BAB I.docx
-
Upload
arya-d-ningrat -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of BAB I.docx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gastroenteritis (Diare) atau dikenal dengan sebutan mencret memang
merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi
salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di
bawah lima tahun (balita). Karenanya kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare
adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah
apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak
yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya
atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau berkembang.
Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi kewaspadaan orang tua.
sehingga mungkin saja diare akan membahayakan anak.
Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada
balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF
memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare
angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan cacar jika
digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39 persen penderita
mendapatkan penanganan serius.
Di Indonesia sendiri, sekira 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekira
460 balita setiap harinya akibat diare. Daerah Jawa Barat merupakan salah satu yang
tertinggi, di mana kasus kematian akibat diare banyak menimpa anak berusia di
1
bawah 5 tahun. Umumnya, kematian disebabkan dehidrasi karena keterlambatan
orangtua memberikan perawatan pertama saat anak terkena diare.
Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim,
kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan merupakan
faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F yaitu Food,Fly,
Feces, dan Finger.Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah
dengan memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010,
ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat
menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara
dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan. (lifestyle.okezone.com).
Kasubdit Diare dan Kecacingan Depkes, I Wayan Widaya mengatakan hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23
per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006
sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di
wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277
diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat.
Sepintas diare terdengar sepele dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan
alasan untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa membahayakan
dan ternyata ada beberapa jenis yang menular.Diarekebanyakan disebabkan oleh
Virus atau bakteri yang masuk ke makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam,
alergi makanan, reaksi obat, alkohol dan bahkan perubahan emosi juga dapat
menyebabkan diare, begitu pula sejumlah penyakit tertentu.
Kematian akibat gastroenteritis yang jumlahnya jutaan, mayoritas disebabkan
oleh hal sepele, yaitu habisnya cairan tubuh yang keluar karena buang air dan muntah.
2
Hilangnya cairan sedikit demi sedikit oleh banyak orang dianggap hal biasa. Di
pelosok desa terutama di daerah Jawa, bahkan ada yang menganggap bahwa
anak gastroenteritis sebagai pertanda akan bertambah pintar. Padahal jika kekurangan
cairan lebih dari 10% dari berat badan anak atau bayi akan menyebabkan kematian
hanya dalam tempo tiga hari. Belakangan juga ditemukan retrovirus yang menjadi
biang keladi munculnya gastroenteritis anak-anak di bawah usia 2 tahun. Ironisnya,
belum ada vaksinasi yang dapat memperkuat daya tahan bayi atau anak untuk
melawan kekuatan virus tersebut. Namun, ASI yang diisap bayi memiliki kemampuan
untuk mengikis habis virus tersebut asal anak tetap diberi cairan pengganti yang
hilang karena buang air dan muntah (Widjaja, 2002).
Diantara anak yang diperiksa di klinik perawatan setiap
hari, gastroenteritisinfeksius akut umumnya terjadi dan penularan antar manusia
organisme yang paling sering terlibat dalam epidemic diare ditempat perawatan
tersebut adalah Shigella, Giardia Lambia, dan Cryptos Poridium. Angka serangan
sekunder yang berkisar antara 10 dan 20 % menggambarkan sumber infeksi yang
penting bagi orang tua serta saudara sekandung (Khalik,2007).
Data dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan
menyebutkan, pada tahun 2001 angka kematian rata-rata yang diakibatkan
gastroenteritis adalah 23 per 100.000 penduduk, sedangkan angaka tersebut lebih
tinggi pada anak-anak berusia di bawah lima tahun, yaitu 75 per 100.000 penduduk.
Hasil survey pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadian gastroenteritis pada
semua usia di Indonesia adalah 423 per 1000 penduduk dan terjadi satu-dua kali per
tahun pada anak-anak berusia di bawah lima tahun (Diah, 2008).
3
Berdasarkan data yang penulis dapat dari ruang anak Rumah Sakit TNI-AD
Kabupaten Aceh Utara dinyatakan jumlah pasien di ruang anak dari Januari 2010
sampai dengan Juli 2011 adalah 353 orang.
