BAB I.docx

46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia. Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme (virus, bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). Sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2004) antara lain : Status gizi bayi, riwayat persalinan, kondisi sosial ekonomi orang tua, lingkungan tumbuh bayi, konsumsi ASI.

Transcript of BAB I.docx

Page 1: BAB I.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan

terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut

bronchopneumonia. Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan

nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat

adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada

anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau

lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.

Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme

(virus, bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon

(minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan,

minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi).

Sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia menurut

Depkes RI (2004) antara lain : Status gizi bayi, riwayat persalinan, kondisi

sosial ekonomi orang tua, lingkungan tumbuh bayi, konsumsi ASI.

Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi

DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat

menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Campak, pertusis

dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau merupakan

penyakit penyerta pada pneumonia balita. Di samping itu, sekarang telah

tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk pencegahan

terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat lain

seperti meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam Program

Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.

Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan

non-imunisasi yang meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi

Page 2: BAB I.docx

yang baik, penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur, status imunisasi

dan lain-lain; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang

semuanya itu dapat menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit

menular termasuk penghindaran terhadap pneumonia.

Meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk penanggulangan

penumonia, tetapi kasus pneumonia masih tetap tinggi. Menurut WHO,

angka kematian bayi di atas 40 per 1000 kelahiran. Menurut SKRT 2001

urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah pneumonia,

diare, tetanus, ISPA sementara proporsi penyakit menular penyebab

kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%), diare (19,2%) infeksi

saluran pernafasan akut (7,5%), malaria (7%), serta campak (5,2%).

Angka kejadian pneumonia di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak

146.437 kasus dengan AI 6,7. Di Propinsi Jawa Tengah, sebesar 80% -

90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan pneumonia. Angka

kejadian pneumonia balita di Jawa Tengah pada tahun 2004 sebanyak 424

dengan AI 0,13, tahun 2005 sebanyak 1.093 dengan AI 0,33, dan tahun

2006 sebanyak 3.624 dengan AI 11,0.

Riset kesehatan dasar(riskesdas) profinsi jawa tengah menyebutkan

pneumonia merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan

kematian, terutama pada BALITA. Di kota semarang terdapat 0.2% yang

dinyatakan menderita pneumonia oleh petugas kesehatan dengan 2.1%

yang memiliki gejala dan tanda yang mengarah pada pneumonia,

sedangkan di kota demak memiliki angka kejadian sebanyak 0.4% yang

dinyatakan menderita pneumonia oleh petugas kesehatan dengan 0.4%

yang memiliki gejala dan tanda yang mengarah pada pneumonia. Masalah

penyakit pneumonia paling banyak terjadi pada wilayah kerja

Puskesmas ..........

Kejadian pneumonia didasarkan adanya interaksi antara komponen

host, agent, dan environment, berubahnya salah satu komponen

mengakibatkan keseimbangan terganggu sehingga terjadi pneumonia.

Page 3: BAB I.docx

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah di atas, maka

rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini yaitu apakah ada hubungan

antara lingkungan tempat tinggal dengan angka kesakitan pneumonia pada

Balita di wiayah kerja Puskesmas ...... tahun 2012

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat kesadaran masyarakat di Puskesmas Sayung

Tahun 2012 akan pengaruh lingkungan tempat tinggal dengan angka

kesakitan pnrumonia paa BALITA.

2. Tujuan Khusus

2.1 Menganalisis antara keadaan lantai tempat tinggal dengan kejadian

pneumonia pada BALITA di Puskesmas Sayung Tahun 2012.

2.2 Menganalisis antara kondisi atap rumah dengan angka kesakitan

pneumonia pada balita di puskesmas sayung tahun 2012.

2.3 Menganalisis antara luas ventilasi kamar dengan angka kesakitan

pneumonia pada balita di puskesmas sayung tahun 2012.

2.4 Menganalisis antara kepadatan hunian dengan angka kesakitan

pneumonia di puskesmas sayung tahun 2012.

