BAB I.docx

download BAB I.docx

of 81

Transcript of BAB I.docx

Keadaaan saluran drainase pada Kecamatan Mantrijeron dilapangan dapat dilihat pada gambar berikut.1. Street Inlet Street inlet yang digunakan pada saluran drainase di Kecamatan Mantrijeron menggunakan tipe Gutter. Berikut foto untuk saluran street inlet di Kecamatan Mantrijeron. Gambar 3.6 Street Inlet tipe Gutter

Tugas Perencanaan Drainase Dan Sewerage Di Kecamatan MantrijeronJurusan Teknik LingkunganFakultas Teknik Sipil Dan PerencanaanUniversitas Islam Indonesia

36

2. Kondisi saluran drainaseOutlet dari saluran drainase di Kecamatan Mantrijeron adalah Sungai Winongo. Dimana pada segmen di outlet menuju ke sungai salurannya sangat curam dan tampak seperti terjunan. Hal ini dikarenakan kondisi topografi dari daerah tersebut memiliki perbedaan elevasi yang cukup tinggi. Kedaan saluran drainase dilapangan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.7 Saluran Drainase di Kecamatan Mantrijeron3. Kondisi Sungai WinongoAliran air di Sungai Winongo cukup tenang dilokasi tertentu hal tersebut dapat dilihat pada foto yang terlampir. Namun, kondisi Sungai Winongo saat ini sangat memperhatikan. Banyaknya sampah yang terdapat dipinggir-pinggir sungai mengurangi nilai estetika dari sungai ini. Berikut foto yang menggambarkan keadaan dari Sungai Winongo.

Gambar 3.8 Keadaan Aliran Air Sungai Winongo

Gambar 3.9 Keadaan Tepi Sungai Winongo

Keadaan saluran sewer di Kecamatan Mantrijeron dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.10 Cover Manhole

BAB IVPERENCANAAN DRAINASE4.1 Penentuan Daerah PelayananDaerah yang akan dilayani dalam perencanaan ini adalah Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta dengan luas wilayah 2,61 Km (BPS Kota Yogyakarta,2014). Perencanaam jalur saluran drainase terdiri dari jalur sekunder dan primer, penentuan jalur drainase ditentukan berdasarkan letak jalan utama pada Kecamatan Mantrijeron., berikut tabel jalur saluran drainase yang direncanakan:Tabel 4.1. Jalur Rencana Saluran Drainase Kecamatan Mantrijeron

4.2. Analisa Hidrologi4.2.1. Analisa Curah Hujan Yang HilangPada data curah hujan terapat beberapa pengamatan stasiun yang hilang seperti yang terdapat dalam tabel beriku:Tabel 4.2. Data Curah Hujan Kecamatan Mantrijeron

Rumus perhitungan data curah hujan yang hilang (Suripin, 2003):Rumus: (4.1)Keterangan:= Curah hujan yang hilang= Curah hujan pada stasiun A, B, C

= Curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun yang kehilangan data= Curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun A,B,C

Contoh (4.1): Perhitungan untuk curah hujan yang hilang pada stasiun B Pada tahun 1998 di stasiun BDengan menggunakan persamaan (4.1) maka dapat dihitung:

untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3. Data Curah Hujan Kecamatan Mantrijeron

4.2.2. Curah Hujan Rata-rataSetelah melengkapi data curah hujan rata-rata maksimum setiap stasiun, maka luas stasiun pengamat hujan dapat dihitung dengan metode Polygon Thiessen (gambar terlampir). Prosedur penerapan metode ini menurut Suripin (2003) meliputi langkah-langkah sebagai berikut:1. Lokasi pos stasiun pengamat hujan di plot pada peta DAS. Antar stasiun dibuat garis lurus penghubung.2. Tarik garik lurus ditengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian rupa (900), sehingga membentuk polygon thiessen. Sehingga luas masing-masing stasiun untuk wilayah Kota Yogyakarta dapat diketahui pada tabel berikut:Tabel 4.4. Luas Stasiun Pengamat

Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 2006):

(4.2)

Dimana: P= Data curah hujan di stasiun pengamatA= Luas area kawasan di stasiun pengamat

Dari perhitungan luas setiap stasiun maka dapat diketahui data curah hujan rata-rata setiap tahun menggunakan metode polygon thiessen.Contoh (4.2): Perhitungan curah hujan rata-rata R tahun 1993 Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.5. Data Curah Hujan Rata-rata

4.2.3. Menghitung Curah Hujan Harian MaksimumDari data curah hujan rata-rata yang telah didapat telah diperleh, maka dapat dihitung curah hujan harian maksimum dengan menggunakan tiga metode yakni metode Gumbel, metode Iway Kadoya, dan metode Log Person III.

