bab II-2
description
Transcript of bab II-2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Gejala Somatik
II.1.1. Definisi
Gejala somatik (Somatik Symptomps Disorder) adalah stress fisik atau
gejala yang terdapat pada tubuh termasuk nyeri di mana tidak dapat ditemukan
penjelasan medis yang adekuat.. Pada SSD respon gejala somatik sangat
berlebihan dan menyebabkan ketakutan, masalah dan gangguan pada fungsi
optimal. 5
II.1.2. Klasifikasi
Gejala-gejala somatik yang dapat timbul diantaranya:
1. Gejala nyeri: nyeri difus, nyeri sendi, nyeri pada ekstremitas, sakit kepala.
2. Gejala pseudoneurologik: amnesia, kehilangan suara, kejang, sulit
berjalan, sulit menelan.
3. Gejala organ reproduksi: nyeri pada organ genital, siklus menstruasi tidak
teratur, perdarahan menstruasi yang berlebihan, nyeri saat berhubungan.
4. Gejala jantung-paru: palpitasi, nyeri dada, dizziness, nafas pendek saat
beristirahat.
5. Gejala gastrointestinal: mual, muntah, nyeri perut.
6. Gejala lain: alergi makanan yang tidak jelas, kelelahan kronis, sensitif
pada beberapa bahan kimia.6
II.1.3. Epidemiologi
SSD lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria, ada komorbiditas
dengan gangguan psikologi lainnya, gangguan mood khususnya atau gangguan
4
kecemasan. Penelitian juga menunjukkan komorbiditas antara gejala gangguan
somatik dan gangguan kepribadian terutama antisosial, ambang, narsistik,
histrionik, penghindar dan kepribadian dependen. Sekitar 10-20% kerabat wanita
tingkat pertama memiliki gejala-gejala gangguan somatik dan kerabat laki-laki
memiliki angka alkoholisme dan sosiopati yang lebih tinggi. 8
II.1.4. Patofisiologi
Salah satu penjelasan klasik untuk gangguan gejala somatik berdasarkan
kemajuan teori bahwa SSD adalah hasil dari upaya tubuh untuk mengatasi stres
emosional dan stres psikologi. Teori menyatakan bahwa tubuh memiliki
kemampuan afinitas untuk mengatasi tekanan psikologis, emosional, dan sosial
dan di luar titik gejala tertentu seperti mempengaruhi sistem cerna, saraf dan
reproduksi. Terdapat banyak sistem umpan balik yang berbeda, dimana pikiran
mempengarui tubuh. Terdapat banyak perbedaan sistem umpan balik yang dimana
pikiran dapat mempengaruhi tubuh; misalnya, sakit kepala yang diketahui terkait
dengan faktor psikologis dan stres, dan hormon kortisol yang dikenal memiliki
dampak negatif pada fungsi kekebalan tubuh. Hal ini mungkin menjelaskan
mengapa gejala gangguan somatik lebih mungkin untuk memiliki gangguan mood
atau kecemasan. Ada juga banyak peningkatan kejadian SSD pada wanita dengan
riwayat kekerasan fisik, emosional atau seksual. 7
Hipotesis lainnya yang menyebabkan gejala gangguan somatik adalah
lebih sensitifnya pada sensasi fisik internal dan nyeri. Sensitifitas biologi pada
gejala somatik dapat menjadi faktor predisposisi untuk berkembang menjadi SSD.
Hal ini mungkin saja terjadi bahwa tubuh dapat mengalami peningkatan
sensitifitas pada saraf yang berhubungan dengan nyeri, sehungga akan
menyebabkan persepsi nyeri, seperti contohnya pada terpajan stress kronik.
Teori kognitif menjelaskan bahwa SSD timbul dari pikiran negatif, terdistorsi dan
katastropik dan penguatan dari kognisi tersebut. Pikiran katastropik dapat
menyebabkan seseorang untuk percaya bahwa penyakit ringan, seperti nyeri otot
ringan atau sesak napas, adalah bukti dari penyakit serius seperti kanker atau
tumor. Pikiran-pikiran ini kemudian dapat diperkuat oleh hubungan sosial yang
5
mendukung. Seorang pasangan yang bereaksi lebih terhadap isyarat nyeri
pasangannya membuat lebih mungkin bahwa ia akan mengungkapkan rasa sakit
yang lebih besar. Anak-anak dari orang tua yang sibuk atau terlalu memperhatikan
keluhan somatik dari anak-anak mereka lebih mungkin untuk mengembangkan
gejala somatik. Distorsi kognitif yang parah bisa membuat orang dengan SSD
membatasi perilaku yang sedang ia lakukan, dan menyebabkan peningkatan
disabilitas dan gangguan fungsional.