2.5 Menganalisis antara tingkat kelembab suhu hunian dengan angka

kesakitan pneumonia pada balita di puskesmas sayung tahun 2012.

2.6 Menganalisis antara kondisi dinding tempat tinggal dengan angka

kesakitan pneumonia pada balita di puskesmas sayung tahun 2012.

3. Manfaat Penelitian

3.1 Bagi penulis: penelitian ini dapat menambah dan memperluas

pengetahuan tentang hubungan lingkungan tempat tinggal fisik

terhadap angka kesakitan pneumonia di Puskesmas Sayung Tahun

2012.

Page 4: BAB I.docx

3.2 Bagi pembaca : sebagai informasi pada masyarakat akan

pentingnya menjaga kebersiha lingkungan tempat tinggal untuk

mencegah pneumonia.

3.3 Bagi dinas kesehatan kabupaten demak : sebagai acuan untuk

menurunkan angka kesakitan pneumonia pada BALITA di

Puskesmas Sayung Tahun 2012.

Page 5: BAB I.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pneumonia

1. Pengertian pneumonia

Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru

meradang. Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menajdi

berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa

bekerja.

2. Pengertian ISPA

Istilah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan

padanan istilah Inggris Acute Respiratory Infections disingkat ARI

yang mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan akut.

Yang dimaksudkan dengan infeksi adalah masuknya kuman atau

mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembangbiak

sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah

organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya

seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian

ISPA secara otomatis mencakup saluran pernapasan bagian atas dan

saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan

organ adneksa saluran pernafasan. Dimaksud dengan infeksi akut

adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari

ini diambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat

berlangsung lebih dari 14 hari.

3. Klasifiaksi penumonia

Dalam penentuan klasifikasi penyakit pneumonia dibedakan atas 2

kelompok, yaitu:

Page 6: BAB I.docx

1. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas :

pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia.

2. Kelompok umur <2 bulan, klasifikasi dibagi atas : pneumonia berat

dan bukan pneumonia.

4. Manifestasi berdasarkan klasifikasi

1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan

dinding dada kedalam (chest indrawing).

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa

disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas

cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan

pneumonia

5. Diagnosis

Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara

menunjukkan bahwa Streptococcus pnemoniae dan Hemophylus

influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian

tentang etiologi di negara berkembang. Jenis bakteri ini ditemukan

pada dua per tiga dari hasil isolasi yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1%

hasil isolasi spesimen darah. Sedangkan di negara maju dewasa ini

pnemonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.

Diagnosis pneunonia didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisis, foto toraks dan laborataritim. Diagnosis pnemonia

terutama didasarkan pada gejala klinis berupa batuk, kesukaran

berafas. Gambaran rontgen toraks tidak menunjukkan kelainan yang

jelas pada penderita bronkitis sedang pada penderita pnemonia atau

broncopnemonia didapatkan gambaran infiltrat di paru. Diagnosis

pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau

kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat)

sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung

frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound timer.

Batas nafas cepat adalah:

Page 7: BAB I.docx

1. Pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak

50 kali per menit atau lebih.

2. Pada anak usia 1 tahun - < 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak

40 kali per menit atau lebih.

3. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60

kali permenit atau lebih.6

Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan

atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding

dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan - < 5 tahun.

Untuk kelompok umur kurang 2 bulan diagnosis pneumonia berat

ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan

sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang

kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita

pneumonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran

bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat

minum. Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah :

batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau

penyakit lainnya.

6. Etiologi dan epidemiologi

Pneumonia dapat menyerang semua orang, semua umur, jenis

kelamin serta tingkat sosial ekonomi. Menurut Depkes RI (2002).

Kejadian kematian pneumonia pada anak balita berdasarkan SKRT

2001, urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah

pneumonia, diare, tetanus, infeksi saluran pernafasan akut sementara

proporsi penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu

pneumonia (22,5%), diare (19,2%) infeksi saluran pernafasan akut

(7,5%), malaria (7%), serta campak (5,2%).

