitu relatif rendah saat jaringan tersebut aktif dan lebih tinggi bila dihambat, sehingga menjadi tidak stabil.

Gambar 4. Tingkat Organisasi pada Otot Rangka. (Sumber: Sherwood, 2012)

Terdapat dua jenis otot polos, otot polos viseral (unitary) dan otot polos multi-unit. Otot polos viseral terdapat dalam bentuk lembaran yang luas, memliki banyak jembatan taut-celah dengan resistensi-rendah yang menghubungkan tiap-tiap sel otot. Otot polos multi-unit tidak dapat dikendalikan secara volunter, tetapi memiliki banyak persamaan fungsional dengan otot rangka (Despopoulos, 2003).

Gambar 5. Otot Polos (Sumber: Despopoulos, 2003)

2.2.2 Eksitasi-Kontraksi OtotOtot rangka dirangsang untuk berkontraksi oleh pelepasan asetilkolin (ACh) di terminal neuromuskulus antara ujung neuron motorik dan serat otot. Pengikatan Ach dengan motor end plate serat otot menyebabkan perubahan permeabilitas di serat otot yang akhirnya menimbulkan potensial aksi yang dihantarkan ke seluruh permukaan membran sel otot.

Gambar 6. Pelepasan Asetilkolin (Sumber: Guyton, 2006)

Disetiap terminal antara sebuah pita A dan sebuah pita I, membran permukaan masuk ke dalam serat otot untuk membentuk tubulus transversus (tubulus T), yang berjalan tegak lurus dari permukaan membran sel otot ke dalam bagian tengah serat otot. Potensial aksi lokal di tubulus T menginduksi perubahan permeabilitas di suatu jaringan membranosa terpisah di dalam serat otot, yaitu retikulum sarkoplasma. Segmen retikulum sarkoplasma yang terpisah-pisah membungkus setiap pita A dan I. Ujung-ujung akhir setiap segmen membesar untuk membentuk daerah-daerah berbentuk kantung. Kantung lateral tidak berkontak langsung dengan tubulus T. Kantung lateral retikulum sarkoplasma menyimpan Ca++. Penyebaran potensial aksi ke tubulus T mencetuskan pengeluaran Ca++ dari retikulum sarkoplasma ke dalam sitosol. Ca++ yang dilepaskan berikatan dengan troponin dan mengubah bentuknya, sehingga mereposisi molekul-molekul troponin dan tropomiosin menyebabkan tempat pengikatan jembatan silang aktin terbuka. Bagian aktin yang telah terpajan tersebut berikatan dengan jembatan silang miosin, yang sebelumnya telah mendapat energi dari penguraian adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP) dan fosfat inorganik (Pi) dalam prosesnya menghasilkan energi oleh ATPase miosin di jembatan silang. Pengikatan aktin dan miosin di jembatan silang menyebabkan jembatan silang menekuk, menghasilkan suatu gerakan mengayun kuat yang menarik filamen tipis ke arah dalam. Pergeseran ke arah dalam dari semua filamen tipis yang mengelilingi filamen tebal memperpendek sarkomer (yaitu kontraksi otot). Selama gerakan mengayun yang kuat tersebut, ADP dan Pi dibebaskan dari jembatan silang. Perlekatan sebuah molekul ATP baru memungkinkan terlepasnya jembatan silang, yang mengembalikan bentuknya ke konformasi semula. Penguraian molekul ATP yang baru oleh ATPase miosin kembali memberikan energi bagi jembatan silang. Apabila Ca++ masih ada sehingga kompleks troponin-tropomiosin tetap tergeser ke samping, jembatan silang kembali menjalani siklus pengikatan dan penekukan, menarik filamen tipis selanjutnya. Apabila tidak lagi terdapat potensial aksi lokal dan Ca++ secara aktif telah kembali ke tempat penyimpanannya di kantung lateral retikulum sarkoplasma, kompleks troponin-tropomiosin bergeser kembali ke posisinya menutupi tempat pengikatan jembatan silang aktin, sehingga aktin dan miosin tidak lagi berikatan di jembatan silang, dan filamen tipis bergeser kembali ke posisi istirahat seiring dengan terjadinya proses relaksasi (Sherwood, 2008).

