BAB I.docx
Transcript of BAB I.docx
BAB I
ANATOMI FISIOLOGI CA TIROID
A. ANATOMI KELENJAR TIROID
Thyroid adalah suatu kelenjar endokrin yang sangat vaskular, berwarna merah kecoklatan dengan konsistensi yang lunak. Kelenjar thyroid terdiri dari dua buah lobus yang simetris. Berbentuk konus dengan ujung cranial yang kecil dan ujung caudal yang besar. Antara kedua lobus dihubungkan oleh isthmus, dan dari tepi superiornya terdapat lobus piramidalis yang bertumbuh ke cranial, dapat mencapai os hyoideum. Pada umumnya lobus piramidalis berada di sebelah kiri linea mediana.
Setiap lobus kelenjar thyroid mempunyai ukuran kira-kira 5 cm, dibungkus oleh fascia propria yang disebut true capsule, dan di sebelah superficialnya terdapat fascia pretrachealis yang membentuk false capsule.
Topografi Kelenjar Thyroid Kelenjar thyroid berada di bagian anterior leher, di sebelah ventral bagian caudal larynx dan bagian cranial trachea, terletak berhadapan dengan vertebra C 5-7 dan vertebra Th 1. Kedua lobus bersama-sama dengan isthmus memberi bentuk huruf “U”. Ditutupi oleh m. sternohyoideus dan m.sternothyroideus. Ujung cranial lobus mencapai linea obliqua cartilaginis thyreoideae, ujung inferior meluas sampai cincin trachea 5-6. Isthmus difiksasi pada cincin trachea
2,3 dan 4. Kelenjar thyroid juga difiksasi pada trachea dan pada tepi cranial cartilago cricoidea oleh penebalan fascia pretrachealis yang dinamakan ligament of Berry. Fiksasi-fiksasi tersebut menyebabkan kelenjar thyroid ikut bergerak pada saat proses menelan berlangsung. Topografi kelenjar thyroid adalah sebagai berikut:a. Di sebelah anterior terdapat m. infrahyoideus, yaitu m.
sternohyoideus, m. sternothyroideus, m. thyrohyoideus dan m. omohyoideus.
b. Di sebelah medial terdapat larynx, pharynx, trachea dan oesophagus, lebih ke bagian profunda terdapat nervus laryngeus superior ramus externus dan di antara oesophagus dan trachea berjalan nervus laryngeus recurrens. Nervus laryngeus superior dan nervus laryngeus recurrens merupakan percabangan dari nervus vagus. Pada regio colli, nervus vagus mempercabangkan ramus meningealis, ramus auricularis, ramus pharyngealis, nervus laryngeus superior, ramus cardiacus superior, ramus cardiacus inferior, nervus laryngeus reccurens dan ramus untuk sinus caroticus dan carotid body.
c. Di sebelah postero-lateral terletak carotid sheath yang membungkus a. caroticus communis, a. caroticus internus, vena jugularis interna dan nervus vagus. Carotid sheath terbentuk dari fascia colli media, berbentuk lembaran pada sisi arteri dan menjadi tipis pada sisi vena jugularis interna. Carotid sheath mengadakan perlekatan pada tepi foramen caroticum, meluas ke caudal mencapai arcus aortae. Fascia colli media juga membentuk fascia pretrachealis yang berada di bagian profunda otot-otot infrahyoideus. Pada tepi kelenjar thyroid, fascia itu terbelah dua dan membungkus kelenjar thyroid tetapi tidak melekat pada kelenjar tersebut, kecuali pada bagian di antara isthmus dan cincin trachea 2, 3 dan 4.8
Vaskularisasi Kelenjar ThyroidKelenjar thyroid memperoleh darah dari arteri thyroidea superior,
arteri thyroidea inferior dan kadang-kadang arteri thyroidea ima (kira-kira 3 %). Pembuluh darah tersebut terletak antara kapsula fibrosa dan fascia pretrachealis.8
Arteri thyroidea superior merupakan cabang pertama arteri caroticus eksterna, melintas turun ke kutub atas masing-masing lobus kelenjar thyroid, menembus fascia pretrachealis dan membentuk ramus glandularis anterior dan ramus glandularis posterior.