Diantaranya yang menderita gastroenteritis adalah sebanyak 175 orang atau
dengan persentase 23 %.Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk
menjadikan kasus Gastroentritis ini sebagai bahan studi kasus dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada pasien An.Suparmi dengan Gastroenteritis di ruang perawatan
Malikussaleh Rumah sakit TK IV IM.07.01 Lhokseumawe”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman belajar secara nyata dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien “Gastroentritis” melalui perawatan
yang komprehensif dan dapat membuat laporan pelaksanaan pelayanan keperawatan
dalam bentuk karya ilmiah dan laporan lainnya.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tinjauan teoritis diare
b. Untuk mengetahui Pengkajian pada anak dengan diare
c. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan pada anak dengan diare
d. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan diare
e. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan pada anak dengan diare
f. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan pada anak dengan diare
4
C. Manfaat
Manfaat penulisan ini antara lain :
1. Bagi Lahan Praktek
Sebagai masukan dalam memberikan asuhan dan pengambilan tindakan
terhadap pasien penderita gastroenteritis.
2. Bagi Pembaca
Sebagai referensi dan bahan bacaan untuk masyarakat umum, agar mengetahui
asuhan pertolongan pertama apa yang dapat diberikan kepada pasien dengan
penyakit gastroenteritis.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi dan bahan bacaan mahasiswa-mahasiswi Yayasan Pendidikan
Darussalam Lhokseumawe, khususnya Akedemi Kebidanan Darussalam agar
mahasiswi mampu menerapkan manajemen asuhan kebidanan.
4. Bagi Penulis
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam manajemen asuhan
kebidanan pada penyakit gastroenteritis.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Gasroenteritis
Gastroemteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang
encer atai cair (Suriadi dan Yuliani).
Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus
yang di tanai dengan muntah-munta dan diare yang berakibat kehilangan cairan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit
(cecyly,Bezt).
Gastroenteritis adalah peradangan pada saluran pencernaan, yang melibatkan
lambung, usus, atau keduanya, biasanya menyebabkan diare, kram perut, mual dan
mungkin muntah. Gastroenteritis sering disebut “flu perut” atau “flu lambung” karena
penyebab gastroenteritis paling umum adalah virus. Namun, istilah ini dapat
membingungkan karena virus influenza (virus flu) tidak menyebabkan gastroenteritis.
Gastroenteritis bisa merupakan penyakit tersendiri, namun juga bisa dianggap
sebagai gejala dari penyakit lainnya. Seseorang yang memiliki gejala-gejala
gastroenteritis dan akhirnya mengembangkan diare berdarah biasanya tidak
didiagnosis sebagai gastroenteritis, tetapi sebagai penyakit tertentu seperti shigellosis.
Ada banyak penyakit tertentu yang gejala-gejala awalnya adalah gastroenteritis,
terutama di awal proses penyakit.
6
B. Etiologi Gastroenteritis
1. Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi
bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas,
dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi
parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
2. Infeksi parenteral
Infeksi paenteral merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis
dan sebagainya.
3. Malabsorbsi karbohidrat disakarida(intoleransi laktosa,maltosa dan
sukrosa),monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi
laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak.Disamping itu
dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
4. Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap
jenis makanan tertentu.
Radang pada saluran cerna dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh, diare
dengan berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, baik ringan, sedang atau berat.
Selain itu diare juga menyebabkan berkurangnya cairan tubuh (Hipovolemik), kadar
Natrium menurun (Hiponatremia), dan kadar gula dalam tubuh turun (Hipoglikemik),
sebagai akibatnya tubuh akan bertambah lemas dan tidak bertenaga yang dilanjutkan
dengan penurunan kesadaran, bahkan dapat sampai kematian. Kondisi seperti ini akan
semakin cepat apabila diare disertai dengan muntah-muntah, yang artinya pengeluaran
cairan tidak disertai dengan masukkan cairan sama sekali.
7
Pada keadaan tertentu, infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan
perdarahan. Kuman mengeluarkan racun diaregenik yang menyebabkan hipersekresi
(peningkatan volume buangan) sehingga cairan menjadi encer, terkadang
mengandung darah dan lendir.