Terjadinya suatu peningkatan kasus penyakit tertentu dan atau

kejadian luar biasa sewaktu-waktu bisa terjadi secara sporadis. Hal ini

terjadi karena berbagai faktor determinan yang sifatnya saling

berinteraksi antara satu dengan lainnya.

Page 8: BAB I.docx

Determinan pneumonia :

a. Faktor Host

1. Umur

Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang

kelompok usia bayi dan balita. Faktor usia merupakan

salah satu faktor risiko kematian pada balita yang sedang

menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang

sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil

risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita

yang berusia muda.

2. Jenis Kelamin

Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit

ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita

(2002), anak laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk

terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan.

3. Status Gizi

Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit

kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita.

Penyebab langsung timbulnya gizi kurang pada anak

adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi.

Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Timbulnya

Kekurangan Energi Protein (KEP) tidak hanya karena

kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare

dan ISPA. Anak yang tidak memperoleh makanan cukup

dan seimbang, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat

melemah. Dalam keadaan demikian, anak mudah

diserang penyakit infeksi. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi timbulnya penyakit pneumonia pada anak

antara lain adanya kekurangan energi protein. Anak

dengan daya tahan tubuh yang terganggu akan menderita

pneumonia berulang-ulang atau tidak mampu mengatasi

Page 9: BAB I.docx

penyakit pneumonia dengan sempurna. Status gizi pada

balita berdasarkan hasil pengukuran anthropometri

dengan melihat kriteria yaitu: Berat Badan per Umur

(BB/U), Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per

Tinggi Badan (BB/TB).

4. Status Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka

kesakitan dan angka kematian pada bayi dan anak. Dari

seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat dicegah

dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi

yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat

meningkatkan insidens ISPA terutama pneumonia.

Penyakit pneumonia lebih mudah menyerang anak yang

belum mendapat imunisasi campak dan DPT (Difteri,

Pertusis, Tetanus) oleh karena itu untuk menekan

tingginya angka kematian karena pneumonia, dapat

dilakukan dengan memberikan imunisasi seperti

imunisasi DPT dan campak. Imunisasi yang dianjurkan

sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG

(pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan),

Polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), Hepatitis B I-III (pada

usia 0-9 bulan), dan Campak (pada usia 9-11 bulan).

b. Faktor Agent

Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti

Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan

Staphylococcus aureus. Penyebab pneumonia lainnya adalah virus

golongan Metamyxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,

Othomyxovirus, dan Herpesvirus.

c. Faktor Lingkungan Sosial

1. Pekerjaan Orang Tua

Page 10: BAB I.docx

Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari

hasil pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat

penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit

menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan

kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya

kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh

berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk

penyakit pneumonia.

2. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan

faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian

ISPA terutama Pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan

berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu

kepada anak-yang menderita ISPA. Jika pengetahuan ibu

untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika bayi atau

balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko

meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika

dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan

yang tepat.

d. Faktor Lingkungan Fisik

1. Polusi udara dalam ruangan atau rumah

Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik)

dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan

gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran

nafas. Rumah kecil yang penuh asap, baik yang berasal

dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai bahan bakar

maupun dari asap kendaraan bermotor, dan tidak

memiliki sirkulasi udara yang memadai akan mendukung

penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan

penyakit infeksi saluran pernafasan yang berat. Insiden

pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima

Page 11: BAB I.docx

tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua

orang tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak

dari perokok aktif yang merokok dalam rumah akan

menderita sakit infeksi pernafasan lebih sering

dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok.

2. Kepadatan Hunian

Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu

masalah yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan

oleh pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan mahalnya

harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan kepadatan

hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit

dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah

terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan

penyakit pada anggota keluarga lainnya. Perumahan yang

sempit dan padat akan menyebabkan anak sering

terinfeksi oleh kuman yang berasal dari tempat kotor dan

akhirnya terkena berbagai penyakit menular.