II.1.5. Kriteria Diagnostik DSM V
Gangguan gejala somatic berdasarkan kriteria diagnostik DSM V diantaranya:
A. Satu atau lebih gejala somatik yang distress atau menimbulkan gangguan
signifikan dari kehidupan sehari-hari.
B. Pikiran yang berlebihan, perasaan atau perilaku terkait dengan gejala somatik
atau masalah kesehatan yang berhubungan seperti yang dituturkan oleh
setidaknya salah satu dari berikut:
1. Pikiran yang tidak proporsional dan terus-menerus tentang keseriusan
gejala seseorang.
2. Masih tingginya kecemasan tentang kesehatan atau gejala.
3. Waktu yang sangat lama dan energi yang ditujukan untuk gejala-gejala
tersebut atau fokus kesehatan .
Meskipun salah satu gejala somatik mungkin tidak terus menerus hadir, keadaan
menjadi gejala persisten (biasanya lebih dari 6 bulan)
300.82 (F45.1): Gangguan Gejala Somatik
Tentukan apakah: dengan nyeri dominan; persisten; keparahan saat ini: ringan,
sedang, atau berat
6
II.1.6. Pengobatan
Terapi perilaku kognitif (CBT) merupakan pengobatan terbaik untuk
berbagai gangguan somatoform termasuk gangguan somatisasi. CBT bertujuan
untuk membantu pasien menyadari penyakit mereka tidak katastropik (penyakit
yang berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat terjadi ancaman jiwa yang
membahayakan jiwanya) dan untuk memungkinkan mereka untuk secara
bertahap kembali ke aktivitas sebelumnya, tanpa takut gejala yang memburuk.
Konsultasi dan kolaborasi dengan dokter perawatan primer juga menunjukkan
beberapa efektivitas. Penggunaan antidepresan juga merupakan
Shock therapy electroconvulsive (ECT) telah digunakan dalam mengobati
gangguan somatisasi kalangan orang tua namun hasilnya masih diperdebatkan
dengan beberapa kekhawatiran efek samping penggunaan ECT.
Secara keseluruhan, psikolog menyatakan bahwa kesulitan umum
menangani pasien dengan gangguan somatisasi adalah dalam pembacaan emosi
mereka sendiri. Ini mungkin fitur utama dari pengobatan; serta mengembangkan
kolaborasi yang dekat antara dokter umum, pasien dan praktisi kesehatan mental.9
II.2 Psikiatri
II.2.1. Definisi
Psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari segala hal yang
berhubungan dengan gangguan jiwa, yaitu dalam hal pengenalan, pengobatan,
rehabilitas dan pencegahan seta juga dalam hal pembinaan dan peningkatan
kesehatan jiwa.
II.2.2. Fondasi Ilmu psikiatri
Ilmu psikiatri dibangun atas 4 fondasi yaitu :
1. Dimensi organo-biologis yaitu aspek pengetahuan tentang organ-organ
tubuh serta fungsi fisiologis tubuh manusia khususnya yang berkaitan
langsung dengan aspek kesehatan jiwa (Sistem saraf pusat).
7
2. Dimensi psiko-edukatif yaitu aspek pengetahuan tentang perkembangan
psikologis manusia serta pengaruh pendidikan-pengajaran terhadap
seorang manusia sejak lahir hingga lanjut usia.
3. Dimensi social-lingkungan yaitu aspek pengetahuan tentang pengaruh
kondisi social budaya serta kondisi lingkungan kehidupan terhadao derajat
kesehatan jiwa manusia.
4. Dimensi spiritual-religius yaitu aspekpengetahuan tentang pengaruh taraf
penghayatan dan pengalaman nilai-niali spiritual-religius terhadap derajat
kesehatan jiwa manusia.
II.2.3. Variabel Stressor
Variabel stressor pada psikiatri meliputi:
1. Stress umum
Stress ini dapat berupa suatu peristiwa atau situasi kehidupan dimana
individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes
dan Richard Rahe, didalam skala urutan penyesuaian kembali sosial
( social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan
yang disertai oleh jumlah gangguan dan stress pada kehidupan orang rata-
rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan,
perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota
keuarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan
orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relative
penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan lingkungan kehidupan.
Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang mengahdapi stress
umum secara optimis bukan secara pesimis adalah tidak cenderung
mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka
mudah pulih dari gangguan
2. Stress spesifik lawan non spesifik
Stress psikis spesifik dan nonspesifik dapat didefinisikan sebagai
kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan
ketidakseimbangan homeostasis yang berperan dalam perkembangan
gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertamakali
8
diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian coroner (orang yang
memiliki kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi
miokardium).
3. Variabel fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stress dan penyakit dan
variable lainnya adalah kerja monosit system kekebalan. Mediator antara
stress yang didasari secara kognitif dan penyakit mungkin hormonal,
seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison
adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipotesis
anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfosit. Dalam rantai
hormonal, hormone dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipotesis
anterior, dimana hormone tropic berinteraksi secara langsung atau
melepaskan hormone dari kelenjar endokrin lain. Variable penyebab
lainnya mungkin adalah kerja monosit system kekebalan. Monosit
berinteraksi dengan neuroprptida otak, yang berperan sebagai pembawa
pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi
keadaan psikis dan mood.10
II.3 Hubungan Gejala Somatik dengan Psikiatri
II.3.1. Definisi
Psiko artinya pikiran dan soma artinya tubuh. Jadi psikosomatis artinya
penyakit yang timbul atau disebabkan oleh kondisi mental atau emosi seseorang.
Penyakit ini juga disebut dengan penyakit akibat stress. Gangguan psikosomatis
ialah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik
dan diyakini adanya suatu hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial
tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Gangguan psikosomatik ini
banyak ditemukan pada praktek dokter sehari-hari; namun gangguan ini sering
kali diabaikan dan bahkan dilupakan. Biasanya penderita datang dengan beraneka
macam keluhan somatik mulai dari keluhan jantung, sakit perut seperti nyeri ulu
hati, kembung, mual, diare (keluhan gastrointestinal), keluhan sakit kepala dan
9
lain-lain. Ditempat praktek dokter sehari-hari banyak pasien yang menonjolkan
keluhan-keluhan somatik saja tanpa menyertakan keluhan psikisnya. Jarang sekali
faktor psikis(emosi) seperti frustasi, konflik, ketegangan dan lain-lain
dikemukakan sebagai keluhan utama oleh penderita, padahal faktor psikis tersebut
yang memicu timbulnya keluhan fisik penderita. 5
II.3.2. Epidemiologi
Prevalensi gangguan psikosomatik cukup tinggi yaitu 16,1-21,9%, bahkan
Fin et al menemukan sampai 30,3%
II.3.3. Gangguan Spesifik pada Psikosomatis
Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis :
1. System kardiovaskuler
Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau
kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya
pompa jantung dan tekanan darah, mempercepat denyut jantung,
meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah, menimbulkan
kelainan pada ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan putus asa
mengurangi frekuensi, daya pompa jantung dan tekanandarah. Gejala-
gejala yang sering didapati antara lain : takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri
pericardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur.
Gejala-gejala seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan
kecemasan.
2. Sistem pernapasan
a. Asma bronkialis
Faktor genetic, alergik, infeksi, stress akut dan kronis semuanya
berperan dalam menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan
alergi penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila system saraf
vegetative juga tidak stabil dan mudah terangsang. Walaupun pasien
asma karakteristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang
berlebihan, tidak ada tipe kepribadian spesifik yang telah
diindentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan melibatkan
10
berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stress, penyesuaian
diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja system saraf vegetative
dengan obat-obatan.
b. Sindroma hiperventilasi
Sindroma hiperventilasi disebut juga dispeneu nerveous(freud), pseudo
asma, distorsia pulmonal(hochrein). Gambaran klinis berupa :
- Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki
- Gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata
kabur yang dikenal sebagai blury eyes. Penderita juga mengeluh
bingung, sakit kepala dan pusing.