Gambar 7. Siklus Jembatan Silang (Sumber: Sherwood, 2012)

2.3. OlahragaOlahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (yang berarti mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (yang berarti meningkatkan kualitas hidup). Olahraga menyebabkan perubahan besar pada sistem sirkulasi dan pernapasan (Ganong, 2008).2.3.1Curah Jantung Selama OlahragaMengingat curah jantung berbanding lurus dengan perkalian denyut jantung terhadap isi sekuncup, maka tubuh yang melakukan aktivitas olahraga dapat mempengaruhi faktor-faktor yang menentukan dan yang mempengaruhi curah jantung. Terdapat perbedaan pembebanan curah jantung antara olahragawan dengan orang yang tidak pernah berolahraga. Jantung olahragawan relatif lebih besar karena serabut-serabut otot jantung mengalami hipertrofi, yang perbesaran serabut otot jantungnya ini erat hubungannya dengan bertambahnya protein unsur kontraktil mioglobin, dan mitokondria, dan hal ini mengakibatkan kemampuan ambilan oksigen otot-otot jantung meningkat, demikian juga perubahan biokimia, seperti aktivitas ATP-ase, aktivitas pengikatan kalsium dan penggunaan O2 di dalam sel-sel otot jantung meningkat, sehingga menunjang inotropik jantung. Pada olahragawan ternyata efisiensi isi sekuncup menghasilkan curah jantung yang normal (lima sampai lima setengah liter per menit) pada denyut jantung yang lebih rendah di bawah nilai normal, misalnya 45-50 kali per menit pada keadaan istirahat, sedangkan isi sekuncupnya meningkat rata-rata seratus mililiter per denyut. Karena itu setiap kali latihan pada beban submaksimum, maka kenaikan denyut jantung tidak berarti dibandingkan kenaikan denyut jantung pada orang yang tidak pernah berolahraga. Bertambahnya kekuatan kontraksi dan memanjangnya pada pengisian diastolik akan mempengaruhi kenaikan volume untuk tiap denyutannya. Meningkatnya isi sekuncup juga tampak pada orang yang sedang berolahraga, karena adanya peningkatan pompa otot, sehingga meningkatkan aliran balik vena.Pada saat latihan, rangsangan simpatisnya meningkat baik yang menuju ke jantung maupun ke pembuluh darah dan disertai dengan bertambahnya kegiatan pompa otot yang mampu meningkatkan aliran balik vena. Rangsangan simpatis ke jantung akan meningkatkan aktivitas inotropik myocardium. Karena norepinefrinnya mempengaruhi kurva fungsi ventrikel, maka tampak kenaikan stroke work dan stroke power. Selain itu pada saat berolahraga, rangsangan parasimpatis ke jantung berkurang dan vena di seluruh bagian tubuh berkontraksi, sehingga tekanan pengisian sistemik meningkat. Pada siklus jantung, tampak pemendekan periode sistole dan diastole yang menunjukkan bahwa proses pengisian ventrikel dan pengeluarannya dipercepat oleh adanya perangsangannya dan bila rangsangan ditingkatkan lagi, maka timbul fibrilasi, yang akan mengganggu pengisian jantung dan pengosongan jantung, sehingga akhirnya terjadi kegagalan curah jantung dan tidak jarang terjadi syok. Keadaan patologis dapat terjadi pada orang yang menderita hipertiroidisme yang melakukan olahraga tanpa mengikuti aturan latihan yang diberikan.Meningkatnya curah jantung pada saat berolahraga ini dimaksudkan untuk mempertahankan aktivitas otot-otot rangka yang sedang bekerja, sehingga peningkatan aliran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan zat gizi sel-sel otot tersebut serta membawa kembali CO dan sisa-sisa metabolisme ke tempat-tempat pembuangannya. Pertambahan curah jantung ini dapat mencapai lima sampai enam kali normal. Dan kenaikan curah jantung ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti (1) rangsangan simpatis dapat meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi otot jantung, sedangkan olahraga menurunkan pengaruh saraf parasimpatis ke jantung, (2) Timbulnya vasodilatasi vaskuler di dalam otot-otot rangka dan meningkatnya pompa otot akan memungkinkan percepatan aliran darah kembali ke jantung, (3) Aktivitas pernapasan yang meningkatkan aliran balik vena dan adanya vasodilatasi perifer akan menurunkan tahanan vaskuler sebagai akibat rangsangan simpatis pada pembuluh darah kapiler dan keadaan ini akan meningkatkan isi sekuncup. Beberapa kondisi lain dapat mempengaruhi curah jantung seperti ansietas dan excitement, makan, suhu lingkungan yang tinggi, dapat meningkatkan curah jantung, sedangkan perubahan posisi tubuh dari berbaring ke berdiri, aritmia jantung dan penyakit jantung dapat menurunkan curah jantung (Masud, 1989)Frekuensi denyut jantung maksimum saat berolahraga menurun seiring dengan pertambahan usia. Pada anak-anak, denyut jantung meningkat hingga mencapai 200 kali atau lebih per menit; pada orang dewasa, denyut jantung jarang melebihi 195 kali per menir, dan pada orang tua, peningkatan yang terjadi bahkan lebih rendah (Ganong, 2008).