Arteri thyroidea inferior merupakan cabang truncus thyrocervicalis, melintas ke superomedial di belakang caroted sheath dan mencapai aspek posterior kelenjar thyroid. Truncus thyrocervicalis merupakan salah satu percabangan dari arteri subclavia. Arteri thyroidea inferior terpecah menjadi cabang-cabang yang menembus fascia pretrachealis dan memasok darah ke kutub bawah kelenjar thyroid.8Arteri thyroidea ima biasanya dipercabangkan oleh truncus brachiocephalicus atau langsung dipercabangkan dari arcus aortae.
Tiga pasang vena thyroidea menyalurkan darah dari pleksus vena pada permukaan anterior kelenjar thyroid dan trachea. Vena thyroidea superior menyalurkan darah dari kutub atas, vena thyroidea media menyalurkan darah dari bagian tengah kedua lobus dan vena thyroidea inferior menyalurkan darah dari kutub bawah. Vena thyroidea superior dan vena thyroidea media bermuara ke dalam vena jugularis interna, dan vena thyroidea inferior bermuara ke dalam vena brachiocephalica.
Innervasi Kelenjar Thyroid
Persarafan simpatis diperoleh dari ganglion cervicalis superior dan ganglion cervicalis media yang mencapai kelenjar thyroid dengan mengikuti arteri thyroidea superior dan arteri thyroidea inferior atau mengikuti perjalanan nervus laryngeus superior ramus eksternus dan nervus laryngeus recurrens. Serat-serat saraf simpatis mempunyai efek perangsangan pada aktifitas sekresi kelenjar thyroid.3, 8
Nervus laryngeus superior mengandung komponen motoris untuk m. cricothyroidea, dan komponen sensoris untuk dinding larynx di sebelah cranial plica vocalis. Nervus laryngeus recurrens mengandung komponen motoris untuk semua otot intrinsik laryngeus dan komponen sensoris untuk dinding larynx di sebelah caudal dari plica vocalis.
Nervus laryngeus superior mempercabangkan ramus internus dan ramus eksternus. Ramus internus berjalan menembus membrana thyrohyoidea, dinding anterior fossa piriformis dan mencapai otot-otot lateral serta membawa komponen sensoris untuk dinding larynx di cranial plica vocalis dan aditus laryngeus. Sedangkan ramus eksternus mempersarafi m. cricothyroidea. Kerusakan pada nervus laryngeus superior menyebabkan perubahan suara yang khas dan hilangnya sensasi dalam larynx di cranial plica vocalis.
Nervus laryngeus recurrens yang terletak dalam sulkus tracheoesophagus memasuki pharynx dengan melewati bagian profunda tepi inferior m. constrictor pharyngeus inferior dan berada pada bagian dorsal articulatio cricothyroidea. Kerusakan pada nervus recurrens menyebabkan paralisis plica vocalis.
Aliran Limfe Kelenjar ThyroidPembuluh limfe kelenjar thyroid melintas di dalam jaringan ikat
antar lobulus dan berhubungan dengan anyaman pembuluh limfe kapsular. Dari sini pembuluh limfe menuju ke lymphonodus cervicalis anterior profunda prelaryngealis, lymphonodus cervicalis anterior profunda pretrachealis dan lymphonodus cervicalis anterior profunda paratrachealis.
Di sebelah lateral, pembuluh limfe mengikuti vena thyroidea superior dan melintas ke lymphonodus cervicalis profunda.
Struktur Histologis Kelenjar ThyroidKelenjar thyroid hampir seluruhnya terdiri atas kista-kista bulat
yang disebut folikel. Folikel adalah unit struktural dan unit fungsional, terdiri atas epitel selapis kubis yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi koloid. Folikel-folikel bervariasi ukurannya dari diameter sekitar 50 μm sampai 1 mm dan yang terbesar tampak secara makroskopis. Folikel dikelilingi oleh membrana basalis yang tipis dan jaringan ikat interstisial membentuk jala-jala retikulin sekeliling membrana basalis.3Sel-sel folikular biasanya berbentuk kubis, tetapi tingginya berbeda-beda, tergantung pada keadaan fungsional kelenjar itu. Jika thyroid secara relatif tidak aktif, sel-selnya hampir gepeng. Sedangkan dalam keadaan kelenjar sangat aktif, sel-sel akan berbentuk kolumnar. Namun keadaan fungsional kelenjar tidaklah harus secara ekslusif berdasarkan pada tingginya epitel.