1. Metode GumbelPerhitungan curah hujan harian maksimum dengan metode Gumbel mengikuti langkah-langkah berikut: Menghitung rata-rata (r):(4.3) Menghitung deviasi standar deviasi (SD): (4.4) Menghitung nilai reducerdeviation (Yt): Yt(4.5) Menghitung reducer mean (Yn) yang tergantung jumlah data n Menghitung reducer standard deviation (Sn) yang juga tergantung pada jumlah data n Menghitung nilai faktor probabilitas (K) untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan:(4.6)

Contoh (4.3): Perhitungan curah hujan metode Gumbel1. Tahun PUH menggunakan 10, 15, 20, 25, dan 30.2. Yt dari persamaan (4.5) YtYtYt3. Yn = 0,4952 (Lampiran pustaka)4. Menghitung Sn = 0,9496 (Lampiran pustaka)5. Nilai K dari persamaan (4.6) 6. Nilai r dari persamaan (4.3) = 264,887. SD dari persamaan (4.4) 8. Untuk nilai RT selanjutnya dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Data Curah Hujan Rata-rata

Tabel 4.7 Curah Hujan Harian Maksimum Metode Gumbel

RT merupakan hasil curah hujan maksimum untuk Metode Gumbel

2. Metode Iway KadoyaMetode iway kadoya disebut pula cara distribusi terbatas sepihak. Prinsipnya adalah mengubah variabel (x) dan kurva kemungkinan kerpatan dari curah hujan harian maksimum ke log x atau mengubah kurva distribusi yang asimetris menjadi kurva distribusi normal.Hal pertama yang dilakukan menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006), yaitu urutkan data curah hujan rata-rata terlebih dahulu dari terbesar sampai ke terkecil seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Pengurutan Curah Hujan Rata-rata

Memperkirakan harga X (4.7) mencari harga persamaan dengan nomor urut m dari yang terbesar (Xs) mencari harga pengamatan dengan nomor urut m dari yang terkecil (Xt) menghitung nilai bt(4.8) memperkirakan harga m(4.9) mencari harga konstanta b > 0 sebagai harga minimum variabel kemungkinan (Xo).(4.10)Jika nilai b < 0, maka nilai b dianggap b = 0 menghitung nilai 1/c(4.11) dengan harga variabel normal (C) yang sesuai untuk tiap periode ulang (lampiran pustaka, 5 ) dan curah hujan untuk periode ulang tertentu didapat dengan:(4.12)(4.13)

Contoh (4.4): Perhitungan curah hujan maksimum metode Iway Kadoya1. mencari nilai Xo dari persamaan (4.7)

2. Xs = 3131,82 (lampiran)3. Xt = 242,06 (Lampiran)4. n = jumlah data5. 6. karena nilai b negative, maka b = 07.

Selanjutnya dapat dihitung curah hujan maksimum metode Iway Kadoya dengan contoh cara penyelesaian sebagai berikut:1. PUH yang digunakan PUH 10, 15, 20, 25, dan 30.2. Harga terdapat dalam lampiran pustaka, 10.3. Contoh perhitungan untuk PUH 10Xo = Rata-rata log RX = jumlah log R

4. Menghitung nilai RtContoh perhitungan untuk PUH 10: RT = Xt b = 269,46 0 = 269,46 mmHasil Rt selanjutnya dapat diliat pada tabel berikut:Tabel 4.9 Curah Hujan Harian Maksimum Metode Iway Kadoya

XT merupakan hasil curah hujan harian maksimum untuk metode Iway Kadoya

3. Metode Log Person IIIMetode ini didasarkan pada perubahan data yang ada didalam bentuk logaritma. Cara, ini variabel pertama kali diubah dalam bentuk logaritma (dasar 10) dan data log tersebut dianaliasa. Langkah perhitungannya menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006), yaitu: Ubah data kedalam bentuk logaritmis,(4.14) Hitung rata-rata:(4.15) Hitung simpangan baku:(4.16) Hitung koefisien kemiringan (G)(4.17) Hitung persamaan logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:(4.18)

Dimana K adalah vairabel standar (standard deviation) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemiringan G. Nilai K dapat dilihat dalam lampiran pustaka. Jika tidak terdapat dalam tabel PUH tersebut, maka dapat menggunakan rumus interpolasi.(4.19)