- Keluhan pernapasan seperti dispneu, takipnu, batuk kering, sesak
dan perasaan tidak dapat bernapas bebas
- Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai
angina pectoris dan juga ditemukan pada kelainan fungsional
jantung dan sirkulasi
- Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat
menggagu, cepat lelah, lemas, mengatuk dan sensitive terhadap
cuaca
c. Tuberculosis
Onset dan perburukan tuberculosis sering kali berhubungan dengan
stress akut dan kronis. Faktor psikologis mempengaruhi system
kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan pasien terhadap
penyakit. Psikoterapi suportif adalah beguna karena peranan stress dan
situasi psikososial yang rumit
3. System endokrin
a. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai
oleh perubahan biokimiawi dan psikologis yang terjadi sebagai akibat
dari kelebihan hormone tiroid endogen atau eksogen yang kronis.
Gejala mediasi yang sering muncul berupa intoleransi panas,keringat
berlebih, diare, penurunan berat badan, takikardi, palpitasi dan muntah.
Gejala dan keluhan psikiatrik yang muncul antara lain ketegangan,
11
eksitabilitas, iritabilitas, bicara tertekan, insomnia, mengekspresikan
rasa takut yang berlebihan terhadap ancaman kematian.
b. Diabetes meilitus
Diabetes meilitus adalah suatu gangguan metabolism dan system
vaskuler yang dimanifestasikan oleh gangguan penanganan glukosa,
lemak, dan protein tubuh. Riwayat herediter dan keluarga sangat
penting dalam onset diabetes. Onset yang mendadak sering kali
berhubungan dengan stress emosional yang menggangu keseimbangan
homeostatic pasien yang terpredisposisi. Meninger berpendapat bahwa
ada hubungan antara psikoneurotik dengan diabetes, dengan alasan :
Jelas adanya gangguan mental sebelum timbulnya penyakit
diabetes.
Gangguan mental yang lain dari gejala mental yang timbul
pada penyakit hati atau hipoglikemi
Penyembuhan gangguan mental pararel dengan keadaan kadar
gula darah
Gangguan metabolismekarbohidrat dan glukosuria membaik
dengan diet
Dengan sembuhnya gangguan metal, diabetes juga membaik
Menurut Meninger ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada
diabetes : depresi, anxietas, fatigue (lelah)
c. Gangguan endokrin wanita
Premenstrual sindrom (PMS) ditandai oleh perubahan subjektif mood,
rasa kesehatanfisik dan psikologis umum yang berhubungan dengan
siklus menstruasi. Secara khusus, perubahan kadar esterogen,
progesterone dan prolactin dihipotesiskan berperan penting sebagai
penyebab. Gejala biasanya dimulai segara setelah ovulasi, meningkat
secara bertahap dan mencapai intensitas maksimum kira-kira lima hari
sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan biologis
telah terlibat didalam pathogenesis gangguan.
Penderitaan menopause (menopause distress), adalah suatu keadaan
yang terjadi setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun.
12
Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause,
termasuk kecemasan, kelelahan, ketegangan, labilitas emosional,
mudah marah (iritabilitas), depresi, sakit kepala, dan insomnia. Tanda
dan gejala fisik adalah keringat malam, muka kemerahan dan kilatan
panas (hot flash). Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan
sekresi luteinizing hormone (LH). Fungsi yang tergantung pada
esterogen hilang secara berurutan, dan wanita mungkin mengalami
perubahan atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis,
pruritus, dyspareunia dan stenosi.
Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolism
kalsium dan lemak, kemungkinan sebagai efek sekunder dari
penurunan kadar esterogen dan perubahan tersebut mungkin disertai
oleh sejumlah masalah medis yang terjadi pada tahun-tahun pasca
menopause, seperti osteoporosis dan aterosklerosis coroner.
Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan
kecepatan pemutusan hormone, jumlah deplesi hormone, kemampuan
konstitusional wanita untuk menahan proses ketuaan, kesehatan dan
tingkat aktifitas mereka, serta arti psikologis ketuaan bagi mereka.
kesulitan psikatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang
selama siklus kehidupan fase involusional. Wanita yang sebelumnya
mengalamai kesulitan psikologis, seperti harga diri yang rendah dan
kepuasan hidup yang rendah, kemungkinan rentan terhadap kesulitan
selama menopause.
4. Gangguan kekebalan
a. Penyakit infeksi
Penelitian klinis menyatakan bahwa variable psikologis mempengaruhi
kecepatan pemulihan dari mononucleosis infeksius dan influenza.
Stress dan keadaan psikologis yang buruk menurunkan daya tahan
terhadap tuberculosis dan mempengaruhi perjalanan penyakit. Dengan
demikian perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan
psikologis orang
.