Diagnosis etiologi pneumonia pada balita sukar untuk

ditegakkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan

prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang

memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab

pneumonia. Hanya biakan dari spesimen pungsi atau aspirasi paru

serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk

membantu menegakkan diagnosis etiologi pneumonia. Meskipun

pemeriksaan spesimen fungsi paru merupakan cara yang sensitif untuk

mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada

balita akan tetapi pungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya

dan bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan

untuk penelitian. Oleh karena alasan tersebut di atas maka penentuan

etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil

penelitian di luar Indonesia.

Page 12: BAB I.docx

Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara

menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus

influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian

tentang etiologi di negara berkembang. Jenis jenis bakteri ini

ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru

dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara

maju, dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh

virus. Bakteri Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus influenzae.

Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif. Bakteri

ini, yang sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai,

mempunyai simpai polisakarida yang mempermudah penentuan tipe

dengan antiserum spesifik. Organisme ini adalah penghuni normal

pada saluran pernapasan bagian atas manusia dan dapat menyebabkan

pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia, meningitis, dan

proses infeksi lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan

kira-kira 75% kasus pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah

kasus bakteremia pneumokokus yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14,

19, dan 23 merupakan penyebab yang paling sering. Pneumokokus

menyebabkan penyakit melalui kemampuannya berbiak dalam

jaringan. Bakteri ini tidak menghasilkan toksin yang bermakna.

Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang

mencegah atau menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh

fagosit.

Pada suatu saat tertentu, 40-70% manusia adalah pembawa

pneumokokus virulen, selaput mukosa pernapasan normal harus

mempunyai imunitas alami yang kuat terhadap pneumokokus. Infeksi

pneumokokus menyebabkan melimpahnya cairan edema fibrinosa ke

dalam alveoli, diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit, yang

mengakibatkan konsolidasi beberapa bagian paru-paru. Banyak

pneumokokus ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini mencapai

aliran darah melalui drainase getah bening paru-paru. Dinding alveoli

Page 13: BAB I.docx

tetap normal selama infeksi. Selanjutnya, sel-sel mononukleus secara

aktif memfagositosis sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun diabsorbsi

kembali. Pneumokokus diambil oleh sel fagosit dan dicerna di dalam

sel.

Pneumonia yang disertai bakteremia selalu menyebabkan angka

kematian yang paling tinggi. Pneumonia pneumokokus kira-kira

merupakan 60-80% dari semua kasus pneumonia oleh bakteri.

Penyakit ini adalah endemik dengan jumlah pembawa bakteri yang

tinggi. Imunisasi dengan polisakarida tipe-spesifik dapat memberikan

perlindungan 90% terhadap bakteremia pneumonia.

Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran

napas bagian atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab

meningitis yang penting pada anak-anak dan kadang-kadang

menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak dan orang

dewasa. Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan

tes pembengkakan simpai menggunakan antiserum spesifik.

Kebanyakan Hemophylus influenzae pada flora normal saluran napas

bagian atas tidak bersimpai. Pneumonitis akibat Hemophylus

influenzae dapat terjadi setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas

pada anak-anak kecil dan pada orang tua atau orang yang lemah.

Orang dewasa dapat menderita bronkitis atau pneumonia akibat

influenzae. Hemophylus influenzae tidak menghasilkan eksotoksin.

Organisme yang tidak bersimpai adalah anggota tetap flora normal

saluran napas manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak ada

antibodi antisimpai khusus. Bentuk Hemophylus influenzae yang

bersimpai, khususnya tipe b, menyebabkan infeksi pernapasan

supuratif(sinusitis, laringotrakeitis, epiglotitis, otitis) dan, pada anak-

anak kecil, meningitis. Darah dari kebanyakan orang yang berumur

lebih dari 3-5 tahun mempunyai daya bakterisidal kuat terhadap

Hemophylus influenzae, dan infeksi klinik lebih jarang terjadi.

Hemophylus influenzae tipe b masuk melalui saluran pernapasan.

Page 14: BAB I.docx

Tipe lain jarang menimbulkan penyakit. Mungkin terjadi

perluasan lokal yang mengenai sinus-sinus atau telinga tengah.