Contoh (4.5): Perhitungan curah hujan maksimum metode Log Person III Membuat perhitungan dengan menggunakan tabel seperti dibawah ini:

Tabel 4.10 Perhitungan Nilai X

1. Menghitung nilai SD, persamaan

2. Menghitung koefisien kemiringan (G)

3. Menghitung nilai Kx dari nilai G dengan melihat tabel Log Person IIIContoh nilai Kx pada PUH 10 adalah maka cara perhitungannya sebagai berikut:

Selanjutnya perhitungan dengan metode log person III dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.11 Curah Hujan Harian Maksimum Metode Log Person III

RT merupakan curah hujan harian maksimum untuk metode Log Person IIIDari perhitungan ketiga metode curah hujan PUH tersebut dapat dibandingkan pada tabel berikut:Tabel 4.12 Perbandingan Curah Hujan

Dari hasil perbandingan dari ketiga metode tersebut, metode yang dipilih adalah metode yang memiliki jumlah rata-rata terbesar. Maka metode yang dipilih adalah metode Gumbel karena memiliki jumlah rata-rata terbesar dari ketiga metode ini yakni sebesar 1510,3 mm/jam.

4.2.4 Menghitung Distribusi HujanMetode yang digunakan adalah metode Hasper dan Weduwen. Rumus ini berdasarkan anggapan hujan mempunyai distribusi simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari satu jam dan durasi hujan dari 1-24 jam (Sosrodarsono dan Takeda).Rumusan yang digunakan adalah:a. 1 t 24 jam(4.20)b. 0 t 1 jam(4.21)(4.22)Sehingga:(4.23)

Contoh (4.6): Perhitungan distribusi curah hujan PUH 10 tahun1. Durasi 10 menit = 0,167 jam2. Ri menggunakan persamaan (4.22) dengan Xt adalah curah hujan harian maksimum metode gumbel PUH 10.3. Rt menggunakan persamaan (4.21) karena waktunya kurang dari 1 jam

4. Intensitas menggunakan persamaan (4.23)

Perhitungan selanjutnya dapat dilihat dalam tabel berikut:Tabel 4.13 Distribusi PUH 10

Tabel 4.14 Distribusi PUH 15

Tabel 4.15 Distribusi PUH 20

Tabel 4.16 Distribusi PUH 25

Tabel 4.17 Distribusi PUH 30

4.2.5. Menghitung Lengkung Intensitas Hujan1. Metode Talbot (1881)Rumus ini digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga yang terukur (Suripin, 2003).(4.24)Dimana :I= Intensitas hujan (mm/jam)t= Lamanya hujan (jam)n= Banyaknya dataa dan b= Konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS.(4.25)

(4.26)Contoh (4.7): Perhitungan lengkungn intensitas metode Talbot PUH 10 tahunan. Konstanta a, persamaan (4.25)

Konstanta b, persamaan (4.26)

Intensitas Talbot menggunakan persamaan (4.25)

Perhitungan selanjutnya dapat dilihat dalam Tabel 4.18 berikut:

Tabel 4.18 Lengkung Intensitas Hujan PUH 10 Metode Talbot

Tabel 4.19 Lengkung Intensitas Hujan PUH 15 Metode Talbot

Tabel 4.20 Lengkung Intensitas Hujan PUH 20 Metode Talbot

Tabel 4.21 Lengkung Intensitas Hujan PUH 25 Metode Talbot

Tabel 4.22 Lengkung Intensitas Hujan PUH 30 Metode Talbot

2. Metode Sherman (1905)Menurut Suripin (2003), rumus ini cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dair 2 jam.(4.27)

Dimana :I= Intensitas hujan (mm/jam)t= Lamanya hujan (jam)n= Banyaknya dataa dan n= konstanta(4.28) (4.29) (4.30)

Contoh (4.8): Perhitungan lengkung intensitas metode Sherman (1905) PUH 10 tahun Konstanta a, persamaan (4.28) dan (4.29)

a = anti log aa = anti log 2,18 = 151,36 Konstanta n, persamaan (4.30)

Intensitas Sherman menggunakan persamaan (4.27)

Tabel 4.23 Lengkung Intensitas Hujan Metode Sherman PUH 10

Tabel 4.24 Lengkung Intensitas Hujan Metode Sherman PUH 15

Tabel 4.25 Lengkung Intensitas Hujan Metode Sherman PUH 20

Tabel 4.26 Lengkung Intensitas Hujan Metode Sherman PUH 25

Tabel 4.27 Lengkung Intensitas Hujan Metode Sherman PUH 30

3. Metode IshiguroRumus :(4.31)

Dimana :I= Intensitas hujan (mm/jam)t= Lamanya hujan (jam)a dan b= Konstantan= Banyaknya data(4.32)(4.33)