13
b. Gangguan alergi
Bukti klinis menyatakan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan
pencetus alergi. Asma bronkial adalah contoh utama proses patologis
yang melibatkan hipersensitifitas segera yang berhubungan dengan
proses psikososial
c. Transplantasi organ
Pengaruh psikososial seperti kehidupan yang penuh dengan stress,
kecemasan dan depresi mempengaruhi system kekebalan yang
berperan dalam mekanisme penolakan transplantasi organ
5. Kanker
a. Masalah pasien
Reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, cacat,
ketidakmampuan, rasa takut ditelantarkan dan kehilangan kemandirian,
rasa takut diputuskan dari hubungan, fungsi peran dan finansial,
kecemasam, kemarahan dan rasa bersalah. Setengah dari pasien kanker
menderita gangguan mental berupa gangguan penyesuaian 68%,
gangguan depresi berat 13% dan delirium 8%. Pada pasien kanker
sering ditemukan pikiran dan keinginan bunuh diri.
b. Masalah yang berkaitan dengan pengobatan
- Terapi radiasi.
Efek samping terapi radiasi adalah ensefalopati yang berhubungan
dengan peningkatan intracranial
- Kemoterapi
Efek samping kemoterapi berupa mual dan muntah
- Rasa sakit
Pasien kanker dengan rasa sakit memiliki insidensi depresi dan
kecemasan yang lebih tinggi disbanding mereka yang tanpa rasa
sakit.
c. Masalah keluarga
Kecemasan dan depresi dalam anggota keluarga memerlukan
intervensi yang aktif. Keluarga harus memberikan pelayanan untuk
pasien.
14
6. Gangguan kulit
a. Pruritus menyeluruh
Pruritus psikogenik menyeluruh adalah tidak ada penyebab organic.
Kemarahan yang terekspresi dan kecemasan yang terkspresi
merupakan penyebab paling sering, karena secara disadari atau tidak
mereka menggaruk dirinya secara kasar
b. Pruritus setempat : pruritus ani, vulva
c. Hyperhidrosis
Hyperhidrosis dipandang sebagai fenomena kecemasan yang
diperantarai oleh system saraf otonom. Ketakutan, kemarahan dan
ketegangan dapat menyebabkan meningkatnya sekresi keringat, karena
manusia memiliki 2 mekanisme berkeringat yaitu termal dan
emosional. Berkeringat emosional terutama tampak pada telapak
tangan, telapak kaki dan aksila. Berkeringat termal paling jelas pada
dahi, leher,punggung tangan dan lengan bawah
7. Nyeri kepala
a. Migren
Migren adalah gangguan paroksismal yang ditandai oleh nyeri kepala
rekuren, dengan atau tanpa gangguan visual dan gastrointestinal. 2/3
pasien memiliki riwayat gangguan yang sama. Kepribadian
obsessional yang jelas terkendali dan perfeksionistik, yang menekan
marah, dan yang secara genetic berpredisposisi pada migren mungkin
menderita nyeri kepala tersebut. Mekanisme terjadinya migren
psikosomati berupa :
- Vasospasme arteri serebri
- Distensi arteri karotis eksterna
- Edema dinding arteri
Periode prodromal migren paling baik diobati oleh ergotamine, tartrate
(cafergot) dan analgetik. Psikoterapi bermanfaat untuk menghilangkan
efek konflik dan stress.
15
b. Tension (kontraksi otot)
Terjadi pasa 80% populasi selama periode stress emosional.
Kepribadian tipe A yang tegang, berjuang keras dan kompetitif peka
terhadap gangguan ini. Stress emosional sering kali disertai kontraksi
otot kepala dan leher yang lama melebihi beberapa jam dapat
menyempitkan pembuluh darah yang menyebabkan iskemia.
Gejalanya berupa nyeri tumpul dan berdenyut dimulai pada sub
ocipitalis yang menyebar ke seluruh kepala. Kulit kepala nyeri
terhadap sentuhan, biasanya bilateral dan tidak disertai gejala
prodromal seperti mual muntah. Onset cenderung pada sore dan malam
hari. Pada stadium awal dapat diberikan anti ansietas, pelemas otot dan
pemijatan atau aplikasi panas pada kepala dan leher. Jika terdapat
depresi yang mendasari anti depresan perlu diberikan. Jika kronis
psikoterapi merupakan terapi pilihan.