2.3.2. Aliran Darah Otot Selama OlahragaAliran darah otot rangka pada keadaan istirahat adalah rendah (2-4 mL/100 g/mnt). Bila suatu otot berkontraksi, kompresi pembuluh darah akan terjadi di dalamnya jika kontraksi melebihi 10% tegangan maksimum.

Gambar 8. Aliran Darah melalui suatu bagian otot betis selama kontraksi ritmis. (Sumber: Ganong, 2008)

Jika tegangan yang terjadi lebih besar daripada 70% tegangan maksimum, aliran darah akan terhenti sama sekali. Namun, di antara kontraksi, aliran darah akan sangat meningkat sehingga aliran darah per satuan waktu di suatu otot yang berkontraksi secara ritmik meningkat sampai 30 kali lipat. Aliran darah dalam otot yang beristirahat meningkat dua kali setelah simpatektomi sehingga penurunan pelepasan impuls vasokonstriktor tonik juga dapat berperan. Namun, begitu olahraga dimulai, mekanisme lokal akan mempertahankan sejumlah besar aliran darah. Mekanisme lokal yang mempertahankan sejumlah besar aliran darah otot saat berolahraga adalah penurunan Po2 jaringan, peningktana Pco2 jaringan, dan akumulasi K+ serta metabolit vasodilator lain (Ganong, 2008)

2.3.3. Pengaturan SuhuDi banyak tempat, kulit diperdarahi oleh cabang-cabang arteri otot sehingga sebagian darah yang hangat akibat kontraksi otot mengalir langsung ke kulit, dan sebagian panas akan dilepas melalui radiasi ke lingkungan. Terjadi peningkatan ventilasi dan sebagian panas hilang melalui udara ekspirasi. Suhu tubuh meningkat, dan pusat di hipotalamus yang mengatur mekanisme pengeluaran panas menjadi aktif. Sebagian peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh ketidakmampuan mekanisme pengeluaran panas untuk mengatasi peningkatan produksi panas yang besar (Ganong, 2008).

Gambar 9. Pertukaran Energi selama Berolahraga. Daerah berarsir menandakan kelebihan produksi panas terhadap pengeluaran panas. Keluaran energi total setara dengan produksi panas ditambah kerja yang dilakukan. (Sumber: Ganong, 2008)

2.3.4. Cedera OlahragaCedera olahraga secara umum dibedakan menjadi cedera traumatis dan cedera berkelanjutan (overuse injuries). Cedera traumatis terjadi akibat benturan sedangkan overuse injury terjadi akibat beban kerja fisiologis yang berlebihan. Bentuk cedera dapat berupa memar, strain, sprain sampai dengan fraktur tulang. Respon tubuh terhadap kerusakan jaringan ini berupa reaksi peradangan (inflamasi) yang dipicu oleh mediator inflamasi yang dihasilkan oleh sel yang rusak maupun mati. Karakteristik peradangan berupa nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), kemerahan (rubor), peningkatan suhu (kalor) serta penurunan fungsi (function leissa). Pada keadaan ini terjadi kerusakan pembuluh darah yang menimbulkan perdarahan pada jaringan. Pada stadium lanjut terjadi proses penjendalan yang difasilitasi oleh trombosit, faktor penjendalan darah dan fibroblast yang membentuk jaringan parut. Apabila terjadi kegagalan maupun keterlambatan proses penyembuhan, respon tubuh memasuki fase kronis. Pada fase ini sudah tidak dijumpai tanda peradangan yang dominan kecuali penurunan fungsi dan rasa nyeri. Tahap peradangan merupakan bagian dari proses penyembuhan, walaupun demikian respon peradangan yang berlebihan dapat memperlambat proses penyembuhan akibat dari limbah metabolisme yang berlebihan sehingga pada fase akut dilakukan usaha untuk menekan respon peradangan (Bleakley et al, 2004).