C. Tanda-Tanda dan Gejala Gastroenteritis
Pasien dengan diare akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri
perut sampai kejang perut, demam dan diare terjadi renjatan hipovolemik harus
dihindari kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak, gangguan
biokimiawi seperti asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernafasan lebih
cepat dan dalam (pernafasan kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka
denyut nadi cepat (lebih dari 120 kali/menit) tekanan darah menurun tak terukur,
pasien gelisah, muka pucat, ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis, kekurangan
kalium dapat menimbulkan aritmia jantung.
Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila
kekurangan cairan tak segera diatasi dapat timbul penulit berupa nekrosis tubular
akut.Secara klinis dianggap diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan
pertama, kolerifrom, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua
disentriform, pada saat diare didapatkan lendir kental dan kadang-kadang darah.
Penyakit yang melibatkan saluran cerna ini umumnya memunculkan gejala
mual, muntah, buang air besar yang encer atau mencret beberapa kali/diare, kadang
demam ringan atau meriang, dan yang lebih jarang yaitu kejang perut. Dari kondisi
kekurangan cairan atau dehidrasinya, penderita bisa disebut termasuk diare tanpa
dehidrasi, diare dehidrasi ringan/sedang, atau diare dehidrasi berat.
8
1. Pada kasus tanpa dehidrasi, setidaknya memenuhi 2 atau lebih tanda berikut, yaitu
keadaan umum penderita baik, mata tidak tampak cekung, minum seperti biasa, dan
kulit perut saat dicubit atau dijepit (disebut pemeriksaan turgor) kembali dengan
cepat.
2. Untuk dehidrasi ringan/sedang, penderita biasanya gelisah atau rewel, mata tampak
cekung, haus dan ingin minum banyak, serta turgor kembali lambat.
3. Jika sudah dehidrasi berat, penderita tampak sangat lesu hingga tidak sadar, mata
tampak cekung, malas atau tidak bisa minum, dan turgor kembali sangat lambat lebih
dari 2 detik.
Perlu juga diketahui ada atau tidaknya darah di muntahan serta tinja. Ini
menentukan tindakan perawatan dan pengobatan selanjutnya. Sebaiknya, penderita
mengkonsultasikan dengan dokter bila ada keluhan mual, muntah, diare yang masih
berlangsung hingga lebih dari dua hari. Waspadai juga jika keluhan bertambah parah
menjadi muntah dan diare yang disertai darah, demam tinggi, dan tanda-tanda
kekurangan cairan. Tanda-tanda dehidrasi lain yang mungkin ditemukan yaitu rasa
pusing yang berat, kulit bibir jadi kering, urin atau kencing tampak kuning pekat,
kencing atau berkemih yang jarang, bahkan hingga tidak kencing dalam waktu yang
lama. Pada bayi bisa terlihat ubun-ubun cekung.
Jika tinja mengandung darah, lebih kecil kemungkinannya disebabkan oleh
virus dan lebih besar kemungkinannya disebabkan oleh bakteri. Beberapa infeksi
bakteri juga bisa diasosiasikan dengan nyeri perut akut dan mungkin bertahan
selama beberapa minggu. Anak-anak yang terinfeksi rotavirus biasanya sembuh
total dalam tiga sampai delapan hari.Akan tetapi, di negara-negara miskin,
perawatan untuk infeksi akut seringkali sulit didapatkan sehingga biasanya diare
terus-menerus terjadi. Dehidrasi merupakan komplikasi umum dari diare dan
9
pasien anak dengan tingkat dehidrasi parah bisa mengalami pengisian kembali
pembuluh kapiler berkepanjangan, turgor kulit yang buruk, dan pernapasan
abnormal. Infeksi berulang biasanya ditemukan di tempat-tempat dengan sanitasi
buruk, dan malnutrisi yang dapat menghambat pertumbuhan, dan keterlambatan
kognitif jangka panjang.
Artritis reaktif terjadi pada 1% dari kelompok yang terinfeksi
spesies Campylobacter ,dan 0,1% mengalami sindrom Guillain-Barre.Sindrom
uremik-hemolitik (HUS) dapat terjadi karena infeksi spesies Escherichia
coli atau Shigella yang mengeluarkan racun Shiga,sehingga mengakibatkan jumlah
trombosit yang rendah, fungsi buruk ginjal, dan jumlah sel darah merah yang
rendah (karena kerusakannya).