Contoh (4.9): Perhitungan Lengkungn Intensitas Metode Ishiguro Konstanta a, persamaan (4.32)

Konstanta b, persamaan (4.33)

Intensitas lengkung hujan metode ishiguro

Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.28 Lengkung Intensitas Ishiguro PUH 10

Tabel 4.29 Lengkung Intensitas Ishiguro PUH 15

Tabel 4.30 Lengkung Intensitas Ishiguro PUH 20

Tabel 4.31 Lengkung Intensitas Ishiguro PUH 25

Tabel 4.32 Lengkung Intensitas Ishiguro PUH 30

Dari ketiga perhitungan metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro kemudian dapat dihitung selisih nilai terkecil yang mendekati nol, dalam tabel berikut:

Tabel 4.33 Perbandingan Lengkung Intensitas Hujan PUH 10

Tabel 4.34 Perbandingan Lengkung Intensitas Hujan PUH 15

Tabel 4.35 Perbandingan Lengkung Intensitas Hujan PUH 20

Tabel 4.36 Perbandingan Lengkung Intensitas Hujan PUH 25

Tabel 4.37 Perbandingan Lengkung Intensitas Hujan PUH 30

Grafik 4.1 Lengkung Intensitas Hujan Metode Talbot

Grafik 4.2 Lengkung Intensitas Hujan Metode Sherman

Grafik 4.3 Lengkung Intensitas Hujan Metode Ishiguro

4.3. Perencanaan Saluran DrainaseDalam perencanaan saluran drainase ini menggunakan sistem drainase utama (dept.pu, 2003). Saluran sistem ini adalah saluran primer, sekunder, dan tersier. Namun dalam perencanaan ini menggunakan saluran primer dan sekunder. Pembuatan jaringan saluran disesuaikan dengan kondisi medan dan jalan yang ada (elevasi muka tanah). Pada saluran ini menggunakan saluran terbuka yang permukaannya terbuat dari beton.

4.3.1. Sistem Jaringan DrainasePerencanaan sistem jaringan drainase di Kecamatan Mantrijeron akan dibangun 2 jenis saluran yakni saluran sekunder dan saluran primer. Dimana saluran primer akan langsung dialirkan menuju badan air. Untuk jalur saluran yang direncanakan dapat dilihat dalam tabel berikut.Tabel 4.38 Saluran Drainase di Kecamatan Mantrijeron

Gambar 4.1. Jalur Saluran Drainase di Kecamatan Mantrijeron4.3.1.1. Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran (c) berbeda-beda sesuai dengan tata guna lahan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan aliran permukaan didalam sungai terutama yang beraitan dengan aliran permukaan didalam sungai terutama kelembaban tanah. Menetapkan harga koefisien pengaliran (c) sesuai dengan tata guna yang dilewati saluran pada tiap sub blok yang akan dilayani (Peta tata guna lahan terlampir dan nilai c lampiran pustaka. Tabel 4.39 Koefisien Pengaliran C Saluran Drainase Primer Kecamatan Mantrijeron

4.3.1.2. Kemiringan Permukaan Tanah Limpasan dan Saluran4.3.1.2.1. Kemiringan Permukaan Tanah LimpasanKemiringan tanah limpasan adalah jarak terjauh limpasan saluran. Persamaan yang digunakan untuk menghitung kemiringan tanah limpasan adalah sebagai berikut:(4.34)Keterangan:So : Kemiringan permukaan tanah limpasan ET : Elevasi Tanah Awal Elevasi Tanah Akhir (m)Lo : Panjang limpasan (m)

Contoh (4.10): Perhitungan Kemiringan Permukaan Tanah Limpasan Pada Jalur Sekunder a-b

Tabel 4.40 Kemiringan Limpasan Permukaan Tanah Saluran Drainase Kecamatan Mantrijeron

4.3.1.2.2. Kemiringan Tanah Limpasan SaluranKemiringan tanah limpasan saluran adalah panjang saluran. Persamaan yang digunakan dalam mencari kemiringan ini adalah sebagai berikut:(4.35)Keterangan:Sd : Kemiringan permukaan tanah SaluranET : Elevasi Tanah Awal Elevasi Tanah Akhir (m)Ld : Panjang Saluran (m)

Contoh(4.11): Perhitungan Kemiringan Permukaan Tanah Saluran Pada Jalur Sekunder a-b

Tabel 4.41 Kemiringan Limpasan Permukaan Tanah Saluran Drainase Kecamatan Mantrijeron

4.3.1.3. Waktu Konsentrasi (Tc)Menurut Suripin (2003), waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini di asumsikan bahwa jika durasi hjan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode yang telah dikembangkan oleh Kirpich (1940).