Sel-sel folikular semuanya membatasi lumen dan mempunyai inti bulat dengan warna agak pucat. Di ruang interfolikular, terdapat fibroblast yang tersebar dan serat-serat kolagen yang tipis. Selain itu, terdapat sejumlah besar kapilar tipe fenestrata yang sering berhubungan langsung dengan lamina basalis folikel.
Ultrastruktur sel-sel folikular memperlihatkan semua ciri-ciri sel yang pada saat yang sama membuat, mengekskresikan, menyerap dan mencerna protein. Bagian basal sel-sel ini penuh dengan retikulum endoplasma kasar. Inti umumnya bulat dan terletak di pusat sel. Kompleks Golgi terdapat pada kutub apikal. Di daerah ini terdapat banyak lisosom dan beberapa fagosom besar. Membran sel kutub apikal memiliki mikrovili. Mitokondria, retikulum endoplasma kasar dan ribosom tersebar di seluruh sitoplasma.
Sel-sel C terletak di antara membrana basalis dan sel-sel folikular. Berbentuk lonjong, lebih besar dan lebih pucat daripada sel folikular dan juga berisi inti lebih besar dan lebih pucat.
B. FISIOLOGI KELENJAR THYROIDBiosintesis Hormon Thyroid
Iodium adalah adalah bahan dasar yang sangat penting dalam biosintesis hormon thyroid. Iodium yang dikonsumsi diubah menjadi iodida kemudian diabsorbsi. Kelenjar thyroid mengkonsentrasikan iodida dengan mentransport aktif iodida dari sirkulasi ke dalam koloid. Mekanisme transport tersebut dikenal dengan “ iodide trapping mechanism”. Na+ dan I- ditransport dengan mekanisme cotransport ke dalam sel thyroid, kemudian Na+ dipompa ke interstisial oleh Na+-K+ATPase.1
Di dalam kelenjar thyroid, iodida mengalami oksidasi menjadi iodium. Iodium kemudian berikatan dengan molekul tirosin yang melekat ke tiroglobulin. Tiroglobulin adalah molekul glikoprotein yang disintesis oleh retikulum endoplasma dan kompleks Golgi sel-sel thyroid. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 140 asam amino tirosin.
Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida adalah thyroid peroksidase. Senyawa yang terbentuk adalah monoiodotirosin (MIT) dan diodotirosin (DIT). Dua molekul DIT kemudian mengalami suatu kondensasi oksidatif membentuk tetraiodotironin (T4). Triiodotironin (T3) mungkin terbentuk melalui kondensasi MIT dengan DIT. Sejumlah kecil reverse triiodotironin (rT3) juga terbentuk, mungkin melalui kondensasi DIT dengan MIT. Dalam thyroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium adalah 23 % MIT, 33 % DIT, 35 % T4 dan 7 % T3. RT3 dan komponen lain terdapat hanya dalam jumlah yang sangat sedikit.
Sekresi Hormon Thyroid
Sel-sel thyroid mengambil koloid melalui proses endositosis. Di dalam sel, globulus koloid menyatu dengan lisosom. Ikatan peptida antara residu beriodium dengan tiroglobulin terputus oleh protease di dalam lisosom, dan T4, T3, DIT serta MIT dibebaskan ke dalam sitoplasma. T4 dan T3 bebas kemudian melewati membran sel dan dilepaskan ke dalam sirkulasi.
MIT dan DIT tidak disekresikan ke dalam darah karena iodiumnya sudah dibebasakan sebagai akibat dari kerja intraselular iodotirosin dehalogenase. Hasil dari reaksi enzimatik ini adalah iodium dan tirosin. Iodium digunakan kembali oleh kelenjar dan secara normal menyediakan iodium dua kali lipat dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh pompa iodium.
Transport dan Metabolisme Hormon ThyroidHormon thyroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada
protein plasma, yaitu: globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin, TBG), prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding prealbumin, TBPA) dan albumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding albumin, TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada protein-protein tersebut dan hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05 %) berada dalam bentuk bebas.
Hormon yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel. Hormon yang bebas merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran.