D. Komplikasi
Menurut Broyles (1997) komplikasi diare ialah dehidrasi, hipokalemia,
hipokalsemia, disritmia jantung (yang disebabkan oleh hipokalemia dan
hipokalsemia), hiponatremia, dan shock hipovolemik.
Komplikasi dari gasroenteritis adalah sebagai berikut :
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang d. Bakterimia
4. Malnutrisi f. Hipoglikemia
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
10
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit buruk, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti
tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis
sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
E. Terapi
Terapi/Tindakan Penanganan Panduan pengobatan menurut WHO diare akut
dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral
dan melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare
tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat
(Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Dalam garis besar pengobatan diare dapat
dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
1. Pengobatan Cairan Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada
penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan jumlah
cairan yang telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous
11
Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui
keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal Water Losses).Cairan yang
hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung CWL
(Concomitant water losses) (Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
1. Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-
ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20
g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90
mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L
(Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa cairan rehidrasi oral:
a. Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan
glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.
b. Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di
atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di
rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap.
2. Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan
rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap
jam perlu dilakukan evaluasi:
a. Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah b) Perubahan
tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana,
2011).
b. Antibiotik Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan
pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang
dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di
indikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti
12
demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare
infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3-
5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari), Doksisiklin 300mg
(Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg, Metronidazole 250-500
mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).
1) Obat anti diare
a) Kelompok antisekresi selektif Terobosan terbaru dalam
milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim
enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali
secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari
elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan
secara normal.
b) Kelompok opiat, dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat,
loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat
(lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari,
loperamid 2-4 mg/ 3-4x sehari dan lomotil 5mg 3-4 x sehari.
Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan
dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare
13
akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak
dianjurkan.
c) Kelompok absorbent Arang aktif, attapulgit aktif, bismut
subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar
argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus
terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit.Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-
tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat
membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan
mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya
adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan
dalam bentuk kapsul atau tablet. Probiotik Kelompok probiotik
yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan
jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif
karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.
Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi /
menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang
adekuat.
14
F. Penatalaksanaan
Ketiga dasar penatalaksanaan pengobatan tersebut sebagai berikut :
1. Pemberian cairan pada pasien gastroenteritis( diare) dengan memperhatikan
derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
Jenis cairannya sebagai berikut :
a. Cairan peroral
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi dan
bila anak mau minum serta kesadaran baik diberikan peroral berupa cairan
yang berisi NaCl dan NaHCO3, KCI dan glukosa. Formula lengkap sering
disebut juga oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (formula tidak
lengkap)hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan sukrosa), atau air tajin
yang diberi garam dan gula untuk pengobatan sementara sebelum di bawah
berobat ke rumah sakit pelayanan kesehatan untuk mencegah dehidrasi lebih
jauh.
2. Cairan parenteral
a. Belum ada dehidrasi
o Sebanyak anak mau minum atau 1 gelas tiap defekasi.
b. Dehidrasi ringan
o 1 jam pertama : 25-50 ml/kg BB per oral (intragastrik). Selanjutnya : 125
ml / kg BB / hari.
c. Dehidrasi sedang
o 1 jam pertama : 50-100 ml/kg BB peroral /intragastrik (sonde).
Selanjutnya ; 125 ml / kg BB / hari.
15
d. Dehidrasi berat
o Untuk anak umur 1 bulan - 2 tahun, berat badan 3-10 kg. yaitu 1 jam pertama : 40
ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB /menit (set infus berukuran 1 ml = 15 tetes)
atau 13 tetes / kg BB /menit (set infus 1 ml : 20 tetes). 7 jam berikutnya : 12 ml
/kg BB/jam = 33 tetes / kg BB/ m atau 4 tetes / kg BB/menit. 16 jam berikutnya :
125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum,
teruskan dengan intravena 2 tetes/.kg BB/menit atau 3 tetes/kgBB/menit.