Biasanya banyak penderita datang pada dokter dengan keluhan-
keluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu,
namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita
dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang
paling sering didapati yaitu 89%terlalu memperhatikan gejala –gejala
pada badannya dan 45% merasa kecemasan, oleh karena itu pada
pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberpa faktor yaitu :
1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran
ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan keluarga
dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang
istirahat.
2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian, kekecawaan dalam
hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.
3. Faktor kesehatan, penyaikt-penyakit menahun, pernah masuk
rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat, tembakau.
4. Faktor psikologik, stress pskiologik,, keadaan jiwa waktu
dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stress
yang timbul.6
16
II.3.4. Pemeriksaan Gangguan Psikosomatis
Quirido membagi cara pemeriksaan dalam 3 lapangan : lapangan psikis,
lapangan sosial, lapangan somatik.
Yang ditujukan pada lapangan kejiwaan dinamakan psikoterapi indentik.
Yang ditujukan pada lapangan sosial somatik disebut psikoterapi non identic,
yang terdiri dari pemeriksaan fisik, mengobati kelainan fisik dengan obat,
memperbaiki kondisi sosial ekonomi, lingkungan, kebiasaan hidup sehat.
Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter umum
tidak mempunyai gangguan organic, 1/3 yang lain memiliki gangguan organic
tapi keluhannya berlebihan. Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita
dengan gangguan psikosomatik dapat ditolong. Kita dapat menerangkan kepada
penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang rusak atau yang kurang, tidak
terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak teratur. Untuk
menerangkan bagaimana emosi dapat menggangu tubuh dapat diambil contoh
sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang
takut menajdi bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan meurut
pendidikan dan pengetahuan penderita.
II.3.5. Cara pengobatan psikosomatis
Pengobatan gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan
dengan beberapa cara dengan mempertimbangakan pengobatan somatik
(berorientasi pada organ tubuh yang mengalami gangguan), pengobatan secara
psikologis (psikoterapi) serta psikofarmakaterapi (penggunaan obat-obatan yang
berhubungan dengan psikologi). Metode mana yang kemudian dipilih oleh dokter
sangat tergantung pada jenis kasus dan faktor-faktor yang terkait dengannya.
Seringkali pengobatan psikosomatis hanya bersifat simptomatis
(berdasarkan gejala yang timbul), sehingga penyakit ini berulang dan dapat
berlangsung bertahun-yahun. Hal ini dapat terjadi karena sebenarnya etiologi
utama dari penyakit ini belum diketahui atau tidak dicari dan terlebih karena
memang terdiri dari banyak faktor yang saling terkait (khususnya faktor
17
psikologis). Memang pada kasus-kasus yang berat, gejala penyakit akan hilang
dengan pemberian obat-obat simptomatis karena gangguan psikologis sudah
berkembang sehingga penyakit somatik (penyakit yang didasari oleh adanya
gangguan pada organ tubuh) yang lebih mendominasi.
Pada kasus tahap awal, biasanya pengobatan hanya ditujukan kepada
faktor somatik (fisik). Hal ini dapat menyebabkan penyakit timbul kembali dan
yang lebih parah akan menurunkan kepercayaan pasien akan kemungkinan
penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan memperparah kelainan
psikosomatiknya sendiri. Akan tetapi memangagak sulituntuk membedakannya
dengan gangguan psikosomatis dehingga baru dapat dibedakan bila kejadiannya
telah berulang. Disinilah perlunya psikoterapi sebagai pendamping terpai somatik.
Sebagaimana telah diuraikan, hubungan antara penyakit somatik dan
kondisi psikologis seseorang sangatlah erat sehingga dapat memungkinkan
terjadinya interaksi antara keduanya.masalah yang menyebabkan seseorang
datang kedokter yang berhubungan dengan kondisi psikologisnya dapat
berhubungan dengan dua hal, yaitu masalah yang tampaknya berhubungan dengan
masalah pasien di masa lalu atau masalah yang tampaknya berasal dari stress dan
tekanan masa sekarang yang melebihi pengendalian sabar pasien. Atau dapat pula
terjadi kombinasi dari kedua masalah tersebut. Psikoterapi bertujuan untuk
menggali masalah-masalah psikologis yang tersembunyi pada pasien, dengan
harapan setelah masalah-masalah tersebut disingkirkan, keluhan fisik pasien dapat
turut hilang.