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling spesifik. Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini dibandingkan dengan triiodotironin. Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktifitas metabolik triiodotironin lebih besar.
Perubahan konsentrasi TBG dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin total dalam sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis, sirosis primer kandung empedu dan karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG, misalnya pada sindrom nefrotik, pemberian glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid anabolik dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein.
Hormon-hormon thyroid diubah secara kimia sebelum diekskresi. Perubahan yang penting adalah deiodinasi yang bertanggung jawab atas ekskresi 70 % hormon yang disekresi. 30 % lainnya hilang dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukuronida atau persenyawaan sulfat. Akibat deiodinasi, 80 % T4 dapat diubah menjadi 3,5,3’-triiodotironin, sedangkan 20 % sisanya diubah menjadi reverse 3,3’,5’-triiodotironin (rT3) yang merupakan hormon metabolik yang tidak aktif.
Mekanisme Kerja Hormon ThyroidMekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik
melalui pengaturan ekspresi gen, dan non genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan mitokondria.
Mekanisme kerja yang bersifat genomik dapat dijelaskan sebagai berikut, hormon thyroid yang tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke dalam inti sel dan berikatan dengan reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan reseptor tersebut, tetapi ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4.
Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA melalui jari-jari “zinc” dan meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi berbagai gen yang mengkode enzim yang mengatur fungsi sel.1, 12Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor α pada kromosom 17 dan gen reseptor β pada kromosom 3. Dengan ikatan alternatif, setiap gen membentuk paling tidak dua mRNA yang berbeda, sehingga akan
terbentuk dua protein reseptor yang berbeda. TRβ2 hanya ditemukan di otak, sedangkan TRα1, TRα2 dan TRβ1 tersebar secara luas. TRα2 berbeda dari ketiga reseptor yang lain, yaitu tidak mengikat T3 dan fungsinya belum diketahui. Reseptor thyroid (TR) berikatan dengan DNA sebagai monomer, homodimer dan heterodimer bersama dengan reseptor inti yang lain.Dalam hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat daripada T4. Hal ini disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang erat, tetapi terikat lebih erat pada reseptor hormon thyroid.
Efek Hormon ThyroidSecara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas
metabolisme pada hampir semua jaringan dan organ tubuh, karena perangsangan konsumsi oksigen semua sel-sel tubuh. Kecepatan tumbuh pada anak-anak meningkat, aktifitas beberapa kelenjar endokrin terangsang dan aktifitas mental lebih cepat.
a. Efek Kalorigenik Hormon thyroidT4 dan T3 meningkatkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan yang metabolismenya aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar limfe, limpa dan hipofisis anterior.1 ,2, 13 Beberapa efek kalorigenik hormon thyroid disebabkan oleh metabolisme asam lemak yang dimobilisasi oleh hormon ini. Di samping itu hormon thyroid meningkatkan aktivitas Na+-K+ATPase yang terikat pada membran di banyak jaringan.Bila pada orang dewasa taraf metabolisme ditingkatkan oleh T4 dan T3, maka akan terjadi peningkatan ekskresi nitrogen. Bila masukan makanan tidak ditingkatkan pada kondisi tersebut, maka protein endogen dan simpanan lemak akan diuraikan yang berakibat pada penurunan berat badan.
b. Efek Hormon Thyroid pada Sistem SarafHormon thyroid memiliki efek yang kuat pada perkembangan otak. Bagian SSP yang paling dipengaruhi adalah korteks serebri dan
ganglia basalis. Di samping itu, kokhlea juga dipengaruhi. Akibatnya, defisiensi hormon thyroid yang terjadi selama masa perkembangan akan menyebabkan retardasi mental, kekakuan motorik dan ketulian.Hormon thyroid juga menimbulkan efek pada refleks. Waktu reaksi refleks regang menjadi lebih singkat pada hipertiroidisme dan memanjang pada hipotiroidisme. 1 Pada hipertiroidisme, terjadi tremor halus pada otot. Tremor tersebut mungkin disebabkan karena peningkatan aktivitas pada daerah-daerah medula spinalis yang mengatur tonus otot.