(4.36)

4.3.2. Perhitungan Debit BanjirMetode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum dipakai adalah metode USSCS (1973). Metode ini sangat simple dan mudah penggunaannya, namun penggunanya terbatas untuk DAS ukuran kecil yaitu kurang dari 300 Ha (Goldman et.al, 1986). Persamaan numeric metode rasional dinyatakan dalam bentuk:

(4.37)

Dimana:Q = Debit Limpasan (m3/s)C = Koefisien pengaliran (0 C 1) I = Intensitas hujan (mm/jam)A= Luas daerah tangkapan (Ha)

Contoh (4.12): Perhitungan debit limpasan saluran sakunder a-b1. Panjang limpasan (Lo) = 823.62. Panjang Saluran (Ld) = 4653. Slope limpasan (So) = 0.00024. Slope saluran (Sd) = 0.00035. Waktu konsentrasi (Tc)

menit

6. Intensitas hujan menggunakan metode Talbot PUH 10 tahunan persamaan

7. Debit limpasan menggunakan persamaan

m3/jam

Untuk hasil selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.42 Debit Limpasan Saluran Drainase di Kecamtan Mantrijeron4.3.3. Perhitungan Dimensi SaluranPada perencanaan ini digunakan dimensi saluran berbentuk segiempat. Dengan mengacu pada Dept. PU (2003), bentuk saluran penampang efektif perencanaan ini adalah bentuk segi empat. Pada saluran ini terbuat dari beton dengan angka kekasaran manning 0.015 dan kecepatan saluran yang direncanakan adalah sekitar 1-3 m/detik. Apabila kecepatan saluran memiliki nilai lebih dari 3 m/s maka perlu dibuat terjuanan untuk mengurangi kecepatan. Urutan dalam perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Tinggi saluran : h = (Q . n) / (1,26 x )0,3752. Lebar saluran: b = 2 x h3. Luas penampang: A = b x h4. Jari-jari hidrolis: R = A / P = b x h/ (b + 2h) = A/ (b + 2h)5. Kecepatan dalam saluran: V = 1/n x R2/3 x S1/26. Freeboard saluran: Fb = (C x h)0.57. Dimana C:

Contoh (4.13): Perhitungan dimensi saluran sekunder a-b

1. Debit (Q) = 2.934 m3/s 2. Slope (S)= 0.00073. Koefisien manning (n)= 0.0154. Tinggi saluran (h) = (Q . n) / (1,26 x )0,375= (2.934 m3/jam x 0.015) / (1.26 x )0.375= 0.42 m5. Lebar saluran (b)= 2 x h= 2 x 0.42 = 0.856. Luas penampang (A)= b x h= 0.85 x 0.42 = 0.367. Jari-jari hidrolis (R)= A/ (b + 2h)= 0.36/ (0.85 + 2 x 0.42) = 0.218. Kecepatan dalam saluran (V)= 1/n x R2/3 x S1/2= 1/0.015 x 0.212/3 x 0.00031/29. Freeboard saluran (Fb)= (C x h)0.5Fb = (0.04 x 0.42)0.5 = 0.13

Perhitungan saluran selanjutnya terdapat pada tabel berikut:

Tabel 4.43 Dimensi Saluran Drainase di Kecamatan Mantrijeron

4.3.4. Perhitungan Elevasi SaluranUntuk mengetahui elvasi saluran drainase yang akan direncakan dapat diketahui melalui perhitungannya. Tahapan perhitungan elevasi saluran sebagai berikut:

1. Kehilangan energy akibat tekanan (Hf)= Sd x Ld2. Elevasi dasar saluran awal= Eawal h Fb3. Elevasi dasar saluran akhir= Eakhir h Fb4. Kedalaman awal = Eawal - Esaluran awal5. Kedalaman akhir= Eakhir Esaluran akhir6. Elevasi muka air awal= Esaluran awal + h7. Elevasi muka air akhir= Esaluran akhir + h