Hemophylus influenzae tipe b dan pneumokokus merupakan dua

bakteri penyebab paling sering pada otitis media bakterial dan

sinusitis akut. Organisme ini dapat mencapai aliran darah dan dibawa

ke selaput otak atau, jarang, dapat menetap dalam sendi-sendi dan

menyebabkan artritis septik. Hemophylus influenzae sekarang

merupakan penyebab tersering meningitis bakteri pada anak-anak

berusia 5 bulan sampai 5 tahun di AS. Bayi di bawah umur 3 bulan

dapat mengandung antibodi dalam serum yang diperoleh dari ibunya.

Selama masa ini infeksi Hemophylus influenzae jarang terjadi, tetapi

kemudian antibodi ini akan hilang.

Anak-anak sering mendapatkan infeksi Hemophylus influenzae

yang biasanya asimtomatik tetapi dapat dalam bentuk penyakit

pernapasan atau meningitis (Hemophylus influenzae adalah penyebab

paling sering dari meningitis bakterial pada anak-anak dari umur 5

bulan sampai 5 tahun). Angka kematian meningitis Hemophylus

influenzae yang tidak diobati dapat mencapai 90%. Influenzae tipe b

dapat dicegah dengan pemberian vaksin konjugat Haemophilus b pada

anak-anak. Anak-anak berusia 2 bulan atau lebih dapat diimunisasi

dengan vaksin konjugat Hemophylus influenzae tipe 6 dengan satu

dari dua pembawa dengan dosis boster yang diperlukan sesuai anjuran

standard. Anak-anak berusia 15 bulan atau lebih dapat menerima

vaksin konjugat Hemophylus influenzae tipe b dengan toksoid difteri

(yang tidak bersifat imunogenik pada anak-anak yang lebih muda).

Vaksin tidak mencegah timbulnya pembawa untuk Hemophylus

influenzae. Penggunaan vaksin Hemophylus influenzae tipe b secara

luas telah sangat menurunkan kejadian meningitis Hemophylus

influenzae pada anak-anak. Kontak dengan pasien yang menderita

infeksi klinik Hemophylus influenzae memberi risiko kecil bagi orang

dewasa, tetapi memberi risiko nyata bagi saudara kandung yang

Page 15: BAB I.docx

nonimun dan anak-anak nonimun lain yang berusia di bawah 4 tahun

yang berkontak erat.1

7. Faktor resiko

Faktor yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Berbagai

publikasi melaporkan tentang faktor risiko yang meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor

risiko tersebut adalah seperti berikut :

a. Faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia

- Umur < 2 bulan

- Laki-laki

- Gizi kurang

- Berat badan lahir rendah

- Tidak mendapat ASI memadai

- Polusi udara

- Menempatkan kandang ternak dalam rumah

- Kepadatan tempat tinggal

- Imunisasi yang tidak memadai

- Membedung anak (menyelimuti berlebihan)

- Defisiensi vitamin A

b. Faktor yang meningkatkan angka kematian pneumonia

- Umur < 2 tahun

- Tingkat sosio ekonomi rendah

- Gizi kurang

- Berat badan lahir rendah

- Tingkat pendidikan ibu yang rendah

- Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah

- Kepadatan tempat tinggal

- Imunisasi yang tidak memadai

- Menderita penyakit kronis.

8. Pencegahan

a. Pencegahan secara umun :

Page 16: BAB I.docx

Pencegahan penyakit pneumonia dapat dilakukan dengan cara:

- Pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai

- Perilaku hidup bersih dan sehat

- Peningkatan gizi balita.

b. pencegahan secara khusus :

1. Pencegahan prime :

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor

risiko terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat

dilakukan antara lain :

- Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan

imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali

yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.

- Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan

ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan

makanan yang bergizi pada balita.Di samping itu, zat-zat

gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu

mendapat perhatian.

- Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam

ruangan dan polusi di luar ruangan.

- Mengurangi kepadatan hunian rumah.