2.4. Perendaman Air Dingin (Cold Water Immersion)Cold water immersion (CWI) merupakan terapi mandi di dalam air dingin dalm jangka waktu maksimal 20 menit. Peralatan yang dipergunakan tergantung bagian tubuh yang akan direndam. Pada perendaman seluruh tubuh diperlukan tanki whirpool. Pada teknik ini air dan es dicampur untuk mendapatkan suhu 10 sampai dengan 15 C (Swenson et al, 1996).

2.4.1. Efek Fisiologis Otot dan Sirkulasi pada Cold Water ImmersionPada teknik ini, menggunakan modalitas terapi yang dapat menyerap suhu jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati mekanisme konduksi. Efek pendinginan yang terjadi tergantung jenis aplikasi terapi dingin, lama terapi dan konduktivitas (Bleakley et al, 2004). Inti dari teknik berendam air dingin adalah menyerap kalori area lokal cedera sehingga terjadi penurunan suhu. Semakin lama waktu berendam, penetrasi dingin semakin dalam. Jaringan otot dengan kandungan air yang tinggi merupakan konduktor yang baik sedangkan jaringan lemak merupakan isolator suhu sehingga menghambat penetrasi dingin (Ernst et al, 1994).Aplikasi air dingin dapat mengurangi suhu daerah yang sakit, membatasi aliran darah dan mencegah cairan masuk ke jaringan di sekitar jika terdapat luka. Hal ini akan mengurangi nyeri dan pembengkakan. Berendam air dingin dapat mengurangi sensitivitas dari akhiran syaraf yang berakibat terjadinya peningkatan ambang batas rasa nyeri. Teknik ini juga akan mengurangi kerusakan jaringan dengan jalan mengurangi metabolisme lokal sehingga kebutuhan oksigen jaringan menurun. Respon neurohormonal terhadap berendam air dingin adalah sebagai berikut : Pelepasan endorphin Penurunan transmisi saraf sensoris Penurunan aktivitas badan sel saraf Penurunan iritan yang merupakan limbah metabolisme sel Peningkatan ambang nyeri

Perendaman air dingin akan menimbulkan respon fisiologis mirip dengan pemulihan aktif tanpa perlu mengeluarkan energi yang ekstra. Ketika sebagian besar dari tubuh terbenam, tekanan hidrostatik bekerja pada cairan tubuh dalam daerah terbenam. Cairan dari ruang ekstravaskuler bergerak ke dalam sistem vaskular mengurangi peningkatan volume otot dan peradangan jaringan lunak. Selain itu, volume darah meningkat dan didistribusikan menuju rongga sentral, yang pada gilirannya meningkatkan preload jantung, stroke volume, cardiac output, dan aliran darah ke seluruh tubuh (Wilcock. 2005). Pada 15 menit pertama setelah berendam air dingin (suhu 10 C) terjadi vasokontriksi pembuluh darah arteriola dan venula secara lokal. Vasokontriksi ini disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang timbul akibat stimulasi sistem saraf otonom dan pelepasan epinehrin dan norepinephrin. Walaupun demikian apabila dingin tersebut terus diberikan selama 15 sampai dengan 30 menit akan timbul fase vasodilatasi yang terjadi intermiten selama 4 sampai 6 menit (Hurme et al, 1993). Selain menimbulkan vasokontriksi, sensasi dingin juga menurunkan eksitabilitas akhiran saraf bebas sehingga menurunkan kepekaan terhadap rangsang nyeri. Aplikasi dingin juga dapat mengurangi tingkat metabolisme sel sehingga sisa metabolisme menjadi berkurang. Penurunan sisa metabolisme pada akhirnya dapat menurunkan spasme otot. Pada umumnya dingin lebih mudah menembus jaringan dibandingkan dengan panas. Ketika otot sudah mengalami penurunan suhu akibat aplikasi dingin, efek dingin dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan panas karena adanya lemak subkutan yang bertindak sebagai insulator. Di sisi lain lemak subkutan merupakan barier utama energi dingin untuk menembus otot. Pada individu dengan tebal lemak subkutan setebal 2 cm, energi dingin dapat menembus jaringan otot dalam waktu 10 menit (Ernst et al, 1994).Dalam perawatan nyeri yang disebabkan karena cedera, terapi dingin dilakukan sampai pembengkakan berkurang. Terapi dingin biasanya digunakan pada 24 sampai 48 jam setelah terjadinya cedera dan dipakai untuk mengurangi sakit dan pembengkakan (Hubbard et al, 2004).