c. Efek Hormon Thyroid pada JantungHormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan karena kerja langsung T3 pada miosit, dan sebagian melalui interaksi dengan katekolamin dan sistem saraf simpatis.Hormon thyroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor β-adrenergik pada jantung, sehingga meningkatkan kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik katekolamin.Hormon-hormon ini juga mempengaruhi jenis miosin yang ditemukan pada otot jantung. Pada pengobatan dengan hormon thyroid, terjadi peningkatan kadar myosin heavy chain-α (MHC-α), sehingga meningkatkan kecepatan kontraksi otot jantung.
d. Efek Hormon Thyroid pada Otot RangkaPada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati tirotoksisitas). Kelemahan otot mungkin disebabkan oleh peningkatan katabolisme protein. Hormon thyroid mempengaruhi ekspresi gen-gen myosin heavy chain (MHC) baik di otot rangka maupun otot jantung. Namun , efek yang ditimbulkan bersifat kompleks dan kaitannya dengan miopati masih belum jelas.
e. Efek Hormon Thyroid dalam Sintesis ProteinPeranan hormon thyroid dalam peningkatan sintesis protein dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Hormon thyroid memasuki inti sel, kemudian berikatan dengan reseptor hormon thyroid. (2) Kompleks hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA dan meningkatkan transkripsi mRNA serta sintesis protein.
f. Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme KarbohidratHormon thyroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk ambilan glukosa yang cepat oleh sel-sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari traktus gastrointestinalis dan juga meningkatkan sekresi insulin dengan efek sekunder yang dihasilkan atas metabolisme karbohidrat.
g. Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme KolesterolHormon thyroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol plasma turun sebelum kecepatan metabolisme meningkat, yang menunjukkan bahwa efek ini tidak bergantung pada stimulasi konsumsi O2. Penurunan konsentrasi kolesterol plasma disebabkan oleh peningkatan pembentukan reseptor LDL di hati, yang menyebabkan peningkatan penyingkiran kolesterol oleh hati dari sirkulasi.
h. Efek Hormon Thyroid pada PertumbuhanHormon thyroid penting untuk pertumbuhan dan pematangan tulang yang normal. Pada anak dengan hipotiroid, pertumbuhan tulang melambat dan penutupan epifisis tertunda. Tanpa adanya hormon thyroid, sekresi hormon pertumbuhan juga terhambat, dan hormon thyroid memperkuat efek hormon pertumbuhan pada jaringan.
Pengaturan Sekresi Hormon ThyroidFungsi thyroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam
darah. Efek spesifik TSH pada kelenjar thyroid adalah:
a) Meningkatkan proteolisis tiroglobulin dalam folikelb) Meningkatkan aktifitas pompa iodidac) Meningkatkan iodinasi tirosind) Meningkatkan ukuran dan aktifitas sel-sel thyroide) Meningkatkan jumlah sel-sel thyroid.
Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipotalamus, thyrotropin releasing hormone (TRH) yang disekresi oleh ujung-ujung saraf pada
eminensia media hipotalamus. TRH mempunyai efek langsung pada sel kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TRHnya.
Salah satu rangsang yang paling dikenal untuk meningkatkan kecepatan sekresi TSH oleh hipofisis anterior adalah pemaparan dengan hawa dingin. Berbagai reaksi emosi juga dapat mempengaruhi pengeluaran TRH dan TSH sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi sekresi hormon thyroid.
Peningkatan hormon thyroid dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Bila kecepatan sekresi hormon thyroid meningkat sekitar 1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH akan turun sampai nol. Penekanan sekresi TSH akibat peningkatan sekresi hormon thyroid terjadi melalui dua jalan, yaitu efek langsung pada hipofisis anterior sendiri dan efek yang lebih lemah yang bekerja melalui hipotalamus.
Abnormalitas Sekresi Hormon ThyroidAbnormalitas sekresi terjadi akibat defisiensi iodium, malfungsi
hipotalamus, hipofisis atau kelenjatr thyroid.
HipotiroidismeHipotiroidisme adalah penurunan produksi hormon thyroid. Hal ini
mengakibatkan penurunan aktifitas metabolik, konstipasi, letargi, reaksi mental melambat dan peningkatan simpanan lemak.
Pada orang dewasa, kondisi ini menyebabkan miksedema, yang ditandai dengan adanya akumulasi air dan musin di bawah kulit, sehingga terlihat penampakan edema. Sedangkan pada anak kecil, hipotiroidisme mengakibatkan retardasi mental dan fisik.