2. Pencegahan sekuder :

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk

mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat

progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan

mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi

diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat

mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi.

Upaya yang dapat dilakukan antara lain :

- Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan

antibiotik parenteral dan penambahan oksigen.

Page 17: BAB I.docx

- Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral,

ampisilin atau amoksilin.

- Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak

diberikan terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan

parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami

pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air

garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri

penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.

3. Pencegahan tersier :

Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar

tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan

memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha

rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya

untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan

dan pengobatan.Upaya yang dilakukan dapat berupa :

- Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri

antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol

bila keadaan anak memburuk.

- Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana

kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan

tidak menimbulkan kematian.

9. Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan kepada pemberantasan mikroorganisme

penyebabnya. Walaupun adakalanya tidak diperlukan antibiotika jika

penyebabnya adalah virus, namun untuk daerah yang belum memiliki

fasilitas biakan mikroorganisme akan menjadi masalah tersendiri

mengingat perjalanan penyakit berlangsung cepat, sedangkan di sisi

lain ada kesulitan membedakan penyebab antara virus dan bakteri.

Selain itu, masih dimungkinkan adanya keterlibatan infeksi sekunder

oleh bakteri.

Page 18: BAB I.docx

Oleh karena itu, antibiotika diberikan jika penderita telah

ditetapkan sebagai Pneumonia. Ini sejalan dengan kebijakan Depkes

RI (sejak tahun 1995, melalui program Quality Assurance ) yang

memberlakukan pedoman penatalaksaan Pneumonia bagi Puskesmas

di seluruh Indonesia.

Masalah lain dalam hal perawatan penderita Pneumonia adalah

terbatasnya akses pelayanan karena faktor geografis. Lokasi yang

berjauhan dan belum meratanya akses tranportasi tentu menyulitkan

perawatan manakala penderita pneumonia memerlukan perawatan

lanjutan (rujukan) (Setiowulan, 2000).

Perawatan di rumah yang dapat dilakukan pada bayi atau anak

yang menderita pneumonia antara lain :

a. Mengatasi demam

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi

dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi

dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.

Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.

Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,

kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,

dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak

perlu air es).

b. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan

tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan

kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi

berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih

jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap

diteruskan.

d. Pemberian minuman

Page 19: BAB I.docx

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan

sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu

mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah

parah sakit yang diderita.

e. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang

terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.

Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk

mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi

yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang

sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.

Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk

maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas

kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik,

selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh

tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan

untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar

setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan

untuk pemeriksaan ulang.

B. Tempat tinggal Fisik(Rumah)

1. Pengertian rumah

Rumah adalah bangunan sebagai tempat tinggal atau hunian dan

sarana pembinaan keluarga. Rumah tidak sekedar sebagai tempat

untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya

terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun

kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak

huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah

yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni

Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan

perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat

memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

Page 20: BAB I.docx

Aspek-aspek untuk menciptakan rumah sehat harus memperhatikan,

hal-hal sebagai berikut :

1. Sirkulasi udara yang baik.

2. Penerangan yang cukup.

3. Air bersih terpenuhi.

4. Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak

menimbulkan pencemaran.

5. Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta

tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor

maupun udara kotor.

2. Persyaratan rumah sehat

Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah

sebagai berikut:

1. Bahan Bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang

dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :

- Debu Total tidak lebih dari 150 µg m3 .

- Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam.

- Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg.

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan

berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis

sebagai berikut:

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.

b. Dinding

- Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana

ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara dengan ukuran

minimal 10%-20% dari luas lantai.

Page 21: BAB I.docx

- Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah

dibersihkan.

c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan

kecelakaan.

d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih

harus dilengkapi dengan penangkal petir.

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai

ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang

dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.

f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan

asap.

3. Pencahayaan

Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat

menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux

dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai

berikut :

a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C.

b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70% .

c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.

d. Pertukaran udara.

e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam.

f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3.

5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi a1amiah yang permanen minimal

10% - 20 % dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus bersarang di rumah.