2.4.2. Karakteristik Tubuh sesuai Jenis Kelamin terhadap Cold Water ImmersionBeberapa perbedaan suhu regulasi diamati antara laki-laki dan perempuan mungkin disebabkan karakteristik antropomorfik. Dibandingkan dengan pria, wanita cenderung bertubuh kecil, dengan resultan permukaan rasio massa tubuh lebih besar dan total panas yang lebih rendah; ini berkontribusi pada hilangnya panas lebih cepat dan penurunan suhu tubuh bila terkena air dingin. Massa otot perempuan yang lebih rendah (dibandingkan laki-laki) akan menghasilkan sedikit metabolik panas. lapisan lemak subkutan yang lebih tebal pada wanita akan menyediakan kapasitas isolasi lebih di kulit dan menyebabkan keluarnya panas lebih sedikit. Namun, bagi perempuan proses pendinginan lebih cepat bila terkena tekanan dingin pada saat perendaman dengan air dingin (Wittmers, 1996).Data menunjukkan bahwa perempuan menunjukkan penurunan suhu tubuh lebih cepat daripada pria ketika direndam dalam air dingin. Peningkatan lemak tubuh pada wanita tidak menghasilkan panas selama perendaman air; Namun, pada perempuan, luas permukaan rasio massa tubuh yang lebih besar dan produksi suhu panas akan menghasilkan tingkat pendinginan yang lebih cepat selama perendaman air, dibandingkan dengan laki-laki. Seperti disebutkan sebelumnya, latihan selama perendaman air dingin dapat menghasilkan panas yang cukup untuk menghambat penurunan suhu tubuh. Untuk pria dan wanita komposisi lemak tubuh yang sama, perempuan memilik penurunan suhu tubuh yang lebih baik dalam keadaan istirahat atau saat melakukan olahraga ringan. Jika pria dan wanita berolahraga pada intensitas yang sama, tidak ada perbedaan dalam tingkat pendinginan. Dalam kondisi seperti ini para wanita berolahraga di persentase yang lebih tinggi dari kekuatan aerobik maksimal mereka dan karena itu menghasilkan sejumlah besar panas. Wanita berolahraga pada persentase yang sama dari kekuasaan maksimal aerobik laki-laki akan dingin pada tingkat yang lebih cepat, yang menggambarkan ketidakseimbangan antara produksi dan kehilangan panas (Wittmers, 1996).2.4.3. Cold Water Immersion setelah BerolahragaSuhu, durasi dan frekuensi perendaman air dingin bervariasi antara percobaan yang berbeda seperti melakukan olahraga dan pengaturan. Onset nyeri otot biasanya muncul setelah olahraga dan kegiatan olahraga. Perendaman air dingin (CWI), melibatkan orang-orang yang membenamkan diri dalam air pada suhu kurang dari 15 C, kadang-kadang digunakan untuk mengelola nyeri otot setelah latihan dan untuk mempercepat waktu pemulihan. Ada beberapa bukti bahwa perendaman air dingin mengurangi nyeri otot pada 24, 48, 72 dan bahkan pada 96 jam setelah latihan dibandingkan dengan pengobatan 'pasif'. Bukti dari empat percobaan menunjukkan bahwa peserta penelitian menganggap bahwa perendaman air dingin meningkatkan pemulihan / mengurangi kelelahan segera setelah itu. Sebagian besar percobaan tidak menganggap komplikasi yang berkaitan dengan perendaman air dingin (Bleakley et al, 2004).2.4.4. Kontra Indikasi Terapi DinginCold therapy sangat mudah digunakan, cepat, efisien dan ekonomis. Akan tetapi terdapat beberapa kondisi yang dapat dipicu oleh cold therapy. Individu dengan riwayat gangguan tertentu memerlukan pengawasan yang ketat pada terapi dingin. Beberapa kondisi tersebut diantaranya adalah : Raynaud`s syndrom yang merupakan kondisi dimana terdapat hambatan pada arteri terkecil yang menyalurkan darah ke jari tangan dan kaki ketika terjadinya dingin atau emosi. Pada keadaan ini timbul sianosis yanga pabila berlanjut dapat mengakibatkan kerusakan anggota tubuh perifer (Swensonet al., 