o Untuk anak lebih dari 25 tahun dengan BB 10-15 kg :
1 jam pertama : 30 ml /kg BB/jam = 8 tetes/kgBB/menit. atau 10
tetes/kgBB/menit.7 jam berikutnya : 10 ml /kg BB /jam = 3 tetes/kgBB/ menit.
atau 4 tetes/kgBB/menit.16 jam berikutnya : 125 ml /kg BB oralit peroral atau
intragastrik. Bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan DG aa
intravena 2 tetes/kgBB/m, atau 3 tetes/ kgBB/m.
o Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan BB 2-3 kg.Kebutuhan cairan : 125 ml +
100 ml + 25 ml = 250 ml /kg bb /24 jam. Jenis cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5 %
+ 1 bagian NaHCO 3 1 %) dengan kecepatan 4 jam pertama = 25 ml / kg BB
/jam atau 6 tetes/kgBB/menit., 8 tetes/kgBB/ menit. 20 jam berikutnya 150 ml /kg
BB /20 jam = 2 tetes/kgBB/ menit. atau 2 ½ tetes/kgBB/menit.
e. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg
jenis makanan :
1) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tak jenuh).
2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim).
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan.
16
Cara memberikannya sebagai berikut :
1) Hari pertama : setelah dehidrasi segera diberikan makanan peroral. Bila diberi
ASI/susu formula tapi masih diare diberikan oralit selang-seling.
2) Hari kedua – keempat : ASI /susu formula rendah laktosa penuh.
3) Hari kelima : bila tidak ada kelainan pasien dipulangkan. Kembali susu atau
makanan biasa.
f. Obat-obatan
1) Obat anti sekresi : dosis 25 mg /tahun dengan dosis minimum 30 mg.
Klorpromazin dosis 0,5 – 1 mg /kg bb /hari.
2) Obat spasmolitik.
3) Antibiotik (Ngastiyah, 1997).
Ada 10 Prinsip Pengobatan Dan Managemen Perawatan dalam menangani
kasus gastroenteritis adalah sebagai berikut :
1. Pengobatan tergantung pada derajat dehidrasi.
a. Dehidrasi ringan ada kemungkinan lebih disukai untuk merawat anak di
rumah, asal diberikan perawatan medis tang efesien.
1) Dihentikannya pemberian susu yang diganti dengan campuran glucose
elektrolit (dioralite).
2) Cairan harus diberikan setiap 2 jam pada siang hari dan setiap 4 jam
selama malam hari, dilanjutkan selama 24 jam.
3) Setelah 24 jam pemberian susu dimulai kembali, jika diberikan jumlah
kecil (15 ml susu krim separuh) setiap 4 jam dengan salin antara waktu
makan.
17
4) Dengan ditingkatkannya pemberian susu, jumlah campuran glucose
elektrolit diturunkan secara berimbang.
5) Sucrose hanya ditambahkan jika feces mulai berbentuk
b. Dehidrasi ringan. Pada kasus ini, gambaran klinik ditegakkan secara baik dan
mulai dirawat :
1) Dihentikannya pemberian susu.
2) Penggantian deficit cairan danelektrolit serta koreksi gangguan asam
basa. Ini didasarkan pada penilaian klinis, atau pada rekaman kehi,angan
berat badan terakhir. Pergantian dapat dilakukan baik peroral atau
intravena dan akan tergantung pada kehilangan air dan elektrolit melalui
diare.
3) Perawatan bayi dengan terapi intra vena
4) Pemeriksaan biokimia dan obsevasi klinis untuk menentukan status
elektrolit.
5) Dimulainya pemberian cairan peroral secara perlahan – lahan untuk
kmenentukan kemampuan menerima cairan.
6) Dimulainya pemberian susu secara berangsur-angsur seperti yang
diuraikan untuk dehidrasi ringan.
7) Penimbangan berat badan harian dan pengumpilan urin harian.
c. Dehidrasi parah. Bayi dalamkedaan sakit parah dengan kegagalan sirkulasi:
1) Infuse intravena dengan larutan yang sesuai dan masukan cairan dengan
peningkatan yang seksama.
2) Infuse plasma untuk menggantikan penurunan volume plasma
3) Koreksi asidosis merabolik dengan pemberian secara intravena 8,4 %
natrium bikarbonat dengan penilaian kembali status asam basa.