7. Air

a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang

Page 22: BAB I.docx

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih

dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan

hygiene.

9. Limbah

a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air,

tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau,

tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan

air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan

lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak

dibawah umur 5 tahun.

Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi

jumlah penghuni (sleeping density), yaitu :

- Baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7

- Cukup, bila kepadatan antara 0,5 - 0,7

- Kurang, bila kepadatan kurang dari 0,5.

Masalah perumahan telah diatur dalam Undang-Undang

pemerintahan tentang perumahan dan pemukiman No.4/l992 bab III

pasal 5 ayat l yang berbunyi “Setiap warga negara mempunyai hak

untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang

layak dan lingkungan yang sehat, aman , serasi, dan teratur”.

Menurut Winslow dan APHA

Permukiman sehat dirumuskan sebagai suatu tempat untuk tinggal

secara permanen. Berfungsi sebagai tempat untuk bermukim,

beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai tempat berlindung dari

pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan fisiologis,

psikologis, dan bebas dari penularan penyakit. Rumusan yang

Page 23: BAB I.docx

dikeluarkan oleh American Public Health Association (APHA), syarat

rumah sehat harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis. Antara lain, pencahayaan,

penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari

kebisingan yang mengganggu. 

2. Memenuhi kebutuhan psikologis. Antara lain, privacy yang

cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan

penghuni rumah. 

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit

antarpenghuni rumah, yaitu dengan penyediaan air bersih,

pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas vektor

penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup

sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari

pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang

cukup. 

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik

yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain

persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah

roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat

penghuninya jatuh tergelincir.

Page 24: BAB I.docx

C. Kerangka Teori

- Luas kamar anak - Kondisi dinding rumah- Suhu lingkungan rumah- Luas ventilasi- Jenis lantai- Pencahayaan ruangan

Sosial ekonomi dan pendidikan

Tingkat kelembaban rumah

Mikroorganisme(respiratory syncial virus,streptococcus pneumonie dan hemophylus influenza)

Infeksi pada tubuh manusia

Kejadian pneumonia

Daya tahan tubuh

- Status gizi anak- Status imunisasi- Umur - Riwayat penyakit

sebelumnya

Page 25: BAB I.docx

D. Kerangka konsep

E. Hipotesis

Ada hubungan antara lingkugan tempat tiggal fisik dengan angka

kesakitan pneumonia pada balita di puskesmas x Tahun 2012.

Angka kesakitan pneumonia

Umur Riwayat penyakit

sebelumnya Status imunisasi Status gizi

Lingkungan Fisik Rumah : Jenis Lantai Rumah Luas kamar anak Kondisi Dinding Rumah Luas Ventilasi Rumah Tingkat Kelembaban Pencahayaan ruangan

Page 26: BAB I.docx

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

A.1 Ruang lingkup Keilmuan

Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah

ilmu kesehatan anak terutama pada penyakit pneumonia.

A.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan oktober

2012 sampai selesai.

A.3 Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Lingkungan

kerja Puskesmas... di Kabupaten Demak.

B. Jenis Penelitian

penelitian ini merupakan penelitian analitik non

eksperimental dengan pendekatan Cross Sectional.

C. Populasi dan Sampel

C.1 Populasi

Semua pasien yang datang saat dilakukannya penelitian

serta yang terdiagnosis pneumonia pada usia 1 bulan – 5 tahun

dari Bulan Januari - Desember 2012.

C.1 Sampel

Semua pasien dari usia 1 bulan -5 tahun yang datang

dengan diagnosis pneumonia selama waktu penelitian.

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Page 27: BAB I.docx

(Zα/2)2 P . Q

n :

d2

(1.96)2 . ... ....

:

:

:............

Keterangan :

n : besar sampel

Zα : deviat baku alfa

P : prevalensi

Q : nilai yang di dapat dari 1-P

d : tingkat kesalahan yang diinginkan

Kriteria inklusi sampel kasus meliputi:

a. Balita yang berumur 1 - 5 tahun

b. Dinyatakan menderita pneumonia oleh dokter/petugas

paramedis terlatih.

c. Status imunisasi lengkap.