1996:193). Vasculitis (peradangan pembuluh darah) (Swensonet al., 1996:193). Gangguan sensasi saraf misal neuropathyakibat diabetes mellitus maupun leprosy. (Ernstet al., 1994:56) Cryoglobulinemiayang merupakan kondisi berkurangnya protein di dalam darah yang menyebabkan darah akan berubah menjadi gel bila kena dingin (Hocutt, 1982:316). Paroxysmal cold hemoglobinuria yang merupakan suatu kejadian pembentukan antibodi yang merusak sel darah merah bila tubuh dikenai dingin. (Hocutt, 1982:316)2.4.5. Resiko Terapi DinginBila terapi dingin dilakukan dalam jangka waktu yang lama, hal ini akan menyebabkan : Hypothermia yang merupakan suatu kondisi medis dimana suhu tubuh menurun secara cepat dibawah suhu normal, sehingga merusak metabolisme tubuh (Ernsdt et al, 1994). Excema kulit dapat terjadi pada pendinginan kulit selama 1 jam pada suhu 00 sampai -90 C. Excema ini dapat bertahan sampau dengan 24 jam (Bleakley et al, 2004) Frostbite yang merupakan kondisi medis dimana kulit dan jaringan tubuh rusak karena suhu dingin. Hal ini dapat terjadi pada suhu -30 sampai -40C (Bleakley et al, 2004).2.5. Post Olahraga tanpa Cold Water Immersion EndorphinBeta endorfin bekerja pada neuron supraspinal. Inti sel dari subtansia grisea banyak diinervasi oleh akson neuron hipotalamus penghasil beta endorfin. Endorfin dilepaskan oleh kelenjar hipofisis sebagai respon dari stress atau nyeri. Endorfin mengikat reseptor opioid pada neuron, menghambat pelepasan neurotransmiter dan mempengaruhi transmisi dari impuls nyeri ke otak. Olahraga memicu pengeluaran endorfin dalam waktu sekitar 30 menit setelah olahraga dimulai. Endorfin merupakan anti nyeri yang penting. Banyak bentuk olahraga meningkatkan kadar beta endorfin dalam darah, khususnya ketika intensitas olahraga mencapai ambang anaerobik dan hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar serum laktat. Usia, jenis kelamin, dan mental selama olahraga juga mempengaruhi kadar beta endorfin. Stress adalah penginduksi poten dari pelepasan beta endorfin. Selama reaksi stress tersebut, corticotropin releasing hormone (CRH) memecah POMC untuk melepaskan ACTH dan beta endorfin. Beberapa mekanisme yang mungkin dapat menginduksi beta endorfin dalam sirkulasi darah yaitu analgesia, asam laktat yang berlebih, dan faktor metabolik. Mekanisme yang berbeda dapat mempengaruhi pelepasan endorfin, hal ini tergantung pada jenis olahraga yang dilakukan (Leuenberger. 2006). Transmisi SarafOlahraga berkaitan erat dengan peningkatan denyut jantung, tekanan arteri, dan aktivitas saraf simpatis. Dua mekanisme telah terlibat dalam respon setelah berolahraga . Yang pertama adalah refleks pressor berasal otot yang berkontraksi. Refleks ini berasal dari reseptor sensorik yang sensitif terhadap metabolit iskemik yang dihasilkan selama kontraksi otot. Refleks ini memiliki serat aferen dengan myelin tipis atau tidak bermielin sama sekali (unmyelinated).Mekanisme kedua untuk penyesuaian otonom untuk latihan adalah pusat komando, yang mengacu pada aktivasi pusat kardiovaskular dengan turun jalur saraf pusat yang terlibat dalam inisiasi kegiatan somatomotor. Peran komando pusat dalam penyesuaian kardiovaskular latihan ditekankan oleh Freyschuss (1970 ) dan mendapat dukungan dari percobaan menggunakan getaran otot untuk memodulasi upaya tersebut ( Goodwin et al ., 1972).Dengan demikian, ada bukti bahwa aferen otot dan komando pusat keduanya memberikan kontribusi langsung kepada penyesuaian kardiovaskular latihan statis pada manusia. Hal ini juga menunjukkan bahwa kedua mekanisme ini dapat berinteraksi dalam memproduksi respon otonom (Mark, AL dkk. 1985) .