Contoh (4.14): Perhitungan elevasi saluran drainase sekunder a-b

1. Panjang saluran (Ld)= 465 m2. Elevasi muka tanah awal= 93.75 3. Elevasi muka tanah akhir= 93.64. Slope saluran (Sd)= 0.00075. Kedalaman saluran (h)= 0.42 m 6. Freeboard saluran (Fb)= 0.86 m7. Kehilangan energy (Hf)= 0.33 m8. Elevasi dasar saluran awal= Eawal h Fb= 93.75 0.42 0.86 = 93.20

9. Elevasi dasar saluran akhir= Eakhir h Fb= 93.60 0.42 0.86 = 92.87

10. Kedalaman awal = Eawal - Esaluran awal= 93.75 93.20 = 0.55

11. Kedalaman akhir= Eakhir Esaluran akhir= 93.60 92.87 = 0.73

12. Elevasi muka air awal= Esaluran awal + h= 93.20 + 0.42 = 93.62

13. Elevasi muka air akhir= Esaluran akhir + h= 92.87 + 0.42 = 93.29

Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.44 Elevasi Dasar Saluran Drainase di Kecamatan Mantrijeron4.3.5. Profil Hidrolis

Tabel 4.45 Profil Hidrolis Saluran Drainase Sekunder a-b

Grafik 4.4 Profil Hidolis Saluran Drainase Sekunder a-bTabel 4.46 Profil Hidrolis Saluran Drainase Primer 1- b

Grafik 4.5 Profil Hidolis Saluran Drainase Primer 1-b

4.4. Bangunan Pelengkap4.4.1. Gorong-gorong (Culvert)Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereat api, atau timbulan lainnya (Suripin, 2003). Kriteria perencanaan gorong-gorong adalah sebagai berikut: Panjang gorong-gorong sama dengan lebar jalan Kecepatan aliran dalam gorong-gorong minimum 1 m/s Kecepatan aliran dalam gorong-gorong maksimum 3 m/s Kedalaman air sama dengan kedalaman air sebelumnya Gorong-gorong merupakan saluran terbuka yang terbuat dari beton Perhitungan dimensi gorong-gorong sama dengan persamaan untuk menghitung dimensi saluran

Untuk mengetahui dimensi dari gorong-gorong dapat diketahui melalui tahapan perhitungan seperti berikut: Vgorong > Vsaluran , agar mencegah terjadinya penyumbatan Panjang gorong - gorong (P)= lebar jalan Luas gorong - gorong (A)= Qsaluran / Vgorong Lebar gorong gorong (h)= (Agorong / 2)0.5 Tinggi gorong gorong (b)= 2 x hgorong Kehilangang tekanan inlet (Hfin)= Kehilangan tekanan outlet (Hfout)= Kehilangan tekanan gesek (Hfgesek)= Sd x Pgorong Kehilangan total (Hf total)= Hfin + Hfout + Hfgesek

Contoh (4.15): Perhitungan dimensi gorong gorong dan kehilangan tekanan saluran a-b1. Qsaluran= 2.93 m3/jam2. Sd= 0.00073. Vsaluran= 0.63 m/s4. hsaluran= 0.42 m5. Vgorong= 1 m/s (direncanakan)6. Pgorong= 6 m7. Agorong= 2.93 m3/jam / 1 m/s = 2.93 m28. hgorong= (2.93 m2 / 2)0.5 = 1.219. bgorong= 2 x 1.21 = 2.4210. Hfin= 11. Hfout= 12. Hfgesek= 0.0007 x 6 = 0.004213. Hftotal= 0.0017841 + 0.003572 + 0.0042 = 0.0096Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.47 Perhitungan Gorong-Gorong dan Hf Saluran Drainase

95Aufa Haqqu Habillah (12513058)Bambang Sentot D.N. (12513002)Zulistia (12513170)

4.4.2. Lubang Pemasukan Air (Street inlet)Street inlet adalah lubang disisi jalan yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada disepanjang jalan menuju kedalam saluran (Modul Hidrologi, 2007). Untuk mengetahui jumlah street inlet yang dibutuhkan rumus yang digunkan adalah:

Dimana :

Dengan :W= Lebar jalanSo= Slope limpasanDsl= Jarak antar street inlet, D 50 m

Contoh (4.16): Perhitungan street inlet saluran sekunder a-b1. Lebar jalan (W)= 6 m2. Slope limpasan (So)= 0.00023. Jarak street inlet (Dsl)= 4. Street inlet= 465 / 0.6 = 738 unit

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.48 Street Inlet Saluran Drainase Kecamatan Mantrijeron