Page 28: BAB I.docx

d. Status gizi baik.

e. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas... Kabupaten

Demak

Sedangkan kriteria eksklusi sampel kasus adalah balita yang berumur

lebih dari 5 tahun yang menderita pneumonia disertai batuk rejan,

TBC, Asma dan jantung.

D. Variabel penelitian

D.1 Variabel Bebas

Tempat tinggal fisik

D.2 Variabel Terikat

Angka kesakitan pneumonia

E. Bahan dan Alat

1. Cek list data observasi

2. Alat tulis

F. Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan beruapa data sekunder dari catatan medis

atau arsip rutin pasien pada Puskesmas.. kabupaten Demak. Serta

data primer yang didapatkan dari observasi atau pengamatan secara

langsung pada rumah tempat tinggal pasien.

G. Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Penyusunan proposal pada bulan Agustus 2012.

2. Persiapan Bahan dan Alat penelitian.

3. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai selesai.

4. Populasi pada penelititan ini adalah seluruh pasien yang

menderita pneumonia dengan usia 1-5 tahun di wilayah

kerja Puskesmas... Kabupaten Demak.

5. Peneliti mengambil sampel penelitian berdasarkan catatan

medik dan observasi.

Page 29: BAB I.docx

6. Peneliti melakukan wawancara kepada responden untuk

mengisi lembar informed consent dann melengkapi lembar

observasi penelitian.

7. Pengolahan dan Analisis Data dilakukan setelah jumlah

sampel minimal terpenuhi pada bulan Februari 2013.

H. Definisi Operasional

Page 30: BAB I.docx

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala Variabel

1.

2.

Lingkungan tempat tinggal fisik

Pneumonia

Lingkungan : daerah dimana

makhluk hidup berada.

Tempat tinggal : sesuatu

yang berwujud bangunan

rumah, tempat berteduh atau

lainnya yang digunakan

manusia sebagai tempat

tinggal.

Pneumonia : proses infeksi

akut yang mengenai jaringan

paru-paru (alveoli).

Terjadinya pneumonia pada

anak seringkali bersamaan

dengan proses infeksi akut

pada bronkus (biasa disebut

bronchopneumonia). Gejala

penyakit ini berupa napas

cepat dan napas sesak, karena

paru meradang secara

mendadak. Batas napas cepat

adalah frekuensi pernapasan

sebanyak 60 kali permenit

pada anak usia < 2 bulan, 50

kali per menit atau lebih pada

anak usia 2 bulan sampai

kurang dari 1 tahun, dan 40

kali permenit atau lebih pada

anak usia 1 tahun sampai

kurang dari 5 tahun.

Observasi

Catatan medik

Ordinal

Nominal

Page 31: BAB I.docx

I. Pengelolaan Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan

program komputer SPSS (Statistical Package for the Social

Sciences) versi 17.0.

1. Pengolahan data

a. Editing

Editing adalah kegiatan untuk mengecek dan

memperbaiki lembar informed consent dan kuesioner

serta lembar observasi penelitian.

b. Coding

Coding adalah kegiatan untuk mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

c. Processing

Processing adalah kegiatan untuk memproses data

dengan cara memasukkan data (Entry) ke dalam

komputer.

d. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan pengkoreksian kembali data

yang sudah di entry.

2. Analisis data

a. Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan

karakteristik responden dalam penelitian.

b. Setelah dilakukan analisis univariat, hasilnya dapat

dilanjutkan ke analisis bivariat. Analisis bivariat

berfungsi untuk menghubungkan antara variabel bebas

dan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi

Square. Tingkat kemaknaan yang digunakan adalah 5%

(α=0,05). Jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi

maka uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov.

Panduan interpretasi hasil uji hipotesis bila nilai p <

Page 32: BAB I.docx

0,05 (H0 ditolak, Ha diterima) maka terdapat hubungan

bermakna antar variabel.