18
4) Jika suatu elektrolit dan cairan telah dikoreksi, secara berangsur-
angsur susu diberikan kembali seperti yang diuraikan untuk
dehidrasi ringan.
5) Selama fase akut, bayi dirawat dalam incubator. Diberikan oksigen
dan bayi diobservasi secara seksama, karena penurunan kadar
kalium serum menimbulkan perubahan aktivitas jantung.
1. Perawatan rutin
a) Pemberian obat-obatan, terutama antibiotika untuk mengatasu kuman
infeksi . jika muntah parah, obat-obatan yang sesuai, seperti kloramfenikol
atau streptomisin, dapat diberikan secara parenteral.
b) Isolasi pasien dan pengertian akan proses infeksi silang serta
pencegahannya.
c) Perawatan bokong ,Feces yang encer akan menyebabkan kemerahan dan
ekskoriasi kulit. Bayi tidak boleh ditinggal berbaring dengan popok yang
basah dan kotor. Area popok dibasuh secara lebih dan diberikan krim
pelindung. Meninggalkan bokong dalam kedaan terpapar merupakan cara
yang terbaik untuk mendorong terjadinya penyembuhan.
d) Inspeksi dan perawatan mulit bayi.
e) Dukungan bagi orang tua. Jika terdapat bukti tidak adanya pengertian
dalam hal perawatan anak,ibu harusdidorong untuk tinggal bersama anak.
Perawatan dapat diawasi dan diberikan bantuan. Walaupun demikian,
harus diingat bahwa banyak bayi yangmenderita gastroenteritis kendatipun
perawatan bayi yang bhaik, dan orang tua tidak boleh disalahkan karena
keadaan ini.
19
f) Persiapan pulang ke rumah. Segera setelah petunjuk pemberian makanan
mencapai tingkat sesuai umur dan kebutuhan anak, dan jika terjadi
pertambahan berat badan anak yang memuaskan dan tidak terdapat muntah
atau feces yang encer, maka anak dizinkan pulang. Orang tua diminta
untuk datang ke unit rawat jalan untuk mengubungi dokter umum untuk
menilai kemajuan bayi.
20
BAB III
TINJAUN KASUS
MANAJEMEN VARNEY
Tanggal masuk : 10 Januari 2015
Ruangan : Malikussaleh
Pukul : 13 : 25
I. PENGUMPULAN DATA
A. Identitas / Biodata
Nama Pasien : Ny.Suparmi
Umur : 46 Tahun
Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
B. Amnesia (Data Subjektif)
Pada Tanggal : 22 Februari 2015 Jam 13.30 Wib
1. Alasan Kunjungan : mau berobat dan melakukan pemeriksaan
2. Keluhan Utama : muntah < 10 x, mencret 3 x sejak pagi. Badan
lemas,pusing, sakit perut, kepala pening.
3. Riwayat penyakit pasien : Pasien pernah menderita oenyakit hipertensi
dan penyakit hernorrhopie dex pada tahun 2003
4. Riwayat penyakit keluarga :Tidak ada
21
C. pemeriksaan fisik (Data Objektif)
1. K/U : sadar dan lemas
2. Tanda vital
TD : 130/80 mmHg
Pols : 70 x/menit
RR : 22 x/menit
Temp : 36 o C
3. Inspeksi
Mata sklera : pucat
Kunjungtiva : pucat
Muka : pucat
Perut : sakit
4. Palpasi
Abdomen : sakit bila ditekan
5. Auskultasi
Keadaan jantung : Normal
Keadan paru – paru : Normal
D. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium
II. INTERPRETASI DATA DASAR
1. Diagnosa
Hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan Ny.Suparmi umur 46 tahun dengan
diagnosa gastroenteritis.
22
2. Data dasar
Ds : Pasien mencret dna mengalami mual muntah sejak sebelum
dibawa ke rumah sakit dna sesudah di bawa kerumah sakit masih mual
dan pusing ,kepala pening dan sakit perut.
Do : memeriksa keadaan pasien, mengukur vital sign dan memberi
oksigen karena pasien sesak.