Gambar 10. Fisiologi setelah berolahraga (Brown, SP; 2008) Aktifitas Sel SarafAktivitas sel saraf setelah berolahraga berkaitan erat dengan denyut jantung, tekanan arteri dan aktivitas saraf simpatis. Konstriksi pembuluh darah pada otot yang berelaksasi dan peningkatkan tekanan arteri, menyebabkan aktivasi simpatis harus meningkatkan perfusi otot yang berkontraksi. Secara teleologis, fungsi ini akan tampak paling baik jika stimulus simpatis ke otot merupakan aktivasi aferen oleh stimulus kimia dan bukan stimulasi mekanoreseptor atau komando pusat. Sebagai contoh, jika perintah pusat adalah stimulus untuk meningkatkan aktivasi simpatik otot, peningkatan aktivitas dapat terjadi sebelum atau tanpa adanya akumulasi metabolit iskemik pada otot yang berkontraksi. Dengan kondisi tersebut, peningkatan aktivitas simpatis memungkinkan konstriksi pembuluh dan mengganggu perfusi otot yang terlibat dalam proses berolahraga. Sebaliknya, jika metabolit iskemik memicu peningkatan aktivitas simpatik otot, maka iskemia bisa menghambat efek vasokonstriktor dari aktivitas simpatis pada otot yang terlibat dalam proses olahraga. Dari hasil penelitian Mark, AL, dkk. Mengambil kesimpulan dari hasil evaluasi microneurography, yaitu menunjukkan bahwa pengaruh otonom komando pusat dan aferen otot kimia sensitif selama latihan otot sangat dibedakan. Komando pusat memicu peningkatan denyut jantung, tetapi tampaknya menghambat peningkatan otot aktivitas saraf simpatis, sedangkan stimulasi aferen otot kimia sensitif meningkatkan aktivitas saraf simpatik tetapi memiliki sedikit pengaruh pada denyut jantung (Mark, AL dkk. 1985).Aktivitas sel saraf aferen kimiawi tersebut berkaitan dengan penumpukan sampah metabolisme dalam jumlah berlebihan yang menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik di dalam dan luar sel-sel otot. Peningkatan tekanan osmotik akan mengakibatkan terjadinya edema yang selanjutnya akan menekan serabut saraf sensoris (Mark, AL dkk. 1985).. Ambang NyeriAmbang nyeri adalah jumlah stimulasi nyeri yang dibutuhkan untuk menimbulkan rasa nyeri. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi ambang nyeri seseorang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ambang nyeri antara lain Fisiologi (usia, jenis kelamin, kelelahan, gen dan fungsi neurologi), sosial, budaya, psikologis, dan spiritual. Ambang nyeri bersifat subjektif dan berbeda-beda pada setiap orang.Ambang nyeri dapat ditingkatkan dan diturunkan, bergantung pada faktor-faktor berikut.a. Meningkatkan ambang nyeri : obat-obatan analgesik, antipiretik alkohol massase terapi dinginb. Menurunkan ambang nyeri : perasaan marah takut sedih gelisahAmbang nyeri setelah berolahraga berkaitan erat dengan kelelahan. Seseorang yang merasakan kelelahan akan terfokus terhadap pengalaman nyerinya. Jika kelelahan terjadi di sepanjang waktu istirahat, persepsi nyeri yang dirasakan pasien akan meningkat, Nyeri merupakan pengalaman yang sering dirasakan setelah istirahat daraipada menghabiskan waktu sepanjang hari (Berger, 1992; Potter&Perry, 2009).Semakin tinggi ambang nyeri seseorang menyebabkan semakin ringan nyeri yang dipersepsikan. Sebaliknya, semakin rendah ambang nyeri seseorang menyebabkan semakin berat nyeri yang dipersepsikan.

Skema 1. Kerangka Konsep Atlet dengan atau tanpa Cold Water Immersion37