HipertiroidismeHipertiroidisme adalah terjadinya produksi hormon thyroid yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan aktifitas metabolik meningkat, berat badan menurun, gelisah, tremor, diare, frekuensi jantung meningkat dan pada hipertiroidisme berlebihan gejalanya adalah toksisitas hormon.
Hipertiroidisme berlebihan dapat menyebabkan goiter eksoftalmik (penyakit Grave). Gejalanya berupa pembengkakan jaringan di bawah kantong mata, sehingga bola mata menonjol.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN (TEORI)
Penyakit akibat gangguan kelenjar tiroid umum terjadi,namun untungnya dapat di diagnosa
dengan cepat dan di obati dengan hasil yang sangat baik. Penyakit tiroid timbul sebagai
gangguan fungsi (hipofungsi atau hiperfungsi) atau sebagai lesi masa (perbesaran
neoplasmaatau nonneoplastik,yang di kenal sebagai goiter).
A. TINJAUAN GANGGUAN KELENJAR TIROID
HIPERTIROIDISME
Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan
sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manivestasi klinis yang terjadi
bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme
merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah.
- Patofisiologi
Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau kondisi
yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau multiple adenoma
kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon tiroid yang berlebihan
dapat menyebabkan hipertiroidisme.
Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves (goiter
difus toksik yang mempuyai tiga tanda penting yaitu :
Hipertiroidisme
Perbesaan kelenjar tiroid (goiter)
Eksoptalmos (protrusi mata abnormal)Penyebab lain hipertiroidisme dapat
Mencakup goiter nodular toksik, adenoma toksik (jinak), karsinoma
tiroid,tiroiditis subakut dan kronis, dan ingesti TH.Dampak hipertiroidisme terhadap
berbagai sistem tubuh adalah sebagai beikut :Sistem integument seperti diaphoresis,
rambut halus, jarang dan kulit lembab.
Sistem pencernaan seperti berat badan menurun, nafsu makan meningkat dan
diare.
Sistem muskuloskeletal seperti kelemahan.
Sistem pernapasan seperti dispnea dan takipnea.
Sistem kardiovaskular seperti palpitasi, nyeri dada.
Metabolik seperti peningkatan laju metabolisme tubuh,intoleran terhadap
panas dan suhu sub febris.
Sistem neurologi seperti mata kabur, mata lelah, insomnia.
Sistem reproduksi seperti amenore, volume menstruasi berkurang dan libido
meningkat.
Psikologis/Emosi seperti gelisah, iritabilitas, gugup/nervous.
HIPOTIROIDISME
Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme
kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-
hormon tiroid.
- Patofisiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada
pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar
tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik. Prevalensi penderita
hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka
kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai
satu orang pada empat ribu kelahiran hidup. Jika produksi hormon tiroid tidak
adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya
sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon
kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi
semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi antara lain :
Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
Penurunan motilitas usus
Penurunan detak jantung
Gangguan fungsi neurologik
Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana
akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi
mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial
seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.
Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya
hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi. Dampak hipotiroidisme terhadap
berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut :
Sistem integument seperti kulit dingin, pucat, kering, bersisik
Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
Sistem kardiovaskular seperti brakikardi¸disritmia,pembesaran jantung.
Metabolik seperti penurunan meabolisme basal, penurunan suhu tubuh.
Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.
Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-
bata.
HIPERTROFI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan
tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid.
Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik.
Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau
peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya
bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya
seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.
- Patofisiologi
Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar
tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau
bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak,
kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali,
peradangan dan tumor/neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat
membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya
mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa
kehamilan Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma
Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai
menyebar diberbagai tempat atau daerah.
Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan
oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan
neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok
orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.
B. PENATALAKSANAAN KLIEN DENGAN HIPERTIROIDISME
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamindan tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan,
penggunaan obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.
4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare,
tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak
PEMERIKSAAN FISIK
1. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata
seperti :
- Opthalmopati yang di tandai :
Eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
Tanda Stellwag s : mata arang berkedip
Tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior
sukar atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata
Tanda mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
Tanda joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas
Tanda rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
- Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan di periorbita dan penumpukan
lemak di retro orbita.