Pada keadaan tertentu dimana terapi somatik dan psikoterapi telah
dilakukan terapi penyakit masih menetap atau terus berulang perlu
dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka karena mungkin gangguan psikologis
yang diderita berhubungan dengan kondisi kimiawi diotak yang mengalami
ketidak seimbangan. Psikofarmaka bekerja pada gangguan psikosomatik dengan
mempengaruhi afek dan emosi serta fungsi vegetative yang berkaitan. Terapi jenis
ini dapat di definisikan sebgaia suatu usaha untuk mengoreksi atau mengobati
perilaku, pikiran atau mood (keinginan) yang mengalami gangguan akibat
perubahan zat kimia atau cara fisik lainnya. Hubungan antara seadaan fisik tubuh
18
dengan otak pada suatu sisi dan pengaruhnya pada sisi lain sangatlah kompleks
dan belum dimengerti seluruhnya. Tetapi, berbagai para meter normal dan
abnormal mseperti persepsi, perasaan dan kognitif mungkin dipengaruhi oleh
adanya perubahan fisik dalam system saraf pusat walaupun dalam jumlah yang
sangat minimal. Karena tidak lengkapnya pengetahuan tentang otak dan gangguan
yang mempengaruhinya, terapi obat gangguan mental adalah bersifat empiris
namun demikian, banyak terapi organic yangh langsung memperbaiki kelainan
pada otak telah terbukti sangat efektif dan merupakan terapi pilihan untuk kondisi
tertentu. Pada dasarnya psikofarmaka bekerja lebih intensif pada penyakit
psikosomatik daripada obat local simptomatis tetapi kurang spesifik disbanding
obat tersebut karena pada umumnya tidak mempengaruhi faktor etiologisnya.
Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah obat tidur, obat
penenang, dan anti depresan. Penggunaan jenis obat ini perlu pengawasan yang
ketat karena seringkali menimbulkan efek samping sperti ketergantungan
psikologis dan fisik yang dapat mengakibatkan keracunan obat,depresi dan sifat
menahan diri, gangguan paru-paru, gangguan psikomotoris dan iritatabilitas. 10
19
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Gangguan psikosomatis ialah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik dan diyakini adanya suatu hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Untuk mengobati gejala gangguan somatic dapat dilakukan psikoterapi seperti terapi perilaku kognitif (CBT), shock therapy electroconvulsive (ECT), dan juga pemberian psikofarmaka
III.2. Saran
Pembaca diharapkan dapat memahami mengenai gejala somatik yang berhubungan dengan psikiatri sehingga dalam penerapan keilmuan dapat membedakaan antara gejala somatik dari penyakit yang sesungguhnya dan gejala somatik yang berhubungan dengan psikiatri, dan agar dapat mengobati pasien secara holistik dan maksimal.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Margot W. M. De Waal. 2013. Somatoform disorders in general practice.
Available from: http://m.bjp.rcpsych.org/content/184/6/470.long#ref-3
2. Yates, William. 2013. Somatic Symptomps Disorder. Available from:
http ://emedicine.medscape.com/article/294908-overview
3. Kaplan H.I, Saddock B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri.Binarupa
Aksara, Jakarta
4. Selvera. 2013. Teknik restrukturisasi kognitif untuk menurunkan
keyakinan irasional pada remaja dengan gangguan somatisasi. Available
from: http:// ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/viewFile/1349/1444
5. Burton,C.,McGorn,K Waller,D., & Sharpe M.(2010). “Depressioon and
anxiety in patients repeatedly referred to secondary care with medically
unexplained symptoms: A case-control study”. Psychological Medicine 41
(3) : 555-563
6. Association, American Psychiatric.Associati. (5th ed. Ed.) Arlington:
AMERICAN PSYCHIATRIC PUBLISHING.
7. So,J.K. (2008) “Somatization as a cultural idiom of distress: Rethinking
mind and body in a multi-cultural society”. Counseling Psychology
Quarterly(21): 167-174.
8. Kato, K., Sullivan, P. F., Evengard, B., & Pedersen, N. L (2009). “
Apopulatin based twin study of functional somatic syndromes.” .
Psychological Medicine (39): 497-505.
9. Farrugia, D., & Fetter, H. (2009). “Chronic pain: Biological understanding
and treatment suggestions for mental health counselors” Journalof Mental
Health Counselling.
10. Kenny M & Egan J (February 2011). “Somatizatio disorder: “What
clinicians need to know”. The Irish Psychologist 37(4): 93-96.
21