3. Masalah potensial : Lemas dan masih merasa mual muntah dan pusing, sakit
kepala
4. Kebutuhan : pasien memerlukan cairan infuse dan obat-obatan sesuai
dengan intruksi dokter agar pasien tidak lemas lagi karena
kekurangan cairan dan pasien harus banyak minum air
III. ANTISIPASI DATA DAN MASALAH POTENSIAL
Dehidrasi
IV. TINDAKAN SEGERA ATAU KOLABORASI
Kolaborasi dengan dokter Sp.PD
V. RENCANA MANAJEMEN
Jelaskan kondisi pasien saat ini
Atur tetesan infus
Pantau tanda-tanda vital
Anjurkan pasien untuk ikuti saran dokter
Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup
Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih
23
Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi
Beri terapi obat-obatan
VI. IMPLEMENTASI / PELAKSANAAN
Menjelaskan kondisi pasien pada saat ini
Mengatur tetesan infus 20 tts/i
Memantau tanda-tanda vital
Menganjurkan pasien untuk mengikuti saran dokter
Menganjurkan pasien untuk beristirahat yang cukup
Menganjurkan pasien untuk minum air putih yang banyak
Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan bergizi
Misalnya :
Karbohidrat
Protein
Mineral
Memberikan terapi obat
o Infus Rl 20 tts/i
o Ranitidine 1 ampul /12 jam
o Ondansetrone 1 ampul /12 jam
o Keterolac 1 ampul / 12 jam
VII. EVALUASI
Pasien sudah istirahat
Pasien sudah membaik
Pasien sudah terapi obat yang teratur
24
Pasien sudah mengikuti anjuran dokter
Pada tanggal 12 Februari 2015 Ny.Suparmi 46 tahun dengan diagnosa gastroenteritis.
1. K/U : Membaik
2. Tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Pols : 70 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36 o C
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gastroenteritis (Diare) atau dikenal dengan sebutan mencret memang
merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi
salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di
bawah lima tahun (balita). Karenanya kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare
adalah hal yang wajar dan harus dimengerti.
Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak
acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada
sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa
anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar
dapat mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga mungkin saja diare akan
membahayakan anak.Etiologi terdiri dari 3 faktor infeksi antara lain sebagai berikut :
1. Infeksi internal
2. Bakteri penyebab gastroenteritis (diare akut) dibagi dalam dua golongan besar,
ialah bakteri non invasive dan bakteri invasive
3. Infeksi parenteral
Gejala klinik pasien dengan diare akibat infeksi sering mengalami nausea,
muntah, nyeri perut sampai kejang perut, torgor kulit menurun, demam dan diare
terjadi renjatan hipovolemik.Tes diagnostik sangat diperlukan untuk pengkajian
penyakit diare.Dasar pengobatan diare adalah :
a. Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan dan jumlah cairan.
b. Dietetik dan obat-obatan
26
B. Saran
Untuk memberikan asuhan keperawatan secara optimal, sistematis, dan berlanjut
digunakan model konseptual yang ada yaitu:
1. Menganjurkan kepada anggota keluarga untuk memantau status kondisi anggota
keluarganya bila sewaktu waktu terjadi kegawat daruratan untuk segera
menghubungi tenaga kesehatan diruang keperawatan.
2. Mendelegasikan kepada perawat bangsal agar memantau perkembangan An.S
apabila terjadi tanda-tanda syok.
3. Menyarankan kepada perawat bangsal Melati agar meningkatkan komunikasi
terapeutik kepada pasien setiap akan melakukan tindakan keperawatan.
4. Saran dari para pembaca sebagai masukan sangat diperlukan untuk perbaikan bagi
penulis, diharapkan penulis mampu membuat karya tulisanya lagi lebih baik
dimasa yang akan datang.
27
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall ( 2006) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran “.
Jakarta : EGC
North .(2000) “Keperawatan”. Jakarta : EGC.
Nurmasari, Mega (2003) “Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut
Jawa Tengah :EGC
Ratnawati, Dwi (2002) “Asuhan Keperawatan”
Jawa Tengah :EBA
Wicaksono, Arridho (1997) “Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut “.
Jawa Tengah :GEA
28