- Juga akan di jumpai penurunan visus akibat penekanan saraf optikus dan
adanya tanda-tanda radang atau infeksi pada konjunktiva dan atau kornea
- Fotopobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang
lazim
2. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai sistem tubuh seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya.
3. Palpasi kelenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya,
apakah dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multipel.
4. Auskultasi adanya “bruit”
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang utama dijumpai pada klien dengan hipertiroidisme adalah :
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan waktu pengisian
diastolik sebagai akibat peningkatan frekwensi jantung
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek
hiperkatabolisme
3. Perubahan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan ganggua
perpindahan impuls sensoris akibat ofthalmopati
- Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :
Diare yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas metabolik
Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan emosi yang labil
Intoleransi terhadap aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan akibat
metabolisme yang meningkaT
Gangguan pola tidur sehubungan dengan suhu tubuh yang meningkat akibat
peningkatan metablisme
Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan emosi yang labil dan
perhatian yang menyempit
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
- Diagnosa Keperawatan : Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
menurunnya waktu pengisian diastolik sebagai akibat dari peningkatan frekuensi
jantung.
Tujuan: Fungsi kardiovaskular kembali normal Intervensi Keperawatan :
Observasi setiap 4 jam nadi apikal, tekanan darah dan suhu tubuh
Anjurkan kepada klien agar segera melaporkan pada perawat bila mengalami
nyeri dada, palpitasi, dispnea dan vertigo.
Upayakan agar klien dapat istirahat
Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan
Batasi aktivitas yang melelahkan klien
Kolaborasi pemberian obat-obat antitiroid.
Kolaborasi tindakan pembedahan bila dengan tindakan konservatif
- Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan efek hiperkatabolisme
Tujuan : Setelah perawatan di rumah sakit, klien akan mempertahankan status nutrisi
yang optimal Intervensi Keperawatan :
Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
Beri makanan tambahan diantara waktu makan
Timbang berat badan secara teratur setiap 2 hari sekali
Bila perlu, konsultasikan klien dengan ahli gizi
- Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan
dengan gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati.
Tujuan : Klien tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan tidak terjadi
trauma / cidera pada mata Intervensi Keperawatan :
Anjurkan pada klien bila tidur dengan posisi elevasi kepala
Basahi mata dengan borwater sterill
Jika ada photopobia, anjurkan klien menggunakan kacamata rayben
Jika klien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur, gunakan plester non
alergI
Berikan obat-obat steroid sesuai program
E. PENATALAKSANAANKLIEN DENGAN HIPOTIROIDISME
- PENGKAJIAN
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu
lakukanlah pengkajian terhadap hal-hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin
informasi antara lain.
- PATOFISIOLOGI
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada
pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid
dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun,
empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme
kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup. Jika produksi hormon
tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan
sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH.
Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme
basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi
antara lain :
a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan
terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami
atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga
pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang
tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien
mengalami anemi.
Dampak hipotiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut :
1. Sistem integument seperti kulit dingin, pucat, kering, bersisik
2. Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
3. Sistem kardiovaskular seperti brakikardi¸disritmia,pembesaran jantung.
4. Metabolik seperti penurunan meabolisme basal, penurunan suhu tubuh.
5. Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.
6. Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-
bata.
F. HIPERTROFI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di
sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga
sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik.
Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan
sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu
sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya
pada trakhea dan esophagus.
1. A. PATOFISIOLOGI
Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk
di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan
sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila di konsumsi
secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai
akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh
yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan.
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan
Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai
tempat ada daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak
disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid,
peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada
sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.
1. B. PENATALAKSANAAN KLIEN DENGAN HIPERTIROIDISME
v Pengkajian
1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamin dan tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan, penggunaan
obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.
4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare, tidak
tahan terhadap panas, berkeringat banyak
5. Pemeriksaan fisik :
a. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata.
v eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
v tanda Stellwag s : mata arang berkedip
v tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior sukar atau sama
sekali tidak dapat mengikuti bola mata
v tanda mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
v tanda joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas
v tanda rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
1. C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang utama dijumpai pada klien dengan hipertiroidisme adalah :
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan waktu pengisian
diastolik sebagai akibat peningkatan frekwensi jantung
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek
hiperkatabolisme
3. Perubahan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan
perpindahan impuls sensoris akibat ofthalmopati
1. D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan menurunnya
waktu pengisian diastolik sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung Tujuan: Fungsi
kardiovaskular kembali normal Intervensi Keperawatan :
a) Observasi setiap 4 jam nadi apikal, tekanan darah dan suhu tubuh
b) Anjurkan kepada klien agar segera melaporkan pada perawat bila mengalami nyeri
dada, palpitasi, dispnea dan vertigo.
c) Upayakan agar klien dapat istirahat
d) Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan
e) Batasi aktivitas yang melelahkan klien
f) Kolaborasi pemberian obat-obat antitiroid.
g) Kolaborasi tindakan pembedahan bila dengan tindakan konservatif
1. E. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan
2. Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan
3. Kolaborasi pemberian obat-obatan
4. Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif
5. Bantu aktivitas klien di tempat tidur
6. Observasi keadaan klien secara teratur
v Intoleransiaktivitas
Intoleransiaktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian.
Kriteria hasil : aktivitas dapat di lakukan
Intervensi Rasional
1. Atur interval waktu antara
aktivitas dengan kelelahan dan
penurunan proses kognitif.
2. Bantu aktiviatas perawatan
mandiri ketika pasien berada
dalam keadaan lain.
1. Mendorong aktivitas sambil
memberikan kesempatan untuk
mendapatkan istirahat yang
adekuat.
2. Dengan membersihkan
trakheostomy, menghindari
terjadinya penumpukan sekret dan
agar jalan nafas bersih
3. Meningkatkan perhatian tanpa
terlalu menimbulakan stree pada
3. Berikan stimulasi melalui
percakapan dan aktivitas yang
tidak menimbulkan stress.
pasien.
v Perubahan suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharan suhu tubuh yang normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh tetap normal.
Intervensi Rasional
1. Berikan tambahan lapisan pakaian
atau tambahan selimut.
2. Hindari dan cegah penggunaan
sumber panas dari luar
3. Pantau suhu tubuh pasien dan
melaporkan penurunanya dari
nilai dasar suhu normal pasien.
1. Meminimalkan kehilangan
panas
2. Mengidentifikasi adanya
infeksi dan memperkecil
komplikas
3. Mendeteksi penurunan suhu
tubuh dan dimulainya komamik
sedema.
v Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrontestinal
Tujuan : pemeliharaan funsi usus yang normal
Kriteria hasil : usus tetap terjaga
Intervensi Rasional
1. Dorong peningkatan asupan
cairan
2. Berikan makanan yang kaya
akan serat
3. Ajarkan kepada klien,tentang
jenis-jenis makanan yang
banyak mengandung air.
4. Pantau fungsi usus
5. Dorong klien untuk
meningkatkan mobilisasi dalam
batas toleransi latihan.
6. Meminimalkan kehilangan
panas
7. Meningkatkan massafeses dan
frengkuensi biang air besar.
8. Untuk peningkatan asupan
cairan kepada pasien agar feses
tidak keras.
9. Memungkinkan deteksi
konstipasi dan pemulihan
kepada pola defekasi yang
normal.
10. Meningkatkan evakuasi feses.
v Pola nafas tidak efektif berhubungan depresi ventilasi
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola nafas yang normal
Kriteria hasil : Klien dapat bernafas dengan baik.
Intervensi Rasional
1.Pantau frekuensi ke dalaman pola
pernafasan oksimetri denyut nadi
dan gas darah arterial
2. Dorong pasie untuk nap;as dalam
dan batuk.
3. Berikan obat ( hipnotik dan
sedatip) dengan hati-hati.
4. Pelihara saluran napas pasien
dengan melakukan pengisapan dan
dukungan ventilasi jika di perlukan.
1. Mengidentifikasi hasil pemeriksaan
dasar untuk memantau perubahan
selanjutnya dan mengevaluasi
efektifitas intervensi.
2. Mencegah aktifitas dan meningkatkan
pernapasannya adekuat.
3. Pasien hipotiroidisme sangat rentan
terhadap gangguan pernapasan akibat
gangguan obat golongan
hipnotiksedatif.
4. Penggunaan saluran napas artifisial
dan dukungan ventilasi mungkin di
perlukan jika terjadi depresi
pernapasan